i pendahuluan 1.1 latar belakang - universitas...

98
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting di Indonesia dimana sebagian besar produksinya (89%) digunakan sebagai bahan pangan (FAOSTAT, 2004). BPS (2009) melaporkan bahwa selama tahun 2005 2009, rata-rata produksi ubi jalar mencapai 1,901 juta ton/tahun. Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat (pati dan serat pangan), vitamin, dan mineral (kalium dan fosfor). Disamping itu, khusus ubi jalar oranye mengandung senyawa β-karoten dan ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Dengan demikian, ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk di pertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis pada tepung dan pati. Komponen utama pada tepung ubi jalar adalah karbohidrat dimana sebagian besar adalah pati. Dalam pembuatan produk seperti saos , makanan bayi, salad dressing dan cake mix dibutuhkan tepung yang memiliki tingkat viskositas yang tinggi. Namun, tepung ubi jalar tidak memiliki karakteristik tersebut, sehingga perlu dilakukan modifikasi untuk memperoleh tingkat viskositas yang tinggi. Fermentasi alami merupakan salah satu cara untuk modifikasi pati. Selama perendaman dengan air pada proses fermentasi alami dapat membuat pati mengalami pembengkakan karena pati dapat menyerap air sehingga granula pati membengkak. Semakin banyak granula pati yang membengkak, maka nilai viskositas semakin besar. Lama fermentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas sifat fisik tepung yang terfermentasi. Semakin lama proses fermentasi, aktivitas mikroba dalam mendegradasi pati semakin besar sehingga akan meningkatkan viskositas, dan tingkat kelarutan. Menurut Hawa (2008) semakin tinggi nilai viskositas disebabkan oleh terjadinya liberasi granula pati selama proses fermentasi. Semakin banyak granula pati yang membengkak maka semakin tinggi nilai viskositas. Disisi lain, semakin lama proses fermentasi akan menyebabkan penurunan sifat fisik yang lain seperti aroma dan cita rasa. Ubi jalar memiliki jenis yang berbeda-beda dengan kandungan komposisi kimia yang bebeda juga. Menurut Dewi (2007), kadar pati pada ubi jalar oranye

Upload: others

Post on 06-Aug-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting di

Indonesia dimana sebagian besar produksinya (89%) digunakan sebagai bahan

pangan (FAOSTAT, 2004). BPS (2009) melaporkan bahwa selama tahun 2005 –

2009, rata-rata produksi ubi jalar mencapai 1,901 juta ton/tahun. Ubi jalar

memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat (pati dan serat

pangan), vitamin, dan mineral (kalium dan fosfor). Disamping itu, khusus ubi jalar

oranye mengandung senyawa β-karoten dan ubi jalar ungu mengandung

senyawa antosianin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Dengan

demikian, ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk di pertimbangkan dalam

menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis pada tepung dan pati.

Komponen utama pada tepung ubi jalar adalah karbohidrat dimana

sebagian besar adalah pati. Dalam pembuatan produk seperti saos , makanan

bayi, salad dressing dan cake mix dibutuhkan tepung yang memiliki tingkat

viskositas yang tinggi. Namun, tepung ubi jalar tidak memiliki karakteristik

tersebut, sehingga perlu dilakukan modifikasi untuk memperoleh tingkat

viskositas yang tinggi.

Fermentasi alami merupakan salah satu cara untuk modifikasi pati.

Selama perendaman dengan air pada proses fermentasi alami dapat membuat

pati mengalami pembengkakan karena pati dapat menyerap air sehingga granula

pati membengkak. Semakin banyak granula pati yang membengkak, maka nilai

viskositas semakin besar.

Lama fermentasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kualitas sifat fisik tepung yang terfermentasi. Semakin lama proses fermentasi,

aktivitas mikroba dalam mendegradasi pati semakin besar sehingga akan

meningkatkan viskositas, dan tingkat kelarutan. Menurut Hawa (2008) semakin

tinggi nilai viskositas disebabkan oleh terjadinya liberasi granula pati selama

proses fermentasi. Semakin banyak granula pati yang membengkak maka

semakin tinggi nilai viskositas. Disisi lain, semakin lama proses fermentasi akan

menyebabkan penurunan sifat fisik yang lain seperti aroma dan cita rasa.

Ubi jalar memiliki jenis yang berbeda-beda dengan kandungan komposisi

kimia yang bebeda juga. Menurut Dewi (2007), kadar pati pada ubi jalar oranye

Page 2: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

2

sebesar 15,18 %, pada ubi jalar putih 28,79 %, dan pada ubi jalar ungu 12,64 %.

Menurut Antarlina dan Utomo (1999), perbedaan warna daging umbi pada ubi

jalar menyebabkan perbedaan sifat sensoris, fisik dan kimia umbi maupun

produk olahannya. Dengan melihat data tersebut, maka diperkirakan varietas ubi

jalar dapat mempengaruhi sifat fisik akhir tepung ubi jalar yang terfermentasi.

Penelitian mengenai lama fermentasi dan varietas ubi jalar belum pernah

dilakukan. Oleh sebab itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

fermentasi alami pada chips ubi jalar (ipomoea batatas) terhadap sifat fisik

tepung ubi jalar agar dapat diperoleh sifat fisik tepung modifikasi ubi jalar yang

lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengaruh varietas ubi jalar terhadap kualitas sifat fisik

tepung ubi jalar terfermentasi?

1.2.2 Bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap kualitas sifat fisik

tepung ubi jalar terfermentasi?

1.2.3 Apakah dengan adanya kombinasi perlakuan varietas ubi jalar dan lama

fermentasi dapat mempengaruhi kualitas sifat fisik tepung ubi jalar

terfermentasi?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh varietas ubi jalar terhadap kualitas sifat fisik

tepung ubi jalar terfermentasi.

1.3.2 Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap kualitas sifat fisik

tepung ubi jalar terfermentasi.

1.3.3 Mengetahui kualitas sifat fisik tepung ubi jalar terfermentasi alami yang

paling baik berdasarkan kombinasi perlakuan varietas ubi jalar dan lama

fermentasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang

pengaruh fermentasi alami pada sifat fisik tepung ubi jalar terfermentasi

(Ipomoea batatas L.)

1.4.2 Penelitian ini diharapakan dapat membuktikan bahwa tepung ubi jalar

terfermentasi (Ipomoea batatas L.) dapat dimanfaatkan sebagai bahan

substitusi tepung terigu yang baik.

Page 3: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

3

1.5 Hipotesis

Diduga bahwa dengan adanya kombinasi perlakuan varietas ubi jalar dan

lama fermentasi dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas sifat

fisik tepung ubi jalar terfermentasi.

Page 4: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Jalar (Ipomoea batatas)

Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari

benua Amerika. Para ahli botani pertanian memperkirakan daerah asal tanaman

ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar

menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropika,

diperkirakan pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol dianggap berjasa

menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia

(Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2002).

Sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman ubi jalar diklasifikasikan

sebagai berikut (Rukmana, 1997):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Convolvulales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas

Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah beriklim panas dan

lembab, dengan suhu optimum 27 oC dan lama penyinaran 11-12 jam perhari.

Tanaman ini dapat tumbuh sampai ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut.

Ubi jalar tidak membutuhkan tanah subur untuk media tumbuhnya. Di Jepang,

ubi jalar adalah salah satu sumber karbohidrat yang cukup popular. Beberapa

varietas ubi Jepang cukup dikenal hingga ke Indonesia. Selanjutnya beberapa

varietas yang diusahakan tersebar secara luas di Indonesia, diantaranya

varietas ibaraki, beniazuma, dan naruto (Hartoyo, 2004).

2.1.1 Jenis Ubi Jalar

Ubi jalar sebagai bahan baku pada pembuatan tepung mempunyai

keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis lokal dan

beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar tersebut mempunyai perbedaan

yaitu pada bentuk, ukuran, wama daging umbi, warna kulit, daya simpan,

komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Antarlina dan Utomo, 1999).

Page 5: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

5

Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata

sampai tidak rata. Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-

merahan, tergantung varietasnya. Daging ubi berwarna putih, kuning atau jingga

sedikit ungu (Rukmana, 1997). Menurut Woolfe (1992), kulit ubi maupun

dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang menentukan

warnanya. Kombinasi dan intesitas yang berbeda-beda dari keduanya

menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada kulit dan daging ubi.

Varietas-varietas ubijalar yang pernah dilepas oleh pemerintah Indonesia

antara lain: Dava (1977), Borobudur (1982), Prambanan (1982), Mendut (1989),

Kalasan (1991), Muara Takus (1995), Cangkuang (1998), Sewu (1998).

Sedangkan varietas-varietas yang baru dilepas tahun 2001 antara lain: Cilembu

yang berasal dari Sumedang Jawa Barat dengan warna daging umbinya krem

kemerahan/kuning, Sari yang berasal dari Persilangan Genjah Rante dan Lapis

dengan warna daging umbi kuning, Boko yang merupakan hasil persilangan

antara no. 14 dan Malang 1258 dengan warna daging umbinya krem, Sukuh

yang berasal dari persilangan klon induk betina AB 940 dengan warna daging

umbi putih. Jago yang berasal dari famili klon B 0059-3 dengan warna daging

umbi kuning muda. Kidal yang berasal dari persilangan bebas induk Inaswang

dengan wants daging umbi kuning tua (Suhartina, 2005).

2.1.1.1 Ubi Jalar Ungu varietas Ayamurasaki

Ubi ungu memiliki kulit berwarna merah gelap sampai ungu, daging buah

berwarna ungu gelap, berbentuk panjang dan khas (Anonymousa, 2005).

Menurut Yashimoto dkk (1999) Ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki (Ipomoea

batatas L. var. Ayamurasaki) biasa disebut Ipomoea batatas blackie karena

memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat).

Kenampakannya bagus dengan berat tiap buah rata-rata 200-500g. Kandungan

nutrisinya lebih tinggi bila dibandingkan ubi jalar varietas lain. Berikut ubi jalar

ungu varietas Ayamurasaki yang tersaji pada Gambar 2.1

Page 6: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

6

Gambar 2.1. Jenis Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki (Anonymousa, 2011)

Ubi jalar ungu mengandung antosianin berkisar ± 519 mg/100 gr berat

basah. Delapan penyusun antosianin yang terbanyak di ubi jalar ungu dicirikan

paling sedikit oleh satu ikatan gugus kafeat yang bertanggungjawab untuk

aktivitas antioksidan dari ubi jalar ungu (Suda dkk, 2003). Ubi jalar ungu jepang

mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain

yang berwarna putih, kuning dan jingga. Pigmennya lebih stabil bila dibandingkan

antosianin dari sumber lain seperti kubis merah, elderberries, blueberries dan

jagung merah. Pigmen antosianin yang dimiliki adalah senyawa Cyanidin acyl

glucoside dan Peonidin acyl glucoside (Aripnur, 2010).

Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar ungu berfungsi sebagai

komponen pangan sehat dan paling lengkap. Sekelompok antosianin yang

tersimpan dalam ubi jalar ungu mampu menghalangi laju perusakan sel radikal

bebas akibat nikotin, polusi udara dan bahan kimia lainnya. Selain itu, antosianin

juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap

mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya,

mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula

darah (antihiperglisemik). Hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar

ungu mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner (Suda

dkk, 2003).

Komposisi kimia ubi ungu segar secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.1

Page 7: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

7

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Ubi Ungu Segar

No. Komponen Kadar

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Air (%) Protein (%) Lemak (%) Pati (%) Karbohidrat non pati (%) Gula Pereduksi (%) Abu (%)

50-81 1-2,4

1,8-6,4 8-29

0,5-7,5 0,5-7,5 0,9-1,4

Sumber : Nakashima (1999)

2.1.1.2 Ubi Jalar Oranye Varietas Kuningan Merah

Ubi jalar mempunyai komposisi kimia yang kaya karbohidrat, mineral, dan

vitamin. Vitamin A dalam bentuk provitamin A pada ubi jalar yang umbinya

berwarna kuning , oranye atau jingga mencapai 7.000 SI/100 g atau dua

setengah kali lebih besar dari rata-rata kebutuhan manusia (Damardjati dan

Widowati, 1993). Berikut ubi jalar orange varietas Kuningan Merah yang tersaji

pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Jenis Ubi Jalar Orange Varietas Kuningan Merah (Anonymousa,

2009)

Ubi jalar oranye mengandung gula yang tinggi. Daging umbi ubi jalar

oranye setelah dimasak memiliki tipe daging umbi padat, kesat dan bertekstur

pangan baik. Perubahan nisbah pati terhadap gula terjadi selama pertumbuhan.

Kandungan gula total juga menurun selama periode pertumbuhan cepat

bersamaan dengan pembesaran umbi, terjadi penurunan kandungan gula lebih

lanjut sedangkan kandungan pati meningkat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Pati ubi jalar oranye tersusun sepertiga bagian amilosa dan dua sepertiga bagian

amilopektin. Ubi jalar oranye memiliki kandungan vitamin C dan vitamin B, juga

mengandung betakaroten yang tinggi dibandingkan ubi jalar putih. Daya cerna

Page 8: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

8

protein ubi jalar oranye jika dikonsumsi mentah relatif rendah karena

mengandung tripsin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Warna kuning atau oranye pada ubi disebabkan oleh adanya senyawa

betakaroten yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat berfungsi

sebagai provitamin A. Betakaroten juga dilaporkan dapat memberi perlindungan /

pencegahan terhadap kanker, penuaan dini, penurunan kekebalan, penyakit

jantung, stroke, katarak, sengatan cahaya matahari, dan gangguan otot (Mayne,

1996 dalam Ginting dkk, 2006). Hal ini berkaitan dengan kemampuannya untuk

menangkap radikal bebas, yang dipercaya sebagai penyebab terjadinya tumor

dan kanker (Hongmin dkk, 1996 dalam Ginting dkk, 2006). Keberadaan senyawa

betakaroten merupakan suatu kelebihan yang perlu ditonjolkan untuk

meningkatkan citra ubi jalar yang selama ini dianggap sebagai makanan inferior.

(Ginting dkk, 2006).

Betakaroten tergolong ke dalam karotenoid kelompok pigmen larut lemak

yang berkontribusi terhadap warna kuning, oranye dan merah pada buah dan

sayuran. β-karoten merupakan salah satu provitamin yang penting secara nutrisi

dan komersial. Provitamin ini memiliki aktivitas vitamin A. Kestabilan karotenoid

ini sama dengan vitamin A, yang mana sensitif terhadap oksigen, cahaya dan

media asam. Produk yang mengandung β-karoten haruslah dihindarkan dari

cahaya dan ditempatkan dengan kondisi udara terjaga (Ottaway, 1999).

Kandungan gizi ubi jalar oranye dalam tiap 100 g ubi jalar segar dapat dilihat

pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Ubi Jalar oranye dalam tiap 100 g Ubi Jalar Segar

Kandungan Gizi Jumlah Kandungan Gizi Jumlah

Kalori (Kal) 136,00 Natrium (mg) 5,00 Protein (g) 1,10 Kalium (mg) 393,00 Lemak (g) 0,40 Niacin (mg) 0,60 Karbohidrat (g) 32,30 Pro Vitamin A (SI) 900,00 Kalsium (mg) 57,00 Vitamin B1 (mg) 0,14 Fosfor (mg) 52,00 Vitamin B2 (mg) 0,04 Zat besi (mg) 0,70 Vitamin C (mg) 35,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI dalam Safalina (2007)

2.1.1.3 Ubi Jalar Putih Varietas Kuningan Putih

Ubi jalar putih merupakan ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna

putih/cream, dengan kulit umbi yang berwarna coklat muda. Ubi jalar putih

memiliki Glycemic Index (GI) berkisar antara 51-54 yang termasuk golongan

rendah (Anonymousa, 2002). GI rendah berarti makanan tersebut terurai

Page 9: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

9

perlahan selama dicerna, menghasilkan energi masuk ke dalam pembuluh darah

secara bertahap dan menyebabkan peningkatan kadar gula darah yang lebih

sedikit. Hal ini baik untuk meningkatkan stamina dan kesehatan. (Marshall,

2005).

Menurut Dewi (2007), komposisi kimia dari ubi jalar yang warna daging

umbinya putih/krem adalah air 62,24%, pati 28,79%, protein 0,89%, gula reduksi

0,32%, serat kasar 2.5%, lemak 0,77 %, abu 0,93%, vitamin C 28,68 mg / 100

mg. Berikut ubi jalar putih varietas Kuningan Putih yang tersaji pada Gambar 2.3

Gambar 2.3. Jenis Ubi Jalar Putih Varietas Kuningan Putih (Anonymousa, 2012)

2.1.2 Komposisi Kimia Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup

tinggi. Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang

terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1),

dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar diantaranya adalah zat besi

(Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, lemak,

serat kasar dan abu (Kumalaningsih, 2006). Berikut ini komposisi kimia

beberapa jenis ubi jalar segar yang disajikan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3. Komposisi Kimia ubi jalar Segar

Komposisi Kimia Jenis Warna Daging Umbi

Oranye Putih Ungu

Air (%) 79,28 62,24 70,46 Abu (%) 1.09 0.93 0,84 Pati (%) 15,18 28,79 12,64 Protein (%) - 0,89 0,77 Gula reduksi (%) 1,69 0,32 0,3 Serat kasar (%) 0,84 2,5 3 Lemak (%) 1 0,77 0,94 Vitamin C (mg/100 mg) - 28,68 21,43

Sumber: Dewi (2007)

Page 10: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

10

Ciri lain dari ubi jalar yaitu kandungan gula yang cukup tinggi sehingga

dapat memberi rasa manis lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi sumber

karbohidrat yang lain. Komposisi kimia lain yang cukup berperan adalah amilosa.

Granula pati ubijalar terdiri dari amilopektin dan amilosa dengan pcrbandingan

3:1 atau 4:1. Kandungan amilosa dalam pati ubi jalar bervariasi antara 17,5-38%

(Woolfe, 1992).

Ubi jalar juga mengandung vitamin A dalam bentuk provitamin A yang

jumlahnya mencapai 7000 SI/100 g umbi, jumlah ini dua setengah kali lebih

tinggi dari rata-rata kebutuhan manusia (Damardjati dan Widowati, 1993). Ubi

jalar yang daging umbinya berwarna oranye mengandung karotenoid dan

karoten yang lebih besar daripada yang berwarna putih dan krem. Sekitar 86-

90% karotenoid pada ubi jalar tersebut adalah β-karoten (Woolfe, 1992).

Beberapa varietas ubi jalar oranye di Amerika Serikat memiliki kandungan β-

karoten sebesar 20.000 µg/l00g ubi segar (Hongmin, 1996). Sedangkan ubi

ungu mengandung pigmen antosianin dimana pigmen ini lebih stabil bila

dibandingkan antosianin dari kubis merah, elderberry dan jagung merah

(Yoshinaga, 1995). Menurut Teow (2005), kadar antosianin pada berbagai

varietas ubi jalar ungu berkisar antara 12,3- 162 mg/100 gr bahan. Berikut ini

kandungan gizi dan kalori ubi jalar dibandingkan dengan beras, ubi kayu dan

jagung per 100 gram bahan yang disajikan pada Tabel 2.4

Tabel 2.4. Kandungan Gizi dan Kalori Ubi Jalar dibandingkan dengan beras,

ubi kayu dan jagung per 100 gram bahan

Bahan Kalori (kal

Karbohidrat (g)

Protein (g)

Lemak (g)

Vit. A

(SI)

Vit. C (mg)

Ca (mg)

Ubi jalar(merah) 123 27,9 1,8 0,7 7000 22 30

Beras 360 78,9 6,8 0,7 0 0 6

Ubi Kayu 146 34,7 1,2 0,3 0 30 33

Jagung (kuning) 361 72,4 8,7 4,5 350 0 9

Sumber : Harnowo dkk (1994)

Ubi jalar juga mengandung senyawa penyebab flatulensi. Diduga

flatulensi disebabkan oleh senyawa karbohidrat jenis rafinosa, stakiosa, dan

verbaskosa. Selain itu, pada ubi jalar juga terdapat beberapa senyawa tidak

berbahaya bagi kesehatan yaitu ipomaemarone, furanoterpen, koumarin dan

polifenol yang dibentuk dalam jaringan pada saat ubi jalar luka akibat serangan

serangga. Senyawa-senyawa tersebut dapat menimbulkan rasa pahit dan warna

Page 11: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

11

kecoklatan pada umbi, sehingga dapat menurunkan preferensi konsumen.

Senyawa pahit tersebut akan terikat pada produk hasil olahan ubi jalar sehingga

dapat menurunkan kualitas produk tersebut (Palmer, 1982 dalam Antarlina dan

Utomo, 1999).

2.1.2.1 Pengaruh Sifat Bahan Baku Terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar

Ubi jalar sebagai bahan baku tepung, mempunyai keragaman jenis yang

cukup banyak, terdiri dari jenis-jenis lokal dan varietas unggul. Jenis ubi jalar

tersebut mempunyai perbedaan, yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi,

warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen.

Tepung ubi jalar dapat diproduksi dari berbagai jenis ubi jalar dan akan

menghasilkan mutu produk yang beragam (Antarlina dan Utomo,1999).

Menurut Winarno dan Laksmi (1973), warna daging umbi terdiri dari

beberapa yaitu putih, kuning, jingga dan ungu. Warna kuning pada umbi

disebabkan karena adanya pigmen karoten, sedangkan warna ungu disebabkan

adanya pigmen anthosianin. Menurut Antarlina dan Utomo (1999), perbedaan

warna daging umbi pada ubi jalar menyebabkan perbedaan sifat sensoris, fisik

dan kimia umbi maupun produk olahannya.

Menurut Antarlina dan Utomo (1999), salah satu faktor yang

mempengaruhi tepung ubi jalar adalah bahan baku ubi jalar. Keragaman bahan

baku (umbi jalar) sangat tinggi, sehingga masing-masing jenis dapat

menghasilkan mutu tepung ubi jalar yang berbeda. Dari segi bahan baku ini

yang dapat mempengaruhi mutu tepung ubi jalar adalah umur tanaman, umur

umbi, bentuk umbi, bahan kering umbi, dan warna umbi.

2.1.3 Produksi dan Pemanfaatan Ubi jalar

Peningkatan produksi ubi jalar penting artinya bagi kecukupan pangan

penyediaan bahan pakan ternak dan pemenuhan kebutuhan berbagai industri.

Ubi jalar juga sangat potensial dirancang sebagai komoditas ekspor non migas.

Ubi jalar mempunyai peran cukup besar dalam pembangunan pertanian,

sehingga memiliki prospek yang cerah bila dikelola dengan pola agribisnis atau

agroindustri (Rukmana, 1997). Berikut ini produksi ubi jalar di Indonesia yang

disajikan pada Tabel 2.5

Page 12: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

12

Tabel 2.5. Produksi Ubi jalar Di Indonesia

Tahun 2000 2001 2002 2003 2004

Luas Panen (ha) 194.3 181.0 177,3 198,2 183,1

Produksi (ton) 1827,7 1749,1 1771,6 1997.8 1882,2

Produktivitas (ku/ha) 94,00 97,00 100,00 101,00 103,00

Sumber: BPS (2005) Di Indonesia, status ubi jalar sebagai komoditas pangan belum setaraf

dengan padi atau jagung. Selama ini masyarakat menganggap ubi jalar

merupakan bahan pangan dalam situasi darurat (kurang makan), bahkan disebut

sebagai makanan masyarakat kelas bawah. Di luar negeri, khususnya di daerah-

daerah maju, ubijalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku aneka industri

seperti industri fermentasi, tekstil, lem, kosmetika, farmasi, dan sirup (Rukmana,

1997).

