bab ii tinjauan pustaka 2.1 jerami padimedia.unpad.ac.id/thesis/240110/2014/240110140047_2_5758.pdf5...

16
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerami Padi Menurut Badan Pusat Statistik (2016), luas sawah padi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 14,12 juta ha dengan produksi padi nasional mencapai 75,40 juta ton, sedangkan untuk Jawa Barat luas sawah mencapai 1,86 juta ha dengan produksi padi mencapai 11,39 juta ton. Adapun data jumlah produksi padi dan luas lahan sawah padi selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah jerami yang dapat dihasilkan di Indonesia diperkirakan mencapai 113,1 juta ton, sedangkan untuk daerah Jawa Barat diperkirakan mencapai 17,1 juta ton. Data produksi jerami padi selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Makarim (2007), jumlah jerami padi memang cukup banyak bergantung pada luas pertanamannya. Perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami pada saat panen pada umumnya adalah sebesar 2:3. Jika produksi gabah nasional pada tahun 2018 sebesar 75,39 juta ton seperti tertera pada Tabel 1, maka diperoleh 113,1 juta ton jerami pada tahun tersebut. Tabel 1. Jumlah Produksi Padi Tahun 2014-2018 No Wilayah Tahun (Ton) 2014 2015 2016 2017 2018 1. Jawa Barat 11.645.178 11.372.301 13.874.207 13.814.152 9.545.153 2. Indonesia 70.849.171 75.396.963 79.141.325 81.382.451 56.541.365 (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018) Jerami merupakan limbah pertanian terbesar serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Pada sebagian petani, jerami sering digunakan sebagai mulsa pada saat menanam palawija. Hanya sebagian kecil petani menggunakan jerami sebagai pakan ternak alternatif di kala musim kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Jerami sebagai limbah pertanian sering menjadi permasalahan bagi petani, sehingga sering di bakar untuk mengatasi masalah tersebut.

Upload: others

Post on 26-Dec-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jerami Padi

Menurut Badan Pusat Statistik (2016), luas sawah padi di Indonesia pada

tahun 2015 mencapai 14,12 juta ha dengan produksi padi nasional mencapai 75,40

juta ton, sedangkan untuk Jawa Barat luas sawah mencapai 1,86 juta ha dengan

produksi padi mencapai 11,39 juta ton. Adapun data jumlah produksi padi dan luas

lahan sawah padi selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah

jerami yang dapat dihasilkan di Indonesia diperkirakan mencapai 113,1 juta ton,

sedangkan untuk daerah Jawa Barat diperkirakan mencapai 17,1 juta ton. Data

produksi jerami padi selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Menurut Makarim (2007), jumlah jerami padi memang cukup banyak

bergantung pada luas pertanamannya. Perbandingan antara bobot gabah yang

dipanen dengan jerami pada saat panen pada umumnya adalah sebesar 2:3. Jika

produksi gabah nasional pada tahun 2018 sebesar 75,39 juta ton seperti tertera pada

Tabel 1, maka diperoleh 113,1 juta ton jerami pada tahun tersebut.

Tabel 1. Jumlah Produksi Padi Tahun 2014-2018

No Wilayah Tahun (Ton)

2014 2015 2016 2017 2018

1. Jawa Barat 11.645.178 11.372.301 13.874.207 13.814.152 9.545.153

2. Indonesia 70.849.171 75.396.963 79.141.325 81.382.451 56.541.365

(Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018)

Jerami merupakan limbah pertanian terbesar serta belum sepenuhnya

dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Pada sebagian petani,

jerami sering digunakan sebagai mulsa pada saat menanam palawija. Hanya

sebagian kecil petani menggunakan jerami sebagai pakan ternak alternatif di kala

musim kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Jerami sebagai limbah

pertanian sering menjadi permasalahan bagi petani, sehingga sering di bakar untuk

mengatasi masalah tersebut.

