1, andri dwi hernawan 2, ismael saleh 3 social culture and

13
FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BBLR (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Tengah di Kota Singkawang) Risa Alisanra Julhana 1 , Andri Dwi Hernawan 2 , Ismael Saleh 3 SOCIAL CULTURE AND PRENATAL CARE FACTORS RELATED TO LOW BIRTH WEIGHT CASES (A Study at Work Area of Puskesmas Singkawang Tengah, Kota Singkawang) 1 Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak tahun 2014 ([email protected] ) 2 Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak ([email protected]) 3 Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak ([email protected]) ABSTRAK Latar Belakang : Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah berat pertama janin yang diukur dalam satu jam pertama setelah lahir yang kurang dari 2.500 gram (hingga 2.499 gram). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang baik dari segi fisik maupun psikis terhadap kehidupannya di masa depan. Kejadian BBLR di Singkawang sebanyak 151 bayi dari 3.875 bayi yang ditimbang (3,9%). Di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Tengah pada tahun 2013 terdapat 77 bayi (5,93%) dengan BBLR dan 3 kematian dikarenakan BBLR. Faktor determinan BBLR adalah faktor ibu, faktor kehamilan, dan faktor janin. Penelitian ini penting dilakukan karena bayi dengan BBLR mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal serta mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor sosial budaya dan pemeriksaan kehamilan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR). Metode : Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain kasus kontrol. Jumlah responden adalah 66 orang yang terdiri dari 22 kasus dan 44 kontrol. Sampling dari populasi kasus dan kontrol dilakukan dengan teknik matching meliputi umur dan paritas. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi square. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peran orang tua (p value = 0,006; OR = 5,400), kebiasaan makan (p value = 0,015; OR = 4,333), pemeriksaan kehamilan (p value = 0,023; OR = 4,457) dan tidak ada hubungan antara kebiasaan minum jamu dengan kejadian BBLR. Saran : Disarankan adanya pelibatan tokoh masyarakat dalam mensosialisasikan pencegahan BBLR baik dengan komunikasi langsung berupa penyuluhan maupun perantara media. Sehingga dari hal tersebut, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, gizi, dan kesadaran tinggi untuk memeriksakan kehamilannya sesuai standar yang berlaku sehingga dapat mencegah terjadinya BBLR secara dini. Kata kunci : peran orang tua, kebiasaan makan, jamu, pemeriksaan kehamilan, BBLR.

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN YANG

BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BBLR (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas

Singkawang Tengah di Kota Singkawang)

Risa Alisanra Julhana 1, Andri Dwi Hernawan 2, Ismael Saleh 3

SOCIAL CULTURE AND PRENATAL CARE FACTORS RELATED TO LOW

BIRTH WEIGHT CASES (A Study at Work Area of Puskesmas Singkawang Tengah,

Kota Singkawang)

1Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Pontianak tahun 2014 ([email protected] ) 2Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Pontianak ([email protected]) 3Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Pontianak ([email protected])

ABSTRAK

Latar Belakang : Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah berat pertama janin yang

diukur dalam satu jam pertama setelah lahir yang kurang dari 2.500 gram (hingga 2.499

gram). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas

neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang baik dari segi fisik

maupun psikis terhadap kehidupannya di masa depan. Kejadian BBLR di Singkawang

sebanyak 151 bayi dari 3.875 bayi yang ditimbang (3,9%). Di Wilayah Kerja Puskesmas

Singkawang Tengah pada tahun 2013 terdapat 77 bayi (5,93%) dengan BBLR dan 3 kematian

dikarenakan BBLR. Faktor determinan BBLR adalah faktor ibu, faktor kehamilan, dan faktor

janin. Penelitian ini penting dilakukan karena bayi dengan BBLR mempunyai kontribusi

terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal serta mengalami gangguan mental

dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor sosial budaya

dan pemeriksaan kehamilan dengan kejadian berat badan lahir rendah (BBLR).

Metode : Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

analitik dengan desain kasus kontrol. Jumlah responden adalah 66 orang yang terdiri dari 22

kasus dan 44 kontrol. Sampling dari populasi kasus dan kontrol dilakukan dengan teknik

matching meliputi umur dan paritas. Analisis data menggunakan analisis univariat dan

bivariat dengan uji statistik Chi square.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peran orang tua (p

value = 0,006; OR = 5,400), kebiasaan makan (p value = 0,015; OR = 4,333), pemeriksaan

kehamilan (p value = 0,023; OR = 4,457) dan tidak ada hubungan antara kebiasaan minum

jamu dengan kejadian BBLR.

Saran : Disarankan adanya pelibatan tokoh masyarakat dalam mensosialisasikan pencegahan

BBLR baik dengan komunikasi langsung berupa penyuluhan maupun perantara media.

Sehingga dari hal tersebut, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, gizi,

dan kesadaran tinggi untuk memeriksakan kehamilannya sesuai standar yang berlaku

sehingga dapat mencegah terjadinya BBLR secara dini.

Kata kunci : peran orang tua, kebiasaan makan, jamu, pemeriksaan kehamilan, BBLR.

ABSTRACT

Background : Low birth weight is defined as a birth weight of a liveborn infant of less than

2,500 g. It is considered as a major factor in the increase of mortality, morbidity, and

disability in infants and children neonates. Also, it psychologically and physically raises long

and short terms impacts for their future lives. The number of the low birth weight cases in

Singkawang was 151 (3,9%) of 3.875 infants. In 2013, the same cases occurred at work area

of Puskesmas Singkawang Tengah; 77 (5,93%) low birth weight cases and 3 mortality cases

due to the low birth weight. Determinant factors of low birth weight cases were maternal,

prenatal, and fetal factors. Therefore, this study is regarded important to be conducted as

infants with low birth weight have significant contribution to mortality cases and are

vulnerable to experience mental and physical developmental disorder.

Objective : This study aimed at figuring out the correlation of social culture, prenatal care

factors, and low birth weight cases.

Methods : An observational analytic, as well as case control design, was carried out in this

study. The respondents were divided into two groups; 22 case groups and 44 control groups.

These sampling were grouped by using matching technique which includes age and parity.

Then, the data were statistically analyzed by using Chi square test.

