ii. tinjauan pustaka 2.1 tanaman...

34
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi bersifat merumpun, artinya tanamannya anak beranak. Bibit yang hanya sebatang saja jika ditanamkan dalam waktu yang sangat dekat akan terdapat 20-30 atau lebih anakan/ tunas baru (Siregar, 1981). Menurut Grist (1986), klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Kerajaan Plantae, Divisio Spermatophyta, Sub divisio Angiospermae, Kelas Monotyledonae, Ordo Poales, Keluarga Gramineae (Poaceae), Genus Oryza Linn, dan Spesies Oryza sativa L. Tanaman padi diperkirakan berasal dari negara Asia bagian timur dan India bagian utara. Tanaman padi dapat tumbuh baik pada daerah antara 53 o LU sampai 35-40 o LS, mulai daerah pantai sampai ketinggian 2400 meter diatas permukaan laut (Suparyono dan Agus, 1994 dikutip Darwindra, 2013). Gambar tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Tanaman Padi (Oryza sativa L) (FAO, 2002)

Upload: lemien

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae,

yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi

bersifat merumpun, artinya tanamannya anak beranak. Bibit yang hanya sebatang

saja jika ditanamkan dalam waktu yang sangat dekat akan terdapat 20-30 atau

lebih anakan/ tunas baru (Siregar, 1981). Menurut Grist (1986), klasifikasi botani

tanaman padi adalah sebagai berikut: Kerajaan Plantae, Divisio Spermatophyta,

Sub divisio Angiospermae, Kelas Monotyledonae, Ordo Poales, Keluarga

Gramineae (Poaceae), Genus Oryza Linn, dan Spesies Oryza sativa L. Tanaman

padi diperkirakan berasal dari negara Asia bagian timur dan India bagian utara.

Tanaman padi dapat tumbuh baik pada daerah antara 53oLU sampai 35-40oLS,

mulai daerah pantai sampai ketinggian 2400 meter diatas permukaan laut

(Suparyono dan Agus, 1994 dikutip Darwindra, 2013). Gambar tanaman padi

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Padi (Oryza sativa L)

(FAO, 2002)

6

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak

mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih

dengan distribusi selama 4 bulan, selain itu curah hujan yang dikehendaki per

tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi

adalah 23oC. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-

1500 meter dpl (Grist, 1986).

Padi yang ditanam di Asia dibagi menjadi tiga subspesies yaitu Javanica,

Japonica, dan Indica. India dan negara-negara Asia tropis banyak menanam

spesies Indica. Jenis Indica mempunyai butir padi berbentuk lonjong panjang,

ramping, mudah rontok, dan dengan rasa nasi pera. Jenis Japonica umumnya

tumbuh pada daerah subtropis yang dingin, butirnya pendek bulat, serta dengan

rasa nasi pulen dan lengket. Jenis Javanica mempunyai ukuran biji panjang, ujung

gabah seperti bulu yang panjang, dan tidak mudah rontok. Jenis Indica lebih

pendek masa tanamnya, tahan kekurangan air, dipanen sekaligus karena butir padi

mudah terlepas dari malainya sehingga mudah tercecer, sedangkan Japonica lebih

lama masa tanamnya, tanaman lebih tinggi, dipanen satu per satu karena butir padi

melekat kuat pada malainya (Damardjati, 1988). Bulir padi dari tiga subspesies

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bulir Padi Japonica (A), Indica (B), dan Javanica (C)

(International Rice Research Institute, 2007)

7

2.1.1 Padi Varietas Ciherang

Secara umum padi dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu padi varietas

unggul, varietas hibrida, dan varietas lokal. Varietas unggul merupakan galur hasil

pemuliaan yang mempunyai satu atau lebih keunggulan khusus, seperti potensi

hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, toleran terhadap ancaman

lingkungan, mutu produk tinggi, dan/ atau sifat-sifat unggul lainnya, serta telah

dilepas pemerintah. Varietas hibrida dapat disebut pula varietas padi sekali tanam,

artinya hasilnya akan maksimal bila sekali ditanam. Namun, bila keturunannya/

benih ditanam kembali maka hasilnya akan berkurang jauh. Varietas lokal

merupakan varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun-temurun oleh

petani serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai negara.

Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2014), padi varietas

Ciherang yang dilepas pada tahun 2000 merupakan hasil rakitan dari Balai Besar

Penelitian Tanaman Padi. Varietas Ciherang tahan terhadap penyakit hawar daun

bakteri, produktivitas tinggi, serta mutu dan rasa nasi setara dengan varietas IR64

yang juga disukai petani.

Berdasarkan berat kering, kandungan protein beras varietas Ciherang

10,3%, lemak 0,72%, dan karbohidrat 87,6%. Tiap 100 g beras Ciherang

mengandung energi 401,9 kalori, vitamin B1 0,30 mg, vitamin B2 0,13 mg,

vitamin B3 0,56 mg, vitamin B6 0,12 mg, asam folat 29,9 mikrogram, besi 4,6

ppm, dan seng 23 ppm (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2014). Deskripsi

tanaman padi varietas Ciherang disajikan pada Tabel 1.

8

Tabel 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Nama Varietas Ciherang

Kelompok Padi Sawah

Nomor Seleksi S3383-1d-Pn-41-3-1

Asal Persilangan IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-

31///IR64////IR64

Golongan Cere

Umur Tanaman 116-125 hari

Bentuk Tanaman Tegak

Tinggi Tanaman 107-115 cm

Anakan Produktif 14-17 batang

Warna Kaki Hijau

Warna Batang Hijau

Warna Daun Telinga Putih

Warna Daun Hijau

Posisi Daun Tegak

Daun Bendera Tegak

Bentuk Gabah Panjang ramping

Warna Gabah Kuning bersih

Kerontokan Sedang

Kerebahan Sedang

Tekstur Nasi Pulen

Kadar Amilosa 23%

Bobot 1000 Butir 27-28 g

Rata-Rata Produksi 6 t/ha

Potensi Hasil 8,5 t/ha

Ketahanan Terhadap

Hama

Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3

Ketahanan Terhadap

Penyakit

Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan

IV

Anjuran

Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan

ketinggian di bawah 500 meter dpl

Pemulia Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan A.