6

Produksi limbah pertanian, khususnya jerami padi di Indonesia cukup besar

seperti sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi

masyarakat khususnya petani untuk mengembangkan dan memanfaatkan

keberadaan limbah tersebut agar memberikan keuntungan yang lebih besar.

Masyarakat khususnya petani harus membuka wawasannya terhadap pemanfaatan

limbah-limbah pertanian yang mereka hasilkan.

Makarim (2007) menyatakan jerami padi adalah bagian vegetatif dari

tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Jerami padi terdiri dari atas daun,

pelepah daun, dan ruas atau buku. Ketiga unsur ini relatif kuat karena mengandung

silika dan selulosa yang tinggi serta memerlukan waktu yang relatif lama untuk

proses pelapukan. Proses pelapukan tersebut dapat dipercepat apabila jerami diberi

perlakuan seperti pemberian urea, pemberian kapur, dan pemberian bakteri

perombak bahan organik. Gambar Jerami dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jerami Padi

(Sumber: Dokumentasi Penelitian)

7

2.2 Mesin Pencacah Jerami

Mesin pencacah (crusher/chopper) merupakan teknologi tepat guna sebagai

solusi untuk mengatasi rendahnya produktivitas kelompok tani dalam proses

pengolahan kompos. Mesin pengecil ukuran ini dapat digunakan untuk membantu

proses pencacahan dan penghalusan bahan organik. Mesin ini termasuk kategori

tepat guna yang mudah dioperasikan dan dirawat (Sa’diyah dkk., 2015).

Mesin pencacah mempunyai lima komponen utama, yaitu rangka besi

(body), pisau pemotong/penghancur, saluran masuk (inlet/hopper), saluran keluar

(outlet)dan motor penggerak/diesel. Prinsip kerja mesin ini adalah mencacah bahan

organik yang masuk ke dalam ruang pencacah menggunakan pisau pemotong yang

diputar oleh motor penggerak dan mengeluarkan hasilnya melalui saluran

pengeluaran (Sa’diyah dkk., 2015).

Gambar 3. Mesin Pencacah Jerami Padi

(Sumber: Juliya, 2018)

2.3 Mekanisme Kerja Mesin Pencacah

Pertama motor diesel dihidupkan, mengakibatkan putaran dari motor

memutar pulley dan sabuk transmisi akan menggerakkan pulley pada mesin yang

mengakibatkan poros mesin berputar. Poros tersebut akan memutar pisau

penghancur yang terpasang pada poros. Mekanisme seperti ini maka jerami yang

dimasukkan melalui hopper akan terpotong atau hancur. Setelah jerami hancur

8

jerami halus akan diserap melalui kipas (blower) maka jerami akan melewati

saringan untuk kemudian akan di keluarkan melalui ekstruder dengan bantuan

screw yang berputar pada porosnya. Perputaran screw yaitu dengan menggunakan

pulley yang dihubungkan pada poros pisau penghancur, namun sabuk transmisi

tidak langsung terhubung dengan poros pulley. Tetapi sabuk transmisi terhubung

oleh reducer terlebih dahulu, yaitu untuk mengatur perputaran poros screw supaya

tidak terlalu cepat, dan hasil pencacahan yang diterima dari saringan keluar dengan

sempurna melalui ekstruder.

2.4 Uji Kinerja

Uji kinerja mesin pencacah jerami bertujuan untuk mengevaluasi

kemampuan mesin tersebut yang dioperasikan pada kondisi optimum. Pengukuran

parameter yang dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja mesin pencacah jerami

yang meliputi: kapasitas teoritis mesin, kapasitas aktual mesin, efisiensi mesin,

konsumsi bahan bakar, konsumsi daya, energi spesifik, rendemen pencacahan,

persentase pancang cacahan, tingkat kebisingan, dan getaran.

