karakteristik sifat fisik dan kimia ... -...

50
1296 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG SORGUM KULTIVAR LOKAL BANDUNG TERFERMENTASI SPONTAN DAN TIDAK SPONTAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI PHYSICAL AND CHEMICAL CHARACTERISTICS OF SPONTANEOUS AND NON SPONTANEOUS FERMENTED SORGHUM FLUOR OF BANDUNG LOCAL VARIETY USING YEAST 1 Sukarminah,E., 1 Wulandari, E., 1 Lanti, I., 1 Mardawati, E. dan 2 Yusran, R. 1 Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran 2 Alumni Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran e-mail korespondensi : [email protected] ABSTRACT Modification of the starch in the flour through fermentation can improve the characteristic of the flour. Fermentation could proceed with spontaneous and non- spontaneous method. The method used in this research was an experimental method which was continued by descriptive analysis with two treatments (spontaneous fermentation (TSA) and non-spontaneous using the addition of yeast bread (TSR)) for 60 hours and sampling for every 12 hours. The 0-hour fermentation TSA and The 12-hours fermentation TSR was the flour with the greatest effectiveness index. The 0-hours TSA has whiteness degree 68%, moisture 5.49%, water absorption capacity 14.21%, oil absorption capacity 5.89%, swelling power 6.39%, solubility 10.26%, starch content 40.04% amylose content 7.92%, amylopectin content 32.12%, ash 0.79% , fat 1.92% , protein 7.06%. The 12-hours TSR has whiteness degree 66.13%, moisture 4.99%, water absorption capacity 14.51%, oil absorption capacity 6.85%, swelling power 6.06%, solubility 9.47%, starch content 44.75%, amylose content 8.75%, amylopectin content 36% , ash 1.14%, fat 1.97%, protein 7.55%. Keywords : fermentation, modified flour, sorghum flour, yeast ABSTRAK Modifikasi pati tepung melalui proses fermentasi diketahui dapat meningkatkan karakteristik tepung yang dihasilkan. Fermentasi dapat berlangsung secara spontan dan tidak spontan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang dilanjutkan dengan analisis deskriptif dengan dua perlakuan (fermentasi spontan (TSA) dan tidak spontan dengan penambahan ragi roti (TSR) selama 60 jam dan dilakukan sampling setiap 12 jam sekali. Tepung dengan indeks efektivitas terbesar diperoleh TSA pada jam ke 0 dan TSR pada jam ke 12. TSA jam ke 0 memiliki derajat putih 68%, kadar air 5,49 %, kapasitas penyerapan air 14,21 %, kapasitas penyerapan minyak 5,89 %, swelling power 6,39 %, kelarutan 10,26 %, kadar pati 40,04 %, kadar amilosa 7,92 %, kadar amilopektin 32,12 % , kadar abu 0,79 %, kadar lemak 1,92 %, kadar protein 7,06%. TSR jam ke 12 memiliki derajat putih 66,13 %, kadar air 4,99 %, kapasitas penyerapan air 14,51 %, kapasitas penyerapan minyak 6,85 %, swelling power 6,06 %, kelarutan 9,47 %, kadar pati 44,75 %, kadar amilosa 8,75 %, kadar amilopektin 36 %, kadar abu 1,14 %, kadar lemak 1,97 %, kadar protein 7,55 %. Kata kunci : fermentasi, ragi roti, tepung modifikasi, tepung sorgum.

Upload: nguyennhu

Post on 29-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1296 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG SORGUM

KULTIVAR LOKAL BANDUNG TERFERMENTASI SPONTAN DAN TIDAK

SPONTAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI

PHYSICAL AND CHEMICAL CHARACTERISTICS OF SPONTANEOUS AND

NON SPONTANEOUS FERMENTED SORGHUM FLUOR OF BANDUNG

LOCAL VARIETY USING YEAST

1Sukarminah,E.,

1Wulandari, E.,

1Lanti, I.,

1Mardawati, E. dan

2Yusran, R.

1Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran

2Alumni Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran

e-mail korespondensi : [email protected]

ABSTRACT

Modification of the starch in the flour through fermentation can improve the

characteristic of the flour. Fermentation could proceed with spontaneous and non-

spontaneous method. The method used in this research was an experimental method

which was continued by descriptive analysis with two treatments (spontaneous

fermentation (TSA) and non-spontaneous using the addition of yeast bread (TSR)) for 60

hours and sampling for every 12 hours. The 0-hour fermentation TSA and The 12-hours

fermentation TSR was the flour with the greatest effectiveness index. The 0-hours TSA has

whiteness degree 68%, moisture 5.49%, water absorption capacity 14.21%, oil

absorption capacity 5.89%, swelling power 6.39%, solubility 10.26%, starch content

40.04% amylose content 7.92%, amylopectin content 32.12%, ash 0.79% , fat 1.92% ,

protein 7.06%. The 12-hours TSR has whiteness degree 66.13%, moisture 4.99%, water

absorption capacity 14.51%, oil absorption capacity 6.85%, swelling power 6.06%,

solubility 9.47%, starch content 44.75%, amylose content 8.75%, amylopectin content

36% , ash 1.14%, fat 1.97%, protein 7.55%.

Keywords : fermentation, modified flour, sorghum flour, yeast

ABSTRAK

Modifikasi pati tepung melalui proses fermentasi diketahui dapat meningkatkan

karakteristik tepung yang dihasilkan. Fermentasi dapat berlangsung secara spontan dan

tidak spontan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen yang

dilanjutkan dengan analisis deskriptif dengan dua perlakuan (fermentasi spontan (TSA)

dan tidak spontan dengan penambahan ragi roti (TSR) selama 60 jam dan dilakukan

sampling setiap 12 jam sekali. Tepung dengan indeks efektivitas terbesar diperoleh TSA

pada jam ke 0 dan TSR pada jam ke 12. TSA jam ke 0 memiliki derajat putih 68%, kadar

air 5,49 %, kapasitas penyerapan air 14,21 %, kapasitas penyerapan minyak 5,89 %,

swelling power 6,39 %, kelarutan 10,26 %, kadar pati 40,04 %, kadar amilosa 7,92 %,

kadar amilopektin 32,12 % , kadar abu 0,79 %, kadar lemak 1,92 %, kadar protein

7,06%. TSR jam ke 12 memiliki derajat putih 66,13 %, kadar air 4,99 %, kapasitas

penyerapan air 14,51 %, kapasitas penyerapan minyak 6,85 %, swelling power 6,06 %,

kelarutan 9,47 %, kadar pati 44,75 %, kadar amilosa 8,75 %, kadar amilopektin 36 %,

kadar abu 1,14 %, kadar lemak 1,97 %, kadar protein 7,55 %.

Kata kunci : fermentasi, ragi roti, tepung modifikasi, tepung sorgum.

Page 2: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1297

PENDAHULUAN

Komposisi kimia dan zat gizi sorgum

mirip dengan gandum dan serealia lainnya,

sehingga memiliki potensi untuk digunakan

sebagai pengganti tepung terigu. Sorgum dapat

juga digunakan sebagai sumber pati dan

menjadi bahan baku industri dekstrin, gula,

bioetanol, farmasi, serta kosmetik (Suarni dan

Firmansyah, 2013).

Menurut hasil penelitian Aghnia

(2015) tepung sorgum putih kultivar lokal

Bandung memiliki beberapa kekurangan

dibandingkan dengan tepung terigu sehingga

dilakukan modifikasi pati dilakukan untuk

mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

secara alami. Modifikasi pati dapat dilakukan

dengan cara memotong struktur molekul,

menyusun kembali struktur molekul, oksidasi,

atau melakukan substitusi gugus kimia pada

molekul pati (Wurzburg 1989). Modifikasi pati

dalam tepung dapat dilakukan melalui

beberapa cara yaitu secara kimiawi (cross-link

dan asetilasi), secara fisik (Heat Moisture

Treatment), dan biologis (fermentasi dan

enzimatis).

Menurut Wood (2016), frmentasi telah

digunakan sejak berabad-abad lalu dan

diketahui secara turun menurun, sehingga

pengaplikasiannya lebih mudah dibandingkan

modifikasi secara kimiawi dan fisik yang baru

digunakan akhir-akhir ini. Fermentasi sorgum

secara tradisional diketahui secara nyata dapat

memperbaiki sifat fungsional tepung sorgum

(Elkhalifa dkk., 2005). Modifikasi dengan

metode fermentasi dapat dilakukan dengan

menggunakan mikroorganisme penghasil

enzim amylase (Armanda dan Putri, 2016),

yang dimiliki beberapa jenis khamir.

Menurut De Mot (1990),

Saccharomyces cerevisiae atau dikenal sebagai

ragi roti/yeast menghasilkan enzim amilase,

yang akan memecah glukosa pada bahan

melalui proses hidrolisis sehingga

memodifikasi bentuk pati tersebut. Menurut

Rahayu (2012), ragi roti jenis instant dry yeast

merupakan jenis ragi yang paling sering

digunakan karena mudah didapat secara

komersil dan penggunaannya yang lebih

praktis jika dibandingkan jenis ragi lainnya.

Fermentasi baik secara alami (spontan)

maupun dengan penambahan ragi roti (tidak

spontan) dapat mengubah karakteristik dari

suatu bahan pangan, terutama pada komponen

patinya. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian dengan kajian fermentasi secara

spontan dan fermentasi tidak spontan dengan

penggunaan ragi roti pada tepung sorgum

untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia,

dan fungsional pati dari tepung sorgum

tersebut.

BAHAN DAN METODE

Alat

Alat-alat yang digunakan diantaranya

adalah disc mill, incubator, timbangan, oven

kabinet, pH meter, waterbath, mikroskop,

timbangan, neraca analitik, grinder, ayakan

tyler, tanur, oven kabinet, Table Electron

Microscope (TEM).

Bahan

Bahan yang digunakan adalah tepung

sorgum putih kultivar lokal Bandung, ragi roti,

enzim alfa amilase, larutan etanol 95%,

larutan NaOH 1 N, larutan iod, larutan amilosa,

asam asetat, buffer fosfat pH 6.9, reagen 3.5

DNS, larutan 40% tartarat, K2Cr2O7, H2SO4

Pembuatan Tepung Sorgum Terfermentasi

Spontan dan Tidak Spontan

Pembuatan tepung sorgum

terfermentasi spontan dan tidak spontan tepung

dilakuan dengan penambahan akuades

(akuades : tepung = 2 : 1 [w/v]) lalu diaduk.

Tahapan selanjutnya itu penambahan ragi roti

sebesar 1% pada tepung sorgum terfermentasi

tidak spontan (TSR) sedangkan pada tepung

sorgum terfermentasi spontan/alami (TSA),

tidak dilakukan penambahan ragi roti.

Fermentasi dilakukan pada suhu 35 + 2 ºC dan

diambil sampel setiap 12 jam sekali yaitu pada

jam fermentasi ke-0, ke-12, ke-24, ke-36, ke-

48, dan ke-60 untuk melihat perubahan

karakteristiknya. Tepung yang sudah

difermentasi lalu dikeringkan pada suhu 50oC

selama 12 jam.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah

metode eksperimen dengan analisis deskriptif.

Sebagai perlakuan adalah :

Page 3: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1298 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

A. Tepung sorgum modifikasi terfermentasi

alami/spontan (TSA)

TSA 1 : fermentasi alami jam ke-0

TSA 2 : fermentasi alami jam ke-12

TSA 3 : fermentasi alami jam ke-24

TSA 4 : fermentasi alami jam ke-36

TSA 5 : fermentasi alami jam ke-48

TSA 6 : fermentasi alami jam ke-60

B. Tepung sorgum modifikasi terfermentasi

menggunakan ragi roti/ tidak spontan

(TSR)

TSR 1 : terfermentasi ragi roti jam ke-0

TSR 2 : terfermentasi ragi roti jam ke-12

TSR 3 : terfermentasi ragi roti jam ke-24

TSR 4 : terfermentasi ragi roti jam ke-36

TSR 5 : terfermentasi ragi roti jam ke-48

TSR 6 : terfermentasi ragi roti jam ke-60

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Putih

Tabel 1. Derajat Putih Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

Derajat Putih (%)

TSA TSR Tepung

Terigu

0 68.00 62.20

86.5

12 68.13 66.13

24 68.40 67.08

36 68.85 67.25

48 69.53 67.75

Tabel 1 menunjukkan range nilai

derajat putih TSA yaitu 68-70%. Rage nilai

derajat putih TSR yaitu 62-69%. Berdasarkan

hasil penelitian, nilai derajat putih TSA dan

TSR lebih rendah dibandingkan tepung terigu

komersial yaitu sebesar 86,5%. Keseluruhan

tepung sorgum umumnya berwarna putih

sedikit kuning dengan ada bintik-bintik hitam

(Mardawati dkk, 2010).

Gambar 1. Grafik Derajat Putih Tepung

Sorgum Terfermentasi

Gambar 1 memperlihatkan bahwa

grafik derajat putih dari kedua perlakuan

cenderung meningkat seiring waktu fermentasi.

Hal ini juga dikemukakan Murtini (2009),

bahwa pada proses fermentasi sorgum

menghasilkan warna yang lebih cerah seiring

lama fermentasi. Peningkatan derajat putih dari

kedua sampel dapat dikaitkan dengan

penguraian senyawa kompleks terutama bagian

pati oleh mikroorganisme selama fermentasi.

Fermentasi menyebabkan peningkatan adanya

pori-pori dan ruang udara diantara butir tepung

sorgum. Bertambahnya pori-pori pada tepung

sorgum menyebabkan udara lebih banyak

masuk dan membuat pembiasan cahaya pada

tepung sorgum menjadi lebih mudah sehingga

didapati warna putih yang lebih terang.

Kadar Air

Tabel 2. Kadar Air Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu (jam)

Kadar Air (%)

TSA TSR Tepung

Terigu

0 5.41 4.85

Maksimal

14.5

12 5.64 4.99

24 5.41 4.94

36 5.33 4.59

48 5.31 4.44

60 5.25 4.35

Dari Tabel 2 diketahui range kadar air

TSA yaitu 5,25 – 5,64 % dan range kadar air

TSR yaitu 4,35 – 4,99 %. SNI 3751-2009

mencantumkan kadar air tepung terigu

maksimal 14,5%, sehingga kadar air TSA dan

TSR sudah memenuhi persyaratan dengan SNI

tersebut.

Page 4: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1299

Gambar 2. Grafik Kadar Air Tepung

Sorgum Terfermentasi

Pada grafik kadar air, kedua perlakuan

mengalami penurunan seiring waktu

fermentasi. Menurut Jane (2009), struktur

granula pati merupakan struktsur semi-kristal

yang stabil, sehingga granula pati tidak akan

terlarut ataupun tercampur dalam air pada suhu

ruang. Air pada tepung sorgum ketika

disimpan pada suhu ruang diperkirakan

merupakan air terikat yang terjebak dibagian

amorphous granula pati (Ai dan Jane, 2016).

Fermentasi mikroflora pada bahan akan

memberi celah pada struktur semi-kristal

permukaan granula pati bagi air yang

terperangkap agar terevaporasi keluar.

Semakin lama proses fermentasi,

semakin banyak celah yang terjadi, sehingga

semakin banyak air yang dihilangkan. Hal ini

menyebabkan penurunan kadar air yang

sebanding dengan waktu fermentasi.

Kapasitas Penyerapan Air (KPA) dan

Kapasitas Penyerapan Minyak (KPM)

Tabel 3. KPA dan KPM Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

KPA KPM

TSA TSR TSA TSR

0 14.21 14.42 5.89 5.49

12 14.06 14.31 7.01 6.85

24 14.04 14.25 7.65 7.24

36 14.02 14.25 8.85 6.70

48 13.85 14.13 9.22 8.16

60 13.51 14.11 9.34 8.56

Dari Tabel 3 diatas diketahui range

KPA dari TSA yaitu 13,51 – 14,21 % dan

range KPA dari TSR yaitu 14,11 – 14,42 %,

sedangkan range KPM dari TSA yaitu 5,89 –

9,34 % dan range KPM dari TSR yaitu 5,49 –

8,56 %.

Gambar 3. Grafik KPA dan KPM Tepung

Sorgum Terfermentasi

Dari Gambar 3 dapat dilihat grafik mengalami

penurunan kapasitas penyerapan air pada

kedua perlakuan. Namun pada nilai kapasitas

penyerapan minyak (KPM) mengalami

kenaikan pada kedua perlakuan. Hal ini juga

dikemukakan Elkhalifa dkk. (2005), yang

menemukan penurunan KPA disertai

penurunan kadar air dari tepung sorgum yang

difermentasi. Alka dkk.(2012) juga

menyebutkan bahwa grafik water holding

capacity mengalami kenaikan dan oil holding

capacity mengalami penurunan pada tepung

sorgum yang difermentasi. Fermentasi

menurunkan nilai KPA dengan mengurai

amilosa yang dapat mengikat air, juga dengan

terbentuknya lapisan lemak yang terikat

dengan komponen hasil penguraian amilosa di

permukaan yang menghalangi pengikatan air.

Swelling Power

Tabel 4. Swelling Power Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

Swelling Power

TSA TSR

0 6.39 6.40

12 6.34 6.06

24 6.26 5.42

36 6.06 5.13

48 5.69 5.28

60 5.35 4.99

Dari Tabel 4 diatas diketahui range

swelling power TSA yaitu 5,35 – 6,39 % dan

range swelling power TSR yaitu 4,99 – 6,40

%.

Page 5: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1300 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Gambar 4 Grafik Sweliilng Power Tepung

Sorgum Terfermentasi

Gambar 4 memperlihatkan bahwa nilai

Swelling Power dari kedua jenis perlakuan

mengalami penurunan. Dari ulasan

sebelumnya, diketahui fermentasi pada tepung

sorgum dapat meningkatkan kadar lemak pada

bahan. Menurut Jane (2009), keberadaan lipid

dan fosfolipid membuat struktur yang stabil

baik dengan amilosa maupun dengan

amilopektin, menyebabkan air sulit bereaksi

dengan struktur yang sudah stabil tersebut.

Dengan kata lain, semakin meningkat

komponen lemak pada bahan maka semakin

menurun nilai swelling power yang dihasilkan.

Dengan demikian, bersamaan dengan

peningkatan waktu fermentasi, nilai swelling

power tepung sorgum akan terus mengalami

penurunan.

