human papillomavirus pada kavitas rongga mulut anak

17
Human papillomavirus pada kavitas rongga mulut anak-anak Tujuan: Tujuan dari tinjauan literature ini adalah untuk mengidentifikasi penelitian yang dilakukan pada infeksi Human papillomavirus rongga mulut pada anak-anak. Metode: Pencarian basis data elektronik dilakukan menggunakan istilah “oral HPV” dan “anak-anak”. Peneltiian pada prevalensi HPV oral pada anak-anak diseluruh dunia, penelitian deskriptif, laporan kasus, penelitian yang berhubungan dengan HPV oral dan faktor resiko dan penularan HPV juga diikutsertakan. Kesimpulan: Adanya HPV pada mukosa rongga mulut anak-anak harus diteliti berdasarkan berbagai pentuk penularan dan kemungkinan kekerasan seksual dihilangkan, dan juga kemungkinan hubungannya dengan patogenesa karsinoma rongga mulut pada anak-anak. Pendahuluan Human papillomavirus merupakan virus DNA kecil (non- enveloped) keluarga Papillomaviridae. Sampai saat ini lebih dari 100 tipe Human Papillomavirus (HPV) telah diidentifikasi. Dalam kavitas rongga mulut, 24 tipe berhubungan dengan lesi jinak (HPV tipe-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 13, 16, 18, 30, 31, 32, 33, 35, 45, 52, 55,

Upload: andykayayansetiawan

Post on 09-Aug-2015

83 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

oral medicine

TRANSCRIPT

Human papillomavirus pada kavitas rongga mulut anak-anak

Tujuan: Tujuan dari tinjauan literature ini adalah untuk mengidentifikasi penelitian

yang dilakukan pada infeksi Human papillomavirus rongga mulut pada anak-anak.

Metode: Pencarian basis data elektronik dilakukan menggunakan istilah “oral HPV”

dan “anak-anak”. Peneltiian pada prevalensi HPV oral pada anak-anak diseluruh

dunia, penelitian deskriptif, laporan kasus, penelitian yang berhubungan dengan HPV

oral dan faktor resiko dan penularan HPV juga diikutsertakan.

Kesimpulan: Adanya HPV pada mukosa rongga mulut anak-anak harus diteliti

berdasarkan berbagai pentuk penularan dan kemungkinan kekerasan seksual

dihilangkan, dan juga kemungkinan hubungannya dengan patogenesa karsinoma

rongga mulut pada anak-anak.

Pendahuluan

Human papillomavirus merupakan virus DNA kecil (non-enveloped) keluarga

Papillomaviridae. Sampai saat ini lebih dari 100 tipe Human Papillomavirus (HPV)

telah diidentifikasi. Dalam kavitas rongga mulut, 24 tipe berhubungan dengan lesi

jinak (HPV tipe-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 13, 16, 18, 30, 31, 32, 33, 35, 45, 52, 55, 57,

59, 69, 72, dan 73) dan 12 tipe (HPV tipe-2, 3, 6, 11, 13, 16, 18, 31, 33, 35, 52, dan

57) dengan lesi ganas. Diantara yang patologis berhubungan dengan HPV pada

kavitas rongga mulut, kita dapat menyebutkan squamous papilloma. Condyloma

acuminatum, dan focal epithelial hyperplasia. Selain itu, HVP telah diidentifikasi dan

berhubungan dengan lichen planus, pemphigus vulgaris, oral squamous cell

carcinoma dan verrucous carcinoma. Infeksi HVP oral pada anak-anak sehat juga

telah dijelaskan pada prevalensi yang bervariasi dari 12,3% sampai 48,1%.

Beberapa penelitian telah mengidentifikasi adanya DNA HPV pada anak-

anak, memberikan relevansi untuk penelitian seperti tinjauan literature ini pada HPV

yang berhubungan dengan etiopatogenesa infeksinya dan juga dengan peculiarities

yang berhubungan dengan pasien anak.

Metode

Pada penelitian ini, tinjauan literature HPV rongga mulut pada anak-anak dilakukan.

Kita mencari untuk penelitian pada HPV rongga mulut pada anak-anak diseluruh

dunia dan juga memasukkan penelitian deskriptif, laporan kasus, dan penelitian yang

berhubungan dengan HPV rongga mulut dengan penularannya. Penelitian basis data

elektronik menggunakan istilah “oral HPV” dan “anak-anak” dilakukan. Pencarian

terbatas pada bayi, anak-anak, anak-anak pra sekolah dan anak-anak sekolah atau

remaja.