2.4.1 Kapasitas Teoritis Mesin Pencacah Jerami

Kapasitas teoritis mesin pencacah jerami ini dapat dihitung menggunakan

Persamaan 1 (Srivastava, 1993), yaitu :

Kt = πœŒπ‘— ×𝐴𝑑 ×𝐿𝑑 Γ—πœ†π‘˜ ×𝑁𝑐

6 Γ—103

Keterangan :

Kt = Kapasitas teoritis mesin (kg/jam)

ρj = Densitas kamba jerami (kg/m3)

Nc = Kecepatan putar silinder pencacah (rpm)

At = Luas area pencacahan (m2)

Lt = Panjang potongan teoritis (m)

Ξ»k = Jumlah pisau

Kecepatan pengumpanan dapat dihitung dan direncanakan dengan

menggunakan Persamaan 2 (Srivastava, 1993), yaitu :

(1)

(2)

9

Vf = 𝐿𝑑 Γ— πœ†π‘˜ ×𝑁𝑐

60

Kerapatan kamba jerami dihitung dengan menggunakan Persamaan 3

(Rusendi, dkk 2015).

ρj = 𝑀𝑏

𝑉𝑏

Keterangan:

Mb = Massa jerami dalam wadah (kg)

Vb = Volume wadah (m3)

2.4.2 Kapasitas Aktual Pencacah Jerami

Kapasitas aktual mesin pencacah jerami dapat dihitung dengan Persamaan

4 (SNI 7580:2010), yaitu :

Ka =M𝑏𝑐

t𝑝× 3600

Keterangan :

Ka = Kapasitas aktual pencacahan (kg/jam)

Bbc = Massa total bahan cacahan yang keluar dalam waktu tertentu (kg)

tp = Waktu yang ditentukan untuk menampung bahan (s)

2.4.3 Efisiensi Mesin Pencacah Jerami

Efisiensi adalah perbandingan antara kapasitas aktual dengan kapasitas

teoritis. Efisiensi pencacahan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 5

(SNI 7580:2010), yaitu :

Ξ· =Ka

Kt

Keterangan :

Ξ· = Efisiensi mesin

Ka = Kapasitas aktual (kg/jam)

Kt = Kapasitas teoritis (kg/jam)

(4)

(5)

(3)

10

2.4.4 Konsumsi Bahan Bakar

Pngukuran konsumsi bahan bakar dilakukan untuk mengetahui volume

bahan bakar yang dikonsumsi oleh mesin untuk proses operasi pencacahan per

satuan waktu, dengan menggunakan metode gravimetri. Konsumsi bahan bakar

mesin dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 6 (SNI 7580:2010), yaitu :

FC =FV

t2

Keterangan:

FC = Konsumsi bahan bakar (liter/jam)

FV = Volume bahan bakar (liter)

T2 = Waktu beroperasi motor penggerak (jam)

2.4.5 Konsumsi Daya Teoritis

Konsumsi daya aktual mesin pencacah jerami dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan 7 (SNI 7580:2010), yaitu :

Pap = FC Γ— NK

Keterangan :

Pap = Konsumsi daya teoritis (kJ/jam)

FC = Konsumsi bahan bakar (kg/jam)

NK = Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)

Untuk mengetahui seberapa berat bahan bakar yang digunakan dalam

setiap proses pencacahan dapat dikonversikan dengan menggunakan Persamaan

sebagai berikut :

FC = 𝐹𝐢 Γ— πœŒπ‘π‘

1000

Keterangan:

FC = Konsumsi bahan bakar (kg/jam)

FC = Konsumsi bahan bakar (L/jam)

ρbb = Densitas bahan bakar (kg/m3 )

(6)

(7)

11

2.4.6 Energi Spesifik

Energi spesifik pencacahan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan

8 (Smith, 2000), yaitu :

Esp =PapΓ—3600

Kap

Keterangan :

Esp = Energi spesifik pencacahan (kJ/kg)

Pap = Daya Aktual (kW)