Kelarutan

Tabel 5. Kelarutan Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

Kelarutan

TSA TSR

0 10.26 11.08

12 8.57 9.47

24 7.41 8.94

36 6.67 8.06

48 6.04 7.29

60 4.27 7.24

Dari Tabel 5 diatas diketahui range

kelarutan TSA yaitu 4,27 – 10,26 % dan range

kelarutan TSR yaitu 7,24 – 11,08 %. Nilai

kelarutan dari TSA lebih rendah dibandingkan

TSR .

Gambar 5. Grafik Kelarutan Tepung

Sorgum Terfermentasi

Pada Gambar 5 nilai kelarutan tepung dari

kedua perlakukan fermentasi mengalami

penurunan. Penyebab hal tersebut dapat

dikaitkan dengan keberadaan komponen pati

dan komponen bukan pati (protein dan lemak),

amilopektin terlarut dalam air, sedangkan

kelarutan amilosa bervariasi di dalam air. Hal

ini menurut Mason (2009) karena amilosa

cenderung membentuk ikatan dengan

komponen lipid membentuk lapisan hidrofobik

pada permukaan granula pati sehingga dapat

menurunkan kelarutan, karena lemak yang

meyelimuti granula menghambat panas dan

menghalangi interaksi granula pati dan air.

Hasil penguraian amilosa setelah fermentasi

dapat meningkatkan pengikatan lemak,

sehingga menurunkan kelarutan.

Kadar Pati

Tabel 6. Kadar Pati Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

Pati (%)

TSA TSR Tepung

Terigu

0 40.04 40.33

60.33

12 35.54 44.75

24 35.01 41.46

36 34.13 38.94

48 34.86 38.94

60 33.63 38.27

Tabel 6 menunjukkan range kadar pati

TSA yaitu 33,63 - 40,04% dan range kadar pati

TSR yaitu 38,27 – 40,33 %. Kadar pati TSA

dan TSR lebih rendah dari tepung sorgum

alami yaitu 52,38 % dan lebih rendah

dibandingkan tepung terigu yaitu sebesar

60,33%.

Page 6: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1301

Gambar 6. Grafik Kadar Pati Tepung

Sorgum Terfermentasi

Gambar 6 memperlihatkan bahwa grafik

kadar pati dari kedua perlakuan cenderung

mengalami penurunan seiring waktu

fermentasi. Penurunan kadar pati tersebut

dikarenakan penguraian komponen pati oleh

mikroorganisme selama fermentasi.

Kadar pati TSR pada jam ke-12

mengalami peningkatan yang disebabkan oleh

peningkatan jumlah S.cerevisiae pada jam

tersebut berlangsung pesat menyebabkan

jumlah gula pereduksi yang dihasilkan lebih

besar dari sebelumnya, yang kemudian

terdeteksi sebagai pati. Kadar pati kemudian

menurun setelah jam ke-12 dikarenakan bakteri

telah melewati fase optimal tumbuh, dan

penguraian terjadi tidak sebesar pada jam ke-

12.

Amilosa dan Amilopektin

Tabel 7. Kadar Amilosa dan Amilopektin

Tepung Sorgum Terfermentasi

Jam Amilosa (%) Amilopektin (%)

TSA TSR Terigu TSA TSR Terigu

0 7.92 8.30

6.17

32.12 32.03

54.16

12 6.62 8.75 28.21 36.00

24 6.79 7.43 28.23 34.03

36 6.64 6.96 27.49 31.98

48 6.93 7.21 27.93 31.73

60 5.64 6.39 27.98 31.88

Range kadar amilosa TSA yaitu 5,64 –

7,92 % dan range kadar amilosa TSR yaitu

6,39 – 8,75 %. lebih tinggi dibandingkan

tepung terigu yaitu sebesar 6,17 %. Range

kadar amilopektin TSA yaitu 27,93 – 32,12 %

dan range kadar amilopektin TSR yaitu 31,73

– 36 % lebih rendah dibandingkan tepung

terigu yaitu sebesar 54,16 %.

Gambar 7. Grafik Amilosa dan amilopektin

Tepung Sorgum Terfermentasi

Pada Gambar 7 kadar amilosa dari kedua

perlakuan mengalami penurunan seiring waktu

fermentasi. Sebaliknya, grafik kadar

amilopektin semakin meningkat seiring

penurunan waktu fermentasi. Fermentasi TSA

komponen pati akan diuraikan sebagian besar

menjadi asam laktat, sedangkan pada

fermentasi TSR komponen pati akan diuraikan

sebagian besar menjadi gula-gula pereduksi

oleh S. cerevisiae sehingga lebih banyak

komponen pati yang diurai. Penguraian

tersebut menyebabkan menurunnya kadar

amilosa, dan secara otomatis meningkatkan

kadar amilopektin secara by difference.

Kadar Abu

Tabel 8. Kadar Abu Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

Kadar Abu (%)

TSA TSR Tepung Terigu

0 0.79 1.11

Maksimal 0.7

12 0.90 1.13

24 1.21 1.04

36 1.23 1.25

48 1.13 1.27

60 1.29 1.45

Dari Tabel 8 didapatkan range kadar abu

TSA yaitu 0,79 – 1,29 % dan range kadar abu

TSR yaitu 1,11 – 1,45. Menurut SNI 3751-

2009 kadar abu tepung terigu maksimal 0,7%,

sehingga kadar abu TSA dan TSR belum

sesuai berdasarkan SNI tersebut.

Page 7: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1302 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Gambar 8. Grafik Kadar Abu Tepung

Sorgum Terfermentasi

Gambar 8 memperlihatkan bahwa

grafik kadar abu dari kedua perlakuan

mengalami peningkatan seiring waktu

fermentasi. Diketahui bahwa fermentasi dapat

meningkatkan ketersediaan mineral seperti

zinc, magnesium, dan zat besi (Bevilacqua

dkk, 2016). Penambahan ragi roti pada

fermentasi TSR menyebabkan peningkatan

jumlah penguraian yang dilakukan selama

fermentasi. Semakin banyak struktur yang

dipecah, semakin banyak hasil fermentasi,

antara lain mineral dan vitamin, yang akan

terbentuk

Kadar Lemak

Tabel 9. Kadar Lemak Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

Kadar Lemak (%)

TSA TSR Tepung

Terigu

0 1.92 1.72

1.6

12 1.99 1.97

24 2.10 1.99

36 2.19 2.10

48 2.60 2.26

60 2.96 2.59

Dari Tabel 9 diatas diketahui range

kadar lemak TSA yaitu 1,92 – 2,96 % dan

range kadar lemak TSR yaitu 1,72 – 2,59 %

lebih tinggi dibandingkan tepung terigu yaitu

sebesar 1,6 %.

Gambar 9. Grafik Kadar Lemak Tepung

Sorgum Terfermentasi

Gambar 9 memperlihatkan bahwa

semakin lama waktu fermentasi, semakin

meningkat kadar lemak pada tepung sorgum.

Keadaan ini berhubungan dengan letak dan

struktur amilosa serta proses fermentasi yang

terjadi. Letak amilosa menurut Jane (2009)

terpusat pada bagian luar granula pati, dan

sebagian kecil berikatan silang dengan

amilopektin di dalam granula.

Amilosa bersifat reaktif dan

membutuhkan senyawa lain untuk

membuatnya stabil. Amilosa helix tunggal

akan stabil ketika bagian hidrofobiknya

berikatan dengan senyawa non polar lain

seperti 1-butanol atau asam lemak yang

terdapat pada lingkungan. Pemecahan struktur

amilosa menyebabkan amilosa kehilangan daya

ikat dengan komponen lain, sehingga lemak

yang awalnya berikatan dengan amilosa

terlepas dan tersedia bebas.

Kadar Protein

Tabel 10. Kadar Protein Tepung Sorgum

Terfermentasi

Waktu

(jam)

Kadar Protein (%)

TSA TSR Tepung

Terigu

0 7.06 7.54

Minimal 7

12 6.89 7.55

24 6.86 7.50

36 6.76 7.28

48 6.61 6.71

60 6.30 6.48

Range kadar protein TSA yaitu 6,30 – 7,06 %

dan range kadar protein TSR yaitu 6,48 – 7,54

%. Pada SNI 3751-2009 kadar protein terigu

minimal 7%, sehingga hanya TSA pada jam

ke-0 dan TSR jam ke-0, jam ke-12, jam ke-24,

Page 8: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1303

dan jam ke-36 yang memiliki kadar protein

sesuai dengan SNI tersebut.

Gambar 10. Grafik Kadar Protein Tepung

Sorgum Terfermentasi

Gambar 10 memperlihatkan bahwa

semakin lama waktu fermentasi, semakin

menurun kadar protein pada tepung sorgum.

Penurunan kadar protein dikarenakan

kompleks protein yang tidak larut pada tepung

sorgum fermentasi mengalami penguraian,

sehingga meningkatkan jumlah protein terlarut,

baik pada TSA maupun TSR. Semakin lama

waktu fermentasi, semakin sedikit protein yang

terdeteksi pada bahan.

Matrikulasi Perlakuan Terbaik

Perlakuan terbaik disimpulkan

berdasarkan parameter-paramater yang telah

diberi nilai bobot dan dijumlahkan sebagai

perlakuan dengan total bobot paling tinggi.

Berdasarkan matrikulasi hasil pengamatan

parameter karakteristik TSA dan TSR,

disimpulkan bahwa TSA pada jam ke 0 dan

TSR pada jam ke 12 memiliki karakteristik

yang lebih baik dibandingkan dengan sampel

tepung sorgum lainnya.

PENGAMATAN PENUNJANG

Total sel khamir dan Viabilitas Ragi

Pengujian totalse ragi dan viabilitasnya

dilakukan sebagai uji penunjang untuk

mengetahui jumlah mikroorganisme awal. Ragi

roti yang digunakan bermerek Fermipan.

Terdapat 34 sel bening dan 3 sel biru sehingga

didapatkan jumlah sel pada 0,1 µl yaitu 37 sel

atau atau 3,7 x 107 sel per 1 ml dan viabilitas

ragi 91,89%.

Bentuk dan Ukuran Granula Pati

Pengamatan bentuk dan ukuran

granula pati dilakukan menggunakan TEM

(Table Electron Microsccope) pada TSA jam

ke 0 dan TSR jam ke 12. Diketahui ukuran

granula TSA jam ke 0 berkisar antara 11,8 -

66,7µm dan ukuran granula TSR jam ke 12

berkisar antara 7,6 – 34,4µm.

Pengukuran IVSD (In Vitro Starch

Digestibility)

TSA waktu fermentasi ke 0 dan TSR

waktu fermentasi ke 12 dilakukan uji

penunjang daya cerna patinya secara in vitro.

In vitro starch digestibility (IVSD)

menggunakan enzim α amilase, yang akan

memecah pati menjadi maltosa. Daya cerna

pati dari TSA jam ke 0 yaitu sebesar 44,01 %

sedangkan daya cerna pati TSR jam ke 12

sebesar 43,02 %. Hal serupa juga ditemukan

pada penelitian Alka dkk. (2012) dimana nilai

IVSD dari sorgum fermentasi meningkat

seiring waktu fermentasi dan dihasilkan nilai

IVSD pada akhir fermentasi sebesar 38% yaitu

pada waktu fermentasi 36 jam.

Uji Etanol Secara Kualitatif

Pengujian kualitatif etanol dilakukan

untuk mengetahui ada atau tidaknya etanol

pada tepung sorgum fermentasi 60 jam. Hasil

positif dinyatakan jika warna yang dihasilkan

setelah penambahan kalium dikromat berubah

dari warna kuning menjadi biru. Pada

pengujian ini, hasil yang didapatkan adalah

negative, sehingga perlakuan fermentasi pada

tepung sorgum dengan penambahan ragi roti

selama waktu fermentasi 60 jam tidak

menghasilkan etanol.

KESIMPULAN

Matriks perlakuan terbaik

menghasilkan tepung sorgum terfermentasi

alami (TSA ) pada jam ke 0 dan tepung sorgum

terfermentasi ragi roti (TSR) pada jam ke 12

sebagai tepung dengan indeks efektivitas

terbesar.

Page 9: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1304 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Tepung sorgum terfermentasi ragi roti

(TSR) memiliki derajat putih dan swelling

power lebih kecil dari pada tepung sorgum

terfermentasi alami (TSA), sedangkan

kapasitas penyerapan air dan kapasitas

penyerapan lemak serta kelarutan memiliki

nilai yang lebih besar dari tepung sorgum

terfermentasi alami (TSA).

Tepung sorgum terfermentasi ragi roti

(TSR) mengandung kadar pati, amilosa,

amilopektin, protein yang lebih tinggi,

sedangkan kadar air dan lemak lebih rendah

dari tepung sorgum terfermentasi alami (TSA).

Saran

Perlu dilakukan uji lanjut mengenai

jumlah mikroorganisme selama waktu

fermentasi dan uji kuantitatif mengenai

senyawa yang dihasilkan setelah proses

fermentasi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Universitas Padjadjaran yang telah

memberikan dukungan finansial melalui

Hibah Kompetensi Dosen Unpad.

DAFTAR PUSTAKA

Ai, Y.dan J. Jane. 2016. In: Caballero, B.

Finglas, P.M. Toldra, F., eds.

Encyclopedia of Food and Health Vol 5.

Academic Press of Elsevier, pp. 165-

174.

Aghnia, E. S. 2015. Kajian Karakteristik

Tepung Sorgum Putih (Sorghum

bicolor (L.) Moench) Kultivar

Lokal Bandung Dengan Variasi

Lama Penyosohan. Skripsi.

Fakultas Teknologi Industri

Pertanian. Universitas Padjadjaran,

Jatinangor.

Alka, S., Y. Neelam, dan S. Shruti. 2012.

Effect of fermentation on

physicochemical properties & in vitro

starch and protein digestibility of

selected cereals. International Journal of

Agriculture and Food Science, pp. 66-

70.

Armanda, Y. dan W.D.R. Putri. 2016.

Physicochemical Characteristics of

Whole Grain Brown Sorghum Flour

Fermented with a Traditional Mixed

Culture called ‘Ragi Tape’. Jurnal

Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 2,

pp. 458-467.

Bevilacqua, A., M. Sinigaglia and M.R. Corbo.

2016. Fermented Foods: Origins and

Applications. In: Caballero, B. Finglas,

P.M. Toldra, F., eds. Encyclopedia of

Food and Health Vol 2. Academic Press

of Elsevier, pp. 675-680.

Badan Standarisasi Nasional. 2009.SNI 3751-

2009. Tepung terigu sebagai bahan

makanan.

De Mot, R. 1990. Conversion of starch by

yeasts. Dalam: Verachtert, H. dan De

Mot R. (ed.). Yeasts Biotechnology and

Biocatalysis. Marcel Dekker, New York.

Elkhalifa, A., B. Schiffler dan R. Bernhardt.

2005. Effect of Fermentation of The

Functional Properties of Sorghum Flour.

Food Chemistry, pp. 1-5.

Jane, J. L. 2009. Structural Features of Starch

Granules II. In: BeMiller, J. & Whistler,

R., eds. Starch: Chemistry and

Technology Third Edition. Academic

Press of Elsevier, pp. 193-236.

Mason, W.R. 2009. Starch Use in Foods. In:

BeMiller, J. & Whistler, R., eds. Starch:

Chemistry and Technology Third

Edition. Academic Press of Elsevier, pp.

745-795.

Murtini, E.S. 2009. Peningkatan

bioavailabilitas protein sorghum lokal

varietas coklat dengan solid state

fermentation untuk produksi tepung

berfungsional tinggi. Laporan Program

Insentif Riset Dasar. Kementerian

Negara Riset dan Teknologi Republik

Indonesia

Rahayu, D. S. 2012. Ragi Bahan Utama

Pengembangan Adonan Roti. Available

Page 10: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1305

at : http://www.bakerymagazine.com

[diakses 25 Mei 2016]

Suarni dan I.U. Firmansyah. 2013. Struktur,

Komposisi Nutrisi dan Teknologi

Pengolahan Sorgum. Dalam: Sumarno,

D. S. Damardjati, M. Syam & Hermanto,

penyunt. Sorgum: Inovasi Teknologi dan

Pengembangan. Jakarta: IAARD Press,

Wood, B., 2016. Fermentation: Origins and

Applications. In: C. W. Wrigley, A.

Corke, K. Seethaman dan J. Faubion,

eds.Encyclopedia of Food grain Second

Edition. UK : Elsevier

Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starch :

Properties and Uses. CRC perss. Florida

Page 11: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1306

EVALUASI FISIKA KIMIA TEPUNG KEDELE YANG FERMENTASI

DENGAN BAKTERI Lactobacillus acidophilus

EVALUATION OF PHYSICOCHEMICAL PROPERTIES OF SOYBEAN FLOUR

FERMENTED BY Lactobacillus acidophilus

Noer laily1*, Sri Peni Wijayanti1, Muhamaludin1, Melisa Florence Mustopo2

1 Pusat Teknologi Agroindustri-BPPT

2 Swiss German University

Gedung 610 Laptiab-BPPT,

Kawasan Perkantoran PUSPIPTEK, Serpong 15314

*e-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRACT Fermentation of soy flour has a great potential of increasing its consumer acceptability

and functionality. In this research the properties of soy flour fermented by Lactobacillus

acidophilus was observed. Fermentation was done in semi-solid condition by mixing the soy

flour with water by the ratio of 1:2 and 1:3 respectively. The titrable acidity, protein content,

hexanol content and lipoxygenase enzyme of soy flour with 0, 1, 2, 3, 4 and 5 days fermentation

were observed alongside with soy flour without treatment as comparison. All the treatments

done to the samples bring no effect into the soluble protein concentration. Unfermented soy

flour had the lowest total acid while 5 days fermented soy flour has the highest total acid. From

the SDS PAGE profile protein, the Lipoxygenase enzyme band was not present in the samples

after the fermentation. No trace of hexanol was found in all of the samples including the soy

flour as the raw material. Application of fermented soy flour for bakery produced fresh bread

with good sensory.