Berdasarkan penelitian Cordell (2005) menyatakan bahwa ubi jalar

memiliki keunggulan untuk kesehatan diantaranya adalah ubi jalar kandungan

nutrisinya paling tinggi dibandingkan dengan semua sayuran, ubi jalar tinggi

kandungan antioksidan yang melawan kanker, penyakit hati dan stroke, ubi jalar

tinggi kandungan potassium, rendah indeks glisemik yang berfungsi untuk

mengatur level glukosa darah, ubi jalar bebas kolesterol dan tinggi serat pangan.

Menurut Siregar (2006), serat pangan (dietary fiber) ubi jalar baik untuk

pencernaan dan rafinosa pada ubi jalar berfungsi sebagai prebiotik (makanan

untuk mikrobia baik dalam usus besar). Karbohidrat yang dikandung ubi jalar

memiliki indeks glisemik rendah ("Low Glycemix Index", LGI, 54), artinya komoditi

ini sangat cocok untuk penderita diabetes. Mengkonsumsi ubi jalar tidak secara

drastis menaikkan gula darah. Berbeda halnya dengan karbohidrat yang indeks

glisemiknya tinggi, seperti beras dan jagung.

Damardjati dan Widowati (1993) menyatakan bahwa sekurang-kurangnya

ada 4 kelompok produk alternatif vang mungkin dapat dikembangkan dari ubi

jalar, yaitu: (I) pengembangan produk dari ubi jalar segar, (2) produk ubi jalar

yang siap santap seperti kue, roti, (3) produk ubi jalar siap masak sebagai

"instant foods", (4) produk setengah jadi untuk bahan baku, yang mana produk ini

dapat merupakan bahan baku industri lebih lanjut, bahan substitusi atau produk

komposit.

Page 13: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

13

2.2 Tepung Ubi Jalar

Salah satu tepung umbi-umbian yang telah dikembangkan pembuatannya

adalah tepung ubi jalar, bentuk tepung akan lebih tahan lama disimpan

dibandingkan dengan umbi segarnya. Di samping itu lebih mudah dalam

transportasi dan penggunaannya karena tepung ubi jalar dapat dicampur dengan

bermacam-macam tepung lain untuk memperoleh komposisi gizi yang

dikehendaki, serta produk olahan yang beragam (Antarlina dan Utomo, 1997).

Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian

kadar aimya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara langsung dari ubi

jalar yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari

gaplek ubi jalar yang dihaluskan (digiling) dengan tingkat kehalusan kurang lebih

80 mesh (Suprapti, 2003).

Menurut Suismono (2001), pemilihan jenis ubi jalar yang digunakan untuk

pembuatan tepung perlu memperhatikan kandungan kadar bahan keringnya

karena akan menentukan rendemen tepung yang dihasilkan. Semakin tinggi

kadar bahan kering, makin tinggi rendemen tepung yang dihasilkan. Bahan baku

pembuatan tepung umbi-umbian yang sesuai adalah umbi yang tidak berserat.

Hal penting yang harus diperhatikan pada bahan baku umbi segar adalah kadar

air yang tinggi, serta adanya senyawa fenol yang teroksidasi oleh enzim fenolase

mengubah umbi menjadi coklat. Faktor-faktor di atas akan mempengaruhi mutu

sawut kering, tepung dan patinya.

Kandungan tepung juga dipengaruhi oleh jenis klon, warna dan bentuk

umbi. Nilai kandungan tepung dapat diindikasikan dengan warna umbi. Nilai

kandungan tepung semakin meningkat seiring perbedaan warna umbi dari putih,

krem, krem tua, kuning pucat, kuning tua dan ungu tua. Warna umbi ungu tua

relatif mempunyai nilai kandungan tepung yang lebih besar dari warna putih,

krem tua, kuning pucat dan kuning tua (Pramudia, 2007). Berikut ini komponen

kimia dan sifat fisik tepung ubi jalar yang disajikan pada Tabel 2.6 dan standart

mutu tepung ubi kayu dan usulan standart mutu tepung ubi jalar yang disajikan

pada Tabel 2.7

Page 14: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

14

Tabel 2.6 Komponen Kimia dan Sifat Fisik Tepung Ubi jalar

Komponen dan Sifat fisik Tepung Ubi jalar

Air (%) 7,00

Protein (%) 2,11

Lemak (%) 0,53

Karbohidrat (%) 84,74

Abu (%) 2,58

Derajat Putih (%) 74,43

Waktu Gelatinisasi (menit) 32,5

Suhu Gelatinisasi (°C) 78,8

Waktu Granula Pecah (menit) 39,5

Suhu Granula Pecah (°C) 90,0

Viskositas Puncak (BU) 1815

Sumber: Antarlina dan Utomo (1997)

Tabel 2.7 Standar Mutu Tepung Ubi kayu dan Usulan Standar Mutu Tepung Ubi Jalar

Kriteria Tepung ubi kayu Tepung ubi jalar

Kadar air (maks) 12% 15%

Keasaman (maks) 3 ml 1 N NaOH/lOO g 4 ml 1 N NaOH/lOO g

Kadar pati (min) 75% 55%

Kadar serat (maks) - 3%

Kadar abu (maks) 1,5% 2%

HCN (maks) 40 ppm -

Sumber: Antarlina Dan Utomo (1997)

Kelebihan dari tepung ubi jalar adalah lebih sesuai untuk pengembangan

produk pangan dan gizi, daya simpan lebih tinggi sehingga sesuai untuk bahan

baku industri, memberi nilai tambah bagi produsen serta meningkatkan mutu

produk (Damardjati dan Widowati, 1993). Menurut Salminah (2005), tepung ubi

jalar juga memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh tepung yang

lainnya yaitu tepung ubi jalar memiliki kandungan β-karoten dan vitamin A yang

tinggi sehingga baik untuk mencegah kebutaan, kandungan serat tinggi, serta

kalori yang tinggi sehingga baik untuk mencegah penyakit Xerophtalmia kornea

aktif serta kekurangan kalori.

2.2.1 Pemanfaatan Tepung Ubi jalar

Tepung ubi jalar banyak digunakan dalam industri-industri skala kecil,

menengah, maupun besar. Tepung ubi jalar dapat berfungsi dalam beberapa

macam proses pengolahan antara lain sebagai bahan pengental, sebagai

Page 15: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

15

pengganti terigu (bersifat gluten), sebagai "stabilizer" (pada pembuatan "ice

cream"), sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, kue, makanan bayi,

pudding, bahan kimia dan sebagainya. Apabila proses pembuatan tepung ubi

jalar dilakukan dengan benar dan teliti, maka akan dapat dicapai rendemen

sebesar 30% dalam arti dari setiap 100 kg ubijalar dapat dihasilkan ± 30 kg

tepung ubi jalar (Suprapti, 2003).

Menurut Damardjati dan Widowati (1993), substitusi tepung ubi jalar

terhadap terigu pada pembuatan kue atau roti bisa mencapai 100%. Hal ini

tergantung dari jenis kue atau roti yang akan dibuat. Tepung ubijalar memiliki

banyak kegunaan antara lain dapat dimanfaatkan sebagai substitusi tepung

terigu hingga 50% dalam pembuatan aneka "cake" dan kue kering. Tepung ubi

jalar juga bermanfaat sebagai salah satu bahan baku selai dan saos Menurut

Agustyanto (2004), menyatakan bahwa tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai

bahan dalam pembuatan berbagai jenis kue, baik sebagai bahan campuran

maupun sebagai bahan utama tanpa dicampur. "Cake" dari campuran 50%

tepung ubi jalar dengan 50% tepung terigu dapat dikembangkan pada industri

skala kecil maupun menengah karena produk tersebut dapat diterima konsumen

(rasanya disukai, warnanya cukup menarik) dan dapat menghemat penggunaan

gula pasir sebesar 20%.

2.2.2 Proses Pembuatan Tepung Ubi jalar Terfermentasi

Pada dasarnya, proses pembuatan tepung ubi jalar adalah sama halnya

dengan mengurangi kadar air bahan hingga batas minimal secara cepat

(Suprapti, 2003). Menurut Antarlina dan Utomo (1999), cara pembuatan tepung

ubi jalar secara garis besar adalah sebagai berikut: sortasi umbi yaitu bagian

yang busuk dan terkena serangan hama boleng dibuang, pencucian,

pengupasan, diiris tipis atau disawut secara manual atau menggunakan alat,

dijemur/dikeringkan menggunakan alat pengering pada suhu 60°C hingga kering

(kadar air sekitar 7%), kemudian digiling dan dikemas. Untuk menghasilkan

tepung ubi jalar yang baik, sawut atau irisan umbi direndam terlebih dahulu di

dalam larutan Na metabisulfit sebelum dijemur/dikeringkan. Proses pembuatan

tepung ubi jalar terfermentasi adalah sebagai berikut:

1. Sortasi bahan baku

Sortasi bertujuan untuk memisahkan ubi jalar yang rusak akibat

serangan hama boleng. Menurut Antarlina dan Utomo (1999), umbi yang

terserang hama dapat mempengaruhi mutu tepung yaitu beraroma boleng

Page 16: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

16

yang akan terikut ke produknya. Hal ini penting dilakukan karena kualitas

dari bahan baku akan menentukan kualitas produk akhir yang diperoleh

(Suismono, 2001)

2. Pencucian

Proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan kotoran-kotoran

yang melekat pada daging umbi ubi jalar. Menurut Fellows (2000),

pencucian dilakukan untuk menghilangkan kontaminan dari permukaan

bahan makanan. Pencucian dapat menghilangkan sisa tanah atau debu

pada umbi-umbian.

3. Pengupasan

Pengupasan berfungsi untuk menghilangkan kulit ubi jalar yang

tidak diperlukan dalam pembuatan tepung. Menurut Fellows (2000),

pengupasan dapat menghilangkan material yang tidak diinginkan dan

yang tidak dapat dimakan serta untuk memperbaiki kenampakan produk

akhir.

4. Penyawutan

Penyawutan dilakukan untuk memperkecil ukuran umbi sehingga

luas permukaan menjadi semakin besar. Dengan semakin luasnya

permukaan bahan maka proses pengeringan akan menjadi semakin

cepat. Menurut Sutrisno dan Ananto (1999), penyawutan sebenarnya

ditujukan kepada pengecilan ukuran bahan agar proses pengeringan

dapat berlangsung secara cepat dan hasil pengeringan tinggi.

5. Fermentasi

Fermentasi bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dari tepung ubi

jalar, dengan cara hidrolisis pati, selulosa, dan pectin. Proses hidrolisis ini

terjadi melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

Menurut Wood (1998), kelebihan dari fermentasi alami adalah produk

yang dihasilkan memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Hal ini

dikarenakan terdapatnya microflora sekunder yang berasosiasi dan

menghasilkan produk metabolisme yang dapat memberikan cita rasa dan

aroma khas. Dan menurut Lina (2007) dalam Solikhah (2011), proses

fermentasi pada pati secara tradisional mampu memberikan perubahan

karakteristik seperti naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya

rehidrasi, dan kemudahan melarut.

Page 17: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

17

6. Perendaman dengan larutan garam

Tujuan dari perendaman larutan garam ini adalah untuk

menghentikan proses fermentasi oleh mikroorganisme. Jika proses

fermentasi terus berlangsung, dapat mempengaruhi sifat fisik dari tepung

ubi jalar, seperti aroma yang terlalu asam, tekstur tepung yang terlalu

lembab, dan warna yang terlalu pudar. Penambahan larutan garam

sebanyak 0,01% dari jumlah air yang digunakan untuk perendaman chips

dan direndam selama 15 menit.

7. Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk menghilangkan atau

mengeluarkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan

sebagian air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas.

biasanya kandungann air tersebut dikurangi sampai batas dimana

mikroba lidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Suharto, 1991).

Dalam pembuatan tepung ubi jalar, pengeringan merupakan salah

satu tahap penting yang akan mempengaruhi kualitas tepung yang

dihasilkan. Pengeringan yang umum di negara-negara tropis adalah

pengeringan dengan sinar matahari. akan tetapi pengeringan dengan

tahap ini memberikan kerugian yaitu waktu pengeringan yang relatif lama

yaitu (3-4 hari). Pengeringan yang lama dapat menyebabkan degradasi

komponen-komponen ubi jalar dan memicu pertumbuhan

mikroorganisme. Selain itu. selama pengeringan dapat terjadi kontaminasi

bahan oleh debu dan kotoran (Suharto, 1991).

Pengeringan buatan mempunyai keuntungan dibandingkan

penjemuran karena suhu, aliran udara dan kelembaban daput diatur

sehingga tidak tergantung pada cuaca (Susanto dan Saneto, 1994).

Menurut Suharto (1991), dengan memperhatikan serta

mempertimbangkan standar gizi maka pemanasan dengan mesin

dianjurkan tidak lebih dari 85°C.

8. Penggilingan

Penggilingan bertujuan untuk memecah gumpalan-gumpalan dan

memperkecil ukuran produk serta memudahkan proses pengemasannya

yang dilakukan secara kedap udara. Hal ini dilakukan karena produk

instant memiliki sifat higroskopis (Suismono, 2001). Penggilingan dapat

Page 18: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

18

dilakukan dengan menggunakan alat super blender atau alat penghancur

lainnya (Susanto dan Saneto, 1994).

9. Pengayakan

Pengayakan berfungsi untuk mendapatkan tepung dengan ukuran

yang sesuai dan seragam. Pengayakan merupakan proses

pengelompokkan campuran partikel yang berbeda-beda menurut

ukurannya ke dalam bagian yang mendekati range ukuran yang

dikehendaki. Pengayakan bertujuan untuk mendapatkan ukuran ukuran

tepung yang homogen (Susanto dan Saneto, 1994). Pengayakan

dilakukan dengan alat pengayak ukuran 80 mesh. Menurut Suprapti

(2003), tepung ubi jalar memiliki tingkat kehalusan 80 mesh.

2.3 Pati

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersebar luas di alam.

Pati disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuh-tumbuhan, antara lain di

dalam biji buah (padi, jagung, gandum), di dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, talas,

ganyong, kentang) dan pada batang (aren dan sagu). Bentuk pati digunakan

untuk menyimpan glukosa dalam proses metabolisme (Tjokrodikoesoemo, 1986).

Berat molekul pati bervariasi tergantung pada kelarutan dan sumber patinya

(Hartz dan Schmetz, 1972).

Pati (starch) merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer

senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan

amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan

(alfa)-1,4-glukosidik. Amilosa bersifat sangat hidrofilik, karena banyak

mengandung gugus hidroksil maka molekul amilosa cenderung membentuk

susunan paralel melalui ikatan hidrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit

membentuk gel, meskipun konsentrasinya tinggi, sehingga molekul pati tidak

mudah larut dalam air. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang,

amilosa akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. Polimer

amilopektin terbentuk dari ikatan (alfa)-1,4-glukosida dan membentuk cabang

pada ikatan (alfa)-1,6-glukosida (Winarno, 2008).

Amilosa dan amilopektin mempunyai sifat fisik yang berbeda. Amilosa

lebih mudah larut dalam air dan kurang kental dibanding amilopektin. Amilosa

menghasilkan warna biru bila direaksikan dengan larutan iodida, sedangkan

amilopektin menghasilkan warna ungu (Wall dan Blessin di dalam Wall dan Ross,

1970).

Page 19: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

19

Menurut Anderson (1958), amilosa merupakan hasil kondensasi molekul-

molekul glukosa yang terdiri dari 300 atau lebih molekul α-D glukosa, tersusun

dalam bentuk rantai panjang dan lurus. Molekul-molekul tersebut dihubungkan

oleh α-1,4D glukosidik. Berikut struktur molekul amilosa yang tersaji pada

Gambar 2.4

Gambar 2.4.. Struktur Molekul Amilosa (Fennema, 1976).

Amilopektin merupakan polimer dari glukosa dan banyak mengandung

rantai cabang. Pada rantai lurusnya terdapat kurang lebih 2000 – 3000 molekul

glukosa, sedang pada rantai cabangnya mengandung 24 – 30 molekul glukosa.

Antar molekul glukosa dihubungkan dengan ikatan α-1,4D dan α-1,6D glukosidik

(Anderson, 1958). Berikut struktur molekul amilopektin yang tersaji pada Gambar

2.5

Gambar 2.5.. Struktur Molekul Amilopektin (Fennema, 1976)

Enzim α-amilase bekerja menghidrolisis ikatan α-1,4 glukosidik pada

rantai bagian dalam molekul amilosa, amilopektin dan glikogen. Pemutusan

rantai polimer amilosa oleh enzim α-amilase berlangsung dalam dua tahap, yaitu

: (1) terjadi sangat cepat, dan (2) pembentukan glukosa dari maltosa secara

lambat (Forgaty, 1983).

Pada molekul amilopektin, enzim α-amilase bekerja memotong ikatan α-

1,4D glukosidik dan menghasilkan glukosa, maltosa, dan α-limit dextrin. Enzim α-

Page 20: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

20

amilase tidak dapat memotong α-1,6 pada rantai polimer amilopektin (Forgaty,

1983). Berikut mekanisme aktifitas enzim α-amilase pada amilosa dan

amilopektin yang tersaji pada Gambar 2.6

Gambar 2.6. Mekanisme Aktifitas Enzim α-Amilase Pada Amilosa Dan Amilopektin (Meyer, 1978)

Bila pati dilarutkan dalam air dingin tidak akan terjadi perubahan, tapi jika

suhu dinaikkan kekentalan akan meningkat dan pati akan menyerap air sehingga

terjadi penggelembungan. Jika konsentrasi suspensi pati cukup tinggi maka akan

terbentuk gel, proses ini disebut gelatinisasi (Meyer, 1978). Menurut Reilly

(1985), Salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap nilai kelarutan pati

dalam air adalah ikatan hidrogen. Pada granula pati terdapat gugus hidroksil

yang terkandung pada unit glukosa dalam polimer amilosa dan amilopektin.

Gugus hidroksil ini memiliki kecenderungan untuk berikatan dengan atom

hidrogen yang terdekat sehingga mampu membentuk struktur granula yang

kompak dan teratur. Gugus hidroksil ini memiliki barrier yang cukup baik

terhadap difusi molekul lain ke dalam granula pati termasuk molekul air.

Berikut ini perbandingan mutu pati ubi jalar, meliputi kadar (%) bb dari

pati, serat dan abu, kadar derajat putih dan kekentalan, yang tersaji pada Tabel

2.8

Tabel 2.8 Mutu Pati Ubi Jalar Berbagai Penelitian Terdahulu

Metode Kadar (5) bb Derajat

putih (%)

Kekentalan (cps)

Tepung 100 g umbi

Serat Abu

Saraswati (1981) 98.13 0.37 0.41 89.60 -

Kadarisman (1985)

97.79 0.22 0.53 86.17 305

Mc. Donell di dalam Radley

(1976) 97.50 - - - -

Sumber : Haryani (2008)

Page 21: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

21

2.3.1 Gelatinisasi Pati

Granula pati alami bersifat tidak larut dalam air, namun dapat menjadi

larut dalam air bila suspensi pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya. Bila

pati disuspensikan dalam air yang berlebih dan dipanaskan pada suhu dan waktu

tertentu, maka granula pati secara berangsur-angsur mengalami perubahan yang

bersifat ireversibel, artinya tidak dapat kembali pada kondisi granula semula.

Gelatinisasi pati ditandai dengan terjadinya pengembangan (swelling) granula

pati, peluruhan (melting) dari bagian kristalit, hilangnya sifat birefringence,

peningkatan kekentalan dan peningkatan kelarutan pati (Gambar 2.7). Suhu

awal terjadinya gelatinisasi yang teramati dipengaruhi oleh konsentrasi pati,

metode analisis, jenis pati dan keseragaman ukuran granula pati (Liu 2006).

Gambar 2.7. Perubahan granula pati (alami: I) selama proses gelatinisasi, terjadi pengembangan (IIa) pelepasan amilosa (IIb), retrogradasi, proses penggabungan kembali rantai linear pati setelah dekristalisasi akibat gelatinisasi (Srichuwong 2006)

Dalam proses gelatinisasi pati ini, granula pati secara berangsur-angsur

mengalami pengembangan (swelling) dengan meningkatnya suhu pemanasan.

Pengembangan granula pati terjadi karena molekul-molekul air masuk ke dalam

granula pati dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan

amilopektin. Dengan naiknya suhu suspensi pati, maka granula pati semakin

membesar. Mekanisme pengembangan tersebut disebabkan ikatan-ikatan

hidrogen yang menghubungkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin

semakin melemah dengan meningkatnya suhu pemanasan, sehingga

Page 22: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

22

mengganggu kekompakan granula pati. Di sisi lain, dengan meningkatnya suhu,

maka molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga

dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula pati. Dengan demikian, bila suhu

suspensi pati meningkat, maka air akan terikat secara simultan dalam molekul

amilosa dan amilopektin yang mengakibatkan pengembangan ukuran granula

pati tersebut. Setelah pengembangan granula mencapai maksimum pada suhu

pemanasan tertentu, maka granula pati akan pecah (rupture), sehingga

pemanasan pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan

kekentalan pasta pati secara tajam (Meyer, 1978) dan (Parker, 2003).

2.4 Fermentasi Alami

Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama. Salah

satu cara pengolahan yang dilakukan adalah dengan fermentasi. Fermentasi

telah lama digunakan dan merupakan salah satu cara pemrosesan dan bentuk

pengawetan makanan tertua (Achi, 2006). Fermentasi merupakan cara untuk

memproduksi berbagai produk yang menggunakan biakan mikroba melalui

aktivitas metabolisme baik secara aerob maupun anaerob. Fermentasi dapat

terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai.

Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat

pemecahan kandungan bahan pangan tersebut sehingga memungkinkan

makanan lebih bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman, dapat memberikan rasa

yang lebih baik (Rahayu dan Sudarmadji, 1989; Widowati dan Misgiyarta, 2002;

Parveen dan Hafiz, 2003) dan memberikan tekstur tertentu pada produk pangan

(Misgiyarta dan Widowati, 2002.; Parveen dan Hafiz, 2003). Fermentasi juga

merupakan suatu cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan,

menjaga kualitas dan keamanan makanan (Parveen dan Hafiz, 2003). Menurut

Wood (1998) Fermentasi alami terjadi melalui bantuan mikroba indigen yang

secara alami telah terdapat pada bahan baku yang digunakan serta mikroba-

mikroba lain dari lingkungan yang turut berasosiasi. Pada proses fermentasi

alami kondisi inkubasi diatur (secara tradisional) untuk mendukung pertumbuhan

mikroba yang diinginkan secara cepat dan memperlambat pertumbuhan mikroba

lainnya.

Banyak bahan pangan dari hewan atau tumbuhan yang mengandung

varietas dari mikroorganisme, yang telah tumbuh sebelum proses pemanenan.