Kap = Kapasitas aktual (kg/jam)

2.4.7 Rendemen Pencacahan

Uji rendemen dilakukan dengan mempesentasikan panjang jerami yang

tercacah dengan keseluruhan jerami yang dimasukan ke dalam mesin. Persentase

rendemen dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 9 (SNI 7580:2010),

yaitu :

𝑅 =𝑀𝑑

𝑀𝑖𝑛

Keterangan :

R = Rendemen bahan

Mt = Massa cacahan jerami padi yang keluar (kg)

Min = Massa jerami padi yang masuk (kg)

2.4.8 Tingkat Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki telinga karena

dalam jangka pendek dapat mengurangi ketenangan kerja, mengganggu

konsentrasi, dan menyulitkan komusikasi. Dampak gangguan ini dalam jangka

panjang dapat menyebabkan kerusakan pendengaran (Sutalaksana dkk, 2006).

Pengukuran tingkat kebisingan di suatu tenmpat atau pada suatu mesin dapat

dilakukan dengan menggunakan alat yaitu Soundlevel Meter. Berdasarkan Standar

Nasional Indonesia 7580:2010 mengenai pengukuran kebisingan dalam pengujian

mesin, pengukuran kebisingan dilakukan dengan menempatkan alat pengukuran

(8)

(9)

12

kebisingan di dekat telinga operator dengan jarak kira-kira 1-2 meter dari sumber

suara.

Hubungan intensitas kebisingan dengan lama jam kerja per harinya sesuai

dengan standar tingkat kebisingan berdasarkan OSHA 1910.95 (Occupational

Safety and Health Administration) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Lama Jam Kerja per Hari

Jam Kerja/Hari Tingkat Kebisingan

8 90

6 92

4 95

3 97

2 100

1,5 102

0,5 110

0,25 115

(Sumber : OSHA 1910.95)

Tabel 2. menunjukan bahwa tingkat kebisingan berpengaruh terhadap durasi

atau lamanya jam kerja, dimana semakin besar tingkat kebisingan maka jumlah jam

kerja per hari akan semakin menurun. Misalnya jika tingkat kebisingan dibawah 90

dB maka jumlah jam kerja per hari mengalami penurunan yaitu selama 2 jam kerja

per hari.

Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja dengan No.

Kep51/MEN/1990 lamanya kerja perhari berdasarkan tingkat kebisingan mesin

dapat dilihat pada Tabel 3. Kebisingan yang diakibatkan oleh mesin tidak boleh

lebih dari 140 dB walaupun hanya sesaat karena tingkat kebisingan tersebut akan

mengakibatkan gangguan pendengaran pada operator.

13

Tabel 3. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu Pemaparan

Kerja/Hari

Intensitas Kebisingan

(dB)

Keterangan

8 Jam 85

Sangat Hiruk 4 88

2 91

1 94

30 Menit 97

Menyebabkan Tuli 15 100

7,5 103

3,75 106

1,88 109

Menyebabkan Tuli 0,94 112

28,12 Detik 115

14,06 118

7,03 121

Kerusakan Alat

Pendengar

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

(Sumber : Kepmennaker Nomor 51 Tahun 1999)

2.4.9 Getaran

Getaran oleh peralatan atau mesin dapat mencapai operator atau pekerja

melalui beberapa cara, diantaranya getaran yang dihantarkan keseluruh tubuh

pekerja melalui badan mesin yang bergetar yang dikenal dengan istilah whole body

vibration. Cara yang lainnya, getaran dihantarkan melalui salah satu bagian tubuh

pekerja yang dalam banyak kasus adalah melalui tangan, pergelangan tangan,

lengan atau melalui kaki yang dikenal dengan istilah hand vibration (Sanders and

Cosmick, 1987).

Pengaruh getaran terhadap operator adalah timbulnya sindroma getaran

(vibration syndrome) atau lebih populer dengan istilah mati rasa pada tangan atau

jari yang disebabkan turunnya aliran darah ke jari tangan atau tangan operator.

