ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfdalam beberapa periodisasi...

37

Upload: dinhphuc

Post on 13-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama
Page 2: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama
Page 3: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

ii

Buku adalah sebaik-baik teman duduk sepanjang masa

(Al-Mutanabbi)

Page 4: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

iii

HORIZON ILMU:

Dasar-dasar Teologis, Filosofis, dan Model Implementasinya dalam Kurikulum dan Tradisi Ilmiah UIN Mataram

Page 5: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

iv

HORIZON ILMU: DASAR-DASAR TEOLOGIS, FILOSOFIS, DAN MODEL IMPLEMENTASINYA

DALAM KURIKULUM DAN TRADISI ILMIAH UIN MATARAM

Karya: Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag., dkk.

Cetakan I, Jumadal-Ula 1439 H/Januari 2018 M

Editor: Masnun

Penyunting: Adi Fadli dan Abdul Quddus

Desain Sampul: M. Tahir

Diterbitkan oleh: Penerbit Pustaka Lombok

Jalan TGH. Yakub 01 Batu Kuta Narmada Lombok Barat NTB 83371

HP. 0817265590/08175789844

Diterbitkan pertama kali oleh Impressa Publishing/Leppim IAIN Mataram dengan judul:

HORIZON ILMU: Merajut Paradigma keilmuan Berbasis Internalisasi-Integrasi-Interkoneksi.

Editor: H. M. Taufik. September 2013. ISBN 978-602-7644-11-3

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag., dkk.

HORIZON ILMU: DASAR-DASAR TEOLOGIS, FILOSOFIS,

DAN MODEL IMPLEMENTASINYA DALAM KURIKULUM DAN TRADISI ILMIAH

UIN MATARAM

Lombok: Penerbit Pustaka Lombok, 2018

xv + 719 hlm.; 15 x 23 cm

ISBN 978-602-5423-07-9

Page 6: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

v

Pengantar Editor

HORIZON ILMU:

KE ARAH INTEGRASI SAINS DAN AGAMA DI LINGKUNGAN UIN MATARAM

Dr. H. Masnun Tahir, M.Ag.

Dalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) yaitu ulumuddin (usuluddin, syari'ah, tarbiyah, adab dan dakwah). Padahal, menurut Ibn Khaldun, ilmu dibagi menjadi dua yaitu ilmu naqliyah, ilmu berdasarkan wahyu; dan ilmu aqliyah, ilmu yang berdasarkan logika. Berdasarkan klasifikasi ilmu semacam ini menjadi jelas bahwa sebetulnya perkembangan ilmu berjalan sedemikian luas.

Perkembangan budaya dan berbagai disiplin ilmu dewasa ini membuat segala bidang menjadi terintegrasi. Batas-batas antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya termasuk ilmu agama menjadi transparan. Kita tidak perlu mempermasalahkan ilmu agama dan non-agama, namun bagaimana ilmu tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini pula yang memunculkan paradigma baru yang melihat bahwa pembidangan keilmuan selayaknya dikembangkan dalam lingkup yang lebih luas.

Pengembangan berbagai disiplin ilmu seperti sains dan teknologi, kedokteran, astronomi, sosiologi, filsafat dan sebagainya di lingkungan PTAI adalah langkah maju untuk pencerahan dunia pendidikan Islam. Gagasan perubahan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) untuk mengembangkan berbagai disiplin ilmu bertujuan antara lain menjembatani dikotomi berkepanjangan ilmu agama dan non-agama, menghilangkan keterasingan ilmu agama dari realitas kemodernan dan mengembalikan ilmu agama sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Transformasi IAIN Mataram menuju UIN mengharuskan adanya re-orientasi paradigma keilmuan yang bisa menjadi acuan bersama dalam kegiatan belajar mengajar, sistem manajemen dan tradisi ilmiah di lingkungan kampus. Paradigma keimuan ini juga diperlukan oleh para stakeholder dalam memilih UIN Mataram sebagai mitra dalam pengembangan keilmuan dan kerjasama-kerjasama strategis lainnya. Paradigma keilmuan ini harus bisa menggambarkan visi dan misi UIN Mataram, dan pada saat yang sama bisa

Page 7: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

vi

diturunkan ke dalam struktur dan kurikulum, sistem managemen dan juga ke dalam tradisi akademik dan penelitian ilmiah di kampus UIN Mataram.

Reorientasi paradigmatik tersebut diarahkan pada dijalankannya pendekatan keilmuan berskema integrasi-interkoneksi dan internalisasi. Hasrat integrasi dimaksudkan sebagai upaya mengakhiri tabiat paradigma keilmuan Islam yang selama ini cenderung menerapkan dikotomi antardisiplin keilmuan yang secara umum dipilah ke dalam dua kategori besar, ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Skemanya dibangun dengan strategi memadukan antardisiplin keilmuan seraya mencegah disiplin keilmuan yang berpuspa-ragam itu tidak saling menegasikan. Agar pemaduan integratif itu sungguh-sungguh produktif bagi pengembangan keilmuan dan bersumbangsih efektif bagi pembangkitan peradaban, maka strategi interkoneksi keilmuan pada saat yang sama juga dijalankan dalam proses integrasi tersebut.1

Ikhtiar reorientasi paradigmatik keilmuan tersebut diarahkan mencakup seluruh bidang keilmuan yang dikembangkan dan dikaji melalui proses pengkajian yang secara paradigmatik berpenghampiran integratif-interkonektif.Ini niscaya. Sebab, tanpa ikhtiar sistematis ke arah itu, dinamika keilmuan Islam cepat atau lambat bakal teralienasi dan mengalami kesulitan besar untuk menempatkan signifikansi keilmuannya di tengah dinamika global kontemporer. Dalam hal itu keilmuan Islam sangat mungkin bakal kehilangan relevansi sosialnya bila produk-produk keilmuan yang dihasilkan tidak menyadari dan mempertimbangkan bagaimana discourse publik yang berkembang dalam ekonomi, politik, dan budaya global sangat mempengaruhi performa dan perilaku keagamaan dan demikian pula sebaliknya.2

Secara substantif-eksistensial, reorientasi paradigma keilmuan ini bertumpu pada spirit Islam sendiri dalam pengembangan ilmu yang bersifat universal dan sama sekali tidak mengenal dikotomi antara ilmu-ilmu qauliyah/hadlarah al-nash (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teks keagamaan) dan ilmu-ilmu kauniyah-ijtima’iyah/hadlarah al-’ilm (ilmu-ilmu kealaman dan kemasyarakatan) dan juga hadlarah al-falsafah (ilmu-ilmu-etika kefilsafatan). Ilmu-ilmu tersebut secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai ilmu-ilmu keislaman ketika secara epistemologis-aksiologis berangkat dari atau sesuai dengan nilai-nilai dan etika Islam. Ilmu yang berangkat dari nilai-nilai dan etika Islam pada dasarnya bersifat objektif; ini menjadi bukti bahwa telah terjadi proses objektivikasi dari etika Islam menjadi ilmu keislaman yang

1 Dalam Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2017 tentang UIN Mataram

secara tegas disebutkan: Bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan proses integrasi ilmu Agama Islam dengan berbagai rumpun ilmu pengetahuan serta mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Universitas Islam Negeri Mataram;

2Lihat Ebrahim Moosa, “Introduction,” dalam Fazlur Rahman, Revival and Reform in Islam: A Study of Islamic Fundamentalism (Oxford: Oneworld Publicaton, 2000), 28.

Page 8: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

vii

karenanya dapat bermanfaat bagi seluruh kehidupan manusia dan kepentingan kemanusiaan tanpa menimbang sekat dan disparitas agama, jenis kelamin, etnis dan bangsa, golongan, dan seterusnya.3

Menjawab kebutuhan tersebut, UIN Mataram secara serius mempertegas rumusan bangunan keilmuannya yang kini disebut “Horizon Ilmu” sebagai payung segala kegiatan implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi di lingkungan UIN Mataram. Meski dibutuhkan evaluasi secara terus menerus, berbagai aspek, baik ontologis, epistimologis, dan asksiologis yang mendasari dan menopangnya dianalisis secara mendalam dalam kurun waktu yang cukup panjang (hampir 20 tahun). Lebih dari sebagai bangunan keilmuan, horizon ilmu ini memiliki dan menjadi distingsi tersendiri bagi UIN Mataram secara kelembagaan.

Horizon Ilmu adalah paradigma yang menjadi acuan bersama bagi segenap sivitas akademika UIN Mataram dalam menjalankan tugas pengembangan keilmuan melalui pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan juga pengabdian masyarakat. Sebagai acuan paradigmatik, maka desain modelnya harus bisa dipahami oleh semua sivitas akademik dan harus bisa diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan akademik di lingkungan UIN Mataram.

Paradigma keilmuan yang telah dan sedang direalisasikan di UIN Mataram adalah Horizon Ilmu berparadigma Intergasi-interkoneksi dan internalisasi, dalam arti bahwa bidang ilmu tertentu diupayakan untuk dikembangkan secara simultan dengan cara mengaitkannya dan mengkombinasikannya dengan bidang-bidang ilmu yang lain. Selama upaya ini memang secara akademik dapat diterima. Hal ini dimaksudkan agar kejumudan akademik tidak terjadi di lingkungan universitas ini. Perkembangan keilmuan di sini bisa saja terjadi secara kualitatif (kammiyyah) ataupun secara kualitatif (kayfiyyah).

