laporan praktikum pembuatan pati dan pengamatan sifat fisik, kimia pati

28
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk granula. Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi dan buah. Pati pada tanaman berperan sebagai sumber energi untuk fase dorman, geminasi dan pertumbuhan. Pati sangat banyak diperoleh di alam an mmerupakan cadangan dari karbohidrat pada tanaman. Pati dapat diperoleh dari berbagai biji-bijian seperti padi, ketela, sagu, jagung dan sebagainya. Pati merupakan karbohidrat polimer tinggi yang tersusun dalam satuan Gluko pyranosa dengan rangkaian gluosida. Karbohidrat mempunyai klasifikasi secara sistematis sebagai monosakarida, disakarida, trisakarida, tetrasakarida dengan mengandung 5 atau 6 atom karbon yang dikenal dengan pentosan dan hexosan serta merupakan bahan yang tidak berwarna, berbentuk kristal dan tidak mudah larut. Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan α-(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan α-(1,4) juga mengandung ikatan α-(1,6) sebagai titik percabangannya.

Upload: diksyanda-anandiva

Post on 26-Sep-2015

1.610 views

Category:

Documents


136 download

DESCRIPTION

Teknologi Karbohidrat

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk granula. Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi dan buah. Pati pada tanaman berperan sebagai sumber energi untuk fase dorman, geminasi dan pertumbuhan.

Pati sangat banyak diperoleh di alam an mmerupakan cadangan dari karbohidrat pada tanaman. Pati dapat diperoleh dari berbagai biji-bijian seperti padi, ketela, sagu, jagung dan sebagainya. Pati merupakan karbohidrat polimer tinggi yang tersusun dalam satuan Gluko pyranosa dengan rangkaian gluosida. Karbohidrat mempunyai klasifikasi secara sistematis sebagai monosakarida, disakarida, trisakarida, tetrasakarida dengan mengandung 5 atau 6 atom karbon yang dikenal dengan pentosan dan hexosan serta merupakan bahan yang tidak berwarna, berbentuk kristal dan tidak mudah larut.

Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan -(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan -(1,4) juga mengandung ikatan -(1,6) sebagai titik percabangannya.

Berbagai bahan yang digunakan dalam pembuatan pati antara lain ubi kayu, ubi rambat, kentang, bengkoang dan jagung. Pengamatan dalam praktikum ini yaitu berat pati, rendemen, warna, kadar air, gelatinisasi, sineresis dan derajat asam. Berdasarkan uraian tersebut maka dilaksanakan praktikum Pembuatan dan Pengamatan Sifat Fisik dan Kimia Pati.

Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan pati dari berbagai bahan dan pengamatan sifat fisik serta sifat kimia pati.

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pati

Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan -(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan -(1,4) juga mengandung ikatan -(1,6) sebagai titik percabangannya (Smith, 1982; Swinkels, 1985; Pomeranz, 1991).

Fraksi amilosa dalam granula pati pada umumnya berkisar 22-26%, sedangkan amilopektin antara 74-78%. Kandungan amilosa pada pati ubi kayu sekitar 18%, pada pati jagung sekitar 26%, dan pada pati ubi rambat sekitar 20% (Whistler dan Smart, 1953).

Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengambang dalam air panas. Apabila suspense pati dipanaskan sampai suhu 60-70oC granula pati yang berukuran relatif besar akan membengkak sangan cepat. Jika suhu pemanasan terus meningkat, granula yang lebih kecil ikut membengkak hingga seluruh granula pati membengkak secara maksimal. Bentuk mikroskopis granula menandakan sumber patinya. Konstituen utama pati adalah amilosa (15-20%) yang mempunyai struktu helis tak bercabang dan mmemberikan warna biru dengan iodin serta denga jelas cenderung terjadi retrogradasi dan amilopektin (80-85%) yng tersusun dari rantai bercabang dan hanya memberikan warna merah dengan iodin karena tidak terbentuk heliks serta sedikit cenderung terjadi retrogradasi (Muljohardjo, 1987)

Tabel 1. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan.

