i. tinjauan pustaka a. kailan (brassica oleraceae var ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3906/3/bab...
TRANSCRIPT
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kailan (Brassica oleraceae var. acephala)
Klasifikasi tanaman kailan (Pasaribu, 2009) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Clasis : Dicotyledoneae
Ordo : Cruciferales
Familia : Cruciferaceae
Genus : Brassica
Species : Brassica oleracea var. acephala
Kailan merupakan sayuran yang berasal dari Cina. Di Indonesia kailan
merupakan jenis sayuran baru, tetapi telah menjadi kegemaran masyarakat. Kailan
dibudidayakan atau tumbuh musiman (annual) atau dwi musim (binnual) yang
berbentuk perdu (Berutu, 2009). Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang
termasuk dalam kelas Dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar
tunggang dengan cabang-cabang akar yang kokoh. Cabang akar (akar sekunder)
tumbuh dan menghasilkan akar tersier yang akan berfungsi menyerap unsur hara dari
dalam tanah (Lubis, 2010). Perakaran relatif dangkal menembus pada kedalaman
tanah 20-30 cm (Berutu, 2009).
Kailan adalah sayuran berdaun tebal, mengkilap, berwarna hijau, dengan
batang tebal. Kepala bunga berukuran kecil mirip dengan bunga pada brokoli. Kailan
sering digunakan dalam masakan cina (Hendra dan Andoko, 2014).
Kailan atau kale termasuk dalam spesies yang sama dengan kol. Bedanya
kailan tidak dapat membentuk krop seperti pada kol (Pracaya, 2005). Kailan biasanya
dipanen pada umur 50-70 hari setelah tanam, tetapi belakangan ini muncul tren baby
kailan atau kailan muda dan umumnya dipanen 30 hari sesudah biji di tanam (Hendra
dan Andoko, 2014).
Kailan cocok ditaman pada dataran medium hingga dataran tinggi untuk
daerah pegunungan dengan ketinggian 300-1.900 m diatas permukaan laut (dpl). Ciri-
ciri fisik tanaman kailan yang siap dipanen adalah tanaman belum berbunga, batang
dan daun belum terlihat menua, ukuran tanaman telah mencapai maksimal, dan
batang masih dalam keadaan lunak (Samadi, 2013).
Kailan merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai banyak
manfaat. Kailan merupakan sumber utama mineral dan vitamin yang berguna untuk
memelihara kesehatan tulang dan gigi, pembentukan sel darah merah (hemoglobin),
dan memelihara kesehatan mata. Kailan juga mengandung karotenoid sebagai
senyawa anti kanker (Samadi, 2013).
Nilai ekonomi kailan tinggi karena pemasarannya untuk kalangan menengah
ke atas, terutama banyak tersaji di resto bertaraf internasional seperti restoran Cina,
Jepang, Amerika dan Eropa, serta hotel dan restoran berbintang (Samadi, 2013). Hal
ini kebanyakan konsumen menuntut kailan yang diproduksi harus bersih dan
terbebas dari penggunaan pestisida. Salah satu terobosan sistem budidaya yang dapat
menghasilkan produk yang berkualitas tinggi yaitu teknologi budidaya kailan
menggunakan memanfaatkan limbah cair industri tahu yang diolah menjadi pupuk
cair, agar menghasilkan produk yang berkualitas dan terhindar dari penggunaan
pupuk anorganik.
B. Syarat Tumbuh Kailan
a. Iklim
Pada umumnya tanaman kailan baik ditanam di dataran tinggi dengan
ketinggian antara 1.000-3.000 m di atas permukaan laut. Kailan mampu
beradaptasi dengan baik pada dataran rendah. Tanaman kailan memerlukan
curah hujan yang berkisar antara 1000-1500 mm/tahun, keadaan curah hujan ini
berhubungan erat dengan ketersediaan air bagi tanaman. Kailan termasuk jenis
sayuran yang toleran terhadap kekeringan atau ketersediaan air yang terbatas.
Curah hujan terlalu banyak dapat menurunkan kualitas sayur, karena kerusakan
daun yang diakibatkan oleh hujan deras (Sunarjono, 2004).