Result : The study revealed two findings. First, the were correlation of parental roles (p

value = 0,006; OR = 5,400), eating habits (p value = 0,015; OR = 4,333), and prenatal care

(p value = 0,023; OR = 4,457). Second, there was no correlation of herbal medicine

consumption and low birth weight cases.

Conclusions : From the findings, the local public figures are encourage to socialize low birth

weight preventions by providing grouped counseling and individual communication. Thus,

the local people can increase their knowledge on nutrition and prenatal care information. At

last, the cases of low birth weight can slowly be reduced.

Keywords : parental roles, eating habits, herbal medicine, prenatal care, low birth weight

Pendahuluan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

adalah berat pertama janin yang diukur

dalam satu jam pertama setelah lahir yang

kurang dari 2.500 gram (hingga 2.499

gram).1

Statistik menunjukkan 90% kejadian

BBLR terjadi di negara berkembang atau

sosial ekonomi rendah dan angka

kematiannya 35 kali lebih tinggi

dibandingkan bayi dengan berat lahir lebih

dari 2.500 gram.2 Prevalensi global BBLR

di dunia adalah 15,5% yang mana 20 juta

bayi dengan BBLR lahir setiap tahunnya

dan 96,5% terjadi di negara berkembang.3

Proporsi BBLR di Indonesia sebagai

negara berkembang masih cukup tinggi

dan masih menjadi masalah utama. Dari

data Riskesdas 2007 proporsi BBLR di

Indonesia berdasarkan 33 provinsi adalah

11,5%, mengalami sedikit penurunan

menjadi 11,1% menurut laporan Riskesdas

2010 dan dari data Riskesdas 2013 terus

menurun menjadi 10,2%. Proporsi BBLR

di Kalimantan Barat masih jauh di atas

proporsi Indonesia yaitu 16,6%.

Berdasarkan Riskedas 2010, proporsi

BBLR di Kalimantan Barat mengalami

penurunan menjadi 13,9%. Namun

meningkat kembali menjadi 14,4 menurut

laporan Riskesdas 2013 bahkan menjadi

provinsi dengan tingkat BBLR tertinggi

setelah Sulawesi Tengah (16,8%) dan NTT

(15,5%) 4, 5, 6

Proporsi BBLR di Kota Singkawang

masih cukup tinggi. Berdasarkan data 5

tahun terakhir proporsi BBLR pada tahun

2009 adalah 1,29% dan meningkat menjadi

4,27% pada tahun 2010. Pada 2011

mengalami penurunan menjadi 2,39%

namun mengalami kenaikan kembali

menjadi 3,3% pada 2012 dan terus

meningkat menjadi 3,9% pada tahun 2013.

Proporsi BBLR di Kota Singkawang

cenderung meningkat setiap tahunnya dan

hampir selalu lebih tinggi dari proporsi

Kalimantan Barat dan bahkan pada 2010

kota Singkawang merupakan

kota/kabupaten dengan proporsi tertinggi

BBLR dari 14 kab/kota di Kalimantan

Barat yaitu sebesar 4,27%. Berdasarkan

data tahun 2013 yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kota Singkawang terdapat 151

bayi dengan BBLR dari 3.875 bayi yang

ditimbang (3,9%). Jumlah BBLR dimulai

dari proporsi terendah yaitu di Singkawang

Selatan sebanyak 11 bayi (1,26%),

Singkawang Utara sebanyak 13 bayi

(2,8%) dengan 3 kematian, Singkawang

Barat sebanyak 33 bayi (3,91%),

Singkawang Timur sebanyak 17 bayi

(4,33%), dan yang tertinggi di Singkawang

Tengah sebanyak 77 bayi (5,93%) dengan

3 kematian.7

Faktor determinan BBLR adalah

berat lahir ibu yang rendah, asupan

makanan (nutrisi) ibu dari kelahiran

hingga kehamilan, komposisi tubuhnya

pada saat pembuahan, bertubuh pendek,

tinggal di dataran tinggi, gaya hidup,

penyakit ibu, dan sosial ekonomi rendah.8

Beberapa faktor risiko yang dapat

menyebabkan BBLR adalah faktor ibu

yang meliputi gizi saat hamil, umur ibu

kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35

tahun, jarak kehamilan kurang dari 2

tahun, paritas, dan penyakit yang diderita

ibu. Faktor risiko yang kedua adalah faktor

kehamilan yang meliputi hamil dengan

hidramnion, perdarahan antepartum,

preeklamsi/eklamsi, dan ketuban pecah

dini. Faktor risiko yang ketiga adalah

faktor janin yang meliputi cacat bawaan

dan infeksi dalam rahim.9

Baik masalah kematian maupun

kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya

tidak terlepas dari faktor-faktor sosial

budaya dan lingkungan dalam masyarakat

dimana mereka berada. Disadari atau

tidak, faktor-faktor kepercayaan dan

pengetahuan budaya seperti konsepsi-

konsepsi mengenai berbagai pantangan,

hubungan sebab-akibat antara makanan

dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan

ketidaktahuan, seringkali membawa

dampak baik positif maupun negatif

terhadap kesehatan reproduksi ibu dan

kesehatan anak. Hal ini terlihat bahwa

setiap daerah mempunyai pola makan

tertentu, termasuk pola makan ibu hamil

dan anak yang disertai dengan

kepercayaan akan pantangan, tabu, dan

anjuran terhadap beberapa makanan

tertentu. Pantangan atau tabu adalah suatu

larangan untuk mengkonsumsi jenis

makanan tertentu karena terdapat ancaman

bahaya terhadap barang siapa yang

melanggarnya. Tampaknya berbagai

pantangan atau tabu pada mulanya

dimaksudkan untuk melindungi kesehatan

anak-anak dan ibunya, tetapi tujuan ini

bahkan ada yang berakibat sebaliknya,

yaitu merugikan kondisi gizi dan

kesehatan.10

Perawatan kehamilan merupakan

salah satu faktor penting untuk

diperhatikan untuk mencegah terjadinya

komplikasi dan kematian ketika

persalinan, disamping itu juga untuk

menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.