Keywords: Bacteria, fermentation, Lactobacillus acidophilus, soy flour

ABSTRAK

Fermentasi tepung kedelai memiliki potensi besar untuk meningkatkan penerimaan

konsumen dan sifat fungsionalnya. Dalam penelitian ini sifat fisika dan kimia tepung kedelai

yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus dipelajari. Fermentasi dilakukan dalam

kondisi semi padat dengan mencampur tepung kedelai dan air dengan perbandingan masing-

masing 1: 2 dan 1: 3. Nilai keasaman, kadar protein, senyawa heksanol dan enzim

lipoksigenase pada tepung kedelai hasil fermentasi 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari diamati. Sebagai

kontrol digunakan tepung kedelai tanpa perlakuan. Hasil pengujian protein terlarut

menunjukkan bahwa semua perlakuan yang dilakukan pada sampel tidak berpengaruh terhadap

kandungan protein terlarut. Tepung kedelai yang tidak difermentasi memiliki total nilai

keasaman terendah, sebaliknya tepung kedele yang difermentasi selama 5 hari memiliki nilai

keasaman total tertinggi. Dari hasil analisa profil protein menggunakan SDS PAGE, pita enzim

Lipoxygenase tidak ditemukan pada semua perlakuan dalam sampel setelah fermentasi. Tidak

ada senyawa heksanol yang ditemukan di semua sampel perlakuan termasuk kontrol. Penerapan

tepung kedelai fermentasi untuk bakeri menghasilkan roti tawar dengan indrawi yang baik.

Kata kunci: Bakteri, fermentasi, Lactobacillus acidophilus, tepung kedelai

Page 12: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1307

PENDAHULUAN

Kandungan zat gizi pada kedele

sangat baik, mengandung protein sebesar

38%, lemak 18%, karbohidrat larut sebesar

15% dan yang tidak larut sebesar 15%.

Lemak kedele kaya akan asam lemak tidak

jenuh jamak khususnya asam linoleat dan

asam linolenat, serta bebas kolesterol.

Protein kedele mengandung sembilan asam

amino esensial yaitu lisin, metionin, sistein,

triptofan, treonin dan isoleusin, leusin,

fenilalanin dan valin (Singh et al., 2008).

Rafinosa dan stakhiosa merupakan

karbohidrat yang menonjol pada kedele.

Kedua gula tersebut tidak dapat dicerna oleh

manusia dan menjadi penyebab perut

kembung (Wang et al., 2006). Asam

linolenat dan asam linoleat adalah komponen

utama lemak pada kedele, Kedua asam

lemak tersebut merupakan substrat

hidroperoksidasi bagi enzim lipoksinegase

menghasilkan rasa tidak enak pada kedele

dan produk-produk turunannya (Junghans et

al., 2004).

Kedele merupakan sumber protein

yang sangat penting terutapa untuk orang-

orang asean. Sebagai contoh tempe, tahu dan

susu kedele merupakan makanan yang

banyak dijumpai pada menu sehari-hari

orang asia Zhang et al. (2014). Selain nilai

gizi, kedele juga mengandung senyawa

fungsional yang baik untuk kesehatan seperti

isoflavon. Beberapa senyawa fungsional

pada kedele dapat menurunkan resiko

penyakit jantung dan kanker.

Proses fermentasi dapat

meningkatkan daya terima kedele dan

meningkatkan nilai gizi dan fungsional

kedele. Setelah fermentasi, faktor

penghambat gizi hilang (serin protease

inhibitor dan tripsin inhibitor),

makromolekul yang tidak larut seperti

protein, lemak dan karbohidrat terdegradasi

menjadi polipeptida, asam lemak dan

oligopeptida (Zhang et al., 2014; Mukhrejee

et al., 2016). Asam amino bebas dan

biopeptida aktif dapat dibebaskan selama

proses fermentasi oleh mikroorganisme

(Amadou et al., 2010).

Bakteri asam laktat telah banyak

digunakan dalam produk susu kedele dan

produk yang lain seperti sufu, tepung kedele,

tauco dan saos. BAL dapat menurunkan

immunoreaktifitas IgE (Zhang et al., 2014).

Degradasi alergen kedele oleh aktivitas

enzum proteolitik yang dihasilkan oleh

miroorganisme seperti pada produk kecap,

miso, dan ingeredien dari kedele (Amadou et

al., 2010).

Proses fermentasi pada kedele juga

dapat menurunkan off-flavor dan

meningkatkan sifat tektur (Park et al., 2012).

Bakteri asam laktat khususnya Lactobacillus

acidophilus secara anaerobik dapat

menfermentasi karbohidrat. Tergolong

sebagai bakteri asam laktat yang

homofermentor sehingga lebih banyak

memproduksi asam laktat dibandingkan

dengan starin yang lain. Gula sebagai

substrat utamanya dikonversi menjadi asam

laktat melalui jalur glikolitik. Berbeda

dengan golongan heterofermentor yang

hanya mengonversi 50% substrat menjadi

asam laktat, sementara sisanya

dimetabolisme menjadi asam acetat, etil

alkohol dan Co2 melalui jalur

foosfoketolase/ fosfoglukonat (Battcock dan

Azam-Ali, 1998).

Fermentasi tepung kedele secara

padat lebih ekonomis karena tidak

membutuhkan pemanenan yang rumit.

Teknologi fermentasi simpel.

Rasa langu tepung kedele dapat

ditutupi dengan fermentasi oleh

Lactobacillus acidophilus (Mital dan

Steinkraus, 1976). Enzim lipoksigenase

dapat didegradasi oleh aktivitas proteolitik

mikroba selama proses fermentasi.

Karena kandungan asam amino pada

tepung kedele yang penting untuk

kesehatan.... Protein kedele lebih tinggi 4

kali dibandingkan dengan gandum, 6 kali

lebih tinggi dibdengan beras, dan juga kaya

akan kalsium, P dan vitamin (Taghdir et al.,

2016) sehingga pemanfaatan tepung kedele

untuk fortifikasi pada produk pangan dengan

Page 13: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1308

rasio yang tepat merupakan salah satu cara

untuk meningkatkan kualitas gizi produk.

Beberapa studi menyebutkan bahwa

penambahan 0,5% tepung kedele pada

pembuatan roti dapat meningkatkan kualitas

roti. Tepung kedele juga diketahui dapat

meningkatkan umur simpan pada produk

bakeri (Taghdir et al., 2016). Pemanfaatan

produk fermentasi pada formula produk

makanan nampaknya lebih efektif dan

mudah untuk meningkatkan nilai gizi dan

menurunkan viskositas makanan cereal.

BAHAN DAN METODE

Prosedur fermentasi

Persiapan kultur bakteri asam laktat

Bakteri asam laktat yang digunakan

pada proses ini adalah Lactobacillus

acidophilus FNCC 116. Media yang

digunakan untuk kultivasi bakteri asam laktat

adalah MRS Broth, yang disiapkan dengan

melarutkan 5,2 g media dalam 100 ml

akuades. Larutan media dibagi dalam tabung

reaksi masing-masing sebanyak 5 ml dan

diberi sumbat dari kapas, lalu disterilkan

pada 115°C selama 15 menit. Sebanyak 1%

kultur stok ditransfer ke dalam media

MRSB, lalu diinkubasi pada 37°C selama 20

jam. Kultur BAL diregenerasi sebanyak dua

kali sebelum digunakan dalam penelitian.

Variasi kultur kerja/starter dibuat 2 macam,

(1) kultur BAL dalam MRSB, (2)kultur BAL

dalam campuran MRSB dengan susu kedele

50:50 (V/V)

Fermentasi tepung kedele

Sebanyak 100 g tepung kedele dilarutkan

dalam akuades dengan perbandingan tepung

– akuades 1:3. Campuran homogen lalu

disterilkan pada suhu 80°C selama 15 menit

dan didinginkan hingga suhu 37°C. Setelah

itu diinokulasi dengan 5% kultur

Lactobacillus acidophilus lalu diinkubasi

pada suhu 37°C selama 0,24, 48,72 dan 92

jam. Fermentasi dihentikan dengan

melakukan pemanasan pada suhu 100oC

selama 15 min dengan oven. Pemanasan

dilanjutkan untuk mengeringkan produk pada

suhu 40oC.

Pengamatan selama proses fermentasi adalah

analisis total asam tertitrasi, derajat

keasaman (pH), kerapatan sel BAL, berat

kering, total N, profil protein dengan gel

elektroforesis dan perubahan flavor dengan

GC-MS

Penentuan total asam tertitrasi dan

derajat keasaman (pH)

Penentuan total asam tertitrasi dilakukan

menurut metode AOAC (1990), dengan

melakukan titrasi dengan larutan 0.1 N

NaOH dan 1% phenolpthalein sebagai

indikator. 10 ml sampel diencerkan dengan

50 ml air dan ditambahkan 5 tetes indikator

phenolpthalein. Sampel dititrasi dengan

larutan 0.1 N NaOH hingga terbentuk warna

merah muda yang stabil. Kadar total asam

ditentukan dengan formula :

% asam = ml titer x N titer x 0,09 x 100

Berat contoh (g)

Sementara pengukuran derajat keasaman

(pH) menggunakan pH meter.

Analisis Kandungan Protein

Kandungan protein diukur dengan

menggunakan analisa Bradford. Sebanyak 1

gram tepung kedele dilarutkan kedalam 10

ml larutan buffer fosfat pH 8 dan dikocok

selama 2 jam pada kecepatan 120 rpm.

Selanjutnya campuran disentrifus selama 20

menit pada kecepatan 6000 rpm, suhu 4oC.

Supernatan dipisahkan dari endapatn.

Sebanyak 10µL supernatan ditambahkan 270

µL reagen bradford dalam ELISA plate

dengan panjang gelombang 450 nm dan 595

nm dengan ELISA reader. Sebagai standar

digunakan Bovine Serum Albumin.

Determinasi kandungan enzim

lipoksigenase menggunakan Sodium

Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel

Electrophoresis (SDS-Page)

Kandungan enzim lipoksigenase pada tepung

kedele diukur secara kualitatif menggunakan

SDS-Page seperti yang dijelaskan oleh

Laemmli (1970, yaitu 4% stacking gel dan

12% separating gel. Biorad mini protean

dijalankan pada arus konstan sebesar 100

Page 14: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1309

mA, 140 Volts selama kurang lebih 3 jam.

Gel diwarnai dengan menggunakan pewarna

Commassie Brilliant Blue R-250. Sebagai

standar digunakan protein dengan berat

molekul rendah (Amarsham), yang teridiri

dari fosforilase (97,4), BSA (66,2), rabit

actin (43,0), bovine carbonic anhydrase

(31,0), trypsin inhibitor (20,1) dan hen egg

white lysozyme (14,4) kDa.

Determinasi kandungan hexanol

Hexanol pada tepung kedele dideterminasi

menggunakan GC-MS menggunakan metode

yang dikembangkan oleh Mitzutani dan

Hashimoto (2004). 10 g tepung kedele

dicampur dengan, selanjutnya dihomogenkan

pada kecepatan 3000 rpm selama 3 menit.

Larutan selanjutnya dipanaskan di dalam

water bath pada suhu (93-95)oC selama 3

min. Larutan segera didinginkan di dalam

bejana berisis es selama 30 min, dan

disentrifugasi pada kecepatan 6000 rom pada

suhu 4oC selama 30 min. Supernatan yang

terbentuk selanjutnya diekstrak untuk

penentuan rasa.

25 ml supernatan dicampur dengan 2,5 ml

air, 1 ml metil asetat, 2 g NaCl dan 50µL 100

ppm n-dodecane dalam heptan, selanjutnya

dikocok selama 30 min, 260 rpm. Campuran

selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan

3000 rpm pada suhu 4oC selama 10 min.

Supernatan yang berada pada bagian tengah

lapisan diambil dengan hati-hati dan

ditambahkan 1 ml metil asetat. Kocok

dengan keras dan sentrifuse. Fase organik

yang berada pada lapisan atas diambil dan

dianalisa menggunakan alat GC-MS.

Trace TR 5 merupakan kolom yang

digunakan untuk memeriksa hexanol dengan

GC-MS. Suhu awal oven adalah 40oC dan

diamkan selama 1 min. Temperatur

selanjutnya ditingkatkan secara bertahap 5oC

hingga mencapai 180oC. Tekanan inlet

adalah 130 kPa dengan gas helium, dan

kecepatan alir 1,2 mL/min.

Aplikasi tepung kedele fermentasi untuk

produk bekeri

Roti tawar

Tabel 1. Formula roti tawar dengan

menggantikan 6% terigu dengan tepung

kedele fermentasi.

Proses pembuatan roti tawar diubah dengan

proses sebagai berikut :

dicampur tepung terigu, kedelai

fermentasi dan gula pasir

yeast/ragi dilarutkan dalam air

hangat

tepung, yeast dan air dingin

dicampur dan dibuat adonan hingga

kalis

ditambahkan margarin dan garam

diuleni lagi hingga elastis

didiamkan 30 menit untuk proofing

dikempiskan adonan

didiamkan 20 menit untuk proofing

diambil sebagian adonan lalu

dipipihkan dengan alat penggilesan

hingga tipis

ditaburi dengan kismis dan kayu

manis

digulung hingga tertutup semua dan

dimasukkan dalam loyang

dipanggang dalam oven suhu 220oC

selama 25 menit dengan oven

Ariston

Mentega, gula dan telur dicampur

dan diaduk sampai rata. Tambahkan tepung

terigu sangrai, tepung hidrolisat kedelai

fermentasi, susu bubuk dan kacang mede

sangrai, laludiaduk sampai rata. Setelah

tercampur rata, adonan dipipihkan kemudian

Bahan Formula A Formula B

Tepung terigu (g) 500 470

Gula pasir (g) 30 30

Mentega putih (g) 25 25

Susu skim (g) 30 30

Yeast (g) 13 13

Tepung kedelai

fermentasi (g)

- 30

Air (ml) 350 350

Garam (sdt) 1/2 1/2

Page 15: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1310

di cetak dengan cetakan berbentuk bulan

sabit, lalu dipanggang dalam oven dengan

suhu bawah 1600C suhu atas 1400C selama

30 menit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai keasaman mengindikasikan total

asam di dalam sampel. Hasil pengukuran

terhadap nilai keasaman produk fermentasi

memberikan perbedaan hasil antara

perlakuan dengan perbandingan tepung

fermentasi: air masing-masing 1:2 dan 1:3

(Gambar 1). Namun tidak terdapat

perbedaan nilai keasaman sebelum

fermentasi pada ke dua perbandingan

tersebut.

Perubahan nilai keasaman selama proses

fermentasi (0-5 hari) menunjukkan

produksi asam laktat oleh bakteri

Lactobacillus acidophilus pada substrat

tepung kedele. Zhang et al. (2014) dalam

penelitiannya terhadap tepung kedele

sebagai media pertumbuhan bakteri asam

laktat menunjukkan terjadi penurunan pH

selama proses fermentasi sebagai hasil

produksi asam laktat. Hasil monitoring

pertumbuhan mikroba yang digunakan

pada proses fermentasi dengan media

tepung kedele menunjukkan bahwa

pertumbuhan bakteri asam laktat lebih

dominan dibandingkan dengan

pertumbuhan Bacillus subtilis (Zhang et

al., 2014).

Pengamatan terhadap kadar protein

menggunakan metode bradford

menunjukkan bahwa selama proses

fermentasi menggunakan Lactobacilus

acidophilus tidak menunjukkan terjadi

perubahan (Tabel 2.). Hal ini berbeda

dengan hasil penelitian Zhang et al. (2014)

yang mengukur asam amino bebas sebagai

biomarker terhadap perubahan kelarutan

protein selama proses fermentasi padat

menggunakan campuran antara bakteri

asam laktat (L plantarum dan L casei) dan

Bacillus subtilis, dimana hasil penelitian

menunjukkan peningkatan kelarutan

protein selama proses fermentasi.

Amadou et al (2010), menganalisis

perubahan fisika kimia dan zat gizi protein

kedele pada proses fermentasi

menggunakan bakteri L plantarum dan

pengamatan menggunakan gel

elektroforesisi memberikan hasil terjadi

degradasi protein dibandingkan dengan

kontrol.

Hasil pengamatan distribusi berat molekul

menggunakan SDS-page pada penelitian

ini tidak menunjukkan terjadinya degradasi

protein seperti pada hasil penelitian

Amadou et al (2010) (Tabel 3.).

Hidrolisis protein pada fermentasi kedele

sangat tergantung pada strain mikroba

yang digunakan, jenis substrat dan

kandungan air (Zhang et al., 2014).

Fermentasi tepung kedele menggunakan

bakteri L acidophilus tidak memberikan

perubahan konsentrasi protein selama

proses fermentasi dan profil protein tidak

berubah.

Pengamatan terhadap enzim lipoksigenase

menggunakan SDS-page menunjukkan

hasil olah data pada profil protein tidak

terdapat band yang mengindikasikan

adanya enzim lipoksigenase baik pada

kontrol maupun perlakuan. Enzim

lipoksigenase merupakan enzim yang

bertanggung jawab terhadap rasa langu

pada kedele. Berat molekul enzim

lipoksigenase adalah sebesar 94-97 kDa

(Shibata et al., 1988) (Gambar 2-6).

Enzim lipoksigenase telah rusak selama

proses pengolahan kedele menggunakan

panas (perebusan) sebelum proses

fermentasi. Engeseth et al. (1987)

menunjukkan bahwa pemanasan hingga

suhu 70ºC cukup untuk meninaktifkan

enzim lipoksigenase. Hal ini juga

dibuktikan dengan tidak terbentuknya

hexanol (beany flavor) pada semua sampel

(Gambar 7-11). Hexanol merupakan

produk aktivitas enzim lipoksigenase pada

kedele yang menyebabkan terbentunya rasa

langu.

Aplikasi tepung kedele hasil fermentasi

menggunakan bakteri L acidophilus

Page 16: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1311

menunjuukkan bahwa penambahan tepung

kedele dalam adonan roti sebanyak 6% dari

total terigu yang digunakan tidak

berpengaruh terhadap volume spesifik roti

(BSV), tekstur secara umum tidak berubah,

namun rasa menjadi sedikit asam, warna

roti menjadi sedikit lebih gelap (gambar

12).

Proses fermentasi bakteri asam laktat

meningkatkan tekstur tepung kedele

sehingga dapat diaplikasikan pada produk

bakeri seperti roti tawar. Hasil penelitian

Park et al. (2012) menyebutkan bahwa sifat

reologi tepung kedele berubah dengan

proses frmentasi bakteri asam laktat.