Studi Islam yang mencakup studi teks dan sosial, tentunya harus terus dikembangkan, sehingga memiliki kekayaan dan varian-varian temuan yang akan bermanfaat bagi eksistensi keilmuan ini dan memiliki manfaat pragmatis bagi masyarakat. Integrasi, interkoneksi dan internalisasi studi Inslam dengan bidang-bidang ilmu lain jelas tak terelakkan. kajian teks dalam Studi Islam merupakan salah satu bagian penting yang perlu mendapatkan perhatian. Pengembangan kajian ini bisa dilakukan dengan mencoba mengaitkannya dengan bidang-bidang lain, seperti linguistik dan hermeneutika.

Wilayah kajian UIN Mataram mencakup bidang seluruh bidang keilmuan di atas, yang dikembangkan melalui konsep hadrlarah-al nash, hadlarah al ilm, maupun hadlarah al falsafah. wilayah keilmuan tersebut tidak dikaji secar parsial melainkan dikaji secara integratif dan interkonektif atau saling berhubungan satu dengan yang lainnya, serta diinternalisasi pada wilayah keilmuan yang lain. Jika ditelaah secara historis, bidang-bidang

3 IAIN Mataram, 2014, Naskah Akademik Horizon Keilmuan UIN Mataram.

Page 9: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

viii

keilmuan tersebut sesungguhnya pernah dikaji dan dikembangkan oleh para ilmuan Muslim pada era klasik dan tengah, meskipun demikian kurang memperoleh perhatian dari generasi Muslim berikutnya. Dengan demikian seluruh bidang keilmuan itu dapat dikatakan sebagai ilmu-ilmu ke Islaman selama secara ontologis, epistimologis dan aksiologis berangkat daru atau sesuai dengan nilai-nilai dan etika islam yang humanistik-etis. Di sinilah perbedaan ilmu ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu sekuler yang meskipun mengklain sebagai valeu free (bebas dari nilai dan kepentingan) namun kenyataanya penung muatan kepentingan baik secara epistimologis apalagi secara aksiologis. Realitas inilah yang mengakibatkan munculnya kritik dari berbagai pihak terhadap ilmu-ilmu sekuler yang dianggap ikut mendorong proses dehumanisasi.

Ilmu-ilmu KeIslaman dan umum yang menjadi wilayah kajian UIN, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No 34 tahun 2017, hakikatnya berangkat dari paradigma humanistik etis dengan pola kurikulum integrasi-interkoneksi dan internalisasi keilmuan. Integrator tersebut adalah al-Quran/Sunnah (wahyu) yang berada persis di titik singgung delapan garis yang mengarah ke semua arah mata angin (horizon) dan menggambarkan distingsi antara tradisi akademik dan ilmiah Islam dengan institusi pendidikan yang lain. Visi keislamannya menjadi jelas dan menemukan identitasnya. Mengapa wahyu menjadi pusat orientasi keilmuan UIN Mataram? jawabannya jelas, karena UIN Mataram sebagai lembaga pendidikan Tinggi Islam harus memiliki distingsi dan diferensiasi yang jelas sebagaimana diamanatkan oleh negara.

Sebagai trade mark keilmuan pasca transformasi, Horizon Ilmu berparadigma intergrasi-interkoneksi dan internalisasi dapat dipandang sebagai cultural identity yang membedakan UIN Mataram dengan perguruan tinggi lainnya. Dalam pengertian ini, UIN bukan sebagai perguruan tinggi umum yang terlepas dari ilmu-ilmu keIslaman, seperti UNRAM, IKIP dan semacamnya; juga bukan sebagai perguruan tinggi agama yang tidak mengakomodir ilmu-ilmu umum, seperti IAIN sebelumnya. Demikian pula, UIN bukan perguruan tinggi yang sekedar menginterkoneksikan atau mengintegrasikan serta menginternalisasikan ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu keislaman melalui pembentukkan program studi/fakultas agama dan program/fakultas umum seperti UNU, Universitas Muhammadiyah, UNW dan semacamnya. UIN sebagaimana dapat dipahami dalam grand design UIN adalah perguruan tinggi Islam yang mengintegrasikan atau menginterkoneksikan serta mengintermaslisasikan ilmu-ilmu keIslaman dengan ilmu-ilmu umum pada tataran keilmuan, bukan sekedar menghadirkan program studi/fakultas umum atau matakuliah umum berdampingan dengan program studi / fakultas agama. pola pengintegrasian atau penginterkoneksian semacam ini justru sebaliknya bersifat dikotomis.

Konskuensi logis dari horizon keilmuan tersebut, kini muncul kebutuhan dan desakan baru agar dapat diterjemahkan secara empiris dan

Page 10: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

ix

terukur dalam segala aktivitas akademik UIN Mataram. Karena memang, integrasi keilmuan yang menjadi ruhnya, pada aspek implementasinya dirasakan masih dikotomik dalam praksis pendidikan dan pembelajaran, dan kegiatan riset para dosen. Sejauh ini masih dirasakan kuatnya kecenderungan masing-masing dosen untuk melakukan pembelajaran dan penelitian dengan epistimologi keilmuannya masing-masing. Meskipun secara metodologis diupayakan untuk saling berdialektika, dalam realitasnya masih cenderung berjalan sendiri-sendiri, dan berjalan linier sesuai dengan relnya masing-masing.

Hingga saat ini “Horozin Ilmu” adalah paradigma keilmuan yang sudah disiapkan dan dipopulerkan di kalangan sivitas akademika UIN mataram. Hanya saja hingga sekarang ini, “Horizon Ilmu” belum ada turunan model, atau panduan operasional yang bisa menjadi acuan dalam mendesain kurikulum pada masing-masing jurusan dan juga dalam tradisi penelitian ilmiah di UIN Mataram. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan belum adanya model turunan tersebut antara lain: Pertama, karena paradigma keilmuan masih menjadi gagasan personal yang hanya bisa dipahami oleh kalangan terbatas, dan belum mendapat pengakuan sebagai paradigma bersama. Kurangnya sosialisasi dan adalah salah satu asumsi penyebab dari kondisi ini. Penyebab lainnya adalah karena secara teoretik “Horizon Ilmu” memang belum jadi sehingga tidak bisa langsung terbaca oleh sivitas akademika sebagai paradigma dan implimentasikannya masih jauh dari bayangan.

Dari asumsi ini, diperlukan sosialisasi, rekonstruksi, dan evaluasi oleh para ilmuwan UIN Mataram, sehingga dihasilkan paradigma keilmuan yang lebih sederhana, mudah terbaca dan memiliki ciri khas yang akan membedakan UIN Mataram dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Paradigma keilmuan yang memiliki prospek sebagai alternatif pengembangan akademik keilmuan Islam di Indonesia, Dunia Islam dan juga dalam kancah global.

Berbagai iktiar akademik untuk membumikan Horizon ilmu ini terus dilakukan, mulai dari seminar nasional, diskusi, roundtable discussion sampai penerbitan karya akademik sebagaimana buku ini. Buku ini merupakan penyempurnaan dari buku Horizon ilmu yang terbit sebelumnya dengan judul: Horizon Ilmu: Merajut paradigma Keilmuan Berbasis Internalisasi-Integrasi-Interkoneksi.4

Buku Horizon Ilmu: Dasar-dasar Teologis, Filosofis, dan Model Implimentasinya dalam Kurikulum dan Tradisi Ilmiah UIN Mataram ini

4 Lihat H. M. Taufik (ed.), Horizon Ilmu: Merajut paradigma Keilmuan

Berbasis Internalisasi-Integrasi-Interkoneksi (Mataram: Leppim, 2013). Dalam rapat kerja pimpinan tgl 16 Januari 2018 yang lalu disepakati oleh Tim Komisi A, karena substansi dalam buku Horizon Ilmu pertama masih relevan, maka perlu dicetak ulang dengan kombinasi karya-karya terbaru dari sivitas akademika UIN Mataram.

Page 11: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

x

pada awalnya diorientasikan sebagai acuan dan rancang bangun Model Paradigma Keilmuan UIN Mataram yang khas, dan mudah diimplimentasikan ke dalam kurikulum, sistem managemen dan juga tradisi Ilmiah dan penelitian. Karena buku ini memuat konsep baru tentang paradigma keilmuan "integrasi-interkoneksi-internalisasi" maka dipandang sangat penting untuk disebarluaskan sehingga konsep tersebut dapat dipahami oleh sivitas akademika dan masyarakat pada umumnya. Paradigma horizon ilmu yang dijabarkan dalam buku ini terdiri atas beberapa bagian yang saling berdialog dan berdialektika dari bagian pertama sampai yang terakhir. Bagian pertama karya ini berisi desain umum integrasi-interkoneksi agama dan ilmu atau sains. Bagian-bagian selanjutnya memuat desain model pengembangan, strategi implementasi horizon ilmu yang terintegrasi di berbagai bidang keilmuan seperti syariah, tarbiyah, dakwah, ekonomi maupun di dalam studi agama. Buku ini ditutup di bagian lima dengan tawaran implementatif integrasi sains dan agama dalam spektrum Horizon ilmu ala Mazhab UIN Mataram.