Tinjauan literature

Genome

Human Papillomavirus merupakan anggota dari gen Papillomavirus yang dimiliki

oleh keluarga Papillomaviridae. Partikel virus dibentuk oleh non-enveloped capsid

icosaedric symmetry, dengan diameter sekitar 55 nm. Bentuknya adalah sirkular,

double-stranded DNA, berukuran dari 7500 sampai 8000 pasang basis, dan dengan

struktur fisik dan organisasi genetik yang telah banyak diketahui. Genomenya dibuat

oleh early gen (E) yang fungsi primernya replikasi episomal dan late gen (L), dimana

mengkodekan protein kapsid virus. Early gen tersebut (E) dibagi menjadi E1 sampai

E7 dan late gen adalah L1 dan L2. E1 dan E2 memodulasi replikasi DNA virus dan

meregulasi ekspresi gen, menghambat transkripsi E6 dan E7.

Human papillomavirus diklasifikasikan menjadi berbagai tipe dan sub-tipe

berdasarkan urutan nukleotida, dan dapat berupa genotip atau serotype. Selain itu,

HPV dapat diklasifikasikan berdasarkan urutan nukleotida gen E6, E7, dan L1.

Klasifikasi juga dapat dibuat berdasarkan hubungan mereka dengan genesis kanker

atau resiko onkogenik, dimana mungkin resiko tinggi/high risk (HR), intermediate

(IR)/sedang, atau resiko rendah/low risk (LR). Dari sudut pandang perubahan sel dan

karsinogenesis, regio E5, E6, dan E7 merupakan yang paling penting.

Early gen E6 dan E7 mempunyai kapasitas untuk tidak mematikan

keratinosit melalui inaktivasi gen penekan pertumbuhan tumor, mencegah evolusi sel

asli untuk apoptosis,. Urutan gen E6 membantu degradasi protein penekan tumor-

p53, sedangkan E7 mengikat pRb.

Bagian E4 membantu pembebasan partikel virus baru, melakukan

destabilisasi filament keratinosit pada epitel squamous. E5 berperan pada modulasi

pembelahan sel, dan mempunyai aktivitas mutagenic dengan menghubungkan

stimulasi mitogenik pada reseptor faktor pertumbuhan. Dan terakhir, pada regio late,

L1 dan L2 mengkodekan protein kapsid HPV. Gen L1 mengkodekan protein kapsid

utama dimana berhubungan dengan peningkatan hingga 80% masa virus sedangkan

L2 mengkodekan protein kapsid yang lebih kecil.

Mekanisme terjadinya infeksi

Papillomavirus menggunakan sel mamalia untuk mengembangkan siklus dan

replikasinya. HPV mempunyai kecenderungan alami untuk menginfeksi sel epitel,

apakah kutan atau pada mukosa, dan menginduksi pembentukan tumor atau

papillomatosis untuk menstimulasi replikasi mereka sendiri. Hal ini penting untuk

dicatat bahwa HPV dapat tetap berhubungan dengan host untuk periode waktu yang

alam, menyebabkan infeksi persisten. Tapi, pengaruhnya tidak serius untuk

orangisme, karena, pada sisi lain, infeksi tetap terlokalisir dan pada sisi lain, sel rusak

yang terinfeksi hilang.

Karena kapasitas HPV untuk menginfeksi epitel mukosa dan sel kutan

susunan berlapis jaringan epitel dan untuk menghasilkan virus bila sel tersebut

berdiferensiasi, siklus replikasinya dikenal sebagai differentiation-dependant viral

cycle. Infeksi HPV awal terjadi pada tanduk epitel atau sel basal, atau pada sel

dimana membelah sementara, terletak pada lapisan epitel berlapis bawah. Karena sel

epitel yang lebih dalam membelah, mereka bermigrasi dari lapisan basal dan

berdiferensiasi secara bertahap.