KESIMPULAN

Fermentasi kedele dengan

menggunakan bakteri asam laktat

Lactobacillus acidophilus tidak

mempengaruhi kadar protein produk,

namun pemanasan yang dilakukan pada

produksi tepung kedele telah

menginaktivasi enzim lipoksigenase yang

bertanggung jawab pada terbentuknya

heksanol (beany flavour).

Meningkatnya nilai keasaman

dengan semakin meningkatnya waktu

fermentasi menunjukkan bahwa pada

fermentasi tepung kedele menggunakan

Lactobacillus acidophilus menghasilkan

asam laktat.

Perubahan sifat fisika dan kimia

tepung kedele hasil fermentasi

menggunakan bakteri Lactobacillus

acidophilus menjadikan tepung kedele

fermentasi dapat digunakan untuk

mensubtitusi tepung terigu pada pembuatan

roti yang dapat diterima dari segi tekstur,

namun mengubah rasa menjadi asam.

Daftar Pustaka

Amadou, I., MT Kamara, A Tidjani, MBK

Foh and L Guo-Wei. 2010.

Physicochemical and nutritional

analysisi of fermented soybean

protein meal by Lactobacillus

plantarum Lp6. World J. Dairy &

Food Sci., 5(2): 114-118.

Battcock, M. And S. Azam-Ali. 1998.

FAO Agricultural Services Bulletin

no. 134: Fermented Fruits and

Vegetables, a Global Perspective.

http://www.fao.org/ docrep/

x0560e/x0560e00.htm#con,

Accessed on June 25th 2013.

Engeseth, N. J., B. P. Klein, and K.

Warner. 1987. Lipoxygenase

Isoenzymes in Soybeans: Effects on

Crude Oil Quality. Journal of Food

Science 52 (4): 1015-1019.

Junghans, T. G., M. G. de A. Oliveira, and

M. A. Moreira. 2004. Lipoxygenase

Activities during Development of

Root and Nodule of Soybean. Pesq.

agropec. bras. 39 (7): 625-630

Mital, B.K., and KH Steinkrous. 1976.

Flavor acceptibility of unfermented

and lactic fermented soy milks. J

Milk Food Technol. 39(5):342-344

Mitzutani, T., and H. Hashimoto. 2004.

Effect of Grinding Temperature on

Hydroperoxide and Off-flavor Contents

during Soymilk Manufacturing Process.

J. Food Science 69 (3):112-116.

Mukhrejee, R., R Chakraborty, and A.

Dutta. 2016. Role of fermentation in

improving nutritional quality of soybean

meal. Asian Australas. J. Anim.Sci.

29(11):1523-1529.

Park M.J., T General and SP Lee. 2012.

properties of roasted soybean flour

bioconverted by solid state fermentation

using Bacillus subtilis and Lactobacillus

plantarum. Prev Nutr Food Sci.

Physicochemical. 17:36-45

Shibata, D., J. Steczko, J. E. Dixon, P. C.

Andrews, M. Hermodson, and B.

Axelrod. 1988. Primary Structure of

Soybean Lipoxygenase L-2*. The

Journal of Biological Chemistry 263

(14): 6816-6821.

Page 17: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1312

Singh, P., R. Kumar, S. N. Sabapathy, and

A. S. Bawa. 2008. Comprehensive

Reviews in Food Science and Food

Safety 7: 14-28: Functional and Edible

Uses of Soy Protein Products.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.11

11/j.1541-4337.2007.00025.x/full,

Accessed on March 1st, 2013.

Taghdir, M., SM Mazloomi, N Honar, M

Sepandi, M Ashourpur, and M Salehi.

2016. Effect of soy flour on nutritional,

physicochemical, and sensory

characteristics of gluten-free bread.

Food Sciences & Nutrition. 5:439-445

Wang, Y. C., R. C. Yu, and C. C. Chou.

2006. Antioxidative Activites of Soymilk

Fermented with Lactic Acid Bacteria

and Bifidobacteria. Food Microbiology

23: 128-135.

Zhang, ST., Y Shi, S Zhang, W Shang, XQ

Gao, and HK Wang.2014. Whole

soybean as probiotic lactid acid bacteria

carrier food in solid-state fermentation.

Fppd Control. 41: 1-6

Page 18: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1313

Gambar 1. Perubahan nilai keasaman selama proses fermentasi pada perbandingan

tepung:air masing-masing 1:2 dan 1:3

Tabel 2. Perubahan kadar protein selama proses fermentasi

Perlakuan Kadar protein (mg/g)

Perbandingan 1:2 1:3

Flour 102 102

0 day 109 109

1 day 110 106

2 days 110 109

3 days 108 103

4 days 105 109

5 days 100 107

Page 19: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1314

Tabel 3. Evaluasi enzim lipoksigenase berdasarkan Berat Molekul

Perlakuan

MW of band

between 66-97 kDa

1:2 1:3

Tepung kedele

73 76

81 81

0 day

73 79

76 81

1 day

77 70

73 76

2 days

76 74

76 74

3 days

81 76

74 77

4 days

74 73

76 74

5 days

73 76

78 74

Gambar 2. Profil protein menggunakan SDS-Page (a) 1:3; 0 hari b) 1:2; tanpa fermentasi, c)

1:2; 3 hari d) 1:3; 4 hari e) 1:3; tanpa fermentasi. f) kontrol dan g) kontrol

Page 20: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1315

Gambar 3. SDS PAGE profil protein gel 1. Rasio tepung: air dan lama fermentasi: a) 1:2; 1

h b) 1:2; tdk fermentasi, c) 1:3; 4 h d) 1:2; 1 h, e) 1:2; tdk fermentasi, f) 1:3; tnp fermentasi

, g) 1:2; 5 h, h) 1:2; 0 h, i) 1:3; 1 h

Gambar 4. SDS PAGE profil protein gel 2. Rasio tepung dan lama fermentasi: a) 1:3; 3 h,

b) 1:3; 5 h, c) 1:3; tnp fermentasi, d) 1:3; 3 h, e) 1:2; 2 h, f) 1:2; 0 h, g) 1:3; 1 h, h) 1:2; 2 h,

i) 1:3; 0 h

Page 21: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1316

Gambar 5. SDS PAGE profil protein, gel 3. Rasio tepung kedele: air dan lama fermentasi:

a) 1:2; 4 h, b) 1:3; 5 h, c) 1:2; 3 h, d) 1:3; 2 h, e) 1:2; tnp fermentasi, f) 1:2; 4 h, g) 1:3; 2

h, h) 1:2; 5 h, i) 1:3; tnp fermentasi

Gambar 6. SDS PAGE profil protein, gel 4. rasio tepung kedele: air dan lama fermentasi: a)

1:3; 0 h, b) 1:2; tnp fermentasi, c) 1:2; 3 h, d) 1:3; 4 h, e) 1:3; tnp fermentasi, f) and g)

kontrol tepung.

Page 22: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1317

Gambar 7. Kromatogram standar hexanol

Gambar 8. Tepung kedele

.

Page 23: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1318

Gambar 9. Tepung kedele fermentasi 24 jam

Gambar 10. Tepung kedele fermentasi 48 jam

Page 24: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1319

Gambar 11. Tepung kedele Fermentasi 72 jam

Gambar 12. Roti yang disubtitusi dengan tepung kedele fermentasi

(a) kontrol (terigu) (b) terigu+tepung kedele fermentasi

a b

Page 25: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1320 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

PEMANFAATAN KITOSAN KULIT KUPANG SEBAGAI FILM PLASTIK

BIODEGREDABLE

UTILIZATION OF KUPANG SKIN CHITOSAN AS A BIODEGREDABLE PLASTIC

1Nur Hapsari, 1Restia Eka Puspita, 2Dedin F. Rosida, 2Sudaryati, 1Retno Dewati

1Program Studi Teknik Kimia, 2Program Studi Teknologi Pangan

Fakultas Teknik,

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

e-mail korespondensi : [email protected]

ABSTRACT

Along with the problem of the amount of plastic waste that can pollute the environment. The

research of biodegradable plastic film has been developed because it’s environmentally friendly

and sophisticated. In this research, the making of biodegradable plastic was made from corn

starch with the addition of Chitosan that derived from Kupang’s skin and plasticizer glycerol.

The use of corn starch for making corn starch bioplastic has no economic value and common to

find. The purpose of adding Chitosan and plasticizer glycerol was to form plastic that has the

same physical properties and conventional plastic.

Chitosan were taken from kupang’s skin through the process of demineralization,

deproteination, and deacetylation using HCl and NaOH. The results of Chitosan test using FTIR

test (Fourier Transform infra red). The research was obtained the degree of deacetylation of

64,19%. This bioplastic had specifications that comply with the standards of the SNI, with its

security properties test (Tensile Strength and Elongation) and its biodegredability without using

a solution of EM4. This bioplastic had a degredation rate of 60% if tested with bury in the

ground for 60 days without using EM4.

Keywords : Biodegradable, bioplastics, plastics

ABSTRAK

Seiring dengan permasalahan meningkatnya jumlah limbah plastik yang dapat mencemari

lingkungan, maka penelitian pembuatan film plastik biodegaradable telah dikembangkan karena

bersifat ramah lingkungan dan terbarukan. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan plastik

biodegaradable berbahan pati jagung dengan penambahan kitosan yang berasal dari kulit kupang

dan Plasticizer glycerol. Penggunaan pati jagung sebagai pembuatan bioplastik dikarenakan pati

jagung mudah didapatkan. Tujuan penambahan kitosan dan plasticizer glycerol adalah untuk

membentuk plastik yang memiliki sifat fisik yang sama seperti plastik konvensional. Kitosan diperoleh dari kulit kupang melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi

dengan menggunakan HCl dan NaOH. Dari hasil pengujian kitosan dengan menggunakan uji

FTIR ( Fourier Transform Infra Red ) didapatkan derajat deasetilasi sebesar 64,19%. Bioplastik

yang diperoleh diuji karakteristiknya sesuai standar SNI yaitu dengan cara pengujian sifat

mekanik (Tensile Strength dan Elongasi), serta Biodegredabilitasnya tanpa menggunakan larutan

EM4. Bioplastik yang diperoleh mempunyai nilai degradasi sebesar 60% jika diuji dengan

mengubur di dalam tanah selama 60 hari tanpa menggunakan EM4.

Kata kunci : Biodegredable.bioplastik, plastik

Page 26: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1321

PENDAHULUAN

Penggunaan plastik biodegradable

merupakan upaya yang telah dilakukan

untuk mengatasi masalah penumpukan

sampah plastik meningkat. Berbagai

penelitian telah dilakukan untuk

mengembangkan bioplastik. Bioplastik

dirancang agar dapat memudahkan proses

degradasi terhadap reaksi enzimatis

mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.

Plasticizer yang digunakan termasuk

dalam kelompok plasticizer gliserol yang

akan memacu proses pencetakan dan

fleksibilitas biokomposit. Plastik

biodegredable ini dapat dibuat dari

selulosa, pati dan lignin. Komponen utama

pembuatan bioplastik adalah pati. Di

samping pati sebagai komponen utama

pembuatan bioplastik, kitosan juga

digunakan sebagai bahan lain yang juga

penting untuk membentuk sifat mekanik

bioplastik. Sehingga, semakin banyak

kitosan yang terdapat dalam bioplastik,

maka sifat mekanik dan ketahanan

bioplastik terhadap air semakin baik.

Sifat plastis (elastis) bioplastik

dipengaruhi oleh penambahan plasticizer

seperti gliserol. Bioplastik yang terbuat

dari pati saja umumnya bersifat kurang

elastis dan memiliki nilai kekuatan tarik

(tensile strength) dan modulus Young

rendah, Nilai tensile strength berbanding

lurus dengan presentase kitosan dan

berbanding terbalik dengan adanya

penambahan komposisi gliserol

Plastik biodegradable memiliki

kegunaan yang sama seperti plastik sintetis

atau plastik konvensional. Plastik

biodegradable biasanya disebut dengan

bioplastik, yaitu plastik yang seluruh atau

hampir seluruh komponennya berasal dari

bahan baku yang dapat diperbaharui.

Plastik biodegradable merupakan bahan

plastik yang ramah terhadap lingkungan

karena sifatnya yang dapat kembali ke

alam. Umumnya, kemasan biodegradabel

diartikan sebagai film kemasan yang dapat

didaur ulang dan dapat dihancurkan secara

alami.

Plastik merupakan suatu polimer

sintesis dengan derajat kekristalan lebih

rendah dari pada serat. Seringkali kata

plastik disama artikan dengan polimer.

Namun sebenarnya tidak semua polimer

adalah plastik. Polimer memiliki beberapa

jenis yaitu plastik, fiber dan elastomer.

Fiber merupakan polimer yang memiliki

kekuatan tarik yang tinggi namun

elongasinya rendah dan strukturnya

kristalin. Berbeda dengan elastomer yang

memiliki struktur sangat amorf, dan juga

elastomer memiliki gaya

intermolekularnya rendah untuk

fleksibilitas dan kekuatan tarik yang tinggi.

Bioplastik merupakan plastik yang

terbuat dari bahan alami dan disebut juga

palstik biodegradable. Artinya plastik

tersebut dapat di degradasi dan terurai abis

oleh mikroorganiseme di lingkungan.

Karena bioplastik dapat terurai dengan

mudah menjadi air dan karbondioksida,

sehingga bioplastik merupakan plastik

yang ramah lingkungan. Faktor-faktor

yang dapat menyebabkan plastik

biodegradabel terurai yaitu cahaya

(fotodegradasi), Hirolisis (degradasi

kimiawi), Bakteri atau jamur, Enzim

(degradasi enzimatik), Angin atau abrasi

(degradasi mekanik).

Menurut Pratiwi (2014) Prinsip dari

pembentukan bioplastik dari pati

merupakan proses gelatinasi molekul pati.

Dimana proses pembentukan lapisan

plastik merupakan suatu fenomena

pembentukan gel yang diakibatkan oleh

perlakuan suhu, sehingga terjadi proses

pembentukan jaringan.

Menurut Pamilia Coniwati et al.

(2014) dalam penelitiannya tentang

Pembuatan Film Plastik Biodegradable

Page 27: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1322 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

dari Pati Jagung dengan Penambahan

Kitosan dan Pemlastis Gliserol

mengungkapkan hasil karakteristik plastik

biodegradable dengan kinerja yang optimal

adalah 26,78 % untuk presentase ketahanan

air, untuk kuat tarik 3,92 mpa, untuk

elongasi 37,92% dan positif untuk uji

biodegradasi.

BAHAN DAN METODE

A. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada

penelitian ini adalah kulit kupang yang

diperoleh dari Limbah di daerah Candi -

Sidoarjo, pati jagung, plasticizer yang

digunakan yaitu gliserol, aquadest, NaOH,

asam asetat 1%, dan HCl 1 N.

B. Prosedur Penelitian

1) Pembuatan Kitosan dari Kulit Kupang

Dipisahkan kupang dan kulitnya

kemudian cuci bersih dan dikeringkan. Kulit

kupang yang sudah dikeringkan kemudian

dihaluskan dan diayak hingga berbentuk

powder (bubuk). Kulit kupang selanjutnya

dideproteinasi menggunakan larutan NaOH

3,5% dengan perbandingan 1:10 (b/v) sambil

diaduk dan dipanaskan pada suhu 600C

selama 2 jam, kemudian di saring

menggunakan kertas saring kemudian dicuci

dengan air hingga netral, lalu dikeringkan

pada suhu 600C selama 4 jam dalam oven.

Padatan kering hasil deproteinasi

selanjutnya didemineralisasi dengan

menggunakan HCl 1 N perbandingan 1: 15

(w/v) dan diaduk pada suhu kamar selama

30 menit, kemudian disaring dan padatan

dicuci dengan air hingga netral, lalu

dikeringkan pada suhu 600C selama 4 jam

dalam oven untuk mendapatkan kitin.

Selanjutnya dilakukan proses deasetilasi

dilakukan dengan merebus kitin dalam

larutan NaOH 50% dengan perbandingan

1:10 (w/v) pada suhu 1000C selama 1,5 jam,

kemudian di saring padatan dipisahkan

dengan cairan. Lalu di cuci dengan aquadest

hingga pH netral. Setelah itu dikeringkan

pada suhu 600C selama 4 jam dalam oven,

Produk yang diperoleh dari proses ini

dinamakan kitosan.

2) Pembuatan Bioplastik

a. Pensuspensian bahan ke dalam

pelarut

Pembuatan larutan bioplastik

dilakukan dengan cara mensuspensi

bahan kedalam pelarut dengan

melarutkan kitosan terlebih dahulu

ke dalam asam asetat 1% dan

pengadukan selama 30 menit.

b. Pengaturan Suhu

Pengaturan suhu dilakukan pada

saat proses gelatinisasi pati, agar pati

yang digunakan dapat tergelatinisasi

dengan sempurna dan dapat

diperoleh lapisan bioplastik yang

homogen. Proses gelatinisasi

dilakukan dengan cara pati

dilarutkan dengan asam asetat 1%

dengan proses pemanasan hingga

suhu gelatinisasinya yaitu 70– .

c. Penambahan Plasticizer

Plasticizer gliserol

ditambahkan kedalam bahan guna

untuk memperbaiki sifat fisik atau

sifat mekanik dari bahan tersebut.

Pada pembuatan plastik, plasticizer

merupakan komponen yang sangat

penting. Dimana plasticizer

berfungsi untuk mengatasi sifat

rapuh pada bioplastik, sehingga

dapat diperoleh plastik yang lebih

kuat, fleksibel, dan tidak mudah

rapuh dibandingkan tanpa

penambahan plasticizer. Penggunaan

plasticizer harus sesuai dengan

polimer, serta konsentrasi yang

digunakan harus diperhatikan, yaitu

berkisar antara 10 – 60% berat

kering bahan dasar ( Pratiwi, 2014 ).

d. Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan

dengan cara menguapkan larutan di

Page 28: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1323

dalam oven selama 5 jam pada suhu

700C sehingga dapat diperoleh

lembaran bioplastik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini meliputi hasil

analisa yang dilakukan di dalam penelitian

pembuatan kitosan dari kulit kupang dan

pembuatan film plastik biodegredable.

Analisa bahan baku kitosan kulit kupang

menggunakan analisa FTIR ( Fourier

Transform Infra Red ) dan analisa bioplastik

tersebut meliputi analisa mekanik yang

terdiri dari analisa kuat tarik ( tensile

strength ) dan analisa elongasi, analisa

biodegradasi, analisa FTIR, serta analisa

SEM ( Scanning Electron Microscopy ).