Bahan Pangan

Pati (%) dalam basis kering

Biji gandum

Beras

Jagung

Biji shorgum

Kentang

Ubi rambat

Ubi kayu

67

89

57

72

75

90

90

Sumber : Iptek Net, (2005)

1.2. Sifat Fisik Pati

1.2.1. Warna (Color Reader)

Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap. Instrumen ini terdiri atas ujung reseptor (A), sebuah layar dan 4 buah tombol. 3 tombol adalah target, lab, Lch yang terletak dibawah layar pada sisi samping alat. 1 tombol terletak pada sisi atas alat yang berfungsi sebagai tombol start saat penembakan sampel (de Man,1999).

Intensitas warna bubuk pewarrna ditentukan dengan color reader yang mengukur spektrum sinar dengan cara merefleksikan dan mengkonversinya ke koordinat (L*, a* dan b*). Nilai L* merupakan tingkat kecerahan yang berkisar antara 0 (hitam) 100 (putih), nilai axis a* dan b* tidak ada batasan spesifik. Nilai a* (tingkat kemerahan) nilai a+ untuk warna merah dan nilai a- untuk warna hijau, nilai b* (tingkat kekuningan) nilai b+ untuk warna kuning dan b- untuk warna biru (Hunter lab, 2008).

Prinsip kerja color reader adalah sistem pemaparan warna dengan menggunakan sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L, a, b Hunter. Komponen color reader terdiri dari :

1. Reseptor : berfungsi sebagai tempat menempelnya sampel yang akan diuji warnanya yang akan membaca warna sampel tersebut.

2. Penutup reseptor : berfungsi untuk menutup reseptor setelah digunakan.

3. Tombol on/off : berfungsi untuk mengaktifkan dan menonaktifkan color reader.

4. Tombol target : tombol ini ditekan saat sampel ditempelkan pada reseptor.

5. Layar hasil : berfungsi sebagai tempat hasil pembacaan warna oleh reseptor.

6. Tombol sistem L, a, b dan Lch : metode yang dipakai untuk pembacaan warna yang diingankan (Hunter lab, 2008).

1.2.2. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2002).

Kadar air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jumlah penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Air di dalam bahan pangan terdapat dalam tiga bentuk yaitu: (1) air bebas (free water) yang terdapat di permukaan benda padat dan mudah diuapkan, (2) air terikat (bound water) secara fisik yaitu air yang terikat menurut sistem kapiler atau air absorpsi karena tenaga penyerapan, dan (3) air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam suatu dispersi. Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu berdasarkan bahan kering (dry basis) dan berdasarkan bahan basah (wet basis). Kadar air secara dry basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air secara wet basis adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan tersebut dengan berat bahan mentah (Winarno, dkk, 1980).

Kadar air dinyatakan dalam : KA (%) =

1.3. Sifat Kimia Pati

1.3.1. Gelatinisasi

Jika pati dipanaskan dengan air, maka pati akan mengalami peningkatan kelarutan yang diikuti oleh peningkatan viskositas dan pada akhirnya akan membentuk pasta. Fenomena ini dikenal dengan istilah gelatinisasi pati. Jika pemanasan dilanjutkan selama jangka waktu tertentu kemudian didinginkan, maka perubahan viskositas pati akan membentuk profil yang berbeda-beda, tergantung pada jenis pati. Menurut Schoch dan Maywald (1968) seperti yang dikutip oleh Purwani et al. (2006), penggolongan pasta pati dibagi menjadi 4 yaitu tipe A, tipe B, tipe C dan tipe D.

Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin besar kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai dengan jenis pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-89oC, kentang 57-87oC, gandum 50-86oC, tapioka 68-92oC, Corn waxy 68-90oC (Smith, 1982 dalam Swinkels, 1985).