Daradjat

Dilepas Tahun 2000

Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2014)

9

2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Padi

Menurut International Rice Research Institute (2009), fase pertumbuhan

padi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Vegetatif (Awal Pertumbuhan Sampai Pembentukan Malai)

Fase vegetatif merupakan pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti

pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot, dan luas daun. Lama

fase ini beragam sehingga dapat menyebabkan perbedaan umur tanaman (De

Datta dan Yoshida, 1981 dikutip Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2014).

Perbedaan masa pertumbuhan hanya ditentukan oleh lamanya masa

vegetatif. Di daerah tropis, fase reproduktif padi sekitar 35 hari dan fase

pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan ditentukan oleh

perubahan panjang waktu fase vegetatif. Sebagai contoh, IR64 yang matang

dalam 110 hari mempunyai fase vegetatif 45 hari, sedangkan IR8 yang matang

dalam 130 hari fase vegetatifnya 65 hari. Berikut ditunjukkan pada Gambar 3

adalah periode pertumbuhan padi varietas IR64 dan IR8.

Gambar 3. Perbandingan Fase Pertumbuhan IR64 dan IR68

(Rice Knowledge Bank, 2009)

10

Secara detail, pertumbuhan vegetatif tanaman padi dapat dilihat pada tahap

0-3:

a. Tahap 0 - Berkecambah Sampai Muncul Pembentukan Malai

Benih biasanya dikecambahkan melalui perendaman 24 jam dan

diinkubasi juga selama 24 jam. Setelah berkecambah, bakal akar dan tunas akan

timbul keluar menembus kulit gabah. Pada hari ke-2 atau ke-3 setelah benih

disebar dipersemaian, daun pertama menembus keluar melalui koleoptil. Akhir

tahap 0 memperlihatkan daun pertama yang muncul masih melengkung dan bakal

akar mulai memanjang. Tahap perkecambahan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tahap Perkecambahan Benih (Germination)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

b. Tahap 1 - Pertunasan (Seedling)

Tahap pertunasan dimulai dari benih berkecambah sampai dengan sebelum

anakan pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan lima daun terbentuk,

sementara tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang

pada kecepatan satu daun setiap 3-4 hari selama tahap awal pertumbuhan.

Kemunculan akar sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen

dengan cepat menggantikan radicula dan akar seminal sementara. Bibit umur 18

hari siap untuk ditanam pindah. Bibit memiliki 5 daun dan sistem perakaran yang

11

berkembang dengan cepat. Tahap pertunasan tanaman padi dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Tahap Pertunasan (Seedling)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

c. Tahap 2 - Pembentukan Anakan (Tillering)

Tahap ini berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai

pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas aksial pada

buku batang dan menggantikan tempat daun. Setelah tumbuh, anakan pertama

memunculkan anakan sekunder, ini terjadi pada 30 hari setelah pindah tanam.

Setelah itu, anakan tertier tumbuh dari anakan sekunder seiring pertumbuhan

tanaman yang bertambah panjang dan besar. Anakan terus bertambah sampai pada

titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama dan berkembang sampai tanaman

memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang. Tahap

pembentukan anakan tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Tahap Pembentukan Anakan (Tillering)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

12

d. Tahap 3 - Pemanjangan Batang

Tahapan ini terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap

akhir pembentukan anakan. Oleh karenanya bisa terjadi tumpang tindih dari tahap

2 dan 3. Periode waktu pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya

batang. Batang lebih panjang pada varietas yang jangka waktu pertumbuhannya

lebih panjang. Anakan maksimum, memanjangnya batang, dan pembentukan

malai terjadi nyaris simultan pada varietas umur genjah (105-120 hari). Pada

varietas umur dalam (150 hari), terdapat yang disebut lagi periode vegetatif

dimana anakan maksimum terjadi. Hal ini diikuti oleh memanjangnya batang

(internode), dan akhirnya sampai ke tahap pembentukan malai.

2. Reproduktif (Pembentukan Malai Sampai Pembungaan)

Fase reproduktif ditandai berbagai tanda, antara lain memanjangnya

beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya

anakan tidak produktif), munculnya daun bendera, bunting, dan pembungaan.

Inisiasi primodia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya

hampir bersamaan dengan memanjangnya ruas-ruas batang, yang terus berlanjut

hingga berbunga. Oleh sebab itu, primodia reproduktif disebut juga pemanjangan

ruas. Di daerah tropis, untuk kebanyakan varietas padi, lamanya fase reproduktif

selama 35 hari dan fase pematangan umumnya 30 hari.

Secara detail pertumbuhan tanaman padi fase reproduktif dapat dilihat

pada tahap 4-6:

a. Tahap 4 - Pembentukan Malai Sampai Bunting

Inisiasi primordia malai pada ujung tunas tumbuh menandai dimulainya

fase reproduksi. Primordia malai menjadi kasat mata pada sekitar 10 hari setelah

13

inisiasi. Pada tahap ini, tiga daun masih akan muncul sebelum malai pada

akhirnya timbul ke permukaan. Pada varietas genjah, malai terlihat berupa kerucut

berbulu putih panjang 1,0-1,5 mm muncul pada ruas buku utama dan kemudian

pada anakan dengan pola tidak teratur. Hal ini dapat terlihat dengan membelah

batang. Saat malai terus berkembang bulir terlihat dan dapat dibedakan. Malai

muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun

bendera menyebabkan pelepah daun menggembung. Penggembungan daun

bendera disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada ruas batang utama.

Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non

produktif terlihat pada bagian dasar tanaman. Tahap booting tanaman padi dapat

dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Tahap Bunting (Booting Stage)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

b. Tahap 5 - Keluarnya Malai (Heading)

Tahap keluar malai ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah

daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah

daun. Akhir fase ini adalah tahap pembungaan yang dimulai ketika serbuk sari

menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Tahap heading stage

dapat dilihat pada Gambar 8.