Pembuatan kitosan dari kulit kupang

dengan menggunakan analisa FTIR

Tujuan dari analisa ini yaitu untuk

mengetahui derajat deasetilasi pada kitosan

kulit kupang dengan menggunakan analisa

FTIR.

Gambar 1. Spektra Infra Merah Kitosan

dari Kulit Kupang

Sampel kulit kupang terdiri atas

berbagai jenis campuran senyawa yang

terkandung di dalamnya yaitu mineral,

protein, dan kitin itu sendiri sehingga

spektra serapan FTIR yang dihasilkan

memperlihatkan serapan yang beragam dari

gugus-gugus fungsi yang dimiliki senyawa-

senyawa yang terkandung di dalamnya.

Spektra IR pada gambar 1 memperlihatkan

adanya pita serapan pada kitosan kulit

kupang yang terdapat pada bilangan

gelombang 3641,37 cm-1 yang menunjukkan

adanya ikatan hidrogen dari gugus –OH

yang tumpang tindih dengan rentangan –NH.

Pita serapan pada bilangan gelombang

2323,73 cm-1 menunjukkan vibrasi rentangan

C-H pada CH2 alifatik yang diperkuat

dengan munculnya serapan vibrasi

bengkokan CH2 pada bilangan gelombang

1445,84 cm-1. Pada kitosan kulit kupang

tersebut tidak munculnya gugus C=O pada

daerah 1680-1660 cm-1 yang menandakan

hilang atau telah berkurangnya gugus C=O

pada kitosan. Pita serapan pada bilangan

871,92 cm-1 untuk spektrum FT-IR deri

kitosan kulit kupang yang menandakan

adanya vibrasi dari gugus NH2.

Dari spektra diatas didapatkan hasil

perhitungan derajat deasetilasi berdasarkan

metode base line pada FTIR, didapat nilai

derajat deasetilasi untuk kitosan dari kulit

kupang sebesar 64,19%, dengan demikian

kitosan yang dihasilkan sudah memenuhi

standart sebagai adsorben karena nilai DD

nya > 60%.

Pengaruh Komposisi Gliserol Terhadap

Kuat Tarik Film Plastik Biodegredable

Tujuan dari analisa ini yaitu untuk

mengetahui pengaruh variasi gliserol

terhadap nilai kuat tarik. Analisa kuat tarik

di lakukan dengan menggunakan alat tensile

strength.

Page 29: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1324 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Gambar 2. Pengaruh Variasi Gliserol

Terhadap Kuat Tarik (MPa) dari Film

Plastik Biodegredable

Melalui grafik di atas dapat dilihat

bahwa menurunnya kuat tarik terjadi dengan

adanya peningkatan konsentrasi gliserol. Hal

itu menyatakan bahwa semakin banyak

gliserol yang ditambahkan ke dalam film

plastik biodegredable maka film plastik yang

dihasilkan akan semakin elastis. Berbeda

dengan elastisitas, penambahan komposisi

plasticizer akan menurunkan nilai kekuatan

tarik bioplastik tersebut. Menurut Oey dan

Santoso (2014), penambahan plasticizer

gliserol pada plastik kitosan akan

mengurangi gaya antar molekul polisakarida

sehingga struktur plastik yang dibentuk akan

lebih halus dan fleksibel.

Penambahan gliserol sebagai plasticizer

bertujuan supaya film bioplastik yang

terbentuk tidak terlalu kaku, lebih kuat

namun fleksibel dan licin. Secara umum,

dengan penambahan gliserol sebagai

plasticizer molekul-molekul di dalam larutan

tersebut terletak diantara rantai ikatan

biopolimer dan dapat berinteraksi dengan

membentuk ikatan hidrogen dalam rantai

ikatan antara biopolimer menjadi semakin

berkurang. Hal ini menyebabkan

berkurangnya kuat tarik film dengan adanya

penambahan gliserol.

Plastik Biodegredable dari kitosan

diharapkan memenuhi sifat mekanik yang

sesuai dengan standar SNI untuk nilai kuat

tarik plastik yaitu sebesar 24,7-302 MPa.

Dalam penelitian ini nilai kuat tarik dari

plastik biodegredable telah memenuhi

golongan tersebut dan ada yang belum

memenuhi golongan tersebut.

Pengaruh Komposisi Gliserol Terhadap

Elongasi Film Plastik Biodegredable

Gambar 3. Pengaruh Variasi Gliserol

Terhadap Elongasi (%) dari Film Plastik

Biodegredable

Melalui grafik diatas dapat dilihat

bahwa peningkatan elongasi terjadi dengan

adanya peningkatan konsentrasi gliserol. Hal

itu menyatakan bahwa semakin banyak

gliserol yang ditambahkan kedalam film

plastik yang dihasilkan akan semakin elastis.

Tapi presentase elongasi berbanding

terbalik dengan kuat tarik. Semakin sedikit

konsentrasi gliserol yang ditambahkan ke

dalam bioplastik, maka elongasi akan

menurun tapi kuat tarik akan meningkat.

Menurut Coniwati et al.(2014), Penurunan

elastisitas ini disebabkan oleh semakin

menurunnya jarak ikatan antar

molekulernya, karena titik jenuh telah

terlampaui sehingga molekul-molekul

pemplastis yang berlebih berada di dalam

fase tersendiri di luar fase polimer dan akan

menurunkan gaya intermolekul antar rantai,

menyebabkan gerakan rantai lebih bebas

sehingga fleksibilitas mengalami

peningkatan (semakin elastis).

Page 30: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1325

Penambahan gliserol sebagai plasticizer

bertujuan supaya film bioplastik yang

terbentuk tidak terlalu kaku, lebih kuat

namun fleksibel. Berdasarkan gambar 3

dapat dilihat kecenderungannya dimana

semakin banyak komposisi gliserol yang

ditambahkan maka semakin tinggi elongasi

yang dapat dicapai. Peningkatan elongasi

tersebut dapat terjadi karena molekul

gliserol memiliki gaya interaksi yang cukup

kuat dengan kitosan-pati sehingga molekul

gliserol berdifusi ke dalam rantai polimer

kitosan-pati.

Melalui grafik Gambar 4 dapat dilihat

bahwa modulus young semakin menurun

dengan penambahan plasticizer gliserol. Hal

ini disebabkan karena plasticizer gliserol

dapat meningkatkan persentase

pemanjangan atau elongasi dan penurunan

kuat tarik. Modulus young digunakan

sebagai acuan untuk menentukan kekuatan

mekanik bioplastik sebagai tolak ukur

keelastisitan bioplastik.

Pengaruh Komposisi Gliserol Terhadap

Modulus Young Film Plastik

Biodegredable

Gambar 4. Pengaruh Variasi Gliserol

Terhadap Modulus Young dari Film Plastik

Biodegredable

Melalui grafik diatas dapat dilihat bahwa

modulus young semakin menurun dengan

penambahan plasticizer gliserol. Hal ini

disebabkan karena plasticizer gliserol dapat

meningkatkan persentase pemanjangan atau

elongasi dan penurunan kuat tarik. Modulus

young digunakan sebagai acuan untuk

menentukan kekuatan mekanik bioplastik

sebagai tolak ukur keelastisitan bioplastik.

Struktur Morfologi Permukaan

Bioplastik dengan analisa SEM (Scanning

Electron Microscopy)

Analisa morfologi SEM merupakan

suatu metode untuk membentuk bayangan

daerah mikroskopis permukaan sampel.

Bioplastik yang diuji adalah bioplastik

dengan nilai kekuatan tarik tertinggi yaitu

24.5 MPa pada variasi kitosan-pati 1.6:0.4

dengan penambahan plasticizer gliserol 1

ml. Hasil SEM ditunjukkan pada Gambar

5.

Gambar 5. Struktur Morfologi Film Plastik

Biodegredable dengan komposisi kitosan-

pati 1.6:0.4 dengan plasticizer gliserol 1 ml.

Melalui gambar diatas dapat dilihat

struktur morfologi dari film plastik

biodegredable. Gambar menunjukkan

bioplastik dengan komposisi kitosan-pati

1.6:0.4 dengan penambahan plasticizer

gliserol sebanyak 1 ml memperlihatkan titik-

titik terang yang berwarna putih yang

ditunjukkan pada gambar 6, dalam gambar

tersebut terdapat gumpalan putih agak besar,

hal ini mengindikasikan bahwa partikel

kitosan tidak tersebar secara merata karena

mengalami aglomerasi mengelompok

sehingga menyebabkan distribusi kitosan di

dalam lapisan film tidak tersebar secara

Page 31: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1326 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

merata. Kurangnya tenaga yang cukup kuat

pada proses pemanasan dan pengadukan

antara kitosan dengan pati inilah yang

mungkin menyebabkan tidak tersebarnya

partikel dengan baik.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Hasil dari analisa FTIR didapatkan

derajat deasetilasi kitosan kulit kupang yaitu

sebesar 64,19%, dengan demikian kitosan

yang dihasilkan sudah memenuhi standart

sebagai adsorben karena nilai DD nya >

60%. Dari analisa tensile strength dan

elongasi yaitu semakin tinggi konsentrasi

dari variasi plasticizer gliserol maka akan

menurunkan nilai kuat tarik dari film plastik

biodegredable, sebaliknya nilai elongasi

akan semakin meningkat. Sedangkan

modulus young semakin menurun dengan

penambahan plasticizer gliserol. Hal ini

disebabkan karena plasticizer gliserol dapat

meningkatkan persentase pemanjangan atau

elongasi dan penurunan kuat tarik. Pada

analisa morfologi struktur mikroskopi dari

film bioplastik dapat dilihat rongga-rongga

pada film plastik dengan perbesaran 10.000x

dan dilihat bahwa permukaan film plastik

yang terbentuk tidak rata. Semakin tinggi

konsentrasi kitosan akan menyebabkan

rongga-rongga film plastik semakin sedikit

sehingga akan memperkuat film plastik.

DAFTAR PUSTAKA

Coniwati, P., L.Laila, dan M.R. Alfira. 2014.

“Pembuatan Film Plastik Biodegradable

Dari Pati Jagung Dengan Penambahan

Kitosan Dan Pemplastis Gliserol”.

Universitas Sriwijaya, Jurnal Teknik

Kimia, 4(20):22-30.

Oey, E. W., dan C., D. Santoso. 2014.

“Sintesis Bioplastik Dari Komposit Pati

Garut – Kitosan”. Universitas Surabaya.

Surabaya.

Pratiwi, P. 2 14. “Variasi Konsentrasi

Gliserin dari Minyak Jelantah dalam

Pembuatan Plastik Biodegradable

Berbahan Baku Kulit Singkong”.

Politeknik Negeri Sriwijaya.

Palembang.

Page 32: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1327

SIFAT FUNGSIONAL DAN PROFIL GELATINISASI PATI TALAS SEMIR

(Colocasia esculenta L. Schott) TERMODIFIKASI CROSS-LINKING PADA

BERBAGAI KONSENTRASI SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)

Endah Wulandari, Herlina Marta, Cecilia C Chandra

Departemen Teknologi Industri Pangan

Fakultas Teknologi Industri Pertanian

Universitas Padjadjaran, Sumedang

e-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Taro tubers locally known as Semir is tuber that originated from Sumedang, West

Java. Properties of native taro ‘Semir’ starch has a lot of weaknesses such as low

gelatinization temperature, instability through heating and stirring, and weak gel

strength. Study of cross-linking modification was done to determine the

concentration of STPP that can be used to have starch with greater properties

that can be used as thickening and molding agent. The experimental design in this

study was Randomized Block Design with 5 treatments and repeated 3 times, they

were native starch; addition of 0% STPP; 0,1% STPP, 0,3% STPP; and 0,5%

STPP. The result showed higher gel strength, water spare capacity, gelatinization

temperature, peak viscosity, and breakdown viscosity. Also showed lower in

swelling volume, solubility, sineresis percentage (greater stability freeze thaw

stability) and setback viscosity. All modification treatments perfomed starch that

still can not be used as thickening and molding agent due to their instability in

heat treatment and stirring.

Key words: cross-linking, functional, pasting properties, STPP, taro semir

ABSTRAK

Talas Semir (Colocasia esculenta L. Schott) merupakan salah satu jenis umbi-

umbian lokal yang berasal dari Sumedang, Jawa Barat. Pati talas Semir memiliki

banyak kekurangan diantaranya suhu awal gelatinisasi yang rendah, nilai

kestabilan terhadap pemanasan dan pengadukan yang rendah, serta kekuatan gel

yang rendah sehingga dibutuhkan modifikasi pati. Tujuan dilakukannya

modifikasi secara cross-linking adalah menetapkan konsentrasi STPP yang dapat

menghasilkan pati talas termodifikasi cross-linking yang cocok untuk

diaplikasikan sebagai pati pengental dan pembentuk tekstur. Metode penelitian

yang digunakan dalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5

perlakuan dan 3 ulangan, yaitu pati talas semir alami, pati talas semir

termodifikasi cross-linking dengan penambahan STPP 0%; 0,1%; 0,3%; dan

0,5%. Hasil penelitian menunjukan adanya kenaikan pada kekuatan gel, kapasitas

penyerapan air, suhu gelatinisasi, viskositas puncak dan viskositas breakdown.

Penurunan terjadi pada nilai swelling volume, solubility, persen sineresis (freeze

thaw stability yang lebih baik), dan viskositas setback. Semua perlakuan

modifikasi yang dilakukan belum dapat digunakan sebagai pati pengental dan

pembentuk tekstur karena ketidakstabilannya pada perlakuan panas dan

pengadukan.

Kata kunci: Cross-linking, profil gelatinisasi, sifat fungsional, STPP, talas semir

Page 33: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1328

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

I. PENDAHULUAN

Pemanfaatan umbi-umbian

sebagai bahan pangan di Indonesia

masih sangat terbatas, sehingga perlu

dilakukan usaha untuk

memaksimalkan potensi umbi-

umbian. Pengembangan produk

berbasis umbi-umbian dalam industri

pengolahan pangan dapat dilakukan

dengan mengolahnya menjadi bentuk

pati (Koswara, 2009). Pengolahan

kedalam bentuk pati dapat

memperpanjang umur simpan,

meningkatkan daya gunanya (Kaur et

al., 2013), dan juga diharapkan dapat

menekan angka impor pati di

Indonesia yang pada tahun 2011

mencapai 200 ribu ton/tahun

(Kementrian Perindustrian Indonesia,

2012).

Salah satu jenis umbi lokal

yang memiliki potensi yang besar

adalah umbi talas (Colocasia

esculenta L. Schott). Talas tumbuh

dan tersebar di beberapa daerah di

Indonesia, salah satunya terdapat di

daerah Sumedang. Nama talas lokal

dari daerah Sumedang adalah talas

semir. Talas semir merupakan

komoditas lokal Sumedang yang

belum banyak dikenal dan

dikembangkan, penggunaannya

masih terbatas pada perebusan dan

pengukusan, dan juga belum banyak

diteliti lebih lanjut terutama dalam

bentuk pati. Pada tahun 2012

produksi talas semir di daerah

Sumedang tercatat mencapai 6464

ton/tahun (Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten

Sumedang, 2013) dengan kadar pati

dalam karbohidrat talas secara umum

diketahui mencapai 77,9% sehingga

talas semir merupakan bahan baku

yang berpotensi untuk dimanfaatkan.

Umumnya pati alami memiliki

beberapa kelemahan dalam

penggunaannya, kelemahan tersebut

antara lain: retrogradasi yang tinggi,

stabilitas yang rendah pada suhu

yang tinggi dan pH yang rendah, dan

lain-lain. Secara khusus, berdasarkan

beberapa penelitian yang pernah

dilakukan terhadap karakteristik pati

talas alami pada beberapa negara,

pati talas alami diketahui memiliki

beberapa kelemahan seperti suhu

gelatinisasi yang cukup rendah

(Aboubakar et al., 2008; Suhery et

al., 2015), nilai ketahanan terhadap

perlakuan panas dan pengadukan

yang rendah (Sit et al., 2013), dan

kekuatan gel yang rendah, sehingga

penggunaan pati talas alami masih

terbatas terutama dalam

penggunaannya sebagai pati

pengental dan pembentuk tekstur.

Kelemahan sifat pati alami ini dapat

diatasi dengan metode modifikasi

pati. Modifikasi pati dapat dilakukan

dengan berbagai cara diantaranya

secara Fisik, Kimia dan Enzimatis

(Koswara, 2009). Modifikasi kimia

merupakan teknik modifikasi pati

yang banyak digunakan dan

diaplikasikan pada bidang pangan,

farmasi, maupun industri tekstil.

Modifikasi kimia dapat dilakukan

dengan metode cross-linking,

subtitusi (pati ester, asetilasi, dan

hidroksipopilasi), serta konversi

(hidrolisis asam, oksidasi, pati

dekstrin, dan lain-lain) (Miyazaki et

al., 2006). Salah satu modifikasi

kimia yang umum digunakan adalah

metode cross-linking. Kelebihan dari

pati yang dimodifikasi menggunakan

Page 34: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1329

metode cross-linking adalah suhu

gelatinisasi pati menjadi meningkat,

pati tahan pada pH rendah, panas dan

pengadukan (Kusnandar, 2010).

Cross-linking pati juga dapat

memodifikasi karakteristik

pembengkakan granula,

meningkatkan tekstur, dan

karakteristik reologi pasta pati,

sehingga modifikasi cross-linking

cocok untuk memperbaiki kelemahan

sifat pati talas alami. Pengaruh

metode cross-linking terhadap sifat

fungsional dan profil gelatinisasi

telah banyak dibuktikan melalui

beberapa penelitian seperti pada pati

jagung (Chung et al., 2004), ganyong

dan gadung (Santoso et al., 2015),

sukun (Medikasari et al., 2009),

gandum (Hung and Morita, 2005;

Lim and Seib, 1993), tapioka

(Wongsagonsup et al., 2014), umbi

lotus (Gunaratne dan Corke, 2007),

kentang (Karmakar et al., 2013),

gembili (Herlina, 2010), umbi garut

(Rakhmawati et al., 2014), singkong

(Martina et al., 2015) dan lain-lain.

