ii. tinjauan pustaka a. beras -...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Beras
Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam),
merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Hampir 90% dari berat
kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang masing-
masing merupakan polimer dari glukosa. Kedua molekul pembentuk pati tersebut
adalah amilosa dan amilopektin (Anonim, 2012). Menurut Koswara (2009),
semakin kecil kadar amilosa atau semakin tinggi kadar amilopektin, semakin lekat
nasinya. Menurut Somatri (1983) dalam Aliawati (2003), kadar amilosa dalam
beras berkisar antara 1% hingga 37%. Sedangkan menurut Allidawati (1989) dalam
Aliawati (2003), beras dapat diklasifikasikan berdasarkan kadar amilosa yang
dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Beras Berdasarkan Kadar Amilosa
No. Kadar Amilosa Jenis Beras
1. <10% Amilosa sangat rendah
2. 10% - 20% Amilosa rendah
3. 21% - 25% Amilosa sedang
4. >25% Amilosa tinggi
Sumber:Aliawati (2003)
Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tingkat
kepulenan nasi. Beras berkadar amilosa sedang disukai oleh bangsa Filipina dan
Indonesia. Beras dengan kadar amilosa rendah (amilopektin tinggi) sangat disukai
oleh masyarakat Jepang, Cina dan Korea (Anonim, 2012). Kandungan amilosa
mempengaruhi sifat pemekaran volume nasi dan keempukan serta kepulenan
nasinya. Sebaiknya, semakin rendah amilosa, semakin pulen nasi tersebut. Beras
dengan amilosa rendah biasanya menghasilkan nasi dengan sifat tidak kering dan
teksturnya pulen tidak menjadi keras setalah dingin dan rasanya enak (Koswara,
2009).
Butir beras dengan kadar amilosa tinggi (>25%) memiliki tekstur nasi pera
jika dimasak. Selain cocok untuk dipasarkan di daerah yang masyarakatnya
menyukai tekstur nasi pera seperti Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau, beras
berkadar amilosa tinggi juga baik digunakan sebagai bahan baku bihun atau diolah
menjadi tepung beras (Anonim, 2015). Tepung beras merupakan bahan untuk
pembuatan kue-kue basah dan kering. Selain itu tepung beras baik untuk
dikonsumsi penderita gluten-intolerant karena tidak mengandung gluten. Untuk
memenuhi permintaan masyarakat yang menyukai tekstur nasi pera, Balitbangtan
telah melepas beberapa varietas padi unggu dengan kadar amilosa tinggi seperti
Inpari 12 (amilosa 26,4%), Inpari 17 (amilosa 26%), Inpara 1 (27,9%), Inpara 3
(28,6%), Inpara 4 (29%) dan Hipa 4 (24,7%) (Anonim, 2015). Berdasarkan hasil
penelitian Aliawati (2003), kadar amilosa pada beras dapat dijilaskan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Amilosa pada Berbagai Jenis Beras
No. Jenis Beras Kadar Amilosa (%)
1. Ketan 0,99
2. Japonica 14,8
3. Rojolele 20,0
4. IR 64 23,5
5. IR 36 25,0
6. Indica 25,5
7. IR 42 26,0
Sumber:Aliawati (2003)
Beras Rojolele merupakan salah satu beras varietas lokal Indonesia. Beras
Rojolele termasuk varietas lokal dengan ciri-ciri butir panjang, wangi dan nasinya
pulen (Dewi, 2010). Menurut Haryadi (2006), beras Rojolele merupakan beras
aromatik karena menghasilkan nasi yang beraroma wangi. Rojolele merupakan
varietas lokal jenis beras berbulu. Beras Rojolele memiliki kandungan amilosa
sekitar 20%. Menurut Andiza (2013), beras IR 64 atau sering disebut Setra Ramos
adalah beras yang paling banyak beredar di pasaran karena harganya yang
terjangkau dan relatif cocok dengan selera masyarakat perkotaan. Normalnya beras
ini pulen jika dimasak menjadi nasi, namun jika telah berumur terlalu lama (lebih
dari 3 bulan) maka beras ini menjadi sedikit pera dan mudah basi ketika menjadi
nasi. Beras ini memiliki ciri fisik agak panjang atau lonjong, tidak bulat. Beras
varietas unggulan seperti IR 64 memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi yaitu
24% sehingga beras ini lebih pera.
