i. pendahuluan sudah tidak memungkinkan lagi untuk...
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan keras gigi yang
sudah tidak memungkinkan lagi untuk direstorasi, kerusakan jaringan pendukung
yang sudah parah, gigi nekrosis atau pulpa non-vital, adanya penyakit sistemik,
ataupun trauma. Hal tersebut merupakan masalah kesehatan yang penting bagi
masyarakat karena berhubungan dengan pengucapan yang kurang jelas, pengunyahan
yang tidak sempurna sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola makan,
peningkatan resiko penyakit sistemik dan berlanjut pada penurunan kualitas hidup.
Berdasarkan riset terhadap masyarakat Indonesia yang telah dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan RI tahun 2013, angka kerusakan gigi berdasarkan umur
sebanyak 24,8% penduduk usia 12 tahun, menurun 23,1 % pada umur 15 tahun. Pada
umur 18 tahun naik menjadi 24%, dan antara umur 35-44 tahun persentasi mencapai
angka tertinggi yaitu 30,5 %, kemudian menurun lagi 19,2% pada umur >65 tahun
tahun (Riskesdas, 2013). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1. 1. Persentase kerusakan gigi berdasarkan kelompok umur
2
Tingkat kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang dapat ditunjukkan
dengan indeks DMF-T = 4,6 yang berarti bahwa kerusakan gigi penduduk Indonesia
460 buah gigi per 100 orang. Indeks DMF-T tersebut terdiri dari D (Decay/karies) 1,6
M (Missing/dicabut) 2,9 dan F (Filling/ditambal) 0,08. Data Riskesdas tersebut
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia antara umur 35-44 tahun mengalami
persentase kerusakan gigi tertinggi yaitu mencapai 30,5%, dan tingkat kerusakan
karena dicabut mencapai angka tertinggi yaitu 2,9 dibanding kerusakan yang lain,
oleh karena itu untuk mencegah penurunan kesehatan karena kurangnya asupan
makanan akibat kesulitan pengunyahan, maka dibutuhkan pelayanan pembuatan gigi
tiruan untuk menggantikan gigi yang telah dicabut.
Menurut Zatnika (2011), riset yang dilakukan oleh Glaxo Kline (GSK),
sebanyak 14 % masyarakat Indonesia adalah pemakai gigi tiruan pada usia >15 tahun
dan 54% pemakai gigi tiruan berusia lebih dari 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
proporsi penduduk yang mengalami kehilangan gigi dan penerima perawatan gigi
tiruan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Perkembangan perawatan gigi dengan gigi tiruan dimulai sejak 1600–1667
SM yaitu dengan pembuatan gigi tiruan menggunakan gigi sapi atau gigi manusia
yang telah meninggal. Gigi tiruan tersebut dikaitkan pada gigi asli dengan bantuan
kawat dari bahan emas atau perak (Gunadi dkk.,1995). Pada tahun 1853, gigi tiruan
dibuat dengan menggunakan bahan vulkanit dan rubber. Tahun 1940 resin akrilik
mulai digunakan dalam bidang kedokteran gigi (Gladwin dan Bagby, 2008). Resin
akrilik merupakan polimer sintetik dari derivat etilin dan mengandung gugus vinil
3
yang dibentuk dengan polimerisasi monomer metil metakrilat. Sediaan di pasaran
berbentuk serbuk polimer mengandung polimetil metakrilat, inisiator bensoil
peroksida dan pigmen, dan cairan monomer mengandung metil metakrilat, stabilizer
dan crosss linking agent (Combe,1992).
Menurut Spesifikasi ADA No 12 (1975), terdapat berbagai jenis resin akrilik
berdasarkan polimerisasinya, yaitu polimerisasi panas (heat cured), polimerisasi
dingin (cold cured), polimerisasi gelombang mikro, termoplastik dan polimerisasi
sinar tampak. Resin akrilik polimerisasi panas biasa digunakan sebagai bahan basis
gigi tiruan, pembuatan anasir gigi tiruan dan sebagai bahan restorasi untuk mengganti
gigi yang rusak. Penggunaan resin akrilik sebagai basis gigi tiruan mencapai lebih
dari 98% (Power dan Sakaguchi, 2006). Bahan resin akrilik lebih sering digunakan
karena harga relatif murah, mudah dimanipulasi pembuatannya, warna dapat
menyerupai jaringan gingiva, biokompatibel, estetis baik, serta mudah dilakukan
reparasi (Combe, 1992). Resin akrilik juga memiliki kelemahan yaitu porus,
menyerap air, getas pada benturan dan abrasif (Anusavice, 2003).