Cross-linking dapat terjadi

karena adanya reagen cross-linking,

salah satunya adalah STPP (Sodium

tripolyphosphate) (Mao Gui-Jie et

al., 2006). Reagen STPP banyak

digunakan untuk modifikasi cross-

liking karena aman, tidak toksik,

efektifitas tinggi, dan mudah

ditemukan (Romengga et al., 2011).

Modifikasi pati dengan metode

cross-linking dan kajian pengaruh

penggunaan konsentrasi reagen

STPP terhadap sifat fungsional dan

profil gelatinisasi pati telah

dilakukan pada pati sukun, ubi jalar

oranye, pisang kepok, gembili, sente,

beras dan jagung, namun belum

pernah dilakukan pada pati talas

semir. Berdasarkan paparan diatas

maka perlu dilakukan penelitian

untuk mempelajari sifat fungsional

dan profil gelitinisasi pati talas semir

termodifikasi menggunakan metode

cross-linking pada berbagai

konsentrasi Sodium

Tripolyphosphate (STPP).

II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang

digunakan adalah metode percobaan

dengan menggunakan Rancangan

Acak Kelompok (RAK) sebagai

rancangan lingkungan yang terdiri 5

perlakuan dan 3 kali ulangan.

Perlakuan yang dicobakan adalah

A: Pati alami talas semir

B: Modifikasi pati talas semir dengan

konsentrasi STPP 0%

C: Modifikasi pati talas semir dengan

konsentrasi STPP 0,1%

D: Modifikasi pati talas semir

dengan konsentrasi STPP 0,3%

E: Modifikasi pati talas semir dengan

konsentrasi STPP 0,5%

Pengamatan utama yang dilakukan

pada penelitian ini meliputi:

1. Sifat Fungsional terdiri dari:

Swelling Volume dan

Solubility (Collado and

Corke, 1999)

Kapasitas Penyerapan Air

(KPA) (Kadan et al., 2003)

Freeze thaw stability

(Wattanachant et al., 2003)

Kekuatan Gel (Collado and

Corke, 1999)

2. Profil Gelatinisasi

menggunakan alat Rapid

Visco Analyzer (RVA)

(Collado et al., 2001) terdiri

dari:

Suhu awal gelatinisasi

Viskositas puncak

Viskositas pasta panas

Breakdown

Viskositas pasta dingin

Setback

Page 35: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1330

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kekuatan Gel

Tabel 1. Kekuatan Gel Pati Talas Semir Alami dan Termodifikasi Cross-

linking

Perlakuan A B C D E

Alami 0% STPP 0,1% STPP 0,3% STPP 0,5% STPP

Kekuatan Gel

(gF) 2,92 ± 0,13

a 3,07 ± 0,12

a 3,10 ± 0,34

a 3,13 ± 0,14

a 3,22 ± 0,05

a

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil yang berbeda

menyatakan beda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Pada semua perlakuan, tidak

terdapat perbedaan nyata antara

kekuatan gel pati talas alami dan

hasil modifikasi cross-linking. Tidak

berbeda nyatanya antara kekuatan gel

pati talas semir alami dengan pati

talas semir modifikasi cross-linking

yang dilakukan menunjukan bahwa

proses modifikasi cross-linking yang

dilakukan belum memberikan

pengaruh pada nilai kekuatan gel pati

talas semir. Baik perlakuan basa

yang diberikan, maupun penambahan

reagen cross-linking tidak

mempengaruhi nilai kekuatan gel

yang didapatkan. Hal ini diduga

karena konsentrasi STPP yang

digunakan dan rentang konsentrasi

antar perlakuan terlalu kecil sehingga

belum terlihat adanya pengaruh

terhadap sifat kekuatan gel pada pati

talas semir secara spesifik.

Rendahnya nilai kekuatan gel pada

pati talas semir alami dipengaruhi

oleh kecilnya nilai amilosa pada pati

talas yaitu sebesar 17-28% dan

amilopektin sebesar 72-83%

(Syamsir et al., 2012 dikutip Sinaga

et al., 2014). Perlakuan modifikasi

dengan penggunaan konsentrasi

STPP 0% dilakukan untuk melihat

pengaruh pengondisian pH basa oleh

NaOH 1 N hingga pH 11 terhadap

sifat pati talas semir alami.

Walaupun secara statistika tidak ada

perbedaan nyata dengan kekuatan gel

pati alaminya, nilai kekuatan gel

pada pati talas modifikasi cross-

linking dengan penambahan STPP

0% mengalami kenaikan apabila

dibandingkan dengan kekuatan gel

pati alaminya. Suasana alkali yang

kuat dengan pH yang sangat basa

akan memutuskan ikatan hidrogen

molekul amilopektin menjadi

struktur yang lebih sederhana (Han

and Lim, 2003). Natrium hidroksida

akan bereaksi dengan gugus hidroksil

pada pati dan berubah menjadi

struktur alkoksida (Pati˗O˗) dengan

reaksi sebagai berikut:

Pati—OH + NaOH Pati—ONa

+ H2O

Adanya perlakuan penetralan,

akan membuat ion Na berikatan pada

asam klorida membentuk garam

netral dan membuat gugus hidroksil

dan karbonil pada pati meningkat

(Lawal et al., 2008). Penambahan

alkali akan mengganggu daerah

amorf pada pati dan memperluas

daerah amorf pada pati. Basa kuat

akan mengganggu struktur heliks

amilosa dan menyebabkan amilosa

berada pada konformasi yang lebih

acak sehingga meningkatkan gugus

hidroksil bebas dan karbonil pada

pati. Meningkatnya gugus hidroksil,

karbonil dan daerah amorf dan

amilosa akan membentuk struktur gel

Page 36: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1331

yang lebih kuat karena amilosa lebih

mudah berikatan dengan sesamanya

melalui ikatan hidrogen

menghasilkan film yang lebih

kompak (Han and Lim, 2003), selain

itu semakin besarnya kandungan

amilosa maka semakin besar peluang

amilosa keluar dari granula pati

sehingga semakin kuat gel yang

terbentuk (Gunaratne and Corke,

2007). Hal yang sama dapat dilihat

pula pada perlakuan lain walaupun

secara statistika tidak berbeda nyata.

Terdapat kecenderungan kenaikan

kekuatan gel seiring dengan naiknya

konsentrasi STPP yang digunakan

dibandingkan dengan nilai kekuatan

gel pati talas semir alami. Hasil ini

sejalan dengan penelitian Aspiyanto

dan Susilowati (2005) terhadap

modifikasi pati jagung (Zea mays),

bahwa dengan semakin

meningkatnya konsentrasi STPP

yang digunakan maka kekuatan gel

yang didapatkan semakin meningkat.

Penggunaan senyawa polifungsional

pada modifikasi cross-linking akan

menyebabkan terbentuknya ikatan

silang oleh fosfat pada gugus –OH

pada alimosa dan amilopektin,

sehingga dapat memperkuat ikatan

hidrogen yang terdapat pada rantai

pati (Herlina, 2010). Konsentrasi

STPP yang meningkat diduga

menyebabkan derajat ikatan silang

yang terbentuk semakin besar,

sehingga adanya reaksi ikatan silang

ini akan mengganggu linearitas rantai

amilosa dan rigiditas pati menjadi

semakin tinggi dibandingkan dengan

pati non-modifikasi. Pembentukan

ikatan silang pada molekul pati yang

semakin meningkat juga akan

menyebabkan kemampuan tarik-

menarik antar polimer yang

konsisten dan lebih kuat sehingga

diharapkan dapat memberikan ikatan

yang lebih erat. Semakin tinggi

ikatan silang yang terbentuk akan

menyebabkan pembentukan gel yang

semakin keras dan akan kehilangan

sifat alirnya atau dalam pengertian

lain konsistensi dan kekuatan gel

akan semakin kuat (Aspiyanto dan

Susilowati, 2005). Pembentukan gel

yang semakin kuat ini juga

dijelaskan merupakan akibat dari

struktur granula pati yang lebih kuat

dan kaku akibat hadirnya gugus

fosfat terperangkap dalam matriks

gel amilosa sehingga gel menjadi

lebih kuat (Gunaratne and Corke,

2007). Hal ini membenarkan

pernyataan bahwa kekuatan gel

dipengaruhi oleh perbedaan sifat

rheologi matriks amilosa, fraksi

volume dan ketegaran granula pati

tergelatinisasi, juga interaksi antara

fase kontinyu dan fase terdispersi

pada gel (Yammin et al., 1999).

3.2 Kapasitas Penyerapan Air

(KPA)

Berdasarkan analisis statistika,

modifikasi cross-linking yang

dilakukan pada semua perlakuan

memberikan pengaruh nyata

terhadap sifat kapasitas penyerapan

air yang dibandingkan dengan pati

talas semir alaminya. Terdapat

perbedaan nyata pada hasil

dikarenakan pada tahap modifikasi

terdapat sejumlah proses yang

memungkinkan terjadinya perubahan

baik pada tingkat permukaan hingga

tingkat molekul pada pati seperti

pemberian suasana basa yang dapat

mendegradasi ikatan pada pati (Han

and Lim, 2003), serta pemberian

reagen cross-linking yang dapat

membentuk ikatan silang antar

molekul (Lim and Seib, 1993).

Pemberian perlakuan tersebut dapat

menyebabkan perubahan pada sifat

Page 37: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1332

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

fungsional pada pati, dalam hal ini adalah kapasitas penyerapan air pati.

Tabel 2. Kapasitas Penyerapan Air Pati Talas Semir Alami dan

Termodifikasi Cross-linking

Perlakuan A B C D E

Alami 0% STPP 0,1% STPP 0,3% STPP 0,5% STPP

KPA (g) 1,47 ± 0,06a 1,76 ± 0,10

b 1,83 ± 0,11

b 1,69 ± 0,06

b 1,86 ± 0,14

b

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil yang berbeda

menyatakan beda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Pada perlakuan konsentrasi

STPP 0% terjadi peningkatan

kapasitas penyerapan air yang

berbeda nyata dibandingkan dengan

pati alaminya. Berdasarkan hal ini

dapat diketahui bahwa perlakuan

basa dalam modifikasi cross-linking

sudah memberikan pengaruh

terhadap sifat kapasitas penyerapan

air pati talas semir. Perubahan

terhadap sifat kapasitas penyerapan

air oleh perlakuan basa terjadi karena

perlakuan basa dapat mengganggu

daerah amorf pada pati.

Terganggunya daerah amorf granula

pati akibat pH tinggi ini

menyebabkan peningkatan gugus

karbonil dan karboksil yang

menyebabkan granula pati lebih

mudah menyerap air (Hoover and

Sosulki, 1986). Peningkatan gugus

karboksil dan karbonil ini disebabkan

karena pada pelarut netral rantai

amilosa terdapat dalam bentuk

heliks, namun pada kondisi basa

ikatan hidrogen yang menstabilkan

struktur heliks tersebut terputus dan

amilosa berada pada konformasi

yang lebih acak sehingga banyak

terdapat hidroksil dan karbonil bebas

yang baru, hal ini menyebabkan

granula pati mudah dimasuki oleh air

(Bank and Greenwood, 1972 dikutip

Han and Lim, 2003). Hal ini sejalan

dengan penelitian oleh Liem and

Seib (1993) pada pati jagung dan

gandum, bahwa modifikasi pada

kondisi basa juga dapat

memodifikasi struktur granula,

menghasilkan granula yang lebih

stabil dan meningkatkan kapasitas

hidrasi.

Kapasitas penyerapan air antar

perlakuan modifikasi dengan

penambahan STPP 0%; 0,1%; 0,3%;

dan 0,5% tidak berbeda nyata. Hal

ini diduga dapat terjadi karena

rendahnya rentang konsentrasi STPP

yang diberikan antar perlakuan

sehingga tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap nilai kapasitas

penyerapan air pada pati talas semir

secara spesifik. Berdasarkan hal ini

juga dapat diketahui pula bahwa

perubahan sifat kapasitas penyerapan

air pada pati talas semir pada

penelitian ini hanya dipengaruhi oleh

perlakuan suasana basa yang

diberikan pada proses modifikasi,

karena penambahan reagen cross-

linking pada berbagai level

konsentrasi yang berbeda tidak

menyebabkan perubahan pada nilai

kapasitas penyerapan air. Berlainan

dengan hasil penelitian ini, perlakuan

modifikasi cross-linking pati gembili

oleh Herlina (2010) dengan

menggunakan konsentrasi STPP

0,05%; 0,10%; dan 0,15%

memberikan hasil kapasitas

penyerapan air yang berbeda nyata

pada setiap level konsentrasi yang

diberikan. Pada umbi gembili,

penggunaan konsentrasi STPP yang

lebih rendah dibandingkan dengan

konsentrasi STPP pada penelitian ini

Page 38: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1333

sudah memberikan pengaruh nyata.

Hal ini menunjukan bahwa selain

faktor eksternal seperti jenis reagen,

konsentrasi reagen dan kondisi

modifikasi, hasil modifikasi cross-

linking juga diduga dipengaruhi oleh

kondisi bahan yang digunakan.

Walaupun pada penelitian ini nilai

kapasitas penyerapan air antar

perlakuan modifikasi tidak berbeda

nyata secara statistik, terdapat

kecenderungan kenaikan kapasitas

penyerapan air setelah pati talas

semir dimodifikasi cross-linking

dibandingkan dengan pati talas semir

alaminya. Peningkatan nilai kapasitas

penyerapan air setelah modifikasi

cross-linking sejalan dengan

penelitian Munarso et al. (2004) pada

penelitiannya terhadap pati beras

dengan penggunaan konsentrasi

0,1%-0,2% dan Andrasyifa (2016)

pada penelitiannya terhadap tepung

sorgum dengan konsentrasi STPP

0,05%-0,2%. Hasil penelitian ini

juga sejalan dengan Sinulingga

(2016) yang memodifikasi cross-

linking dengan suasana basa (pH 11)

dan penggunaan STPP 0,1%

menghasilkan kapasitas penyerapan

air tepung pisang nangka yang lebih

tinggi.

Peningkatan nilai kapasitas

penyerapan air pada pati talas semir

termodifikasi cross-linking

disebabkan oleh hadirnya gugus

fosfat pada granula pati. Gugus fosfat

yang berasal dari reagen cross-

linking akan mensubtitusi gugus

hidroksil pada amilosa dan

amilopektin membentuk jembatan

ikatan silang antar molekul yang

dapat menyebabkan granula menjadi

semakin kokoh sehingga memiliki

kapasitas penyerapan air yang lebih

baik. Gugus fosfat dan ikatan silang

yang terbentuk akan meningkatkan

kemampuan granula pati mengikat

air pada molekul pati (Romengga et

al., 2011). Munarso (2004)

menambahkan bahwa gugus fosfat

merupakan gugus hidrofilik yang

mampu berikatan dengan air. Maka

semakin tinggi konsentrasi STPP,

kandungan fosfat dalam pati akan

meningkat dan gugus hidrofilik

dalam pati meningkat pula, sehingga

mengakibatkan meningkatnya

kapasitas penyerapan air. Hasil

penelitian ini sesuai dengan

pernyataan Martina et al. (2015)

bahwa penggunaan reagen STPP

pada konsentrasi rendah dapat

menghasilkan pati monofosfat yang

dapat meningkatkan kejernihan

pasta, viskositas, dan daya ikat air.

Aini dan Hariyadi (2010)

menyatakan bahwa nilai kapasitas

penyerapan air akan berhubungan

dengan ketersediaan air yang

dibutuhkan untuk gelatinisasi dan

pada aplikasinya akan

mempengaruhi kemudahan dalam

menghomogenkan adonan. Kapasitas

penyerapan air berpengaruh pada

kekuatan bahan dalam menahan air

selama proses pemasakan dan hal ini

mengakibatkan adonan dan

campuran lebih stabil selama

pemanasan.

Page 39: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1334

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

3.3 Swelling Volume

Tabel 3. Swelling Volume Pati Talas Semir Alami dan Termodifikasi Cross-

linking

Perlakuan A B C D E

Alami 0% STPP 0,1% STPP 0,3% STPP 0,5% STPP

Swelling

Volume (mL/g) 11,05 ± 0,72a 11,33 ± 0,36a 10,28 ± 0,76a 9,95 ± 1,39a 9,99 ± 0,65a

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil yang berbeda

menyatakan beda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan modifikasi yang dilakukan

tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap nilai swelling volume pati

talas semir. Hal ini menandakan

bahwa perlakuan modifikasi yang

telah dilakukan belum mampu

mengubah sifat

pengembangan/swelling volume pati

talas semir. Baik perlakuan suasana

basa yang diberikan maupun

penambahan reagen STPP pada level

konsentrasi yang diberikan tidak

berpengaruh terhadap pati talas

semir. Hal ini diduga disebabkan

karena penambahan konsentrasi

reagen serta perbedaan konsentrasi

reagen cross-linking antara perlakuan

satu dan lainnya terlalu kecil pada

pati talas semir secara spesifik.

Kecilnya konsentrasi yang diberikan

diduga akan memberikan pengaruh

yang kecil pula dan menyebabkan

tidak adanya perubahan terhadap

nilai swelling volume yang

didapatkan.

Berbeda dengan hasil

penelitian ini, Herlina (2010)

memodifikasi pati umbi gembili

dengan menggunakan konsentrasi

STPP 0,05%; 0,10%; dan 0,15% dan

mendapatkan hasil nilai swelling

volume yang berbeda nyata pada

setiap konsentrasi yang diberikan

walaupun konsentrasi STPP yang

digunakan lebih kecil dibandingkan

pada penelitian ini. Pada kasus lain,

Novitasari et al. (2016)

memodifikasi pati sente dengan

konsentrasi STPP hingga 9% namun

didapatkan nilai swelling volume

yang tidak berbeda nyata.

Berlawanan dengan itu pula,

Armayuni et al. (2015) memodifikasi

pati pisang kepok hingga konsentrasi

7% dan didapatkan nilai swelling

volume yang berbeda nyata antar

perlakuan. Penggunaan konsentrasi

yang besar tidak dipilih pada

penelitian ini karena melebihi batas

anjuran penggunaan STPP dan

beresiko meninggalkan residu yang

tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, dapat

diketahui bahwa penggunaan STPP

akan menghasilkan pati dengan

karakteristik yang berbeda-beda pada

pati dengan sumber yang berbeda-

beda pula. Nilai swelling volume ini

berkaitan dengan derajat subtitusi

fosfat (Singh et al., 2007). Blennow

et al. (2000) dikutip Singh et al.