Memahami perilaku perawatan kehamilan

(antenatal care) adalah penting untuk

mengetahui dampak kesehatan bayi dan si

ibu sendiri. Kenyataannya berbagai

kalangan masyarakat di Indonesia, masih

banyak ibu-ibu yang menganggap

kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah

dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu

memeriksakan dirinya secara rutin ke

bidan ataupun dokter.10

Dari survei awal yang dilakukan

pada bulan Oktober terhadap 10 ibu yang

melahirkan bayi dengan BBLR pada bulan

Januari hingga Mei didapatkan bahwa

terdapat 3 ibu (30%) yang pantang makan

ikan dengan alasan takut anaknya berbau

amis, 6 ibu (60%) pantang makan

mentimun dan nanas karena beranggapan

dapat menyebabkan keputihan dan

keguguran, 5 ibu (50%) pantang minum air

es karena dikhawatirkan tubuh anaknya

terlalu besar sehingga susah untuk

dilahirkan, dan 2 ibu (20%) pantang

makan daging kambing dengan alasan

dapat menyebabkan panas serta 2 ibu

(20%) pernah mengkonsumsi jamu kunyit

asam. Seluruh ibu (100%) yang berpantang

mengaku disuruh oleh orangtua/mertua.

Selain itu terdapat 6 ibu (60%) dengan

pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali.

Faktor sosial budaya dan

pemeriksaan kehamilan cukup penting

terhadap kejadian BBLR. Dengan

mengetahui hubungan antara faktor sosial

budaya dan pemeriksaan kehamilan

dengan kejadian BBLR maka upaya

pencegahan atau penjaringan risiko

terjadinya BBLR bisa dilakukan. Kejadian

BBLR di Singkawang Utara dan

Singkawang Tengah masih cukup tinggi.

Masyarakat memiliki pantangan makanan

ketika masa kehamilan serta angka

pemeriksaan kehamilan yang rendah.

Kajian terhadap faktor determinan BBLR

perlu dilakukan untuk rencana program

pencegahan BBLR selanjutnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka

rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah faktor sosial budaya dan

pemeriksaan kehamilan berhubungan

dengan kejadian berat badan lahir rendah

(BBLR).

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian

observasional analitik dengan pendekatan

case control, yaitu suatu penelitian yang

membandingkan kelompok kasus dengan

kelompok kontrol untuk mengetahui

proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada

tidaknya paparan yang mengkaji hubungan

dan besarnya risiko faktor sosial budaya

dan pemeriksaan kehamilan yang

berhubungan dengan kejadian BBLR.

Populasi dalam penelitian ini terdiri

dari dua kelompok yaitu kasus dan kontrol.

Kelompok kasus adalah keseluruhan ibu

yang memiliki bayi dengan BBLR (Berat

Badan Lahir Rendah) di Wilayah Kerja

Puskesmas Singkawang Tengah pada

tahun 2013 yang berjumlah 77 orang.

Sedangkan populasi pembanding (kontrol)

adalah keseluruhan ibu yang memiliki bayi

dengan BBLN (Berat Badan Lahir

Normal) yaitu berat lahir ≥ 2.500 gram di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Tengah pada tahun 2013 yang berjumlah

1.221 orang.

Data diperoleh melalui kuesioner

dan wawancara langsung serta observasi

KMS pada responden. Analisis data

dilakukan secara bertahap meliputi analisis

univariat dan bivariat diuji secara statistik

Chi Square dengan derajat ketepatan 95%

(α = 0,05).

Hasil Penelitian

Gambaran Umum

Puskesmas Singkawang Tengah

merupakan salah satu dari lima puskesmas

kecamatan yang terletak di Kota

Singkawang. Luas wilayah Kecamatan

Singkawang Tengah adalah 22.448 ha dan

terbagi menjadi 6 kelurahan. Penduduk

Kecamatan Singkawang Tengah pada

tahun 2013 diperkirakan sebanyak 60.551

jiwa yang terdiri dari 30.968 penduduk

laki-laki dan 29.583 penduduk

perempuan.11

Distribusi Karakteristik Responden

1. Umur

Umur N Mean SD SE P

value

Kasus 22 27,77 6,661 1,410 0,854

Kontrol 44 27,45 6,457 0,973

Sumber : Data Primer

Rata-rata umur responden pada

kelompok kasus adalah 27,77 dengan

standar deviasi 6,611 sedangkan pada

kelompok kontrol rata-rata umur adalah

27,45 dengan standar deviasi 6,457.

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan

nilai p value = 0,854 yang artinya tidak

ada perbedaan yang signifikan rata-rata

umur antara kelompok kasus dan

kelompok kontrol.

2. Pendidikan

Pendidikan Kasus Kontrol

N % N %

SD 10 45,5 21 47,7

SMP 7 31.8 10 22.7

SMA 5 22,7 13 29,5

Total 22 100 44 100

Sumber : Data Primer

Diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki latar belakang

pendidikan terakhir SD (Sekolah Dasar)

pada kelompok kasus yaitu sebesar 45,5%

dan pada kelompok kontrol sebesar 47,7%.

3. Pekerjaan

Pendapatan Kasus Kontrol

N % N %

Tidak Bekerja 20 90,9 35 79,5

Petani 1 4,5 4 9,1

Nelayan 1 4,5 5 11,4

Total 24 100 48 100

Sumber : Data Primer

Diketahui bahwa sebagian besar

responden tidak bekerja yaitu pada

kelompok kasus sebesar 90,9% dan pada

kelompok kontrol sebesar 79,5%.

4. Paritas

Paritas Kasus Kontrol

N % N %

Primipara 7 31,8 14 31,8

Multipara 14 63,6 26 59,1

Grandemultipara 1 4,5 4 9,1

Total 22 100 44 100

Sumber : Data Primer

Diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki paritas multipara

(kelahiran ke dua hingga ke empat) yaitu

pada kelompok kasus sebesar 63,6% dan

pada kelompok kontrol sebesar 59,1%.