14

Mengurangi efek negatif akibat penggunaan peralatan yang menimbulkan getaran

dianjurkan untuk tidak melakukan kontak dengan getaran 50% dari waktu kerja atau

dianjurkan beristirahat setiap 1-1,5 jam dengan gemastik tangan antara 5-10 menit

(Istigno, 1971). Klasifikasi getaran yang terjadi pada mesin mengacu pada ISO

20816-1 : 2006 seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Pedoman untuk Besarnya Getaran pada Mesin dengan Daya Kecil (Daya

Kurang dari 15 kW)

Good 0 – 0,71 mm/s

Aceptable 0,72 – 1,81 mm/s

Still permissible 1,81 – 4,5 mm/s

Dangerous >4,5 mm/s

(Sumber : ISO 20816-1 : 2006)

2.4.10 Syarat Uji Mesin dan Kualitas Hasil Cacahan

Syarat uji mesin dan kualitas hasil cacahan yang dihasilkan oleh mesin

cacahan berdasarkan standar uji SNI 7580: 2010 tentang mesin Penghancur

(Crusher) Bahan Baku Pupuk Organik – Syarat mutu dan Cara Uji disajikan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Syarat Uji Mesin Pencacah bahan Pupuk Organik

Parameter Persyaratan

Kapasitas keluaran mesin penghancur <500 kg/jam

Putaran maksimum poros penghancur 2000 rpm

Panjang maksimum cacahan 50 mm

Persentase minimum panjang keluaran bahan 80%

Konsumsi maksimum bahan bakar 2,5 liter/jam

Kebisingan mesin penghancur 90 dB

(Sumber : SNI 7580: 2010)

15

2.5 Analisis Ekonomi

Salah satu faktor terpenting dalam analisis kelayakan ekonomi adalah

perhitungan biaya. Salah satu perhitungan biaya yang sering digunakan adalah

perhitungan biaya menurut jumlah satuan produk atau tingkat kegiatan yaitu biaya

tetap dan biaya variabel. Kedua biaya ini memiliki karakteristik yang berbeda

dalam penentuan jumlahnya dan menjadi parameternya adalah volume dan jumlah

satuan produk atau tingkat kegiatan yang dihasilkan oleh unit usaha.

Tahap analisis ekonomi mesin pencacah jerami meliputi perhitungan biaya

pokok pengoperasiannya, besarnya penerimaan, penentuan titik impas usaha, dan

analisis kelayakan ekonomi yang menggunakan metode nilai tunai bersih (NPV),

metode Rasio Manfaat dan Biaya (BCR), dan metode tingkat pengembalian modal

(IRR).

2.5.1 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan secara tetap pada periode

waktu yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya volume operasi/volume

produksi (Kastaman, 2004). Biaya tetap yang dianalisis meliputi biaya penyusutan

(depresiasi), biaya perbaikan mesin, bunga modal, biaya asuransi, pajak, biaya sewa

tempat, biaya perawatan, dan biaya perbaikan alat. Adapun biaya tetap dapat

dihitung dengan menggunakan Persamaan 10.

BT = D + H + M + I + L (10)

Keterangan:

BT = Biaya tetap (Rp/tahun)

D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)

H = Biaya sewa bangunan (Rp/tahun)

M = Biaya perbaikan dan perawatan (Rp/tahun)

T = Biaya pajak (Rp/tahun)

L = Bunga modal (Rp/tahun)

16

2.5.1.1 Biaya Penyusutan (Depresiasi)

Biaya penyusutan adalah biaya yang secara periodik harus dikeluarkan

sebagai konsekuensi atas penurunan kinerja alat, mesin atau aset lainnya akibat

pemakaian (Kastaman, 2004). Besarnya dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan garis lurus pada Persamaan 11.