1.3.2. Derajat Asam

Derajat kelarutan asam (atau derajat disosiasi asam, dilambangkan dengan pKa) dalam kimia digunakan sebagai ukuran kelarutan suatu asam (atau basa) dalam pelarut air dengan kondisi standar (1 atm dan 25 C). Nilai pKa didefinisikan sebagai "minus logaritma terhadap konsentrasi ion H+ dalam larutan". Definisi ini menyebabkan konsentrasi yang lebih tinggi memberikan nilai yang lebih rendah (Suyatma, 2009).

Menurut Soekarto et al. (1991), derajat asam berhubungan dengan nilai pH. Semakin tinggi pH, maka nilai derajat asam semakin rendah. Ukuran kelarutan diukur dari banyaknya ion H+ (dalam mol per liter larutan atau molar) terlarut. Air murni memiliki rumus kesetimbangan kelarutan : H2O H+ + OH-. Penambahan asam akan menaikkan konsentrasi H+ dan menurunkan OH-. Asam kuat praktis mengikat semua OH- dan dapat dikatakan larutan sepenuhnya berisi ion H+ (pKa mendekati nol). Asam lemah tidak terlarut sepenuhnya sehingga, meskipun konsentrasi H+ meningkat, masih terdapat OH- terlarut. Akibatnya, nilai pKa berada di antara 0 dan 7. Dengan logika yang sama, penambahan basa pada air akan mengakibatkan nilai pKa berada di antara 7 dan 14.

1.3.3. Sineresis

Sineresis adalah keluarnya cairan dari gel pati yang dipotong atau disimpan lama. Pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali sebagian air masih berada di bagian luar granula yang membengkak. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada permukaan butir-butir pati yang membengkak. Sebagian air pada pasta yang telah masak tersebut berada dalam rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air tersebut dapat keluar dari bahan, peristiwa ini disebut sineresis. (Winarno, 1987).

Peristiwa sineresis pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali terdapat sebagian air masih berada di bagian luar granula yang membengkak. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada permukaan butir-butir pati yang membengkak. Sebagian air pada pasta yang telah masak tersebut berada dalam rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air tersebut dapat keluar dari bahan, peristiwa ini disebut sineresis (Winarno, 1987).

Kecenderung sineresis selama penyimpanan tinggi karena proses penyimpanan produk dapat dilakukan pada suhu ruang atau suhu dingin. Pemilihan metode penyimpanan sangat tergantung dari jenis produknya. Contoh produk yang disimpan pada suhu dingin adalah ice cream. Pati yang digunakan untuk produk yang disimpan pada suhu dingin harus tahan terhadap sineresis, sehingga tidak terjadi pemisahan air dari produk. Pati alami cenderung mengalami sineresis pada suhu rendah (Winarno, 1987).

METODOLOGI

1.4. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 31 Oktober, 7 November dan 14 November pukul 15.00-16.40 WIB bertempat di Laboratorium Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi.

1.5. Alat dan Bahan

1.5.1. Pembuatan Pati

Alat: Timbangan analitik, parutan, kain saring, baskom dan pisau

Bahan: Sampel (ubi kayu, ubi rambat, kentang, bengkoang dan jagung) dan air

1.5.2. Warna

Alat: Timbangan analitik, kertas putih, dan color reader.

Bahan: 10 gr pati dari masing-masing bahan.

1.5.3. Kadar Air

Alat: Cawan alumunium, oven, desikator, dan timbangan analitik.

Bahan: 1 gr pati dari masing-masing bahan.

1.5.4. Gelatinisasi

Alat: Gelas piala, timbangan analitik, gelas piala, water bath, batang pengaduk, penggaris, refrigerator, dan freezer

Bahan: 5 gram pati dari masing-masing bahan, dan 100 ml air.

1.5.5. Derajat Asam

Alat: Gelas piala, timbangan analitik, erlenmeyer, pengaduk, pipet tetes, bireut, klep, dan statis

Bahan: 5 gr pati dari masing-masing bahan, air 100ml, 50 ml alkohol 95%, 25 ml cairan pati, 3 tetes indikator PP, dan NaOH 0,05 N.