Analisa Univariat

Variabel Kasus Kontrol

N % N %

Peran Orang Tua

Menganjurkan pantang 12 54,5 8 18,2

Tidak menganjurkan pantang

10 45,5 36 81,8

Kebiasaan makan

Kurang baik 13 59,1 11 25

Baik 9 40,9 33 75 Kebiasaan minum jamu

Mengkonsumsi 5 22,7 7 15,9

Tidak mengkonsumsi 17 77,3 37 84,1 Pemeriksaan Kehamilan

Tidak memenuhi

standar

8 36,4 5 11,4

Memenuhi standar 14 63,6 39 88,6

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas dapat

diketahui bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan peran orang tua pada

kelompok kasus memiliki orang tua yang

menganjurkan untuk melakukan pantangan

terhadap makanan/minuman tertentu yaitu

sebesar 54,5% sedangkan pada kelompok

kontrol memiliki orang tua yang tidak

menganjurkan untuk melakukan pantangan

terhadap makanan/minuman tertentu

sebagian besar yaitu sebesar 81,8%.

Distribusi frekuensi berdasarkan

kebiasaan makan pada kelompok kasus

memiliki kebiasaan makan kurang baik

yaitu sebesar 59,1% sedangkan pada

kelompok kontrol sebagian besar memiliki

kebiasaan makan baik yaitu sebesar 75%.

Distribusi frekuensi berdasarkan

kebiasaan mengkonsumsi jamu sebagian

besar responden tidak memiliki kebiasaan

minum jamu yaitu pada kelompok kasus

sebesar 77,3% dan pada kelompok kontrol

sebesar 84,1%.

Distribusi frekuensi berdasarkan

pemeriksaan kehamilan pada kelompok

kasus maupun kontrol memiliki

pemeriksaan kehamilan yang memenuhi

standar yaitu minimal 1 kali pada trimester

pertama, minimal 1 kali pada trimester

kedua, dan minimal 2 kali pada trimester

ketiga yaitu sebesar 63,6% pada kelompok

kasus dan 88,6% pada kelompok kontrol.

Analisa Bivariat

Variabel P

Value OR 95% CI

Peran orang tua 0,006 5,400 1,733-16,822

Kebiasaan makan 0,015 4,333 1,45 –12,888

Kebiasaan minum

jamu 0,515 1,555 0,431- 5,610

Pemeriksaan Kehamilan

0,023 4,457 1,248 -15,924

Sumber : Data Primer

Hasil analisis variabel peran orang

tua dengan kejadian BBLR berdasarkan

uji statistik Chi Square didapatkan nilai p

value = 0,006 (< 0,05), dapat disimpulkan

ada hubungan antara peran orang tua

dengan kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Singkawang Tengah di Kota

Singkawang Dari hasil analisa diperoleh

nilai Odds Ratio 5,400 yang artinya peran

orang tua yang menganjurkan anaknya

berpantang terhadap makanan/minuman

tertentu selama masa kehamilan memiliki

risiko 5,400 kali terkena BBLR jika

dibandingkan dengan peran orang tua yang

tidak menganjurkan anaknya berpantang

terhadap makanan/minuman tertentu

selama masa kehamilan.

Hasil analisis variabel kebiasaan

makan dengan kejadian BBLR

berdasarkan uji statistik Chi Square

didapatkan nilai p value = 0,015 (< 0,05),

dapat disimpulkan ada hubungan antara

kebiasaan makan dengan kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Tengah di Kota Singkawang. Dari hasil

analisa diperoleh nilai Odds Ratio 4,333

yang artinya kebiasaan makan yang tidak

baik selama masa kehamilan memiliki

risiko 4,333 kali terkena BBLR.

Hasil analisis variabel kebiasaan

minum jamu dengan kejadian BBLR

berdasarkan uji statistik Chi Square

didapatkan nilai p value = 0,515 (< 0,05),

dapat disimpulkan tidak ada hubungan

antara kebiasaan minum jamu dengan

kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Singkawang Tengah.

Hasil analisis variabel pemeriksaan

kehamilan dengan kejadian BBLR

berdasarkan uji statistik Chi Square

didapatkan nilai p value = 0,023 (< 0,05),

dapat disimpulkan ada hubungan antara

pemeriksaan kehamilan dengan kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas

Singkawang Tengah di Kota Singkawang.

Dari hasil analisa diperoleh nilai Odds

Ratio 4,457 yang artinya pemeriksaan

kehamilan yang tidak memenuhi standar

selama masa kehamilan memiliki risiko

4,457 kali terkena BBLR.

PEMBAHASAN

BBLR adalah berat pertama janin

yang diukur dalam satu jam pertama

setelah lahir yang kurang dari 2.500 gram

(hingga 2.499 gram). Ada dua macam

BBLR yaitu kelahiran prematur (sebelum

37 minggu kehamilan) dan pertumbuhan

janin yang terbatas.12

Budaya berperan dalam status gizi

masyarakat. Kebudayaan menuntun orang

dalam cara bertingkah laku dan memenuhi

kebutuhan dasar biologisnya, termasuk

kebutuhan pangan. Budaya mempengaruhi

seseorang dalam menentukan apa yang

akan dimakan, bagaimana pengolahannya,

persiapan, dan penyajiannya, serta untuk

siapa, dan dalam kondisi bagaimana

pangan tersebut dikonsumsi. Kebudayaan

juga menentukan kapan seseorang boleh

dan tidak boleh mengonsumsi suatu

makanan.13 Faktor sosial budaya yang

berpengaruh terhadap BBLR adalah peran

orang tua dalam mempengaruhi pola

makan, kebiasaan makan, dan kebiasaan

minum jamu.

Selain itu, pemeriksaan kehamilan

atau yang dikenal dengan pelayanan

antenatal (antenatal care) juga bisa

menjadi pengaruh pada bayi yang akan

dilahirkan. Pelayanan antenatal adalah

pelayanan kesehatan oleh tenaga

professional (dokter spesialis kebidanan,

dokter umum, bidan, dan perawat bidan)

untuk ibu hamil selama masa

kehamilannya sesuai dengan standar

minimal pelayanan antenatal.14 Pelayanan

antenatal hanya diberikan oleh tenaga

profesional dan tidak dapat dilakukan oleh

dukun bayi. Frekuensi pelayanan antenatal

minimal 4 kali selama kehamilan, dengan

ketentuan minimal 1 kali pada trimester

pertama, minimal 1 kali pada trimester

kedua, dan minimal 2 kali pada trimester

ketiga.15

A. Hubungan kondisi dinding rumah

dengan kejadian filariasis

Berdasarkan uji statistik Chi

Square didapatkan nilai nilai p value =

0,006 (≤0,05), dapat disimpulkan ada

hubungan antara peran orang tua

dengan kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Singkawang Tengah

di Kota Singkawang Dari hasil analisa

diperoleh nilai Odds Ratio 5,400 yang

artinya peran orang tua yang

menganjurkan anaknya berpantang

terhadap makanan/minuman tertentu

selama masa kehamilan memiliki risiko

5,400 kali terkena BBLR jika

dibandingkan dengan peran orang tua

yang tidak menganjurkan anaknya

berpantang terhadap makanan/minuman

tertentu selama masa kehamilan.