Pada proses pengolahan pangan, mikroorganisme juga bisa ditambahkan pada

makanan. Jika makanan yang akan di fermentasi tidak di panaskan terlebih

Page 23: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

23

dahulu, jumlah dari mikroorganisme yang ada pada makanan akan berlipat

ganda. Meskipun kesempatan dari mikroorganisme akan dibatasi oleh

kemampuannya untuk tumbuh dan bersaing pada makanan, dan juga dari

lingkungan luar. Fermentasi ini biasanya dihasilkan dari suksesi mikroorganisme

predominan, yang akhirnya dapat menstabilkan produk fermentasi dengan

adanya populasi mikroba campuran yang didominasi oleh mikroorganisme yang

cocok dengan kondisi fisikokimia produk. Pada kelompok umbi-umbian,

fermentasi alami di dominasi oleh Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantarum),

Corynebacterium spp., Geotrichum candidum. (Adams dan Nout, 2001). Salmien

dan Wright (1993) melaporkan bahwa pada fermentasi alami, terutama

disebabkan oleh bakteri asam laktat mesofil yang menghasilkan asam laktat.

Menurut Rahayu dan Sudarmadji (1989), BAL merupakan mikroorganisme yang

memegang peranan penting dalam banyak fermentasi makanan. Adanya

pertumbuhan bakteri pada bahan pangan menyebabkan perubahan-perubahan,

baik yang bersifat kimiawi maupun biokimiawi bahan, bahkan dapat terjadi

perubahan fisik.

Menurut Odoemelam (2005) dalam Solikhah (2011), menyatakan bahwa

proses fermentasi berlangsung dalam 2 tahap. Pertama, pemecahan senyawa

glukosida, yaitu senyawa yang mengandung HCN dan glukosa oleh

Corynebacterium manihot yang akan membebaskan HCN dan glukosa

digunakan untuk kelangsungan hidup mikroba tersebut. Tahap kedua, dimulai

dengan perkembangan jamur Geotricum candida dalam bahan pangan karena

substratnya sesuai untuk pertumbuhannya yang akan memproduksi aldehid,

aseton dan ester yang memberikan flavour yang khas pada produk.

Selama proses fermentasi dari glukosa, aseton dan beberapa asam

organik terbentuk dan gas hidrogen, HCN dan CO2 dibebaskan. Bahan

dihidrolisis menjadi glukosa dan gula sederhana lainnya. Proses fermentasi CO2

yang terbentuk menggantikan oksigen, sehingga membuat lingkungan menjadi

anaerobic dan dapat membantu pertumbuhan bakteri seperti Lactobacillus

(Anonymous, 1995 dalam Solikhah 2011).

Kelebihan dari fermentasi alami adalah produk yang dihasilkan memiliki

cita rasa dan aroma yang khas. Hal ini dikarenakan terdapatnya mikroflora

sekunder yang berasosiasi dan menghasilkan produk metabolisme yang dapat

memberikan cita rasa dan aroma khas (Fardiaz, 1987). Menurut Lina (2007)

dalam Solikhah (2011), proses fermentasi pada pati secara tradisional mampu

Page 24: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

24

memberikan perubahan karakteristik seperti naiknya viskositas, kemampuan

gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.

Kekurangan dari fermentasi alami adalah kualitas produk yang dihasilkan

seringkali tidak sama dikarenakan fermentasi yang terjadi tidak terkontrol

sehingga produk yang dihasilkan pun akan sangat tergantung pada kondisi

lingkungan dan substrat yang digunakan (Wood, 1998).

2.4.1 Waktu Fermentasi

Pada proses fermentasi, pertumbuhan mikroba tergantung oleh waktu.

Suatu bahan pangan dapat ditumbuhi oleh campuran dari berbagai macam

spesies mikroba yang berbeda, seperti bakteri, jamur, dan kapang. Setiap

mikroba memiliki kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda, tergantung dari

faktor intrinsik (kadar air, nutrisi, Aw, pH, kandungan anti mikroba, dll) dan juga

faktor ekstrinsik (temperature, RH, konsentrasi gas di lingkungan, dll) (Ray, 2004)

Menurut Muljono dkk., (1992) pertumbuhan mikrobial biasanya ditentukan

oleh waktu yang diperlukan untuk menggandakan massa sel. Waktu

penggandaan massa sel dapat berbeda dengan waktu penggandaan jumlah,

karena massa sel dapat meningkat tanpa penambahan jumlah sel. Tetapi bila

dalam suatu lingkungan tertentu interval antara penggandaan massa sel dan

jumlah dengan waktu berlangsung konstan, maka mikroba tumbuh pada laju

eksponensial.

Semakin lama proses fermentasi, maka mikroba yang tumbuh akan

semakin banyak. Sehingga, kemampuan mikroba untuk memecah pati juga

semakin besar. (Astawan, 2008). Menurut Kurnia (1992), Semakin lama proses

fermentasi, total asam semakin meningkat. Ini disebabkan karena semakin lama

fermentasi semakin banyak bakteri yang terbentuk sehingga meningkatkan

jumlah asam yang di bentuk. Lama fermentasi sangat berpengaruh pada kualitas

produk yang dihasilkan, seperti rasa, aroma, tekstur dan warna.

2.4.2 Enzim yang Berperan pada Proses Fermentasi

2.4.2.1 Amilase

Amilase merupakan enzim yang berfungsi memecah pati atau glikogen.

Senyawa ini banyak terdapat dalam hasil tanaman dan hewan. Amilase dapat

dikelompokkan menjadi 3 golongan enzim, pertama α-Amilase, yang memecah

pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul , karenanya disebut

emzim endoamilase. Kedua, β-Amilase, yang menghidrolisis unit-unit gula dari

Page 25: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

25

ujung molekul pati, karenanya disebut eksoamilase. Ketiga adalah glukoamilase,

yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula non-pereduksisubstrat pati.

(Winarno,1986) Menurut Hidayat (2008), Amilase dapat diperoleh dari berbagai

sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. Saat ini sejumlah enzim

amilase telah diproduksi secara komersial. Penggunaan mikrobia dianggap lebih

prosepektif karena mudah tumbuh, cepat menghasilkan dan kondisi lingkungan

dapat dikendalikan.

Produksi enzim amilase dapat menggunakan berbagai sumber karbon.

Contoh-contoh sumber karbon yang murah adalah sekam, molase, tepung

jagung, jagung, limbah tapioka dan sebagainya. Jika digunakan limbah sebagai

substrat, maka limbah tadi dapat diperkaya nutrisinya untuk mengoptimalkan

produksi enzim. Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai suplemen antara

lain: pati, sukrosa, laktosa, maltosa, dekstyrosa, fruktosa, dan glukosa. Sumber

nitrogen sebagai suplemen antara lain: pepton, tripton, ekstrak daging, ekstrak

khamir, amonium sulfat, tepung kedelai, urea dan natrium nitrat (Hidayat, 2008).

Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) dan Wang (2002), α-Amilase adalah

suatu endo-enzim yang hanya menyerang ikatan α-1,4 glikosidik secara acak di

bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun pada amilopektin. Pada

amilosa, pengaruh aktifitas α-Amilase menyebabkan pati terputus-putus menjadi

dekstrin dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa. Pada tahap ini, reaksi α-

amilase relatif sangat lambat. Jika waktu reaksinya diperpanjang, dextrin tersebut

dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, maltotriosa dan

ikatan lain.

Pada molekul amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu

seri α-limit dextrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa

yang mengandung ikatan α-1,6 glikosidik. Alfa amilase menghidrolisis

amilopektin dimulai dari rantai-rantai luar dan juga memecah ikatan α-1,4

glikosidik secara acak. Selama proses hidrolisis, terjadi penurunan berat molekul

pati yang ditunjukkan dengan adanya penurunan viskositas dan meningkatnya

gula pereduksi (Fogarty, 1983).

Selain mendegradasi menjadi molekul yang lebih kecil. α-Amilase dapat

menurunkan viskositas larutan pati sehingga hidrolisat pati menjadi lebih larut di

dalam air.

Pada glukoamilase, enzim ini bekerja dengan cara menghidrolisa ikatan

glukosida α-1,4, tetapi hasilnya adalah β-glukosa yang mempunyai konfigurasi

Page 26: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

26

berlawanan dengan hasil hidrolisa oleh α-amilase. Enzim glukoamilase juga

dapat menghidrolisa ikatan glukosida α-1,6 dan α-1,3 tetapi dengan laju yang

lebih lambat dibandingkan hidrolisa ikatan glukosida α-1,4 ( Muljono dkk., 1989).

2.4.2.2 Protease

Enzim protease merupakan enzim yang bekerja memecah ikatan peptida

pada protein dengan cara hidrolisis. Menurut Adams dan Nout (2001), klasifikasi

enzim protease didasarkan pada beberapa hal antara lain: sumber/asal protease,

aksi katalitiknya (pemecahan ikatan peptida), dan sifat alami sisi aktifnya.

Berdasarkan sumbernya, terdapat enzim protease yang diperoleh dari hewan,

dari tanaman, ataupun dari mikroba. Berdasarkan aksi katalitiknya, enzim

protease terbagi atas endopeptidase (proteinase) dan eksopeptidase.

Endopeptidase memecah ikatan peptida yang sesuai (susceptible) di sepanjang

rantai polipeptida, sementara eksopeptidase menghidrolisa satu asam amino dari

salah satu ujung rantai polipeptida. Endopeptidase sering digunakan dalam

industri pangan, dan terkadang juga digunakan secara bersamaan dengan

eksopeptidase.

Enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri yang berfungsi untuk

menghidrolisis ikatan peptida pada protein dan merubah protein menjadi bentuk

monomernya. Protease yang dihasilkan oleh bakteri dan fungi berperan penting

dalam siklus carbon dan nitrogen pada reaksi pembentukan protein, serta dalam

aktivitas yang berhubungan dengan pengaturan metabolisme nutrisi. Akibat dari

pengaturan metabolisme nutrisi oleh mikroorganisme adalah adanya ratusan

koloni mikroorganisme dalam tanah yang dapat memecah protein menjadi

carbon, nitrogen, dan sulfur. Protease pada mikroorganisme juga dapat

memproduksi eksotoxin, dimana mikroorganisme tersebut akan dapat merusak

struktur ekstra sel. Aktivitas ini biasa dimanfaatkan pada industri pembuatan roti

(Anonymousb, 2011).

Varietas mikroorganisme yang menghasilkan protease antara lain bakteri,

fungi, yeast, dan Actinomycetes (Madan dkk, 2002). Fungi dari genus

Aspergillus, Penicilium,dan Rhizopus digunakan untuk memproduksi protease.

Beberapa spesies dari genus tersebut pada umumnya tidak menghasilkan toxin

yang berbahaya dan aman (Sandhya dkk., 2005).

Protease juga dapat berfungsi untuk mengkelat dan merusak protein

teroksidasi sebagai akibat dari reaksi oksidatif. Pada reaksi oksidatif, protein

Page 27: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

27

dapat terikat oleh oksigen bebas dan membentuk protein teroksidasi, senyawa ini

bersifat merugikan karena tidak dikenal tubuh. Oral protease merupakan salah

satu jenis protease yang dapat merusak dan memecah protein yang bersifat

merugikan tersebut. Oral protease akan berikatan dengna makroglobulin dan

menghidrolisis protein (Anonymousb, 2011).

2.4.2.3 Pektinase

Pektinase atau enzim pektinolitik merupakan bahan penghidrolisis pektin.

Pektinase pada umumnya bisa dihasilkan oleh bakteri, fungi, dan tanaman. Pada

tanaman enzim ini berperan penting untuk pembentukan dan memperkokoh

dinding sel, serta melunakkan jaringan tanaman ketika proses pematangan dan

penyimpanan buah atau sayur. Protopektinase, poligalakturonase, lyases dan

pektin esterase merupakan beberapa jenis dari enzim pektinase. Pektinase yang

dihasilkan oleh mikrooganisme mencapai 25% dari seluruh pektinase yang dijual

di pasaran. Sebagian besar enzim tersebut diproduksi oleh fungi dari spesies

Aspergillus niger (Jayani dkk, 2005).

Pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan

oleh ikatan β-1,4-glukosida. Sebagian gugus karboksil dari senyawa pektin

mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) dengan gugus metoksil. Senyawa

ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin. Pada umumnya senyawa-senyawa

pektin dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok senyawa yaitu asam pektat,

asam pektinat (pektin), dan protopektin (Winarno, 2008).

Enzim pektinolitik dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu enzim

depolimerase dan pektin esterase. Enzim depolimerase dikelompokkan lagi

berdasarkan substratnya antara lain yang memerlikan substrat asam pektinat

adalah Polimetilgalakturonase (PMG) dan Pektin liase (PL); substrat asam pektat

Poligalakturonase (PG) dan Pektat liase (PAL). Sedangkan Pektin esterase

disebut juga pektin metil esterase. Dimana enzim tersebut menghidrolisis ester

metil pada asam galakturonat (Winarno, 1986).

Page 28: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

28

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan,

Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian ini

dilaksanakan mulai bulan November 2012 – April 2013.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar terfermentasi

adalah wadah plastik bertutup, gelas ukur, pisau stainless steel, baskom, slicer,

sawut, pengering kabinet, loyang, timbangan, sendok, blender merk “Philips” dan

ayakan 80 mesh.

Alat yang digunakan untuk analisa adalah spatula, glassware, beaker

glass, timbangan analitik, pipet tetes, pipet ukur, tabung reaksi, oven (Memmert

U-30), desikator, color reader, viskometer, sentrifuge, vortex, pH meter, dan

mikroskop.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar ungu varietas

Ayamurasaki, ubi jalar orange varietas Kuningan Merah, ubi jalar putih varietas

Kuningan Putih, yang diperoleh dari desa Sukoanyar kecamatan Pakis

kabupaten Malang.

Bahan yang digunakan untuk analisa antara lain: aquades, larutan garam,

kertas saring, ether, HCl, NaOH 45%, dan iodine.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Tersarang

(Nested Design) dengan dua faktor dan tiga ulangan, dimana antara kedua faktor

tidak ada interaksi. Terdapat 2 faktor dengan faktor I terdiri dari 3 level dan faktor

II terdiri dari 3 level yang diulang sebanyak 3 kali.

Faktor I : Varietas Ubi Jalar

J1 = Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki

J2 = Ubi Jalar Orange Varietas Kuningan Merah

Page 29: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

29

J3 = Ubi Jalar Putih Varietas Kuningan Putih

Faktor II : Waktu Fermentasi Chips Ubi Jalar

U1 = Fermentasi 12 jam

U2 = Fermentasi 24 jam

U3 = Fermentasi 36 jam

Dari kedua faktor diperoleh 9 kombinasi yang masing-masing diulang 3 kali,

yaitu:

J1U1: Varietas Ayamurasaki (ungu) dengan lama fermentasi 12 jam

J1U2: Varietas Ayamurasaki (ungu) dengan lama fermentasi 24 jam

J1U3: Varietas Ayamurasaki (ungu) dengan lama fermentasi 36 jam

J2U1: Varietas Kuningan Merah dengan lama fermentasi 12 jam

J2U2: Varietas Kuningan Merah dengan lama fermentasi 24 jam

J2U3: Varietas Kuningan Merah dengan lama fermentasi 36 jam

J3U1: Varietas Kuningan Putih dengan lama fermentasi 12 jam

J3U2: Varietas Kuningan Putih dengan lama fermentasi 24 jam

J3U3: Varietas Kuningan Putih dengan lama fermentasi 36 jam

Setelah data diperoleh dari 3 kali ulangan, perlakuan terbaik ditentukan

dengan metode Multiple atribut (Zeleny, 1982).

3.4 Pelaksanaan

3.4.1 Pembuatan Tepung Ubi Jalar

Dilakukan sortasi berdasarkan kualitas ubi jalar

Ubi Jalar dikupas dan dibersihkan

Ditimbang 320 gram

Diiris tipis dengan ukuran ketebalan 1-2 mm

Dikeringkan menggunakan pengering kabinet suhu 50 oC selama 12 – 18

jam

Digiling dan diayak pada ukuran 80 mesh.

3.4.2 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Fermentasi Alami

Ubi Jalar dikupas dan dicuci dengan air mengalir

Diiris tipis dengan slicer atau alat penyawut, dengan ketebalan 1-2 mm

Direndam dalam air selama 12-36 jam

Dicuci bersih

Direndam dalam larutan garam sebanyak 0,1% selama 15 menit

Dicuci bersih

Page 30: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

30

Dikeringkan menggunakan pengering cabinet suhu 50 oC selama 12-18

jam

Digiling dengan menggunakan blender

Diayak dengan ayakan 80 mesh

3.5 Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan terhadap bahan baku pada awal proses, tepung

ubi jalar hasil fermentasi, dan tepung perlakuan terbaik.

3.5.1 Pengamatan dan Analisa Bahan Baku

Bahan baku yang dianalisa yaitu ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki, ubi

jalar orange varietas Kuningan Merah, ubi jalar putih varietas Kuningan Putih.

Pengamatan yang dilakukan antara lain kadar air, pH, dan kadar pati.

3.5.2 Pengamatan pada Tepung Ubi Jalar Terfermentasi

Pengamatan fisik yang dilakukan pada tepung ubi jalar terfermentasi

analisa rendemen, viskositas panas dan dingin, Indeks Penyerapan Air (IPA),

Indeks Kelarutan Air (IKA) (Muchtadi dkk, 1988), warna (L,a,b) (Yuwono dan

Susanto, 1998) , pH (Apriyantono.,1989), kadar air (Sudarmadji dkk., 1997),

kadar pati Direct Acid Hydrolysis (AOAC, 1970 dalam Sudarmadji, dkk., 1997),

analisa mikroskopis bentuk granula dan uji organoleptik.

3.5.3 Pengamatan pada Tepung Perlakuan Terbaik

Pengamatan dan analisa yang dilakukan pada tepung fermentasi

perlakuan terbaik antara lain analisa bulk density (densitas kamba), kadar air

(Sudarmadji dkk., 1997), kadar pati Direct Acid Hydrolysis (AOAC, 1970 dalam

Sudarmadji, dkk., 1997), viskositas panas dan dingin, indeks penyerapan air

(IPA), indeks kelarutan air (IKA), analisa rendemen chips kering dan tepung.

3.6 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis ragam dengan

Rancangan Tersarang (Nested Design) dua faktor. Apabila terdapat pengaruh

nyata pada kedua perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range

Test) 5% dan 1% atau uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf nyata 5%

dan 1% . Data hasil uji organoleptik dilakukan dengan uji Hedonic Scale Scoring.

Sedangkan pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan metode Multiple

Attribute (Zeleny, 1982).

Page 31: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

31

3.7 Diagram Alir Penelitian

a

ubi jalar dari setiap

jenis varietas ubi

jalar

Air 1,2 liter

DIkupas dan dicuci bersih

Diiris tipis dengan ketebalan 1-2 mm

Fermentasi pada suhu kamar dan lama proses (12,24,36 jam)

Dikeringkan menggunakan pengering cabinet, suhu 500 C selama 12 jam

Chips Ubi Jalar Terfermentasi Kering

Dicuci bersih

Direndam dalam larutan garam 0,1% selama 15 menit

Dicuci bersih

Tepung ubi jalar terfermentasi

Analisa Rendemen

Digiling

Analisa Awal:

- Analisa pH - Analisa kadar air - Analisa kadar pati

Ditimbang sebanyak 320 gram

Page 32: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

32

a

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Terfermentasi

(Modifikasi Irawati, 2011)

Tepung ubi jalar

terfermentasi ukuran

80 mesh

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung ubi jalar terfermentasi

ukuran non 80 mesh

Digiling

Diayak 80 mesh

Tepung ubi jalar terfermentasi

ukuran non 80 mesh

Digiling

Diayak 80 mesh

Sisa Tepung ubi jalar terfermentasi

Analisa Akhir :

- Analisa kadar air - Analisa kadar pati - Analisa pH - Analisa rendemen - Analisa Viskositas

Panas & Dingin - Analisa Densitas

kamba - Analisa warna - Analisa sifat

mikroskopis granula pati

- Uji organoleptik aroma dan warna

Page 33: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

33

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar Kontrol

(Modifikasi Irawati, 2011)

Bahan baku ubi jalar

dari setiap varietas

DIkupas dan dicuci bersih

Diiris tipis dengan ketebalan 1-2 mm

Dikeringkan menggunakan pengering cabinet, suhu 50 0C selama 12 jam

Chips Ubi Jalar Kering Analisa Rendemen

Digiling

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Analisa Awal:

- Analisa pH - Analisa kadar air - Analisa kadar pati

Ditimbang sebanyak 320 gram

Tepung ubi jalar

ukuran 80 mesh

Tepung ubi jalar ukuran non 80 mesh

Digiling

Diayak 80 mesh

Tepung ubi jalar ukuran non 80 mesh

Digiling

Diayak 80 mesh

Sisa Tepung Tepung Ubi Jalar

Analisa Akhir :

- Analisa kadar air - Analisa kadar pati - Analisa pH - Analisa rendemen - Analisa Viskositas

Panas & Dingin - Analisa Densitas

kamba - Analisa warna - Analisa sifat

mikroskopis granula pati

- Uji organoleptik aroma dan warna

Page 34: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan tepung ubi jalar

terfermentasi dalam penelitian ini adalah ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki, ubi

jalar oranye varietas Kuningan Merah, dan ubi jalar putih varietas Kuningan

Putih. Bahan baku ini diperoleh dari desa Sukoanyar kecamatan Pakis

kabupaten Malang. Bahan baku yang digunakan merupakan bahan baku segar

yang baru di panen, sehingga diperlukan beberapa analisa untuk mengetahui

karakteristiknya sebelum digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan

tepung ubi jalar terfermentasi. Parameter bahan baku ubi jalar yang dianalisa

meliputi pH, kadar air, kadar pati dan warna. Hasil analisa bahan baku dapat

dilihat pada 4.1

Tabel 4.1 Data Analisa Bahan Baku

Parameter

Varietas Ubi Jalar

Ayamurasaki (ungu)

Kuningan Merah

Kuningan Putih

Hasil Analisa

pH Kadar air Kadar pati Warna : Kecerahan (L*) Kemerahan (a*) Kekuningan (b*)

5,79 74,62% 16,37% 43,1 17,63 -1,9

6,12 69% 23,55% 70,77 20,77 28,8

6,05 71% 22,78% 81,17 2,5 36,87

Literatur

pH Kadar air Kadar pati Warna : Kecerahan (L*) Kemerahan (a*) Kekuningan (b*)

- 70,46% ** 12,64% ** 34,43 * 16,17 * 7,97 *

- 79,28% ** 15,18% ** - - -

6,21 **** 65% *** 31,04% **** 67,5 **** 19,3 **** 12,7 ****

Sumber : * : Sulistiyati (2007) ** : Dewi (2007) *** : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2012) **** : Agustawa (2012)

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa hasil analisa kadar air pada varietas

Ayamurasaki (ungu) sebesar 74,6%, sedangkan kadar air hasil penelitian yang

dilakukan Sulistyati (2007) sebesar 66,65%. Penelitian lain yang dilakukan oleh

Nakashima (1999) terhadap ubi ungu Jepang (Ayamurasaki) menghasilkan kadar

air berkisar antara 51-81 %.

Page 35: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

35

Pada varietas Kuningan Merah memiliki kadar air sebesar 69%.

Sedangkan hasil penelitian lain menurut Dewi (2007) kadar air pada ubi jalar

yang memiliki daging umbi oranye adalah 79,28%. Perbedaan ini disebabkan

karena bahan baku yang digunakan dalam penelitian dan bahan baku dari

literatur memiliki umur panen, lokasi penanaman, perlakuan penanaman dan

umur penyimpanan pasca panen yang berbeda.

Pada varietas Kuningan Putih memiliki kadar air sebesar 71 %. Pada

penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2012)

diketahui bahwa kadar air pada ubi jalar putih sebesar 65 %. Perbedaan ini

disebabkan karena varietas ubi yang di gunakan berbeda. Karena pada

penelitian dari literatur tersebut menggunakan ubi jalar varietas Sukuh,

sedangkan pada penelitian ini digunakan ubi jalar putih varietas Kuningan Putih.

Kedua ubi jalar memiliki kesamaan pada warna putih pada daging umbinya

Menurut Wolfe (1992) perbedaan kadar air pada bahan baku ubi jalar

segar ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lokasi tanam, iklim, tipe

tanah, serta gangguan hama dan penyakit. Dan menurut Antarlina dan Utomo

(1999) keragaman bahan baku (umbi ubi jalar) sangat tinggi sehingga masing-

masing jenis dapat menghasilkan mutu tepung yang berbeda-beda. Dari segi

bahan baku ini yang dapat mempengaruhi mutu tepung ubi jalar adalah : umur

tanaman, ukuran umbi, bentuk umbi, bahan kering umbi dan warna umbi.

Hasil analisa kadar pati pada varietas Ayamurasaki (ungu) sebesar 16,37

%. Sedangkan menurut Dewi (2007) kadar pati pada ubi jalar ungu varietas

Ayamurasaki adalah 12,64%. Perbedaan ini disebabkan karena umur panen

yang berbeda dan waktu penyimpanan ubi jalar pasca panen yang berbeda.

Pada varietas Kuningan Merah memiliki kadar pati sebesar 16,37 %.

Sedangkan hasil penelitian lain menurut Dewi (2007) kadar pati pada ubi jalar

yang memiliki daging umbi oranye adalah 15,18 %. Perbedaan ini dikarenakan

lokasi penanaman, perlakuan penanaman dan umur penyimpanan pasca panen

yang berbeda.

Pada varietas Kuningan Putih memiliki kadar pati sebesar 22,78%.

Sedangkan pada penelitian Agustawa (2012) kadar pati pada ubi jalar putih

adalah 31,04 %. Perbedaan ini disebabkan karena varietas ubi yang digunakan

berbeda. Pada penelitian Agustawa (2012) digunakan ubi jalar putih varietas

Sukuh.

Page 36: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

36

Menurut Woolfe (1992), perbedaan kadar pati pada bahan baku ubi jalar

disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti: lokasi tanam, musim panen,

lama waktu musim tanam dan pupuk. Menurut Antarlina dan Utomo (1999)

kandungan pati didalam bahan baku akan dipengaruhi oleh umur tanaman dan

lama penyimpanan setelah panen. Semakin lama proses penyimpanan maka

kandungan pati semakin rendah.

Hasil analisa warna varietas Ayamurasaki (ungu) pada Tabel 4.1

menunjukkan tingkat kecerahan (L*) 43,1, tingkat kemerahan (a*) 17,63 dan

tingkat kekuningan (b*) -1,9, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sulistyati (2007) menunjukkan tingkat kecerahan (L*) 34,43, tingkat kemerahan

(a*) 16,17 dan tingkat kekuningan (b*) 7,97. Perbedaan warna dipengaruhi oleh

komponen bioaktif yang terkandung dalam ubi jalar ungu. Menurut (Sulistyati,

2007), tingkat kecerahan (L*) berhubungan dengan kapasitas warna ungu pada

umbi. Semakin ungu warna daging umbi, maka tingkat kecerahannya akan

semakin rendah. Tingkat kemerahan (a*) sebanding dengan kapasitas warna

ungu pada umbi. Semakin ungu warna daging umbi, maka tingkat kemerahan

akan semakin tinggi. Sedangkan tingkat kekuningan (b*) berbanding terbalik

dengan intensitas warna ungu umbi. Semakin kecil tingkat kekuningan maka

akan mendekati warna biru.

Hasil analisa warna varietas Kuningan Merah pada Tabel 4.2

menunjukkan tingkat kecerahan (L*) 70,77 tingkat kemerahan (a*) 20,77 dan

tingkat kekuningan (b*) 28,8. Warna kulit dari varietas Kuningan Merah yang

diteliti adalah oranye dan memiliki warna daging umbi oranye (kuning

kemerahan). Dalam industri pengolahan saos tomat dan saos cabe pada

umumnya menggunakan bahan baku dengan warna daging umbi berwarna

kuning /oranye. Dengan alasan itulah maka digunakan ubi jalar oranye varietas

Kuningan Merah dalam penelitian ini.

Pada varietas Kuningan Putih menunjukkan tingkat kecerahan (L*) 81,17

tingkat kemerahan (a*) 2,5 dan tingkat kekuningan (b*) 36,87. Sedangkan pada

penelitian Agustawa (2012) menunjukkan tingkat kecerahan (L*) 67,5, tingkat

kemerahan (a*) 19,3 dan tingkat kekuningan (b*) 12,7. Perbedaan warna ini

disebabkan karena bahan baku yang digunakan berbeda, dimana pada

penelitian ini digunakan bahan baku ubi jalar putih varietas Kuningan Putih dan

pada penelitian Agustawa (2007) digunakan ubi jalar putih varietas Sukuh. Pada

warna daging umbinya, ubi jalar varietas sukuh memiliki warna yang lebih putih

Page 37: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

37

dari pada varietas Kuningan Putih yang daging umbinya berwana putih ke

kuningan. Hal ini dapat dilihat pada tingkat kekuningan (b*) pada ubi jalar putih

varietas Kuningan putih lebih tinggi dari pada tingkat kekuningan (b*) pada ubi

jalar putih varietas Sukuh. Menurut Marzempi (2012) waktu pemanenan ubi jalar

berpengaruh terhadap hasil, komposisi kimia, dan kandungan serat ubi.

4.2 Karakteristik Tepung Ubi Jalar Terfermentasi

Pada penelitian ini, tepung ubi jalar fermentasi diperoleh dari hasil

fermentasi chips ubi jalar dengan perlakuan lama fermentasi 12 jam, 24 jam dan

36 jam. Varietas ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ubi jalar ungu

varietas Ayamurasaki, ubi jalar oranye varietas Kuningan Merah, dan ubi jalar

putih varietas Kuningan Putih. Analisa yang dilakukan pada tepung ubi jalar

fermentasi meliputi pH, kadar air, kadar pati, viskositas panas dan dingin, warna,

rendemen chips, rendemen tepung, Indeks Penyerapan Air (IPA), dan Indeks

Kelarutan Air (IKA)

4.2.1 Kadar Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut

disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 2008). Kadar

pati merupakan salah satu kriteria mutu untuk tepung. Hasil penelitian

menunjukkan rerata kadar pati tepung ubi jalar sebelum fermentasi berkisar

antara 75,52 - 85,11%. Sedangkan setelah proses fermentasi kadar pati tepung

ubi jalar berkisar antara 67,66 – 83,76%. Pengaruh perlakuan varietas ubi jalar

menurut lama fermentasi terhadap kadar pati tepung ubi jalar terfermentasi dapat

dilihat pada Gambar 4.1

Page 38: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

38

Gambar 4.1 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar terhadap Kadar Pati Tepung

Ubi Jalar Terfermentasi Berdasarkan Lama Fermentasi

Dari Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi kadar

pati tepung ubi jalar terfermentasi semakin menurun. Kadar pati pada varietas

Kuningan Merah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati pada

varietas Kuningan putih dan varietas Ayamurasaki (ungu).

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 2) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kadar pati,

begitu pula perlakuan lama fermentasi juga berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap

kadar pati tepung ubi jalar terfermentasi. Hasil uji BNT 5% dari rerata kadar pati

akibat perlakuan varietas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2. Rerata Kadar Pati Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Kadar Pati (%) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu) 72,234 a Kuningan Merah 80,948 b 2,90 Kuningan Putih 78,658 b

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa rerata kadar pati pada

varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah dan varietas Kuningan

Putih berbeda nyata. Perbedaan ini disebabkan karena komposisi kimia pada

masing-masing varietas berbeda. Hasil analisa pati pada bahan baku ubi jalar

menunjukkan bahwa kadar pati pada varietas Kuningan Merah sebesar 23,55 %,

Kuningan Putih sebesar 22,78% dan Ayamurasaki (ungu) sebesar 16,37%. Data

kadar pati pada bahan baku ini sesuai dengan hasil kadar pati pada tepung ubi

Page 39: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

39

jalar terfermentasi bahwa kadar pati tertinggi terdapat pada varietas Kuningan

Merah sebesar 80,948% sedangkan kadar pati terendah terdapat pada

Ayamurasaki (ungu) sebesar 72,234%. Menurut Antarlina dan Utomo (1999)

kandungan pati didalam bahan baku akan dipengaruhi oleh umur tanaman dan

lama penyimpanan setelah panen. Umur optimal ubi jalar tercapai apabila

kandungan patinya maksimum dan kandungan seratnya rendah. Pada

pembuatan tepung ubi jalar apabila dikehendaki kandungan patinya maksimum,

maka ubi jalar hasil panen sebaiknya segera diolah dan tidak dilakukan

penyimpanan. Namun demikian, toleransi penyimpanan setelah panen dapat

dilakukan hingga maksimum tujuh hari karena penyimpanan yang semakin lama

dapat menurunkan kandungan patinya. Menurut Marzempi (2012), panen ubi

jalar dapat dilakukan bila ubi sudah tua. Waktu panen berpengaruh terhadap

hasil komoditas, komposisi kimia, dan kandungan serat ubi. Secara umum, umur

panen optimum varietas/klon ubi jalar pada penanaman musim kering berkisar

120-130 hari setelah tanam. Menurut Bradbury dan Anderson (1988) besarnya

kadar bahan kering tergantung pada varietas/klon, lingkungan (radiasi sinar

matahari, suhu, pemupukan, kelembapan tanah) dan umur tanaman.

Hasil uji BNT 5% dari rerata kadar pati akibat perlakuan lama fermentasi

dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3. Rerata Kadar Pati pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama Fermentasi (jam) Kadar Pati (%) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu)

12 76,11 b

5,03 24 72,94 b

36 67,66 a

Kuningan Merah

12 83,67 b

5,03 24 81,61 ab

36 77,56 a

Kuningan Putih

12 82,52 b

5,03 24 78,56 ab

36 74,90 a

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok Tabel menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi berbeda

nyata terhadap kadar pati. Pada fermentasi 12 jam memiliki kadar pati lebih tinggi

dibandingkan dengan lama fermentasi 24 jam dan 36 jam. Semakin lama

fermentasi, maka kadar pati pada tepung ubi jalar terfermentasi semakin

menurun. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi pemecahan

Page 40: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

40

pati oleh aktivitas mikroorganisme menjadi gula-gula sederhana. Menurut

Oktavian (2010) selama fermentasi terdapat aktivitas mikroba yang

menyebabkan terjadinya degradasi pati disertai dengan pembentukan gula-gula

sederhana yang digunakan untuk energi dalam pertumbuhan dan aktivitasnya,

degradasi pati tersebut menyebabkan turunnya kadar pati. Hal tersebut juga

didukung oleh Maria (2002) yang menyebutkan bahwa, kadar pati mengalami

penurunan sejalan dengan meningkatnya lama fermentasi, karena kemampuan

mikroba amilolitik dalam pemecahan pati semakin besar. Selain itu penurunan

kadar pati juga dapat disebabkan karena proses pengolahan. Menurut

Anindyasari (2012) penyebab lain penurunan kadar pati adalah pada saat proses

pengolahan tepung yang bisa menghilangkan pati, seperti perendaman dalam air

pada saat umbi di cuci atau pada saat chips di fermentasi. Hal ini menyebabkan

sebagian pati mengendap dalam air dan tidak ikut dalam proses penepungan.

Pada varietas Ayamurasaki, Kuningan Merah dan Kuningan Putih

semakin lama fermentasi memiliki tingkat penurunan kadar pati yang berbeda-

beda. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas mikroba yang berperan pada saat proses

fermentasi alami tidak terkontrol, sehingga proses degradasi pati menjadi gula-

gula sederhana sebagai energi juga tidak dapat terkontrol. Menurut Wood (1998)

kekurangan dari fermentasi alami adalah kualitas produk yang dihasilkan

seringkali tidak sama dikarenakan fermentasi yang terjadi tidak terkontrol

sehingga produk yang dihasilkan pun akan sangat tergantung pada

kondisi lingkungan dan substrat yang digunakan.

4.2.2 Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air dalam suatu bahan pangan yang

dinyatakan dalam persen. Adanya kandungan air dalam suatu bahan akan

mempengaruhi karakteristik bahan pangan itu sendiri. Pada tepung, kadar air

yang tinggi akan menyebabkan daya simpan tepung yang singkat. Menurut

ketentuan SNI (2009) kadar air untuk produk tepung atau pati maksimal 13%.

Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar air tepung ubi jalar sebelum

fermentasi berkisar antara 8,41 - 9,7%. Sedangkan setelah proses fermentasi

kadar air tepung ubi jalar berkisar antara 3,57 – 11,39%. Hasil penelitian ini

memenuhi syarat kelayakan produk sesuai dengan ketentuan SNI. Pengaruh

perlakuan varietas ubi jalar menurut lama fermentasi terhadap kadar air tepung

ubi jalar terfermentasi dapat dilihat pada Gambar 4.2

Page 41: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

41

Gambar 4.2 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar terhadap Kadar Air Tepung

Ubi Jalar Terfermentasi Berdasarkan Lama Fermentasi

Dari Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi kadar

air tepung ubi jalar terfermentasi semakin menurun. Kadar air pada varietas

Ayamurasaki (ungu) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan varietas

Kuningan Putih dan varietas Kuningan Merah.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 3) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kadar air,

begitu pula perlakuan lama fermentasi juga berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap

kadar air tepung ubi jalar terfermentasi. Hasil uji BNT 5% dari rerata kadar air

akibat perlakuan varietas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4. Rerata Kadar Air Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Kadar Air (%) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu) 8,98 c Kuningan Merah 5,11 a 0,95 Kuningan Putih 6,26 b

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rerata kadar air pada

varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah dan varietas Kuningan

Putih berbeda nyata. Perbedaan ini disebabkan karena komposisi kimia pada

masing-masing varietas berbeda. Hasil analisa kadar air pada bahan baku ubi

jalar menunjukkan bahwa kadar air pada varietas Kuningan Merah sebesar 69%,

Kuningan Putih sebesar 71% dan Ayamurasaki (ungu) sebesar 74,6%. Data

Page 42: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

42

kadar air pada bahan baku ini sesuai dengan hasil kadar air pada tepung ubi jalar

terfermentasi bahwa kadar air tertinggi terdapat pada varietas Ayamurasaki

(ungu) 8,98%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada Kuningan Merah

sebesar 5,11%. Menurut Antarlina dan Utomo (1999) keragaman bahan baku

(umbi ubi jalar) sangat tinggi sehingga masing-masing jenis dapat menghasilkan

mutu tepung yang berbeda-beda. Dari segi bahan baku ini yang dapat

mempengaruhi mutu tepung ubi jalar adalah : umur tanaman, ukuran umbi,

bentuk umbi, bahan kering umbi dan warna umbi.

Hasil uji BNT 5% dari rerata kadar air akibat perlakuan lama fermentasi

dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5. Rerata Kadar Air pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama Fermentasi

(jam) Kadar Air

(%) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu)

12 11.39 c

1,64 24 8.59 b

36 6,94 a

Kuningan Merah

12 6,85 b

1,64 24 4,90 a

36 3,57 a

Kuningan Putih

12 7,57 b

1,64 24 6,18 ab

36 5,04 a

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok Tabel menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi

berpengaruh nyata terhadap kadar air. Pada fermentasi 12 jam memiliki kadar air

tertinggi dibandingkan dengan lama fermentasi 24 jam dan 36 jam. Semakin

lama fermentasi, maka kadar air pada tepung ubi jalar terfermentasi semakin

menurun. Pada saat fermentasi terjadi degradasi pati oleh mikroorganisme yang

menyebabkan turunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air, karena

kehilangan gugus hidroksil yang berperan dalam menyerap air. Menurut Giraund

dkk. (1994), gugus hidroksil pada granula pati merupakan faktor utama dalam

mempengaruhi kemampuan mempertahankan air. Pada bahan berpati, gugus

hidroksil ini mempunyai kemampuan yang besar untuk mempertahankan air

karena struktur gugus hidroksil yang mudah dimasuki air.

Menurut Agustawa (2012) pada proses fermentasi, semakin lama waktu

fermentasi maka aktivitas enzim dalam mendegradasi pati dalam bahan semakin

Page 43: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

43

meningkat. Sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan,

akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini dapat

menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan, dengan demikian

kadar air akan semakin menurun dalam jangka pengeringan yang sama. Menurut

Meyer (1996), penurunan kadar air disebabkan karena penguapan air terikat,

sebelum fermentasi sebagian molekul air membentuk hidrat dengan molekul-

molekul lain yang mengandung atom oksigen, nitrogen, karbohidrat, protein,

garam-garam, dan senyawa organik lainya sehingga sukar diuapkan, namun

selama proses fermentasi berlangsung enzim-enzim yang dihasilkan oleh

mikroba akan memecah karbohidrat dan senyawa-senyawa tersebut, sehingga

air yang terikat berubah menjadi air bebas.

4.2.3 Rendemen

Analisa rendemen dilakukan untuk mengetahui jumlah yang dihasilkan

dari berat awal bahan baku. Pada penelitian ini dilakukan analisa rendemen pada

chips kering, dan tepung. Analisa rendemen chips kering diperoleh dari berat

chips kering dibagi dengan berat chips ubi jalar segar. Begitu pula dengan nilai

rendemen tepung, nilai rendemen tepung diperoleh dari berat tepung dibagi

dengan berat chips ubi jalar segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rendemen chips kering ubi jalar sebelum fermentasi berkisar antara 33,06 -

36,38%, sedangkan setelah fermentasi berkisar antara 29,25 - 37,07%. Pada

tepung ubi jalar sebelum fermentasi berkisar antara 27,8 – 32,2%, sedangkan

setelah fermentasi berkisar antara 23,34 - 33,13%.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap rendemen

chips kering dan rendemen tepung. Begitu pula pada perlakuan lama fermentasi,

rendemen chips kering dan rendemen tepung memiliki pengaruh nyata (α=0,05).

Hasil uji BNT 5% dari rerata rendemen chips kering dan tepung akibat perlakuan

varietas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.6

Page 44: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

44

Tabel 4.6. Rerata Rendemen Chips Kering dan Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Rendemen (%)

Chips kering Tepung

Ayamurasaki (ungu) 30,51 a 25,88 a

Kuningan Merah 34,53 c 31,44 c

Kuningan Putih 32,70 b 28,69 b

BNT 5 % 1,12 1,04

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa rerata rendemen chips

kering dan tepung pada varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah

dan varietas Kuningan putih berbeda nyata.

Rendemen chips kering dan tepung tertinggi terdapat pada varietas

Kuningan Merah sedangkan rendemen terendah tedapat pada perlakuan jenis

ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki . Perbedaan ini disebabkan karena kadar air

pada bahan baku varietas Ayamurasaki (ungu) cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan varietas Kuningan Merah dan varietas Kuningan Putih.

Kadar air bahan baku yang tinggi memberikan kadar bahan kering yang rendah.

Selama pengeringan banyak air yang menguap sehingga mempengaruhi

randemen menjadi lebih rendah. Menurut Antarlina dan Utomo (1999) besarnya

rendemen tepung yang dihasilkan dapat diketahui dari kadar bahan keringnya.

Semakin tinggi kadar bahan kering ubi jalar maka semakin tinggi pula rendemen

tepung yang dihasilkan. Besarnya kadar bahan kering tergantung pada

varietas/klon, lingkungan (radiasi sinar matahari, suhu, pemupukan, dan

kelembapan tanah) dan umur tanaman (Bradbury dan Holloway, 1988).

Nilai rendemen tepung pada masing-masing varietas lebih rendah

dibandingkan dengan nilai rendemen chips kering. Hal ini disebabkan karena

selama pengolahan chips kering menjadi tepung terdapat hasil samping berupa

ampas tepung yang sulit untuk dihancurkan seperti tepung berukuran 80 mess

lainnya. Pada ampas tepung diduga mengandung serat kasar yang sulit untuk

didegradasi oleh mikroba selama proses fermentasi, sehingga semakin tinggi

kadar serat kasar kemungkinan dapat menghasilkan nilai rendemen ampas

tepung yang lebih besar. Pada varietas Ayamurasaki memiliki hasil ampas

tepung yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kuningan

Putih dan varietas Kuningan Merah, diduga pada varietas Ayamurasaki memiliki

Page 45: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

45

serat kasar yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kuningan

putih dan varietas Kuningan Merah. Menurut Dewi (2007) kandungan serat kasar

pada ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu sebesar 3%, pada

daging umbi yang berwarna putih 2,5%, dan pada daging umbi berwarna oranye

0,84%.

Hasil uji BNT 5% dari rerata nilai rendemen chips kering dan rendemen

tepung akibat perlakuan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7. Rerata Rendemen Chips Kering dan Tepung pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama Fermentasi

(jam)

Rendemen (%)

Chips Kering Tepung

Ayamurasaki (ungu)

12 32,69 c 28,37 c

24 30,57 b 25,94 b

36 28,25 a 23,34 a

Kuningan Merah

12 37,07 c 33,64 c

24 34,00 b 31,37 b

36 32,51 a 29,31 a

Kuningan Putih

12 35,37 c 31,90 c

24 32,53 b 29,21 b

36 30,18 a 24,98 a

BNT 5% 1,94 1,673

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok Tabel menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Dari Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi berbeda

nyata terhadap rendemen chips kering dan rendemen tepung. Nilai rendemen

tepung ubi jalar berkorelasi positif dengan nilai rendemen chips kering ubi jalar.

Semakin tinggi berat rendemen tepung maka berat rendemen chips kering juga

semakin tinggi. Pada lama fermentasi 12 jam memiliki nilai rendemen chips

kering dan rendemen tepung tertinggi dibandingkan pada lama fermentasi 24 jam

dan 36 jam. Semakin lama fermentasi maka nilai rendemen chips kering dan

rendemen tepung ubi jalar terfermentasi semakin rendah. Hal ini disebabkan

karena semakin lama fermentasi semakin banyak pati yang dihidrolisis oleh

mikroba menjadi gula-gula sederhana sehingga nilai rendemen menurun.

Menurut Oktavian (2010) selama fermentasi terdapat aktivitas mikroba yang

Page 46: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

46

menyebabkan terjadinya degradasi pati disertai dengan pembentukan gula-gula

sederhana yang digunakan untuk energi dalam pertumbuhan dan aktivitasnya,

degradasi pati tersebut menyebabkan turunnya kadar pati. Menurut Antarlina dan

Utomo (1999) besarnya rendemen tepung yang dihasilkan dapat diketahui dari

kadar bahan keringnya. Semakin tinggi kadar bahan kering ubi jalar maka

semakin tinggi pula rendemen tepung yang dihasilkan.

Perbedaan nilai rendemen juga dapat dipengaruhi oleh kadar air dalam

bahan. Pada tepung mengandung air, pati dan beberapa komponen lain.

Semakin tinggi kadar air maka rendemen semakin meningkat. Pada Tabel 4.7

semakin lama fermentasi rendemen semakin menurun, hal ini dipengaruhi oleh

kadar air tepung yang semakin lama fermentasi juga semakin menurun.

Penurunan ini disebabkan karena pada saat fermentasi terjadi degradasi pati

oleh aktivitas mikroba sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang

terbebaskan, dan menyebabkan tekstur bahan menjadi lunak dan berpori.

Keadaan ini menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan.

Rendemen chips kering dan rendemen tepung memiliki hubungan dengan

kadar pati tepung ubi jalar terfermentasi. Semakin tinggi kadar pati maka

semakin tinggi nilai rendemen chips kering dan rendemen tepung. Korelasi

antara kadar pati dan rendemen dapat dilihat pada Gambar 4.3. dan 4.4

Gambar 4.3 Grafik Korelasi Kadar Pati Terhadap Randemen Chips Kering Ubi

Jalar Terfermentasi

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar

0,9152 dengan mengikuti persamaan linier y = 0,5082x – 6,6959. Persamaan

tersebut memberi makna bahwa setiap peningkatan kadar pati x%, rendemen

Page 47: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

47

chips kering akan mengalami kenaikan sebesar 0,51 kali dikurangi 6,7 dengan

koefisien determinasi 0,9152 yang berarti meningkatnya nilai rendemen chips

kering 92% dipengaruhi oleh kadar pati dan menunjukkan adanya korelasi positif

antara kadar pati dengan nilai rendemen chips kering, sehingga semakin tinggi

kadar pati maka nilai rendemen chips kering juga semakin meningkat.

Gambar 4.4 Grafik Korelasi Kadar Pati Terhadap Randemen Tepung Ubi Jalar

Terfermentasi

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,928

dengan mengikuti persamaan linier y = 0,6445x – 21,131. Persamaan tersebut

memberi makna bahwa setiap peningkatan kadar pati x%, rendemen tepung

akan mengalami kenaikan sebesar 0,64 kali dikurangi 21,131 dengan koefisien

determinasi 0,928 yang berarti meningkatnya nilai rendemen tepung 93%

dipengaruhi oleh kadar pati dan menunjukkan adanya korelasi positif antara

kadar pati dengan nilai rendemen tepung, sehingga semakin tinggi kadar pati

maka nilai rendemen tepung juga semakin meningkat.

Menurut Antarlina dan Utomo (1999) besarnya rendemen tepung yang

dihasilkan dapat diketahui dari kadar bahan keringnya. Semakin tinggi kadar

bahan kering ubi jalar maka semakin tinggi pula rendemen tepung yang

dihasilkan.

4.2.4 Sifat Mikroskopis Granula Pati

Analisa mikroskopis bentuk granula pati dilakukan untuk mengetahui

bentuk granula secara mikroskopis pada sampel. Greenwood (1979) melaporkan

Page 48: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

48

bahwa umumnya granula pati mempunyai sifat birefringence dan memperlihatkan

pola maltase cross dibawah mikroskop polarisasi. Namun, pada umumnya

granula pati tidak terdapat dalam kedaan murni karena adanya zat antara,

misalnya protein dan lemak. Granula pati sedikitnya memiliki 3 komponen, yaitu

amilosa, amilopektin dan bahan antara. Bahan antara tersebut terdapat 5-10%.

Menurut Winarno (2008) sifat birefringence sendiri ialah sifat granula pati yang

dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga dibawah mikroskop polarisasi

membentuk lapisan berwarna hitam putih.

Pengamatan granula pati menggunakan mikroskop cahaya dengan

perbesaran 1000x. Sampel dibuat preparatnya kemudian diambil Gambarnya.

Pengamatan mikroskopis ini bertujuan untuk mengetahui bentuk granula pati

pada tepung ubi jalar kontrol (tanpa fermentasi) dan tepung ubi jalar

terfermentasi. Hasil pengamatan bentuk granula pati secara mikroskopis pada

masing-masing varietas ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7

Page 49: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

49

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.5. Granula Pati Tepung Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki (ungu)

(a) Kontrol (Tanpa Fermentasi); (b) Fermentasi 12 jam; (c) Fermentasi 24 jam;

(d) Fermentasi 36 jam (perbesaran 1000x)

Page 50: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

50

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.6. Granula Pati Tepung Ubi Jalar Putih Varietas Kuningan Putih

(a) Kontrol (Tanpa Fermentasi); (b) Fermentasi 12 jam; (c) Fermentasi 24 jam;

(d) Fermentasi 36 jam (perbesaran 1000x)

Page 51: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

51

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.7. Granula Pati Tepung Ubi Jalar Oranye Varietas Kuningan Merah

(a) Kontrol (Tanpa Fermentasi); (b) Fermentasi 12 jam; (c) Fermentasi 24 jam;

(d) Fermentasi 36 jam (perbesaran 1000x)

Pada Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7 dapat diketahui bahwa hasil analisa

mikroskopis granula pati pada varietas Ayamurasaki (ungu), Kuningan Merah

dan Kuningan Putih memiliki bentuk yang bulat, lonjong dan bulat tidak

beraturan. Ukuran granula pati pada masing-masing perlakuan juga tidak

seragam. Semakin lama fermentasi, semakin banyak granula yang mengalami

pembengkakan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi semakin

lama proses perendaman chips ubi jalar, semakin banyak air yang diserap oleh

granula pati sehingga granula pati mengalami pembengkakan. Menurut Honestin

(2007) granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi bagian amorphous pada

Page 52: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

52

granula pati dapat menyerap air sampai 30% tanpa merusak struktur misel. Bila

pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air

dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan

pembengkakannya terbatas. Pengembangan granula dalam air makin cepat

pada granula yang rusak, baik oleh kerusakan fisik, kimia maupun enzimatis.

Menurut Osman (1972) dalam Honestin (2007) kerusakan tersebut

menyebabkan pecahnya ikatan intermolekul pada daerah kristal. Dan menurut

Greenwood (1979) Ikatan hidrogen dalam ikatan intermolekul ini berfungsi untuk

mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang

bebas akan menyerap molekul air sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan

pati.

Sifat birefriengence ialah sifat granula pati yang dapat merefleksikan

cahaya terpolarisasi, sehingga dibawah mikroskop polarisasi membentuk lapisan

berwarna hitam putih (Winarno, 2008). Pada Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7

menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi semakin banyak sifat

birefriengence yang hilang. Hal ini dapat dilihat melalui warna gelap pada sisi luar

granula pati yang mulai hilang. Hilangnya sifat birefriengence ini diduga

disebabkan karena banyaknya air yang masuk ke dalam granula pati sehingga

pati membengkak dan sifat birefriengence mulai hilang.

Menurut Hawa (2008) perubahan bentuk granula disebabkan oleh

aktivitas enzim sellulolitik yang mulai intensif dalam mendegradasi sellulosa

dinding sel, sehingga dinding sel rusak dan granula pati mengalami liberasi.

Akibat adanya aktivitas enzim amilolitik, granula yang terliberasi tersebut

kemudian dihidrolisis sebagian pada permukaan granula, akibatnya granula pati

berlubang. Hal ini memungkinkan terjadinya liberasi pati dari dalam granula yang

dapat mengakibatkan perubahan pada sifat fisikokimia tepung yang dihasilkan.

Pada fermentasi 36 jam, granula pati yang berlubang semakin banyak, sehingga

bentuknya terlihat bulat tidak beraturan. Ukurannya tidak lagi sebesar granula

pati pada waktu fermentasi sebelumnya. Selain granula pati yang membengkak

akibat proses perendaman dengan air selama fermentasi, terdapat granula pati

yang berukuran lebih kecil. Hal ini disebabkan karena enzim amilolitik telah

menghidrolisis pati yang ada pada granula sehingga rantai polimer pati menjadi

lebih pendek dan berukuran lebih kecil. Enzim sellulolitik juga praktis telah

mendegradasi sebagian besar sellulosa sehingga akhirnya granula memisah

satu sama lain.

Page 53: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

53

4.2.5 Viskositas Panas dan Dingin

Analisa viskositas panas dan dingin dilakukan untuk mengetahui

viskositas dari tepung ubi jalar fermentasi saat di larutkan dengan air dan

dipanaskan pada suhu 80+5oC, sehingga terjadi gelatinisasi pati. Analisa

viskositas dingin dilakukan setelah adonan tepung ubi jalar terfermentasi

didiamkan 30 menit setelah di panaskan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui

kestabilan tepung ubi jalar fermentasi setelah didinginkan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa nilai viskositas panas tepung ubi jalar sebelum fermentasi

berkisar antara 690 – 810 cp dan viskositas dingin berkisar antara 440 – 1200 cp.

Sedangkan setelah proses fermentasi nilai viskositas panas tepung ubi jalar

berkisar antara 410 – 11203,3 cp dan viskositas dingin berkisar antara 600 –

37030 cp. Pengaruh perlakuan varietas ubi jalar menurut lama fermentasi

terhadap nilai viskositas panas tepung ubi jalar terfermentasi dapat dilihat pada

Gambar 4.8

Gambar 4.8 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar terhadap Nilai Viskositas

Panas Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Berdasarkan Lama

Fermentasi

Dari Gambar 4.8 dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi nilai

viskositas panas tepung ubi jalar fermentasi semakin meningkat. Nilai viskositas

panas pada varietas Kuningan Merah cenderung lebih tinggi dibandingkan

dengan varietas Kuningan Putih dan Ayamurasaki (ungu).

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 5) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap viskositas

panas, begitu pula perlakuan lama fermentasi juga berpengaruh nyata (α=0,05)

terhadap viskositas panas tepung ubi jalar terfermentasi. Hasil uji BNT 5% dari

Page 54: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

54

rerata viskositas panas akibat perlakuan varietas ubi jalar dapat dilihat pada

Tabel 4.8

Tabel 4.8. Rerata Viskositas Panas Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Viskositas Panas (cp) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu) 1048,89 a Kuningan Merah 4703,33 c 248,14 Kuningan Putih 1544,44 b

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa rerata viskositas panas

pada varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah dan varietas

Kuningan Putih berbeda nyata. Pada varietas Kuningan Merah memiliki nilai

viskositas tertinggi sebesar 4703,33 cp, sedangkan pada varietas Kuningan Putih

sebesar 1544,44 cp dan pada Ayamurasaki (ungu) sebesar 1048,89 cp.

Perbedaan ini disebabkan karena kandungan pati pada masing-masing varietas

ubi berbeda-beda. Pada varietas Kuningan Merah kandungan pati lebih besar

dibandingkan dengan varietas Kuningan Putih dan varietas Ayamurasaki (ungu).

Kandungan pati pada varietas Kuningan Merah sebesar 80,95%, varietas

Kuningan Putih sebesar 78,66% dan varietas Ayamurasaki (ungu) sebesar

72,23%. Hasil analisa kadar pati sesuai dengan hasil analisa viskositas panas

bahwa semakin tinggi kadar pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan.

Menurut Pomeranz (1991) apabila granula pati dipanaskan hingga suhu

gelatinisasinya, granula akan membentuk pasta pati yang kental. Pasta Pati

bukan berupa larutan melainkan berupa granula pati bengkak tak terlarut yang

memiliki sifat seperti partikel gel elastis. Besarnya viskositas tergantung pada

jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi

viskositas yang dihasilkan.

Hasil uji BNT 5% dari rerata viskositas panas akibat perlakuan lama

fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.9

Page 55: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

55

Tabel 4.9. Rerata Viskositas Panas pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama

Fermentasi (jam)

Viskositas Panas (cp)

BNT 5%

Ayamurasaki (ungu)

12 410 a 429,79

24 1120 b

36 1616,67 c

Kuningan Merah

12 1053,33 a

429,79 24 1853,33 b

36 11203,3 c

Kuningan Putih

12 926.67 a 429,79

24 1603,33 b

36 2103,33 c

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok Tabel menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Dari Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi berbeda

nyata terhadap viskositas panas. Pada fermentasi 36 jam memiliki nilai viskositas

panas tertinggi dibandingkan dengan lama fermentasi 12 jam dan 24 jam.

Semakin lama fermentasi maka viskositas tepung ubi jalar terfermentasi akan

semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin lama perendaman chips

ubi jalar maka semakin banyak granula pati yang mengalami pembengkakan

karena granula pati dapat menyerap air. Pembengkakan granula pati

menyebabkan pati lebih mudah untuk tergelatinisasi sehingga dapat

meningkatkan nilai viskositas. Menurut Anindyasari (2012) mekanisme

pembengkakan granula disebabkan karena granula amilosa dan amilopektin

secara fisik hanya dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen yang kurang

kokoh. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif

atom O dari gugus hidroksil yang lain. Bila suhu suspensi naik, ikatan hidrogen

akan semakin lemah, sedangkan energi kinetik molekul-molekul air menjadi

meningkat dan memperlemah ikatan hidrogen antar molekul air. Menurut

Moningka (1996) dalam Anindyasari (2012), viskositas pasta panas berhubungan

dengan kestabilan pati. Selama pemanasan, viskositas panas meningkat dan

menunjukkan kemudahan pati yang dimasak untuk mengalami gelatinisasi.

Menurut Winarno (2008) peningkatan viskositas pasta disebabkan air yang

awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspense

dipanaskan kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat

bergerak bebas lagi.

Pada varietas Kuningan Merah dengan lama fermentasi 36 jam memiliki

nilai viskositas tertinggi dibandingkan dengan varietas Ayamurasaki (ungu) dan

Page 56: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

56

varietas Kuningan Putih. Hal ini diduga karena pada varietas Kuningan Merah

memiliki kadar pati yang cenderung lebih banyak dibandingkan dengan varietas

Kuningan Putih dan varietas Ayamurasaki. Diduga kandungan pati yang lebih

tinggi dengan lama fermentasi yang lebih lama menyebabkan semakin banyak

granula pati yang mengalami pembengkakan akibat proses perendaman selama

fermentasi, sehingga granula pati lebih muda untuk tergelatinisasi karena proses

pemanasan dan mengakibatkan nilai viskositas menjadi lebih tinggi. Disisi lain

hal ini diduga dipengaruhi oleh suhu pemanasan yang melebihi suhu gelatinisasi

dari pati varietas Kuningan Merah. Hal ini mengakibatkan granula pati tidak dapat

kembali pada granula semula sehingga lebih mudah menyerap air dan lebih

kental. Menurut Liu (2006) granula pati alami bersifat tidak larut dalam air, namun

dapat menjadi larut dalam air bila suspensi pati dipanaskan di atas suhu

gelatinisasinya. Bila pati disuspensikan dalam air yang berlebih dan dipanaskan

pada suhu dan waktu tertentu, maka granula pati secara berangsur-angsur

mengalami perubahan yang bersifat ireversibel, artinya tidak dapat kembali pada

kondisi granula semula. Gelatinisasi pati ditandai dengan terjadinya

pengembangan (swelling) granula pati, peluruhan (melting) dari bagian kristalit,

hilangnya sifat birefringence, peningkatan kekentalan dan peningkatan kelarutan

pati.

Analisa viskositas dingin dilakukan untuk mengetahui kestabilan tepung

ubi jalar fermentasi setelah didinginkan. Pengaruh perlakuan varietas ubi jalar

menurut lama fermentasi terhadap nilai viskositas dingin tepung ubi jalar

terfermentasi dapat dilihat pada Gambar 4.9

Page 57: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

57

Gambar 4.9 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar terhadap Nilai Viskositas

Dingin Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Berdasarkan Lama

Fermentasi

Dari Gambar 4.9 dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi nilai

viskositas dingin tepung ubi jalar fermentasi semakin meningkat. Nilai viskositas

panas pada varietas Kuningan Merah cenderung lebih tinggi dibandingkan

dengan varietas Kuningan Putih dan Ayamurasaki (ungu).

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 5) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap viskositas

dingin, begitu juga dengan perlakuan lama fermentasi juga berpengaruh nyata

(α=0,05) terhadap viskositas dingin tepung ubi jalar terfermentasi. Hasil uji BNT

5% dari rerata viskositas dingin akibat perlakuan varietas ubi jalar dapat dilihat

pada Tabel 4.10

Tabel 4.10. Rerata Viskositas Dingin Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Viskositas Dingin (cp) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu) 1277,78 a 396,41 Kuningan Merah 13732,22 c

Kuningan Putih 2037,78 b

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa rerata viskositas dingin

pada varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah dan varietas

Kuningan Putih berbeda nyata. Pada varietas Kuningan Merah memiliki nilai

viskositas dingin sebesar 13732,22 cp, varietas Kuningan Putih sebesar 2037,78

Page 58: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

58

cp dan varietas Ayamurasaki (ungu) sebesar 1277,78 cp. Hasil analisa viskositas

dingin ini sesuai dengan urutan nilai viskositas panas. Nilai viskositas dingin

tertinggi terdapat pada varietas Kuningan Merah sedangkan viskositas terendah

terdapat pada varietas Ayamurasaki (ungu). Perbedaan nilai viskositas dingin

pada masing-masing varietas disebabkan karena kandungan pati yang berbeda.

Semakin tinggi kandungan pati maka nilai viskositas semakin tinggi.

Hasil uji BNT 5% dari rerata nilai viskositas dingin akibat perlakuan lama

fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.11

Tabel 4.11. Rerata Viskositas Dingin pada Berbagai Kelompok Perlakuan

Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama Fermentasi

(jam) Viskositas Dingin (cp)

BNT 5%

Ayamurasaki (ungu)

12 600 a

650,54 24 1323,33 b

36 1910 c

Kuningan Merah

12 1703,33 a

650,54 24 2463,33 b

36 37030 c

Kuningan Putih

12 1290 a

650,54 24 2006,67 b

36 2816,67 c

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok Tabel menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Pada Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa hasil analisa viskositas dingin

hampir sama dengan hasil analisa viskositas panas yaitu semakin lama

fermentasi nilai viskositas semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin

lama fermentasi semakin banyak granula pati yang mengalami pembengkakan

akibat dari proses perendaman selama proses fermentasi. Granula pati yang

membengkak selama proses penepungan menyebabkan pati lebih mudah untuk

tergelatinisasi. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada varietas Kuningan Merah

dengan perlakuan lama fermentasi 36 jam memiliki nilai viskositas dingin yang

lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kuningan Putih dan Ayamurasaki.

Hasil ini hampir sama dengan nilai viskositas panas dimana varietas Kuningan

Merah dengan lama fermentasi 36 jam memiliki hasil yang paling tinggi. Hal ini

diduga karena pada varietas Kuningan Merah dengan lama fermentasi 36 jam

granula pati banyak yang mengalami pembengkakan akibat terisi oleh air. Pada

kondisi tersebut diduga amilosa dapat keluar dari granula dan larut pada media

pendispersi sehingga saat didinginkan amilosa dapat membentuk gel dan

membuat nilai viskositas dingin menjadi lebih tinggi.

Page 59: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

59

Nilai viskositas dingin pada tepung ubi jalar terfermentasi lebih tinggi

dibandingkan dengan viskositas panas. Hal ini disebabkan karena adanya proses

pemanasan dapat memutuskan ikatan hidrogen yang menghubungkan antara

amilosa dan amilopektin pada pati, sehingga menyebabkan granula pati

membengkak akibat terisi oleh air. Pada granula pati yang membengkak ini

mengakibatkan sebagian amilosa dari pati keluar dari granula dan terlarut

dengan air sehingga dapat membentuk gel. Menurut Pomeranz (1991)

pembentukan gel merupakan salah satu bukti kemampuan molekul linier pati

terlarut untuk berasosiasi. Apabila larutan pati encer dibiarkan beberapa lama

maka akan terbentuk endapan, sedangkan bila larutan pati memiliki konsentrasi

tinggi maka akan terbentuk gel. Gel ini terbentuk setelah terjadi ikatan hidrogen

antara grup hidroksil rantai linier yang berdekatan. Menurut Remsen dan Clark

(1978) dalam Honestin (2007) pada granula pati yang membengkak, volume

pengembangan mencapai 20-30 kalinya. Granula pati yang membengkak

menyebabkan amilosa keluar dari granula, akibatnya granula pecah sehingga

terbentuk struktur gel koloidal.

Menurut Winarno (1995) dalam Honestin (2007) menjelaskan bila pasta

pati didinginkan, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk mencegah

kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk berikatan kembali satu sama lain

serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir granula. Dengan

demikian terjadi semacam jaring-jaring yang membentuk mikrokristal dan

mengendap.

4.2.6 Indeks Penyerapan Air dan Indeks Kelarutan Air

Indeks Penyerapan Air (IPA) mengGambarkan kemampuan tepung dalam

mengikat air dibawah kondisi ketersediaan air yang terbatas. Sifat ini sangat

penting untuk produk tepung dalam aplikasinya terhadap persiapan pembuatan

produk. Indeks Kelarutan Air (IKA) mengGambarkan jumlah partikel produk yang

dapat larut dalam air. Nilai IKA dan IPA sangat penting diketahui untuk

menentukan jenis produk-produk tertentu yang memerlukan pertimbangan nilai

IKA dan IPA. Misalnya, makanan bayi, makanan bubuk, cake mixer, danpuding.

Produk-produk tersebut memerlukan daya penyerapan dan daya kelarutan air

yang tinggi.

Page 60: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

60

4.2.6.1 Indeks Penyerapan Air (IPA)

Daya serap air menunjukkan kemampuan tepung dalam menyerap air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks penyerapan air pada tepung ubi

jalar sebelum fermentasi berkisar antara 1.224 – 1.491 g/g. Sedangkan setelah

proses fermentasi nilai indeks penyerapan air berkisar antara 1.57 – 2.15 g/g.

Pengaruh perlakuan varietas ubi jalar menurut lama fermentasi terhadap indeks

penyerapan air tepung ubi jalar terfermentasi dapat dilihat pada Gambar 4.10

Gambar 4.10 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar terhadap Indeks

Penyerapan Air (IPA) Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Berdasarkan

Lama Fermentasi

Dari Gambar 4.10 dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi nilai

indeks penyerapan air tepung ubi jalar terfermentasi semakin meningkat. Nilai

Indeks Penyerapan Air (IPA) pada varietas Kuningan Merah cenderung lebih

tinggi dibandingkan dengan varietas Kuningan Putih dan Ayamurasaki (ungu).

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar tidak berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap indeks

penyerapan air , sedangkan perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata

(α=0,05) terhadap indeks penyerapan air tepung ubi jalar terfermentasi. Hasil uji

BNT 5% dari rerata indeks penyerapan air akibat perlakuan varietas ubi jalar

dapat dilihat pada Tabel 4.12

Page 61: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

61

Tabel 4.12. Rerata Indeks Penyerapan Air (IPA) Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Indeks Penyerapan Air

(g/g)

Ayamurasaki (ungu) 1,69 Kuningan Merah 1,79 Kuningan Putih 1,76

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa rerata nilai indeks

penyerapan air pada varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah dan

varietas Kuningan putih tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena nilai

indeks penyerapan air pada masing-masing varietas memiliki perbedaan yang

relatif kecil, sehingga kemungkinan untuk berbeda nyata sangat kecil. Semakin

tinggi kadar pati, diduga kadar amilosa pati juga semakin tinggi sehingga indeks

penyerapan air tepung ubi jalar fermentasi semakin besar. Menurut Anindyasari

(2012) Semakin tinggi nilai amilosa akan semakin tinggi pula penyerapan air

bahan. Hal ini didukung pula dengan pernyataan Susanto (1994) yang

menyatakan bahwa ada suatu korelasi yang kuat antara kadar amilosa dengan

kemampuan bahan dalam menyerap air.

Hasil uji BNT 5% dari rerata indeks penyerapan air akibat perlakuan lama

fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.13

Tabel 4.13. Rerata Indeks Penyerapan Air (IPA) pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama

Fermentasi (jam)

Indeks Penyerapan Air

(g/g) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu)

12 1,45 a

0,29 24 1,67 ab

36 1,95 b

Kuningan Merah

12 1,63 a

0,29 24 1,79 ab

36 1,96 b

Kuningan Putih

12 1,63 a

0,29 24 1,67 a

36 1,98 b

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok Tabel menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Dari Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi

berbeda nyata terhadap Indeks Penyerapan Air (IPA). Pada lama fermentasi 36

jam memiliki nilai indeks penyerapan air tertinggi dibandingkan dengan lama

fermentasi 12 jam dan 24 jam. Semakin lama fermentasi maka nilai indeks

Page 62: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

62

penyerapan air tepung ubi jalar terfermentasi semakin besar. Hal ini disebabkan

karena selama proses perendaman chips ubi jalar pada proses fermentasi

menyebabkan granula pati mengalami pembengkakan. Granula pati dapat

menyerap air saat direndam. Pada granula yang membengkak lebih mudah

mengalami proses gelatinisasi. Menurut Gujska dan Khan (1991), IPA

dipengaruhi oleh adanya denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan pembengkakan

serat kasar yang terjadi selama pengolahan menjadi tepung. IPA tergantung

pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari

makromolekul yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin banyak

pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk

menyerap air (Gomez dan Aguilera, 1983).

4.2.6.2 Indeks Kelarutan Air (IKA)

Indeks Kelarutan Air (IKA) menunjukkan banyaknya jumlah partikel bahan

yang dapat larut dalam air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks kelarutan

air pada tepung ubi jalar sebelum fermentasi berkisar antara 0.0134 – 0.0156

g/ml. Sedangkan setelah proses fermentasi nilai indeks kelarutan air berkisar

antara 0,00967 – 0,03174 g/ml. Pengaruh perlakuan varietas ubi jalar menurut

lama fermentasi terhadap nilai tepung ubi jalar terfermentasi dapat dilihat pada

Gambar 4.11

Gambar 4.11 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar terhadap Indeks Kelarutan

Air (IKA) Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Berdasarkan Lama

Fermentasi

Dari Gambar 4.11 dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi,

indeks kelarutan air tepung ubi jalar terfermentasi semakin meningkat. Nilai

Page 63: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

63

Indeks Kelarutan Air (IKA) pada varietas Kuningan Merah cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan varietas Kuningan Putih dan Ayamurasaki (ungu).

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar tidak berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap indeks

kelarutan air, sedangkan perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata (α=0,05)

terhadap indeks kelarutan air tepung ubi jalar terfermentasi. Hasil uji BNT 5%

dari rerata indeks kelarutan air akibat perlakuan varietas ubi jalar dapat dilihat

pada Tabel 4.14

Tabel 4.14. Rerata Indeks Kelarutan Air (IKA) Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Indeks Kelarutan Air (g/ml)

Ayamurasaki (ungu) 0,018 Kuningan Merah 0,020 Kuningan Putih 0,019

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa rerata indeks kelarutan air

pada varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah dan varietas

Kuningan putih tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena nilai indeks

kelarutan air pada masing-masing ubi jalar memiliki perbedaan yang relatif kecil,

sehingga kemungkinan untuk berbeda nyata sangat kecil. Nilai IKA pada varietas

Kuningan Merah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kuningan

Putih dan varietas Ayamurasaki (ungu). Diduga perbedaan ini disebabkan karena

kandungan pati pada varietas Kuningan Merah lebih tinggi, sehingga amilosa pati

semakin tinggi. Semakin tinggi amilosa, kemudahan pati untuk melarut semakin

besar, sehingga nilai IKA juga semakin meningkat.

Hasil uji BNT 5% dari rerata indeks kelarutan air akibat perlakuan lama

fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.15

Page 64: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

64

Tabel 4.15. Rerata Indeks Kelarutan Air (IKA) pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama Fermentasi

(jam) Indeks Kelarutan

Air (g/ml) BNT 5%

Ayamurasaki (ungu)

12 0,010 a

0,005 24 0,016 b

36 0,028 c

Kuningan Merah

12 0,011 a

0,005 24 0,017 b

36 0,032 c

Kuningan Putih

12 0,011 a

0,005 24 0,019 b

36 0,028 c

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok Tabel menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Dari Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi

berbeda nyata terhadap Indeks Kelarutan Air (IKA). Pada lama fermentasi 36 jam

memiliki nilai indeks kelarutan air tertinggi dibandingkan dengan lama fermentasi

12 jam dan 24 jam. Semakin lama fermentasi maka nilai indeks kelarutan air

tepung ubi jalar terfermentasi semakin besar. Hal ini diduga disebabkan karena

pada saat fermentasi terjadi degradasi pati oleh aktivitas mikroba menjadi gula-

gula sederhana sehingga gula sederhana ini lebih mudah berinteraksi dengan

air.

Nilai indeks kelarutan air tertinggi pada Tabel 4.15 adalah pada tepung

ubi jalar oranye varietas Kuningan Merah dengan lama fermentasi 36 jam. Hal ini

disebabkan karena selama perendaman chips ubi jalar pada proses fermentasi

menyebabkan granula pati membengkak, karena granula pati dapat menyerap

air. Menurut Honestin dan Syamsir (2009) peningkatan nilai IPA biasanya diikuti

dengan peningkatan IKA. Hal ini karena granula pati lebih mudah mengikat air

dan juga mudah melepaskan amilosanya kedalam media pendispersinya.

4.2.7 pH

Perlakuan fermentasi pada chips ubi jalar dapat merubah karakteristik

kimia pada produk tepung ubi jalar fermentasi, salah satunya adalah pH. Selama

proses fermentasi pH tepung ubi jalar terfermentasi mengalami penurunan. PH

tepung ubi jalar sebelum fermentasi berkisar antara 5,73 – 6,16. Sedangkan

setelah proses fermentasi pH tepung ubi jalar berkisar antara 4.84 – 6.15.

Pengaruh perlakuan varietas ubi jalar menurut lama fermentasi terhadap pH

tepung ubi jalar terfermentasi dapat dilihat pada Gambar 4.12

Page 65: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

65

Gambar 4.12 Pengaruh Perlakuan Jenis Ubi Varietas Jalar terhadap pH Tepung

Ubi Jalar Terfermentasi Berdasarkan Lama Fermentasi

Dari Gambar 4.12 dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi nilai

pH tepung ubi jalar terfermentasi semakin menurun. Nilai pH pada varietas

Kuningan Merah cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kuningan

Putih dan varietas Ayamurasaki (ungu).

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap nilai pH, begitu

pula perlakuan lama fermentasi juga berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap nilai

pH tepung ubi jalar terfermentasi. Hasil uji BNT 5% dari rerata nilai pH akibat

perlakuan varietas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.16

Tabel 4.16. Rerata Nilai pH Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar pH BNT 5%

Ayamurasaki (ungu) 5,31 a Kuningan Merah 5,78 b 0,30 Kuningan Putih 5,65 b

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa rerata nilai pH pada

varietas Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Putih dan varietas Kuningan

Merah berbeda nyata. Nilai pH tertinggi terdapat pada varietas Kuningan Merah

sedangkan nilai pH terendah terdapat pada varietas Ayamurasaki (ungu).

Perbedaan nilai pH pada masing-masing varietas ini disebabkan karena setiap

varietas ubi jalar memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda. Nilai pH bahan baku

pada masing-masing varietas berbeda-beda, sehingga nilai pH bahan baku ini

dapat mempengaruhi nilai pH tepung ubi jalar terfermentasi. Menurut Antarlina

Page 66: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

66

dan Utomo (1999), salah satu faktor yang mempengaruhi tepung ubi jalar adalah

bahan baku ubi jalar. Keragaman bahan baku ubi jalar sangat tinggi, sehingga

masing-masing jenis dapat menghasilkan mutu tepung ubi jalar yang berbeda.

Dari segi bahan baku ini yang dapat mempengaruhi mutu tepung ubi jalar adalah

umur tanaman, umur umbi, bentuk umbi, bahan kering umbi, dan warna umbi.

Menurut Moorthy (2002) sifat fisik dan kimia pati seperti bentuk dan ukuran

granula, kandungan amilosa, pH dan komponen non pati sangat dipengaruhi

oleh faktor genetik, kondisi tempat tumbuh dan umur tanaman.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai pH adalah kandungan gula

reduksi. Semakin tinggi gula reduksi maka nilai pH semakin asam, karena gula-

gula sederhana mudah dihidrolisis oleh mikroba terutama bakteri asam laktat

(BAL) menjadi asam-asam organik. Menurut Dewi (2007) kandungan gula

reduksi pada ubi jalar dengan daging umbi berwarna ungu adalah 0,3%, pada

daging umbi berwarna putih adalah 0,32% dan pada daging umbi berwarna

oranye adalah 1,69%. Hasil analisa gula reduksi pada masing-masing jenis ubi

jalar tersebut kurang sesuai dengan hasil pH tepung ubi jalar terfermentasi pada

masing-masing varietas. Hal ini diduga disebabkan karena selama proses

fermentasi alami mikroba yang berperan kurang terkontrol, tergantung dari

substrat dan lingkungan sekitarnya. Pada ubi jalar varietas Ayamurasaki dengan

kadar gula reduksi 0,3% dan nilai pH yang cenderung lebih rendah dibandingkan

varietas Kuningan Putih dan varietas Kuningan Merah, diduga mikroba yang

berperan dalam menghidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana dan dihirolisis

menjadi asam-asam organik lebih banyak dibandingkan dengan peran mikroba

selama fermentasi pada varietas Kuningan Putih dan Kuningan Merah.

Hasil uji BNT 5% dari rerata nilai pH akibat perlakuan lama fermentasi

dapat dilihat pada Tabel 4.17

Page 67: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

67

Tabel 4.17. Rerata Nilai pH pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar Lama

Fermentasi (jam)

pH BNT 5%

Ayamurasaki (ungu)

12 5,72 b 0,53

24 5,37 b

36 4,84 a

Kuningan Merah

12 6,15 b 0,53

24 5,99 b

36 5,20 a

Kuningan Putih

12 6,13 b 0,53

24 5,99 b

36 4,84 a

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda pada satu blok menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Dari Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi

berbeda nyata terhadap nilai pH. Pada fermentasi 12 jam memiliki nilai pH

tertinggi dibandingkan dengan lama fermentasi 24 dan 36 jam. Semakin lama

fermentasi, maka nilai pH pada tepung ubi jalar terfermentasi akan semakin

menurun. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi metabolism

dari aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan asam-asam organik. Menurut

Subagio (2006), bakteri asam laktat (BAL) adalah mikroba yang mendominasi

selama proses fermentasi. Mikroba yang tumbuh akan menghasilkan enzim

pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel pati, sehingga

terjadi liberasi granula pati. Proses liberasi ini akan menyebabkan perubahan

karakteristik dari pati yang dihasilkan. Selanjutnya, granula pati tersebut oleh

mikroba akan dihidrolisis menghasilkan monosakarida yang digunakan sebagai

bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal

inilah yang diduga menyebabkan nilai pH menjadi lebih asam, sehingga semakin

lama fermentasi maka semakin rendah nilai pH tepung ubi jalar terfermentasi

yang dihasilkan.

4.2.8 Warna

Warna merupakan salah satu parameter fisik yang penting dalam sebuah

produk pangan. Hal ini dikarenakan seseorang umumnya akan menetapkan

pilihan awal terhadap suatu produk berdasarkan kenampakan visual dari produk

tersebut. Menurut fennema (1993), warna adalah atribut kualitas yang paling

penting bersama-sama dengan tekstur dan rasa. Warna merupakan salah satu

profil visual yang menjadi kesan pertama konsumen dalam menilai bahan

Page 68: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

68

makanan. Analisa warna dilakukan dengan menggunakan colour reader yang

didasarkan pada tiga parameter yaitu nilai L* yang menunjukkan tingkat

kecerahan, nilai a* yang menunjukkan warna kromatik campuran merah dengan

hijau, dan nilai b* yang menunjukkan warna kromatik campuran kuning dengan

biru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecerahan tepung ubi jalar

sebelum fermentasi berkisar antara 61,73 – 88,37. Sedangkan setelah

fermentasi berkisar antara 64,21 – 88,04. Pada tingkat kemerahan tepung ubi

jalar sebelum fermentasi berkisar antara -1,23 – 11,63. Sedangkan setelah

fermentasi berkisar antara -1,63 -12,12. Jika pada tingkat kekuningan sebelum

fermentasi berkisar antara 2,43 – 20,57. Sedangkan setelah fermentasi berkisar

2,11 – 18,37.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 8) didapatkan hasil bahwa

perlakuan varietas ubi jalar berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap tingkat

kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*) dan tingkat kekuningan (b*). Sedangkan

pada perlakuan lama fermentasi tidak berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap

tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*) dan tingkat kekuningan (b*). Hasil

uji BNT 5% dari rerata tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*) dan tingkat

kekuningan (b*) akibat perlakuan varietas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.18

Tabel 4.18. Rerata Tingkat Kecerahan Tepung Ubi Jalar Terfermentasi Akibat Perlakuan Varietas Ubi Jalar

Varietas Ubi Jalar Tingkat

Kecerahan (L*)

Tingkat Kemerahan

(a*)

Tingkat Kekuningan

(b*)

Ayamurasaki (ungu) 65,33 a 11,05 a 2,93 a

Kuningan Merah 83,34 b 6,25 c 14,83 c

Kuningan Putih 86,65 c -1,14 b 21,47 b

BNT 5% 2,78 1,88 1,69

Keterangan : Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (α=0,05)

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa rerata tingkat kecerahan

(L*), tingkat kemerahan (a*) dan tingkat kekuningan (b*) pada varietas

Ayamurasaki (ungu), varietas Kuningan Merah dan varietas Kuningan putih

berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena pada masing-masing varietas ubi jalar

memiliki kandungan pigmen yang berbeda-beda sehingga warna (L* , a* dan b*)

yang dihasilkan berbeda. Pada varietas Ayamurasaki (ungu) memiliki pigmen

antosianin yang berwarna ungu. Sedangkan pada varietas Kuningan Merah dan

Page 69: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

69

varietas Kuningan Putih memiliki pigmen karotenoid. Menurut Winarno (2008),

karotenoid merupakan kelompok pigmen yang terdapat didalam beberapa jenis

buah berwarna kuning, oranye dan merah (pepaya, mangga, wortel, dan ubi

jalar) dan kacang-kacangan yang berwarna kuning dan merah.

Tingkat kecerahan (L*) tertinggi pada Tabel 4.18 adalah pada varietas

Kuningan Putih, sedangkan tingkat kecerahan terendah terdapat pada varietas

Ayamurasaki (ungu). Hal ini disebabkan karena pada varietas Ayamurasaki

(ungu) memiliki pigmen ungu yang cenderung berwarna lebih gelap dibandingkan

dengan pigmen oranye pada varietas Kuningan Merah dan pigmen kuning pada

varietas Kuningan Putih.

Tingkat kemerahan (a*) tertinggi terdapat pada varietas Ayamurasaki

(ungu) sedangkan tingkat kemerahan terendah terdapat pada varietas Kuningan

Putih. Hal ini disebabkan karena pada varietas Ayamurasaki (ungu) warna ungu

tepung semakin mendekati pada warna merah, sehingga nilai (a*) lebih besar.

Sedangkan pada varietas Kuningan Putih memiliki nilai (a*) sebesar -0,15.

Tingkat kemerahan menunjukkan warna kromatik campuran merah dengan hijau.

Hasil -0,15 membuktikan bahwa nilai (a*) mendekati warna hijau, sehingga nilai

(a*) lebih kecil.

Tingkat kekuningan (b*) menunjukkan campuran warna kromatik kuning

dengan biru, sehingga semakin rendah nilai (b*) menunjukkan bahwa warna

tersebut semakin mendekati warna biru. Tingkat kekuningan (b*) tertinggi

terdapat pada varietas Kuningan Merah. Sedangkan tingkat kekuningan (b*)

terendah adalah pada ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki (ungu). Hal ini

menunjukkan bahwa warna tepung varietas Kuningan Merah semakin mendekati

warna kuning, sedangkan pada varietas Ayamurasaki (ungu) warna ungu tepung

semakin mendekati warna biru.

Hasil uji BNT 5% dari tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*) dan

tingkat kekuningan (b*) akibat perlakuan lama fermentasi dapat dilihat pada

Tabel 4.19

Page 70: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

70

Tabel 4.19. Rerata Tingkat Kecerahan (L*), Tingkat Kemerahan (a*) dan Tingkat Kekuningan (b*) pada Berbagai Kelompok Perlakuan Menurut Waktu Fermentasi

Varietas Ubi Jalar

Lama Fermentasi

(jam)

Tingkat Kecerahan

(L*)

Tingkat Kemerahan

(a*)

Tingkat Kekuningan

(b*)

Ayamurasaki

(ungu)

12 64,21 12,12 2,11

24 65,42 10,72 2,39

36 66,37 10,30 3,98

Kuningan

Merah

12 82,74 8,45 23,14

24 82,21 7,15 21,48

36 86,07 3,13 19,8

Kuningan Putih

12 85,87 -0,93 16,27

24 86,05 -0,86 15,43

36 88,04 -1,63 12,78

Dari Tabel 4.19 dapat diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi tidak

berbeda nyata terhadap tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*) dan

tingkat kekuningan (b*) tepung ubi jalar terfermentasi. Hal ini disebabkan karena

selisih perbedaan data yang relatif kecil sehingga kemungkinan untuk berbeda

nyata juga semakin kecil.

Pada lama fermentasi 36 jam memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan lama fermentasi 12 jam dan 24 jam. Hal ini disebabkan

karena semakin lama fermentasi semakin banyak komponen penimbul warna

seperti pigmen yang terbuang. Menurut Agustawa (2012) pada proses fermentasi

yang semakin lama, enzim proteolitik yang dihasilkan akan mempunyai aktivitas

yang semakin tinggi dalam mendegradasi senyawa penimbul warna dan protein

saat fermentasi. Menurut Sobawale (2007) dalam Agustawa (2012), proses

fermentasi dapat menghilangkan kadar protein ubi yang dapat menyebabkan

warna kecoklatan saat pengeringan atau pemanasan. Fermentasi juga

mengakibatkan terlambatnya reaksi pencoklatan non enzimatis (maillard).

Fardiaz (1992) dalam Agustawa (2012) menyatakan bahwa, reaksi pencoklatan

non enzimatis dapat terjadi bila gula pereduksi bereaksi dengan senyawa-

senyawa yang mempunyai gugus NH2 (protein, asam amino, peptida dan

ammonium). Reaksi maillard akan terjadi apabila bahan pangan dipanaskan atau

didehidrasi.

Page 71: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

71

Pada varietas Ayamurasaki (ungu), pigmen alami antosianin yang

direndam selama waktu tertentu pada saat fermentasi larut dengan air. Menurut

Galyano (2005) Antosianin merupakan glikosida dari polyhidroxyl yang larut

dalam air serta merupakan derivat polymetoksil dari 2-phenylbenzopyrylium atau

garam flavilium. Hilangnya antosianin selama fermentasi ini dapat mempengaruhi

tingkat kecerahan dan tingka kemerahan tepung. Semakin lama fermentasi

tingkat kecerahan akan semakin meningkat sehingga tingkat kemerahan (a*)

semakin menurun. Tingkat kekuningan (b*) pada ubi jalar ungu juga semakin

meningkat dengan semakin lama fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin lama fermentasi semakin banyak pigmen antosianin yang hilang

sehingga warna ungu tepung semakin pudar.

Bila pada varietas Kuningan Merah dan varietas Kuningan Putih

mengandung pigmen karotenoid. Pigmen ini dapat rusak pada kondisi media

yang asam. Pada tepung ubi jalar terfermentasi, semakin lama fermentasi nilai

pH semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi

kondisi tepung ubi jalar terfermentasi semakin asam sehingga semakin banyak

pigmen karotenoid yang rusak dan ikut luruh dalam medium fermentasi. Menurut

Ottaway (1999) kestabilan karotenoid sama dengan vitamin A, yang mana

sensitif terhadap oksigen, cahaya dan media asam. Hilangnya karotenoid ini

dapat mempengaruhi tingkat kecerahan dari tepung ubi jalar

terfermentasi,sehingga semakin lama fermentasi tingkat kecerahan semakin

meningkat. Begitu juga dengan tingkat kemerahan (a*) dan tingkat kekuningan

(b*) pada varietas Kuningan Merah semakin lama fermentasi nilai (a*) dan nilai

(b*) tepung ubi jalar oranye semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin lama fermentasi semakin banyak pigmen karotenoid yang hilang.

Namun berbeda dengan tingkat kemerahan (a*) pada varietas Kuningan Putih,

semakin lama fermentasi nilai a* semakin meningkat. Hasil ini menunjukkan

bahwa warna tepung ubi jalar putih lebih mendekati warna merah. Tetapi pada

nilai b* mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya lama fermentasi.

Hal ini disebabkan karena semakin lama fermentasi semakin banyak pigmen

kuning karotenoid yang larut sehingga warna kuning tepung semakin pudar.

4.3 Uji Organoleptik

Uji organoleptik pada tepung ubi jalar terfermentasi bertujuan untuk

mengetahui penilaian panelis terhadap parameter fisik tepung. Uji organoleptic

dilakukan dengan menggunakan metode uji kesukaan (Hedonic Scale Scoring),

Page 72: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

72

yaitu salah satu uji penerimaan. Pada uji organoleptik ini, 20 panelis tidak terlatih

diminta untuk mengungkapkan tanggapannya terhadap produk tepung ubi jalar

terfermentasi. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik yang dalam

pengujiannya menggunakan skala (1-7) dari sangat menyukai sampai sangat

tidak menyukai.

Skala hedonik yang digunakan ditransformasikan menjadi skala numerik

dengan angka mulai dari angka terendah hingga angka tertinggi, sangat

menyukai sampai dengansangat tidak menyukai. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui adanya perbedaan tingkat kesukaan antar perlakuan yang ada. Hasil

pengamatan tersebut meliputi aroma dan warna.

4.3.1 Uji Organoleptik Aroma

Pengujian aroma pada organoleptik bertujuan untuk mengetahui aroma

produk tepung ubi jalar terfermentasi menurut panelis dan tingkat kesukaan

aroma panelis terhadap produk. Rerata kesukaan panelis terhadap aroma tepung

ubi jalar terfermentasi berdasarkan lama fermentasi dalam varietas ubi jalar

berkisar antara 3.00 - 5.40 (Lampiran 11), yang berarti bahwa tingkat kesukaan

panelis berkisar antara agak suka hingga agak tidak suka terhadap aroma

produk tepung ubi jalar terfermentasi. Gambar 4.13 menunjukkan pengaruh

perlakuan jenis ubi jalar menurut lama fermentasi terhadap terhadap tingkat

kesukaan panelis pada parameter aroma.

Gambar 4.13 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar Terhadap Tingkat

Kesukaan Panelis Pada Parameter Aroma Berdasarkan Lama

Fermentasi

Gambar 4.13 menunjukkan bahwa skor kesukaan panelis terhadap aroma

tepung ubi jalar terfermentasi, dimana skor kesukaan panelis tertinggi diperoleh

Page 73: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

73

dari perlakuan lama fermentasi 36 jam dari varietas Kuningan Putih, yaitu

sebesar 5,40 (agak tidak suka), sedangkan skor kesukaan panelis terendah

diperoleh pada perlakuan lama fermentasi 12 jam dari varietas Ayamurasaki

(ungu), yaitu sebesar 3,00 (agak suka).

