tugas iling

Upload: rhaiezremajama111

Post on 19-Jul-2015

195 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH TAHUdisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Lingkungan

disusun oleh :

Riang Anggraini Rahmanisa 21030111130056

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

ABSTRAK

Tahu merupakan makanan yang digemari oleh banyak orang sehingga industri tahu terdapat di sebagian besar kota di Indonesia. Sebagai industri kecil, limbah hasil proses pengolahan industri tahu banyak membawa dampak terhadap lingkungan. Limbah dari pengolahan tahu mempunyai kadar BOD sekitar 400-1.400 mg/l. Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang cukup serius terutama untuk perairan disekitar industri tahu. Teknologi pengolahan limbah tahu yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah sistem anaerob. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 60-70 %, sehingga air lahannya masih mengandung kadar polutan organik cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari sistem anaerob dan tingginya kadar fosfat merupakan masalah yang belum dapat diatasi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses biologis anaerob-aerob yakni proses penguraian anaerob dan diikuti dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Dengan kombinasi proses tersebut diharapkan konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60 ppm, sehingga jika dibuang tidaklagi mencemari lingkungan sekitarnya. Selain dengan proses biologis anaerob-aerob, air limbah tahu juga dapat diolah menjadi biogas.

PENGERTIAN-PENGERTIAN

Limbah Cair adalah buangan berbentuk cair sebagai akibat kegiatan manusia, makhluk hidup lainnya, dan proses-proses alam yang pada saat ini belum dapat dimanfaatkan karena pengolahannya tidak ekonomis. Jika nantinya buangan tersebut dapat dimanfaatkan lagi secara ekonomis karena perkembangan teknologi, maka buangan tersebut sudah tidak dapat dikatakan lagi sebagai limbah cair. Di dalam limbah cair terkandung zat-zat pencemar dengan konsentrasi tertentu yang bila dimasukkan ke dalam badan air akan dapat mengubah kualitas airnya ke arah penurunan ataupun pencemaran. Baku mutu air merupakan batas kadar atau makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau unsur pencemar yang dapat ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran air adalah jumlah kadar dari parameter kualitas air atau limbah cair yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah cair. TSS-Total Suspended Solids (Padatan Total tersuspensi) adalah zat-zat padat tersuspensi yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. BOD-Biochemical Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen minimal yang dipasok pada unit pengolahan limbah secara aerob atau jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan atau mengoksidasikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. CO-Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air. Nilai COD merupakan ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air. pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional.

Pengolahan Limbah Cair Industri adalah suatu perlakuan tertentu yang harus diberikan pada limbah cair sebelum limbah tersebut terbuang ke lingkungan penerima limbah. Untuk dapat menentukan secara tepat perlakuan yang sebaiknya diberikan pada limbah cair, terlebih dahulu diketahui secara tepat karakteristik dari limbah melalui berbagai penetapan berbagai parameter untuk mengetahui macam dan jenis komponen pencemar serta sifat-sifatnya. Biofilter adalah hewan pemakan plankton dan pemakan sisa organik (spt koral hidup, cacing tabung, sepon, dan udang) yg berfungsi sbg filter mekanis. Biofiltrasi adalah pengendalian pencemaran teknik menggunakan bahan hidup untuk menangkap dan biologis mendegradasi polutan proses. Penggunaan umum termasuk pengolahan air limbah, bahan kimia berbahaya menangkap atau lumpur dari aliran permukaan, dan oksidasi mikrobiotik kontaminan di udara.

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Tahu merupakan makanan yang digemari di seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat

kalangan bawah maupun kalangan atas. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan yang sehat, bergizi, dan harganya murah. Hampir di setiap kota terdapat industri tahu. Umumnya industri tahu termasuk ke dalam industri kecil yang dikelola oleh rakyat. Bahan baku pembuatan tahu adalah kedelai (Glycine spp). Konsumsi kedelai Indonesia pada Tahun 1995 mencapai 2.287.317 Ton (Sri Utami, 1997). Lebih dari separuh konsumsi kedelai di Indonesia digunakan untuk diolah menjadi tahu dan tempe (Sarwono, 1989). Kedelai mengandung protein tinggi, dimana dalam 100 gr tahu mengandung 68 gr kalori, protein 7,8 gr, lemak 4,6 gr, hidrat arang 1,6 gr, kalsium 124 gr, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, vitamin B 0.06 mg, air 84,8 gr (Partoatmojo,S. 1991). Tahu diperoleh melalui proses pengumpalan (pengendapan) protein susu kedelai, bahan yang digunakan adalah batu tahu (CaSO4), asam cuka (CH3COOH) dan MgSO4. Secara umum proses pembuatan tahu meliputi, perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, pengumpalan, pencetakan/pengerasan dan pemotongan. Produksi tahu masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana yaitu dibuat oleh pengrajin sendiri dalam skala industri rumah tangga atau industri kecil. Pada tahun 2010, tercatat jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha yang sebagian besar terpusat di Pulau Jawa. Industri tahu dalam skala kecil mengakibatkan tingkat efisiensi penggunaan air dan bahan baku kedelai masih rendah dan tingkat produksi limbahnya sangat tinggi. Dalam proses produksi tahu banyak menggunakan air sebagai bahan pencuci dan merebus kedelai. Akibat dari besarnya pemakaian air pada proses produksi, limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Sebagai contoh limbah industri tahu di Semanan, Jakarta Barat kandungan BOD5 mencapai 1.324 mg/l; COD 6698 mg/l; NH4 84,4 mg/l; nitrat 1,76 mg/l; nitrit 0,17 mg/l (Prakarindo Buana, 1996). Jika ditinjau dari Kep-03/MENKLH/11/1991 tentang baku mutu limbah cair maka industri tahu memerlukan pengolahan limbah. Sebagian besar industri tahu masih merupakan industri kecil skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah air limbah. Unit pengolah air limbah yang ada umumnya

menggunakan system anaerobik dengan efisiensi pengolahan 60%-90%. Dengan sistem pengolah limbah yang ada, maka limbah yang dibuang ke perairan nilai BOD masih terlampau tinggi yaitu sekitar 400-1.400 mg/l. Untuk itu perlu dilakukan proses pengolahan lanjut agar nilai BOD di dalam air limbah memenuhi standar air buangan yang boleh dibuang ke saluran umum.

I.2

Rumusan Masalah Bagaimana teknologi yang tepat untuk pengolahan air limbah tahu?

I.3

Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui teknologi pengolahan air limbah

khususnya pengolahan air limbah tahu yang sederhana, murah, dan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi di Indonesia.

I.4

Manfaat Manfaat penulisan makalah ini adalah memperkaya khasanah pengetahuan mahasiswa

dan masyarakat tentang teknologi pengolahan air limbah tahu serta dapat disebarluaskan dan diterapkan oleh masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Proses Pembuatan Tahu Tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine spp) dengan proses

pengendapan protein pada titik isoelektriknya tanpa atau dengan penambahan zat lain yang diinginkan (Suryanto, 1994). Proses pembuatan tahu pada prinsipnya dibuat dengan mengestrak protein, kemudian mengumpulkannya, sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan susu kedelai umumnya dilakukan dengan cara penambahan bahan penggumpal berupa asam. Bahan penggumpal yang biasa digunakan adalah batu tahu (CaSO4), asam cuka (CH3COOH), MgSO4, dan larutan bibit tahu (larutan perasan tahu yang telah diendapakan satu malam). Jumlah air yang dibutuhkan dari proses pembuatan tahu mulai dari tahap perendaman sampai pencucian ampas adalah 135 liter untuk 3 kg kedelai atau 45 liter per 1 kg kedelai. Secara umum tahapan proses pembuatan tahu adalah sebagai beikut: 1. Kedelai yang telah dipilih dbersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih. 2. Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak untuk digiling. Lama perendaman bekisar 4-10 jam. 3. Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan. 4. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah kedelai. 5. Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan didihkan selama 5 menit. Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan air dan diaduk. 6. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang lebih 70%-90% dari bobot kering kedelai. 7. Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu 500C, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar. Selanjutnya air di atas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali.

8. Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan dianginanginkan.

Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Tahu

Gambar 2. Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu

Dari proses pembuatan tahu ini, limbah yang dihasilkan antara lain limbah padat (ampas tahu) dan limbah cair . Ampas tahu dapat dikonversikan sebagai bahan makanan ternak dan ikan serta oncom. Sebagian besar sumber limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih (whey), sedang sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pemasakan dan larutan bekas rendaman kedelai. Pada pembuatan tahu secara tradisional akan menghasilkan ampas tahu dengan kandungan protein yang tinggi dibandingkan dengan pengolahan cara mekanis. Kadar protein berdasarkan berat kering di dalam ampas adalah 22%, sedangkan dalam kedelai 38%.