Orang tua responden memiliki

kecenderungan untuk menganjurkan

pantang terhadap makanan/minuman

tertentu kepada anaknya yang sedang

hamil. Orang tua yang menganjurkan

pantang cenderung akan ditaati oleh

anaknya karena khawatir apabila

pantangan tersebut dilanggar maka anak

yang dilahirkan tidak sempurna fisiknya

(cacat).

Orang tua yang menganjurkan

untuk berpantang makanan/minuman

tertentu kepada anaknya cenderung

akan berpengaruh terhadap pola makan

anak. Seorang anak cenderung akan

mentaati anjuran ataupun larangan

ibunya terlebih lagi pada masa

kehamilan karena orang tua dianggap

lebih berpengalaman. Perilaku

ditentukan oleh tiga faktor yaitu

predisposing factor (faktor

predisposisi), enabling factor (faktor

pemungkin), dan reinforcing factor

(faktor penguat). 16 Pengetahuan, sikap,

dan keyakinan termasuk ke dalam

faktor predisposisi. Perilaku pantang

makanan/minuman tertentu pada ibu

hamil bersumber dari pengetahuan dan

sikap orang tua dalam meyakini tradisi

tersebut.

Ada berbagai faktor penyebab gizi

yang tidak tepat atau kurang gizi pada

ibu. Pada sebagian besar masyarakat,

tabu makanan ditujukan pada seorang

wanita, terutama mereka yang berada

dalam usia subur. Dalam situasi

tertentu, kepercayaan terhadap budaya

dan tahayul yang berlaku di dalam

masyarakat lokal harus dipelajari dan

jika memungkinkan, ibu hamil harus

dibantu untuk melihat bahwa

menjalankan tabu tersebut merupakan

sumber bahaya, tidak hanya pada

kesehatannya sendiri, tapi juga terhadap

kesehatan bayi yang dikandungnya.

Mengurangi nutrisi pada ibu hamil

merupakan hal yang tidak masuk akal.

Ibu hamil adalah anggota keluarga yang

sudah dewasa, oleh karena itu maka

makanannya juga akan sama dengan

kebiasaan makan anggota keluarga

lainnya.17

Ada beberapa hambatan dalam

pemenuhan gizi, salah satunya adalah

pengetahuan yang tidak memadai serta

praktik-prakik yang tidak tepat. Pada

umumnya, orang tidak menyadari

pentingnya gizi selama masa

kehamilan.18 Tingkat pengetahuan gizi

seseorang berpengaruh terhadap sikap

dan perilaku dalam pemilihan makanan

yang pada akhirnya akan berpengaruh

pada keadaan gizi yang bersangkutan.

Makanan pantangan sebenarnya

tidak secara langsung berhubungan

dengan BBLR tetapi biasanya ibu hamil

yang banyak memiliki makanan

pantangan maka asupan gizi yang

dibutuhan selama hamil tidak tercukupi.

Masalah timbul apabila masih banyak

makanan yang seharusnya dikonsumsi

tapi masih ditabukan. Akibat tabu

makanan tersebut, ibu hamil tidak

memakan makanan tertentu sehingga

dapat mengurangi intake makanan dan

pada akhirnya akan menurunkan status

gizi mereka.19

Apabila asupan makan rendah, ibu

rentan terkena anemia dalam kehamilan

dan bayi yang dilahirkan berisiko

BBLR. Kebutuhan energi dan zat gizi

lain meningkat selama masa kehamilan

untuk pertumbuhan dan perkembangan

janin sehingga kekurangan zat gizi

tertentu dapat menyebabkan janin

tumbuh tidak sempurna. Ibu dengan

kondisi kurang gizi kronis pada masa

kehamilan sering melahirkan bayi

BBLR.20 Ibu hamil yang menderita

KEK mempunyai risiko kematian ibu

mendadak pada masa perinatal atau

risiko melahirkan bayi dengan berat

lahir rendah (BBLR).21

Dari penelitian yang telah

dilakukan didapatkan bahwa orang tua

yang berperan dalam menganjurkan

anaknya untuk pantang terhadap

makanan/minuman tertentu memiliki

risiko BBLR. Dapat disimpulkan bahwa

responden yang memiliki orang tua

yang menganjurkan untuk pantang

terhadap makanan/minuman tertentu

memiliki peluang lebih besar

mengalami BBLR.

Dengan demikian perlu

pelaksanaan KIE (Komunikasi,

Informasi, dan Edukasi) yang terus

menerus tidak hanya pada ibu hamil

tetapi juga pada keluarga khususnya

orang tua (ibu) maupun mertua yang

mana dapat dilakukan melalui

pendidikan informal seperti

penyuluhan. Selain itu juga dapat

melalui kegiatan-kegiatan masyarakat

seperti pengajian, arisan, ataupun

kegiatan lain yang melibatkan orang

banyak khususnya orang tua (ibu)

maupun mertua. Melalui berbagai

kegiatan tersebut dapat diselipkan

informasi mengenai praktek yang

bernilai positif untuk dipertahankan dan

mengurangi/menghilangkan

pemahaman nilai-nilai yang tidak

mendukung seperti persepsi mengenai

makanan/minuman pantangan yang

tidak sesuai dengan pemenuhan gizi

masa kehamilan. Apabila pemahaman

orang tua (ibu) dan mertua sudah sesuai

dengan konsep gizi yang baik maka

anak yang cenderung akan mengikuti

anjuran orang tuanya juga akan

memiliki pemahaman yang baik pula.