B. Beras Ketan
Beras ketan dapat dibedakan dari beras biasa, baik secara fisik maupun
secara kimia. Secara fisik, butir beras ketan berbentuk oval, lunak, memiliki warna
putih di seluruh endospermnya, apabila dimasak, nasinya mempunyai sifat
mengkilap, lengket serta kerapatan antar butir nasi tinggi sehingga volume nasinya
sangat kecil. Sedangkan butir beras biasa berwarna lebih terang dan keras, serta
memiliki warna putih pada bagian tengah beras. Selama pertumbuhan butir beras,
kandungan amilosa pada beras biasa akan meningkat, sedangkan pada beras ketan
kandungan amilosanya akan menurun (Damardjati, 1980).
Pada ciri-ciri mutu rasa nasi, dikenal nasi pera yaitu nasi keras dan kering.
Setelah dingin nasi pera tidak lekat satu sama lain dan lebih mengembang dari nasi
yang disebut nasi pulen. Sedangkan nasi pulen adalah nasi yang cukup lunak
walaupun sudah dingin. Nasi pulen lengket tetapi kelengketannya tidak sampai
seperti ketan. Antar biji nasi lebih berlekatan satu sama lain dan mengkilat. Mutu
nasi pera dan nasi pulen sangat berpengaruh terhadap sifat kimiawi beras. Beras
rendah amilosa atau tinggi amilopektin maka akan menghasilkan nasi yang pulen
dan sebaliknya nasi yang tinggi amilosa atau rendah amilopektin maka akan
menghasilkan nasi pera (Haryadi, 1992). Struktur amilosa dan amilopektin dapat
dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Beras ketan (Oryza sativa) termasuk ke dalam famili Graminae dan
merupakan salah satu varietas dari padi. Beras ketan mempunyai kadar amilosa
sekitar 1-2% sedangkan beras yang mengandung amilosa lebih besar dari 2%
disebut beras biasa atau beras bukan ketan (Winarno, 1986). Menurut Damardjati
(1980), butir beras terdiri dari endosperm, aleuron dan embrio. Di dalam aleuron
dan embrio terdapat protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin, sedangkan pada
bagian endosperm hampir seluruhnya terdiri dari pati. Pati terdapat pada
endosperm, tidak seluruhnya terdiri dari granula pati, tetapi juga mengandung pati
terlarut, dekstrin dan maltosa.
Gambar 1. Struktur Kimia Amilosa
Gambar 2. Struktur Kimia Amilopektin
Menurut Setyawardhani (2008), unit glukosa pada pati membentuk dua
jenis polimer, yaitu polimer lurus atau linier dan polimer bercabang. Polimer linier
membentuk amilosa dan polimer bercabang membentuk amilopektin. Amilosa
adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa yang membentuk rantai linier melalui
ikatan ɑ-1,4-glukosida. Amilopektin adalah molekul hasil polimerasi unit-unit
glukosa anhidrous melalui ikatan ɑ-1,4-glukosida dan cabang ɑ-1,6-glukosida.