1.5.6. Sineresis

Alat: Gelas piala, timmbangan analitik, gelas ukur, refrigerator, dan penggaris

Bahan: 5 gr pati dari masing-masing bahan, dan aquadest 100 ml.

1.6. Prosedur Kerja

1.6.1. Pembuatan Pati

Dikupas kulit sampel hingga bersih. Kemudian sampel di parut menggunakan parutan. Lalu sedikit demi sedikit dilumatkan dan diperas menggunakan kain saring. Didiamkan pati mengendap lalu buang air diatasnya dan dikeringkan. Ditimbang berat pati yang di dapat.

1.6.2. Warna

Ditimbang 10 gr pati dari masing-masing bahan, kemudian diletakkan diatas kertas putih dan selanjutnya diamati warna pati dengan colour reader.

1.6.3. Kadar Air

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven 105oC selama 30 menit, kemudian didinginkan didalam desikator, lalu ditimbang berat cawan (A). Selanjutnya ditambahkan 1 gr pati, lalu ditimbang berat sampel dan cawan (B). Kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam atau sampai berat konstan (C). Selanjutnya dihitung kadar air pati, dengan rumus :

1.6.4. Gelatinisasi

Pembentukan gel

Ditimbang sampel pati 5 gr, dimasukkan kedalam gelas piala, lalu ditambahkan air sampai 100 ml, kemudian diaduk dan dipanaskan diatas pemanas uap (water bath), ditunggu hingga membentuk gel dan warna airnya menjadi bening. Selanjutnya diukur gel yang terbentuk lalu disimpan pada suhu ruang, freezer dan refrigerator, kemudian dibiarkan selama 24 jam, lalu diukur kembali gel yang terbentuk.

Suhu gelatinisasi

Ditimbang sampel pati 5 gr, lalu dimasukkan kedalam gelas piala, kemudian ditambahkan sampai 100 ml air, dipanaskan dan dicatat suhu gelatinisasi ketika pati tersebut membentuk gel.

1.6.5. Derajat Asam

Ditimbang 5 gr pati, lalu dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml alkohol 95% diaduk rata, selanjutnya diambil 25 ml cairan pati tersebut dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 3 tetes indikator PP untuk kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 N. Derajat keasaman dinyatakan sebagai banyak ml NaOH 1 N yang diperlukan untuk titrasi 100 gr sampel.

1.6.6. Sineresis

Dibuat 2 set larutan pati 5% pada gelas piala 100 ml (ditimbang 5 gr pati, ditambahkan aquadest sampai volumenya 100 ml). Ditambahkan larutan tersebut sampai terjadi gelatinisasi (warna bening), selanjutnya dituangkan kedalam gelas ukur. Kemudian simpan masing-masing pada suhu ruang, dan suhu rendah. Dicatat volume gel pati dan lapisan air sineresis yang terbentuk pada 0 jam dan setelah 24 jam penyimpanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.7. Hasil

1.7.1. Pati

Tabel 1. Hasil Pembuatan Pati

NO

BAHAN

BERAT KOTOR

(gr)

BERAT BERSIH

(gr)

BERAT AMPAS

(gr)

BERAT PATI

(gr)

RENDEMEN

(%)

1

Kentang

2200

1610

360

27,3

1,69

2

Ubi Rambat

2000

1500

930

56,2

3,57

3

Ubi Kayu

2300

1980

1300

72

3,64

4

Bengkoang

2100

1990

210

11,6

0,58

5

Jagung

3000

1000

170

30,7

3,07

1.7.2. Sifat Fisik

1.7.2.1. Warna

Tabel 2. Hasil Pengamatan Sifat Fisik (Warna Pati) menggunakan Color Reader

NO

BAHAN

L

a

a-

b+

b

1

Kentang

42,3

-

2,2

9,2

-

2

Ubi Rambat

55,6

-

1,7

1,7

-

3

Ubi Kayu

76,4

1,9

-

-

13,2

4

Bengkoang

56,2

2,0

-

-

9,9

5

Jagung

30,7

0,8

-

-

11,8

1.7.2.2. Kadar Air

Tabel 3. Hasil Pengamatan Sifat Fisik Pati (Kadar Air)