Kailan merupakan tanaman kubis-kubisan yang paling tahan dan jika
diaklimatisasi secara tepat, dapat beradaptasi pada suhu -10°C bahkan lebih
rendah, oleh karena itu tanaman ini sering ditanam pada musim dingin (Berutu,
2009).
Sebagian besar tanaman kubis-kubisan, suhu pertumbuhan optimum
adalah antara 15°C dan 20°C dan kualitas produk terbaik tercapai ketika tanaman
matang selama suhu dingin hingga sedang. Suhu di atas 30°C umumnya
menekan pertumbuhan, dan suhu 25°C sudah membatasi pertumbuhan. Pada
suhu 10°C pertumbuhan tanaman berlangsung lambat. Tanaman muda lebih
toleren terhadap suhu rendah dibanding tanaman dewasa (Rubatzky, 1998).
b. Tanah
Jenis tanah yang baik untuk budidaya kubis-kubisan adalah jenis tanah
Regosol, tanah Aluvial, tanah Latosol, tanah Mediterian, maupun tanah Andosol.
Kailan juga menghendaki keadaan tanah yang gembur dan subur dengan pH 5,5-
6,5 (Berutu, 2009). Kailan dapat tumbuh serta beradaptasi pada hampir semua
jenis tanah, baik pada tanah lempung berpasir, gembur, berstruktur ringan atau
sedang sampai tanah berstruktur liat berat dan juga pada tanah organik seperti
tanah gambut. Kemasan pH tanah yang optimal bagi pertanaman kailan adalah
antara 6,0-6,8 (Suharyon dan Endang, 2012). Rukmana (2005) mengatakan bila
pH tanah dibawah 6,0 maka tanaman kailan hidupnya merana, bila pH tanah
diatas 7,0 akan terjadi klorosis atau daun berwarna putih kekuningan terutama
daun yang masih muda.
C. Teknik Budidaya Kailan
Teknik dalam melakukan budidaya kailan meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Persemaian/ pembibitan
Penyemaian dilakukan pada nampan plastik atau rak khusus untuk
penyemaian. Tempat semai diisi dengan tanah dan pupuk kandang atau kompos
dengan perbandingan masing-masing 1 bagian. Tabur benih secara merata
kemudian percikkan air hingga media basah selanjutnya tutup permukaan
menggunakan karung, daun pisang, atau plastik selama 2-3 hari agar terjaga
kelembabannya hingga sampai benih sudah tampak berkecambah. Jaga media
tetap lembab dengan cara memercikkan air agar tumbuh baik (Suharyon dan
Endang, 2012).
2. Penanaman
Penanaman kailan dilakukan dengan menyiram persemaian
menggunakan air hingga basah, untuk memudahkan pencabutan bibit.
Mencungkil perakaran bibit beserta tanahnya, lalu meletakkannya ke dalam
kotak-kotak atau tray plastik. Sebelum penanaman, kondisi tanah harus dalam
keadaan lembab. Jarak penanaman bibit yaitu 30 x 30 cm, sehingga dalam satu
bedeng terdapat 3 baris tanaman. Penyiraman atau pengairan dilakukan secara
rutin untuk mempercepat tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang baru
(Wahyudi, 2015).
Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 15 hari atau telah tumbuh 3
helai daun tanaman pada persemaian. Penanaman dilakukan dengan
memindahkan bibit dari persemaian ke lubang tanam yang telah ditentukan jarak
tanamnya. Lubang tanam ditugal dengan kedalaman kira-kira 2 cm dan ditanam
1 bibit perlubang tanam. Upaya peningkatan produksi tanaman kailan dapat pula
dilakukan dengan pengaturan jarak tanam. Pemilihan jarak tanam yang tepat dan
sesuai dengan kondisi kesuburan tanah turut menentukan kuantitas produksi
tanaman kailan (Dantri et al., 2015).
3. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman tergantung pada keadaan cuaca, pada udara panas
dilakukan setiap pagi dan sore hari, penyiraman dilakukan sejak awal
penanaman sampai awal panen. Pemberian air yang cukup dapat
membantu dalam menstabilkan kelembaban tanah. Kelembaban tanah
jangan kurang dari 60-70% dari kapasitas lapangan jadi sebagian besar
lahan memerlukan pengairan tambahan agar pertumbuhan dapat terjadi
secara optimal. Dalam melakukan pengairan hal yang harus diperhatikan
antara lain, jumlah air yang disiram tidak menyebabkan tanaman
tergenang, sebaiknya dilakukan per periodik yang disesuaikan dengan
fase pertumbuhan dan jenis tanaman yang ditanam, dan waktu
penyiraman paling baik dilakukan sewaktu suhu masih rendah pada
waktu awal pagi atau sore hari (Kramer 1980).
b. Penyulaman
Penyulaman dilakukan bertujuan untuk mengganti tanaman yang
mati atau pertumbuhannya kurang baik dengan tanaman yang baru.
Kematian atau kurang baiknya pertumbuhan dapat disebabkan beberapa
hal yaitu penanaman yang kurang teliti serta kegagalan adaptasi tanaman
pasca pemindahan ke lahan, kekeringan, terendam air, ataupun terserang
hama atau penyakit. Penanaman dikatakan berhasil jika jumlah sulaman
maksimal 2-3% dari seluruh bibit yang ditanam. Setelah tanaman pindah
tanam dan berumur 7 HST memeriksa kembali tanaman secara
keseluruhan, apabila ada tanaman kailan yang mati atau rusak segera
diganti dengan bibit yang baru dan umur yang sama, agar tanaman
tumbuh secara serentak dan cara penyulaman pun sama dengan
penanaman sebelumnya (Fauzi et al., 2005).
c. Penyiangan
Penyiangan tanaman adalah pengendalian gulma yang bertujuan
untuk mengurangi jumlah gulma sehingga populasinya berada dibawah
ambang ekologis. Gulma yang diprioritaskan seperti alang-alang, dan
rumput-rumputan. Penyiangan bertujuan untuk memberi ruang tumbuh
yang lebih baik bagi tanaman pokok dengan cara memberantas tanaman
pengganggu. Tanaman perlu disiangi jika 40-50% tanaman tertutup oleh
gulma atau tumbuhan liar. Penyiangan dilakukan pada waktu musim
hujan atau musim kemarau. Penyiangan dihentikan jika tanaman pokok
sudah mampu bersaing dengan tanaman liar dalam memperoleh cahaya
matahari (over-topping) (Indriyanto, 2000).
d. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk menyediakan hara pada tanaman, agar
tanaman terpenuhi dalam unsur haranya. Umumnya pemupukan diberikan
pada tanaman dalam bentuk padat maupun cair. Pemupukan dapat
dilakukan dengan diaplikasikan melalui tanah kemudian diserap oleh akar
tanaman. Namun aplikasi pemupukan dapat juga diberikan ke tanaman
melalui permukaan tanaman, terutamanya yaitu daun. Pemupukan
sebaiknya dilakukan dengan pupuk organik. Jika diperlukan pupuk kimia
disarankan dilakukan dengan cara dikocor sebanyak 3,5 gram per liter air,
kocorkan larutan pupuk sebanyak 250 cc per tanaman. Pemupukan pada
tanaman kailan sesuai dengan pupuk kimia (Urea: 200 kg/ha,Sp-36: 150
kg/ha dan KCl: 150 kg/ha) (Suharyon dan Endang, 2012).
4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
OPT utama yang menyerang tanaman kailan adalah sejenis hama/ulat.
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan Diadegma
semiclausum sebagai parasitoid hama Plutella xylostela, penggunaan pestisida
nabati, biopestisida, dan juga pestisida kimia. Pengendalian dengan pestisida
harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara
aplikasi, interval maupun waktu aplikasinya. Pengendalian organisme
pengganggu tanaman (OPT) dilakukan secara manual atau Selain itu,
penggunaan pestisida hanya pada saat diperlukan saja misalnya ketika tanaman
kailan diserang ulat grayak (Spodoptera litura) atau terkena penyakit busuk
lunak (Erwinia carotovora). Biasanya pestisida ini disemprotkan satu hingga dua
kali saja hingga masa panen. Jenis pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan hama adalah Curacron dan Dithane M-45. Waktu penyemprotan
dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan hama, dimana penyemprotan
hanya dilakukan jika gejala serangan hama sudah cukup banyak yang dapat
dilihat dari bekas-bekas gigitan hama pada daun tanaman (Darmawan, 2009).