Sains dan agama memang memiliki perbedaan metodologis dan perbedaan klaim sehingga ungkapan formula serta karakter yang muncul juga berbeda. Pesan agama cenderung mengajak orang untuik return, yaitu menengok dan kembali ke belakang kepada Tuhan, sementara sains cenderung research yaitu melangkah ke depan dan menatap alam sebagai yang berada di depan dan selalu mengajak untuk difahami. Oleh karena itu, ketika sains dilihat dan diyakini sebagai ideologi kartena sebagian masyarakat merasa cukup menyelesaikan problem kehidupan melalui jasa sains, maka pada saat itu sains telah berdiri sejajar sebagai rival agama.. Akan tetapi jika sains dipandang sebagai fasilitator teknis dan metode penafsiran terhadap alam raya, masa sains dapat diposisikan sebagai salah satu medium dan ekspresi agama.

Integrasi sains dan agama dapat dilakukan dengan mengambil inti filosofis ilmu-ilmu keagamaan fundamental Islam sebagaui paradigma sains masa depan. Inti fiosofis itu adalah adanya hierarki epistemologis, aksiologis, kosmologis, dan teologis yang berkesesuaian dengan hierarki integralisme: materi, energi, informasi, nilai-nilai dan sumber. Proses integrasi ini dapat dianggap sebagai bagian dari proses Islamisasi peradaban masa depan. Dengan demikian, jika dapat melakukan hal ini, ia dapat menjadi simpul dalam jala-jala kebangkitan peradaban Islam di masa depan, menerima kembali sains sebagai si anak hilang untuk dikembangkan ke arah islami yang lebih konstruktif, produktif dan harmonis bersaing dengan universitas-universitas umum untuk menjadi center of exellence.

Pendidikan modern memang mengembangkan disiplin ilmu dengan spesialisasi secara ketat, sehingga keterpaduan diantara ilmu yang satu dengan yang lainnya menjadi hilang, dan melahirkan dikotomi kelompok ilmu-ilmu agama di satu pihak dan kelompok sains di pihak yang lain. Dikotomi itu berimplikasi pada terbentuknya perbedaan sikap di kalangan umat Islam secara tajam terhadap kedua kelompok ilmu tersebut. Ilmu-ilmu agama disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu Allah SWT yang bersifat sakral dan wajib untuk

Page 12: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

xi

dipelajari. Sebaliknya, kelompok ilmu-ilmu sains (kealaman dan sosial) disikapi dan diperlakukan sebagai ilmu manusia yang bersifat profan dan tidak wajib untuk dipelajari. Akibatnya, terjadi reduksi ilmu agama dan dalam waktu yang sama juga terjadi pendangkalan ilmu pengetahuan. Situasi seperti ini membawa dampak pada ilmu-ilmu agama menjadi tidak menarik karena terlepas dari kehidupan nyata, sementara sains berkembangan tanpa sentuhan etika dan spiritualitas agama, sehingga disamping kehilangan makna juga bersifat destruktif.

PTAI harus mengembangkan pendidikan yang berperspektif Qur’ani, yakni pendidikan yang utuh menyentuh seluruh domain yang disebut Allah SWT dalam kitab suci tersebut secara sistemik yang dikembangkan melalui konsep iman, ilmu dan amal dalam satu tarikan nafas dengan rajutan atau anyaman yang terhubungkan antara yang satu dan lainnya secara integratif.

Ala kulli hal, Seluruh ikhtiar pewujudan horizon keilmuan di lingkungan UIN Mataram, harus didasarkan pada6 (enam) landasan pengembangan, yakni landasan teologis, filosofis, kultural, sosiologis, psikologis, dan yuridis sebagaimana spirit yang ada dalam buku ini. Setiap pengembangan keilmuan niscaya memancang al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai rujukan. Al-Qur’an memang bukan buku ilmu pengetahuan, melainkan sebagai petunjuk bagi manusia.Namun, sebagai petunjuk,ia berbicara tentang banyak hal, termasuk tentang ilmu pengetahuan itu sendiri.5 Pengembangan tersebut dilakukan secara komprehensif, menyentuh seluruh domain yang diisyaratkan al-Qur’an dan al-Sunnah. Prosesnya dijalankan melalui pengintegrasian, penginterkoneksian dan penginternalisasian antara hadlarah al-nash, hadlarah al-‘ilm, danhadlarah al-falsafah dalam satu tarikan nafas.6 Semoga.

Mataram, 4 Desember 2017

5Dalam kaitan ini, al-‛Adhîm menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab

yang sangat komprehensif yang mencakup persoalan filsafat, penalaran ilmiah, dan problem sosial dengan kemampuannya mengkombinasikan urusan dunia dan akhirat; mengkaitkan ritus dengan perbuatankonkret serta menghubungkan realisme dan idealisme.Islam mempersiapkan penganutnya mampu hidup di bumi dan berkomunikasi dengan yang ada di langit. Lihat ‘Alî ‘Abd al-’Adhîm, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu, terj. Khalilullah Ahnas Masjkur Hakim (Bandung: Rosda Karya, 1989), 75-6. Lihat Naskah Akademik Horizon Ilmu....,

6Tentang ketiga dimensi hadlarah tersebut lihat pemeriannya dalam Abd. Ranchman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigm Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 24-33.

Page 13: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

xii

Daftar Isi

Pengantar Editor _ v Daftar Isi _ xii Bagian 1 DESAIN UMUM INTEGRASI-INTERKONEKSI AGAMA DAN ILMU Merajut Paradigma Keilmuan Berbasis Internalisasi-Integrasi dan Interkoneksi -- H. M. Taufik ~ 2 Horizon Ilmu: Pembacaan Ulang Konsep Desain Keilmuan UIN Mataram -- Firdaus ~ 18 Intergration of Knowledge: A Philosophical Approach -- Mulyadhi Kartanegara ~ 26

Mempertautkan ‘Ulūm al-Dīn, al-Fikr al-Islāmī, dan Dirāsāt Islāmiyyah: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global -- M. Amin Abdullah ~ 37 Model Interkoneksitas dan Pengintegrasian Filsafat Islam dan Filsafat Ilmu: Dalam Pemikiran dan Metode Ilmiah -- H . Mutawali ~ 66 Konsep Manusia dalam Perspektif Sosiologis -- Baharudin ~ 94 Citra Manusia dalam Perspektif Sosio-Psikologis -- Musari ~ 105 Memahami Manusia dan Penyempurnaan Dirinya: Analisis Interkoneksitas Teologis dan Psiko-Filosofis -- M. Taufik ~ 113 Bagian 2 DESAIN MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN TARBIYAH, SAINS, DAN SOSIO-HUMANIORA

Rekonstruksi Model Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam Melalui Islamization of Knowledge Berbasis Tauhid -- Abdul Quddus ~ 137

Page 14: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

xiii

Konsep Dasar Desain Keilmuan Tarbiyah: Telaah Perspektif Ontologis -- Syamsul Arifin ~ 162 Kajian Pendidikan: Mengulas Seputar Integrasi Keilmuan -- M. Sobry ~ 169 Domain Keilmuan Tarbiyah: Studi Epistemologis dalam Perspektif Keilmuan Islam Modern -- Fathurrahman Muhtar ~ 178 Domain Keilmuan Tarbiyah: Studi Epistemologi Perspektif Sains Islami -- Lalu Supriadi ~ 198 Esensi Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam -- Syukri ~ 205 Substansi Pendidikan Karakter dalam Islam: Telaah Essensi Pendidikan Karakter Islami di Usia Dini -- Warni Djuwita ~ 215 Saintek dalam Perspektif al-Qur’an -- Suhirman ~ 230 Bagian 3 MODEL DESAIN PENGEMBANGAN KEILMUAN SYARI`AH, HUKUM, POLITIK, DAN EKONOMI

Bangunan Baru Epistemologi Keilmuan Hukum Islam dalam Merespon Globalisasi -- M. Amin Abdullah ~ 253 Menyegarkan Kembali Kajian Hukum Islam: Reintegrasi-Interkoneksi antara Hukum Islam dan Sains -- Miftahul Huda ~ 289 Paradigma Fikih Keluarga Islam Kontemporer: Mencari Arah Baru Studi Hukum Islam -- Masnun Tahir ~ 304 Epistemologi Ekonomi Islam: Upaya Reposisi Keilmuan Ekonomi Islam dalam Khazanah Ilmu Filsafat -- Muslihun Muslim ~ 326

Page 15: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

xiv

Menuju Paradigma Baru Ekonomi Islam -- Abdul Haris ~ 352 Politik Islam dalam Konteks Kekinian -- Muhammad Taufiq ~ 370 Tradisi Keilmuan Falak dalam Islam -- Muhammad Said Ghazali ~ 384 Bagian 4 KERANGKA DESAIN PENGEMBANGAN KEILMUAN DAKWAH, KOMUNIKASI, DAN INFORMASI

Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an dan Hadith -- Subhan Abdullah ~ 398 Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi: Desain Integrasi-Interkoneksi -- Kadri ~ 413 Dakwah, Komunikasi, dan Pengembangan Masyarakat: Telaah Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi -- Lalu Ahmad Zaenuri ~ 433 Dakwah, Komunikasi, dan Konseling Masyarakat: Integrasi dan Interkoneksi -- Faizah ~ 449 Jurnalistik, Informasi, dan Dakwah Islam: Integrasi Interkoneksi Keilmuan Model Korektif, Komplementatif, dan Komparatif -- Fahrurrozi ~ 468 Menuju Paradigma Keilmuan Dakwah Berspirit Inklusif-Transformatif -- Fawaizul Umam ~ 494 Bagian 5 IMPLEMENTASI HORIZON ILMU DALAM KURIKULUM DAN TRADI SI ILMIAH UIN MATARAM Landasan, Ranah, dan Model Integrasi-Interkoneksi Ilmu -- M. Amin Abdullah ~ 505

Page 16: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

xv

Potensi Kreatif Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan Ikhtiarnya Dalam Pengembangan Iptek di Indonesia (Refleksi Kesiapan IAIN Mataram Road To UIN) -- Abdul Fattah ~ 512 Studi Komparasi Implementasi Manajemen Konvensional dengan Manajemen Strategik di Lembaga Perguruan Tinggi -- Ahyar ~ 532 Internalisasi Nilai New Public Management Menuju Keunggulan Tata Kelola UIN Mataram -- Winengan ~ 554 Membangun Pemahaman Filsafat Pendidikan Karakter Secara Holistik-Integratif -- Abdul Malik ~ 571 Ar-Rahman-Ar-Rahim Nilai Azazi dalam Membangun Karakter Anak dan Ketahanan Keluarga -- Warni Djuwita ~ 591 Paradigma Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Kebangsaan dan Ekonomi Ummat (Suatu Gagasan Epistemologis Berbasis Kurikulum KKNI Di Uin Mataram) -- Ahmad Sulhan ~ 608 Implementasi Horizon Ilmu dalam Metodologi Pembelajaran di UIN Mataram -- Syukri ~ 628 Implementasi Horizon Ilmu Dalam Pembelajaran Sains -- Adi Fadli ~ 643

Pendidikan Transformatif-Inovatif: Upaya Merespon Tantangan Pendidikan Islam di Era Milenium -- H. Nashuddin ~ 666 Kolaborasi Studi Agama dan Studi Perdamaian untuk Memperkuat Harmoni Sosial -- Suprapto ~ 680 Maqashid Al-Syari’ah: Logika Hukum Transformatif -- H. Mutawali ~ 696

Page 17: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

PARADIGMA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN KEBANGSAAN DAN

EKONOMI UMMAT (Suatu Gagasan Epistemologis Berbasis Kurikulum KKNI

di UIN Mataram)

Dr. Ahmad Sulhan, M.Pd.I.

A. Pendahuluan

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 3). “Pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat” merupakan salah satu esensi utama Agama dan Pendidikan Agama sebagai satu-satunya media yang sempurna untuk pembudayaan itu. Pendidikan Agama termasuk Pendidikan Agama Islam di UIN Mataram sesungguhnya memiliki landasan filosofi-ideologis dan konstitusional yang sangat kuat.

Pada pembukaan (Preambule) UUD Negara RI Tahun 1945 antara lain dinyatakan “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur Negara RI yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selanjutnya dalam pasal 28E (1) dinukilkan “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran; (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan”. Tertera juga pada Pasal 28J (2) “Dalam menjalankan hak dan kebebesannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama.”

Semua yang tercantum dalam Preambule dan Pasal 28E/J tersebut dikuatkan dalam Bab XI Agama Pasal 29 “(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Terkait dengan Pendidikan dan

~ 608 ~~ 608 ~

Page 18: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

Kebudayaan sangat ditekankan komitmen konstitusionalnya dalam Bab XIII Pasal 31 antara lain butir (3) “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

Dengan merujuk kepada tingginya peran agama bagi aura kehidupan hingga arah dan fungsi pendidikan rakyat Indonesia, maka pendidikan agama sangat strategis khususnya Pendidikan Agama Islam di UIN Mataram mengingat Jurusan umum yang secara kuantitas jumlahnya demikian besar dengan mahasiswa yang mayoritas Muslim. Melalui pendidikan Agama, fungsi pendidikan sebagai sarana transformasi pengetahuan mengenai aspek keagamaan dapat terpenuhi (dalam ranah kognitif) dan pendidikan agama yang berfungsi sebagai sarana transformasi norma serta nilai moral bisa membentuk sikap (dalam ranah afektif) yang berperan dalam mengendalikan perilaku (dalam ranah psikomotorik) sehingga berwujud kepribadian manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan Agama Islam pada UIN Mataram memiliki kontribusi positif yang cukup efektif bagi pembentukan watak dan karakter bangsa yang bermartabat sejalan dengan tujuan pendidikan nasional (UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3) yang menyatakan “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Berikutnya Pasal 12 Ayat (1) dinyatakan bahwa “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.

Dari landasan konstitusional di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan agama, khususnya agama Islam, di UIN Mataram cukup menempati posisi strategis dalam mendukung pembangunan nasional, khususnya terhadap aspek pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Pada tataran yang lebih substansial, pendidikan Islam di UIN Mataram juga diharapkan dapat menjadi sarana pendidikan keimanan, ketaqwaan yang tercermin dalam ketaatan beribadah serta karakter mahasiswanya, sekaligus sebagai salah satu elemen penting pendorong terciptanya prinsip-prinsip toleransi, inklusifisme, dialog antar agama, serta pendidikan berwawasan multikultural.

Namun betapapun idealnya tujuan di atas, kenyataan yang terjadi di masyarakat Indonesia justru menunjukkan bahwa selama ini pendidikan Agama Islam di UIN Mataram masih belum memperlihatkan hasil yang memuaskan dalam pencapaian pelbagai tujuan tersebut baik pada mahasiswa yang masih berada pada umur interval proses pembalajaran maupun setelah

~ 609 ~~ 609 ~

Page 19: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

menjadi alumni dan berkiprah di lapangan kerja dan komunitasnya. Hal ini dapat diindikasikan dari semakin maraknya konflik antar agama, gejala fundamentalisme dan radikalisme yang kian menguat, disorientasi moral religius di masyarakat, serta konflik sosial yang melibatkan berbagai elemen agama dalam menyikapi realitas yang ada. Faktor lain yang mengakibatkan belum maksimalnya pendidikan Islam di kampus dalam mencapai tujuannya adalah belum adanya perencanaan kebijakan secara komprehensif yang dibutuhkan bagi pelaksanaan kebijakan pengembangan pendidikan Islam di UIN Mataram.

Adapun kebijakan yang selama ini dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI seakan belum mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pendidikan agama di UIN Mataram dalam tataran yang lebih esensil dan substantif. Karena selama ini, kebijakan yang ada seakan hanya ditujukan untuk merespon persoalan pendidikan agama di UIN Mataram hanya pada tataran permukaan saja. Tentu saja hal ini dapat dilihat sebagai peluang sekaligus sebagai tantangan bagi Kementerian Agama RI, khususnya Direktorat Pendidikan Agama Islam di UIN Mataram, untuk segera merumuskan kerangka kebijakan pengembangan Pendidikan Agama Islam di UIN Mataram dalam rencana strategis pengembangan pendidikan agama Islam pada jurusan umum. Tentu saja dalam penyusunan renstra ini, Kementerian Agama RI juga harus mempertimbangkan berbagai keadaan dan tantangan yang dihadapinya, agar kemudian pendidikan Islam di UIN Mataram diharapkan bukan saja dapat merespon berbagai tantangan yang berkembang dewasa ini, namun juga dapat mengantisipasi kemungkinan bagi adanya peluang dan tantangan baru di masa depan.

Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dilandasi oleh keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia. Semangat perjuangan inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Selain itu nilai-nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Rasa kebangsaan sepertinya menjadi sesuatu yang sangat penting untuk kembali memperbaiki dan mencintai tanah air Indonesia Raya ini. Pasalnya belakangan ini masyarakat Indonesia dapat dikatakan mengalami kemerosotan moral. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemerosotan tersebut, diantaranya adalah dampak dari modernisasi yang kemudian berimbas pada mudahnya kebudayaan asing masuk kedalam negeri ini. Mencintai negeri ini dapat ditumbuhkan mulai dari menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada anak-anak, remaja, atau pemuda dengan wadah pendidikan.

Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan di dunia. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kemajuan sebuah negara. Oleh karena

~ 610 ~~ 610 ~

Page 20: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

itu, jika ingin memajukan sebuah negara terlebih dahulu harus dimulai dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang ada. Pendidikan harus menjadi prioritas utama pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah melakukan reformasi dalam bidang pendidikan.1 Dari pengertian pendidikan tersebut, pendidikan memiliki tujuan yang luhur. Keluhuran tujuan tersebut selayaknya tercermin dari potensi diri yang tergali, sikap dan tingkah laku yang bermoral dari mahasiswa selaku subyek pendidikan. Pendidikan yang ada tidak hanya melahirkan seseorang yang ahli dalam bidang tertentu akan tetapi bagaimana seseorang mampu membawa diri dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Undang-Undang yang mengatur segala yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Salah satunya adalah UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Pasal (3) Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa; “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.2 Berkaitan dengan semangat kebangsaan, UIN Mataram merupakan salah satu jurusan keagamaan yang paling bersemangat menyuarakan pentingnya rasa kebangsaan. Namun masih adanya konflik di Indonesia seperti konflik antar suku, antar agama bahkan konflik seagama hanya karena perbedaan pendapat pun masih terjadi di masyarakat Indonesia. Hal itu yang menjadi salah satu alasan kenapa penting Pendidikan Agama Islam (PAI) di UIN Mataram menumbuhkan rasa kebangsaan dan ekonomi masyarakat kepada mahasiswa melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yang mana Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran wajib yang mengajarkan tentang Dunia dan Akhirat.