(2007) menyatakan bahwa panjang

rantai pati dapat mempengaruhi

derajat subtitusi fosfat dimana

semakin panjang rantai pati pada

suatu komoditas maka semakin

banyak peluang fosfat yang dapat

terikat. Passauer et al. (2010)

menambahkan bahwa derajat

subtitusi juga dipengaruhi oleh

persentase kandungan pati, semakin

tinggi kandungan pati maka peluang

pati untuk tersubtitusi semakin besar.

Berdasarkan hal tersebut, dapat

diketahui bahwa bukan hanya faktor

luar seperti jenis reagen, konsentrasi

Page 40: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1335

reagen dan kondisi modifikasi saja

yang mempengaruhi hasil modifikasi

cross-linking, namun juga kondisi

dan kandungan bahan yang

digunakan. Walaupun tidak berbeda

secara statistika, terdapat

peningkatan nilai swelling volume

pada pati talas semir modifikasi

cross-linking dengan konsentrasi

STPP 0% dibandingkan pati talas

semir alaminya. Hal ini disebabkan

karena suasana sangat basa tersebut

akan mengganggu daerah amorf pati

dan meningkatkan gugus karbonil

dan karboksil pada pati (Hoover and

Sosulki, 1986). Peningkatan gugus

karbonil akan meningkatkan

kemampuan pengembangan granula

pati karena kemudahan pati

membentuk gugus C-OH dengan air

dan menyebabkan struktur pati

menjadi lebih amorf (Patriadi, 2015).

Sifat swelling volume dan kelarutan

ini akan memberikan petunjuk

adanya ikatan non-kovalen antara

molekul pati dan seberapa besarnya

kekuatan ikatan tersebut pada suhu

tertentu (Moorthy, 2002).

Pengembangan pati yang lebih tinggi

pada perlakuan 0% STPP

menunjukan bahwa tidak adanya

ikatan kovalen antara molekul pati

yang dapat menyebabkan

pengembangan pati pada suhu

tertentu terhambat. Sifat pati yang

lebih amorf juga memungkinkan

penyerapan air akan lebih tinggi

sehingga pengembangan menjadi

lebih maksimum (Hoover, 2001).

Meskipun secara statistika

tidak berbeda nyata, modifikasi pati

talas semir yang diberikan

penambahan reagen cross-linking

pada level konsentrasi 0,1%; 0,3%;

dan 0,5% secara umum menurunkan

nilai swelling volume seiring dengan

semakin meningkatnya level

konsentrasi STPP. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian oleh

Herlina (2010) terhadap pati gembili

yang dimodifikasi dengan

menggunakan STPP pada berbagai

konsentrasi. Hasil ini diperkuat juga

dengan penelitian oleh Retnaningtyas

dan Putri (2014) terhadap pati ubi

jalar oranye, dimana dengan semakin

tingginya konsentrasi STPP yang

digunakan menghasilkan

pengembangan pati yang lebih

terbatas. Penghambatan pati untuk

mengembang setelah dilakukan

modifikasi cross-linking sudah

banyak dibuktikan (Waliszewki et

al., 2003). Penghambatan

pengembangan pati setelah

modifikasi cross-linking berkaitan

dengan derajat subtitusi. Semakin

besar derajat subtitusi yang terjadi

pada pati hasil modifikasi cross-

linking maka semakin meningkat

pula ketahanan pati untuk mengalami

pengembangan (swelling). Salah satu

faktor yang mempengaruhi derajat

subtitusi adalah jumlah reagen atau

konsentrasi reagen yang diberikan,

dimana semakin banyaknya reagen

yang diberikan semakin besar

peluang terjadinya subtitusi dan

ikatan silang yang terbentuk akan

semakin banyak (Hirsch and Kokini,

2002). Fosfat akan mensubtitusi

gugus –OH pada rantai amilosa dan

amilopektin. Pada proses

pembengkakan, air akan berikatan

dengan amilosa dan amilopektin

yang disertai dengan adanya leaching

amilosa dan membuat

pembengkakan dapat terjadi. Pada

pati modifikasi cross-linking, telah

tersubtitusinya gugus –OH pada

amilosa dan amilopektin dengan ion

fosfat, struktur ikatan hidrogen

menjadi lebih kokoh dan granula

menjadi lebih kompak. Struktur

ikatan hidrogen yang lebih kokoh

dan kompaknya granula akan

Page 41: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1336

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

menyebabkan air sulit untuk

berpenetrasi masuk dan

menggantikan ikatan tersebut

(Wurzburg, 1995; Miyazaki et al.,

2006). Hal inilah yang menyebabkan

pembengkakan pati pada suhu

tertentu terhambat setelah modifikasi

cross-linking.

3.4 Solubility (leaching amilosa)

Swelling volume adalah

kemampuan pati untuk mengembang

jika dipanaskan pada suhu dan waktu

tertentu dan dihitung dengan cara

menghitung hasil perbandingan

antara volume pasta pati terhadap

berat keringnya (Collado et al.,

2001). Parameter kelarutan dapat

diukur berdasarkan berat pati terlarut

dan dapat diukur dengan cara

mengeringkan dan menimbang

sejumlah supernatan. Semakin

besarnya berat pati terlarut yang

ditimbang dalam bentuk amilosa,

maka dapat menunjukan bahwa

semakin mudah larutnya komponen

pati kedalam pelarut. Kedua

parameter tersebut merupakan

petunjuk besarnya interaksi antara

pati dalam bidang amorf dan kristalin

(Baah, 2009).

Tabel 4. Solubility Pati Talas Semir Alami dan Termodifikasi Cross-linking

Perlakuan A B C D E

Alami 0% STPP 0,1% STPP 0,3% STPP

0,5%

STPP

Solubility

(%) 5,39 ± 0,72

ab 5,87 ± 1,30

a 5,24 ± 0,99

ab 3,95 ± 0,89

bc 3,03 ± 0,15

c

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil yang berbeda

menyatakan beda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa

perlakuan modifikasi cross-linking

dengan pemberian konsentrasi STPP

0%, 0,1% dan 0,3% tidak

memberikan perbedaan nyata dan

masih cenderung sama dengan

kelarutan pati alaminya, sedangkan

perlakuan pemberian konsentrasi

STPP 0,5% memberikan perbedaan

nyata terhadap pati alaminya.

Apabila dibandingkan antar

perlakuan modifikasi, perlakuan

0,3% dan 0,5% memberikan

pengaruh nyata terhadap kelarutan

pati modifikasi tanpa penambahan

reagen STPP atau penambahan STPP

0%.

Berdasarkan hal tersebut dapat

diketahui bahwa tidak ada pengaruh

yang besar oleh perlakuan pemberian

suasana basa (STPP 0%) pada

prosedur cross-linking terhadap

kelarutan, karena didapatkan nilai

kelarutan yang masih cenderung

sama dengan kelarutan pati talas

semir alaminya. Berdasarkan hal

tersebut pula dapat diketahui bahwa

penambahan konsentrasi STPP 0,1%

dan 0,3% diduga terlalu kecil

sehingga didapatkan nilai kelarutan

yang masih cenderung sama dengan

kelarutan pati talas semir alaminya.

Meskipun pada konsentrasi 0,3%

sudah terlihat adanya pengaruh

terhadap kelarutan yang ditandai

dengan adanya huruf yang berbeda

pada uji Duncan, namun pada

konsentrasi STPP 0,5% baru dapat

terlihat adanya perbedaan terhadap

nilai kelarutan pati talas semir

termodifikasi cross-linking

dibandingkan dengan nilai kelarutan

pati alaminya. Hal ini diduga

berhubungan dengan nilai derajat

fosfat yang terbentuk pada pati talas

semir setelah proses modifikasi,

Page 42: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1337

bahwa semakin tinggi konsentrasi

reagen yang diberikan akan

memperbanyak ikatan silang yang

terbentuk sehingga mempengaruhi

sifat pati tersebut (Singh et al.,

2007). Walaupun tidak berbeda nyata

secara statistika, namun terjadi

kenaikan kelarutan pada pati

modifikasi tanpa penambahan reagen

STPP atau penambahan STPP 0%.

Suasana alkali atau suasana sangat

basa akan mempengaruhi sifat

struktur dan fisik pati pada larutan.

Suasana basa dapat mempercepat

proses degradasi pati (Wang and

Zopf, 1989 dikutip Han and Lim,

2003). Penggunaan NaOH dapat

membuka atau memutus rantai

amilopektin, dan pada konsentrasi

yang tinggi (1 atau 2 M) dapat

memutuskan ikatan hidrogen dalam

molekul pati dan meningkatkan

kelarutan pada pati (Bennow, Bay-

Smith, and Bauer, 2001 dikutip Han

and Lim, 2003). Octari et al. (2016)

menambahkan bahwa penurunan

berat molekul dari rantai pati

menyebabkan proses amilosa melarut

lebih cepat karena sifat hidrofiliknya

meningkat. Walaupun secara

statistika penambahan STPP hingga

level konsentrasi 0,1% dan 0,3%

tidak memberikan pengaruh terhadap

kelarutan dan hanya level konsentrasi

0,5% saja yang memberikan

pengaruh, kelarutan pati talas semir

dengan penambahan STPP

mengalami penurunan dibandingkan

dengan pati alami dan pati yang

diberi perlakuan STPP 0% seiring

dengan meningkatnya konsentrasi

STPP yang diberikan. Hasil ini

sesuai dengan penelitian oleh

Retnaningtyas dan Putri (2014)

terhadap pati ubi jalar oranye dan

penelitian Armayuni et al. (2015)

terhadap pati pisang kepok, dimana

kelarutan semakin menurun seiring

dengan meningkatknya level

konsentrasi STPP yang diberikan.

Hasil ini juga diperkuat oleh

Novitasari et al. (2016) berdasarkan

penelitiannya terhadap pati sente dan

didapatkan hasil yang serupa bahwa

semakin naiknya level konsentrasi

STPP menghasilkan kelarutan yang

berkurang dibandingkan dengan pati

alaminya.

Koo et al. (2010) menjelaskan

bahwa ikatan silang pada pati dapat

menghambat kelarutan seiring

dengan meningkatnya derajat ikatan

silang. Reagen cross-linking akan

mensubtitusi dan mengikat antar

molekul pati pada gugus –OH

menghasilkan ikatan hidrogen yang

lebih kokoh pada molekul pati,

sehingga saat dilakukan pemanasan

gugus hidroksil kokoh dan tidak

mudah terputus untuk digantikan

dengan molekul air (leaching

amilosa). Hal ini lah yang

menyebabkan kelarutan pada pati

setelah dilakukan modifikasi cross-

linking menurun. Wongsagonsup et

al. (2014) menambahkan bahwa

ikatan silang yang terbentuk dalam

granula pati menyebabkan struktur

molekul granula menjadi semakin

rapat dan menyebabkan lebih

sulitnya air berpenetrasi masuk serta

lebih sulit bagi amilosa untuk keluar

dari dalam granula sehingga

berpengaruh pula pada penurunan

kelarutan.

3.5 Freeze Thaw Stability (persen

sineresis)

Freeze Thaw Stability

dinyatakan dalam persen (%)

sineresis yaitu persentase jumlah air

yang terpisah setelah pasta diberi

perlakuan penyimpanan pada satu

siklus dengan suhu -15oC. Semakin

tinggi persentase jumlah air yang

terpisah menunjukan bahwa pati

Page 43: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1338

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

tersebut semakin tidak stabil

terhadap penyimpanan suhu beku

(Sunarti et al., 2007).

Tabel 5. Persen Sineresis Pati Talas Semir Alami dan Termodifikasi Cross-

linking

Perlakuan A B C D E

Alami 0% STPP 0,1% STPP 0,3% STPP 0,5% STPP

Sineresis

(%) 45,51 ± 2,31

c 43,07 ± 2,36

c 34,89 ± 3,20

b 29,07 ± 2,14

a 32,23 ± 0,82

ab

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil yang berbeda

menyatakan beda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan penambahan STPP 0%

tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap persen sineresis pati

alaminya, sedangkan perlakuan

penambahan STPP 0,1%, 0,3% dan

0,5% memberikan pengaruh nyata

terhadap persen sineresis pati

alaminya. Berdasarkan hal ini dapat

diketahui bahwa perlakuan basa

(STPP 0%) pada proses modifikasi

cross-linking tidak berpengaruh

terhadap freeze thaw stability dan

hanya dipengaruhi oleh pemberian

reagen cross-linking. Rentang

konsentrasi yang kecil diduga

menjadi penyebab bahwa persen

sineresis yang didapat antar

perlakuan modifikasi tidak terlalu

berbeda nyata setelah ditambah

reagen cross-linking.

Winarno (2004) menyebutkan

bahwa sineresis disebabkan amilosa

mengalami retrogradasi yaitu

molekul-molekul amilosa berikatan

kembali satu dengan yang lain.

Menurut Damat et al. (2007),

sineresis menunjukan adanya

peningkatan ikatan hidrogen dalam

molekul pati, yaitu amilosa dengan

amilosa, amilosa dengan

amilopektin, serta amilopektin

dengan amilopektin. Nilai sineresis

yang rendah dapat digunakan sebagai

indikator bahwa pati tersebut relatif

stabil pada suhu rendah atau

memiliki freeze thaw stability yang

tinggi. Walaupun tidak berbeda

nyata, perlakuan modifikasi cross-

linking dengan penambahan reagen

STPP yang dilakukan menurunkan

nilai persen sineresis. Hasil ini

sejalan dengan penelitian Aspiyanto

dan Susilowati (2009) bahwa

perlakuan modifikasi cross-linking

dapat meningkatkan freeze thaw

stability atau menurunkan persen

sineresis. Menurut Aini dan Hariyadi

(2007), kehadiran gugus-gugus

fungsi seperti karboksil dan gugus

karbonil akan mengurangi

kecenderungan amilosa dan

amilopektin bergabung atau terjadi

retrogradasi. Lawal (2004)

menambahkan bahwa gugus-gugus

fungsi juga memberikan muatan

yang mengakibatkan terjadinya

tolak-menolak antar molekul agar

retrogradasi lebih sulit terjadi

sehingga sineresis yang terjadi lebih

kecil dan produk menjadi lebih

stabil. Proses cross-linking akan

menyebabkan terjadinya ikatan

silang antara molekul amilosa

dengan amilopektin atau antar

sesamanya yang menyebabkan

molekul-molekul tersebut lebih sulit

untuk bergabung kembali (reasosiasi

kembali) ketika diberikan perlakuan

suhu ekstrim. Kondisi ini

menyebabkan pati menjadi lebih

stabil dan dapat menurunkan nilai

sineresis pada pati modifikasi cross-

Page 44: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1339

linking (Kaur et al., 2006). Hal ini

diperkuat oleh Sunarti et al. (2007),

bahwa semakin rendah nilai sineresis

menunjukan bahwa pati tersebut

semakin stabil terhadap

penyimpanan suhu beku.

Berdasarkan pengujian yang

dilakukan, didapatkan bahwa gel pati

yang terbentuk setelah proses

modifikasi cross-linking tidak

membentuk suatu gel yang kompak.

Hal ini didukung dengan data

kekuatan gel, bahwa kekuatan gel

pati talas semir alami dan talas semir

hasil modifikasi cross-linking

memiliki nilai yang kecil yang

berpengaruh terhadap kekompakan

gel yang dihasilkan. Tidak

kompaknya gel yang terbentuk

menyebabkan terdapat gel-gel pati

yang membentuk suatu lapisan tipis

dan tidak ikut atau sulit terpisah dari

supernatannya.

3.6 Profil Gelatinisasi

Berdasarkan analisis RVA,

terlihat bahwa pati talas semir alami

dan pati talas semir modifikasi cross-

linking tidak memiliki perubahan

profil gelatinisasi secara signifikan.

Berdasarkan klasifikasi tipe kurva

profil gelatinisasi, profil gelatinisasi

pati talas semir alami memiliki profil

gelatinisasi tipe A. Profil gelatinisasi

tipe menunjukan penggelembungan

granula yang tinggi dan diikuti

dengan penurunan viskositas dengan

cepat selama pemasakan (Collado et

al., 2001). Hasil ini sejalan dengan

karakterisasi umbi talas yang

dilakukan oleh Hoover (2001), yang

menunjukan bahwa pati talas

memiliki profil gelatinisasi dengan

profil gelatinisasi tipe A. Hal ini

diperkuat oleh penelitian Srichuwong

et al. (2005) terhadap karakteristik

beberapa pati umbi dan serealia.

Kurva profil gelatinisasinya

menunjukan pola yang sama dengan

penelitian ini yaitu menunjukan

profil gelatinisasi tipe A.

Kurva profil gelatinisasi pati

talas semir hasil modifikasi dengan

beberapa level konsentrasi

menunjukan pola kurva yang sama

dengan pati talas semir alaminya.

Hasil ini sejalan dengan penelitian

oleh Medikasari et al. (2009)

terhadap pati sukun dan Novitasari et

al. (2016) terhadap pati sente yang

meodifikasi pati dengan beberapa

level konsentrasi STPP, bahwa

modifikasi cross-linking mempunyai

efek yang rendah terhadap perubahan

profil gelatinisasi.

Untuk mendapatkan viskositas

yang baik, pati harus memiliki sifat

solubility yang rendah. Nilai

solubility yang rendah menandakan

sedikitnya komponen pati yang dapat

terlarut pada pelarut sehingga

viskositas yang terbentuk meningkat

dan stabil (Octari et al., 2016).

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, didapatkan bahwa nilai

solubility pati talas semir modifikasi

lebih rendah dibandingkan dengan

pati talas semir alaminya. Pati talas

semir termodifikasi dengan

penambahan STPP 0,5%

memberikan nilai solubility yang

paling rendah, sehingga merupakan

pati talas semir modifikasi yang

paling berpotensi untuk dapat

digunakan.

Sifat pengental dan pembentuk

tekstur yang baik harus memiliki

kemampuan ikat air yang tinggi

(Sekartaji, 2016). Oleh karena itu

sifat yang menunjukan daya ikat air

yaitu KPA (Kapasitas Penyerapan

Air) dan juga Freeze Thaw Stability

(Persen sineresis) harus baik.

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, didapatkan bahwa

kapasitas penyerapan air pati talas

Page 45: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1340

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

semir menjadi lebih baik setelah

dimodifikasi dengan metode cross-

linking. Walaupun tidak berbeda

nyata, penambahan konsentrasi STPP

0,5% menghasilkan pati talas semir

dengan nilai KPA paling tinggi.