5. Panen dan Pascapanen
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 45-50 hari dengan cara
mencabut atau memotong pangkal batangnya. Pemanenan yang terlambat
dilakukan menyebabkan tanaman cepat berbunga.
Tanaman yang baru dipanen ditempatkan di tempat yang teduh, dan
dijaga agar tidak cepat layu dengan cara diperciki air. Kemudian dilakukan
sortasi untuk memisahkan bagian yang tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa
menggunakan wadah berupa keranjang bambu, wadah plastik atau karton yang
berlubang-lubang untuk menjaga sirkulasi udara. (Suharyon dan Endang, 2012).
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur ± 40-60 HST,
sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran
daun (Edi, 2010). Tanaman yang sudah siap dipanen apabila umurnya cukup tua,
ukuran krop atau pembentukan daunnya telah maksimal, dengan cara memotong
pada pangkal batang menggunkan pisau yang tajam, karena tanaman kailan
merupakan tanaman sayuran yang berjenis getas (mudah patah). Mencuci dan
memberisihkan tanaman yang di panen dari bekas tanah, serta mengupas daun
yang rusak dan berwarna kuning. Pemanenan yang terlambat dilakukan
menyebabkan tanaman cepat berbunga (Noprijal, 2012). Pemanenan dilakukan
dengan hati-hati agar daun tidak rusak dan batang tidak patah. Pemanenan
dilakukan dengan cara merobek polibag kemudian memisahkan tanah dari akar
tanaman.
D. Peranan Pupuk Organik Dalam Budidaya Tanaman
Pupuk organik memiliki peranan penting bagi tanah, yaitu dapat
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat
kimia, fisika, dan biologi. Penambahan pupuk organik ke dalam tanah dapat
memperbaiki struktur, tekstur, lapisan tanah sehingga memperbaiki keadaan
aerasi, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air, dan
dapat mengendalikan erosi tanah. Pupuk organik membantu memperbaiki sifat
fisik tanah, mikrobiologi tanah, dan kecukupan unsur hara tanah sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Reijntjes, 1999).
Menurut Indriani (2007) pupuk organik mempunyai beberapa sifat yang
menguntungkan antara lain memperbaiki struktur tanah liat sehingga menjadi
ringan, memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai,
menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam
tanah, memperbaiki daya ikat tanah terhadap zat hara. Pupuk organik
mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini
tergantung dari bahan pembuat pupuk organik), pupuk organik juga membantu
proses pelapukan bahan mineral, seperti memberi ketersediaan bahan makanan
bagi mikroba, menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan, dan
menetralkan pH tanah.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan organik atau
makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik tersebut akan mengalami
pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari
semula. Pupuk organik cair adalah pupuk yang berasal dari bahan organik yang
bentuknya cair/larutan yang mudah larut berisi satu atau lebih unsur yang
dibutuhkan tanaman. Kelebihan dari penggunaan pupuk cair adalah dapat
memberikan hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Selain itu pemberiannya
dapat lebih merata dan kepekatannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
tanaman (Parnata, 2004). Salah satunya dalam pembuatan pupuk organik cair
dapat digunakan limbah organik dengan memanfaatkan limbah cair industri tahu
sebagai bahan dalam pembuatan pupuk organik cair dalam pemenuhan unsur
hara pada tanaman. Disamping itu pupuk organik cair lebih mudah untuk diserap
oleh tanaman dibandingkan pupuk anorganik (Hadisuwito, 2007). Dengan
pemanfaatan limbah cair industri tahu, diharapkan dapat dijadikan pupuk organik
yang dapat meningkatkan unsur hara pada tanaman. Disamping itu bahan yang
digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair ini mudah didapat serta relatih
murah, sehingga untuk kalangan petani dapat memanfaatkan limbah cair industri
tahu sebagai pupuk organik cair dan kalangan petani dapat membuatnya dengan
biaya yang murah.
E. Karakteristik Limbah Cair Tahu
Karakteristik limbah cair tahu meliputi 2 hal yaitu karakteristik fisika
dan kimia.
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisik yang penting adalah kandungan padatan total (total
solid, suhu, warna, dan bau. Padatan total terdiri dari padatan larutan, terendam,
terapung, bersuspensi dan koloid. Suhu limbah cair tahu berkisar antara 40-60o C.