Namun masih terdapat kenakalan remaja seperti merokok, membolos, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen, ataupun tidak mentaati peraturan kampus. Hal itu merupakan sifat-sifat atau perbuatan yang dapat menciderai rasa kebangsaan seorang mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di kampus. Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram merupakan Universitas Negeri di bawah naungan Kementerian Agama RI. Dalam pembinaan atau penanaman nilai rasa kebangsaan dan ekonomi ummat pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Mataram menggunakan

1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, hal. 2. 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003 Pasal

3.

~ 611 ~~ 611 ~

Page 21: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

berbagai metode, antara lain: metode pembiasaan, keteladanan, nasehat, dan metode lainnya. Metode yang digunakan bervariasi disesuaikan dengan materi. Contoh: berdoa setiap akan melakukan pekerjaan, mengucapkan salam ketika bertemu dengan dosen, kedisiplinan untuk masuk kampus tepat waktu. Dalam proses belajar mengajar, terutama di dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dosen tidak hanya sekedar menyampaikan isi atau teori pelajaran saja, melainkan menanamkan nilai-nilai dasar malalui kajian kitab-kitab salaf dan contoh-contoh aplikatif yang dapat dilaksanakan oleh para mahasiswa seperti faham Ahl Al-Sunnah wa Al-Jamā‟ah, menumbuhkan semangat akademik, bidang kemasyarakatan dan kenegaraan.

Alasan mengapa mengaitkan pengembangan pembelajaran PAI dengan menumbuhkan rasa kebangsaan dan ekonomi ummat karena dilihat dari sejarah bangsa Indonesia, masyarakat NTB juga telah memberikan kontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Rasa kebangsaan merupakan sesuatu yang penting yang harus ditanamkan kepada mahasiswa agar terlatih menjadi pribadi yang positif, disiplin, jujur, adil dan bertanggung jawab. Sedangkan kegiatan ekonomi pada dasarnya adalah kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak, baik dalam bentuk produksi, konsumsi, distribusi, maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Bagi umat Islam, kegiatan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugasnya sebagai khalifah dan beribadah kepada Allah SWT. Karena itu kegiatan tersebut harus dilandasi dan diikat oleh nilai dan prinsip yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah Rasul.

B. Pembahasan Epistemologi Pendidikan Agama Islam Berwawasan Kebangsaan dan Ekonomi Ummat 1. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam Di dalam UUSPN No. 2/1989 Pasal 39 Ayat (2) ditegaskan

bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain Pendidikan Agama. Dan Pendidikan Agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain

~ 612 ~~ 612 ~

Page 22: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional3.

PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidik agama Islam, yakni upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang4. Agama dalam kehidupan masyarakat majemuk dapat berperan sebagai faktor pemersatu, dan dapat pula berperan sebagai faktor pemecah. Dimensi-dimensi ajaran agama baik yang vertikal maupaun horizontal, semuanya harus termuat dan tercakup dalam pengertian pendidikan agama, untuk tidak hanya sekedar membentuk kualitas dan keshalehan individu semata, tetapi juga sekaligus kualitas dan keshalehan sosial, serta keshalehan terhadap alam semesta.

b. Tujuan, Ruang Lingkup dan fungsi Pendidikan Agama Islam Secara umum tujuan Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk

meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman, peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Menurut Naquib Al-Attas, tujuan pendidikan Islam harus diambil dari pandangan hidup (philosophy of life). Jika Islam adalah pandangan hidup maka tujuannya adalah membentuk manusia sempurna (insan kamil).5

Sedangkan tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam menurut GBPP kurikulum 1999 adalah agar mahasiswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh mahasiswa di kampus dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap ajaran dan nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Dan tahapan afeksi yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri mahasiswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Psikomotorik diharapkan mahasiswa dapat tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam yang telah diinternalisasikan dalam dirinya.

Adapun fungsi pendidikan Islam sebagai berikut: a) Mengembangkan pengetahuan teoritis, praktis dan fungsional bagi

mahasiswa.

3 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2001), 75. 4 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2006), 5. 5 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: LKiS, 2009), 27.

~ 613 ~~ 613 ~

Page 23: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

b) Menumbuhkembangkan kreatifitas, potensi-potensi atau fitrah peserta didik.

c) Meningkatkan kualitas akhlak dan kepribadian, atau menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan nilai Ilahi.

d) Menyiapkan tenaga kerja yang produktif. e) Membangun peradaban yang berkualitas (sesuai dengan nilai-nilai

Islam) di masa depan. f) Mewariskan nilai-nilai Ilahi dan nilai-nilai insani kepada

mahasiswa.6 c. Pentingnya Pengembangan Pendidikan Agama Islam

Istilah pengembangan dapat bermakna kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif bagaimana menjadikan pendidikan agama Islam yang hanya dua atau tiga jam pelajaran itu dapat lebih meluas dan merata pengaruhnya baik di dalam maupun di luar kampus. Secara kualitatif bagaimana menjadikan pendidikan agama Islam lebih baik, bermutu dan lebih maju sejalan dengan ide-ide dasar atau nilai-nilai Islam itu sendiri yang seharusnya selalu berada di depan dalam merespons dan mengantisipasi berbagai tantangan hidup dan kehidupan.

Perlunya pendidikan agama Islam dikembangkan menjadi budaya kampus, yaitu: 1) Pancasila sebai falsafah negara atau bangsa Indonesia

mendudukkan sila pertama “ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai core atau inti yang mewarnai dan menjiwai sila-sila berikutnya.

2) Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

3) Orang tua memiliki prerogatif untuk memilih kampus bagi anak-anaknya. Kampus yang berkualitas semakin dicari, dan yang mutunya rendah akan ditinggalkan.

4) Penyelenggaraan pendidikan di kampus (negeri atau swasta) tidak lepas dari nilai-nilai. Norma perilaku, keyakinan, maupun budaya. Apalagi kampus yang diselenggarakan oleh yayasan Islam.

5) Selama ini banyak orang mempersepsi prestasi kampus hanya dilihat dari dimensi yang tampak, bisa diukur dan

6 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut

Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 87.

~ 614 ~~ 614 ~

Page 24: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

dikuantifikasikan, terutama perolehan nilai MID/UAS dan kondisi fisik kampus.

6) Budaya kampus mempunyai dampak yang kuat terhadap prestasi kerja.7

d. Tantangan Pendidikan Agama Islam di Kampus Pada awal sains modern pernah terjadi perpecahan antara kaum

agamawan dan ilmuwan, yang ditandi dengan sikap keras kaum Eropa, metode yang dikembangkan oleh mereka adalah mengandalkan kemampuan inderawai (empiris) sehingga kajian yang bersifat non inderawi (agamis) dianggap tidak ilmiah. Di Indonesia terjadi hubungan yang sebaliknya yaitu himbauan agar ilmuwan dan agamawan saling mendukung antara satu sama lain. Keserasian antara ilmu pengetahuan dan agama dalam arti keyakinan beragama diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembangan iptek, dan sebaliknya, pengembangan iptek memperkuat keyakinan beragama. Sedangkan agamalah yang bisa menuntun manusia untuk memilih mana yang patut bisa benar dan baik untuk bisa dijalankan dan dikembangkan. Dapat diketahui bahwa tantangan pendidikan agama Islam pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi kedalam dua macam yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal dari pendidikan agama Islam.

Tantangan internal menyangkut sisi pendidikan agama sebagai progaram pendidikan baik dari segi orientasi pendidikan agama Islam yang kurang tepat, sempitnya pemahaman terhadap esensi ajaran agama Islam, perencanaan dan penyusunan materi yang kurang tepat, maupun pelaksanaan dan penyelenggaraannya pendidikan agama Islam itu sendiri yang sebagiannya masih bersikap eksklusif dan belum mampu berinteraksi dan bersinkrinisasi dengan yang lainnya. Sedangakan tantangan eksternal meliputi berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada munculnya scientific critizism terhadap penjelasan ajaran agama yang bersifat konservatif, tradisional, tekstual, era globalisasi di bidang informasi serta perubahan sosial ekonomi, serta kemajemukan masyarakat beragama yang masih belum siap untuk berbeda paham dan justru bersikap apalogis, fanatik dan absolutis.

e. Strategi Pengembangan PAI sebagai Budaya Kampus Dalam pengembangan pendidikan Islam perlu

mempertimbangkan beberapa persoalan. Dalam tata hubungan global diberlakukan prinsip interdependensi di antara negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia, tetapi komitmen politik bebas aktif mulai

7 H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia

(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), 72.

~ 615 ~~ 615 ~

Page 25: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

canggung, kesatuan dan persatuan bangsa (budaya dan sosial) mengalami keretakan-keretakan.