14

Gambar 8. Tahap Keluarnya Malai (Heading Stage)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

c. Tahap 6 - Pembungaan (Flowering)

Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir

dan terjadi proses pembuahan. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir

semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah keluarnya

malai. Pada pembungaan, 3 sampai 5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman

padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan

ke dalam anakan produktif dan non produktif. Fase reproduktif yang diawali dari

inisiasi bunga sampai pembungaan (setelah putik dibuahi oleh serbuk sari)

berlangsung sekitar 35 hari. Ketersediaan air pada fase ini sangat diperlukan,

terutama pada tahap terakhir diharapkan bisa tergenang 5-7 cm. Tahap

pembungaan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Tahap Pembungaan (Flowering Stage)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

15

3. Pematangan (Pembungaan Sampai Gabah Matang)

a. Tahap 7 - Gabah Matang Susu (Milk Grain)

Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan bahan serupa susu. Gabah mulai

terisi dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan/ menjepit

gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense)

pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan dua daun di bawahnya tetap hijau.

Tahap ini paling disukai oleh walang sangit. Pada saat pengisian, ketersediaan air

juga sangat diperlukan. Seperti halnya pada fase sebelumnya, pada fase ini

diharapkan kondisi pertanaman tergenang 5-7 cm. Tahap milk stage pada tanaman

padi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Tahap Gabah Matang Susu (Milk Grain Stage)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

b. Tahap 8 - Gabah Setengah Matang (Dough Grain)

Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi

gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning.

Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun di bagian dasar tanaman nampak

semakin jelas. Tahap dough grain stage pada tanaman padi dapat dilihat pada

Gambar 11.

16

Gambar 11. Tahap Gabah Setengah Matang (Dough Grain Stage)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

Pada tahap ini fase padi dapat lebih spesifik lagi. Tahap gabah setengah

matang terbagi menjadi 3 fase yaitu soft dough stage, medium dough stage, dan

hard dough stage.

Soft dough stage adalah fase di mana pati yang ada di dalam gabah mulai

mengeras tetapi masih lembut. Isi gabahnya masih berupa gumpalan seperti susu

yang berwarna putih (Permata, 2013). Kulit gabah pada fase ini masih berwarna

hijau dan agak basah (kadar air tinggi). Bulir padi soft dough stage merupakan

saat tanaman padi berusia 84-89 hari. Pada fase ini, tanaman padi masih memiliki

karakteristik fisik yang lunak dengan kadar air tinggi yaitu 44,35% (Marsetio,

dkk., 2011).

Medium dough stage adalah fase dimana pati yang ada di dalam gabah

mulai penuh dan mengeras tetapi masih rapuh. Pada tahap ini isi gabah yang

berupa gumpalan lunak berwarna putih susu berubah menjadi lebih berisi, agak

bening, dan mengeras. Warna gabah pada malai tanaman padi medium dough

stage mulai menguning. Selain itu kulit ari yang melapisi endosperma masih

berwarna hijau. Medium dough stage ini berusia sekiranya 90-97 hari setelah

tanam. Berdasarkan penelitian Yunianti (2013) komposisi kimia pada bulir padi

17

medium dough stage yaitu kadar air 48,79%, karbohidrat 44,79%, dan protein

9,51%.

Padi hard dough stage, yaitu saat tanaman padi masih berusia sekiranya

90-100 hari setelah tanam. Pada tahap ini gabah sudah terisi penuh. Hal ini terjadi

kurang lebih 1 minggu setelah medium dough stage. Warna gabah masih

cenderung berwarna kehijauan, bila gabah ditekan sudah terasa keras, namun

masih mudah untuk dipatahkan (Rahmadi, 2013).

c. Tahap 9 - Gabah Matang Penuh (Mature Grain)

Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras, dan berwarna kuning.

Tanaman padi pada tahap matang 90-100% dari gabah isi berubah menjadi kuning

dan keras. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas

ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar

tanaman. Berbeda dengan tahap awal pemasakan, pada tahap ini air tidak

diperlukan lagi, tanah dibiarkan pada kondisi kering. Tahap mature grain dapat

dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Tahap Gabah Matang Penuh (Mature Grain Stage)

(Rice Knowledge Bank, 2009)

Periode pematangan, dari tahap masak susu hingga gabah matang penuh

atau masak fisiologis berlangsung selama sekitar 30 hari ditandai dengan penuaan

18

daun. Suhu sangat mempengaruhi periode pemasakan gabah (Yoshida, 1981

dikutip Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2014).

2.1.3 Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Padi Medium Dough Stage

Penanganan pasca panen adalah upaya strategis dalam rangka mendukung

peningkatan produksi padi. Kegiatan panen dan pasca panen bertujuan

mempertahankan mutu produk agar tetap prima sampai ke tangan konsumen,

menekan losses atau kehilangan nilai ekonomis padi. Perbedaan kegiatan

penanganan pasca panen dan pengolahan terutama terletak pada sifat hasil

operasi/ kegiatan masing-masing. Keluaran dari kegiatan penanganan pasca panen

sedikit banyak relatif masih memiliki bentuk atau karakter bahan (komoditas

pertanian) semula, dengan kata lain hanya mengalami perubahan sifat yang tidak

drastis, sedangkan kegiatan pengolahan memberikan keluaran atau produk yang

memiliki sifat jauh berbeda dengan bahan semula. Bentuk atau karakter bahan

awal berubah secara drastis atau signifikan.

Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2014), kegiatan dari panen

padi sampai menjadi gabah kering dan bersih tergolong kegiatan penanganan,

sedangkan kegiatan menggiling gabah menjadi beras putih tergolong pengolahan.

Namun ada pula yang menganggap kegiatan dari panen padi (basah) sampai

menjadi beras bersih tergolong kegiatan penanganan, kemudian jika beras tersebut

dijadikan tepung beras, atau produk serealia lain yang berbentuk/ sifat jauh

berbeda dengan bentuk/ sifat semula tergolong pengolahan. Proses penanganan

pasca panen dan pengolahan tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 13.