Limbah cair tahu berwarna keruh keputih-putihan dan berbau busuk.
2. Karakteristik Kimia
Limbah cair tahu mengandung bahan organik berupa protein,
karbohidrat, lemak, dan minyak. Protein dan minyak merupakan kandungan
terbesar diantara bahan organik diatas. Limbah cair tahu cenderung bersifat asam
(Sugiharto, 2005).
Menurut Bahri (2006), limbah cair yang dihasilkan industri tahu banyak
mengandung senyawa organik, dan sedikit senyawa anorganik. Senyawa organik
apabila berada pada konsentrasi tinggi akan menimbulkan pencemaran pada
lingkungan perairan. Air limbah dari industri tahu memerlukan pengolahan
sebelum dibuang ke badan air. Kandungan fosfor, nitrogen dan sulfur serta unsur
hara lainnya dengan konsentrasi tinggi di dalam air akan mempercepat
pertumbuhan tumbuhan air. Kondisi demikian lambat laun akan menyebabkan
kematian biota dalam air.
Gambar 1. Diagram proses pembuatan tahu
Sumber : Imansari (2016)
Limbah
Limbah
Limbah
kedelai
Air
pencucian
perendaman
Air
Air
pemasakan Air
pengepresan
Tahu
penggilingan
penyaringan
Penggumpalan
F. Limbah Cair Tahu
Tahu adalah endapan protein dari sari kedelai yang menggunakan bahan
penggumpal (Fitriyah, 2011). Penggumpalan tahu dilakukan dengan penambahan
cairan garam kalsium, misalnya kalsium sulfat (CaSO4) dan asam asetat
(CH3 COOH) (Indahwati, 2008). Limbah cair tahu berasal dari proses pencucian dan
perendaman kedelai, serta dari proses pengepresan dan pencetakan tahu. Selain itu
juga dari sisa larutan proses pencucian peralatan (Fadilla, 2010).
Industri tahu merupakan salah satu industri pengolah berbahan baku kedelai
yang penting di Indonesia. Tahu merupakan makanan yang sangat dikenal dan
dinikmati oleh banyak masyarakat Indonesia. Keberadaan industri tahu, hampir tidak
dapat dipisahkan dengan adanya suatu pemukiman (Pusteklin, 2002). Industri tahu
umumnya dikerjakan secara tradisional dan dimiliki oleh pengusaha kecil dan
menengah. Di samping keberadaannya yang sangat penting, industri tahu juga
mempunyai dampak yang cukup penting terhadap lingkungan terutama
masalah limbahnya (Suprapti, 2005).
Kegiatan industri termasuk industri tahu selalu menghasilkan limbah yang
apabila tidak ditangani secara tepat akan menyebabkan pencemaran terhadap
lingkungan, namun jika dikelola dengan baik akan menguntungkan. Oleh karena itu,
pengusaha industri tahu harus menyadari dampak negatif akibat kegiatan usahanya.
Bau busuk dari degradasi sisa-sisa protein menjadi amoniak, dapat menyebar ke
seluruh penjuru hingga mencapai radius beberapa kilometer, air limbah yang meresap
ke dalam tanah dapat mencemari sumur-sumur di sekitarnya, dan air limbah yang
dibuang ke selokan secara langsung dapat mencemari sungai, saluran irigasi maupun
air untuk keperluan yang lain (Purnama, 2007).
Industri tahu menghasilkan limbah padat (kering dan basah) dan limbah cair.