Infeksi human papillomavirus dimulai bila partikel virus berpenetrasi ke

dalam sel basal dan sel yang tidak berdiferensiasi dan pada bagian epitel. Pada sel

basal dan suprabasal, DNA virus mengalami replikasi standar dan hanya early gen

yang mengkodekan. Multiplikasi DNA luas dan transkripsi semua gen virus, selain

untuk pembentukan kapsid, terjadi pada lapisan suprabasal dan kapsid disusun pada

lapisan yang paling superficial. Virus secara eksklusfi direplikasi pada nukleus sel

yang terinfeksi. Tapi, manifestasi patologis berhubungan dengan HPV tidak terbatas

pada tempat dimana infeksi dimulai.

Seperti pada semua virus lain dari keluarga ini, bila gen papilloma adalah

pada nucleus sel host, hal ini tetap pada bentuk episomal dan menghubungkan dirinya

sendiri dengan histone selular, sama dengan apa yang terjadi pada nukleosom

kromatin, membentuk struktur mikrosomal. HPV-DNA episomal yang ditemukan

pada inti sel pada lesi jinak disebabkan oleh HPV. Tapi, pada dysplasia parah dan

kanker, HPV-DNA pada umumnya terintegrasi dengan rupture atau inaktivasi bagian

E1 dan E2 menyebabkan deregulasi E6 dan E7.

Prevalensi sub-tipe HPV pada kavitas rongga mulut pasien anak

Prevalensi HPV pada anak-anak sehat bervariasi dari 12,3% hingga 48,1%, dan ini

penting untuk dicatat bahwa tipe resiko tinggi jelas menyebabkan hasil yang lebih.

Rice dkk., pada penelitian 138 anak-anak, menemukan HPV-16 pada kavitas rongga

mulut 51,7% kelompok sampel. Pada penelitian lain dengan 77 anak-anak Jepang,

prevalensi HPV-16 pada kavitas rongga mulut adalah 29,7% sedangkan dengan tipe

lain seperti 1, 2 dan 75 adalah 16,2%. Ini terlihat bahwa anak-anak dengan gangguan

imun, seperti seseorang yang terinfeksi HIV, adalah lebih rentan terhadap infeksi

HPV; tapi, penelitian prevalensinya pada anak-anak tersebut masih sedikit. Pada

tahun 2003, jeftha dkk., menunjukkan, pada penelitian 55 anak-anak yang terinfeksi

HIV, bahwa 3,6% anak-anak tersebut mengalami koinfeksi dengan HPV.

Manifestasi rongga mulut klinis

Berbagai tipe HPV menyebabkan lesi dengan pertumbuhan terbatas dan penurunan

secara spontan dengan frekuensi, seperti kutil pada umumnya dan kutil pada

genital/kelamin atau condyloma. Manifestasi rongga mulut klinis infeksi HPV adalah

sebagai berikut: papilloma, condyloma acuminatum, kutil, focal epithelial

hyperplasia, dan kemungkinan perannya dalam karsinogenesis oral squamous cell

carcinoma. Temuan histopatologi paling umum (marker biologis) berhubungan

dengan adanya HPV seperti berikut: koilocytosis, dyskeratosis, papillomatosis,

hyperkeratosis, dan prominent keratohyalin granule.

Lesi rongga mulut yang berhubungan dengan HPV pada anak-anak adalah

tidak umum - beberapa penulis percaya bahwa adanya keadaan seperti condyloma

acuminatum berhubungan dengan kekerasan seksual.

Babich dkk., melaporkan kasus anak laki-laki usia 4 tahun yang memiliki

lesi pedikel pada bibir atas dengan aspek seperti bunga kol. Setelah eksisi bedah dan

pemeriksaan histopatologi, keadaan ini didiagnosa sebagai condyloma acuminatum.

Pada kasus yang sama, hibridisasi in situ dilakukan, menghasilkan positif tipe 6 dan

11. Sebuah penelitian untuk meneliti temuan histopatologi oral condyloma pada anak-

anak dengan ibu mereka, yang juga memiliki lesi condylomatous, dilakukan pada

sembilan anak-anak dengan diagnosa lesi condyloma acuminatum sebelumnya. Hasil

menunjukkan bahwa lesi tersebut terjadi dengan frekuensi lebih besar pada anak-anak

usia 3 tahun, palatum menjadi tempat yang paling sering terlibat. Diantara 9 ibu,

tujuh memiliki riwayat vulvar dan/atau oral condyloma selama kehamilan. Pada

penelitian yang sama ini, tipe 6, 11, 16, dan 18 HPV-DNA ditemukan, dengan lima

dari sembilan kasus mengalami koinfeksi/infeksi bersama dengan tipe 16 dan 18; satu

kasus dari tipe 6 dan 11 koinfeksi; satu dari 6, 16, dan 18; satu kasus HPV 6 dan satu

kasus tipe 11. Tipe HPV yang ditemukan pada ibu dan anak-anak mereka tidak

sesuai, oleh karena terlihat bahwa penularan virus ini terjadi karena kekerasan

seksual.