Menurut Hesseltine (1979) dalam Setyawardhani (2008), kandungan amilopektin
dan amilosa yang terdapat dalam pati berbeda untuk setiap jenis tanaman. Rata-rata
pati mengandung 22-26% amilosa dan 78-74% amilopektin. Menurut Legowo
(1984) dalam Setyawardhani (2008), beras ketan adalah beras yang mengandung
sedikit amilosa yaitu kira-kira 1-2%, sedangkan beras biasa mengandung 12-37%
amilosa. Kandungan amilopektin pada beras ketan 76-77%. Komponen dan
komposisi kimia penyusun beras ketan menurut Diriektorat Gizi Departemen
Kesehatan RI dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Beras Ketan Putih, Beras Ketan Hitam dan
Beras Putih
Komponen Kandungan (per 100 g bahan)
Beras
Ketan Putih
Beras
Ketan Hitam
Beras
Putih
Energi (kal) 362,00 356,00 354,00
Protein (g) 6,70 7,00 7,10
Lemak (g) 0,70 0,70 0,50
Karbohidrat (g) 79,40 78,00 77,80
Kalsium (mg) 12,00 10,00 8,00
Fosfor (mg) 148,00 148,00 104,00
Besi (mg) 0,80 0,80 1,20
Vitamin B1 (mg) 0,16 0,20 0,10
Air (g) 12,00 13,00 14,00
Lemak (g) 362,00 356,00 354,00
Sumber: Juliano (1972)
Menurut Maimunah (2003), ketan merupakan salah satu varietas padi yang
merupakan tumbuhan semusim. Tumbuhan ini mempunyai lidah tanaman yang
panjangnya 1-4 mm dan bercangkap dua. Helai daun berbentuk garis dengan
panjang 15-80 cm, kebanyakan memiliki tepi kasar, mempunyai malai dengan
panjang 15-40 cm yang tumbuh ke atas dengan akar yang menggantung. Senyawa
terbesar selain pati yang terkandung pada beras ketan adalah protein yang disebut
oryzenin. Kadar lemak dalam beras ketan tidak begitu tinggi, yaitu rata-rata 0,7%
dan kandungan asam-asam lemak yang terbanyak adalah asam oleat, asam linoleat
dan asam palmitat. Kandungan senyawa lain seperti vitamin dan mineral-mineral
sangat rendah. Beberapa vitamin yang terdapat dalam beras ketan terutama thimin,
riboflavin dan niacin. Beberapa mineral yang terdapat dalam beras ketan adalah
besi, kalsium, fosfor, magnesium dan sebagainya (Juliano, 1972).
C. Tape Ketan
Tape ketan dibuat dengan cara mencuci beras ketan kemudian direndam
selama beberapa jam, tujuannya untuk melunakkan jaringan beras ketan sehingga
tape yang dihasilkan tidak keras, selain itu perendaman juga bertujuan untuk
mempersingkat waktu pengukusan. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan
kotoran yang terdapat pada beras ketan serta menghidari terjadinya kontaminasi
(Putri, 2007). Pembuatan tape ketan harus dilakukan dengan higienis. Apabila
tercemar oleh mikroba lain atau karena peralatan yang kotor, ragi tape tidak akan
tumbuh dengan baik dan kemungkinan akan mengalami kegagalan, tidak manis dan
tidak lunak. Setelah itu, beras ketan dikukus selama kurang lebih satu jam. Tujuan
diaron yaitu supaya ketan tidak kering dan dihasilkan ketan yang lengket dan
tekstur yang lunak. Ketan kemudian didinginkan hingga mendekati suhu ruang
dengan tujuan supaya mikroba-mikroba yang ada pada ragi dapat bekerja secara
optimal (Sediaoetama, 1993).
Pengukusan menyebabkan pati tergelatinisasi dan selanjutnya akan pecah
menjadi amilosa dan amilopektin. Pati yang mengalami gelatinisasi ini akan
digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba-mikroba yang ada pada ragi (Putri,
2007). Menurut Sutanto (2006), lamanya pengkusan dipengaruhi oleh jumlah bahan
yang akan dikukus dan tekstur dari produk yang nantinya diinginkan. Karena
produk yang diinginkan yaitu tape ketan yang lunak, maka pengukusan dilakukan
selama kurang lebih dua jam dan direndam terlebih dahulu.