Limbah padat kering industri tahu umumnya berupa kotoran yang tercampur dengan
kedelai, misalnya: kerikil, kulit dan batang kedelai, serta kedelai yang rusak/busuk,
dan kulit ari kedelai yang berasal dari pengupasan kering. Limbah padat basah dari
proses pembuatan tahu berupa ampas yang masih mengandung gizi. Dalam keadaan
baru ampas tahu ini tidak berbau, namun setelah kurang lebih 12 jam akan timbul bau
busuk secara berangsur-angsur yang sangat mengganggu lingkungan. Namun, limbah
ini dapat digunakan untuk makanan ternak, makanan ikan, untuk membuat tempe
gembus. Sementara limbah cair yang dihasilkan dari usaha pembuatan tahu dapat
mencapai sepuluh kali volume kedelai yang diproses. Sebagaimana halnya ampas
kedelai, dalam kondisi baru limbah cair ini tidak menimbulkan bau, dan baru berbau
setelah 12 jam. Namun, limbah cair ini masih dapat digunakan untuk bahan
pembuatan nata de soya, dan sebagai pupuk organik (Purnama 2007). Di Kelurahan
Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten kulon progo terdapat lebih dari 35 unit
industri pembuatan tahu, sehingga pengelolaan limbah dari proses pembuatan tahu ini
perlu penangan serius supaya dampak negatifnya dapat ditekan dan tidak
mengganggu lingkungan. Limbah padat dari proses pembuatan tahu ini antara lain
digunakan untuk membuat tempe gembus, pakan ternak, pakan ikan. Sedangkan
limbah cair dari proses pembuatan tahu pada umumnya oleh industri tahu tidak
dimanfaatan dengan baik, hanya dialirkan di sungai yang terletak di kelurahan
tuksono. Sebagian limbah padat yang masih tersisa dibuang ke lingkungan secara
langsung, demikian pula sebagian limbah cair dibuang begitu saja ke saluran air di
sekitarnya (BPS, 2006; Kabupaten Kulon Progo, 2007).
Limbah tahu diketahui mengandung BOD (Biological Oxygen Demand)
sebesar 5000-10.000 mg/l dan COD (Chemical Oxygen Demand) 7000-12.000 mg/l
serta tingkat kemasaman yang sangat rendah, yaitu 4-5. Suhu dari limbah tahu dapat
mencapai 40-46oC dan dapat mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen,
dan gas lainnya, juga kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan (Sugiharto,
1997).
Limbah tahu memiliki kandungan organik tinggi (Rosallina, 2008). Protein
dalam limbah cair tahu jika terurai oleh mikroba tanah akan melepaskan senyawa N
yang akhirnya akan diserap oleh akar tanaman (Asmoro dkk., 2008) sehingga limbah
tahu memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik (Rosallina, 2008).
Limbah cair tahu mengandung unsur hara N 0,27%, P2O5 228,85 ppm, K2O
0,29% dan Protein 1,68% yang merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman
(Asmoro dkk., 2008).
Hasil penelitian Novita (2009), dalam penelitiannya tentang pengaruh
frekuensi dan konsentrasi penyiraman air limbah pembuatan tahu terhadap
pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.) menunjukkan bahwa pemanfaatan
air limbah tahu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%,100% serta air sumur sebagai
control dengan frekuensi penyiraman setiap hari, 1 minggu sekali, 2 minggu sekali
penyiraman air limbah tahu dengan konsentrasi 25% menghasilkan nilai terbaik pada
semua parameter pertumbuhan sawi dengan penyiraman seminggu sekali paada umur
50 HST. Dengan bahan uji yang digunakan sawi dengan K0 : penyiraman dengan air
sumur sebagai control dan K1: penyiraman dengan air limbah tahu dengan
ditambahkan air sebagai konsentrasi.
Menurut Al Amin (2017), dalam penelitiannya tentang pemanfaatan limbah
cair tahu untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman pakcoy (Brassica rapa L.),
konsentrasi 0%, 12,5%, 25%, 37,5% dan 50% dengan penambahan EM4, gula merah,
air cucian beras, disimpulkan bahwa pemberian limbah cair tahu konsentrasi 25%-
50% merupakan konsentrasi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman pakcoy dan mampu dalam meningkatkan pertumbuhan secara nyata pada
semua parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat
segar tanaman serta berat segar tanaman layak konsumsi.
Menurut Imansari (2016), dalam penelitiannya tentang uji efektivitas
pemberian pupuk organik limbah tahu cair terhadap pertumbuhan dan hasil pakcoy
dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% diperoleh bahwa penggunaan pupuk limbah tahu
cair dengan konsentrasi 15% sudah mampu menggantikan pupuk anorganik selain itu
konsentrasi 15% dan 20% dapat dijadikan alternatif pengganti pupuk kimia
rekomendasi dalam budidaya pakcoy. Dengan bahan uji yang digunakan pakcoy.