II. 2

Karakteristik Limbah Cair Tahu Hal-hal yang perlu diperhatikan dari limbah industri tahu antara lain karakteristik kimia

dan fisika. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna, dan bau. Contohnya adalah air dadih/whey (cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu). Karakteristik kimia meliputi bahan organic, bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya yaitu 400C-460C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein yang mencapai 40%-60%, karbohidrat 25%-50%, lemak 10%, dan minyak. Semakin lama banyak jumlah dan jenis bahan organik, akan menyulitkan pengelolaan limbah karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD, dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri maupun rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992). Kualitas air buangan industri tahu bergantung dari proses yang digunakan. Apabila prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Jumlah air limbah tahu yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu kira-kira 15-20 l/ kg bahan baku kedelai, sedangkan beban pencemarannya kira-kira sebesar 30 kg Total Suspended

Solids (TSS) / kg bahan baku kedelai , Biologycal Oxygen Demand (BOD) 65 gr / kg bahan baku kedelai dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130 gr/ kg bahan baku kedelai atau 5771 mg/l. (Potter, C.Soeparwadi, M & Gani A. 1994). Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06-434,78 mg/l. Sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut. gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2), metana (CH4). Gasgas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air buangan. Parameter kunci dalam pengendalian limbah tahu adalah, temperatur, BOD, COD, TSS, dan pH. Untuk pengendalian pencemaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. : 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah, untuk air limbah tahu tertera pada tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Tahu INDUSTRI TAHU No PARAMETER KADAR MAKSIMUM (Mg/L) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Temperature BOD5 COD TSS pH Debit Maksimum 380C 150 275 100 6,0-9,0 20 m3/ton kedelai BEBAN PENCEMARAN (kg/ton) 3 5,5 2

(Peraturan Daerah Provinsi Jateng No.10, Th 2004)

II.3

Pengolahan Limbah Cair Pengolahan limbah cair meliputi pengolahan fisika, pengolahan kimia dan pengolahan

biologis. Pengolahan fisika dilakukan terhadap air limbah dengan kandungan bahan limbah yang dapat dipisahkan secara mekanis langsung. Pengolahan secara kimia merupakan proses dimana

perubahan, penguraian atau pemisahan bahan yang tidak diinginkan berlangsung karena mekanisme reaksi kimia. Proses pengolahan limbah cair secara biologis dilakukan dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme (bakteri, ganggang, protozoa, dll) untuk menguraikan atau merombak senyawa-senyawa organik dalam air menjadi zat-zat yang lebih sederhana (stabil). Dalam sistem biologi, mikroorganisme menggunakan limbah untuk mensintesis bahan sellular baru dan menyediakan energi untuk sintesis. Mikroorganisme juga dapat menggunakan suplay makanan yang sebelumnya sudah terakumulasi secara internal atau endogenes untuk respirasi dan melakukannya terutama bila tidak ada sumber makanan dari luar atau eksogenes. Sintesis dan respirasi endogenes berlangsung secara simultan dalam system biologis, dengan sintesis yang berlangsung lebih banyak bila terdapat makanan eksogenes yang berlebihan, dan respirasi endogenes akan mendominasi bila suplay makanan eksogenes sedikit atau tidak ada. Secara umum reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut ini. Limbah yang dapat dimetabolisme dan mengandung energi + mikroorganisme akhir + lebih banyak mikroorganisme. Bila pertumbuhan terhenti, mikroorganisme mati dan lisis melepaskan nutrien dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang masih hidup dalam suatu proses respirasi selular autoksidatif atau endogenes. Reaksinya secara umum adalah sebagai berikut : Mikroorganisme produk akhir + lebih sedikit mikroorganisme produk