19

Tanaman padi fase matang (108 HST)

Pemanenan

Pengumpulan

Perontokan dan pembersihan

Pengeringan

T= 30-48oC, t= 1 hari sampai Ka= 12-14%

Gabah kering giling

Penggilingan

Beras pecah kulit

Penyosohan

Beras sosoh

Penyimpanan

Gambar 13. Diagram Proses Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Padi

(Sutarman, 2015)

Tahap penanganan pasca panen padi menurut Sutarman (2015) adalah

sebagai berikut:

1. Pemanenan

Menurut Herwanto (2003) padi dipanen pada kadar air berkisar 20-24%.

Kadar air dapat dipakai sebagai petunjuk saat panen optimum, pada kira-kira 20%

bb. Saat pemanenan merupakan saat yang perlu diperhatikan, karena akan

mempengaruhi proses lebih lanjut yaitu penggilingan. Pemanenan lambat akan

mengakibatkan didapatnya butir muda dan hasil penggilingan rendah dengan

dihasilkan banyak butir berkapur (chalky grains). Akibat lain dari panen lambat

yaitu banyaknya butir pecah (broken rice), karena dianggap pemanenan lambat

menyebabkan padi terlalu lama terkena sinar matahari sehingga butir menjadi

keras dan mudah retak.

20

Menurut Purwasasmita dan Sutaryat (2014), pemanenan padi dapat

menggunakan beberapa alat sederhana diantaranya ani-ani, sabit, dan sabit

bergerigi. Di samping itu bila areal terlalu luas bisa dilakukan dengan

menggunakan mesin modern seperti reaper, stripper, atau combine harvester.

Penggunaan alat pemanenan biasanya disesuaikan dengan jenis atau varietas

tanaman padi. Misalnya ani-ani biasa digunakan untuk padi lokal berpostur tinggi,

sedangkan sabit dan sabit bergerigi biasanya untuk padi varietas unggul baru yang

berpostur pendek.

2. Pengumpulan

Pengumpulan merupakan tahap penanganan padi setelah dipanen.

Ketidaksesuaian dalam pengumpulan padi dapat menyebabkan kehilangan padi

yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan ini,

saat pengumpulan sebaiknya menggunakan alas terpal atau wadah karung. Dengan

tindakan antisipasi tersebut dapat menekan kehilangan hasil 1-2,5%.

3. Perontokan dan Pembersihan

Perontokan merupakan perlakuan pemisahan butir padi berupa gabah dari

jerami. Perontokan biasanya diiringi dengan pembersihan untuk memisahkan

tanaman padi dari bagian-bagian yang tidak terpakai yaitu butiran hampa, debu,

serangga, daun, batang, dan akar, butiran tanah, dan sebagainya (Tjahjadi, dkk.,

2008). Perontokan dapat dilakukan secara sederhana dengan memukulkan bagian

tangkai yang berbutir pada suatu landasan penginjakan (ilesan) dan penumbukan

dengan alat atau mesin perontok. Peralatan atau mesin tersebut memiliki berbagai

macam tipe dan kapasitas sesuai kemampuan perontokannya. Pada tahap ini

kehilangan hasil akibat perontokan yang tidak tepat dapat mencapai lebih dari 5%.

21

4. Pengeringan

Gabah sebenarnya adalah biji yang masih hidup, hal ini dapat terlihat

misalnya apabila keadaan sekitar tempat penyimpanannya cukup lembab maka

gabah akan berkecambah. Gabah terus melakukan pernapasan yaitu terjadi

penggunaan O2 dari lingkungan dan pelepasan O2 serta panas ke sekitarnya.

Kecepatan pernapasan gabah dapat ditekan dengan mengatur kadar airnya. Pada

kadar air 13-14% tingkat pernapasannya sangat rendah sehingga dapat disimpan

lama (6 bulan atau lebih). Pengeringan gabah juga perlu diadakan dengan maksud

agar gabah tidak cepat mengalami pembusukan dan tidak ditumbuhi jamur.

Perlakuan pengeringan menjadikan gabah tidak cepat rusak, menghentikan

kegiatan mikroorganisme, dan memudahkan pengolahan lebih lanjut. Meski

demikian pengeringan sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 13% karena susut

bobot akan lebih besar sehingga pendapatan petani menjadi lebih rendah

(Tjahjadi, dkk., 2008).

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara pengeringan di bawah sinar

matahari (penjemuran), penjemuran dipandang suatu cara yang murah. Bila sinar

matahari cukup cerah, penjemuran selama 2-3 hari, gabah diperkirakan telah

cukup kering. Namun jika intensitas matahari kurang, penjemuran memerlukan

waktu 7-10 hari. Dalam skala luas kiranya pemanasan buatan dengan peralatan

atau mesin pengeringan perlu dipertimbangkan. Penjemuran gabah dapat

dilakukan di lantai jemur dengan mengatur ketebalan penumpukkan 5-7 cm pada

musim kemarau dan 1-5 cm pada musim hujan. Saat penjemuran dilakukan

pembalikan setiap 1-2 jam atau 4-5 kali/hari.

22

5. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan perlakuan setelah pengeringan yang bersifat

sementara sebelum diadakan penggilingan. Gabah disimpan menggunakan karung

plastik atau silo. Dalam skala kecil gabah dapat disimpan dalam lumbung, jika

dalam skala luas maka diperlukan suatu tempat atau ruang beserta perlengkapan

yang memadai. Penyimpanan harus dalam bentuk gabah kering dengan kandungan

air 13-15%. Penyimpanan gabah yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan

gabah.

Menurut Sutarman (2015), pengolahan gabah menjadi beras melalui tahap

penggilingan hingga penyosohan. Tahap-tahap pengolahan gabah menjadi beras

adalah sebagai berikut:

1. Penggilingan

Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dan lapisan luar dari

kulit padi sehingga dihasilkan beras pecah kulit. Dari berbagai mesin pengupas

sekam dikenal empat tipe yaitu tipe silinder besi (engelberg), tipe banting (flash),

gilingan monyet (stone disk husker), dan tipe rol karet (rubber roll). Alat-alat

penggiling terkadang dilengkapi dengan alat aspirator untuk menghilangkan

sekam dan kotoran lain. Fungsi mesin pengupas dan pemisah sekam adalah untuk

melepaskan sekam dan butir padi dengan kerusakan lapisan kulit padi minimum

dan diharapkan tidak akan merusak beras coklat.