Resin akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan dalam pemakaiannya selalu
berhubungan dengan saliva yang terkontaminasi mikroorganisme. Beberapa
mikroorganisme yang terdapat di dalam mulut adalah bakteri S. mutans, S.cricetus,
S.sobritus, A.israelli, A.viscosus, A.naeslundii, dan fungi Candida albicans, Candida
tropicalis, Candida krusei, Candida guillermondilli, Candida parapsilosis, Candida
glabrata (Marsh dan Martin, 1999). Candida albicans merupakan jenis Candida yang
paling banyak terdapat dalam rongga mulut yaitu sekitar 93,8% (Nolte, 1982).
4
Kelemahan sifat resin akrilik yang bersifat porus, mudah menyerap air dan
mudah tergores menyebabkan resin tersebut mudah mengabsorbsi bakteri dan fungi
serta molekul–molekul yang terdapat dalam saliva (Sakaguchi dan Powers, 2012).
Jenis bakteri dan fungi yang melekat pada basis gigi tiruan resin akrilik adalah
Candida albicans, S. oralis, S. sanguis, B. gingivalis, B. intermedius, Lactobacillus
dan S.mutans (Power & Sakaguchi, 2006 ; Budtz- Jorgensen, 2004). Gigi tiruan resin
akrilik yang mengabsorbsi saliva dapat membentuk lapisan organik tipis yang disebut
biofilm. Lapisan tersebut mengandung protein yang mampu mengikat bakteri dan
fungi yang membentuk plak pada gigi tiruan (Budtz-Jorgensen, 2004).
Pembentukan plak dapat mengawali proses terbentuknya koloni mikroba pada
gigi tiruan (McCabe dan Wallis, 2008). Akumulasi plak dapat terjadi pada mukosa di
bawah gigi tiruan yang sebagian besar tertutup oleh fitting surface plat gigi tiruan.
Hal tersebut disebabkan oleh pembersihan mukosa oleh saliva dan lidah yang
terhalang plat dasar gigi tiruan (Basker, 1996).
Menurut Tamamoto dkk. (1985), Candida albicans merupakan anggota flora
normal yang juga terdapat pada basis gigi tiruan. Candida albicans sering tumbuh
pada permukaan bawah gigi tiruan yang terlihat sebagai plak putih pada gigi tiruan.
Peningkatan volume Candida albicans dapat mengubah sifat komensal menjadi
parasit yaitu dari bentuk yeast menjadi hifa. Invasi hifa ke dalam jaringan dapat
menyebabkan timbulnya stomatitis. Menurut Samaranayake (2002), lebih dari 90%
Candida albicans dapat menyebabkan infeksi. Denture stomatitis adalah Infeksi
Candida albicans pada mukosa mulut yang dipengaruhi oleh adanya pemakaian
5
protesa (Haskell dan Gayford, 1990). Menurut (Salerno dkk., 2011), denture
stomatitis tersebut dinamakan Candida associated stomatitis denture.
Penampakan klinis denture stomatitis tampak adanya eritema difus pada
langit-langit yang terbatas pada daerah mukosa yang mendukung gigi tiruan (Lehner,
1995). Menurut Budtz-Jorgensen (1996); Marwati (2003); dan Salerno dkk., (2011),
lebih dari 50% -60% denture stomatitis terjadi pada pemakai gigi tiruan. Proliferasi
Candida yang berlebihan dapat menimbulkan infeksi pada mukosa, dan menyebar ke
seluruh tubuh menjadi penyakit kandidiasis sistemik yang dapat menyebabkan
kematian (Rhodes, 2010).