D = (π‘ƒβˆ’π‘†)

𝑁 (11)

Keterangan:

D = Biaya Penyusutan

P = Harga mesin (Rp)

S = Nilai akhir mesin (5% dari P (Rp))

N = Umur ekonomis (tahun)

2.5.1.2 Bunga Modal

Bunga modal adalah manifestasi uang berdasarkan nilai waktunya.

Perhitungan bunga modal mengharuskan membayar lebih besar dari pinjaman awal.

Pembayaran dilakukan periodik sesuai lamanya pinjaman (Blank and Tarquin,

2002). Perhitungan bunga modal dapat dihitung menggunakan Persamaan 12.

L = P Γ— R (12)

Keterangan :

L = Bunga modal

P = Harga mesin (Rp)

R = suku bunga bank (%/tahun)

2.5.1.3 Biaya Bangunan

Biaya bangunan dapat dihitung dengan pendekatan menggunakan

Persamaan 13.

H = P Γ— β„Ž

100 (13)

Keterangan:

H = Biaya bangunan (%/tahun)

P = Harga mesin (Rp)

17

h = Tingkat biaya bangunan (%/tahun)

2.5.1.4 Biaya Perawatan dan Pemeliharaan

Biaya perawatan dan pemeliharaan akan meningkat sejalan dengan lamanya

penggunaan mesin. Namun untuk memudahkan perhitungan, metode perkiraan

biaya rata-rata perawatan dan pemeliharaan pertahun dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan 14.

M = P Γ— π‘š

100 (14)

Keterangan :

M = Tingkat perawatan dan pemeliharaan (%/tahun)

P = Harga mesin (Rp)

m = Biaya perawatan dan pemeliharaan (%/tahun)

2.5.1.5 Biaya Pajak

Besarnya biaya pajak dapat dihitung dengan pendekatan menggunakan

Persamaan 15.

I = P Γ— i (15)

Keterangan:

I = Biaya pajak

P = Harga mesin (Rp)

i = Tingkat biaya pajak penghasilan (%/tahun)

2.5.2 Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang besarnya ditentukan oleh jumlah satuan

produk atau tingkatan kegiatan. Biaya variabel pada mesin pencacah meliputi biaya

operator, biaya bahan bakar solar dan biaya penggunaan karung, sehingga biaya

variabel dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 16.

BV = Bop + Bl (16)

Keterangan :

BV = Biaya variabel (Rp/jam)

Bop = Biaya operator (Rp/jam)

18

Bl = Biaya pemakaian bahan bakar (Rp/jam)

2.5.3 Titik Impas Usaha/ Break Even Point (BEP)

Titik impas usaha (BEP) adalah suatu kondisi dimana besarnya total

pendapatan sama dengan besarnya total pengeluaran (biaya) (Kastaman, 2004).

Perhitungan titik impas usaha yaitu dengan menggunakan Persamaan 17.

BEP = 𝐡𝑇

π»π‘ƒβˆ’π΅π‘‰ (17)

Keterangan :

BEP = Titik impas usaha (kg)

HP = Harga sewa pencacahan (Rp)

BV = Biaya variabel (Rp/jam)

BT = Biaya tetap (Rp/tahun)

2.5.4 Payback Period (PBP)

Payback Period merupakan periode lamanya waktu yang diperlukan untuk

menutup kembali modal yang dikeluarkan ketika memulai suatu usaha. Payback

Period dari suatu investasi menggambarkan panjang waktu yang diperlukan agar

dana yang tertanam pada suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya.

Analisis payback period dalam studi kelayakan perlu juga ditampilkan untuk

mengetahui seberapa lama usaha/proyek yang dikerjakan baru dapat

mengembalikan investasi. Analisis Payback Period dihitung dengan cara

menghitung waktu yang diperlukan pada saat total arus kas masuk sama dengan

total arus kas keluar. Penggunaan analisis ini hanya disarankan untuk mendapatkan

informasi tambahan guna mengukur seberapa cepat pengembalian modal yang

diinvestasikan yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 18.