B. Hubungan kebiasaan makan dengan

kejadian BBLR

Berdasarkan uji statistik Chi

Square didapatkan nilai p value = 0,015

(≤0,05), dapat disimpulkan ada

hubungan antara kebiasaan makan

dengan kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Singkawang Tengah

di Kota Singkawang. Dari hasil analisis

diperoleh nilai OR = 4,333 yang artinya

responden yang memiliki kebiasaan

makan tidak baik selama masa

kehamilan memiliki risiko 4,333 kali

terkena BBLR.

Status gizi ibu hamil selain

berpengaruh terhadap ibu juga

berpengaruh terhadap tumbuh kembang

janin yang sedang dikandung. Ibu hamil

dengan kekurangan zat gizi akan

menyebabkan ibu kekurangan energi.

Wanita dengan kebiasaan makan yang

baik dan mempunyai berat badan

normal sebelum kehamilan tidak akan

menyebabkan masalah selama

kehamilan. Sebaliknya pada ibu yang

mengalami kurang gizi akan melahirkan

bayi BBLR. Guna menjamin

pertumbuhan dan perkembangan janin

yang optimal maka peranan gizi sangat

menentukan selama kehamilan maupun

setelah persalinan.22

Pola makan sehari-hari dari ibu

hamil dipengaruhi juga dengan adanya

faktor budaya yaitu adanya kepercayaan

memantang terhadap makanan tertentu

untuk di konsumsi dengan alasan

apabila dikonsumsi pada saat hamil

akan mengakibatkan kecacatan pada

bayi yang dilahirkan sehingga asupan

makanan pada ibu hamil menjadi

kurang.23

Kehamilan membuat nutrisi yang

dikonsumsi harus dibagi dengan janin

sehingga membuat tubuh membutuhkan

ekstra tambahan nutrisi. Oleh karena

itu, perlu diperhatikan dengan cermat

bahwa makanan yang dikonsumsi

aman, sehat, dan tentunya kaya akan

nutrisi penting yang dibutuhkan oleh

keduanya. Nutrisi yang baik tentu akan

sangat menunjang kesehatan dan

pertumbuhan perkembangan janin di

dalam kandungan.23

Beberapa hasil penelitian

menemukan Ibu yang memiliki status

gizi yang berisiko (LILA <23,5 cm)

memiliki risiko mengalami kejadian

BBLR dibanding yang berstatus gizi

baik. Selain itu, ibu yang memiliki

pantangan makanan tertentu selama

masa kehamilan memiliki risiko

mengalami kejadian BBLR dibanding

yang tidak mempunyai pantangan

makanan tertentu selama masa

kehamilan.24, 25

Dari penelitian yang telah

dilakukan dan hasil penelitian

sebelumnya beserta teori-teori yang

mendukung, terdapat kesamaan bahwa

kebiasaan makan yang tidak baik

berisiko memiliki status gizi yang tidak

baik pula sehingga berisiko mengalami

BBLR. Dapat disimpulkan bahwa

responden yang memiliki kebiasaan

makan tidak baik memiliki peluang

lebih besar mengalami BBLR.

Dengan demikian pelaksanaan KIE

masih penting untuk terus dilakukan

terutama mengenai kebiasaan makan

sehingga ibu hamil dapat meningkatkan

pola hidup sehat yang mana dapat

meningkatkan gizinya. Petugas

kesehatan juga perlu melakukan

pemantauan status gizi secara intensif

sebelum dan selama kehamilan untuk

mencegah terjadinya BBLR. Konseling

khusus untuk wanita usia subur (WUS)

yang akan menikah juga dapat

dilakukan.

C. Hubungan Kebiasaan Minum Jamu

dengan kejadian filariasis

Berdasarkan uji statistik Chi

Square didapatkan nilai p value = 0,515

(>0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan antara kebiasaan minum

jamu dengan kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Tengah di Kota Singkawang.

Beberapa hasil penelitian

menemukan bahwa kebiasaan minum

jamu selama masa kehamilan tidak

berpengaruh terhadap bayi yang

dilahirkan.

Jamu merupakan obat yang berasal

dari bahan tumbuh-tumbuhan atau

tumbuhan obat yang memiliki khasat

tertentu. Kandungan zat gizi jamu

hanya terdiri dari beberapa mineral,

vitamin, dan zat berkhasiat obat

(fitokimia). Sehingga tubuh tetap

membutuhkan asupan zat gizi untuk

mencapai kesuburan.26

Jamu boleh dikonsumsi asalkan

jamu tersebut terbukti aman dan

bermanfaat. Walaupun ibu hamil biasa

minum jamu, sebaiknya dikonsultasikan

dulu jamu yang hendak dikonsumsi

pada tenaga kesehatan. Walaupun jamu

diproduksi dari bahan alami, namun

bisa saja bahan alami yang digunakan

mengandung zat tertentu (misalnya

alkohol) yang dapat mempengaruhi

rahim atau membahayakan janin.27 Ibu

hamil boleh mengonsumsi jamu dengan

syarat harus paham betul ramuan dari

jamu yang dikonsumsi dan manfaatnya

baik bagi ibu sendiri maupun janin yang

dikandung.28

Beberapa hasil penelitian

menemukan bahwa kebiasaan minum

jamu selama masa kehamilan tidak

memiliki risiko mengalami BBLR.29, 30

Dari penelitian yang telah

dilakukan dan hasil penelitian

sebelumnya beserta teori-teori yang

mendukung, terdapat kesamaan bahwa

kebiasaan minum jamu tidak memiliki

risiko mengalami BBLR. Dapat

disimpulkan bahwa kebiasaan minum

jamu selama kehamilan tidak

berpengaruh terhadap kejadian BBLR.

Dengan demikian, mengkonsumsi

jamu diperbolehkan asalkan jamu yang

dikonsumsi terbukti aman dan

bermanfaat. Sebaiknya dikonsultasikan

dulu jamu yang hendak dikonsumsi

pada tenaga kesehatan sehingga ibu

hamil paham betul ramuan dari jamu

yang dikonsumsi dan manfaatnya baik

bagi ibu sendiri maupun janin yang

dikandung.