Penularan

Jalur penularan utama untuk HPV adalah dengan cara kontak seksual. Penularan

tersebut dapat terjadi setelah hubungan seksual tunggal dengan pasangan yang

terinfeksi. Wanita hamil yang terinfeksi dapat menularkan virus ke bayinya selama

kehamilan mereka atau pada saat melahirkan dan diantara anggota keluarga (orang

tua dan anak-cucu).

Infeksi Human papillomavirus juga dapat terjadi secara perinatal. Bayi baru

lahir lebih mudah terpapar oleh infeksi HPV selama kelahiran, bila mereka melalui

saluran lahir yang terinfeksi. Karena HPV ditemukan pada anak-anak setelah lahir

cesar, cara infeksi perinatal lain harus dipertimbangkan. Bukti ilmiah melalui meta-

analisis menunjukkan bahwa penularan perinatal HPV terjadi dan terdapat resiko

terpaparnya virus yang lebih besar bila bayi yang baru lahir lahir melewati vagina

daripada setelah pembukaan cesar. Dan selain itu kejadian HPV-DNA setelah

kelahiran ini tidak dapat berarti infeksi produktif, ini hanya dapat menunjukkan

kontaminasi oleh sel ibu yang telah terinfeksi. Sebagai contohnya, infeksi

transplacenta atau penularan dengan cairan amniotic harus dipertimbangkan.

Rombaldi dkk., pada tahun 2008 menyatakan tipe spesifik HPV yang diidentifikasi,

dari regio genital ibu, plasenta, dan bayi baru lahir (apakah melalui aspirasi orofaring,

kerokan mulut atau tubuh atau darah arteri) untuk menjelaskan paparan terhadap HPV

dan penularan plasentalnya pada bayi baru lahir pada 12,2% kasus. Sebaliknya,

penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda, dimana menjelaskan kemungkinan

penularan vertical HPV, seperti yang telah dijelaskan oleh Smith dkk., bila ibu yang

terdeteksi HPV positif, resiko penularan pada bayi baru lahir meningkat dengan besar

3,6 (odd ratio (OR)); 95% confidence interval (CI): 0,6-22,0). Pada penelitian lain

oleh Smith dkk., diantara 574 ibu-ibu dan bayi baru lahir mereka, hanya lima yang

positif untuk HPV-DNA pada kavitas rongga mulut, hanya mencakup satu ibu positif

pada sampelnya dari kavitas rongga mulut.

Jalur lain yang mungkin untuk penularan virus telah ditunjukkan dalam

literature yaitu air susu ibu, tanpa mengabaikan keuntungan yang telah diketahui dan

bermanfaat dari menyusui untuk kesehatan anak dan ibu telah dijelaskan diseluruh

dunia. Tapi HPV-DNA ditemukan pada 4,5% dari 223 sampel air susu ibu yang

dikumpulkan 3 hari setelah kelahiran, dan HPV-16 DNA ditemukan menggunakan

polymerase chain reaction (PCR) pada sembilan sampel tersebut. Pada sisi lain,

mengabaikan fakta bahwa payudara digunakan sebagai alat untuk kesenangan seksual

meningkatkan paparan terhadap virus epitheliotropik ini pada regio melalui kontak

oroseksual, mulut, tangan dan genital/kelamin, seperti yang telah dilaporkan bahwa

HPV dapat ditemukan pada jaringan puting payudara dan areola pasien dengan

karsinoma payudara (prevalensi paling banyak adalah tipe 11).

Setelah periode perinatal, mekanisme lain yang telah diketahui untuk infeksi

kavitas rongga mulut HPV mecakup inokulasi sendiri cairan kutan atau genital dan

kekerasan seksual. Beberapa penulis tetap menyatakan bahwa penularan HPV dapat

terjadi melalui alat yang digunakan untuk makan, pakaian dan mainan atau dengan

kontak intim orang dengan orang seperti mencium, walupun ini frekuensinya jarang.