Dengan adanya bahan limbah (makanan), metabolisme mikroba akan berlangsung memproduksi sel-sel baru dan energi, dan padatan mikroba akan meningkat. Bila tidak ada makanan, respirasi endogenes akan berlangsung lebih banyak dan akan terjadi pengurangan padatan mikroba (Betty Sri,LJ & Winiati Puji,R.1993) Perlakuan mikroorganisme terhadap limbah cair tersebut sebenarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sebagai sumber nutrisi, yang selanjutnya diperlukan untuk energi dan bahan-bahan pembangunan sel atau konstituen sel. Dalam memanipulasi mikroorganisme tersebut diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai bagi persyaratan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang dimaksud meliputi faktor biotik, misalnya temperatur, pengeringan, tekanan osmose, ion-ion dan listrik, tegangan muka, getaran, tekanan hidrostatik dan mekanik, radiasi. Sedang faktor biotiknya antara lain: bentuk,

sifat, penyebaran dan kemempuan mikroorganisme serta sistem kehidupannya (simbiose, antisimbiose). Proses pengolahan limbah cair secara biologis umumnya merupakan kelanjutan dari proses pengolahan tahap pertama ( cara fisis dan kimia), agar limbah tersebut menjadi bersih dari kotoran-kotaran kasar dan bahan-bahan terapung, serta menghilangkan atau mengeliminir zat-zat yang bersifat racun. Dengan demikian kondisi lingkungan tersebut dapat memungkinkan bagi mikrooragisme untuk melakukan kegiatannya. Pengolahan limbah cair secara biologi dengan menggunakan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Pengolahan limbah secara anaerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan bantuan mikroorganisme anaerob, mikroorganisme yang dapat hidup tanpa memerlukan oksigen bebas. 2. Pengolahan limbah secara aerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan bantuan mikroorganisme aerob, mikroorganisme yang memerlukan oksigen bebas untuk hidup. Proses pengolahan limbah cair berdasarkan tingkatan perlakuannya dapat dibedakan menjadi 5 golongan: 1) Pengolahan pendahuluan, dilakukan apabila di dalam limbah cair terdapat banyak padatan terapung dan melayang. 2) Pengolahan tahap pertama, dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan padat tercampur (ukuran kecil). Dapat dilakukan melalui proses sedimentasi. . 3) Pengolahan tahap kedua, dilakukan menggunakan proses biologi, yakni dengan bantuan mirorganisme seperti bakteri. 4) Pengolahan tahap ketiga, dilakukan jika ada bahan-bahan yang berbahaya, misalkan limbah cair tersebut mengandung amoniak. 5) Pengolahan tahap keempat, dilakukan jika di limbah tersebut terdapat bakteri patogen.

BAB III PEMBAHASAN

Limbah cair yang dikeluarkan industri-industri masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya. Pada umumnya, industri-industri terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Demikian pula dengan industri tahu yang pada umunya merupakan industri rumah tangga. Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD di dalam air limbah mempunyai keasaman yang rendah yaitu pH 4-5. Dengan kondisi seperti itu, limbah industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial. Oleh karena itu, jika limbah tidak diolah dengan baik, maka akan menimbulkan bau akibat proses pembusukan bahan organik oleh bakteri. Seperti yang tercantumkan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup disebutkan, Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan. Limbah pengolahan industri tahu yang berbentuk limbah cair, jika ingin dibuang ke lingkungan, maka harus memenuhi baku mutu limbah cair, baku mutu limbah cair dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Efluent standart Efluent standart adalah batas kadar maksimum atau minimum parameter limbah yang diperbolehkan untuk dibuang kelingkungan, seperti tingkat COD, BOD, TSS atau pH nya. b. Stream standart Stream standart adalah batas kadar maksimum atau minimum parameter suatu badan air. Parameter suatu air limbah dapat dilihat dari kandungan COD dan BOD nya. Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anerob dan aerob. Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap. Pertama, proses penguraian anaerob (Anaerobik digesting), kedua proses pengolahan lanjut dengan system biofilter anaerob-aerob.

III.1 Penguraian Anaerobik Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dikumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dialirkan ke bak control untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil dibubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organic yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturunkan sampai kira-kira 600ppm (efisiensi pengolahan 90%). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan system biofilter aerob. Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut : Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima electron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian. Penguraian anaerobik menghasilkan sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Energi untuk penguraian limbah kecil. Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi. Memungkinkan untuk diterapkan pada proses penguraian limbah dalam jumlah besar. Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichloroethylene, trihalomethanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti lignin. Beberapa kelemahan penguraian anaerobik : Lebih lambat dari proses aerobic Sensitive oleh senyawa toksik Start up membutuhkan waktu lama Konsentrasi substrat primer tinggi

III.1.1 Penguraian Senyawa Organik secara Anaerobik III.1.1.1 Penguraian Satu Tahap Penguraian anaerobik membutuhkan tangki fermentasi yang besar, memiliki pencampur mekanik yang besar, pemanasan, pengumpul gas, penambahan lumpur, dan keluaran supernatant (Metcalf dan Eddy, 1991). Penguraian lumpur dan pengendapan terjadi secara simultan dalam tangki. Stratifikasi lumpur dan membentuk lapisan dari bawah ke atas : lumpur hasil penguraian, lumpur pengurai aktif, lapisan supernatant (jernih), lapisan buih (skum), dan ruang gas.

Gambar 3. Penguraian Anaerob Satu Tahap

III.1.1.2

Penguraian Dua Tahap Proses ini membutuhkan dua tangki pengurai (rekator) yaitu satu tangki

berfungsi mencampur secara terus-menerus dan pemanasan untuk stabilisasi lumpur, sedangkan tangki yang satu lagi untuk pemekatan dan penyimpanan sebelum dibuang ke pembuangan. Proses ini dapat menguraikan senyawa organik dalam jumlah yang lebih besar dan lebih cepat.

Gambar 4. Penguraian Anaerob Dua Tahap

III.1.2 Proses Mikrobiologi Dalam Penguraian Anaerob Dalam penguraian limbah, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Keseluruhan reaksi : Senyawa Organik CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S

Dalam penguraian anaerobik, ditemukan beberapa jamur (fungi) dan protozoa. Namun bakteri tetap yang paling dominan bekerja di dalam proses penguraian tersebut. Empat grup bakteri yang terlibat antara lain : 1. Bakteri Hidrolitik Bakteri hidrolitik memiliki populasi sebesar 108-109 bakteri untuk setiap mililiter lumpur buangan mesofilik atau 1010-1011 bakteri untuk setiap gram padatan volatil yang diperoleh. Contoh bakteri hidrolitik antara lain adalah Bacteroides, Clostridia, Bifidobacteria, bakteri fakultatif Steptococci dan Enterobacteriaceae, serta beberapa bakteri gram positif dan gram negatif. Kelompok bakteri ini memecah molekul organic komplek (protein, cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol.

2. Bakteri Asidogenik Fermentatif Bakteri asidogenik merupakan pembentuk asam. Contoh bakteri asidogenik adalah Clostridium. Bakteri asidogenik pada mulanya memfermentasikan hasil hidrolisa menjadi asam-asam lemak volatil berantai pendek seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, H2, CO2, asam laktat, asam valerat, etanol, amonia, dan sulfida. Konsentrasi H2 memegang peranan penting dalam mengontrol proporsi berbagai produk bakteri asidogenik.

3. Bakteri Asetogenik Asam propionat dan asam-asam lemak lainnya yang dihasilkan oleh bakteri asidogenik dikonversi oleh bakteri asetogenik menjadi asam asetat, H2, dan CO2. Dengan kata lain bakteri asetogenik merupakan bakteri yang memproduksi asetat dan H2. Contoh dari bakteri asetogenik adalah Syntrobacter wolini dan Syntrophomonas wolfei. Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak. Oleh karena itu diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.

4. Bakteri Metanogen Hasil dari bakteri asetogenik (asetat, H2,dan CO2) digunakan oleh bakteri metanogen untuk membentuk metan. Ada hubungan simbiotik antara bakteri metanogen dan bakteri asetogenik. Bakteri metanogen membantu membentuk ikatan hydrogen rendah yang dibutuhkan oleh bakteri asetogenik. Contoh bakteri metanogen adalah Methanogen bryanti, Methanogen formicicum, Methanogen mazei.

Pertumbuhan bakteri metanogen jauh lebih lambat dari bakteri asetogenik. Kecepatan pertumbuhan bakteri (mak) metanogen 0,04 per jam (Hammer, 1986) sedangkan bakteri asetogenik mendekati 1 per jam. Mikroorganisme ini tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu berkisar 3 hari pada suhu 350C-50 hari pada suhu 100C.

III.2

Pengolahan Lanjut Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan system bioflter anaerob-aerob. Pengolahan

air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yaitu bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan bak kotraktor (pelengkap). Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir, dan kotoran lainnya. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontraktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah dan bawah ke atas. Di dalam bak kontraktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil. Penguraian zat-zat organic yang ada di dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobic atau fakultatif aerobik. Air limpasan dari bak kontraktor anaerob dialirkan ke bak kontraktor aerob. Di dalam bak kontraktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastic, batu apung, atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udarasehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organic yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontraktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme pathogen. Air olahan yaitu air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Secara garis besar proses pengolahan air limbah industri tahu dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5. Diagram proses pengolahan air limbah industri tahu dengan system kombinasi biofilter Anaerob-Aerob Dengan kombinasi anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organic (BOD, COD), ammonia, dterjen, phospat, dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut, konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah yaitu sekitar 60 ppm. III.3 Keunggulan Proses Biofilter Anaerob-Aerob Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerob-aerob antara lain : pengelolaannya sangat mudah, biaya operasinya rendah, lumpur yang dihasilkan relatif sedikit, suplai udara untuk aerasi relatif kecil, dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar. III.4 Potensi Limbah Tahu sebagai Biogas Selain diolah dengan proses biofilter anaerob-aerob, limbah industri tahu juga dapat dimanfaatkan atau diolah menjadi biogas. Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Pada umumnya biogas terdiri atas gas metan (CH4) 50-70% gas karbon

dioksida (CO2) 30-40%, hidrogen (H2) 5-10% dan gas-gas yang lainya dalam jumlah sedikit. Biogas kira-kira memiliki berat 20% lebih ringan dibandingkan udara, biogas memiliki suhu pembakaran antara 6500-7500C, biogas tidak berbau dan berwarna. Nilai kalor gas metana adalah 20 Mj/m3 dengan efesiensi pembakaran 60% pada konvensional kompor biogas. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana, maka semakin besar kandungan energi pada biogas. Sebaliknya, semakin kecil kandungan metana, semakin kecil nilai energinya. Pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas dengan penambahan stater seperti kotoran hewan, memerlukanwaktu 810 hari. Melalui pengolahan limbah cair tahu dengan kapasitas 283,8 m3/hari dapat diperoleh biogas dengan 442,6 m3/hari. Nilai tersebut dihitung dari tiap kg kedelai yang menghasilkan 9,46 liter limbah dan tiap kg kedelai menghasilkan 15 liter biogas.

Gambar 6. Biogas Digester (Pencerna tipe fixed dome) III.4.1 Proses Pembuatan Biogas dari Limbah Industri Tahu 1. Siapkan bahan berua limbah cair dari industripembuatan tahu sebanyak 200 liter, dan masukan dalam bak penampungan, tunggu hingga dingin 2. Masukan bahantersebut ke dalam bak yang menghubungkan dengan lubang digetser hingga penuh. 3. Diamkan selama 30-40 hari agar terbentuk gas yang diinginkan. 4. Diamkan selama 30-40 hari, gas akan terbentuk, untuk mendeteksi adanya gas, bukan karena yang menghubungkan gas dengan kompor, lalu nyalakan. Jika menyala berarti sudahterbentuk biogas sehingga sudah dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan 5. Supaya produk gas dapat digunakan setiap hari tambahkan 10kg limbah setiap hari.

BAB IV PENUTUP

IV.1

Kesimpulan Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerob-aerob

adalah pengoperasian sangat mudah, biaya operasi murah, lumpur yang dihasilkan relative sedikit, dapat menghilangkan nitrogen dan phosphor, suplai udara untuk aerasi relative kecil, dan dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar. Selain diolah dengan proses biofilter anaerob-aerob, air limbah tahu juga dapat dimanfaatkan atau diolah menjadi biogas. Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. IV.2 Saran Tulisan ini masih memerlukan kajian lebih lanjut agar pengolahan dari limbah cair tahu dapat digunakan secara luas dan menghasilkan energi yang lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Biofilter. http://deskripsi.com/b/biofilter (22 April 2012). Sadzali, Imam. 2010. Potensi Limbah Tahu sebagai Biogas. Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi. Said, Nusa Idaman; dkk. 1999. Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu-Tempe dengan Proses Biofiler Anaerob dan Aerob. Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Sani, Elly Yuniarti. 2006. Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Reaktor Anaerob Bersekat dan Aerob. Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP. Semarang. Wikipedia Foundation, Inc. 2012. Biofilter. http://en.wikipedia.org/wiki/Biofilter (22 April 2012). Wikipedia Foundation, Inc. 2012. pH. http://id.wikipedia.org/wiki/PH (22 April).