Setelah mendekati suhu ruang, ketan ditaburi ragi secara merata dan
ditempatkan dalam wadah tertutup untuk menciptakan kondisi anaerobik kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama dua hingga lima hari. Konsentrasi ragi yang
ditambahkan yaitu 0,1%-0,5%, pada konsentrasi tersebut dapat menghasilkan tape
dengan cita rasa manis,asam dan sedikit alkoholik yang disukai (Umaryadi, 1998).
Menurut Steinkraus (1989), faktor yang berperan dalam proses fermentasi adalah
konsentrasi dan jenis mikrobia pada ragi serta keseragaman pada tahap
pencampuran ragi dengan bahan yang telah dimasak.
Tape pada umumnya dibuat dari bahan pangan yang banyak mengandung
pati yang terdiri atas sebagian besar amilopektin. Pati tersebut bersifat lekat apabila
dipanaskan dengan air yang cukup. Cara pembuatan tape di beberapa daerah pada
dasarnya adalah sama, yaitu pertama beras ketan harus dibersihkan dari bahan
ikutan berupa gabah, sekam dan bahan-bahan asing lainnya, kemudian dicuci
dengan air bersih dan selanjutnya direndam selama semalam (12 jam atau lebih)
agar beras ketan menyerap air cukup banyak, yang diperlukan untuk gelatinisasi
pati pada saat penananakan selanjutnya. Penenanakan dilakukan lazimnya dengan
pengukusan. Pada tahap ini ketan akan menjadi tanak atau masak. Setelah masak
nasi ketan kemudian dihamparkan diatas nampan beralaskan daun pisang atau dapat
juga menggunakan lembaran plastik atau wadah lainya agar cepat dingin hingga
mencapai suhu kamar. Setelah dingin ketan ditaburi dengan ragi yang telah
dihaluskan. Ketan beragi kemudian dibungkus dengan daun pisang kecil-kecil atau
dimasukkan dalam kantung plastik dan dibiarkan agar berlangsung proses
fermentasi selama 2-3 hari hingga timbul bau tape yang khas (Haryadi, 1992).
Menurut Suliantri (1991) dalam Fahmi (2011), lama fermentasi yang
dibutuhkan dalam proses fermentasi adalah 2-3 hari, apabila menggunakan waktu
yang tepat akan menghasilkan tape yang rasanya khas, rasa manis dengan sedikit
asam serta adanya aroma alkohol. Rasa manis karena perubahan karbohidrat
menjadi glukosa sebagai karbohidrat yang lebih sederhana, sedangkan rasa asam
karena dalam proses fermentasi terbentuk asam, sehingga semakin lama
pemeraman maka akan terjadi peningkatan kadar alkohol dan total asam. Tape
merupakan produk pangan yang cepat rusak karena adanya fermentasi lanjutan
setelah kondisi optimal fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi.
Untuk mencegah terjadinya over fermentation ini dapat dilakukan dengan
menyimpan tape pada tempat yang dingin, sehingga produk dapat bertahan sekitar
dua minggu (Anonim, 2016).