Oleh karena itu, pendidikan agama Islam di kampus atau di masyarakat perlu diorientasikan pada8: 1) Pengembangan SDM 2) Ke arah pendidikan agama Islam multikulturalis 3) Mempertegas misi liutammima makarimal akhlaq 4) Melakukan spiritualisasi watak kebangsaan

Selain itu, ada juga nilai-nilai yang berupa hubungan manusia

atau warga kampus dengan selamanya (habl min an-nas) dapat dimanifestasikan dengan cara mendudukkan kampus sebagai institusi sosial yang jika dilihat dari struktur hubungan antar manusianya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 hubungan,9 yaitu: a) Hubungan atasan bawahan

Perlunya kepatuhan dan loyalitas para guru dan tenaga kependidikan terhadap atasannya. Karena itu, bilamana terjadi pelanggaran terhadap aturan yang disepakati bersama, maka harus diberi tindakan yang tegas selaras dengan tingkat pelanggarannya.

b) Hubungan profesional Perlunya penciptaan hubungan yang rasional, kritis dinamis

antar sesama guru, guru dan pimpinannya dan/atau peserta didik dengan guru dan pimpinannya untuk saling berdiskusi, saling berkeinginan untuk maju serta meningkatkan kualitas sekolah. Sehingga lebih banyak berorientasi pada peningkatan kualitas akademik dan non akademik di kampusnya.

c) Hubungan sederajat atau sukarela Hubungan manusiawi antar teman sejawat, untuk saling

membantu, mendo’akan, mengingatkan dan melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan nilai-nilai yang menyangkut hubungan mereka dengan lingkungan atau alam sekitarnya dapat diwujudkan dalam bentuk membangun suasana atau iklim yang komitmen dalam menjaga dan memelihara berbagai fasilitas atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh kampus, serta menjaga dan memelihara kelestarian, kebersihan dan keindahan lingkungan hidup di kampus dan tenggung jawab dalam masalah tersebut menjadi tangung jawab seluruh warga kampus.

8 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Cet. V (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 47. 9 Tilaar, Mengindonesia, 63.

~ 616 ~~ 616 ~

Page 26: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

2. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan a. Pengertian Pendidikan

Secara sederhana dan umum, pendidikan bermakna sebagai usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.10 Menurut undang-undang pendidikan nasional, memberikan pengertian, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mahasiswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.11 Apabila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi, maka pendidikan berarti menumbuhkembangkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab.12 Pendidikan dapat juga diberi pengertian, proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak hal yang dibicarakan ketika kita membicarakan pendidikan.

Aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan antara lain: 1) Penyadaran, 2) Pencerahan, 3) Pemberdayaan, 4) Perubahan prilaku.13 Penjelasan di atas memberikan makna, pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi diri anak, sehingga dengan pendidikan tersebut diharapkan dapat menyadarkan dan mencerahkan seorang mahasiswa memiliki spritual keagamaan yang kokoh, kepribadian mantap, berakhlak mulia, keuatan batin, karakter, bertanggung jawab, intelektual, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan bangsa.

b. Pengertian Berwawasan Kebangsaan Wawasan adalah kemampuan untuk memahami dan

memandang suatu konsep tertentu dan direfleksikan dalam perilaku tertentu sesuai dengan konsep atau pokok pikiran yang terkandung di dalamnya. Sedangkan kebangsaan, merupakan tindak tanduk kesadaran dan sikap yang memandang diri sebagai

10 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Cet. IV (Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 2010), 32. 11 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Cet. III (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009), 3. 12 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Cet. V (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 7. 13 Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2010), 27.

~ 617 ~~ 617 ~

Page 27: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

suatu kelompok bangsa yang sama dengan keterikatan sosio kultural yang disepakati bersama.14 Bangsa yang dimaksud dalam hal ini adalah bangsa Indonesia. Jadi, maksud berwawasan kebangsaan adalah suatu pandangan yang mencerminkan sikap dan kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki rasa cinta tanah air, menjunjung tinggi rasa kesatuan dan persatuan, memiliki rasa kebersamaan sebagai bangsa untuk membangun bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik, di tengah persaingan dunia globalistik, tanpa harus kehilangan akar budaya yang telah kita miliki. Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya. Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan bangsa-bangsa di dunia.

Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain. Paham kebangsaan bagi bangsa Indonesia merupakan suatu paham yang menyatukan berbagai suku bangsa dan berbagai keturunan bangsa asing dalam wadah Kesatuan Negara Republik Indonesia. Dalam konsep ini berarti tinjauannya adalah formal yaitu kesatuan dalam arti kesatuan rakyat yang menjadi warga Negara Indonesia, yang disebut dengan nasionalisme Indonesia.

Oleh karena rakyat Indonesia ber-Pancasila, maka nasionalisme Indonesia disebut juga dengan nasionalisme Pancasila, yaitu paham kebangsaan yang berdasar nilai-nilai Pancasila.15 Adapun pengertian pendidikan berwawasan kebangsaan yang peneliti kutib dari Pendidikan Nasional menjelaskan, dapat ditinjau secara konsepsional dan operasional. Secara konsepsional pendidikan berwawasan kebangsaan mencakup pengertian sebagai berikut. 1) Upaya sistematis dan kontinu yang diselenggarakan oleh

lembaga perguruan pinggi peagamaan Islam untuk menyiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab dalam peranannya pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

14Benny Nainggolam, Berwawasan Kebangsaan dalam Kerangka NKRI, lihat;

http://www.wiziq.com/tutorial/41389-Wawasan-Kebangsaan-Prajab-III, diakses pada tanggal 08 Januari 2013.

15 Noor M. Bakry, Pancasila Yuridis Kenegaraan (Yogyakarta: Liberty, 1994), 173.

~ 618 ~~ 618 ~

Page 28: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

2) Upaya pengembangan, peningkatan, dan pemeliharaan pemahaman, sikap dan tingkah laku mahasiswa yang menonjolkan persaudaraan penghargaan positif, cinta damai, demokrasi dan keterbukaan yang wajar dalam berinteraksi sosial dengan sesama warga Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dengan sesama warga dunia.

3) Keseluruhan upaya pendidikan untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab melalui upaya bimbingan, pengajaran, pembiasaan, keteladanan, dan latihan sehingga dapat menjalankan peranannya pada saat sekarang dan masa yang akan datang.16

Secara operasional, pendidikan berwawasan kebangsaan adalah layanan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan untuk meningkatkan paham, rasa, dan semangat kebangsaan yang baik pada peserta didik, yang ditunjukkan dengan mengutamakan tingkah laku bersaudara, demokratis, saling menerima dan menghargai, serta saling menolong dalam berinteraksi sosial dengan sesama warga Indonesia.

Menurut Noor M. Bakry, untuk memahami kebangsaan Indonesia, secara sistemik mengacu pada sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Istilah persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh tidak terpecah belah. Persatuan berarti sifat-sifat dan keadaan yang sesuai dengan hakekat satu, yang mengandung pengertian disatukannya bermacam-macam bentuk menjadi satu kebulatan atau dengan kata lain diartikan juga usaha untuk menjadikan keseluruhan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dari dua pengertian itu dapat dikatakan persatuan adalah proses ke arah bersatu.17 Beberapa uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan pendidikan berwawasan kebangsaan sebagai sarana integrasi bangsa berarti rasa kesatuan yang tumbuh dalam hati sekelompok manusia berdasarkan cita-cita yang sama dalam satu ikatan organisasi kenegaraan Indonesia.

Persatuan Indonesia adalah proses untuk menuju terwujudnya nasionalisme Indonesia. Al-Qur'an sebagai pedoman kita, dalam hal ini juga tidak memandang setiap perbedaan-perbedaan, baik dari suku, bangsa, warna kulit. Namun, kemuliaan di sisi Allah SWT, adalah tingkat ketaqwaan seorang hamba kepada-Nya. Allah SWT berfirman: yang Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya

16 Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Pelaksanaan, 7-8. 17 Noor M. Bakry, Pancasila Yuridis, 109.

~ 619 ~~ 619 ~

Page 29: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujarat (49): 13).18

c. Tujuan Pendidikan Berwawasan Kebangsaan Adapun tujuan dari pendidikan berwawasan kebangsaan

meliputi, antara lain sebagai berikut: 1) Meningkatkan pengertian, pemahaman, dan persepsi yang tepat

tentang persatuan dan kesatuan antar sesama warga NKRI. 2) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab sebagai

penerus Bangsa Indonesia. 3) Mengembangkan kepekaan sosial, solidaritas, toleransi, dan saling

mengenal serta saling menolong antar sesama warga NKRI walaupun berbeda latar belakang.

4) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam mengelola konflik antar-pribadi dan atau antar kelompok.19

Adapun tujuan dari pendidikan berwawasan kebangsaan tidak

berbeda dari visi dan misi pendidikan nasional, yaitu menjadikan mahasiswa secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya, memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.20

Martha Tilaar menjelaskan, pendidikan seyogyanya membentuk seseorang dengan identitas nasional. Pembangunan identitas nasional bukan hanya terjadi di dalam lingkungan sistem pendidikan formal tetapi di dalam keluarga dan masyarakat. Adapun hal terpenting dalam menumbuhkan nasionalisme adalah, bahasa, budaya, dan pendidikan.21

Pendidikan berwawasan kebangsaan berorientasi terhadap; 1) Paham kebangsaan, 2) Rasa kebangsaan, 3) Semangat kebangsaaan. Paham kebangsaan merupakan refleksi dari kesadaran individu akan kebhinnekatunggalikaan masyarakat Indonesia. Refleksi kesadaran tersebut dijadikan pedoman berperilaku dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang majemuk. Refleksi kesadaran ini dilandasi oleh pemahaman yang dalam akan kondisi geografis, latar belakang sejarah, pandangan hidup, kesenian, dan bahasa Indonesia.

18 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan (Jakarta: Al-Hidayah,

2001), QS. Al-Hujarat (49): 13. 19 Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Pelaksanaan, 8-9. 20 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Cet. III (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2009), 3. 21 H.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia

(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), 25.

~ 620 ~~ 620 ~

Page 30: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

Keseluruhan landasan tersebut hendaknya menjadi fasilitas bagi mahasiswa dalam bergaul dan berinteraksi dengan sesamanya. Jadi, paham kebangsaan lebih difokuskan pada Hak Asasi Manusia yang menunjukkan pandangan atas perbedaan-perbedaan sebagai gagasan yang manusiawi, bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk menerima dengan penuh kesadaran satu bangsa.22

Pendidikan adalah bagian dari pembangunan bangsa, tentunya harus menekankan pada upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan manusia Indonesia yang utuh. Salah satu ciri manusia yang utuh atau bermutu itu adalah memiliki rasa tanggung jawab kebangsaan. Manusia yang bertanggung jawab kebangsaan dengan sendirinya berwawasan kebangsaan. Karena itu menempatkan pendidikan berwawasan kebangsaan sebagai bagian terpadu dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional merupakan suatu keniscayaan.

3. Ekonomi Ummat

a. Islamisasi Ekonomi: Antara harapan dan tantangan Perubahan besar-besaran atau biasa disebut revolusi dalam

dunia ilmu pengetahuan khususnya di Eropa Barat sejak abad ke-16 M, menyebabkan pamor dan kekuasaan institusi gereja (agama Kristen) di benua tersebut menurun drastis. Hal ini terjadi karena dogma yang dipegang dan diajarkan oleh tokoh-tokoh gereja pada abad tersebut jelasjelas bertentangan dengan fakta-fakta yang dihasilkan oleh eksperimen ilmu pengetahuan. Akibat dari kondisi tersebut telah terjadi proses sekularisasi di dunia Eropa Barat dalam semua bidang, termasuk dalam ilmu pengetahuan. Hal-hal yang berbau agama, Tuhan, nilai-nilai dan norma-norma secara drastis dikeluarkan dari struktur pemikiran para ilmuwan saat itu.23

Dari kondisi tersebut, kemudian lahirlah ilmu pengetahuan yang bersifat positivistik yang hanya menjawab pertanyaan ”What is?”, yakni hanya menjelaskan fakta-fakta secara apa adanya (empirik). Pertanyaan normatif ”What should?”, atau ”What best?” yang mempertanyakan apa yang terbaik atau yang seharusnya dilakukan, dikesampingkan. Jawaban untuk pertanyaan normatif justru diserahkan kepada setiap individu sesuai selera pribadinya masing-masing. Manusia menjadi titik sentral untuk menentukan standar baik-buruk jalan hidupnya. Inilah yang kemudian menjadi semangat renaissance di

22 Mamat Supriatna, “Studi Kebijakan tentang Pendidikan Berwawasan

Kebangsaan”, Jum'at, 11 Januari 2013, hal. 3. Lihat;http://file.upi.edu 23 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, Cet. II (Jakarta: IIIT Indonesia,

2003), h. 41-42.

~ 621 ~~ 621 ~

Page 31: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

mana manusia Eropa Barat sejak abad ke-16 tersebut membebaskan dirinya dari belenggu dan kungkungan agama dan Tuhan.24

Dan pada gilirannya produk pemikiran dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan pun mengalami nasib yang sama. Ilmu menjadi tersekularisasi dan dibebaskan dari nilai-nilai (values). Dari paradigma inilah sekularisasi dan kebebasan ilmu pengetahuan modern dibangun. Termasuk di dalamnya ilmu ekonomi konvensional, di samping sosiologi, politik dan antropologi serta ilmu-ilmu lainnya.

Oleh karena ilmu ekonomi konvensional yang mengesampingkan aspek normatif tersebut, tentunya tidak akan menjadi pilihan berpikir seorang ekonom Muslim karena ilmuwan non Muslim sendiripun sebenarnya telah banyak mengkritiknya. Sementara dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Hal ini disebabkan paradigma ilmu dalam Islam itu sendiri menegaskan bahwa sumber ilmu adalah Allah SWT sehingga ilmu yang diperoleh manusia dengan metodologi apa pun yang digunakan pada akhirnya harus bermuara kepada tujuan mencari keridhaan-Nya. Maka, dalam mendefinisikan ilmu ekonomi pun tidak terlepas dari landasan dasarnya, yaitu al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. Ilmu ekonomi merupakan warisan peradaban manusia yang bisa diibaratkan sebagai bangunan bertingkat. Setiap bangsa dalam kurun waktu telah memberikan kontribusi pada zamannya masing-masing dalam mendirikan bangunan tersebut. Karena itu, dalam upaya mengembangkan pemikiran ekonomi Islam, para ulama tidak menolak pemikiran para filosof non Muslim asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.25

Dengan menggunakan sumber-sumber dalil naqli dan aqli, mereka mengembangkan ekonomi Islam yang pengaruhnya terhadap masyarakat Eropa masih terlihat hingga saat ini. Dan pada tataran praksis, dapat kita lihat bahwa ilmu ekonomi Islam yang digagas oleh para ulama Muslim sebagaimana telah disebutkan di atas tetap menerima teori-teori dari luar Islam yang bersifat umum, selagi teori-teori tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Ada dua tawaran yang memungkinkan bagi umat Islam untuk menyikapi sistem ekonomi global yang sedang berkembang saat ini. Pertama, dengan pendekatan memadukan (integrasi); selain menolak elemen-elemen yang tidak sesuai dengan nilai, prinsip, dan kaidah hukum ekonomi Islam, juga mengambil kebaikan-kebaikan yang terdapat dalam sistem itu.26 Jika sistem ekonomi konvensional

24 Ibid., h. 56. 25 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, Cet. I

(Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), h. 4. 26 M. Arfin Hamid, “Ekonomi Klasik ke Sistem Syariah”, dalam http://www.-

fajar. co.id/news.php?newsid=12927, diakses tanggal 13 Agustus 2012.

~ 622 ~~ 622 ~

Page 32: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

diibaratkan sebagai rumah tinggal yang sudah jadi maka sebelum ditempati boleh jadi memerlukan beberapa modifikasi dan perbaikan. Isi dan perabotnya juga disesuaikan, bahkan bila perlu diganti dengan yang baru jika dilihat sudah tidak mungkin dapat digunakan, selanjutnya barulah kemudian bisa ditempati.

Dengan cara demikian, maka bisa dipastikan kehidupan dalam rumah itu paling tidak akan memberikan ketenteraman, kenyamanan, keharmonisan, bahkan keselamatan lahir dan batin bagi penggunanya. Seperti inilah, kira-kira gambaran dalam membangun ekonomi Islam melalui pendekatan integrasi ini. Kedua, adalah cara yang ditempuh dalam rangka proses Islamisasi ekonomi, yakni; dengan pendekatan menambah nilai (value addition). Baik secara konseptual (epistemologi) maupun dalam segi praktiknya, dengan jaminan bahwa sistem ekonomi Islam dapat dipastikan memberikan sesuatu yang baru, yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kehidupan.

Dalam pendekatan ini, yang harus dilakukan adalah dengan memasukkan nilai-nilai Islam yang tidak terdapat dalam sistem ekonomi konvensional, misalnya; nilai Ilahiyah, nilai khilafah, nilai kemaslahatan, nilai keseimbangan dan nilai keadilan.27 Semua nilai-nilai ini secara prinsip tidak ditemukan dalam ekonomi klasik-konvensional yang sekularistik. Nilai-nilai ekonomi Islam tersebut lebih banyak menekankan pada terciptanya hubungan yang manusiawi dalam kegiatan ekonomi, yang menempatkan manusia bukan sebagai objek yang dapat dengan mudah dieksploitasi, melainkan dalam kondisi bagaimanapun, tetap menempatkan manusia dalam kerangka nilai insaniyah, yang bermartabat.

Sebagai contoh, dalam prinsip mudharabah dan musyarakah yang dikenal dengan istilah ‘bagi hasil’ (loss and profit sharing principle). Dalam keadaan untung dan rugi harus dinikmati secara bersama-sama, tidak boleh merasakan kesenangan sendiri di atas penderitaan orang lain. Dan, inilah kemudian yang ditegaskan dalam al-Qur’an, laa tazhlimuun wa laa tuzhlamuun (tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya).28

b. Masyarakat dan Sistem Ekonomi Meskipun terdapat kesamaan munculnya kegiatan ekonomi

dalam masyarakat atau negara, yakni disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Namun karena cara manusia dalam memenuhi kebutuhan dan mendistribusikan alat kebutuhan tersebut didasari filosofi yang berbeda maka timbullah berbagai bentuk sistem dan praktik ekonomi dari banyak negara di dunia. Perbedaan ini tidak

27 Ibid., h. 34. 28 Ibid., h. 55.

~ 623 ~~ 623 ~

Page 33: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

terlepas dari pengaruh filsafat, agama, ideologi, dan kepentingan politik yang mendasari suatu negara penganut sistem tersebut.