D. Hubungan Pemeriksaan Kehamilan

dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan uji statistik Chi

Square didapatkan nilai p value = 0,023

(≤0,05), dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara pemeriksaan

kehamilan dengan kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Tengah di Kota Singkawang. Dari hasil

analisa diperoleh nilai OR = 4,457

(95% CI 1,248-15,924), yang artinya

responden yang memiliki pemeriksaan

kehamilan yang tidak memenuhi

standar selama masa kehamilan

memiliki risiko 4,457 kali terkena

BBLR.

Pelayanan antenatal adalah

pelayanan kesehatan oleh tenaga

professional (dokter spesialis

kebidanan, dokter umum, bidan, dan

perawat bidan) untuk ibu hamil selama

masa kehamilannya sesuai dengan

standar minimal pelayanan antenatal.31

Perawatan kehamilan merupakan salah

satu faktor penting untuk diperhatikan

untuk mencegah terjadinya komplikasi

dan kematian ketika persalinan,

disamping itu juga untuk menjaga

pertumbuhan dan kesehatan janin.32

Selain itu pelayanan antenatal

hanya diberikan oleh tenaga profesional

dan tidak dapat dilakukan oleh dukun

bayi. Ditetapkan pula bahwa frekuensi

pelayanan antenatal minimal 4 kali

selama kehamilan, dengan ketentuan

minimal 1 kali pada trimester pertama,

minimal 1 kali pada trimester kedua,

dan minimal 2 kali pada trimester

ketiga. Standar waktu pelayanan

antenatal tersebut ditentukan untuk

menjamin mutu pelayanan, khususnya

untuk memberikan kesempatan yang

cukup dalam menangani kasus risiko

tinggi yang ditentukan.33

Beberapa hasil penelitian

menemukan bahwa pemeriksaan

kehamilan yang tidak memenuhi

standar bersiko untuk terjadinya BBLR

dibandingkan dengan pemeriksaan

kehamilan yang memenuhi standar.34, 35

Dari penelitian yang telah

dilakukan dan hasil penelitian

sebelumnya beserta teori-teori yang

mendukung, terdapat kesamaan bahwa

pemeriksaan kehamilan yang tidak

memenuhi standar memiliki risiko

mengalami kejadian BBLR. Dapat

disimpulkan bahwa responden yang

memiliki pemeriksaan kehamilan tidak

memenuhi standar memiliki peluang

lebih besar mengalami kejadian BBLR.

Upaya pencegahan yang dapat

dilakukan adalah ibu hamil dianjurkan

unuk memperhatikan kesehatannya

dengan memeriksakan kehamilan secara

dini dan teratur. Perlu adanya

penyampaian informasi melalui KIE

pada pertama kali ibu hamil

memeriksakan kehamilannya mengenai

pentingnya pemeriksaan kehamilan

secara tepat sehingga ibu hamil dapat

rutin memeriksakan kehamilannya.

Konseling KMS ibu hamil dapat

digunakan sebagai media edukasi

sederhana. Selain itu perlu ada upaya

peningkatan jumlah kader aktif bagi

posyandu agar indikator proses dan

indikator output di posyandu dapat

tercapai sehingga posyandu strata

Purnama dan Mandiri yang selama ini

belum ada dapat terbentuk. Dengan

tercukupinya jumlah kader maka

diharapkan pelayanan kesehatan pada

ibu hamil bisa maksimal.

SIMPULAN

1. Ada hubungan antara peran orang tua

dengan kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Singkawang Tengah

di Kota Singkawang.

2. Ada hubungan antara kebiasaan makan

dengan kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Singkawang Tengah

di Kota Singkawang.

3. Tidak ada hubungan antara kebiasaan

minum jamu dengan kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Tengah di Kota Singkawang.

4. Ada hubungan antara pemeriksaan

kehamilan dengan kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang

Tengah di Kota Singkawang.

SARAN

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota

Singkawang perlu melibatkan tokoh

masyarakat baik formal maupun

informal seperti camat, lurah, kader

PKK, kader posyandu maupun tokoh

agama dalam mensosialisasikan

pencegahan dan penanganan BBLR.

Sosialisasi dapat disampaikan melalui

media elektronik maupun media cetak

hingga melalui kelompok kesehatan

maupun non kesehatan.

2. Bagi bidan/petugas kesehatan

Puskesmas Kecamatan Singkawang

Tengah agar melaksanaan KIE

(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

yang terus menerus tidak hanya bagi

ibu hamil namun juga keluarganya yang

bertujuan untuk mempertahankan

praktek yang positif dan

mengurangi/menghilangkan

pemahaman nilai-nilai yang tidak

mendukung seperti persepsi mengenai

makanan/minuman pantangan yang

tidak sesuai dengan pemenuhan

kebutuhan gizi masa kehamilan.

3. Bagi masyarakat agar meningkatkan

pola hidup sehat terutama peningkatan

gizi ibu hamil dengan memperbaiki

pola makan serta lebih memperhatikan

kesehatannya dengan memeriksakan

kehamilan secara dini dan teratur untuk

mencegah BBLR.

4. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

referensi untuk melakukan penelitian

lanjutan karena pada dasarnya masih

banyak terdapat faktor-faktor

determinan penyebab terjadinya BBLR

yang belum diteliti oleh penulis seperti

penyebab tidak langsung yang terdiri

dari faktor lingkungan, faktor ibu,

faktor janin, faktor plasenta, dan faktor

perilaku serta penyebab langsung yang

terdiri dari status gizi dan status infeksi

ibu. Selain itu peneliti selanjutnya juga

diharapkan dapat menambah jumlah

sampel agar menghindari terjadinya

bias.

DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF dan WHO. 2004. Low

Birthweight: Country, Regional,

and Global Estimates. New York:

UNICEF.

2. Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan

BBLR (Berat Badan Lahir

Rendah). Yogyakarta: Nuha

Medika.

3. WHO. 2012. Care of the preterm

and/or low-birth-weight newborn.

http://www.who.int/maternal_child

_adolescent/topics/newborn/care_o

f_preterm/en/ (Diakses 17 Juli

2013)

4. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI. 2007.

Riset Kesehatan Dasar 2007.

Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI.

5. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI. 2010.

Riset Kesehatan Dasar 2010.

Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI.

6. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI. 2013.

Riset Kesehatan Dasar 2013.

Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI.

7. Profil Kesehatan Kota Singkawang

Tahun 2013

8. UNICEF dan WHO. 2004. Low

Birthweight: Country, Regional,

and Global Estimates. New York:

UNICEF.

9. Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu

Kebidanan, Penyakit Kandungan,

dan Keluarga Berencana untuk

Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

10. Khasanah, N. 2011. Dampak

Persepsi Budaya terhadap

Kesehatan Reproduksi Ibu dan

Anak di Indonesia. Jurnal

Muwazah. 3: 487-492. Pekalongan.

Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri Pekalongan. Pekalongan.

11. Profil Puskesmas Singkawang

Tengah tahun 2012.

12. UNICEF dan WHO. 2004. Low

Birthweight: Country, Regional,

and Global Estimates. New York:

UNICEF.

13. Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi

untuk Kesehatan Ibu dan Anak.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

14. Mufdlilah. 2009. Antenatal Care

Focussed. Yogyakarta: Nuha

Medika.

15. Syafrudin., dan Hamidah. 2009.

Kebidanan Komunitas. Jakarta:

EGC.

16. Mubarak, W., dkk. 2007. Promosi

Kesehatan: Sebuah Pengantar

Proses Belajar Mengajar dalam

Pendidikan. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

17. Ebrahim, G.J. 1991. Practical

Mother and Child Health in

Developing Countries: A Manual

for the Community Health Nurse

and Rural Health Centre Staff.

London: ELBS with Macmillan.

18. UNICEF Indonesia. 2012.

Ringkasan Kajian: Gizi Ibu dan

Anak. Jakarta: UNICEF Indonesia.

19. Sukandar, D. 2010. Makanan Tabu

di Rokan Hulu, Riau. Hasil

Penelitian. Universitas Sumatera

Utara. 113-117. Departemen Gizi

Masyarakat Fakultas Ekologi

Manusia (FEMA) IPB dan

PERGIZI Pangan Indonesia.

Bogor.

20. Najoan, J.A., dan Manampiring,

A.E. 2011. Hubungan Tingkat

Sosial Ekonomi dengan Kurang

Energi Kronik pada Ibu Hamil di

Kelurahan Kombos Barat

Kecamatan Singkil Kota Manado.

Laporan Penelitian. Universitas

Sam Ratulangi. Manado.

21. Ausa, E.S., Jafar, N., dan

Indriasari, R. 2013. Hubungan Pola

Makan dan Status Sosial Ekonomi

dengan Kejadian KEK pada Ibu

Hamil di Kabupaten Gowa Tahun

2013. Artikel Penelitian. Program

Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas

Hasanuddin. Makassar.

22. Jaya, N. 2009. Analisis Faktor

Risiko Kejadian Berat Badan Lahir

Rendah di Rumah Sakit Ibu dan

Anak Siti Fatimah Kota Makassar.

Media Gizi Pangan. VII: 49-54.

Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan. Makassar.

23. Riksani, R. 2013. 203 Tanya

Jawab Seputar Kehamilan. Jakarta:

Dunia Sehat.

24. Rochadi, W., dan Faizah, Z. 2005.

Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan BBLR (Studi di

Kab.Wonosobo, Jawa Tengah).

Jurnal Penelitian. 2: 41-45.

Universitas Muhammadiyah

Semarang. Semarang.

25. Tazkiah, M. 2013. Determinan

Epidemiologi Kejadian BBLR pada

Daerah Endemis Malaria di

Kabupaten Banjar Provinsi

Kalimantan Selatan. Jurnal

Berkala Epidemiologi. I: 266-276.

Departemen Epidemiologi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas

Airlangga. Surabaya.

26. Anggraini, D.R., dan Subakti, Y.

2013. Kupas Tuntas Seputar

Kehamilan. Jakarta: AgroMedia

Pustaka.

27. Indiarti, MT., dan Wahyudin, H.

2008. Bahagia Menjalani

Kehamilan Sehat. Yogyakarta:

Pegasus.

28. Andapita, V. 2013. Ibu Hamil dan

Bayi Aman Meminum Jamu, Asal…

http://health.detik.com/read/2013/1

1/08/090037/2407055/763/ibu-

hamil-dan-bayi-aman-meminum-

jamu-asal. Jakarta: DetikHealth.

(Diakses 9 Januari 2014)

29. Nurhadi. 2006. Faktor Risiko Ibu

dan Layanan Antenatal terhadap

Kejadian Berat Badan Lahir

Rendah (Studi Kasus di BP RSUD

Kraton Pekalongan). Tesis.

Universitas Diponegoro Semarang.

(tidak dipublikasikan)

30. Rochadi, W., dan Faizah, Z. 2005.

Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan BBLR (Studi di

Kab.Wonosobo, Jawa Tengah).

Jurnal Penelitian. 2: 41-45.

Universitas Muhammadiyah

Semarang. Semarang.

31. Najoan, J.A., dan Manampiring,

A.E. 2011. Hubungan Tingkat

Sosial Ekonomi dengan Kurang

Energi Kronik pada Ibu Hamil di

Kelurahan Kombos Barat

Kecamatan Singkil Kota Manado.

Laporan Penelitian. Universitas

Sam Ratulangi. Manado.

32. Khasanah, N. 2011. Dampak

Persepsi Budaya terhadap

Kesehatan Reproduksi Ibu dan

Anak di Indonesia. Jurnal

Muwazah. 3: 487-492. Pekalongan.

Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri Pekalongan. Pekalongan.

33. Syafrudin., dan Hamidah. 2009.

Kebidanan Komunitas. Jakarta:

EGC.

34. WHO. 2012. Care of the preterm

and/or low-birth-weight newborn.

http://www.who.int/maternal_child

_adolescent/topics/newborn/care_o

f_preterm/en/ (Diakses 17 Juli

2013)

35. Rochadi, W., dan Faizah, Z. 2005.

Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan BBLR (Studi di

Kab.Wonosobo, Jawa Tengah).

Jurnal Penelitian. 2: 41-45.

Universitas Muhammadiyah

Semarang. Semarang.