iling dwi 2

10
ILMU LINGKUNGAN KONSERVASI MANGROVE / BAKAU Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi mangrove terluas di dunia. Kurang lebih 18 juta hektar luas mangrove dunia, seperempatnya (4,5 juta hektar) dimiliki Indonesia. Kini perkembangan luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun, terdegradasinya mangrove secara pesat telah memicu meningkatnya erosi pantai yang menyebabkan kerusakan habitat alami, punahnya berbagai jenis flora fauna dan biota tertentu, menurunnya keanekaragaman hayati yang meluas sampai daratan. A. PENGERTIAN MANGROVE Mangrove sering disebut sebagai hutan bakau dan merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut ataupun dengan perairan

Upload: dwi-nurhayati

Post on 06-Feb-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

TRANSCRIPT

Page 1: ILING DWI 2

ILMU LINGKUNGAN

KONSERVASI MANGROVE / BAKAU

Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi mangrove terluas di dunia. Kurang

lebih 18 juta hektar luas mangrove dunia, seperempatnya (4,5 juta hektar) dimiliki Indonesia.

Kini perkembangan luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun,

terdegradasinya mangrove secara pesat telah memicu meningkatnya erosi pantai yang

menyebabkan kerusakan habitat alami, punahnya berbagai jenis flora fauna dan biota tertentu,

menurunnya keanekaragaman hayati yang meluas sampai daratan.

A. PENGERTIAN MANGROVE

Mangrove sering disebut sebagai hutan bakau dan merupakan ekosistem peralihan antara

darat dan laut ataupun dengan perairan sekitar muara sungai. Oleh karena itu ekosistem ini

dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove diartikan sebagai kelompok tumbuhan yang

terdiri dari berbagai jenis dari suku yang berbeda, tetapi mempunyai persamaan kemampuan

penyesuaian diri yang sama terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut. Di Indonesia

mangrove sering diidentikan dengan salah satu jenis vegetasinya yaitu bakau, sehingga orang

lebih mengenal ekosistem ini dengan ekosistem/hutan bakau. Walaupun dipengaruhi oleh pasang

Page 2: ILING DWI 2

surut air laut, vegetasi mangrove bukan merupakan vegetasi yang membutuhkan kadar garam

tinggi, namun vegetasi mangrove merupakan vegetasi yang tahan terhadap kadar garam tinggi.

B. PENYEBAB DAN KASUS KERUSAKAN MANGROVE

Kegiatan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap kerusakan mangrove di

Indonesia adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersial serta peralihan peruntukkan

untuk tambah dan pertanian. Sedang kematian secara alami tidak memberikan data signifikan

yang patut dicurigai sebagai penyebab kerusakan hutan mangrove. Sebab- sebab dan akibat

perusakan mangrove yang terjadi secara fisik dan kimia akan diuraikan berikut ini :

1. Penambangan mineral

Penambangan mineral mineral, telah berkembang di kawasan pesisir.

Penambangan dalam ekosistem mangrove mengakibatkan kerusakan total, sedangkan

penambangan di daerah sekitarnya dapat menimbulkan berbagai macam efek yang

merusak. Efek yang paling mencolok adalah pengendapan bahan-bahan yang dibawa air

permukaan ked an dalam mangrove.

Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove karena terjadinya

penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air diatasnya. Bila

proses pertukaran ini tidak berlangsung, kematian mangrove akan terjadi dalam waktu

singkat. Terhentinyaa sebagian proses pertukaran menimbulkan tekanan pada mangrove,

yang terlihat pada penurunan produktifitas dan kemampuan. Selanjutnya jaringan

makanan yang berlandaskan pada adanya detritus di mangrove terganggu pula dan

secara keseluruhan dapat menurunkan pula produktivitas ikan.

2. Pembelokan aliran air tawar

Suatu pengertian yang salah bila dikatakan bahwa tumbuhan mangrove untuk

hidupnya mutlak memerlukan air asin. Pada kenyataannya perkembangan mangrove

yang baik terjadi di daerah yang mempunyai masukan air tawar yang cukup. Di daerah

beriklim musiman masukan air tawar ke mangrove juga musiman. Tetapi justru di

daerah seperti ini kerluan akan air tawar bagi manusia pun besar sekali.. pengambil

keputusan sering melihat dalam lingkungan seperti ini suatu hal yang mubazir

Page 3: ILING DWI 2

membiarkan air tawar masuk ke laut, sehingga tidak heran bila berusaha untuk

memanfaatkan air tawar ini untuk keperluan di daerah darat.

3. Eksploitasi Hutan

Eksploitasi hutan mangrove secara besar- besaran dilakukan untuk keperluan

kayu, tatal dan bubur kayu. Biasanya eksplotasi seperti itu dilakukan dengan tebang

habis. Di daerah tebang habis permudaan alam umumnya tidak berjalan dengan baik

sehingga mengakibatkan penurunan nilai hutan karena pohon- pohon untuk panen

berikutnya berupa pohon- pohon dengan kualitas rendah. Kegiatan eksploitasi perlu

dilakukan secara hati- hati guna memperkecil kerusakan yang mungkin terjadi,

khususnya untuk menjamin kelangsungan mata rantai ekologi adalahekosistem

mangrove sehingga fungsinya sebagai sumber keanekaragaman hayati dan stabilisasi

lingkungan dapat dipertahankan.