Menurut Sulastri (2010), berdasarkan bahan bakunya dikenal berbagai jenis
tape yaitu tape ketan, tape singkong , tape beras, tape sorgum, tape pisang, tape ubi
jalar dan tape sukun, akan tetapi saat ini yang paling populer adalah tape singkong
dan tape ketan. Pada dasarnya semua bahan pangan yang kaya akan karbohidrat
dapat diolah menjadi tape. Komposisi zat gizi pada tape dijelaskan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Gizi Tape Singkong, Tape Ketan Putih
dan Tape Ketan Hitam (dalam 100 g bahan)
Zat Gizi Tape Tape Singkong Tape Ketan
Putih
Tape Ketan
Hitam
Energi (kkal) 173 172 166
Protein (g) 0,5 3,0 3,8
Lemak (g) 0,1 0,5 1,0
Karbohidrat (g) 42,5 37,5 34,4
Kalsium (mg) 30 6 8,0
Fosfor (mg) 30 35 106,0
Besi (mg) 0 0,5 1,6
Vitamin B1 (mg) 0,07 0,04 0,02
Air (g) 56,1 58,9 50,2
Sumber: Sulastri (2010)
D. Ragi Tape
Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape didominasi oleh kapang dari
genus Amylomyces, Mucor dan Rhizopus, serta khamir dari genus Endomycopsis,
Saccharomyces, Hansenula dan Candida. Bakteri yang sering terdapat dalam ragi
adalah genus Pediococcus dan Bacillus. Mikroba yang terdapat dalam ragi pasar
yaitu Aspergillus oryzae, Rhizopus arrhizus, Rhizopus oligosporus dan Aspergillus
flavus (Dwidjoseputro, 1970). Menurut Ko (1982) dalam Putri (2007), tidak semua
mikroba yag telah ditemukan dalam ragi penting untuk fermentasi bahan yang
mengandung pati menjadi tape. Masing-masing mikroba yang terdapat pada ragi
tape memiliki fungsi yang berbeda-beda. Kapang yang tergolong amilolitik yang
berfungsi dalam proses sakarifikasi dan produksi alkohol. Khamir amilolitik
berfungsi untuk sakarifikasi dan produksi aroma. Peranan mikroba pada ragi tape
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Peranan Mikrobia pada Ragi Tape
Grup Mikrobia Genus Fungsi
Kapang amilolitik Amylomyces Pembentukan sakarida (sakarifikasi)
dan cairan
Mucor Pembentukan sakarida dan cairan
Rhizopus Pembentukan cairan dan alkohol
Khamir amilolitik Endomycopsis Pembentukan sakarida dan produksi
aroma
Khamir non amilolitik Saccharomyces Pembentukan alkohol
Hansenula Pembentukan aroma
Endomycopsis Pembentukan aroma yang spesifik
Candida Pembentukan aroma yang spesifik
Bakteri asam laktat Pediococcus Pembentukan asam laktat
Bakteri amilolitik Bacillus Pembentukan sakarida
Sumber: Putri (2007)
Menurut Maimunah (2004) dalam Hasanah (2008), khamir merupakan
fungi bersel tunggal sederhana, kebanyakan bersifat saprofik dan biasanya terdapat
dalam tumbuh-tumbuhan yang mengandung karbohidrat. Khamir dapat diisolasi
dari tanah yang berasal dari kebun anggur, kebun buah-buahan dan biasanya khamir
berada di dalam cairan yang mengandung gula, seperti cairan buah, madu sirup dan
sebagainya. Bentuk sel khamir biasanya bulat, oval dan biasanya tidak mempunyai
flagella. Pada umumnya khamir berkembang biak dengan bertunas, membelah diri
dan pembentukan spora. Sel-sel khamir mempunyai lapisan dinding luar yang
terdiri dari polisakarida kompleks dan didalamnya terletak membran sel. Khamir
dapat tumbuh dalam media cair dan padat. Pembelahan sel terjadi secara aseksual
dengan pembentukan tunas, suatu proses yang merupakan sifat khas dari khamir.
Pada umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir adalah sama
dengan suhu optimum pada kapang sekitar 25-30˚C dan suhu maksimum kira-kira
35-47˚C. Pertumbuhan khamir pada umumnya lebih baik pada suasana asam
dengan pH 4-4,5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali
jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh pada kondisi aerobik, tetapi yang bersifat
fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat (Fardiaz, 1992).