NO

BAHAN

BERAT BASAH (%)

BERAT KERING (%)

1

Kentang

19,5016

16,3191

2

Ubi Rambat

9,6137

8,769

3

Ubi Kayu

14,0917

12,3512

4

Bengkoang

15,2301

13,1271

5

Jagung

12,6067

11,1953

1.7.3. Sifat Kimia

1.7.3.1. Gelatinisasi

Tabel 4. Hasil Pengamatan Sifat Kimia Pati (Suhu Gelatinisasi)

NO

BAHAN

SUHU GELATINISASI (oC)

1

Kentang

88

2

Ubi Rambat

84

3

Ubi Kayu

70

4

Begkoang

83

5

Jagung

81

1.7.3.2. Derajat Asam

Tabel 5. Hasil Pengamtan Sifat Kimia Pati (Derajat Asam)

NO

BAHAN

ml NaOH

1

Kentang

5,4

2

Ub Rambat

2,5

3

Ubi Kayu

5,8

4

Bengkoang

3,5

5

Jagung

5,6

1.7.3.3. Sineresis

Tabel 6. Hasil Pengamatan Sifat Kimia Pati (Sineresis)

NO

BAHAN

SINERESIS

RETROGRADASI

SUHU RUANG

SUHU DINGIN

SUHU RUANG

SUHU DINGIN

1

Kentag

Ada

Ada

Ada

Ada

2

Ubi Rambat

Tidak Ada

Ada

Ada

Ada

3

Ubi Kayu

Tidak Ada

Ada

Ada

Ada

4

Bengkoag

Tidak Ada

Ada

Ada

Ada

5

Jagung

Tidak Ada

Ada

Ada

Ada

1.8. Pembahasan

1.8.1. Sifat Fisik

1.8.1.1. Warna

Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap. Pengukuran warna ini menggunakan color reader dengan seri CR-10, dengan ukuran dan lebar sinar 360g/12.7oz, gampang digunakan karena hanya menggunakan satu tangan, dan perbedaan warna dalam bentuk delta (L,a,b).

Prinsip kerja color reader adalah sistem pemaparan warna dengan menggunakan sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L, a, b Hunter. Lambang L menunjukkan tingkat kecerahan berdasarkan warna putih, lambang a menunjukkan kemerahan atau kehijauan, dan lambang b menunjukkan kekuningan atau kebiruan. Intensitas warna bubuk pewarrna ditentukan dengan color reader yang mengukur spektrum sinar dengan cara merefleksikan dan mengkonversinya ke koordinat (L*, a* dan b*). Nilai L* merupakan tingkat kecerahan yang berkisar antara 0 (hitam) 100 (putih), nilai axis a* dan b* tidak ada batasan spesifik. Nilai a* (tingkat kemerahan) nilai a+ untuk warna merah dan nilai a- untuk warna hijau, nilai b* (tingkat kekuningan) nilai b+ untuk warna kuning dan b- untuk warna biru (Hunter lab, 2008).

Cara kerja alat ini adalah ditempelkan pada sampel, yang akan diuji intensitas warnanya, kemudian tombol pengujian ditekan sampai berbunyi atau lampu menyala dan akan memunculkannya dalam bentuk angka dan kemudian diukur pada grafik untuk mengetahui spesifikasi warna.

Berdasarkan hasil praktikum pada tabel 2 menunjukkan bahwa urutan tingkat kecerahan warna paling tinggi berdasarkan rata-rata nilai L (warna putih) adalah ubi kayu (76,4), bengkoang (56,2), ubi rambat (55,6), ketang (42,3), dan jagung (30,7). Semua jenis pati nilai L hampir mendekati 100 yang berarti bahwa hampir seluruh warna pati adalah mendekati putih, yang paling mendekati warna putih adalah ubi kayu.