PBP = 𝑇𝐼

𝐾 (18)

Keterangan :

PBP = Periode pengambilan modal (tahun)

TI = Total investasikan

K = Keuntungan

19

2.5.5 Nilai Tunai Bersih / Net Present Value (NPV)

Nilai tunai bersih adalah tingkat kelayakan investasi dalam jangka waktu

tertentu, dimana nilai akhir dari suatu investasi diperhitungkan sejak awal investasi.

Metode ekivalensi nilai sekarang (present worth analysis) atau lebih dikenal dengan

istilah umum NPV (Net Present Value) (Kastaman, 2004).

Metode ini didasarkan atas nilai sekarang bersih dari hasil perhitungan nilai

sekarang aliran dana masuk (penerimaan) dengan nilai sekarang aliran dana keluar

(pengeluaran) selama jangka waktu analisis dan suhu bunga tertentu. Kriteria

kelayakan adalah apabila nilai sekarang bersih atau NPV > 0 (Kastaman, 2004).

Adapun NPV dapat dihitung dengan Persamaan 19.

NPV = βˆ‘PV Pendapatan - βˆ‘PV Pengeluaran (19)

Keterangan :

NPV = Nilai tunai Bersih (Rp)

2.5.6 Rasio Manfaat dan Biaya / Benefit Cost Ratio (BCR)

Metode rasio manfaat dan biaya (Benefit Cost Ratio) atau lebih dikenal

dengan istilah BC ratio. Metode ini pada dasarnya menggunakan data ekivalensi

nilai sekarang dari penerimaan dan pengeluaran, dalam hal ini BC ratio merupakan

perbandingan antara nilai sekarang dari kegiatan investasi dengan nilai sekarang

dari pengeluaran (biaya) selama investasi tersebut berlangsung dalam kurun waktu

tertentu (Kastaman, 2004).

Kriteria kelayakannya adalah bila nilai BC ratio > 1 (Kastaman, 2004). BC

Ratio dapat dihitung dengan Persamaan 20.

BCR = βˆ‘ 𝑁𝑝𝑑

βˆ‘ 𝑁𝑝𝑔 β‰₯ 1 (20)

Keterangan :

BCR = Rasio manfaat dan biaya (Rp/tahun)

Npd = Nilai pendapatan (Rp/tahun)

Npg = Nilai Pengeluaran (Rp/tahun)

20

2.5.7 Internal Rate of Return (IRR)

Metode tingkat suku bunga pengembalian modal (Rate of Return Analysis)

atau lebih dikenal dengan istilah IRR (Internal Rate of Return ) merupakan suatu

nilai petunjuk yang identik dengan seberapa besar suku bunga yang dapat diberikan

oleh investasi tersebut dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku umum

( suku bunga pasar atau Minimum Attractive Rate of Return ). Pada suku bunga IRR

akan diperoleh NPV = 0, dengan kata lain bahwa IRR tersebut mengandung makna

suku bunga yang dapat diberikan investasi, yang akan memberikan NPV = 0. Syarat

kelayakannya yaitu apabila IRR > suku bunga MARR (Kastaman, 2004). Untuk

menghitung i2 dapat ditentukan dengan cara aproksimasi sampai nilai NPV negatif

(Kastaman, 2004). Tingkat pengembalian modal dapat dihitung dengan Persamaan

21.

IRR = i1 – NPV1 (𝑖2βˆ’π‘–1)

(𝑁𝑃𝑉2βˆ’π‘π‘ƒπ‘‰1) (21)

Keterangan :

IRR = Tingkat pengembalian modal

i1 = Suku bunga ke-1

NPV1 = Net Present Value pada suku bunga ke-1

i2 = Suku bunga ke-2

NPV2 = Net Present Value pada suku bunga ke-2