2. Penyosohan

Penyosohan pada prinsipnya adalah pembersihan beras pecah kulit yang

masih berbekatul menjadi beras putih. Penyosohan dapat dilakukan satu kali

(single pass) atau dua kali (multiple passes). Beras pecah kulit terdiri dari barn

23

(dedak dan bekatul), endosperma, dan embrio (lembaga). Endosperma terdiri dari

kulit ari (lapisan aleuron) dan bagian berpati. Dedak merupakan hasil sampingan

dari penyosohan yang terdiri dari lapisan sebelah luar butiran beras dan sejumlah

lembaga beras. Bekatul merupakan lapisan sebelah dalam butiran beras (lapisan

ari/ aleuron) dan sebagian kecil endosperma berpati. Penyosohan pertama

biasanya menghasilkan dedak dan proses penyosohan kedua menghasilkan

bekatul. Biasanya dilanjutkan dengan pengkilatan yang akan menghilangkan

dedak yang masih tertinggal. Alat penyosoh yang seringkali dipakai adalah

engelberg huller dan mesin slip (Herwanto, 2003).

Setiap fase pertumbuhan tanaman padi memiliki penanganan pasca panen

yang berbeda-beda, termasuk tanaman padi yang dipanen pada medium dough

stage. Tahap pasca panen padi medium dough stage menurut Yunianti (2013)

meliputi pemanenan, pengumpulan, sortasi, perontokan dan pembersihan,

pengeringan, dan penyimpanan dalam bentuk gabah kering. Sementara untuk

pengolahan meliputi penggilingan dan penyosohan. Penanganan pasca panen dan

pengolahan padi medium dough stage dapat dilihat pada Gambar 14.

24

Tanaman padi medium dough stage (90-97 HST)

Sortasi

Pemanenan

Pengumpulan

Perontokan dan pembersihan

Pengeringan

T= 30-48oC, t= 1 hari sampai Ka= 12-14%

Gabah kering giling

Penggilingan

Beras pecah kulit

Penyosohan

Penyimpanan

Beras sosoh Gambar 14. Diagram Proses Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Padi

Medium Dough Stage

(Yunianti, 2013)

Penanganan pasca panen tanaman padi pada medium dough stage ini

berbeda dengan terdapatnya tahap sortasi. Sortasi tanaman padi sebelum

dirontokan diperlukan untuk memisahkan padi medium dough stage dengan padi

yang masih dalam soft dough stage atau sudah memasuki hard dough stage.

Pertumbuhan padi tidak selalu merata sehingga dalam satu malai biasanya

terdapat perbedaan fase tanaman padi.

Tanaman padi pada medium dough stage masih memiliki kadar air cukup

tinggi jika dibandingkan dengan padi usia panen normal (>27%), untuk mencegah

kerusakan selama distribusi dan penyimpanan, pengeringan perlu dilakukan

hingga kadar air 13-14%. Berdasarkan karakteristik fisik, bulir tanaman padi

25

medium dough stage berukuran lebih kecil daripada usia siap panen (120 hari),

berwarna bening, dan bertekstur rapuh sehingga bila digiling dalam keadaan segar

rendemen akan sedikit dan kualitas beras yang dihasilkan kurang baik

dibandingkan padi di usia siap panen.

Pada proses penggilingan gabah medium dough stage juga perlu

penyesuaian alat yang tepat. Mesin pengupas sekam biasanya memiliki 2 silinder

karet berputar yang memberikan gaya gesek pada permukaan biji dan akan

menghasilkan terbukanya dan rusaknya sekam. Namun jarak antara silinder

dipertahankan lebih kecil dari ketebalan butir padi. Ketebalan gabah medium

dough stage lebih kecil daripada gabah matang penuh, sehingga perlu

penyesuaian jarak 2 karet silinder sehingga gabah dapat terlepas kulit sekamnya.

Beras pecah kulit medium dough stage dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Beras Pecah Kulit Medium Dough Stage (A) dan Soft Dough

Stage (B)

2.2 Bekatul

Bekatul adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat proses

penggilingan dan penyosohan padi menjadi beras. Menurut Houston (1972),

bekatul adalah hasil samping dari penggilingan padi yang sebenarnya merupakan

selaput inti biji padi. Bekatul terdiri atas lapisan pericarp, seed coat, nucellus, dan

aleurone. Proses penggilingan padi menjadi beras akan menghasilkan beras

26

sebanyak 60-65% sementara bekatul yang diperoleh dari penggilingan padi adalah

8-10% (Widowati, 2001). Penampang membujur biji gabah dapat dilihat pada

Gambar 16.

Gambar 16. Penampang Membujur Biji Gabah

(Encyclopedia Britannica, 2014)

Menurut David (2008), penyosohan pertama akan menghasilkan dedak

dan penyosohan kedua akan menghasilkan bekatul. Penyosohan merupakan

proses penghilangan dedak dan bekatul dari bagian endosperma beras. Tujuan

penyosohan adalah untuk menghasilkan beras yang lebih putih dan bersih.

Semakin tinggi derajat sosoh, maka semakin putih dan bersih penampakan beras,

tapi semakin miskin zat gizi. Dalam penggilingan dan penyosohan beras,

persentase produk yang dihasilkan adalah beras utuh sekitar 50%, beras pecah

17%, bekatul 10%, tepung 3%, dan sekam 20% (Grist, 1986). Rendemen bekatul

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat penyosohan, derajat masak

padi atau gabah, kadar air gabah, jenis alat penyosoh, dan lubang alat pemisah

(Soemardi, 1975). Diagram proses terbentuknya bekatul dapat dilihat pada

Gambar 17.

27

Gabah

Pengupasan kulit/ sekam

Beras pecah kulit

Sekam

Penyosohan Dedak

Penyosohan

Beras sosoh

Bekatul

Gambar 17. Diagram Proses Penggilingan Gabah Menjadi Beras Sosoh

(David, 2008)

Bekatul padi medium dough stage berwarna agak kehijauan bila

dibandingkan dengan bekatul padi normal, hal ini menyebabkan diduga terdapat

kandungan klorofil di dalam bekatul padi medium dough stage (Sutarman, 2015).