Menurut Kanli dkk. (2005), terdapat hubungan yang signifikan antara denture
stomatitis dan frekuensi pembersihan gigi tiruan. Hal ini didukung oleh Naik dan Pai
(2011) yang mengatakan bahwa kebersihan gigi tiruan merupakan faktor lokal yang
mengawali predisposisi denture stomatitis sehingga perlu diperhatikan pemeliharaan
kebersihan mulut dan gigi tiruan. Dua metode yang sering dilakukan untuk
membersihkan gigi tiruan yaitu metode mekanis dan kimia. Metode mekanis
dilakukan dengan menyikat gigi tiruan dengan pasta gigi, sedangkan metode kimia
dilakukan dengan cara merendam dalam larutan pembersih. Larutan kimia yang dapat
dipakai untuk perendaman gigi tiruan yaitu peroksida alkali, alkali hipoklorit, asam,
agen disinfektan dan enzim (Budtz-Jorgensen, 1979). Bell dkk. (1989) menganjurkan
pembersihan gigi tiruan dengan menggunakan desinfektan. Khlorheksidin konsentrasi
2% dapat digunakan untuk membersihkan gigi tiruan.
6
Menurut Webb dkk. (2005), pembersihan gigi tiruan dengan metode mekanis
kurang efektif dibanding kimia, tetapi menurut Nikawa dkk. (1999) dengan
mengkombinasikan kedua metode mekanis dan kimia dapat lebih efektif
membersihkan gigi tiruan.
Efek negatif yang tidak diinginkan bila menggunakan cara mekanis dan
larutan kimia sebagai pembersih gigi tiruan adalah terjadi perubahan warna, goresan
dan penipisan pada bahan resin akrilik dan korosi pada alloy yang dapat
mempengaruhi estetika (Paranhos dkk., 2007). Cara lain untuk membersihkan gigi
tiruan yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans menurut Acosta-
Torres dkk. (2011) yaitu dapat dilakukan dengan menambahkan nano partikel perak
pada formula resin akrilik. Menurut Frank dan Braga (2014), perak sebagai logam
tidak menimbulkan bahaya, tetapi apabila dipecah menjadi nano partikel dapat
membentuk radikal bebas di dalam sel yang mengakibatkan adanya perubahan pada
sel. Berdasarkan penelitian terdahulu, diperlukan inovasi bahan gigi tiruan resin
akrilik yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga para pemakai
terhindar dari infeksi. Penggunaan bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan yang bersifat antibakteri dan anti jamur perlu untuk diteliti.
Bumi Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai pengembangan berbagai industri termasuk keperluan
kedokteran gigi yaitu untuk gigi tiruan. Kitosan adalah polisakarida alami, yang
diperoleh dari deasetilasi kitin limbah cangkang udang, kepiting, dan tiram.
7
Pada tahun 2005, Direktorat Jendral Budidaya Departemen Kelautan dan
Perikanan melaporkan bahwa di Indonesia memiliki total produksi udang secara
umum sekitar 80%-90% untuk diekspor dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan
kulitnya. Selanjutnya pada tahun 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan
menyatakan produksi udang windu nasional mencapai 201.312 ton atau meningkat
53% dibandingkan tahun sebelumnya (Saragih, 2016). Hal ini menunjukkan ekspor
udang dalam bentuk tanpa kepala dan kulit semakin berkembang.
Berat kepala dan kulit udang mencapai 60% -70% dari berat total udang dan
hanya dijadikan sebagai limbah. Peningkatan volume limbah udang tersebut dapat
menjadi masalah terutama pencemaran lingkungan yang ditimbulkan seperti bau yang
dikeluarkan serta estetika lingkungan yang menjadi kurang baik (Swastawati dkk.,
2008). Menurut Rokhati (2006), cangkang udang secara umum mengandung 27,6%
mineral, 34,9% protein, 18,1% kitin dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan
protein sebesar 19,45. Kitin ini dapat ditransformasikan menjadi kitosan yang
memiliki banyak manfaat (Tolaimate dkk., 2003).
Limbah udang memiliki potensi untuk diolah menjadi kitosan karena
ketersediaan bahan baku besar dan mudah diperoleh (Widodo dkk., 2006). Proses
kitin menjadi kitosan melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi
(Dutta dkk., 2004). Kitosan tidak berbau, berwarna putih dan terdiri dari glukosamin
dan unit N-asetill glukosamin yang dihubungkan oleh β-(1-4) glikosid (Kim dkk.,
2008). Menurut Rinaudo dkk. (1999), kitosan tidak larut dalam air, beberapa pelarut
organik, dan pelarut alkohol, tetapi larut dalam asam organik seperti asam asetat,
8
asam khlorida, dan mineral encer. Kitosan larut dalam asam organik atau mineral
encer melalui protonase gugus amino bebas NH2 menjadi NH3+.
Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang
misalnya dalam bidang pangan, mikrobiologi, pertanian, kesehatan dan farmasi.
Kitosan secara biologi dikenal aman karena memiliki sifat biokompatibilitas yang
baik dan dapat terurai di alam (Boynuegri dkk., 2009). Selain itu, kitosan berpotensi
untuk dijadikan sebagai bahan anti mikroba (Tikhonov dkk., 2006; Chen dkk., 2001).
Menurut Ismiyati (2012), pembersihan gigi tiruan dengan cara merendam plat gigi
tiruan ke dalam kitosan berat molekul tinggi konsentrasi 0,05% dapat membunuh
Candida albicans pada permukaan gigi tiruan resin akrilik walaupun masih terdapat
Candida albicans di dalam pori-pori resin akrilik. Spesies Candida dalam biofilm
pada permukaan gigi tiruan, resisten terhadap terapi antifungi (Chandra, 2002),
sehingga perlu evaluasi bahan alternatif yang dapat dikembangkan untuk
menghambat pertumbuhan Candida albicans.
Menurut Li dkk. (2008), aktivitas antifungi kitosan tergantung pada berat
molekul dan konsentrasinya. Menurut Nurainy dkk. (2008), penggunaan metode
difusi, aktivitas anti bakteri kitosan semakin menurun seiring dengan peningkatan
konsentrasi kitosan. Suptijah (2006) menemukan bahwa aktivitas antifungi kitosan
terjadi pada kisaran konsentrasi 20-100 µg/ml (0,2%-%). Hal ini didukung oleh
Killay (2013) yang meneliti kitosan dengan konsentrasi 0,5% dan 1% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan fungi pada keju. Menurut Wang (1992) sit
Taylor (2005), aktivitas kitosan terhadap bakteri Staphillococcus diperlukan kitosan
9
dengan konsentrasi 1 %-1,5%. Menurut Cheah dan Page (1997) sit Taylor (2005),
untuk menghambat fungi yang menyebabkan pembusukan wortel digunakan kitosan
dengan konsentrasi 2%-4%.
Mekanisme antimikroba kitosan terhadap bakteri, yaitu melalui interaksi
antara muatan positif grup NH2+ pada unit glukosamin kitosan dengan muatan negatif
pada membran sel mikroba sehingga menghambat pertumbuhan mikroba (Tikhonov
dkk., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Shin (2013) dengan menambah
kitosan berat molekul rendah dan tinggi pada komposit resin direkomendasikan
bermanfaat sebagai antibakteri Streptococcus mutans dan tidak berpengaruh terhadap
kekerasan dan kekuatan transversal. Pencampuran termoplastik nilon sebagai basis
gigi tiruan dengan nano kitosan berat molekul tinggi dapat menghambat pertumbuhan
Candida albicans (Ismiyati dan Setyahadi, 2014).
Menurut Kim dkk. (2008), kitosan mempunyai sifat pembentuk gel, mudah
dalam modifikasi kimiawi, dan memiliki ikatan yang kuat terhadap makromolekul.
Kitosan juga memiliki kelompok OH dan NH2 yang reaktif dan bersifat
biokompatibel serta biodegradasi. Hal ini menjadikan kitosan dapat bereaksi dengan
bahan-bahan yang bermuatan seperti protein, polisakarida, anionik, asam lemak, dan
makromolekul.
Menurut De Moura dkk. (2008), dalam persiapan pembuatan nano kitosan
dengan menggunakan asam metakrilat, memperkirakan adanya ikatan antar molekul
pada radikal bebas atau elektron tidak berpasangan pada metakrilat (COO-) dapat
berinteraksi dengan molekul NH2+ yang merupakan zat reaktif pada kitosan. Amer
10
dkk. (2014) memprediksi adanya reaksi antara polimetil metakrilat dengan kitosan
secara intermolekuler dan intramolekuler. Ikatan kimia yang lemah akan dapat
dilepaskan kembali (reversible), sedangkan ikatan kimia yang kuat tidak dapat
dilepaskan kembali (irreversible).