Khamir mempunyai kemampuan untuk memecah pangan karbohidrat
menjadi alkohol dan karbondioksida. Proses ini diketahui sebagai fermentasi
alkohol yaitu proses anaerob. Khamir mempunyai sekumpulan enzim yang
diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula, seperti
glukosa menjadi etanol dan karbondioksida. Jika pemberian oksigen berlebihan, sel
khamir akan melakukan respirasi secara aerobik, dalam keadaaan ini enzim khamir
dapat memecah senyawa gula lebih sempurna dan akan dihasilkan karbondioksida
dan air. Jenis khamir yang biasanya dipakai dalam industri fermentasi alkohol
adalah jenis Sacharomyces cereviseae. Sacharomyces cereviseae adalah jenis
khamir utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir,
anggur dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti dan
fermentasi tape. Kultur yang dipilih harus dapat tumbuh dengan baik dan
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol serta mampu menghasilkan
alkohol dalamjumlah yang banyak (Irianto, 2006).
Ragi tape dibuat dari tepung yang dicampur dengan rempah-rempah yang
sudah dihaluskan atau dilumatkan, seperti tepung jahe kering, lada, cabe, bawang
putih, gula tebu dan lain-lain. Air ditambahkan secukupnya pada campuran tersebut
dan diaduk-aduk sehingga diperoleh adonan, kemudian dicetak membentuk
bulatan-bulatan kecil yang pipih dengan garis tengah kurang dari 3 cm dan tebalnya
sekitar 0,5-1 cm. Bulatan-bulatan kecil calon ragi digunakan kemudian diletakkan
diatas rak-rak dari bambu dan dibiarkan selama 2-5 hari pada suhu kamar dan
selanjutnya diperoleh ragi ragi yang siap digunakan atau dipasarkan (Hasanah,
2008).
E. Proses Fermentasi Tape
Fermentasi adalah salah satu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologi
yang menghasilkan energi, dimana senyawa organik berperan sebagai donor dan
ekspor elekton (Winarno, 1984). Menurut Stainkraus (1989), perubahan biokimiawi
yang utama adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa, karena adanya
aktifitas kapang amilolitik Amylomycesrouxii dan khamir Endomycopsis burtoni.
Selanjutnya glukosa akan difermentasi menjadi etanol dan asam-asam organik yang
menimbulkan aroma dan flavour khas pada tape.
Proses pembentukan tape adalah proses fermentasi yang bersifat
heterofermentatif karena menggunakan lebih dari satu jenis mikroba dan spesies
yang berbeda-beda (Hesseltine, 1979). Menurut Winarno (1980), proses fermentasi
tape adalah mengubah rasa aroma, nilai gizi dan palabilitas. Proses fermentasi yang
berlangsung selama pembuatan tape terdiri dari empat tahap penguraian yaitu (1)
molekul-molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dengan gula-gula sederhana,
merupakan proses hidrolisis enzimatik, (2) gula-gula yang terbentuk akan diubah
menjadi alkohol, (3) alkohol akan diubah menjadi asam-asam organik oleh bakteri
Pediococcus dan Acetobacter melalui proses oksidasi alkohol, (4) sebagian asam
organik akan berinteraksi dengan alkohol membentuk cita rasa tape yaitu ester.