Berikut merupakan Gambar 18 yaitu bekatul padi normal dan bekatul padi

medium dough stage.

Gambar 18. Bekatul Padi Normal/ Mature Stage (A) dan Bekatul Padi

Medium Dough Stage (B)

Komposisi kimia bekatul beragam tergantung pada varietas, proses

penggilingan, kondisi lingkungan, penyebaran kandungan kimia dalam butir padi,

ketebalan lapisan luar, ukuran dan bentuk butiran padi, ketahanan butir terhadap

kerusakan, dan metode analisa zat gizi yang digunakan. Jenis padi dan lokasi

berpengaruh signifikan terhadap komposisi zat gizi bekatul (Houston, 1972).

28

Kisaran kandungan zat gizi serta komponen kimia lainnya pada bekatul disajikan

dalam Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Bekatul Menurut Beberapa Penelitian dan SNI

Komponen Juliano (1985) Luh, dkk. (1991) SNI 01-4439-1998

Protein (%) 11,3-14,9 12,0-15,6 Minimum 8

Lemak (%) 15,0-19,7 15,0-19,7 Minimum 3

Serat kasar (%) 7,0-11,4 7,0-11,4 Minimum 10

Karbohidrat (%) 34,1-52,3 34,1-52,3 -

Abu (%) 6,6-9,9 6,6-9,9 Maksimum 10

Air (%) - - Maksimum 12

Kalsium (mg/g) - 0,3-1,2 -

Magnesium (mg/g) - 5,0-13,0 -

Fosfor (mg/g) - 11,0-25,0 -

Silika (mg/g) - 5,0-11,0 -

Seng (𝜇g/g) - 43,0-258,0 -

Thiamin (𝜇g/g) - 12,0-24,0 -

Riboflavin (𝜇g/g) - 1,8-4,0 -

Tokoferol (𝜇g/g) - 149-154 -

Sumber: Juliano (1985), Luh, dkk. (1991), dan Badan Standarisasi Nasional

(1998)

Kandungan protein dalam bekatul dapat mencapai 15,4% (Houston, 1972).

Protein dedak padi mempunyai asam amino esensial yang lengkap sehingga

mempunyai nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi protein dedak ternyata tidak berbeda

jauh dengan nilai gizi protein pada kacang kedelai (Ciptadi dan Nasution, 1979).

Bekatul mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi mencapai 20,9%.

Kandungan serat pangan pada bekatul dapat mencapai empat kali lipat serat

kasarnya. Serat pangan sebagian besar terdiri atas karbohidrat antara lain selulosa,

hemiselulosa, pektin, dan lignin. Serat ini tidak dapat dihidrolisa oleh enzim

pencernaan. Bahan yang mengandung banyak serat akan mempercepat transit

time sisa makanan di dalam usus sehingga menjadi lebih pendek. Selain itu serat

pangan juga dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Bahan pangan yang

mempunyai serat yang tinggi juga cenderung mempunyai indeks glikemik yang

29

rendah. Indeks glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap

peningkatan kada gula darah. Pangan dengan indeks glikemik yang tinggi cepat

menaikkan kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian, 2004). Serat dalam bentuk

utuh bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan sehingga indeks

glikemik cenderung rendah. Serat dapat memperlambat laju makanan pada saluran

pencernaan dan menghambat pergerakan enzim sehingga proses pencernaan

menjadi lambat. Dengan demikian respon glukosa darah juga lambat.

Karbohidrat yang terdapat pada bekatul berupa selulosa, hemiselulosa, dan

pati. Kandungan pati yang terdapat pada bekatul diperoleh dari bagian

endosperma yang terbawa pada proses penyosohan (Hargrove, 1994). Damayanthi

(2007) menambahkan, kandungan pati tersebut akan meningkat dengan semakin

banyaknya tahap penyosohan yang dilakukan.

Bekatul mengandung komponen antioksidan lebih dari 100 jenis, di

antaranya gamma oryzanol (2200-3000 ppm), tokoferol dan tokotrienol (220-320

ppm), fitosterol (2230-4400 ppm), karotenoid (0,9-1,6 ppm), dan vitamin B

(tiamin 22-31 ppm) (Helal, 2005). Tokoferol (vitamin E) berperan sebagai

antioksidan dengan mencegah kerusakan dinding sel sehingga mampu mencegah

hemolisis (kerapuhan) sel darah merah.

Bekatul juga mengandung zat anti gizi dan enzim yang sangat merugikan.

Zat anti gizi dapat menghambat metabolisme tubuh, sedangkan keberadaan enzim

menyebabkan ketengikan bekatul. Zat anti gizi di dalam bekatul meliputi fitin,

tripsin inhibitor, dan hemaglutinin. Zat anti gizi tersebut mempunyai aktivitas

yang rendah dan dapat diinaktifkan melalui pemanasan. Fitin yang terdapat pada

lapisan aleuron merupakan garam fitin-fosfor sebanyak 2,3-2,6%, sedangkan

30

fitinnya sebesar 1,8%. Tripsin inhibitor berupa protein albumin yang larut dalam

air, tetapi tidak menghambat kimotripsin, pepsin, dan papain. Hemaglutinin

adalah zat yang mampu mengaglutinisasi sel-sel darah merah tipe A, B, AB, dan

O (Juliano, 1985).

Kandungan lemak dalam bekatul cukup tinggi. Minyak bekatul

mengandung asam-asam lemak tidak jenuh mencapai 80% (Ciptadi dan Nasution,

1979). Kandungan lemak yang tinggi menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan

dalam beberapa jam setelah penggilingan. Ketengikan ini disebabkan karena

hidrolisis oleh enzim lipase pada lapisan biji serta ketengikan oksidatif. Enzim

lipase dapat menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Jika enzim

lipase tidak diinaktifkan maka asam lemak bebas akan meningkat satu persen

setiap jam pada suhu kamar (Luh, dkk., 1991). Enzim lipoksigenase mengoksidasi

asam lemak bebas menjadi peroksida kemudian menjadi keton dan aldehid.

Ketengikan akan mempengaruhi penerimaan bekatul sebagai bahan makanan.