Pencampuran dua atau lebih bahan berdasarkan ilmu kimia dapat
menghasilkan distribusi dari bahan tersebut menjadi homogen atau heterogen. Pada
pencampuran terjadi kelarutan atau solubilitas yaitu kemampuan suatu zat kimia yang
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Zat dapat larut dengan zat
lain apabila kedua zat tersebut mempunyai parameter kelarutan (parameter solubility)
yang sama (Anusavice, 2003). Kelarutan antara kitosan dengan resin akrilik memiliki
parameter kelarutan yang tidak sama yaitu kelarutan resin akrilik 38,49 Joule1/2 cm3/2
(Brydson, 1999). Kitosan memiliki parameter kelarutan 41 Joule1/2 cm3/2 (Ravindra
dkk., 1998), oleh karena itu antara kitosan dalam pelarut asam asetat dengan
monomer resin akrilik tidak dapat bercampur, sehingga perlu ditemukan bagaimana
caranya agar antara kitosan dengan resin akrilik menjadi campuran yang homogen.
Homogenitas dalam suatu campuran mempengaruhi sifat mekanik suatu
bahan salah satunya kekuatan tarik, dengan membuat homogenitas resin akrilik, maka
timbulnya porositas dapat diminimalkan (Anusavice, 2003). Pencampuran bahan
yang tidak homogen membutuhkan suatu bahan penghubung atau coupling agent,
agar sifat mekanik campuran dua bahan tersebut tetap terjaga (Rochmadi, 2014).
Menurut Brydson (1999), material yang termasuk coupling agent organik adalah
maleat anhidrat, dan asam akrilat. Penggunaan maleat anhidrat sebagai coupling
11
agent pada polimetil metakrilat (PMMA) menghasilkan titik lunak lebih tinggi. Pada
asam akrilat (CH2 = COOH) bila dicampurkan dengan kitosan akan terjadi struktur
ikatan interpenetrating net work yang kompleks, sehingga adhesi antar permukaan
menjadi kuat (Wang dkk., 1997). Oleh karena itu, asam akrilat dipergunakan sebagai
coupling agent untuk sistem distribusi dan pembawa obat (Hu dkk., 2002). Bahan
lain yang dibutuhkan untuk melarutkan campuran tersebut ialah aseton. Aseton
dipilih karena dapat melarutkan asam akrilat dan juga resin akrilik, serta harganya
murah dan mudah didapatkan.
Pemakai gigi tiruan selalu mengharapkan gigi tiruannya dapat berfungsi
dalam waktu yang lama, mempunyai kekuatan yang tidak mudah pecah dan tanpa ada
efek yang merugikan bagi jaringan mulutnya. Kekuatan mekanik yang terdiri dari
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan pada resin akrilik diperlukan pada
saat gigi tiruan tersebut berfungsi di dalam mulut maupun apabila terjadi benturan
pada saat gigi tiruan tersebut jatuh yang mengakibatkan gigi tiruan fraktur. Menurut
El Sheikh dan Al Zahrani (2006), rusaknya basis gigi tiruan karena tekanan didalam
mulut yang berlebihan mencapai 80,4%, sedangkan 71,4% kerusakan gigi tiruan
akibat gigi tiruan tersebut jatuh.
Kerusakan gigi tiruan akibat fraktur atau patah dapat dicegah dengan
dilakukan berbagai cara diantaranya memodifikasi struktur kimia resin akrilik yaitu
dengan menambah material penguat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Tacir dkk.
(2006) yaitu basis resin akrilik ditambah fiber kaca untuk meningkatkan kekuatan
flexural. Penelitian oleh Vallitu dkk. (1992) yaitu pada basis resin akrilik ditambah
12
dengan logam yang telah dilakukan sandblasting. Menurut Ayad dkk. (2008),
penambahan logam perak, tembaga dan aluminium pada resin akrilik mempunyai
kekurangan karena warna logam yang berbeda dengan jaringan mulut menyebabkan
nilai estetis berkurang. Menurut Ohkawa dkk. (2004) sit Lee dkk. (2009), struktur D-
glukosamin pada kitosan memiliki kristalinitas tinggi sehingga dapat dibuat fiber.
Menurut Soygun dkk. (2013), penentuan sifat mekanik yaitu kekuatan transversal,
kekuatan tarik dan kekerasan gigi tiruan berbasis resin akrilik, telah diterima sebagai
kekuatan yang paling mirip dengan gaya alami yang diterapkan pada gigi tiruan.