Roman dan Fife (1986) dalam menganalisa adanya HPV-DNA

menggunakan teknik hibridisasi blot pada tujuh puluh mainan anak-anak menemukan

bahwa 4% sampel terkontaminasi dengan HPV, dengan dua menunjukkan DNA

HPV-16 dan satu dengan HPV-6, sehingga menunjukkan bahwa perlunya untuk

penelitian retrospektif pada ibu anak-anak mereka.

Rintala dkk., melakukan penelitian kohort prospektif yang meneliti dinamika

penularan HPV antara orang tua dan bayi. Pengerokan genital dan oral berurutan dari

76 keluarga, mencakup ibu, ayah, dan bayi, dan sampel semen dikumpulkan selama 2

tahun follow-up, dianalisa menggunakan nested PCR, dan dikonfirmasi dengan

hibridisasi dengan 12 tipe HPV resiko tinggi/high-risk (HR) . Profil HPV paling

umum adalah HR HPV pada semua anggota keluarga (29%), diikuti dengan HPV-

positif pasangan ibu-bayi (26%). HPV-positif pasangan ayah-bayi adalah lebih jarang

(11%) dan pada enam (8%) keluarga, hanya bayi dengan positif HR HPV. Prevalensi

genital HR HPV pada orang tua berkisar dari 13 sampai 25% dan bahwa oral HPV

berkisar dari 8 hingga 34% . Pada bayi, HPV-DNA ditemukan pada 15% genital dan

10% sampel oral pada kelahiran, mencapai puncak 18 dan 21%, berturut-turut, pada 6

bulan, dan menurun menjadi 105 pada 24 bulan. HPV persisten pada ibu merupakan

faktor resiko untuk oral HPV pada bayi (OR, 5,69; 95% CI, 1,5-21,3), sedangkan oral

HPV pada ibu pada 6 bulan merupakan faktor resiko untuk genital HR HPV (OR,

6,38; 95% CI, 1,15-35,32). Tidak ada resiko bebas yang dapat berperan terhadap

HPV subklinis pada ayah. HPV servikal maternal persisten dan HPV oral subklinis

mempengaruhi resiko HPV bayi.

Karsinogenesis anak-anak dan HPV

Mekanisme karsinogenesis yang berhubungan dengan adanya HPV adalah masih

kurang jelas. Hal ini dipercaya bahwa terdapat integrasi resiko tinggi HPV (HR-HPV)

dengan DNA host selular, menyebabkan disintegrasi protein E6 dan E7, yang

merupakan protein virus yang betanggung jawab untuk inaktivasi gen penekan tumor

pRb. Tipe virus onkogenik paling umum adalah adalah 16 dan 18, yang dapat atau

tidak dapat menyebabkan jinak atau ganas, neoplasia oral dan genital.

Hubungan antara infeksi HPV dan karsinoma servikal invasif telah

dijelaskan dan secara statistic terbukti. Penelitian menunjukkan bahwa tipe onkogenik

HPV-DNA mempunyai prevalensi 99,7% kasus kanker servikal (uterine cervix).

Di sisi lain, data saat ini menunjukkan kemungkinan hubungan HPV dengan

karsinoma spinoselular mulut, dan hal itu menggambarkan 95% tumor ganas yang

mengenai kavitas rongga mulut. Tinjauan berbagai penelitian HPV-DNA pada

karsinoma spinocellular (CEC), dilakukan oleh Praetorius (1977) menyimpulkan

bahwa mungkin terdapat 0-100% variasi pada prevalensi CEC HPV-DNA, walaupun

mayoritas penelitian menunjukkan rata-rata prevalensi antara 25% dan 75%.

Chow dkk., membuktikan adanya HPV-DNA pada dua pasien muda dengan

karsinoma rongga mulut. Walaupun HR-HPV 16 dan 18 sangat berhubungan dengan

karsinoma servikal pada wanita, hubungannya dengan karsinoma rongga mulut masih

tidak pasti. Di sisi lain, peningkatan prevalensi tipe karsinoma tertentu seperti tonsilar

squamous cell carcinoma, menunjukkan peningkatan yang sama pada perbandingan

kasus HPV-positif. Prevalensi HPV tampak meningkat pada banyak komunitas,

sering terjadi dengan HPV resiko tinggi menyebar sebagai epidemic tiba-tiba pada

wanita muda. Walaupun sejumlah kecil ditunjukkan pada penelitian mereka, Chow

dkk., menyimpulkan bahwa HPV dapat berhubungan dengan karsinogenesis rongga

mulut, khususnya pada individu yang terkena radiasi. Keterlibatan infeksi HPV pada

etiologi oral squamous cell carcinoma dan lesi rongga mulut praganas telah diketahui

dan berhubungan dengan faktor resiko lain sepreti tembakau dan alcohol dalam

konteks multifaktorial. Oleh karena itu, untuk menjelaskan hubungan ini dievaluasi