Hasil analisis ragam (Lampiran 11), menunjukkan bahwa perlakuan

varietas ubi jalar tidak berpengaruh nyata (α=0,05) pada aroma tepung ubi jalar

terfermentasi, sedangkan perlakuan lama fermentasi dalam varietas ubi jalar

juga tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap aroma tepung ubi jalar

terfermentasi.

Aroma dari tepung ubi jalar terfermentasi cenderung beraroma asam khas

fermentasi. Semakin lama fermentasi maka aroma asam khas fermentasi

semakin kuat. Hal ini disebabkan karena semakin banyak aktivitas

mikroorganisme dalam bermetabolit menghasilkan asam-asam organik. Apabila

tepung ubi jalar terfermentasi ini diaplikasikan pada produk pangan, diharapkan

bau langu yang ada pada ubi jalar dapat tertutupi dengan bau asam-asam

organik, sehingga tidak banyak mengubah flavor asli dari produk yang dihasilkan.

Menurut Lina (2008) dalam Wulandari (2011) menyebutkan bahwa mikroba yang

menghasilkan asam-asam organik, maka asam-asam itu akan terimbibisi dalam

bahan, dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan

citarasa khas yang dapat menutupi aroma dan citarasa ubi jalar yang cenderung

tidak menyenangkan konsumen.

4.3.2 Uji Organoleptik Warna

Pengujian warna secara organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat

kecerahan tepung ubi jalar terfermentasi menurut panelis. Warna adalah sebuah

daya tarik tersendiri bagi produk makanan sehingga sangat penting untuk

menentukan penerimaan produk oleh konsumen. Rerata kesukaan panelis

terhadap warna tepung ubi jalar terfermentasi berdasarkan lama fermentasi

dalam varietas ubi jalar berkisar antara 2,15 – 4,70 (Lampiran 12). yang berarti

bahwa tingkat kesukaan panelis berkisar antara agak suka hingga agak tidak

suka terhadap warna produk tepung ubi jalar terfermentasi. Gambar 4.14

menunjukkan pengaruh perlakuan jenis ubi jalar menurut lama fermentasi

terhadap terhadap tingkat kesukaan panelis pada parameter warna.

Page 74: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

74

Gambar 4.14 Pengaruh Perlakuan Varietas Ubi Jalar Terhadap Tingkat

Kesukaan Panelis Pada Parameter Warna Berdasarkan Lama

Fermentasi

Gambar 4.14 menunjukkan bahwa skor kesukaan panelis terhadap wrna

tepung ubi jalar terfermentasi, dimana skor kesukaan panelis tertinggi diperoleh

dari perlakuan lama fermentasi 36 jam dari varietas Ayamurasaki (ungu), yaitu

sebesar 4,70 (agak tidak suka), sedangkan skor kesukaan panelis terendah

diperoleh pada perlakuan lama fermentasi 36 jam dari varietas Kuningan Putih,

yaitu sebesar 2,15 (suka).

Hasil analisis ragam (Lampiran 12), menunjukkan bahwa perlakuan

varietas ubi jalar tidak berpengaruh nyata (α=0,05) pada warna tepung ubi jalar

terfermentasi, sedangkan perlakuan lama fermentasi dalam varietas ubi jalar

juga tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap warna tepung ubi jalar

terfermentasi.

Warna tepung ubi jalar terfermentasi semakin cerah seiring dengan lama

waktu fermentasi. Pada varietas Ayamurasaki (ungu), semakin lama fermentasi

warna ungu tepung semakin pudar. Hal ini disebabkan karena semakin selama

proses fermentasi, semakin banyak komponen dalam bahan termasuk pigmen

antosianin yang terdegradasi sehingga pigmen ungu antosianin banyak yang

hilang karena ikut luruh dalam medium fermentasi. Begitu juga pada varietas

Kuningan Merah,semakin lama fermentasi warna oranye tepung semakin pudar.

Hilangnya warna oranye ini disebabkan karena selama proses fermentasi

terdapat aktivitas mikroba yang menghasilkan asam, sehingga karoten menjadi

rusak dan ikut luruh dalam medium fermentasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel

4.17 data analisa pH tepung ubi jalar terfermentasi yang menunjukkan bahwa

Page 75: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

75

semakin lama fermentasi nilai pH semakin asam. Menurut Ottaway (1999)

kestabilan karotenoid sama dengan vitamin A, yang mana sensitif terhadap

oksigen, cahaya dan media asam. Semakin lama fermentasi semakin banyak

pigmen oranye karotenoid yang hilang, sehingga dapat mempengaruhi warna

tepung ubi jalar yang di hasilkan. Jika pada varietas Kuningan Putih perlakuan

fermentasi menyebabkan warna kuning tepung semakin hilang seiring dengan

lama fermentasi. Hal ini menyebabkan warna tepung menjadi lebih putih

sehingga dapat menyerupai warna dari tepung terigu. Pada saat fermentasi

terjadi degradasi komponen dalam bahan termasuk pigmen kuning karotenoid,

sehingga semakin lama fermentasi semakin banyak pigmen kuning karotenoid

yang hilang, akibatnya warna tepung menjadi lebih putih. Menurut Akbar (2009)

selama proses fermentasi terjadi penghilangan komponen penimbul warna,

seperti pigmen karotenoid dan protein yang dapat menyebabkan warna coklat

ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna tepung yang dihasilkan lebih putih

jika dibandingkan dengan warna tepung tanpa fermentasi. Selain itu, proses ini

akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik dan kualitas hampir

menyerupai tepung dari terigu.

Pengujian warna pada organoleptik sangat penting, karena pada

umumnya konsumen akan menilai suatu produk berdasarkan penampakan

fisiknya, yaitu salah satunya warna. Menurut Winarno (2008), menyatakan bahwa

uji warna lebih banyak melibatkan indera penglihatan dan merupakan salah satu

indikator juga untuk menentukan apakah suatu bahan pangan diterima atau tidak

oleh masyarakat konsumen, karena makanan yang berkualitas (rasanya enak,

bergizi dan bertekstur baik) belum tentu akan disukai oleh konsumen bilamana

bahan pangan tersebut memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau

menyimpang dari warna aslinya.

4.4 Tepung Perlakuan Terbaik

Penentuan perlakuan terbaik dari tepung ubi jalar terfermentasi

ditentukan berdasarkan metode multiple attribute (Zeleny, 1982).. Pengamatan

dan analisa yang dilakukan pada tepung fermentasi perlakuan terbaik antara lain

analisa bulk density (densitas kamba), kadar air, kadar pati, viskositas panas dan

dingin, indeks penyerapan air (IPA), indeks kelarutan air (IKA), dan rendemen.

Nilai yang sesuai harapan yaitu merupakan nilai minimal atau maksimal dari

setiap parameter. Berdasarkan metode multiple atribut tepung perlakuan terbaik

pada masing-masing varietas Ayamurasaki, Kuningan Merah dan Kuningan Putih

Page 76: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

76

terdapat pada tepung dengan perlakuan lama fermentasi 36 jam. Perlakuan

terbaik pada tepung ubi jalar terfermentasi dibandingkan dengan tepung ubi jalar

kontrol tanpa fermentasi. Data analisa tepung ubi jalar kontrol tanpa fermentasi

dan perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 4.20, 4.21 dan 4.22

Tabel 4.20. Data Hasil Analisa Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Tepung Ubi Jalar

Perlakuan Terbaik Pada Jenis Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki

Parameter Tepung Ubi Jalar

Kontrol (tanpa fermentasi)

Tepung Ubi Jalar Perlakuan Terbaik (fermentasi 36 jam)

Kadar Air (%) 9,7 6,94

Kadar Pati (%) 75,52 67,66

Rendemen

- Chips Kering (%)

- Tepung (%)

33,06

27,8

28,25

23,34

Viskositas

- Viskositas Panas (cp)

- Viskositas Dingin (cp)

810

1200

1616,67

1910

Indeks Peyerapan Air (IPA)

(g/g) 1,491 1,95

Indeks Kelarutan Air (IKA)

(g/ml) 0,0156 0,028

Densitas Kamba (g/ml) 0,64 0,68

Tabel 4.21. Data Hasil Analisa Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Tepung Ubi Jalar

Perlakuan Terbaik Pada Jenis Ubi Jalar Oranye Varietas Kuningan Merah

Parameter Tepung Ubi Jalar

Kontrol (tanpa fermentasi)

Tepung Ubi Jalar Perlakuan Terbaik (fermentasi 36 jam)

Kadar Air (%) 8,41 3,57

Kadar Pati (%) 85,11 77,56

Rendemen

- Chips Kering (%)

- Tepung (%)

36,38

32,2

32,51

29,31

Viskositas

- Viskositas Panas (cp)

- Viskositas Dingin (cp)

460

440

11203,33

37030

Indeks Peyerapan Air (IPA)

(g/g) 1,352 1,96

Indeks Kelarutan Air (IKA)

(g/ml) 0,0134 0,032

Densitas Kamba (gr/ml) 0,69 0,71

Page 77: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

77

Tabel 4.22. Data Hasil Analisa Tepung Ubi Jalar Kontrol dan Tepung Ubi Jalar

Perlakuan Terbaik Pada Jenis Ubi Jalar Putih Varietas Kuningan Putih

Parameter Tepung Ubi Jalar

Kontrol (tanpa fermentasi)

Tepung Ubi Jalar Perlakuan Terbaik (fermentasi 36 jam)

Kadar Air (%) 9,36 5,04

Kadar Pati (%) 82,83 74,89

Rendemen

- Chips Kering (%)

- Tepung (%)

35,29

30,57

30,18

24,98

Viskositas

- Viskositas Panas (cp)

- Viskositas Dingin (cp)

690

970

2103,33

2816,67

Indeks Peyerapan Air (IPA)

(g/g) 1,224 1,98

Indeks Kelarutan Air (IKA)

(g/ml) 0,0149 0,028

Densitas Kamba (gr/ml) 0,71 0.72

Dari Tabel 4.22, 4.23 dan 4.24 dapat diketahui bahwa kadar air tepung

perlakuan terbaik pada masing-masing varietas ubi jalar mengalami penurunan.

Nilai kadar air tepung ubi jalar tanpa fermentasi lebih besar dibandingkan dengan

tepung ubi jalar terfermentasi. Hal ini dsebabkkan karena pada saat fermentasi

terjadi degradasi pati oleh mikroorganisme yang menyebabkan turunnya

kemampuan bahan dalam mempertahankan air, karena kehilangan gugus

hidroksil yang berperan dalam menyerap air. Menurut Giraund dkk. (1994),

gugus hidroksil pada granula pati merupakan faktor utama dalam mempengaruhi

kemampuan mempertahankan air. Pada bahan berpati, gugus hidroksil ini

mempunyai kemampuan yang besar untuk mempertahankan air karena struktur

gugus hidroksil yang mudah dimasuki air.

Kadar pati tepung perlakuan terbaik pada masing-masing varietas ubi

jalar lebih rendah dibandingkan dengan kadar pati tepung ubi jalar kontrol (tanpa

fermentasi). Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi

pemecahan pati oleh aktivitas mikroorganisme menjadi gula-gula sederhana.

Menurut Oktavian (2010) selama fermentasi terdapat aktivitas mikroba yang

menyebabkan terjadinya degradasi pati disertai dengan pembentukan gula-gula

sederhana yang digunakan untuk energi dalam pertumbuhan dan aktivitasnya,

degradasi pati tersebut menyebabkan turunnya kadar pati. Hal tersebut juga

didukung oleh Maria (2002) yang menyebutkan bahwa, kadar pati mengalami

Page 78: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

78

penurunan sejalan dengan meningkatnya lama fermentasi, karena kemampuan

mikroba amilolitik dalam pemecahan pati semakin besar. Selain itu penurunan

kadar pati juga dapat disebabkan karena proses pengolahan. Menurut

Anindyasari (2012) penyebab lain penurunan kadar pati adalah pada saat proses

pengolahan tepung yang bisa menghilangkan pati, seperti perendaman dalam air

pada saat umbi di cuci atau pada saat chips di fermentasi. Hal ini menyebabkan

sebagian pati mengendap dalam air dan tidak ikut dalam proses penepungan.

Hasil randemen menunjukkan bahwa randemen tepung perlakuan terbaik

pada masing-masing varietas ubi jalar lebih kecil dibandingkan dengan tepung

ubi jalar kontrol (tanpa fermentasi). Hal ini disebabkan karena selama fermentasi

terdapat pati yang dihidrolisis oleh mikroba menjadi gula-gula sederhana

sehingga nilai rendemen menurun. Menurut Oktavian (2010) selama fermentasi

terdapat aktivitas mikroba yang menyebabkan terjadinya degradasi pati disertai

dengan pembentukan gula-gula sederhana yang digunakan untuk energi dalam

pertumbuhan dan aktivitasnya, degradasi pati tersebut menyebabkan turunnya

kadar pati. Menurut Antarlina dan Utomo (1999) besarnya rendemen tepung

yang dihasilkan dapat diketahui dari kadar bahan keringnya. Semakin tinggi

kadar bahan kering ubi jalar maka semakin tinggi pula rendemen tepung yang

dihasilkan. Perbedaan nilai rendemen juga dapat dipengaruhi oleh kadar air

dalam bahan. Pada tepung mengandung air, pati dan beberapa komponen lain.

Kadar air pada tepung fermentasi lebih kecil dibandingkan tepung kontrol tanpa

fermentasi, sehingga dapat mempengaruhi nilai randemen tepung menjadi lebih

kecil.

Nilai viskositas panas dan dingin tepung perlakuan terbeik pada masing-

masing jenis ubi jalar lebih tinggi dibandingkan dengan nilai viskositas panas dan

dingin pada tepung kontrol (tanpa fermentasi). Hal ini disebabkan karena pada

saat fermentasi terjadi degradasi dinding sel pati oleh aktivitas mikroorganisme

sehingga sebagian dari dinding sel pati mengalami kerusakan. Kerusakan ini

menyebabkan dinding sel granula pati berlubang, sehingga air lebih mudah

masuk dalam granula dan mengakibatkan granula mengalami pembengkakan.

Pembengkakan granula pati dapat meningkatkan nilai viskositas.

Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA) tepung

perlakuan terbaik pada masing-masing varietas ubi jalar lebih tinggi jika

dibandingkan dengan tepung ubi jalar kontrol (tanpa fermentasi). Hal ini

disebabkan karena pada saat fermentasi terjadi degradasi pati oleh aktivitas

Page 79: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

79

mikroorganisme yang menyebabkan dinding sel granula pati mengalami

kerusakan. Kerusakan dinding sel granula pati menyebabkan granula pati

berlubang, sehingga air lebih mudah masuk dalam granula akibatnya granula

mengalami pembengkakan. Pada granula yang membengkak lebih mudah

mengalami proses gelatinisasi. Menurut Gujska dan Khan (1991), IPA

dipengaruhi oleh adanya denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan pembengkakan

serat kasar yang terjadi selama pengolahan menjadi tepung. IPA tergantung

pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari

makromolekul yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin banyak

pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk

menyerap air (Gomez dan Aguilera, 1983). Dan menurut Honestin (2009)

peningkatan nilai IPA biasanya diikuti dengan peningkatan IKA. Hal ini karena

granula pati lebih mudah mengikat air dan juga mudah melepaskan amilosanya

kedalam media pendispersinya.

Analisa densitas kamba dilakukan untuk mengetahui tingkat kerapatan

tepung dalam menempati ruang. Densitas kamba tepung perlakuan terbaik pada

masing-masing varietas ubi jalar dengan tepung ubi jalar kontrol (tanpa

fermentasi) hampir sama. Densitas kamba tepung perlakuan terbaik pada

masing-masing varietas ubi masih dapat diterima karena masih berkisar antara

0,3 – 0,8 g/ml. Menurut Wirakartakusumah dkk (1992) dalam Harnani (2009)

Densitas kamba dari berbagai produk bubuk umumnya berkisarantara 0.30-0.80

g/ml.

Page 80: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

80

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas ubi jalar

berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kadar pati, kadar air, rendemen chips

kering, rendemen tepung, viskositas panas, viskositas dingin, pH, tingkat

kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*) dan tingkat kekuningan (b*). Perlakuan

lama fermentasi berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kadar pati, kadar air,

rendemen chips kering, rendemen tepung, viskositas panas, viskositas dingin,

Indeks Penyerapan Air (IPA), Indeks Kelarutan Air (IKA), dan pH.

Tepung ubi jalar terfermentasi terbaik dari ketiga varietas adalah varietas

Kuningan Putih dan lama fermentasi terbaik dari ketiga perlakuan adalah 36 jam.

Tepung perlakuan terbaik pada masing-masing varietas Ayamurasaki, Kuningan

Merah dan Kuningan Putih adalah tepung dengan lama fermentasi 36 jam. Nilai

perlakuan terbaik pada varietas Ayamurasaki (ungu) yaitu kadar air 56,94%,

kadar pati 67,66%, rendemen chips kering 28,25%, rendemen tepung 23,34%,

viskositas panas 1616,67 cp, viskositas dingin 1910 cp, Indeks Penyerapan Air

(IPA) 1,95 g/g, Indeks Kelarutan Air (IKA) 0,028 g/ml, dan densitas kamba 0,68

g/ml. Pada varietas Kuningan Merah nilai terbaik yaitu kadar air 3,57%, kadar

pati 77,56%, rendemen chips kering 32,51%, rendemen tepung 29,31%,

viskositas panas 11203,33 cp, viskositas dingin 37030 cp, Indeks Penyerapan Air

(IPA) 1,96 g/g, Indeks Kelarutan Air (IKA) 0,032 g/ml, dan densitas kamba 0,71

g/ml. Sedangkan nilai terbaik pada varietas Kuningan Putih yaitu kadar air

5,04%, kadar pati 74,89%, rendemen chips kering 30,18%, rendemen tepung

24,98%, viskositas panas 2103,33 cp, viskositas dingin 2816,67 cp, Indeks

Penyerapan Air (IPA) 1,98 g/g, Indeks Kelarutan Air (IKA) 0,028 g/ml, dan

densitas kamba 0,72 g/ml. Tepung ubi jalar terfermentasi terbaik yang dihasilkan

mempunyai karakteristik yang lebih baik dari pada tepung ubi jalar kontrol (tanpa

fermentasi).

5.2 Saran

1. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai data antar ulangan memiliki

rentan yang cukup jauh. Hal ini diduga karena pada fermentasi alami

aktivitas mikroba yang berperan selama proses fermentasi tidak terkontrol,

sehingga diperlukan adanya penelitian lanjutan mengenai jenis mikroba dan

total mikroba yang berperan dalam proses fermentasi tepung ubi jalar untuk

Page 81: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

81

mengetahui tingkat keamanan tepung ubi jalar fermentasi apabila

diaplikasikan pada produk yang berbahan dasar tepung.

2. Nilai viskositas dari tepung ubi jalar terfermentasi menunjukkan hasil yang

cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi

tepung ubi jalar terfermentasi dalam pembuatan berbagai produk yang

berbahan dasar tepung.

Page 82: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

82

DAFTAR PUSTAKA

Achi, O.K and N.S. Akomas., 2006. Comparative Assessment of Fermentation

Techniques in The Processing of Fufu, A Traditional Fermented

Cassava Product. Pakistan Journal of Nutrition 5 (3) : 224-229.

Adams, M.R., and Nout, M. J. R., 2001. Fermentation and Food Safety. Aspen

Publisher. Gaithersburg, Maryland.

Agustawa, R. 2012. Modifikasi Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas L)

Varietas Sukuh Dengan Proses Fermentasi dan Metode Heat

Moisture Treatment (HMT) Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia

Pati. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi

Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Agustyanto, P. 2004. Pengolahan Ubi jalar Menjadi Tepung.

http://www.leisa.info/ FrilZ/sourcc//acthloh.php?()_i(l 67142A.aJU211 &a_

seqO. Tanggal Akses 16 Desember 2012.

Akbar, Mochammad. 2009. Sekilas Tentang MOCAF. http://mocaf-

indonesia.com. Tanggal akses 25 September 2009

Andayani, D.W. 2007. Kandungan Antosianin, Total Fenol dan Aktivitat

Antioksidan Beberapa Klon Ubijalar Ungu (Ipomoea batatas). Skripsi

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.

Universitas Brawijaya. Malang.

Anderson.1958. Chemical of Sweet Potato Flour. Cereal Chem. Vol. 50 (2).

Anindyasari, Y. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Dengan Ragi Roti

Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Tepung Kimpul. Skripsi

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.

Universitas Brawijaya. Malang.

Anonymousa, 2002. Ubi Jalar. http://shvoong.com. Tanggal Akses 16 Desember

2012.

Page 83: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

83

Anonymousa, 2009. Ubi Jalar Orange. http://www.spatindonesia.or.id

/spat/?prm=bd. Tanggal Akses 16 Desember 2012

Anonymousa, 2011. Khasiat Ubi Jalar. http://bengkeltip.wordpress.com/2011

/12/22/khasiat-ubi-jalar/. Tanggal Akses 16 Desember 2012

Anonymousa, 2012. O’Henry Sweet Potatoes. http://www.saura

pride.com/products.htm. Tanggal Akses 16 Desember 2012.

Anonymousa. 2005. Ayamurasaki. http://www.jrt.gr.jp/sminie/panf/

ayamuras.html . Tanggal Akses 16 Desember 2012.

Anonymousb. 2011. Proteases in Enzyme Therapy. www.enzimessential.com/

proteases-in-enzym-therapy.html. Tanggal akses 16 Desember 2012.

Antarlina S.S. dan Utomo, J.S. 1999. Proses Pembuatan dan Penggunaan

Tepung Ubi Jalar untuk Produk Pangan. Lokakarya Nasional dalam

A. A. Rahmianna, Heriyanto, dan A. Winarto (ed). Pemberdayaan

Tepung Ubi Jalar sebagai Substitusi Terigu dan Potensi Kacang-

kacangan untuk Pengayaan Kualitas Pangan. Edisi Khusus Balitkabi

No. 15 hal.30-44. 1999.Balitkabi. Malang.

Antarlina, S. S. dan Utomo, J. S., 1997. Proses Pembuatan dan Penggunaan

Tepung Ubi Jalar untuk Produk Pangan. Dalam Edisi Khusus Balitkabi

15-1999.

Anton, Apriyantono. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

AOAC, 1970. Official Method and Analysis of The Association oh The

Official Analytical Chemists. 11th. Edition. Washington D.C.

AOAC, 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical

Chemists, Washington D.C.

Aripnur. 2010. Ubi Jalar Ungu. http://www.banjar-jabar.go.id. Tanggal Akses 16

Desember 2012.

Astawan, M. 2008. Brem. http://cybermed.cbn.net. Tanggal Akses 16 Desember

2012.

Page 84: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

84

Badan Pusat Stalistik Indonesia. 2005. Statistik Indonesia. 2004. Badan Pusat

Statistik, Jakarta., Indonesia. 604 p.

Badan Pusat Stalistik Indonesia. 2009. Rancangan Rencana Strategis

Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014. Kementerian Pertanian 2009.

http://setjen.deptan.go.id/admin/download/rancangan%20renstra%20dept

an%202010-2014%20lengkap.pdf . Tanggal Akses 16 Desember 2012..

Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia 3549:2009.

DSN. Jakarta.

Bradbury, J. H. and W. D. Holloway. 1988. Chemestry of Tropical Root.