Penelitian ini dilakukan percobaan untuk mencari berapa konsentrasi dan
volume kitosan dalam campuran dengan resin akrilik yang dapat digunakan untuk
membuat gigi tiruan yang antifungi dan menaikkan kekuatan transersa, kekuatan tarik
dan kekerasan. Campuran yang digunakan adalah resin akrilik dengan kitosan dalam
pelarut asam asetat sebagai bahan A. Campuran agar lebih homogen maka
ditambahkan asam akrilat sebagai jembatan larutnya antara kitosan dan resin akrilik,
serta penambahan aseton untuk melarutkan resin akrilik dengan kitosan dalam asam
akrilat, oleh karena itu sebagai bahan B adalah campuran resin akrilik dengan kitosan
dan asam akrilat dalam pelarut aseton. Konsentrasi kitosan yang digunakan pada
percobaan ini adalah 0,5%, 1%, 2% dan 4% dengan volume 2 ml, 5 ml, 7.5 ml dan 10
ml.
13
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, timbul permasalahan:
1. Apakah ada pengaruh bahan campuran resin akrilik dengan kitosan dalam pelarut
asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik dengan kitosan dan asam
akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi tiruan?
2. Apakah ada pengaruh konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% terhadap pertumbuhan
Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi
tiruan?
3. Apakah ada pengaruh volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan
Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi
tiruan?
4. Apakah ada pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi tiruan?
5. Apakah ada pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan volume
2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan Candida albicans, kekuatan
transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi tiruan?
14
6. Apakah ada pengaruh interaksi antara konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dengan
volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi tiruan?
7. Apakah ada pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dengan volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml
terhadap pertumbuhan Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik dan
kekerasan bahan gigi tiruan?
8. Apakah terdapat pelepasan molekul NH dari kitosan setelah pencampuran kitosan
dalam pelarut asam asetat dengan bahan gigi tiruan resin akrilik (bahan A)?
9. Apakah terdapat pelepasan molekul NH dari kitosan setelah pencampuran kitosan
dan asam akrilat pelarut aseton dengan bahan gigi tiruan resin akrilik (bahan B)?
15
C. Keaslian Penelitian
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan resin akrilik dan kitosan adalah:
1. Puri dkk. (2008) meneliti pencampuran resin akrilik dengan fosfat, hasilnya
bahwa campuran tersebut dapat meningkatkan sifat transversal.
2. Amer dkk. (2014) menggunakan pencampuran PMMA dengan kitosan, hasilnya
campuran tersebut dapat digunakan untuk pelepasan obat
3. Acosta-Tores dkk. (2010) menggunakan formulasi campuran logam nano partikel
TiO2 dan Fe2O3 yang ditambahkan pada resin PMMA sebagai bahan Gigi tiruan,
hasilnya adalah bahwa formulasi tersebut dapat menurunkan perlekatan Candida
albicans, dan dapat memperkecil porositas bahan gigi tiruan
4. Acosta-Tores dkk. (2012) menggunakan penambahan nanopartikel perak pada
resin akrilik yang diuji pertumbuhan fungi Candida albicans dan
biokompatibilitas, hasilnya bahwa nano partikel perak secara signifikan
mengurangi pertumbuhan Candida albicans dan tidak menyebabkan genotoksik
sel.
5. Tikhonov dkk. (2005) meneliti aktifitas anti bakteri dan antifungi pada kitosan
yang mempunyai berat molekul rendah, hasilnya bahwa kitosan konsentrasi
0,01% mempunyai aktifitas tinggi terhadap bakteri E.coli, subfilis dan Candida
kruesei.
Penelitian ini akan dilakukan dengan bahan yang berbeda dibandingkan
penelitian terdahulu yaitu dengan membuat campuran bahan alami kitosan dari
udang yang telah diproduksi dari Bioindustri, Labtiab, BPPT, Serpong, Tangerang,
16
Indonesia dengan resin akrilik yang biasa dipakai untuk membuat basis gigi tiruan.
Penilitian ini dilakukan untuk mengetahui interaksi yang terjadi pada campuran
kitosan dalam pelarut asam asetat dengan resin akrilik yang berpengaruh pada
pertumbuhan Candida albicans dan kekuatan transversal, kekuatan tarik dan
kekerasan dari campuran kitosan dengan resin akrilik. Disamping itu juga diteliti
campuran kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton dengan resin akrilik sebagai
bahan gigi tiruan yang berpengaruh pada pertumbuhan Candida albicans dan
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan dari campuran kitosan dengan
resin akrilik.