Pada biji padi, lipase tidak aktif (dormant) karena tidak kontak dengan

bahan (minyak). Lipase berada di bagian testa dan minyak berada di lapisan

aleuron dan embrio. Proses penggilingan menyebabkan terjadinya pencampuran

di permukaan sehingga minyak bercampur lipase dan terjadi proses hidrolisis

trigliserida menjadi asam lemak bebas. Lipase yang dihasilkan oleh jamur dan

bakteri juga akan bereaksi dengan minyak bekatul setelah penggilingan dan

selanjutnya terjadi hidrolisis (Champagne, 1994). Mekanisme hidrolisis

trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol ditunjukkan melalui reaksi

kimia pada Gambar 19.

31

Gambar 19. Reaksi Hidrolisis dengan Katalis Lipase

(Hamilton, 1983)

Aktivitas lipase sangat bergantung pada suhu penyimpanan dan

kelembaban (Orthoefer, 2001). Suhu optimal aktifitas lipase adalah 35-40ºC.

Penyimpanan dalam keadaan panas dan kelembaban yang tinggi dapat

meningkatkan asam lemak bebas sebesar 5-10 % perhari dan 70% dalam satu

bulan. Aktivitas lipase menurun pada suhu rendah dan berhenti saat disimpan

dibawah suhu beku (Champagne, 1994). Bekatul juga mengandung lipoksigenase

dan peroksigenase, keduanya mempunyai pengaruh negatif saat terjadi oksidasi

bekatul. Aktivitas kedua enzim tersebut mendegradasi minyak dalam bekatul,

menghasilkan peningkatan nilai peroksida, penurunan kadar iodin, dan

peningkatan kadar asam barbiturat. Lipoksigenase dan peroksidase menjadi

inaktif seiring ketidakaktifan lipase, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk

mengukur aktivitas lipase.

2.3 Klorofil

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga, dan

bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan

dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Klorofil

mempunyai rantai fitil (C20H39O) yang akan berubah menjadi fitol (C20H39OH)

jika terkena air dengan katalisator klorofilase. Fitol adalah alkohol primer jenuh

32

yang mempunyai daya afinitas yang kuat terhadap O2 dalam proses reduksi

klorofil (Muthalib, 2009).

Klorofil merupakan faktor utama yang mempengaruhi fotosintesis.

Fotosintesis merupakan proses perubahan senyawa anorganik (CO2 dan H2O)

menjadi senyawa organik (karbohidrat) dan O2 dengan bantuan cahaya matahari.

Tiga fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah memanfaatkan energi

matahari, memicu fiksasi CO2 untuk menghasilkan karbohidrat, dan menyediakan

energi bagi ekosistem secara keseluruhan. Karbohidrat yang dihasilkan dalam

fotosintesis diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat, dan molekul organik

lainnya. Klorofil menyerap cahaya yang berupa radiasi elektromagnetik pada

spektrum kasat mata (visible). Cahaya matahari mengandung semua warna

spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi tidak semua panjang

gelombang diserap dengan baik oleh klorofil. Klorofil dapat menampung cahaya

yang diserap oleh pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga klorofil disebut

sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis (Bahri, 2010). Menurut Dwidjoseputro

(1980) pada tanaman tinggi ada 2 macam klorofil, yaitu:

a. Klorofil a (C55H72O5N4Mg) berwarna hijau tua

Klorofil a berperan sebagai penyusun pusat reaksi yang akan menerima

energi cahaya matahari yang diserap oleh pigmen antena. Klorofil a bertindak

dalam pengkonversian energi radiasi menjadi energi kimia.

b. Klorofil b (C55H70O6N4Mg) berwarna hijau muda

Klorofil b berperan dalam memperluas kisaran cahaya yang dipergunakan

oleh tumbuhan. Klorofil b meneruskan energi cahaya yang diserap ke klorofil dan

33

kemudian menyiapkan energi untuk kegiatan reaksi terang. Berikut merupakan

Gambar 20 mengenai struktur klorofil a dan klorofil b.

Gambar 20. Klorofil a dan Klorofil b

(Anonim, 2015)

Sifat fisik klorofil adalah menerima dan atau memantulkan cahaya dengan

gelombang yang berlainan (berpendar/ berfluoresensi). Klorofil banyak menyerap

sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm, terutama sinar merah dan

biru. Untuk memisahkan klorofil a dan b beserta pigmen lain seperti karotin atau

xantofil digunakan teknik kromatografi. Sifat kimia klorofil, antara lain:

1. Tidak larut dalam air, melainkan larut dalam pelarut organik yang lebih

polar, seperti etanol dan kloroform.

2. Inti Mg akan tergeser oleh 2 atom H bila dalam suasana asam, sehingga

membentuk suatu persenyawaan yang disebut feofitin yang berwarna

coklat (Dwidjoseputro, 1980).

Klorofil bersifat labil terhadap pengaruh cahaya, suhu, dan oksigen

sehingga mudah terdegradasi menjadi molekul-molekul turunannya. Langkah

awal degradasi klorofil adalah hilangnya magnesium dari molekul pusat atau

34

hilangnya rantai ekor fitol. Skema proses degradasi klorofil ditunjukkan pada

Gambar 21.

Chlorophyll

Chlorophyllide

Phaeophytin

Phaeophorbide

Loss of Phytol “Tail”

Loss of Mg

Gambar 21. Alur Proses Degradasi Klorofil

(Carlson dan Simpson, 1996)

Ketika molekul klorofil mengalami degradasi, sejumlah molekul turunan

akan terbentuk seperti phaeophytins, chlorophyllides, dan phaeophorbides yang

tergantung pada molekul induknya. Molekul hasil degradasi atom Mg dari klorofil

adalah feofitin dan molekul hasil degradasi rantai ekor fitol klorofil adalah

klorofilida, sedangkan feoforbida terjadi ketika klorofil telah terdegradasi atom

Mg serta rantai ekor fitolnya. Atau dengan kata lain, produk degradasi dari

feofitin atau klorofilida akan menghasilkan molekul feoforbida.