Significance for nutrition and agriculture in the Pacific. ACIAR. Canberra.

Cordell. K. 2005. Sweet Potatoes - Nature's Health Food.

http://www.nesweetpotatoes.com/ nutrition.htm. Tanggal Akses 16

Desember 2012.

Damardjati, D.S. dan S. Widowati. 1993. Pembinaan Sistem Agroindustri

Tepung Kasava Pola Usaha Tani Inti Plasma Kabupaten Ponorogo.

Lapor an Penelitian Kerjasama Balittan. Sukamandi dengan PT. Petro

Aneka Usaha, Sukamandi

Dewi. E. 2007. Sludi Analisis β -karoten, Kadar Fenol dan Aktivitas

Antioksidan Beberapa Klon Ubijalar Kuning dan Orange. Skripsi

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Brawijaya. Malang.

Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2002. Prospek dan Peluang

Agribisnis Ubi Jalar. Direktorat jendral Bina Produksi Tanaman Pangan

Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Jakarta.

Fardiaz, 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor

FAOSTAT. 2004. Major Food and Agricultural Commodities and Producers.

http:// fao.org/es/ess/country.jsp?lang=EN&country=101. Tanggal Akses

16 Desember 2012.

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology 2nd Edition. CRC Press. New

York

Page 85: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

85

Fennema, O. R. 1976. Principles Of Food Science. Food Chemistry part I.

Departemen of Food Science, University of Winconsin-Madison. Marcell

Dekker Inc., New York.

Fennema. 1993. Food Chemistry, In R. Owen (eds.), Carbohydrates (pp 167-

196). New York: Marcel Dekker.

Forgaty, M. 1983. Microbial Enzymes and Biotechnology. Appl. Sci. Publ.,

London.

Galyano, F. 2005. The Chemistry of Anthocyanins.

http://www.foodsciencecentral.com. Tanggal Akses 16 Desember 2012.

Ginting, E. Antarlina, S.S. Utomo, J.S. dan Ratnaningsih. 2006. Teknologi

Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Diversifikasi Pangan dan

Pengembangan Agroindustri. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/ima

ges/PDF/BP/bp 11%20erlianan.pdf. Tanggal akses 16 Desember 2012.

Gomez, M.H. dan J.M. Aguilera. 1983. Changes in The Starch Fraction During

Extrusion Cooking of Corn. Journal Food Science Vol 48, 378-381.

Greenwood, C. T. 1979. Starch and Glycogen. Di dalam W. Pigmen dan D.

Horton (eds). The Carbohydrate Chemistry and Biochemistry.

Academic Press. London

Gujska, E., dan K. Khan. 1991. Feed Moisture Effects on Functional

Properties, Trypsin Inhibitor and Hemmagglutinating Activies of

Extruded Bean High Starch Fractions. Journal Food Science 56:443-

447.

Harnani, S. 2009. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Kapasitas Antioksidan

Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet).

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Harnowo, D., S.S. Antarlina, dan H. Mahagyosuko. 1994. Pengolahan Ubi Jalar

Guna Mendukung Diversifikasi Pangan dan Agroindustri. Dalam

Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, Dan

Sumarno (Eds.). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan

Page 86: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

86

Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm.

145-157.

Hartoyo, T., 2004. Olahan dari Ubi Jalar, Trubus Agrisarana, Surabaya.

Hartz, H dan R. D. Schmertz. 1972. Organic Chemistry : A Short Course.

Michigan University, Michigan.

Haryani, S., 2008. Produksi Bioetanol dari Sirup Glukosa Ubi Jalar (Ipomoea

batatas L.) Menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Fakultas

Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hawa, T. A. 2008. Perubahan Karakteristik Fisikokimia Mocal (Modified

Cassava Flour) Selama Fermentasi. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.

Hidayat, 2008. Enzim Amilase. http//:www.ptp2007.wordpress.com. Tanggal 16

Desember 2012.

Howard, L.A., A.D. Wong, A.K. Perry, and B.P. Klein. 1999. β-Carotene and

Ascorbic Acid Retention in Fresh and Processed Vegetables.

Sensory And Nutritive Qualities Of Food. Journal Of Food Science.

Honestin, T. 2007. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea

batatas). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Honestin, T. dan Syamsir, E. 2009. Karakteristik Fisiko-Kimia Tepung Ubi

Jalar (Ipomoea batatas) Varietas Sukuh Dengan Variasi Proses

Penepungan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Hongmin, L., G. Xiaodiang and M. Daifu. 1996. Orange-Fksh Sweetpotato, a

Potential Source for Carotene Production. In Eafemio, T.R and Vilma

R.A (eds). Selected Research Papers. Asian Sweetpotato and Potato

Research Development Manila. 2: 126-130

Hubeis, M. 1985. Penuntun Praktikum Pengawasan Mutu Jurusan Teknologi

Pangan dan Gizi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor

Page 87: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

87

Irawati, N. 2011. Pengaruh Fermentasi Bakteri Asam Laktat (BAL) dengan

Metode Dry Mix Culture (Kultur Campuran Kering) terhadap Tepung

Ubi Kayu Terfermentasi. Skripsi Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang.

Jayani, R. S., Saxena, S, and Gupta, R. 2005. Review Microbial Pectinolytic

enzymes: A review Department of Biotechnology, Himachal Pradesh

University, Summer Hill, Shimla 148005, India. Process Biochemistry 40

(2005) 2931–2944.

Kadarisman, D. 1985. Pengaruh Penambahan Kapur, Jumlah Air Ekstraksi

dan Lama Pengendapan terhadap Rendemen dan Mutu Tepung Pati

Ubi Jalar. Tesis . Pascasarjana IPB.

Kays, S. J. and S. E. Kays. 1998. Sweetpotato Che m bin in Relation to

Health. In D. R. LaBonte, M. Yam&shita and H. Mochida (Eda).

Proceedings of International Workshop on Sweetpotato System

toward the 21th Century. Miyakonojo, Japan. December 9-10 1997.

Kyushu national Agriculture Experiment Station. P. 231-272

Kmiecik. W., G. Jaworska. Z. and Lisiewska. 2000. Effect of Saeruoc. L-

AkoHmc Acid and Pectin on The Quality of Frozen Strawberries.

Electronic Journal of Polish Agricultural Universities Food Science and

Technology Volume 3. Issue 2.

Kurnia, S. I. 1992. Pengaruh Penambahan Kultur Bakteri dan Lama

Fermentasi Terhadap Mutu Pikel Jahe. Skripsi Fakultas Teknologi

Pertanian. Institute Pertanian Bogor. Bogor

Kustono. T. 2000. Pengaruh Pengecilan Ukuran dan Waktu Pengukusan

terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Ubijalar (ipomota

batatas L. Lam) Instan. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas

Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang

Liu, H., Yu,L., Xie, F. and Chen, L., 2006. Gelatinization Of Corn Starch With

Differrent Amylase Or Amiopectin Content. Carbohydrate Polymare

65.

Lohachoompol, V., G. Srzednicki, and J. Craske. 2004. The Change of Total

Anthocyanins in Blueberries and Their Antioxidant Effect After

Drying and Freezing. J Biomed Biotechnol. 5: 248-252.

Page 88: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

88

Madan, M, Dhillon S and Singh R. 2002. Production Of Alkaline Protease By

A UV Mutant Of Bacillus Polymyxa. Ind. J. Microbiol. 42, 155-159.

Maria. 2002. Pati Termodifikasi. http://atikaluthfiyyah.blogspot.com/2010/10/

pati-termodifikasi-pada-sup-krim.html. Tanggal akses 18 April 2013.

Marzempi. 2012. Penentuan Umur Panen Optimum Ubi Jalar.

http://pustaka2.ristek.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/212586T

anggal Akses 16 Desember 2012.

Meyer, L. H. 1978. Food Chemistry. Reinhold Publishing Corporation. New

York.

Meyer, L. H. 1996. Food Chemistry. The AVI Pulb.,Co.,Inc., Wesrport

Connection

Misgiyarta dan Widowati. 2002. Seleksi dan karakterisasi bakteri asam laktat

(BAL) indigenus 374. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan

Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya

Genetik Pertanian Bogor, Bogor.

Muljono, J. E. G. Sa’id., dan A. A Darwis. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit

Rajawali Press, Jakarta.

Muljono, J., E. G. Sa’id., dan L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Pusat Antar

Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.

Nakashima. 1999. Ipomoea batatas. Food Science Technology Inc. Tokyo

Okaka JC and Potter NN (1979). Physicochemical and Functional Properties

of Cowpea Powders Processed to Reduce Beany Flavours. J. Food

Sci. 44: 1235 – 1240

Oktavian. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L) Sebagai

Alternatif Pengganti Bahan Makanan Pokok. http://budikolonjono.

blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-ubi-jalar-ipomoea-batatas.html.

Tanggal akses 18 April 2013.

Onwoene, I.C. 1978. The Tropical Tubber Crops, Yams, Cassava, Sweet

Potato and Cooyams. John Willey & Son. Chicester, New York.

Page 89: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

89

Ottaway, P.B. 1999. The Technology of Vitamins in Food. Aspen Publisher,

Inc. Garthersburg. Marryland.

Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. United States of America :

Delmar, Thomson Learning.

Parven, S and F. Hafiz. 2003. Fermented Cereal from Indigenous Raw

Materials. Pakistan Journal of Notrition 2 (5) : 289-291

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Academic

Press. New York. 24-27

Pramudia, H.C.N. 2007. Uji Kandungan Tepung dan Korelasinya dengan

Sifat-Sifat Morfologis pada Beberapa Klon Ubi Jalar (Ipomea batatas

(L.) Lam). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.

Universitas Brawijaya. Malang.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2012. Deskripsi Ubi

jalar Varietas Sukuh. http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=

varietas/varietas_detail&komoditas=05029&id=Sukuh&pg=1&varietas=1.

Tanggal Akses 16 Desember 2012.

Radley, J. A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publishers

Ltd, London.

Rahayu K dan Sudarmadji S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: PAU

Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.

Ranvee, S. J., Saxena, S. and Gupta, R. 2005. Review Microbial Pectinolytic

enzymes: A review Department of Biotechnology, Himachal Pradesh

University, Summer Hill, Shimla 148005, India. Process Biochemistry 40

(2005) 2931–2944.

Ray, B., 2004. Microbiology of Fermented Food Production. Fundamental

Food Microbiology Third Edition. CRC Press. Washington, D.C.

Reilly, T. E., and Goodman, A. S. 1985. Quantitative Analysis of Saltwater-

fresh Water Relationships in Groundwater Systems A Historical

Perspective. J. of Hydrology, 80, 125-160.

Page 90: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

90

Risnawatie, N. D. 2004. Pembuatan Sari Ubi Ungu Jepang (Ipomoea batatas

var. Ayamurasaki). Kajian pH Pelarut Ekstraksi dan Lama

Fermentasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas

Brawijaya.

Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius.

Yogyakarta

Rubatzky, V.E. dan Yamaguchi. 1998. Sayur Dunia, Prinsip Produksi dan Gizi.

ITB-Press. Bandung.

Salminen, S. and A.V. Wright. 1993. Lactic Acid Bacteria. Marcel Dekker, New

York.

Salminah, M. 2005. Pembangunan Indonesia Tepung Berbahan Baku Lokal

Dalam Rangka Membangun Ketahanan Pangan Nasional.

http://www.nectar.or.id/publikasi2.htm. Tanggal Akses 16 Desember 2012.

Sandhya C, Sumantha A, Szakacs G and Pandey A. 2005. Comparative

Evaluation Of Neutral Protease Production By Aspergillus Oryzae In

Submerged And Solid-State Fermentation. Process Biochem. 40,

2689– 2694.

Safalina, K. 2007. Karakteristik Fisika-Kimia Pati Ubi Jalar dari Beberapa

Varietas Ubi Jalar (Ipomea batatas(Lamb)L). Jurusan Teknologi

Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

Saraswati, S. 1981. Pengaruh Jenis Umbi, Konsentrasi Ca(OH)2

dalam Air

Pengekstrak dan Cara Pengeringan terhadap Mutu Tepung Pati Ubi

Jalar (Ipomoea batatas L.). Skripsi Fateta IPB.

Siregar, J. 2006. Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif.

http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghoa.msg. 071333. Tanggal

Akses 16 Desember 2012.

Smith, P.S. 1982. Starch Derivatives and their uses in foods. Di dalam: D.R.

Lineback dan G.E. Inglett (eds). Food Carbohydrate. AVI Publishing

Co.Inc., Westport, Connecticut.

Page 91: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

91

Solikhah, F. B. 2011. Pembuatab Patilo, Kajian Lama Fermentasi dan

Proporsi Ampas : Pati Ubi Kayu Terhadap Karakteristik Fisiko, Kimia

dan Organoleptik. Skripsi Teknologi Hasil Pertanian. Universitas

Brawijaya. Malang.

Subagio. 2006. Jurnal Tanaman Penghasil Pati. http://GMO-manual-

indo,pdf.FDPART. Tanggal Akses 16 Desember 2012

Suda, I., Oki, T., Masuda, M., Kobayashi, M., Nishiba, Y. and Furuta, S. 2003.

Physiological Functionality of Purple-Fleshed Sweet Potatoes

Containing Anthocyanin and Their Utilization in Foods. Japan

Agricultural Research Quarterly. Vol 37 No.3. july 2003.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan

Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-

umbian. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang

Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Suismono. 2001. Teknologi Pembuatan Tepung dan Pati Ubi-ubian untuk

Menunjang Ketahanan Pangan. Majalah Pangan X (37): hal. 37-45

Puslitbang Bulog. Jakarta

Suksmadji, B. 1997. Beberapa Sifat Pati Gaplek (Thesis). Fakultas Pasca

Sarjana. UGM. Yogyakarta

Sumanti, M. 2003. Mempelajari Mekanisme Produksi Minyak Sel Tunggal

dengan Sistem Fermentasi Padat Pada Media Onggok Ampas Tahu

dengan Menggunakan Kapang Aspergillus ferreus.

http://pustaka.unpad.ac.id/wp.content/uploads/2009/05 mempelajari

mekanisme produksi minyak sel tunggal.pdf Tanggal Akses 16 Desember

2012

Suprapti, L. 2003. Studi Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Beberapa

Varietas Ubi J alar (Ipomoea batatas L.). Skripsi Jurusan Teknologi

Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

Malang

Page 92: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

92

Susanto. T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina

llmu. Surabaya

Sutrisno dan E.E. Ananto. 1999. Peralatan Industri Tepung Ubijalar Untuk

Bahan Baku Industri Olahan. Edisi Khusus Balitkabi No. 15 hal.45-60.

Balitkabi. Malang

Syuhada, D. M., 2010. Pembuatan Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta

Crantz) Dengan Fermentasi Spontan. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Srichuwong, S. 2006. Starches From Different Plant Origins : From Structure

to Physicochemical Properties. Mie University. Japan

Teow, C.C. 2005. Antioxidant Activity and Bioactive Compound of Sweet

Potatoes. http://lib.ncsu.edu/thtfses/availahlc/cid.pdf. Tanggal Akses 16

Desember 2012.

Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu lainnya. Gramedia.

Jakarta.

Wall, J. S dan C. W. Blessin.1970. Composition of Sorgum Plant dan Grain.

Di dalam Wall, J.S. dan J.S dan W.M Ross (eds.) 1970. Sorgum

Production and utilisation. The AVI Publishing Company Inc., London.

Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan.

Tabloid SinarTani: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca-

panen Pertanian.

Widowati, S,. M.G Waha dan B.A.S Santosa. 1997. Ekstraksi dan Karakterisasi

Sifat Fisikokimia dan Fungsional Pati Beberapa Varietas Talas

(Colocasia esculenta (L) Schott). Dalam Presiding Seminar Nasional

Teknologi Pangan. Multi Pangan Selina. Jakarta.

Winarno, F. G. 1986. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Winarno F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Page 93: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

93

Winarno, F. G. dan S. Laksmi. 1973. Pigmen dalam Pengolahan Pangan.

Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pangan dan

Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor : 22-23

Wood, J.M., 1998. Organizational behaviour an asia pacific perspective.

United States : John Wiley and sons. Inc

Woolfe, J.A. 1992. Sweet Potato An Untapped Food Resource. Cambridge

University Press. Cambridge

Wulandari, P. 2011. Pengaruh Fermentasi Bakteri Asam Laktat (Bal) Dengan

Metode Dry Mix Culture (Kultur Campuran Kering) Terhadap Tepung

Ubi Kayu Terfermentasi. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Yashimoto, M.S., Okuna M., Yoshinaga O., Yamakawa M., Yamaguchi and J.

Yamada. 1999. Antimutagenicity of Sweet Potato (Ipomoea batatas)

Root. Biosci Biotechnology. Biochemistry 63:541-543.

Yoshinaga, M, Yashimoto, M.S. Okuna, O. Yamakawa, M. Yamaguchi and J.

Yamada. 1995. Antimutagenicity of Sweet Potato (Ipomoae batatas)

Root. Biosci Biotechnology. Biochemistry 63: 541 – 543

Yuwono, S.S. dan T. Susanto. 1998. Pengujian Sifat Fisik Pangan. FTP,

Unibraw, Malang

Zeleny. M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc.Graw Hill. New York

Page 94: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

94

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa

1. Analisa Kadar Air Metode Oven Kering (AOAC, 1984)

a. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dalam cawan yang telah diketahui

berat tetapnya.

b. Lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam atau sampai

berat tetap.

c. Disimpan dalam desikator, setelah dingin lalu ditimbang sampai berat

konstan.

d. Perhitungan:

Kadar air (% bb) = B – C x 100%

B – A

Keterangan:

A : Berat cawan C : Berat contoh kering + cawan

B : Berat contoh + cawan bb: Berat basah

2. Analisa Kadar Pati (Sudarmadji dkk., 1997)

Direct Acid Hyrolisis Method, AOAC (1970)

a. Sampel yang berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair

dalam gelas piala 250 ml, ditimbang 2-5 gram, ditambahkan 50 ml

aquades dan diaduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas

saring dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrat 250 ml.

b. Residu pati pada kertas saring dicuci sebanyak 5 kali dengan 10 ml ether

kemudian dibiarkan sampai ether menguap.

c. Dicuci lagi dengan 150 ml alkohol, kemudian residu dari kertas saring

dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml aquades

dan ditambahkan 20 ml HCl (25%)

d. Ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di atas penangas air

selama 2,5 jam.

e. Setelah dingin dinetralkan dengan NaOH 45% dan diencerkan sampai

volume 500 ml, kemudian disaring. Tentukan kadar gula yang

dinyatakan dengan glukosa dari filtrat yang diperoleh.

Page 95: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

95

f. Perhitungan:

Berat pati = berat glukosa x 0,9

3. Prosedur Pengujian Warna (L, a, b) (Yuwono dan Susanto, 1998)

a. Disiapkan sampel yang akan dianalisa.

b. Dihidupkan “color reader”.

c. Ditentukan target pembacaan L, a, b color space

d. Diukur warnanya

Keterangan: L untuk parameter kecerahan, a dan b koordinat kromatisitas,

C adalah kroma, h : sudut hue (warna).

4. Pengukuran pH dengan pH meter (Apriyanto dkk, 1989)

a. Sampel yang telah dihomogenkan diambil 20 ml ditempatkan pada

beaker glass 50 ml

b. pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan 7 lalu

dibersihkan dengan aquades

c. Dilakukan pengukuran pH sampel

d. Setiap kali mengukur pH yang lain, sebelumnya pH meter dibersihkan

dengan aquades terlebih dahulu.

5. Pengukuran Viskositas Panas dan Dingin

a. Ditimbang 20 gr sampel

b. Ditambahkan 180 ml aquades dan dipanaskan dalam air mendidih

selama 30 menit

c. Viskositas panas diukur selama 5 menit. Pasta diukur viskositas

dinginnya selama 5 menit setelah didinginkan 30 menit.

6. Mikroskopik (Bentuk Granula)

a. Ditimbang 0,1 gram tepung

b. Ditambahkan 1 ml aquades dan 1 tetes iodine

c. Suspensi kemudian divortex dan disentrifus selama 3 menit., kumudian

supernatannya dibuang

d. Endapan yang dihasilkan ditambah dengan 2 ml aquades, divortex dan

disentrifuse selama 3 menit

Page 96: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

96

e. Setelah supernatan dibuang, endapannya sekali lagi ditambah dengan 2

ml aquades, divortex dan disentrifus

f. Hasil endapan terakhir diambil dengan spatula dan dioleskan pada kaca

preparat untuk dilihat dengan mikroskop pada perbesaran 1000 kali

7. Analisa Indeks Penyerapan Air (IPA) dan Indeks Kelarutan Air (IKA)

a. Diambil 1 gram tepung ubi jalar

b. Dimasukkan dalam tabung sentrifuge

c. Ditambahkan 10 ml aquades dan diaduk dengan vibrator sampai semua

bahan terdispersi secara merata

d. Disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 15

menit

e. Supernatan yang diperoleh dituang secara hati-hati ke dalam wadah lain

f. Tabung sentrifuge beserta residunya dipanaskan dalam oven 50 C

selama 25 menit

g. Tabung sentrifuge ditimbang untuk menentukan berat air yang terserap

h. Dari supernatant, diambil sampel sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke

dalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya

i. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada 110 C sampai

semua air menguap

j. Didinginkan dan ditimbang untuk mengetahui berat bahan kering yang

terdapat dalam supernatant

k. Dihitung dengan rumus:

IPA =

IKA =

8. Penentuan Densitas Kamba (Okaka and Potter, 1979)

a. Ditimbang 50 gram sampel tepung

b. Dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml

c. Dilakukan pengetukkan (tapping) untuk mendapatkan volume konstan

d. Densitas kamba dihitung dari berat tepung (gram) dibagi dengan volume

(cm3)

Page 97: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

97

9. Analisa Randemen

a. Analisa randemen pada chips kering ubi jalar dihitung dari berat chips

kering ubi jalar dibagi dengan berat awal chips ubi jalar segar dikali

dengan 100%.

b. Analisa randemen tepung ubi jalar dihitung dari berat tepung ubi jalar

dibagi dengan berat awal chips ubi jalar segar dikali dengan 100%.

Page 98: I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Universitas Brawijayarepository.ub.ac.id/149267/4/5_BAB_1_-_Lampiran_2_hal_98.pdf · 2018-11-22 · pati mengalami pembengkakan karena pati dapat

98

Lampiran 2. Formulir Isian Untuk Uji Hedonik

Lembar Uji Organoleptik

Hari / Tanggal : ………………………..

Nama Panelis : .………………………..

Usia Panelis : ………………………...

Jenis Produk : ………………………...

Anda dimohon untuk memberikan penilaian dan sampai seberapa jauh

anda menyukai produk ini. Penilaian yang anda berikan hanya aroma dari produk

berupa aroma yang Anda sukai hingga aroma yang tidak disukai menurut Anda.

Hasil penilaian dinyatakan dalam angka dengan ketentuan sebagai berikut :

1 : Sangat Suka

2 : Suka

3 : Agak Suka

4 : Netral

5 : Agak Tidak Suka

6 : Tidak Suka

7 : Sangat Tidak Suka

Komentar Anda :

……………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………

No. Kode Sampel Aroma Warna

1 J1U1

2 J1U2

3 J1U3

4 J2U1

5 J2U2

6 J2U3

7 J3U1

8 J3U2

9 J3U3

10 Kontrol J1

11 Kontrol J2

12 Kontrol J3