Bahan dalam pembuatan pupuk organik cair yaitu air limbah tahu 14 liter, air kelapa
6 liter, temu lawak 0,8 kg, sereh 0,2 kg, EM4 0,4 liter. Selanjutnya dilakuan
fermentasi selama 2 minggu. Namun interaksi pada limbah cair tahu tidak
memberikan pengaruh pada semua parameter pertumbuhan pada tanaman pakcoy.
Menurut Asmoro dkk., (2008), tentang pemanfaatan limbah cair tahu untuk
tanaman petsai dengan konsentrasi 10%, 20%, 30% menunjukkan bahwa konsentrasi
20% mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman petsai dibanding konsentrasi 30%.
Dalam penelitiannya, tentang Pemanfaatan Limbah Cair Tahu untuk Peningkatan
Hasil Tanaman Petsai (Brassica chinensis), disimpulkan bahwa pemberian limbah
cair tahu 20% dari 1 kg tanah, dapat meningkatkan hasil tanaman petsai (Brassica
chinensis) yaitu terjadi peningkatan hasil petsai sebesar tiga kali lipat. limbah tahu
padat atau cair dari berat tanah, selanjutnya dimasukkan ke dalam pot percobaan yang
sudah diberi tanda. Agar terjadi proses penguraian, pengikatan dan pembebasan zat
atau unsur hara selama berlangsung proses pembentukan kompos, potpot yang berisi
tanah dan limbah tahu tersebut didiamkan selama 1-2 minggu.
Menurut Ngaisah (2014), tentang pengaruh kombinasi limbah cair tahu dan
kompos sampah organik rumah tangga pada pertumbuhan dan hasil panen kailan
(Brassica oleraceae Var. Acephala) dengan perlakuan limbah cair tahu sebanyak 500
ml/ 5kg tanah dapat meningkatkan pada tinggi tanaman, luas daun, hasil panen pada
tanaman kailan. Pada perlakuan kompos sampah organik rumah tangga 675
gr/tanaman meningkatkan pada tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, hasil panen
dan memberikan hasil terbaik. Dengan mengkombinasikan limbah cair tahu dengan
kompos sampah rumah tangga, namun interaksi pada limbah cair tahu dan kompos
rumah tangga tidak memberikan pengaruh pada semua parameter pertumbuhan pada
tanaman kailan.
Menurut Firmaniar (2017), tentang penelitiannya pengaruh pemberian
campuran EM4, tetes tebu dan limbah cair tahu sebagai pupuk organik cair terhadap
pertumbuan tanaman bayam merah. Dengan mengombinasikan dalam pembuatan
pupuk organic cair dengan perlakuan P1: 1liter, P2: 3lier, P3:5 liter pada setiap
perlakuan ditambahkan 100 ml EM4 dan 100 ml tetes tebu, dengan dihomogenkan
dan dilakukan fermentasi selama tujuh hari. Dilakukan aplikasi pemupukan pada
tanaman selama seminggu sekali dengan konsentrasi yang berbeda tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter pertumbuhan tinggi, jumlah daun dan berat basah pada
tanaman bayam merah.
Menurut Liandari (2017), tentang penelitiannya pengaruh bioaktivator EM4
dan aditif tetes tebu (Molasses) terhadap kandungan N,P dan K dalam pembuatan
pupuk organik cair dari limbah cair tahu. Dengan mengombinasikan dalam
pembuatan pupuk organik cair limbah cair tahu, dengan komposisi tetes tebu dan
EM4 pada sampel 1 : campuran 250 ml limbah cair tahu dengan 50 ml EM4 tanpa
tetes tebu, sampel 2 : 250 ml limbah cair tahu, 100 ml EM4,3 ml molasses, sampel 3 :
250 ml limbah cair tahu, 150 ml EM4, dan ditambah 30 ml molasses. Semua
perlakuan dilakukan fermentasi selama 14 hari. Pada penelitian tersebut disimpulkan
bahwa pada analisi kandungan N, P, K pada fermentasi limbah cair tahu pada sampel
3 dengan komposisi 250 ml limbah cair tahu, 150 ml EM4 dan 30 ml molasses,
memiliki hasil analisis kandungan N total dan K2O tertinggi di banding dengan
sampel 1 dan 2, yaitu N total sebesar 0,1540%, K2O sebesar 0,50%. Dengan adanya
penambahan aditif molasses dan EM4 dapat meningkatkan kadar unsur hara yakni
pada N-total dan K2O, namun berbanding terbalik pada kadar P2O5.