Pengental yang baik akan dapat

mempertahankan tekstur dan

kenampakan pada produk, sehingga

kemampuan pati dalam mengikat air

saat penyimpanan baik pada suhu

ruang dan suhu dingin harus baik.

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, didapatkan bahwa pati

talas semir yang dimodifikasi secara

cross-linking memiliki kestabilan

pada penyimpanan dingin yang lebih

baik dibandingkan pati talas semir

alaminya yang ditandai dengan lebih

sedikitnya persentase sineresis yang

dialami. Perlakuan penambahan

STPP sebesar 0,3% dan 0,5%

menghasilkan pati talas semir

termodifikasi dengan persen sineresis

terendah, sehingga memiliki

kestabilan pada penyimpanan dingin

yang paling baik dan dapat

diaplikasikan untuk pembentuk

tekstur pada makanan beku.

Berdasarkan pada penelitian

ini, belum terbukti bahwa perlakuan

modifikasi cross-linking pada pati

talas semir dengan konsentrasi STPP

0%; 0,1%; 0,3%; dan 0,5% yang

dilakukan dapat menghasilkan pati

dengan kestabilan yang baik terhadap

suhu tinggi dan pengadukan.

Terdapat kenaikan viskositas

breakdown pada level konsentrasi

0%, namun viskositas breakdown

semakin menurun seiring dengan

meningkatnya level konsentrasi

STPP dengan nilai viskositas

breakdown yang masih diatas pati

alaminya pada penggunaan

konsentrasi terbesar. Berbeda dengan

hal tersebut, penelitian Lestari (2011)

terhadap pati bonggol pisang dengan

konsentrasi STPP 0,05-0,2% sudah

menghasilkan pati bonggol pisang

yang sudah memiliki ketahanan

terhadap pemanasan dan pengadukan

yang lebih baik dibandingkan dengan

pati alaminya. Berdasarkan hal

tersebut dapat diketahui bahwa

modifikasi cross-linking dengan

penggunaan reagen yang sama dan

konsentrasi yang sama, belum tentu

menghasilkan hasil yang sama pada

pati dengan sumber yang berbeda.

Hal ini juga menunjukan bahwa

selain faktor luar (jenis reagen,

konsentrasi reagen dan lain-lain),

faktor dalam pada bahan awal seperti

rasio amilosa dan amilopektin yang

berbeda antar komoditi diduga

mempengaruhi hasil pada modifikasi

pati secara cross-linking. Walaupun

perlakukan penambahan konsentrasi

STPP terbesar pada penelitian ini

menghasilkan pati dengan sifat

pengental dan pembentuk tekstur

yang paling mendekati ideal, hasil

penelitian menunjukan bahwa masih

ada kelemahan pada pemberian

konsentrasi tersebut walaupun pada

pati yang berbeda konsentrasi

dibawah 0,5% sudah dapat

memeperbaiki sifat tersebut.

Berdasarkan hal ini, diketahui bahwa

penggunaan STPP dengan

konsentrasi terbesar yang dilakukan

pada penelitian ini belum cukup

untuk menghasilkan pati talas semir

modifikasi dengan tingkat kestabilan

yang lebih baik dibandingkan pati

alaminya, sehingga berpeluang untuk

dilakukan penelitian dengan

penggunaan konsentrasi yang lebih

tinggi, namun penggunaan

konsentrasi STPP yang lebih tinggi

harus diimbangi dengan kontrol

terhadap batas penggunaan dan batas

residu yang diperbolehkan.

Page 46: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1341

IV. KESIMPULAN

1. Modifikasi cross-linking yang

dilakukan berpengaruh nyata

terhadap solubility, freezethaw

stability, viskositas puncak,

viskositas breakdown dan

viskositas setback, namun

modifikasi yang dilakukan tidak

berpengaruh nyata terhadap

kekuatan gel, kapasitas

penyerapan air, swelling volume,

perubahan tipe kurva profil

gelatinisasi, suhu awal

gelatinisasi, dan tidak mengubah

profil gelatinisasi pati talas semir.

2. Perlakuan modifikasi cross-

linking yang dilakukan

meningkatkan kekuatan gel,

kapasitas penyerapan air, suhu

awal gelatinisasi, viskositas

puncak dan viskositas breakdown,

namun menurunkan swelling

volume, solubility, persen

sineresis dan viskositas setback.

3. Pada konsentrasi 0,5% pati talas

semir memiliki sifat fungsional

dan profil gelatinisasi yang lebih

baik dibandingkan perlakuan

konsentrasi lainnya, namun masih

memiliki viskositas breakdown

yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pati talas semir alaminya

yaitu 4431 cP, yang menunjukan

bahwa pati tersebut tidak stabil

pada perlakuan suhu tinggi dan

pengadukan.

4. Semua perlakuan modifikasi yang

dilakukan belum dapat digunakan

sebagai pati pengental dan

pembentuk tekstur karena

ketidakstabilannya pada perlakuan

panas dan pengadukan.

DAFTAR PUSTAKA

Aboubakar, Y.N., N. Jintang., J.

Scher., and C.M.F. Mbofung.

2008. Physicochemical,

Thermal Properties and

Microstructure of Six Varieties

of Taro (Colocasia esculenta

L. Schott) Flours and Starches.

Journal of Food Engineering.

86(6): 294-305.

Aini, N. dan P. Hariyadi. 2007. Pasta

Pati Jagung Putih Waxy dan

Non-Waxy yang Dimodifikasi

Secara Oksidasi dan Asetilasi-

Oksdasi. Jurnal Ilmu

Pertanian. 12(2):108-115.

Aini, N. dan P. Hariyadi. 2010.

Gelatinization Properties of

White Maize Starch from

Three Varieties of Corn

Subject to Oxidized and

Acetylated-Oxidized

Modification. International

Food Research Journal. 17:

961-968.

Armayuni, P.H., P.T. Ina. dan A.A.I.

Wiadnyani. 2015. Karakteristik

Pati Pisang Kepok (Musa

paradisiaca var. formatipyca)

Termodifikasi Dengan Metode

Ikatan Silang Menggunakan

Sodium Tripolyphosphate

(STPP). Fakultas Teknologi

Pertanian. Universitas

Udayana. Bali.

Aspiyanto dan A. Susilowati. 2005.

Pengaruh Rasio Pati dan Air

Serta Konsentrasi Na3PO4

dalam Pembuatan Pati Jagung

(Zea mays L.) Termodifikasi

Cross-linking dan Aplikasinya

Pada Selai Tempe. Pusat

Penelitian Kimia. LIPI.

Baah, F.D. 2009. Characterization of

Water Yam (Dioscorea alata)

for Existing and Potential

Food Products. (Disertasi).

Kwame Nkrumah. University

of Science and Technology.

Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Sumedang.

Page 47: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1342

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

2013. Profil Daerah Kabupaten

Sumedang Tahun 2013.

Sumedang.

Chung, H.J., K.S. Woo. and S.T.

Lim. 2004. Glass Transition

and Enthalpy Relaxation of

Cross-Linked Corn Starches.

Carbohidrate Polymers. 55: 9-

15.

Collado, L.S. and H. Corke. 1999.

Heat Moisture Treatment

Effect on Sweet Potato

Starches Differing in Amylosa

Content. J. Food Chem. 65:

339-346.

Collado, L.S., L.B. Mabesa., C.G.

Oates., and H. Corke. 2001.

Bihon-type Noodles from

Heat-moisture Treated Sweet

Potato Starch. J. Food Sci. 66:

604-609.

Damat, H., Y. Marsono., dan M.

Nurcahyanto. 2007. Efektivitas

Lama Reaksi Sintesis Pati

Garut Butirat. Jurnal Agritek.

15:1009-1013.

Gunaratne, A. and H. Corke. 2007.

Functional Properties of

Hydroxypropylated, Cross-

Linked, and

Hydroxypropylated Cross-

Linked Tuber and Root

Starches. Cereal Chem.

84(1):30-37.

Han J. and S. Lim. 2003. Structural

Changes in Corn Starches

During Alkaline Dissolution by

Vortexing. Carbohydrate

Polymers. 55.

Herlina. 2010. Karakterisasi Sifat

Fisik, Kimia dan Fungsional

Bahan Pati Umbi Gembili

(Dioscorea esculenta L.)

Termodifikasi Secara Ikatan

Silang dengan Natrium

Tripolifosfat. Jurnal Agrotek.

4(1): 60-67.

Hirsch, J.B. and J.L. Kokini. 2002.

Understanding the Mechanism

of Cross-Linking Agents

(POCl3, STMP, and EPI)

Through Swelling Behavior

and Pasting Properties of

Cross-Linked Waxy Maize

Starches. Cereal Chem. 79(1):

102-107.

Hoover, R., and F. Sosulski. 1986.

Effect of Cross Linking on

Functional Properties of

Legume. Starches/Starke. 38:

149-155.

Hoover, R. 2001. Composition,

Molecular Structure, and

Physicochemical Properties of

Tuber and Root Starches: a

Review Department of

Biochemistry, Memorial

University of Newfoundland:

Canada. Carbohydrate

Polymers. 76(20): 193–199.

Hung, P.V. and N. Morita. 2005.

Physicochemical Properties of

Hydroxypropilated and Cross-

linked Starches from A-type

and B-type Wheat Starch

Granules. Carbohydrate

Polymers. 59: 239-246.

Kadan, R.S., R.J. Bryant., and A.B.

Pepperman. 2003. Functional

Properties of Extruded Rice

Flours. J. Food Science.

68(5):1669-1672.

Karmakar, R., D.K. Ban., and U.

Ghosh. 2013. Comparative

Study of Native and Modified

Starches Isolated from

Conventional and Non-

Conventional Sources.

International Food Research

Journal. 21(2): 597-602.

Kaur, L., J. Singh., and N. Singh.

2006. Effect of Cross-linking

of Some Properties of Potato

Page 48: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1343

Starches. Journal of Science of

Food and Technology. Sci

Food Agric. 86:1945-1954.

Kaur, M., P. Kaushal., and K.S.

Sandhu. 2013. Studies on

Physicochemical and Pasting

Properties of Taro (Colocasia

esculenta L.) Flour in

Comparison with Cereal, Tuber

and Legume Flour. Journal of

Food Science.

Koo, S. H., K.Y. Lee., and H.G. Lee.

2010. Effect of cross-linking

on the physicochemical and

physiological properties of

corn starch. Food

Hydrocolloids. 24: 619-625.

Koswara. 2009. Teknologi

Modifikasi Pati. e-book

pangan.com

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan

Komponen Makro. Dian

Rakyat. Jakarta.

Lawal, O.S. 2004. Composition,

Physicochemical Properties

and Retrogradation

Characteristics of Native,

Oxidised, Asetilated Acid-

Thinned New Cocoyam

(Xanthosoma Sagittifolium).

Starch Food Chemistry. 87:

205-218.

Lawal, O.S., M.D. Lechner., and

W.M. Kulicke. 2008. Single

and Multi-Step

Carboxymethylation of Water

Yam (Dioscorea alata) Starch:

Synthesis and Characterization.

International Journal of

Biological Macromolecules.

42: 429-435.

Lestari, P.G. 2011. Mempelajari Sifat

Fisik, Kimia dan Fisikokimia

Pati Bonggol Pisang Varietas

Batu (Musa brachycarp)

Termodifikasi Cross-link.

(Skripsi). Fakultas Teknologi

Industri Pertanian. Universitas

Padjadjaran.

Lim, S. and P.A. Seib. 1993.

Preparation and Pasting

Properties of Wheat and Corn

Starch Phospates. Cereal

Chem. 70(2): 137-144.

Mao Gui-Jie. 2006. Crosslinking of

Corn Starch with Sodium

Rimetaphosphate in Solid State

by Microwave Irradition:

Journal of Applied Polymer

Science.

Martina, A., J. Natamihardja., dan

J.R. Witono. 2015. Substitusi

Pati dalam Pembuatan Bakso

dengan Pati Singkong

Termodifikasi (Secara

Fosforilasi). University

Research Colloqium 2015.

ISSN 2407-9189.

Medikasari., S. Nurdjanah., N.

Yuliana dan N. Lintang. 2009.

Sifat Amilografi Pasta Pati

Sukun. Jurnal Teknologi

Industri dan Hasil Pertanian.

14(2):173-177.

Miyazaki, M., P.V. Hung., T.

Maeda., and N. Morita. 2006.

Recent Advances in

Application of Modified

Starches for Breadmaking.

Food Science and Technology.

17. 591-599.

Moorthy, S. 2002. Tuber crop starch.

Tech Bulletin No. 18 CTCRI,

Trivandrum. Carbohydrate

Polymers. 18: 169-173.

Munarso, S.J., D. Muchtadi., D.

Fardiaz., dan R. Syarief. 2004.

Perubahan Sifat Fisikokimia

dan Fungsional Tepung Beras

Akibat Proses Modifikasi Ikat-

Silang. Jurnal Pascapanen.

1(1):22-28.

Novitasari, S., I.W.R. Widarta dan

I.S. Wiadnyani. 2016.

Page 49: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

1344

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

Pengaruh Penambahan Sodium

Tripolyphosphate (STPP)

Terhadap Karakteristik Pati

Sente (Alocasia macrorrhiza

(L.) Schott) yang Dimodifikasi

Dengan Metode Cross-linking.

Fakultas Teknologi Pertanian.

Universitas Udayana. Bali.

Octari, T., A.P. Putri., dan A. Gadri.

2016. Pembuatan Pati Ganyong

(Canna indica L.) Modifikasi

dengan Metode Hidrolisis

Asam. Prosiding Farmasi.

2(2): 737-742. ISSN: 2460-

6472.

Sit, N., S. Misra., and S.C. Deka.

2013. Physicochemical,

Functional, Textural, and

Colour Characteristics of

Starch Isolated from Four Taro

Cultivars of North-East India.

Starch/Starke. 65: 1011-1021.

Passauer, L., H. Bender., and S.

Fischer. 2010. Synthesis and

Characterisation of Starch

Phosphate. Carbohydrate

Polym. 82:809-814.

Patriadi, A. 2015. Ikat Silang Pati

Sagu Dengan Gluten Untuk

Meningkatkan Data

Mengembang Sagu Sebagai

Bahan Utama Adonan.

(Skripsi). Fakultas Teknologi

Pertanian. Institusi Pertanian

Bogor. Bogor.

Rakhmawati, P., D.O. Risa dan H.

Santosa. 2014. Pengaruh

Variabel Operasi pada Proses

Modifikasi Pati Garut dengan

Metode Cross Linking

Pengganti Tepung Terigu

Sebagai Bahan Baku pada

Industri Bakery. Jurnal Teknik.

35(1).

Retnaningtyas, D.A. dan W.D.R.

Putri. 2014. Karakterisasi Sifat

Fisikokimia Pati Ubi Jalar

Oranye Hasil Modifikasi

Perlakuan STPP (Lama

Perendaman dan Konsentrasi).

Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian. FTP Universitas

Brawijaya. Malang.

Romengga, J., I.T. Tendja., D.

Retno., Muntamah., and Z.

Ahmad. 2011. Sintesis Pati

Sagu Ikatan Silang Fosfat

Berderajat Substitusi Fosfat

Tinggi Dalam Suasana Asam.

Jurnal Teknologi dan Indostri

Pangan. 22(2).

Santoso, B., F. Pratama., B.

Hamzah., dan R. Pambayun.

2015. Karakteristik Fisik dan

Kimia Pati Ganyong dan

Gadung Termodifikasi Metode

Ikatan Silang. Fakultas

Pertanian. Universitas

Sriwijaya. Sumatra Selatan.

Singh, J., L. Kaur., and O.J. Mc

Carthy. 2007. Factors

influencing the Physico-

chemical, Morphological,

Thermal, and Rheological

Properties of Some Chemically

Modified Starches for Food

Apllications. Massey

University: New Zealand.

Food Hydrocolloids. 21(7): 1–

22.

Suhery, W.N., D. Anggraini., dan N.

Endri. 2015. Pembuatan dan

Evaluasi Pati Talas (Colocasia

esculenta Schott)

Termodifikasi dengan Bakteri

Asam Laktat (Lactobacillus

sp). Jurnal Sains Farmasi dan

Klinis. 1(2).

Sunarti, T.C., N. Richana., F.

Kasim., Purwoko dan A.

Budiyanto. 2007. Karakterisasi

Sifat Fisiko Kimia Tepung dan

Pati Jagung Varietas Unggul

Nasional dan Sifat

Page 50: KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN KIMIA ... - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/08/buku-3_Part3.pdf · mengubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”

1345

Penerimaannya terhadap

Enzim dan Asam. Departemen

Teknologi Industri Pertanian.

Fakultas Teknologi Pertanian.

IPB Bogor.

Srichuwong, S., T.C. Sunarti., T. Mis

Hima., N. Isono., and M.

Hisamatsu. 2005. Starches

from Different Botanical

Sources II: Contribution of

Starch Structure to Swelling

and Pasting Properties.

Carbohydrate Poly. 62: 25-34.

Waliszewski, K.N., M.A. Aparicio.,

L.A.B. Perez., dan J.A.

Monroy. 2003. Changes of

banana starch by chemical and

physical modification. Journal

of Carbohydrate Polimer. 52:

237-242.

Wattanachant, S., K. Muhammad.,

D.M. Hashim., and R.A.

Rahman. 2003. Effect of

Crosslinking Reagents and

Hydroxypropylation Levels on

Dual-Modified Sago Starch

Properties. Journal of Food

Chemistry. 80: 463-471.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan

dan Gizi. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Wongsagonsup, R., P. Thamonwan.,

J. Suparat., C. Weerawut., F.

Asira., V. Siyavit., D. Omsak.,

and S. Manop. 2014. Effect of

Cross-linking on

Physicochemical Properties of

Tapioca Starch and Its

Application in Soup Product.

Carbohydrate Polymers. 101:

656-665.

Wurzburg, O.B. 1995. Modified

Starch. In Food

Polysaccharides and Their

Application. (edt. by Stephen).

New York: Marcel Decker Inc.

Yammin F.F., M. Lee., L.M. Pollak.,

and P.J. White. 1999. Thermal

Properties of Starch in Corn

Varians Isolated After

Chemical Mutagenesis Of

Inbred Line 873. Cereal

Chemistry. 76: 175-181.