1.8.1.2. Kadar Air

Pada praktikum analisa kadar air pada pati ini, digunakan metode oven biasa. Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia (AOAC 1984).

Metode ini dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven. Berat sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Crampton 1959).

Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven temperatur rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur rendah menggunakan suhu (103 + 2)C dengan periode pengeringan selama 17 1 jam. Periode pengeringan dimulai pada saat oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan, contoh bahan beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk menyesuaikan suhu media yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu bahan ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC 1970). Selanjutnya metode oven temperatur tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah, hanya saja temperatur yang digunakan pada suhu 130-133C dan waktu yang digunakan relatif lebih rendah (Crampton 1959).

Pada praktikum analisa kadar air pati ini, bahan yang digunakan adalah pati kentang, ubi rambat, ibu kayu, bengkoag dan jagung. Bahan-bahan tersebut memiliki kadar air yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bahan pati tersebut berbeda-beda. Dari tabel diatas kadar air dari berat kering yang paling tinggi adalah kentang dan yang paling rendah adalah ubi rambat.

Kadar air pada pati yang di dapat pada praktikum yang dihasilkan berada di atas kadar pati secara umum kisaran 8-20% disebabkan karna kadar air pati akan meningkat jika suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Jadi pada saat penyimpanan pati, kelembapan pada lingkungan penyimpanan pati sangat tinggi, jadi hal ini mempengaruhi kadar air pada pati. Dan juga kemungkinan kadar air pada pati sangat tinggi disebabkan pada saat penggeringan pati tersebut kering nya belum optimal. Hal itu menunjukkan kemungkinan pati tersebut ketahanannya terhadap pertumbuhan mikroba selama penyimpanan tidak cukup baik, karna kadar air yang tinggi memungkinkan untuk pertumbuhan mikroba sangat tinggi.

1.8.2. Sifat Kimia

1.8.2.1. Gelatinisasi

Salah satu karakteristik fisik pati yang penting untuk dievaluasi dalam kaitannya terhadap sifat fungsional pati ketika diaplikasikan pada produk pangan adalah karakteristik gelatinisasi. Jika pati dipanaskan dengan air, maka pati akan mengalami peningkatan kelarutan yang diikuti oleh peningkatan viskositas dan pada akhirnya akan membentuk pasta. Fenomena ini dikenal dengan istilah gelatinisasi pati. Jika pemanasan dilanjutkan selama jangka waktu tertentu kemudian didinginkan, maka perubahan viskositas pati akan membentuk profil yang berbeda-beda, tergantung pada jenis pati.

Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin besar kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai dengan jenis pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-89oC, kentang 57-87oC, gandum 50-86oC, tapioka 68-92oC, Corn waxy 68-90oC (Smith, 1982 dalam Swinkels, 1985).

Menurut Swinkels (1985) jika granula pati dipanaskan dan akan tercapai pada suhu dimana pada saat itu akan terjadi hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum, mengembangnya granula pati yang bersifat tidak dapat kembali disebut dengan gelatinisasi. Menurut Olku and Rha (1978) di dalam Pomeranz (1991) gelatinisasi granula pati mencakup hal-hal sebagai berikut :

1.Hidrasi dan mengembangnya beberapa kali dari ukuran semula.

2.Hilangnya sifat birefringence.

3.Peningkatan kejernihan pasta.

4.Peningkatan konsistensi dan pencapaian puncak secara cepat dan jelas.

5.Ketidaklarutan molekul-molekul linier dan pendifusian dari granula yang pecah.

6.Retrogradasi dari campuran sampai membentuk gel.

1.8.2.2. Derajat Asam

Derajat asam merupakan banyaknya asam organik yang ada dalam produk. Metode yang digunakan dalam penetapan derajat asam adalah miligrek basa dengan proses titrasi secara asidimetri. Sehingga titik akhir titrasi berwarna merah jambu.