Dalam melaksanakan eksploitasi

hutan secara besar- besaran dilakukan

dengan menggunakan alat transportasi dan

alat tebang yang modern. Sehingga

membutuhkan fasilitas dan infrastruktur

sebagai pendukungnya. Pengadaan

fasilitas dan akses ke lokasitersebut juga

meninggalkan kerusakan tersendiri terhadap hutan mangrove. Masalah lain yang sering

timbul adalah sisa- sisa hasil tebangan tidak dapat segera terdaur ulang dengan proses

penguraian. Karena banyaknya sisa penebangan yang menumpuk sehingga proses

penguraian berjalan dengan lambat. Sisa penebangan yang besar- besar dengan adanya

arus pasang surut juga akan terbawa kemana-mana dan dapat menimbulkan masalah

baru.

 Gambar. Kondisi ekosistem Mangrove di Pesisir Kelapa Lima Kota Kupang- NTT yang terlihat

kering dan mulai rusak

Page 4: ILING DWI 2

4. Konversi Lahan

Hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu

dianggap daerah yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian dan

akuakultur. Namun karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin

meningkat maka hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternative.

Reklamasi seperti itu telah memusnahkan ekosistem mangrove dan juga mengakibatkan

efek- efek yang negative terhadap perikanan di perairan pantai sekitarnya. Selain itu

kehadiran saluran- saluran drainase mengubah system hidrologi air tawar di daerah

mangrove yang masi utuh yang terletak kea rah laut dan hal ini mengakibatkan dampak

negatif.

Hutan mangrove di Pulau Jawa, pada umumnya sejak tahun 1950 sebagian besar

sudah rusak disebabkan pencurian kayu dan dijadikan pertambakan. Tambak dalam

skala kecil tidak terlalu banyak mempengaruhi ekosistem mangrove dan ekosistem di

sekitarnya, tetapi lain halnya dengan tambak dalam skala besar. Konversi mangrove

yang luas menjadi tambak dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan di

perairan sekitarnya.

Penggunaan lahan pasang surut untuk pertambakkan terjadi di hamper seluruh

Indonesia, namun sekitar 94 % dari 225.000 ha areal pertambakan ada di Propinsi Aceh,

Jawa Barat, jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Penyebarannya 52%

terdapat di Jawa, 30 % di Sulawesi, 15 % di Sumatra, 1% di Kalimantan dan 0,1%di

Maluku dan Irian Jaya. Dengan data luasan yang ada berarti hilangnya areal mangrove

yang disebabkan pembukaan tambk sebesar 22%.

5. Tumpahan Minyak

Tumpahan minyak bumi dan hasil- hasil olahannya dengan kapal laut semakin

meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut ke laut sudah sering

terjadi. Di berbagai tempat, jalur- jalur angkutan ini berbatasan dengan kawasan

mangrove (misalnya selat Malaka) dan kebocoran setra pembuangan minyak dengan

sengaja telah menunjukkan dampak negative yang nyata terhadap mangrove.

Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua kategori. Kategori

pertama adalah efek laut yang akut, segera terlihat dan berkaitan dengan pelaburan oleh

Page 5: ILING DWI 2

minyak pada permukaan tumbuhan ( pepagan, akar tunjang, akar napas ) yang

mempunyai fungsi dalam pertukaran udara. Dalam kondisi pelaburan oleh minyak yang

sangat kuat, tumbuhan mangrove dapat mati dalam waktu 72 jam. Pengguguran daun

dan kematian pohon- pohon mangrove di tempat –tempat yang paling berpengaruh

terjadi 4- 5 minggu. Kategori kedua berkaitan dengan peracunan kronik dalam jangka

panjang tumbuhan mangrove dan fauna yang bersangkutan oleh komponen racun yang

terkandung dalam minyak.

6. Pembuangan Limbah

Kegiatan pertanian, agro- industri, industry kimia dan rumah tangga

menghasilkan limbah dalam jumlah yang beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau

pantai. Limbah cair terlarut atau membentuk suspensi dalam air. Sebagian limbah cair ini

berupa bahan anorganik yang juga terdapat di alam, tetapi kehadiran dalam jumlah

berlebihan dalam lingkungan akuatik menyebabkan bahan itu tidak semuanya dapat

didaur ulang secara alami.

Dalam banyak kasus, pestisida dan antibiotic juga kerap kali digunakan, bahkan

untuk pengolahan tambak tradisional.

 Gambar. Kondisi tanaman mangrove yang telah rusak dan dipenuhi sampah

             domestik dari masyrakat sekitar pesisir Kelapa Lima Kota Kupang- NTT

7. Kebakaran Hutan

Page 6: ILING DWI 2

Kebakaran hutan mangrove yang pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang

pada tahun 1980 – 1990an berhubungan dengan pembukaan lahan yang luas ( untuk

perkebunan dan transmigrasi) dan oleh penduduk setempat. Sedangkan kebakaran yang

terjadi pada tahun 1997 disebabkan oleh kegiatan penebangan liar, nelayan dan

pengembangan kawasan transmigrasi ( Dennis et al, 2000).

C. SOLUSI UNTUK KONSERVASI

Pemecahan Masalah Rusaknya Mangrove

            Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah R I telah

menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang

pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai,

sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan  pesisir laut yang merupakan habitat hutan

mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan.

Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang tertinggi kea rah daratan.

            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove

antara lain:

1. Penanaman kembali mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat

masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta

pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan

kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja  sehingga terjadi peningkatan

pendapatan masyarakat.

2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah

pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata

pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.

3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan

mangrove secara bertanggungjawab.

4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.

5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi

6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir

Page 7: ILING DWI 2

7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove

8. Penegakan hukum

9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya

dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan 

yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga

mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang

ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat

mendukung program ini. 

Arifin, Bustanul. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia. Erlangga : Jakarta.

Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumber Daya  Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia

Pustaka

            Utama : Jakarta.

Keraf, Sony. 2010. Etika Lingkungan Hidup.  Penerbit Buku Kompas  : Jakarta.

Saparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize : Semarang.