49 pasien dengan lesi rongga mulut praganas dengan hibridisasi blot Southern,

immunohistokimia dan hibridisasi “in situ” untuk mendeteksi HPV tipe 16. Adanya

tipe virus ini pada verrucous leucoplakia (62,5%), erythoplakia (50,0%) dan

homogenous leucoplakia (45,5%) diantaranya yang paling sering ditemukan. Tapi,

pada semua pasien tersebut, mereka yang mengalami kanker selama periode 4-12

tahun, secara keseluruhan adalah positif untuk HPV tipe 16.

HPV rongga mulut pada anak-anak yang terinfeksi HIV

Kutil rongga mulut berhubungan dengan pengurangan jumlah HIV, menunjukkan

hubungan antara kutil dan perubahan kembali/rekonstitusi imun. Penelitian kontrol

kasus dilakukan untuk meneliti tingkat dan faktor resiko untuk kutil rongga mulut

pada kohort pasien seropositif HIV. Dari tahun 1997-1999, 56 pasien dengan kutil

rongga mulut diidentifikasi pada 2914 pasien seropositif HIV yang mendatangi pusat

kesehatan rongga mulut kota (prevalensi, 2,6%). Insiden kasus kutil rongga mulut

adalah lebih mungkin untuk didiagnosa pada tahun 1999 daripada mereka pada tahun

1997-1998 (P = 0,001).

Terdapat beberapa penelitian pada HPV rongga mulut pada anak-anak yang

terinfeksi HIV. Pada anak-anak, Jeftha menemukan prevalensi 3,6% dan Pinheiro

pada tahun 2009 prevalensi 13,9%. Penelitian lain menemukan prevalensi HPV 3,3%

pada seseorang yang berusia antara 16 dan 30 tahun dan 2,5% pada anak-anak

dibawah usia 1 tahun; sampel dikumpulkan dari kavitas rongga mulut dan orofaring

pada total 1235 anak-anak dan remaja dievaluasi, dimana tipe virus ini ditemukan

dengan PCR.

Kesimpulan

Adanya HPV pada mukosa rongga mulut anak-anak harus diteliti mengenai berbagai

bentuk penularan, mencakup kemungkinan kekerasan seksual dan kemungkinan

hubungannya dengan (patogenesa) kanker rongga mulut.

Pada sisi lain, deteksi HPV-DNA saja pada mukosa rongga mulut pasien

yang diteliti adalah tidak cukup untuk membuktikan hubungannya dengan karsinoma,

karena tingkat tingggi virus ini, meliputi tipe 16 dan 18 onkogenik, juga ditemukan

pada mukosa rongga mulut normal, termasuk pada anak-anak dan remaja.

Adanya HPV pada rongga mulut anak-anak dan remaja masih rendah. Peran

vaksinasi untuk menyusui atau anak-anak yang sangat muda masih tidak jelas; tapi

paling efektif, vaksin perlu diberikan sebelum terpapar virus dan oleh karena itu,

idealnya, sebelum orang muda menjadi aktif secara seksual. Vaksinasi pasien muda

sebelum mulai aktivitas seksualnya dapat dilakukan bila vaksinasi lain diberikan pada

anak-anak, berpotensi meningkatkan jumlah orang yang divaksinasi. Program

vaksinasi HPV harus lebih dijelaskan dan orang harus lebih terorientasi mengenai

pengenalan program macam ini yang tampak diterima karena lebih mampu diterima

dan perlu untuk vaksinasi HPV. Tindakan vaksinasi HPV ini berfokus pada

penurunan tingkat prevalensi infeksi HPV pada generasi selanjutnya dan pada

pendidikan perilaku seksual populasi, untuk melakukan ide bahwa pasti vaksinasi

HPV tidak “mendorong” persetubuhan pada anak muda.