R-COOH + NaOH R-COONa + H2O

Derajat keasaman pati dapat ditentukan melalui proses titrasi, yaitu dengan mereaksikan cairan pati yang ditambahkan alkohol 95% dan ditambahkan 3 tetes indikator pp (fenolftalein) dengan NaOH (titran). Titrasi dengan NaOH harus dihentikan bila larutan pati dan alkohol 95% yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah warna dari bening hingga menjadi merah jambu. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil konsentrasi dari larutan pati tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini.

Nilai derajat asam diukur berdasarkan prinsip penetralan asam dengan basa. Derajat asam menyatakan mol asam yang dapat dititrasi oleh NaOH 1 N dalam 100 gram bahan. Nilai ini perlu diketahui sebagai parameter mutu produk untuk aplikasi pangan.

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, pati ubi kayu memiliki ml NaOH tertinggi sebanyak 5,8 ml NaOH. Pati jagung memiliki ml NaOH sebanyak 5,6 ml NaOH. Pati kentang memiliki ml NaOH sebanyak 5,4 ml NaOH. Pati begkoang memiliki ml NaOH sebanyak 3,5 ml NaOH. Pati ubi rambat memiliki ml NaOH terendah sebanyak 2,5 ml NaOH. Salah satu syarat mutu pati adalah memilki maksimal 3 ml NaOH/100 g.

1.8.2.3. Sineresis

Telah diketahui di atas bahwasannya, sineresis terjadi dengan ditandai terbentuknya eksudat (cairan) pada permukaan gel. Sineresis dalam sistem hidrogel umumnya dikaitkan dengan pembentukan rantai baru setelah reaksi kondensasi, seperti persamaan berikut :

Ca-OH + HO-Ca Ca-O-Ca + H2O

Bagaimana pembentukan rantai menimbulkan pengkerutan? Hal ini dimulai dengan terjadinya reaksi kondensasi antara dua kelompok Ca-OH (reaksi kondensasi adalah reaksi penggabungan antara dua senyawa yang memiliki gugus fungsi dengan menghasilkan molekul yang lebih besar, dalam hal ini biasanya dibebaskan air). Molekul lebih besar yang terbentuk dari hasil reaksi kondensasi adalah Ca-O-Ca. Selain itu hasil reaksi kondensasi tersebut menyebabkan dibebaskannya H2O (air). Proses dikeluarkannya air tersebut disebut sebagai sineresis, dan akibatnya gel yang telah terbentuk setelah proses pemanasan mengkerut.

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh kentang mengalami sineresis pada suhu ruang sedangkan sampel yang lain tidak mengalami sineresis, dan pada suhu dingin (refrigerator) semua sampel mengalami sineresis.

PENUTUP

1.9. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yag telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan yaitu pati memiliki karekteristik warna pati putih, bertekstur halus dan licin dan berwujud bubuk putih. Sifat fisik pati dan sifat kimia pati bervariasi sesuai dengan jenis bahan, perlakuan, pendahuluan, lama pengeringan, jenis pengeringan dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. 14th Ed. Virginia : AOC, Inc.

Crampton, EW. 1959. Fundamental of Nutrition. USA: Freeman and Company.

De Man. J.M. 1999. Principles of Food Chemistry Third edition, An Aspen Publication. Gaithersburg.

Hunter lab. 2008. Color Reader. Freeman and Company. USA

Muljohardjo. 1987. Industrial Strach Technology. USA

Smith. 1982. Ilmu Gizi Jilid I. Bharata Karya Aksara. Jakarta

Soekarto, S.T, Lily, P dan Maya A. 1991. Peningkatan Nilai Tambah Tepung Sagu dengan Proses Modifikasi Pati untuk Bahan Dasar Industri Pangan dan Non Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suyatma, Nugraha. 2009. Analisis Warna. Bogor: Fakultas Teknologi Pangan IPB.

Winarno, F.G. 1980. Ilmu Gizi dan Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.

Whistler. 1953. Structure of The Strach Granules Cereal Chem