1. Hidrolisis pati
Proses fermentasi diawali dengan hidrolisis pati oleh enzim amilase yang
dihasilkan oleh kapang, khamir atau bakteri yang bersifat amilolitik. Enzim
pemecah karbohidrat terbagi atas tiga golongan yaitu ɑ-amilase, β-amilase dan
amiloglukosidase (Winarno, 1997). Enzim ɑ-amilase akan menghidrolisis
sebagian amilopektin. Cabang dengan ikatan ɑ-1,6-glukosa tahan terhadap
serangan ɑ-amilase dan β-amilase, sehingga menghasilkan ɑ-limit dekstrin dan
β-limit dekstrin. Reaksi hidrolisis ikatan cabang ɑ-1,6-glukosa oleh enzim
amiloglukosidase berlangsung lambat (Winarno, 1986). Hasil pemecahan pati
oleh amiloglukosidase berupa molekul-molekul glukosa tahap sakarifikasi
(Algratman, 1977). Tahap-tahap pemecahan pati menjadi glukosa adalah pati
sebagai sumber utama beras ketan akan dipecah oleh enzim amilase menjadi
amilodekstrin, eritodekstrin, akrodekstrin dan maltodekstrin sebagai akhir dari
proses pemecahan. Glukosa menjadi asam laktat terjadi melalui jalur Embden-
Myerhoff atau glikolisis (Buckle, 1987). Menurut Suwaryono (1988) dalam
Widjajanto (2006), reaksi yang teradi selama proses fermentasi alkohol adalah
Pati
(CH2O)8
Sakarifikasi
Kapang
Glukosa
C6H12O6
2. Pembentukan alkohol
Gula merupakan sumber energi bagi hewan dan tanaman. Kapang
memanfaatkan glukosa dan pati sebagai sumber karbon dalam pembentukan
etanol, sedangkan khamir lebih memanfaatkan glukosa daripada pati sebagai
sumber karbonnya. Menurut Saono (1981), kapang memiliki kecepatan lebih
besar daripada khamir dalam mengubah hasil perombakan pati menjadi
biomasa sel. Selanjutnya kapang dapat memanfaatkan dengan baik glukosa dan
pati sebagai sumber karbon dalam pembentukan etanol dan biomasa. Khamir
untuk keperluan yang sama menggunakan glukosa lebih baik daripada pati.
Pemecahan asam piruvat menjadi etanol (etil alkohol) sering disebut
fermentasi alkohol. Selain etanol, dihasilkan juga CO2 (Winarno,1984). Enzim
yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida adalah
enzim kompleks yang disebut Zimase, dihasilkan oleh khamir Saccharomyces
cereviseae (Saono, 1981). Menurut Winarno (1980), fermentasi gula oleh
Saccharomyces cereviseae dapat menghasilkan etil alkohol dan karbondioksida
melalui reaksi sebagai berikut:
Glukosa
C6H12O6 AerobAir
H2O+ CO2
Yeast (Saccaromyces cerevisiae)
2C2H5OH 2CO2
Glukosa
C6H12O6 +Anaerob
Alkohol
Pemecahan glukosa menjadi etanol melalui tahapan reaksi enzimatik sampai
terbentuknya asam piruvat. Asam piruvat dengan perantara enzim
dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase diubah menjadi etanol.
3. Oksidasi alkohol menjadi asam dan ester
Alkohol yang dihasilkan dari penguraian glukosa oleh khamir akan dipecah
menjadi asam asetat pada kondisi aerobik. Esterifikasi antara asam asetat
dengan alkohol (etanol) membentuk etil asetat. Etil asetat adalah salah satu
komponen pembentuk cita rasa tape (Cronk, 1977). Proses fermentasi lebih
lanjut akan menghasilkan asam asetat karena adanya bakteri Acetobacter yang
sering terdapat pada ragi dan bersifat oksidatif. Proses fermentasi juga akan
menghasilkan asam piruvat dan asam laktat. Asam piruvat adalah produk antara
yang terbentuk dari hasil hidrolisis gula menjadi etanol. Asam piruvat dapat
diubah menjadi etanol atau asam laktat. Bakteri Pediococcus pentosaeus
menghasilkan perubahan asam piruvat menjadi asam laktat (Kozaki, 1984).
Menurut Winarno (1984), alkohol yang berasal dari fermentasi ragi dengan
adanya oksigen akan mengalami fermentasi lebih lanjut oleh bakteri
Acetobacter acctic menjadi asam asetat dengan reaksi berikut:
2C2H5OH 2CO2+Alkohol Acetobacter acctic
Aerob
Asam Asetat
CH3COOH +
Air
H2O
Monosakarida dan maltosa melalui proses glikolisis (anaerob) akan diubah
menjadiasam piruvat, asam piruvat kemudian diubah menjadi asam
trikarboksilat dalam siklus krebs dan akhirnya terpecah menjadi CO2 dan H2O
berlanjut dalam proses fermentasi menjadi asam laktat atau alkohol tergantung
kondisi dan jenis mikroba yang berperan. Bakteri asam laktat mengubah
piruvat menjadi asam laktat dalam keadaan aerob dengan persamaan reaksi
sebagai berikut:
CH2COOH + NADH + H+ Asam laktat
CH2COOH + NAD+Bakteri asam laktat (Streptococcus)
F. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
Struktur corboxy methyl cellulose (CMC) merupakan rantai polimer yang
terdiri dari unit molekul selulosa. Setiap unit anhidroglukosa memiliki tiga gusus
hidroksil tersebut disubstitusi oleh carboxymethyl. Gugus hidroksil yang
tergantikan dikenal dengan derajat penggantian (degree of substitution) disingkat
DS. Jumlah gugus hidroksi yang tergantikan atau nilai degree of substitution (DS)
mempengaruhi sifat kekentalan dan sifat kelarutan CMC dalam air. CMC yang
sering digunakan adalah yang memiliki degree of substitution (DS) sebesar 0,7 atau
sekitar 7 gugus carboxymethyl per 10 unit anhidroglukosa karena memiliki sifat
sebagai zat pengental cukup baik. Corboxy methyl cellulose (CMC) merupakan
molekul primer berantai panjang dan karakteristiknya bergantung pada panjang
rantai atau derajat polimeraisasi (DP) (Kamal, 2010).
CMC merupakan bahan tambahan pangan yang dapat meningkatkan
pengikatan air oleh pati. CMC dapat meningkatkan daya serap air dan memperbaiki
tekstur adonan yang kadar glutennya rendah, sedangkan fungsi umum bentuk fosfat
dalam makanan antara lain meningkatkan daya ikat air dan hidrasi, pencegahan
pengerasan dan sebagai pengawet makanan. Selain itu orthofosfat yang merupakan
hasil hidrolisis polifosfat pada suhu tinggi dapat meningkatkan viskositas pasta dan
ketahanan terhadap kerusakan akibat kejutan panas, pemotongan atau keasaman
(Bell, 1947 dalam Setyowati, 2010).
Menurut Kumalasari (2014) dalam Fitriningtyas (2015), CMC dipilih
karena tidak mempengaruhi rasa dan warna pada produk yang dibuat, resisten
terhadap pertumbuhan mikrobia dan dapat digunakan sebagai pengikat yang akan
membentuk produk yang semisolid yang stabil, selain itu CMC juga dikenal sebagai
pengental yang murah dan mudah diperoleh.. CMC merupakan senyawa
hidrokoloid yang berbentuk serbuk, berwarna putih dan tidak beraroma yang secara
khusus digunakan untuk membentuk tekstur yang kokoh dan berkontribusi dalam
pembuatan berbagai macam adonan. Pada bahan makanan penggunaan secara
umum dari CMC dalam ramuan makanan, obat-obatan berbentuk cair ataupun
padatan, berupa bubuk dengan batas konsentrasi penggunaan 2-4 ppm. Pada batas
penggunaan konsentrasi tersebut, CMC akan memberikan tekstur tertentu terhadap
bahan, karena peranan natrium carboxy methyl celulosa sebagai pengikat, sebagai
pengental dan stabilisator campuran. Aturan pemakaian zat penstabil di Indonesia
diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia berdasarkan PP
No.235/MENKES/PER/VI/79 tentang bahan makanan tambahan termasuk CMC
adalah pengguna saus lada 0,75%, sarden 0,25% dan adonan es krim 0,5%.
G. Hipotesa
Penambahan konsentrasi corboxy methyl cellulose (CMC) dan varietas
beras yang digunakan diduga mempengaruhi sifat kimiawi, jumlah yeast dan
tingkat kesukaan pada tape beras yang dihasilkan