17
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Usaha pencegahan terjadinya infeksi Candida albicans pada pemakai gigi
tiruan perlu dikembangkan bahan gigi tiruan antifungi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji pengaruh campuran kitosan dengan bahan basis gigi tiruan resin akrilik
terhadap pertumbuhan Candida albicans serta kekuatan transversal, kekuatan tarik,
dan kekerasan. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia dalam penguatan kompetensi di bidang prostodonsia.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengkaji pengaruh bahan campuran resin akrilik dengan kitosan dalam
pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) terhadap
pertumbuhan Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik dan
kekerasan bahan gigi tiruan
b. Mengkaji pengaruh konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% terhadap pertumbuhan
Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan
gigi tiruan
c. Mengkaji pengaruh volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan
Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan
gigi tiruan
d. Mengkaji pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
18
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi tiruan
e. Mengkaji pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi tiruan
f. Mengkaji pengaruh interaksi antara konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dengan
volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan bahan gigi tiruan
g. Mengkaji pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dengan volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml
terhadap pertumbuhan Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik
dan kekerasan bahan gigi tiruan
h. Mengkaji pelepasan molekul NH dari kitosan setelah pencampuran kitosan
dalam pelarut asam asetat dengan bahan gigi tiruan resin akrilik (bahan A)
i. Mengkaji pelepasan molekul NH dari kitosan setelah pencampuran kitosan
dan asam akrilat dalam pelarut aseton dengan bahan gigi tiruan resin akrilik
(bahan B)
19
E. Manfaat
1. Manfaat teoritis:
a. Memberikan informasi tentang pengembangan metode penghambatan
Candida albicans dan kekuatan transversal, kekuatan tarik dan kekerasan
dengan memanfaatkan kitosan yang mampu sebagai antifungi terbuat dari
kulit udang di Indonesia yang hingga saat ini jumlahnya melimpah dan
hanya digunakan sebagai pakan ternak dengan harga jual yang sangat
rendah.
b. Mengkaji pengaruh bahan campuran resin akrilik dengan kitosan dalam
pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) terhadap
pertumbuhan Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik, dan
kekerasan bahan gigi tiruan.
c. Mengkaji pengaruh konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% terhadap pertumbuhan
Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik, dan kekerasan bahan
gigi tiruan.
d. Mengkaji pengaruh volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan
Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik, dan kekerasan bahan
gigi tiruan.
e. Mengkaji pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
20
konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik, dan kekerasan bahan gigi tiruan
f. Mengkaji pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik, dan kekerasan bahan gigi tiruan.
g. Mengkaji pengaruh interaksi antara konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dengan
volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml terhadap pertumbuhan Candida albicans,
kekuatan transversal, kekuatan tarik, dan kekerasan bahan gigi tiruan.
h. Mengkaji pengaruh interaksi antara bahan campuran resin akrilik dengan
kitosan dalam pelarut asam asetat (bahan A) dan bahan campuran resin akrilik
dengan kitosan dan asam akrilat dalam pelarut aseton (bahan B) dengan
konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dengan volume 2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml
terhadap pertumbuhan Candida albicans, kekuatan transversal, kekuatan tarik,
dan kekerasan bahan gigi tiruan.
i. Mengkaji pelepasan molekul NH dari kitosan setelah pencampuran kitosan
dalam pelarut asam asetat dengan bahan gigi tiruan resin akrilik (bahan A).
j. Mengkaji pelepasan molekul NH dari kitosan setelah pencampuran kitosan
dan asam akrilat dalam pelarut aseton dengan bahan gigi tiruan resin akrilik
(bahan B).
21
2. Manfaat praktis
Dapat dikembangkan pembuatan gigi tiruan dengan bahan resin akrilik
yang dicampur kitosan dengan konsentrasi dan volume tertentu yang mempunyai
kemampuan menghambat pertumbuhan Candida albicans, kekuatan transversal,
kekuatan tarik, dan kekerasan yang dapat memenuhi persyaratan sebagai bahan
basis gigi tiruan sehingga para pemakai gigi tiruan dapat terhindar dari infeksi
Candida albicans (Candida associated stomatitis denture).