Teknologi Effective Microorganism 4 (EM4) merupakan kultur campuran
dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) terdiri
dari empat kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas
sp.), jamur fermentasi (Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.),
dan Actinomycetes. EM4 merupakan biofertilizer yang diaplikasikan sebagai inokulan
untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. EM4
mampu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan
ketersediaan nutrisi tanaman, dan menekan aktivitas mikroorganisme patogen. Selain
itu EM4 juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah, serta meningkatkan
kualitas air pada tambak udang dan ikan (Indriani, 1999).
Mikroorganisme efektif (EM) merupakan inokulum yang dapat
meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi kesuburan
tanah dan tanaman. EM bukan pupuk tetapi merupakan bahan yang dapat
mempercepat proses pembuatan pupuk organik dan meningkatkan kualitas pupuk
(Parnata, 2004).
Menurut Maman (1994), sifat-sifat dari Effective Microorganism4 (EM4)
adalah sebagai berikut:
1. Effective Microorganism4 (EM4) adalah suatu cairan berwarna coklat dengan
bau yang enak. Apabila baunya busuk atau tidak enak, berarti mikroorganisme-
mikroorganisme tersebut telah mati dan harus dicampur dengan air untuk
menghentikan tumbuhnya gulma (rumput liar).
2. Effective Microorganism4 (EM4) harus disimpan di tempat teduh dalam wadah
yang ditutup rapat.
3. Bahan-bahan organik dapat difermentasikan dalam waktu yang singkat oleh
Effective Microorganism4 (EM4).
4. Makanan-makanan untuk Effective Microorganism4 (EM4) termasuk bahan
organik, molase, rabuk hijau, kotoran hewan, dan bekatul.
5. Effective Microorganism4 (EM4) mampu bekerja secara efisien tanpa bahan
kimia.
Tebu merupakan salah satu komoditas unggulan tanaman perkebunan yang
banyak dimanfaatkan di indutri pangan (Rao et al., 2006). Tetes tebu merupakan hasil
samping industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, unsur pertumbuhan, dan
kandungan gula yang cukup tinggi. Sumber tetes tebu berasal dari tebu dan bit. Dari
kedua sumber tersebut akan didapatkan tetes tebu yang berbeda sifat dan
pengolahannya. Tetes tebu kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan
sulfur. Selain itu juga mengandung gula yang terdiri dari sukrosa 30-40%, glukosa 4-
9%, dan fruktosa 5-12% ( Hidayat et al., 2006 ). Komposisi kimiawi tetes tebu
disajikan pada Tabel 1.
Tetes tebu (molasse) adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses
pengkristalan gula pasir. Tetes tebu tidak dapat dikristalkan karena mengandung
glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Tetes tebu merupakan sumber
karbon dan nitrogen bagi ragi yang melalui proses fermentasi. Prinsip fermentasi
adalah proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang
melibatkan mikroorganisme. Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga
keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu
keberhasilan dalam proses fermentasi (Jainurti, 2016).
Tabel 1. Komposisi kimiawi tetes tebu
Unsur Kisaran (%)
Air 17-25
Sukrosa 30-40
Dektrosa (glukosa) 4-9
Laevulosa (fruktosa) 5-12
Bahan pereduksi lain 1-5
Karbohidrat lain 2-5
Abu 7-15
Unsur nitrogen 2-6
Unsur bukan nitrogen 2-8
Lilin, sterol, fosfolipid 0.1-1
Kalsium -
Fosforus -
Sumber: Hidayat et al., 2006
Tetes tebu digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk denitrifikasi,
fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik, dan diaplikasikan pada budidaya
perairan (Burford et al., 2003; Jimenez et al., 2004; Quan et al., 2005).Molasse
mengandung nutrisi yang cukup tinggi untuk kebutuhan mikroorganisme, sehingga
dapat dijadikan bahan alternatif untuk sumber energi dalam media fermentasi.
Sumber energi berguna untuk pertumbuhan sel mikroorganisme (Kusmiati et al.,
2007).