Pemanfaatan klorofil sendiri telah berkembang dengan luas di dalam dunia

pengobatan. Beberapa manfaat klorofil menurut Kirk dan Othmer, 1993 antara

lain adalah sebagai berikut:

1. Zat warna alami

Klorofil dapat digunakan untuk pewarna serat, resin, atau tinta tertentu.

Selain itu karena sifatnya yang aman dalam mewarnai lemak dan minyak, klorofil

sangat baik dan aman sebagai pewarna makanan yang mengandung lemak atau

minyak. Karena kelarutannya dalam lemak dan minyak, serta sifatnya yang tidak

mengiritasi, klorofil dipandang sebagai pewarna yang baik untuk kosmetik,

parfum, dan lotion.

35

2. Antioksidan/ penghancur radikal bebas, zat anti kanker, dan zat antiseptik

Penelitian membuktikan kerusakan DNA akibat aflatoksin (senyawa

karsinogen) berkurang 50% dengan konsumsi klorofil sebanyak 300 mg/hari.

3. Zat yang berperan dalam regenerasi sel dan jaringan

Klorofil akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dimana klorofil akan

dengan segera mengganti keberadaan sel rusak sehingga virus tidak dapat

menyerang kesehatan manusia.

4. Agen detoks dan penyerap kolesterol dalam tubuh manusia

Bagian ekor klorofil bersifat lipofilik (suka lemak) yang mampu

menembus sel tubuh dengan sangat cepat tanpa halangan (barrier) sehingga dapat

mengikat dan menarik keluar semua senyawa hidrokarbon berbahaya seperti obat-

obatan yang tertimbun dalam tubuh, pengawet dan perasa makanan, nikotin,

narkotika, logam berat dari air minum, serta asap polusi udara.

5. Penyeimbang (regulator) asam, tekanan, dan gula darah

Keberadaan asam dalam makanan yang dikonsumsi dapat menyebabkan

berbagai penyakit seperti asam urat, maag, lemahnya kardiovaskular, gangguan

ginjal, dan keropos tulang. Klorofil menetralisir keberadaan asam karena bersifat

basa kuat.

6. Menguatkan sistem peredaran darah, reproduksi, pencernaan, dan

pernapasan

Klorofil secara efisien melepaskan Mg dan membantu darah membawa O2

yang dibutuhkan ke semua sel di jaringan tubuh. Distribusi O2 yang baik dalam

tubuh akan menunjang reproduksi, pencernaan, dan pernapasan.

36

2.4 Stabilisasi Bekatul

Menurut Ketaren (1986) ketengikan adalah kerusakan atau perubahan bau

atau cita rasa dalam minyak atau bahan pangan berlemak tinggi ataupun rendah.

Pada bekatul, ketengikan terjadi akibat lipase yang menghidrolisis lemak menjadi

asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase

menjadi bentuk peroksida, keton, dan aldehid, sehingga bekatul menjadi tengik.

Menurut Champagne (1994), kandungan lemak bekatul yang tinggi (15-19,7%)

menjadi subyek kerusakan hidrolitik dan oksidatif.

Stabilisasi bekatul dilakukan dengan prinsip meniadakan aktivitas lipase

dengan cara merubah susunan molekul enzim sehingga tidak dapat berfungsi

sebagai mana mestinya (Orthoefer, 2001). Proses inaktivasi lipase harus

menyeluruh, tidak bersifat balik (reversible) dan disaat bersamaan kandungan

komponen berharga harus dijaga. Menurut Dewi, dkk. (2012), metode stabilisasi

bekatul dapat dilakukan dengan cara pemanasan, pengukusan, dan metode oven.

1. Pemanasan

Suhu stabilisasi bervariasi dari 100-140oC. Bekatul dipanaskan selama 3-5

menit untuk meyakinkan inaktivasi lipase. Lipase diinaktifkan selama 3 menit

pada suhu 100oC. Peralatan yang dapat digunakan adalah steam cooker, blancer,

autoklaf, dan screw extruder yang diinjeksikan dengan uap dan air. Penilaian

organoleptik terhadap produk yang dihasilkan adalah coklat tua, kering, dan

berbau harum.

37

2. Pengukusan

Stabilisasi bekatul dapat dilakukan dengan metode pengeringan basah

yaitu pengukusan dan diperoleh kondisi optimum yaitu pada suhu 100oC selama

10 menit.

3. Metode Oven

Oven digunakan dalam menstabilisasikan bekatul karena panas oven dapat

menginaktifkan enzim lipase dan menurunkan kadar air dari bekatul. Stabilisasi

bekatul dengan metode pengovenan telah dilakukan oleh Tengah, dkk. (2011)

yang melaporkan bahwa suhu dan waktu terbaik dalam menstabilkan bekatul

beras merah yang diperoleh dari kabupaten Tabanan adalah 100oC selama 15

menit.

Adapun menurut Damayanthi dan Listyorini (2006), stabilisasi bekatul

dapat dilakukan dengan menggunakan autoklaf dan dilanjutkan dengan

pengeringan menggunakan oven. Berikut merupakan Gambar 22 mengenai

diagram proses pembuatan bekatul terstabilisasi.

Pengayakan

Bekatul segar

Pengayakan

Sterilisasi

Pengeringan

Penggilingan/ penghalusan

Bekatul terstabilisasi

Gambar 22. Diagram Proses Pembuatan Bekatul Terstabilisasi

(Damayanthi dan Listyorini, 2006)

38

Proses pembuatan bekatul terstabilisasi menurut Damayanthi dan

Listyorini (2006) dimulai dari mengayak bekatul segar kemudian memasukkan

bekatul ke dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 3 menit. Mengeringkan

bekatul dengan menggunakan oven pada suhu 100-105oC selama 1 jam.

Selanjutnya, bekatul digiling, dihaluskan, dan diayak sehingga didapatkan bekatul

yang memiliki ukuran yang seragam. Metode ini menghasilkan bekatul dengan

kadar asam lemak bebas rendah yaitu 0,89% dengan nilai TBA (thiobarbituric

acid) sebesar 0,15 mg malonaldehid/Kg sampel dan kerusakan tokoferol yang

minimal dengan jumlah yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (Damayanthi,

2002).