Paul A. Samuelson (1970), sebagaimana dikutip Monzer Kahf, mendefinisikan ilmu ekonomi sebagai “kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi.”29 Dengan demikian, bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor dalam perilaku manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi.

Dalam kaitan tersebut, ilmu ekonomi merupakan suatu studi yang mempelajari cara-cara manusia mencapai kesejahteraan dan mendistribusikannya. Kesejahteraan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan harga, mencakup barang-barang dan jasa yang diproduksi dan dijual. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kemudian barang-barang dan jasa itu didistribusikan? Cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menjawab pertanyaan ini, yakni dengan menentukan sistem ekonomi yang diterapkan. Ada tiga sistem ekonomi yang kini cukup dominan di dunia saat ini: kapitalisme, sosialisme dan keturunannya, negara sejahtera yang sekular.30 Masing-masing sistem tersebut kini telah mengalami berbagai revisi penting dari versi aslinya karena berbagai problem yang dihadapi selama bertahun-tahun dan berbagai perubahan pun telah diajukan untuk mengatasinya.

Berikut ini hanya akan dikemukakan dua sistem saja yang memang banyak digunakan di beberapa negara dalam menjalankan sistem perekonomiannya:

1) Kapitalisme Paham kapitalisme berasal dari Inggris abad ke-18, kemudian menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara. Sebagai akibat dari perlawanan terhadap ajaran gereja, tumbuh aliran pemikiran liberalism di negara-negara Eropa Barat. Aliran ini kemudian merambah ke segala bidang termasuk bidang ekonomi. Dasar filosofis pemikiran ekonomi kapitalis bersumber dari tulisan Adam Smith31 dalam bukunya, An Inquiry into

29 Monzer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem

Ekonomi Islam, terj. Machnun Husein (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 2. 30 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Nur Hadi Ihsan dan

Rifqi Amar, Cet. I (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), h. 7. 31 Nama lengkapnya, John Adam Smith (5 Juni 1723-17 Juli 1790), adalah

seorang filsuf berkebangsaan Skotlandia yang menjadi pelopor ilmu ekonomi modern. Karyanya yang terkenal adalah buku An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (disingkat Wealth of Nations) adalah buku pertama yang menggambarkan sejarah perkembangan industri dan perdagangan di Eropa serta dasar-dasar perkembangan perdagangan bebas dan kapitalisme. Adam Smith adalah salah satu pelopor sistemm ekonomi Kapitalisme. Sistem ekonomi ini muncul pada

~ 624 ~~ 624 ~

Page 34: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

the Nature and Causes of the Wealth of Nations yang ditulis sekitar tahun 1776. Isi dari buku tersebut sarat dengan pemikiran-pemikiran tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi dan pada akhirnya mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup (way of life). Smith berpendapat bahwa motif manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah atas dasar dorongan kepentingan pribadi, bertindak sebagai tenaga pendorong yang membimbing manusia mengerjakan apa saja asal masyarakat sedia membayar. Motif dan prinsip sistem kapitalis adalah perolehan, persaingan dan rasionalitas. Sedangkan tujuan kegiatan ekonominya adalah perolehan menurut ukuran uang.32

2) Sosialisme Sosialisme, sebagaimana dirumuskan dalam Encyclopedia Britannica, adalah kebijakan atau teori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokrasi pusat.33 Prinsip-prinsip penting dalam sosialisme yang disosialisasikan kepada masyarakat adalah: pertama, penghapusan milik pribadi atas alat produksi. Hal ini akan digantikan menjadi milik pemerintah serta pengawasan atas industri dan pelayanan utama. Kedua, sifat dan luasnya industri dan produksi mengabdi kepada kebutuhan sosial dan bukan kepada motif laba. Ketiga, dalam kapitalisme, daya penggerak adalah laba pribadi. Halini akan digantikan oleh motif pelayanan sosial.34 Penggunaan kata sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda oleh berbagai kelompok, namun hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 dan abad ke-20, yang berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian, yang dengan sistem ekonomi, menurut mereka, dapat melayani masyarakat banyak, ketimbang hanya segelintir elite. Sosialisme sebagai gerakan ekonomi muncul sebagai perlawanan terhadap ketidakadilan yang timbul dari sistem kapitalisme. John Stuart Mill (1806-1873), menyebutkan sebutan sosialisme menunjukkan kegiatan untuk menolong orang-orang yang tidak

abad 18 di Eropa Barat dan pada abad 19 mulai terkenal disana. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/adam_smith, diakses tanggal 14 Agustus 2012.

32 Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik, terj. Potan Arif Harahap (Jakarta: PT. Intermasa, 1992), h. 311.

33 Ibid., h. 317. 34 Ibid., h. 323.

~ 625 ~~ 625 ~

Page 35: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

beruntung dan tertindas dengan sedikit tergantung dari bantuan pemerintah.35

c. Ekonomi Islam sebagai Alternatif Muhammad Abdul Mannan mendefinisikan ekonomi Islam

sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.36 Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia, dalam artian bukan sebagai individu yang terisolasi, melainkan individu sosial yang meyakini nilai-nilai hidup Islam. Sejauh mengenai masalah pokok, sebenarnya hampir tidak terlihat perbedaan apa pun antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern (konvensional).

Kendatipun ada, perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya. Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ilmu ekonomi dapat dikemukakan dengan memperhatikan penanganan masalah pilihan. Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah laku setiap individu. Mereka adakalanya memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu ekonomi Islam, kita (umat Islam) tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan kitab suci al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam atas tenaga individu. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk dalam kerangka al-Qur’an atau sunnah. Suka atau tidak suka, ilmu ekonomi Islam tidak dapat berdiri netral di antara tujuan yang berbeda-beda dari sistem ekonomi yang ada.

Kegiatan membuat dan menjual minuman beralkohol atau produk haram lainnya, misalnya, dapat merupakan aktivitas yang baik dalam sistem ekonomi modern. Namun, hal ini tidak dimungkinkan dalam ekonomi Islam. Jadi ringkasnya, dalam ilmu ekonomi Islam kita tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religiusnya. Masalah ini pada dasarnya sama baik dalam ekonomi modern maupun ekonomi Islam. Namun, perbedaan itu timbul berkenan dengan pilihan.

Ilmu ekonomi Islam pada intinya dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam dan ilmu ekonomi modern sangat dikuasai oleh kepentingan diri individu. Dan juga yang membuat ilmu ekonomi Islam benar-benar berbeda, yakni sistem pertukaran dan transfer satu arah yang terpadu memengaruhi alokasi kekurangan sumber-sumber daya dan dengan

35 http://id.wikipedia.org/wiki/sosialisme, diakses tanggal 14 Agustus 2012. 36 Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik..., h. 19.

~ 626 ~~ 626 ~

Page 36: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama

demikian, menjadikan proses pertukaran langsung sangat relevan dengan kesejahteraan menyeluruh yang berbeda hanya dari kesejahteraan ekonomi.

C. Penutup

Paradigma Pendidikan Agama Islam dalam lingkup kegiatan mendidik agama Islam, secara epistemologik yakni upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang. Agama dalam kehidupan masyarakat majemuk mengandung dimensi-dimensi ajaran agama baik yang vertikal maupaun horizontal, semuanya harus termuat dan tercakup dalam pengertian pendidikan agama, untuk tidak hanya sekedar membentuk kualitas dan keshalehan individu semata, tetapi juga sekaligus kualitas dan keshalehan sosial, serta keshalehan terhadap alam semesta sebagai berwawasan kebangsaan; yaitu suatu pandangan yang mencerminkan sikap dan kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki rasa cinta tanah air, menjunjung tinggi rasa kesatuan dan persatuan, memiliki rasa kebersamaan sebagai bangsa untuk membangun bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik, di tengah persaingan dunia globalistik, yang memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan ekonomi Islam yang intinya dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam dan ilmu ekonomi modern. Dalam konteks sosial, secara epistemologis ekonomi Islam sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia, dalam artian bukan sebagai individu yang terisolasi, melainkan individu sosial yang meyakini nilai-nilai hidup Islam. Sejauh mengenai masalah pokok, sebenarnya hampir tidak terlihat perbedaan apa pun antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern (konvensional). Namun yang membuat ilmu ekonomi Islam benar-benar berbeda, yakni sistem pertukaran dan transfer satu arah yang terpadu memengaruhi alokasi kekurangan sumber-sumber daya dan dengan demikian, menjadikan proses pertukaran langsung sangat relevan dengan kesejahteraan menyeluruh yang berbeda hanya dari kesejahteraan ekonomi.

~ 627 ~~ 627 ~

Page 37: ii - repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/91/1/91.pdfDalam beberapa periodisasi sejarah pendidikan Islam, bidang ilmu yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama