hubungan sanitasi dasar dengan insiden penyakit berbasis lingkungan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN INSIDEN PENYAKITBERBASIS LINGKUNGAN DI PERUMAHAN ADB I DESARANTAU PANYANG TIMUR KECAMATAN MEUREUBO
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh:
RUSNINIM : 07C10104156
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARKABUPATEN ACEH BARAT
MEULABOH2013
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN INSIDEN PENYAKITBERBASIS LINGKUNGAN DI PERUMAHAN ADB I DESARANTAU PANYANG TIMUR KECAMATAN MEUREUBO
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
RUSNINIM : 07C10104156
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARKABUPATEN ACEH BARAT
MEULABOH2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam
lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses
terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Dinkes, 2009).
Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia sehat 2014 untuk
mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan
kedalam empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani
(Depkes RI, 2009). Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan
menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS). Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2007), usaha kesehatan lingkungan merupakan
suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia
agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan optimum bagi
manusia yang hidup didalamnya.
2
Lingkungan permukiman dan perumahan merupakan kebutuhan dasar
manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Hal ini
disebabkan hampir separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga
kualitas rumah akan sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Depkes RI,
2002). Rumah seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa
kebersamaan. Rumah yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang
ekstrim, hujan dan matahari, angin, hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi,
serta polusi dan penyakit (Wicaksono, 2009).
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka paling sedikit
yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah: a). Pendidikan
kesehatan, b). Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi, c). Penyediaan
air minum dan sanitasi dasar, d). Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk
keluarga berencana, e). Imunisasi, dan f). Pengobatan dan pengadaan obat
(Hasanah, 2010).
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan
meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban/wc),
pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah (tempat sampah). Sarana sanitasi
ini merupakan prasarana pendukung untuk melakukan program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) (Azwar, 1999).
Kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan pada manusia, tidak
terlepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan interaktif antara manusia serta
perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit,
juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Sedangkan proses kejadian
3
penyakit satu dengan yang lain masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri.
Dalam hal ini faktor lingkungan memegang peranan sangat penting. Interaksi
manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan
manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal di tubuh host kemudian berpindah ke
manusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini
tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan yang masih
merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia. Untuk mengurangi
masalah kesehatan akibat penyakit-penyakit lingkungan adalah dengan
merencanakan dan melaksanakan suatu manajemen penyakit yang berbasis
wilayah (Depkes RI, 2002).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari 7 miliar penduduk
dunia masih ada sekitar 2,6 miliar orang yang tidak memiliki akses toilet dan
fasilitas sanitasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merangking negara-negara
dengan sanitasi terburuk di dunia dan Indonesia menduduki peringkat ke-3
(Wahyuningsih, 2011)
Di Indonesia terdapat 4 dampak kesehatan besar disebabkan oleh
pengelolaan air dan sanitasi yang buruk yakni diare, tipus, polio dan cacingan.
Hasil survei pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare pada semua usia
di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan terjadi satu-dua kali per tahun
pada anak-anak berusia dibawah lima tahun. (Elok, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Barat tahun 2012 tentang persentase rumah sehat, terdapat 42,091 (25,925%)
rumah tangga dengan jumlah rumah tangga yang diperiksa 25,925 (61,6%) rumah
tangga terdapat 13,307 (31,6) rumah tangga sehat di Kabupaten Aceh Barat.
4
Cakupan sanitasi dasar persediaan air bersih 28,263 (57,9%) Kepala Keluarga
memiliki persediaan air bersih, yang memiliki jamban 12,693 (26,0%), yang
memiliki tempat sampah 4,525 (9,3%), pengelolaan air limbah 2,533 (5,2%).
Penyakit 10 besar dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat, yang pertama penyakit
ISPA 25%, penyakit Hypertensi 22%, Infeksi Kulit (15%), Reumatik (14%),
Common Cold (8%), Diare (7%), Bronchitis dan Disentri masing – masing (3%).
(Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat. 2012).
Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat tahun 2012
Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 4,725 Kepala Keluarga (KK) dengan
jumlah yang diperiksa 1.400 Kepala Keluarga (KK), terdapat persediaan air bersih
1,338 Kepala Keluarga memiliki persediaan air bersih, yang memiliki jamban
1,103, tidak ada yang memiliki tempat sampah dan pengelolaan air limbah.
Dengan keadaan pemukiman serta failitas sanitasi yang masih kurang tersebut,
menyebabkan masih tingginya angka penyakit ISPA dengan jumlah 2.047 kasus
yang menduduki peringkat 1 dalam 10 penyakit terbesar di Wilayah Kerja
Puskesmas Meureubo (Laporan Puskesmas Meureubo. 2012).
Selain sarana sanitasi dasar faktor perilaku juga merupakan faktor yang
sangat penting dalam usaha kesehatan masyarakat. Walaupun sarana sanitasi dasar
tersedia jika tidak didukung oleh perilaku hidup sehat dari masyarakat maka tujuan
pembangunan kesehatan tidak akan tercapai.
Hasil survei awal yang dilakukan penulis di perumahan ADB I Desa
Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat didapati
bahwa jumlah penduduk sebanyak 699 jiwa dengan jumlah kepala keluarga
5
sebanyak 130 KK, semua penduduk memiliki rumah permanen, penduduk
menggunakan air sumur bor sebagai sumber air bersih, umumnya rumah tangga
sudah mempunyai fasilitas WC/jamban, pengelolaan sampah di perumahan ADB I
masih kurang hal ini masih banyak di jumpai sampah rumah tangga yang tidak di
buang pada tempatnya. Sedangkan pembuangan air limbah rumah tangga masih
menggenagi di belakang rumah tangga di karenakan tersumbatnya saluran air yang
ada.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
menetapkan rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimanakah hubungan sanitasi
dasar di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat dengan insiden penyakit berbasis lingkungan?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar di perumahan ADB I Desa
Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dengan
insiden penyakit berbasis lingkungan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan sarana penyediaan air bersih terhadap insiden
penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang
Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui hubungan sarana pembuangan air limbah terhadap insiden
penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang
Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
6
3. Untuk mengetahui hubungan sarana pembuangan kotoran manusia terhadap
insiden penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau
Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
4. Untuk mengetahui hubungan sarana pengelolaan sampah terhadap insiden
penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang
Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Untuk mendapatkan tambahan wawasan tentang hubungan sanitasi dasar
dengan insiden penyakit berbasis lingkungan.
1.4.2 Aplikatif
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat
tentang sanitasi dasar perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat sehingga masyarakat dapat
terhindar dari berbagai penyakit yang mungkin disebabkan oleh lingkungan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah
daerah tentang sanitasi dasar sehingga dapat mendukung tersedianya sarana
sanitasi dasar yang layak bagi masyarakat di perumahan ADB I Desa Rantau
Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
meliputi : penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian
pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor,
pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, higiene
makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara, pengendalian
radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan, perumahan dan pemukiman,
aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, perencanaaan daerah
perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakan –
tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana
alam dan perpindahan penduduk, tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
menjamin lingkungan. (Ghandi, 2010).
2.1.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan
hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap
timbulnya masalah kesehatan masyarakat.
Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah :
8
1. Menurut WHO
a. Penyediaan air minum
b. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran
c. Pembuangan sampah padat
d. Pengendalian vektor
e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
f. Higiene makanan, termasuk higiene susu
g. Pengendalian pencemaran udara
h. Pengendalian radiasi
i. Kesehatan kerja
j. Pengendalian kebisingan
k. Perumahan dan pemukiman
l. Aspek kesling dan transportasi udara
m. Perencanaan daerah dan perkotaan
n. Pencegahan kecelakaan
o. Rekreasi umum dan pariwisata
p. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.
q. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
2. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang
lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :
a. Penyehatan air dan udara
b. Pengamanan Limbah padat/sampah
c. Pengamanan Limbah cair
9
d. Pengamanan limbah gas
e. Pengamanan radiasi
f. Pengamanan kebisingan
g. Pengamanan vektor penyakit
3. Menurut Kepmenkes RI Nomor HK.03.01/160/I/2010, ruang lingkup
kesehatan lingkungan sebagai berikut :
a. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas
b. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat
c. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat
d. Persentase cakupan tempat-tempat umum yang memenuhi syarat
e. Persentase cakupan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat
f. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat
g. Persentase penduduk stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
h. Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak
kesehatan akibat perubahan iklim
i. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan STBM sebesar
100% Kab/Kota
j. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan kota sehat yang
sesuai standart 50%
k. Persentase Kab/Kota Kawasan yang telah melaksanakan
Kab/Kota/Kawasan sehat
Menurut Kusnoputranto ruang lingkup dari kesehatan lingkungan meliputi:
1. Penyediaan air minum.
2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.
10
3. Pengelolaan sampah padat.
4. Pengendalian vektor penyakit.
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.
6. Hygiene makanan.
7. Pengendalian pencemaran udara.
8. Pengendalian radiasi.
9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia
dan biologis.
10. Pengendalian kebisingan.
11. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari
perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.
12. Perencanaan daerah dan perkotaan.
13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat.
14. Pencegahan kecelakaan.
15. Rekreasi umum dan pariwisata.
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi,
bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan
pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan (Kusnoputranto,
2003).
2.2 Penyakit Berbasis Lingkungan
Lingkungan tidak mungkin mampu mendukung jumlah kehidupan yang
tanpa batas dengan segala aktivitasnya. Karena itu, apabila lingkungan sudah tidak
mampu lagi mendukung kehidupan manusia, manusia akan menuai berbagai
11
kesulitan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada
kualitas daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya akan merusak lingkungan
itu sendiri. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan akan berdampak buruk pada
manusia (Anies, 2006).
Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah
lama disadari, seperti dikemukakan Blum dalam Planing for health, development
and applicationof social change theory, bahwa factor lingkungan berperan sangat
besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebaliknya kondisi
kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya berbagai penyakit juga
dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk (Anies, 2006).
Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara
kuman dengan manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal ditubuh host kemudian
berpindah kemanusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan
lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis
lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat
Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat kondisi lingkungan yang buruk
seperti ISPA, diare, DBD, Malaria dan penyakit kulit (Depkes RI, 2002).
2.2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari,
yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah mulai dari hidung sampai
gelembung paru beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang telinga
tengah dan selaput paru (Depkes RI, 2001).
12
ISPA disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia, hemophilhillus
influenza, asap dapur, sirkulasi udara yang tidak baik, tempat berkembang biaknya
disaluran pernapasan, ISPA dapat ditularkan melalui udara yang terkontaminasi
dengan bakteri ketika penderita batuk yang terhirup oleh orang sehat masuk
kesaluran pernafasannya (Depkes RI, 2001).
ISPA dapat dicegah dengan cara menjaga sirkulasi udara dalam rumah
dengan membuka jendela setiap hari, menghindari polusi udara di dalam rumah
seperti asap dapur dan asap rokok, tidak padat penghuni di kamar tidur, menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2001).
2.2.2 Diare
Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali
dalam satu hari. Diare dapat disebabkan oleh bakteri/virus seperti : Rotavirus,
Escherrichia Coli Enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni,
Cryptospondium (Depkes RI, 2001).
Diare karena bakteri Escherrichia Coli (E.Coli) disebabkan oleh bakteri
E.Coli, tempat berkembang biak bakteri ini adalah dalam tinja manusia, cara
penularan melalui makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang
dibawa oleh lalat yang hinggap pada tinja yang dibuang sembarangan, melalui
minum air yang terkontaminasi bakteri E.Coli yang tidak dimasak sampai
mendidih, melalui tangan yang terkontaminasi bakteri E.Coli karena sudah buang
air besar tidak mencuci tangan dengan sabun (Depkes RI, 2001).
Cara pencegahan diare dapat dilakukan antara lain : menutup makanan
agar tidak dihinggapi lalat, tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan
13
dengan sabun sebelum menyiapkan makanan dan setelah buang air besar, mencuci
bahan makanan dengan air bersih, memasak air sampai mendidih dan
menggunakan air bersih yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2001).
2.2.3 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
oleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya
mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke dalam
lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam kelenjar air
liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigit
orang sehat akan menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh
nyamuk sehingga dapat menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI,
2001).
Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di dalam dan di luar rumah
seperti ember, drum, tempayan, tempat penampungan air bersih, vas bunga, kaleng
bekas yang berisi air bersih bak mandi, lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat menampung air (Depkes RI,
2001).
Upaya praktis yang dapat dilakukan dalam pengendalian vector dan
pemberantasan penyakit DBD adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :
1. Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, drum, gantilah air di vas
bunga serta di tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempayan agar
nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak.
3. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti
kaleng bekas, ban bekas, botol bekas.
14
4. Tutuplah lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen.
5. Jangan meletakkan pakaian digantungan di tempat terbuka misalnya di
belakang pintu kamar agar nyamuk tidak hinggap.
6. Untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate ke
dalam genangan air tersebut, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi
hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan bubuk abate, untuk 10
liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate.
7. Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan
anti nyamuk dan memakai kelambu yang diberi intektisida pada saat tidur.
2.2.4 Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa, yang penularannya melalui vector
nyamuk Anopheles spp, dengan gejala demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot,
menggigil, suhu bias mencapai 40ºC terutama pada infeksi Plasmodium
falcifarum. Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi, 2008) :
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah
beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam
atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasi
Plasmodium vivak antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala adalah
pembengkakan limpa atau splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika secara klinik
berat dan dapat menimbulkan berupa malaria cerebral dan fatal. Masa
inkubasi malaria tropika sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal
linu, demam tidak begitu nyata serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.
15
3. Plasmodium ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium
ovale adalah 12 hngga 17 hari, dengan gejala setiap 48 jam, relatif ringan dan
sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria guartana yang
memberikan gejala demam setiap 72 jam, malaria jenis ini umumnya terdapat
pada daerah gunung dataran rendah pada daerah tropic. Biasanya berlangsung
tanpa gejala dan ditemukan secara tidak sengaja namun malaria jenis ini
sering mengalami kekambuhan.
Beberapa faktor ligkungan sangat berperan dalam berkembangbiaknya
nyamuk sebagai vector penular malaria, faktor-faktor tersebut antara lain,
lingkungan fisik seperti suhu udara, suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya
masa inkubasi ekstrinsik yaitu pertumbuhan fase sporogoni dalam perut nyamuk.
Kelembaban udara yang rendah, akan memperpendek umur nyamuk, hujan yang
diselingi panas semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya (Achmadi,
2008).
Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles antara lain : kolam ikan yang
tidak dipakai lagi, bekas galian tanah atau pasir yang terisi air hujan, batang bambu
yang dapat menampung air hujan, kaleng bekas, ban bekas yang dapat menampung
air hujan serta saluran air yang tidak mengalir (Depkes RI, 2001).
Lingkungan biologi juga berperan dalam perkembangbiakan vector
penular malaria, misalnya ada lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang
membuat Anopheles sundaicus merasa nyaman untuk membesarkan anak
keturunannya berupa telur dan larva (Achmadi, 2008).
Penyakit malaria dapat menular dengan cara nyamuk malaria menggigit
dan menghisap darah orang yang sakit malaria, parasit di dalam tubuh manusia
16
masuk ke dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembangbiak dalam tubuh
nyamuk dan menjadi matang dalam waktu 10-14 hari, setelah parasit matang, jika
nyamuk menggigit manusia sehat maka parasit malaria akan masuk ke dalam
tubuh orang yang sehat, maka orang yang sehat akan menjadi sakit (Depkes RI,
2001).
Malaria dapat dicegah dengan membasmi tempat perindukan nyamuk
seperti menyebarkan ikan pemakan jentik, membersihkan semak belukar di sekitar
rumah, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan,
membersihkan tempat air minum burung dan vas bunga secara teratur, menimbun
atau mengalirkan air yang tergenang, membersihkan tambak, empang serta saluran
irigasi dari tumbuhan air (Depkes RI, 2001).
Pencegahan malaria juga dapat dilakukan dengan memasang kasa nyamuk
dan jendela, memasang kelambu yang berinsektisida waktu tidur pada malam hari,
menggunakan anti nyamuk, jangan bergadang pada malam hari serta menutup
seluruh badan jika diluar rumah pada malam hari (Depkes RI, 2001).
2.2.5 Penyakit Kulit
Penyakit kuliat atau sering disebut dengan kudis/scabies/gudik/budukan
yang disebabkan oleh tungau atau sejenis kutu yang sangat kecil (Sarcoptes
Scabies), tempat berkembangbiaknya adalah dilapisan tanduk kulit dan membuat
terowongan dibawah kulit sambil bertelur.
Penularannya dapat melalui kontak langsung dengan penderita dan dapat
pula ditularkan melalui perantara seperti baju, handuk, sprei yang digunakan
penderita kemudian digunakan oleh orang sehat, pencegahan dapat dilakukan
17
dengan menghindar menukar baju, handuk, lingkungan tidak terlalu padat,
menjaga kebersihan lingkungan dan personal hygiene (Depkes RI, 2001).
2.3 Upaya Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimal pula (Soekidjo, 2007).
Adapun tujuan dilakukannya upaya kesehatan lingkungan adalah untuk
menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga
faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko timbulnya
penyakit menular dimasyarakat (Muninjaya, 2004).
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk
menciptakan lingkungan sehat telah dipilih beberapa indikator, yaitu persentase
rumah sehat, persentase keluarga yang memiliki akses air bersih dan air minum,
jamban sehat, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan sampah serta
Tempat-Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TTUPM). Beberapa upaya
untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh
berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan
dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan
(Dinkes Dumai, 2008).
2.4 Perumahan Sehat
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia.
Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan
berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat
18
sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain. Standar arsitektur bangunan
terutama untuk perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan
rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta
fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi
persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Budiman, 2006).
Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential
Environment dari WHO (2004) antara lain :
1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai
tempat istirahat.
2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar
mandi.
3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.
4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh, dan dapat melindungi penghuninya
dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular.
6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang asri.
Sementara itu, kriteria rumah menurut Winslow antara lain :
1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.
Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan didalam pemenuhan
kebutuhan fisiologis yang berkaitan dengan perumahan, diantaranya :
a. Suhu ruangan. Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah.
Suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20ºC. Suhu ruangan ini sangat
dipengaruhi oleh : suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara,
suhu benda-benda yang ada disekitarnya.
19
b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada siang
maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik.
Setiap ruangan diupayakan mendapat sinar matahari terutama dipagi hari.
c. Ventilasi. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan udara tetap segar
(cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus
memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang
dari 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga
udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka.
d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan
jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama didalam satu
rumah atau sekitar 5 m per orang.
2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.
Disamping kebutuhan fisiologis, terdapat kebutuhan psikologis yang harus
dipenuhi dan diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan tersebut,
antara lain :
a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa
keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah
tangga yang sehat.
b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang
tinggal dirumah tersebut.
c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus
memiliki ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.
d. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk
menerima tamu.
20
3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan atau kebakaran.
Ditinjau dari faktor bahaya kecelakaan ataupun kebakaran, rumah yang
sehat dan aman harus dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut.
Adapun kriteria yang harus dipenuhi dari perspektif ini, antara lain :
a. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak
mudah runtuh.
b. Memiliki sarana pencegahan kasus kecelakaan di sumur, kolam dan
tempat-tempat lain terutama untuk anak-anak.
c. Bangunan diupayakan terbuat dari material yang tidak mudah terbakar.
d. Memiliki alat pemadam kebakaran terutama yang menggunakan gas.
e. Lantai tidak boleh licin dan tergenang air.
4. Dapat menghindarkan dari terjadinya penularan penyakit.
Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung
terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, seperti : infeksi saluran
nafas, infeksi pada kulit, infeksi saluran pencernaan, kecelakaan, dan gangguan
mental.
2.5 Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. (Azwar,1999).
Sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan
kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Kualitas
21
lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman
antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, lingkungan kerja antara
perkantoran dan kawasan industri atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus
dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek
Sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran,
taman, publik area, ruang kantor, rumah dan sebagainya.
2.5.1 Penyediaan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama
hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk
dan laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat
diperlukan industrialisasi yang dengan sendirinya akan meningkatkan lagi aktivitas
penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban pengotoran air juga
akan bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya
saat ini sumber air minum dan air bersih semakin langka (Soemirat, 2007).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air
bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih
yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit dimasyarakat. Volume rata-rata
kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan air
tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan
kebiasaan masyarakat.
Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama, manusia
mengunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi
22
pangan, papan dan sandang. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawa
oleh air kepada manusia pada saat memanfaatkannya, maka tujuan utama
penyediaan air minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit
bawaan air. Dengan demikian diharapkan, bahwa semakin banyak liputan
masyarakat dengan air bersih, semakin turun morbiditas penyakit bawaan air ini
(Soemirat, 2007).
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara
langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air
disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Berdasarkan cara
penularannya, mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia
melalui mulut atau sistem pencernaan.
2. Waterwashed mechanism, mekanisme penularan semacam ini berkaitan
dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga
cara penularan, yaitu : (a) infeksi melalui alat pencernaan, (b) infeksi melalui
kulit dan mata dan (c) penularan melalui binatang pengerat.
3. Water-based mechanism, penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini
memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam
tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup didalam air.
4. Water-related insect vector mechanism, agen penyakit ditularkan melalui
gigitan serangga yang berkembang biak didalam air.
Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya
diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya
23
diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai
persyaratan sebagai berikut :
1. Syarat fisik. Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak
berwarna, tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya. Cara mengenal
air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
2. Syarat bakteriologis. Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas
dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui
apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, adalah dengan
memeriksa sampel (contoh) air tersebut.
3. Syarat kimia. Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu
dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat
kimia dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
Penyediaan air bersih, selain kualitasnya, kuantitasnya pun harus
memenuhi standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu
memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Karena air
baku belum tentu memenuhi standart, maka seringkali dilakukan pengolahan air
untuk memenuhi standart air minum (Soemirat, 2007).
Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks,
tergantung dari kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin
tidak diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminasi kuman,
maka desinfeksi saja cukup. Dan apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka
pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi
dan desinfeksi (Soemirat, 2007).
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau. Air minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan
24
segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat
kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan
dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat, 2007).
2.5.2 Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir
dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan
dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni (Budiman, 2007).
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi
kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah
yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feses) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks (Soekidjo, 2007).
Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air,
tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja
tersebut (Soekidjo, 2007).
Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya
pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja
manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya
(Soekidjo, 2007).
Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan
maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya
25
pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu
jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai berikut (Soekidjo, 2007) :
1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-
binatang lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Sederhana desainnya
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah
tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu,
teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan
jamban sehat juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat
pedesaan (Soekidjo, 2007).
Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam
septik tank tinja akan dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas
Carbindioksida dan gas Metan). Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat
dan pengelolaan tinja secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat
diminimalkan (Ricki, 2005).
26
2.5.3 Pengelolaan air limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah
pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air
tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 2003).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air
yang sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain
seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun
volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-
kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor
(tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan
digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau
diolah secara baik (Soekidjo, 2007).
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang
berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri
dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi,
dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses
produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai
27
dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab
itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi
lingkungan menjadi lebih rumit.
3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah :
perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat
ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air
limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak
buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut
antara lain : gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan
terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda (Ricki, 2005).
Pada awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk
menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik
biodegradable serta mengurangi organisme patogen. Namun sejalan dengan
perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini juga terkait dengan
aspek estetika dan lingkungan (Ricki, 2005).
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan
bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan
dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan
untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya
yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang
luas.
Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik
(anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi
28
(aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah
air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam
maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di
dalam air limbah (Ricki, 2005).
Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses
pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment),
pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary
treatment) (Ricki, 2005).
Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan
teknis sebagai berikut:
1. Tidak mencemari sumber air bersih
2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk
3. Tidak menimbulkan bau
4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak
menyenangkan (DepKes RI, 1993).
2.5.4 Pengelolaan Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai
lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu
kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan
sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya (Soekidjo, 2007).
29
Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas
dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2006):
1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun,
pertanian dan lainnya.
2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam
dan lainnya.
3. Sampah yang berupa debu atau abu.
4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah
berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis
berbahaya.
Sampah ini dalam bahasa inggris disebut garbage, yaitu yang mudah
membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya
menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam
pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang berbahaya
karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi
fotosintesa tumbuh-tumbuhan.
Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse.
Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat
bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila
tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti
pembakaran.
Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan
bakar ataupun sampah tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yang beracun,
maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.
30
Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang
karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan
mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara
bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b) berpotensi
menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap
kesehatan ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan
dibuang dengan baik.
Sampah, baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh
berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara
lain adalah:
1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak
penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun
berpacu dengan laju pertambahan penduduk.
2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi
masyarakat, semakin banyak jumlah per kapita sampah yang dibuang.
Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk.
Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia,
peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan
persampahan.
3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun
kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam.
Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular
dan tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain.
Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa pengelolaan sampah perlu didasarkan atas
berbagai pertimbangan, yaitu : untuk mencegah terjadinya penyakit, konservasi
sumber daya alam, mencegah gangguan estetika, memberi intensif untuk daur
ulang atau pemanfaatan, dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan meningkat
(Soemirat, 2006).
31
Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat
melakukan teknik pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat
mulai dari sumber sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik
dari segi kualitas maupun kuantitas dengan meningkatkan pemeliharaan dan
kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi
pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai
secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran
sertanya (Soemirat, 2006).
Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari
produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat
penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan
pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu
baik untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.
2.6 Landasan Teori
Soemirat, 2007 Sarana Penyediaan Air
Bersih Sarana Pengelolaan Sampah
Penyebab penyakit(pederita)
Kuman
Makanan
Soekidjo, 2007 Sarana Pembuangan Air
Limbah Sarana Pembuangan Kotoran
Manusia
Perilaku
OrangSehat
Anies, 2006PenyakitBerbasis
Lingkungan
SanitasiLingkungan
32
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan sarana penyediaan air bersih terhadap insiden penyakit berbasis
lingkungan di perumahan ADB I.
2. Ada hubungan sarana pembuangan air limbah terhadap insiden penyakit
berbasis lingkungan di perumahan ADB I
3. Ada hubungan sarana pembuangan kotoran manusian terhadap insiden
penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I
Ada hubungan sarana pengelolaan sampah terhadap insiden penyakit berbasis
lingkungan di perumahan ADB I
Sarana Penyediaan Air Bersih
Sarana Pembuangan Air Limbah
Sarana Pengelolaan Sampah
Sarana Pembuangan KotoranManusia
Penyakit BerbasisLingkungan
7
7
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif suatu
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adannya (Notoatmodjo,
2005).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perumahan ADB I Desa Ranto Panyang
Timur Kecamatan Meureubo pada tanggal 14 Juni sampai dengan 21 Juni 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah semua penduduk
diperumahan ADB I yang berjumlah 699 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi penelitian yang besarnya
ditentukan dengan memakai rumus Slovin :
n = 1 + (d )Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Penyimpangan terhadap populasi/derajat ketepatan yang diinginkan
(0,1).
34
n = 6991 + 699 (0,1 )n = 87Dari rumus di atas diperoleh sampel minimal yaitu sebanyak 87 orang.
Tehnik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu mengambil sampel yang ada, tersedia dan memenuhi kriteria. Sampel dalam
penelitian ini adalah kepala keluarga di perumahan ADB I.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui pengisian
kuesioner oleh responden yang telah dipersiapkan sebelumnya.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kantor kepala Desa,
puskesmas Meureubo, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dan literatur
kepustakaan.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No. Variabel KeteranganVariabel Independen1. Penyediaan Air
BersihDefinisi Sarana untuk mendapatkan air bersih
yang digunakan untuk memenuhikebutuhan sehari-hari
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur - Baik
- Kurang
Skala ukur Ordinal
35
2. Pembuangan AirLimbah
Definisi Sarana pembuangan air sisa darikegiatan manusia, baik kegiatanrumah tangga maupun kegiatan lain
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
3. PembuanganKotoran Manusia(Jamban)
Definisi Sarana yang digunakan untukpembuangan feses dan urinemerupakan hasil akhir dari prosesyang berlangsung dalam tubuhmanusia
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
4. Pengelolaan Sampah Definisi Sarana pembuangan sesuatu bahanatau benda padat yang sudah tidakdipakai lagi oleh responden
Cara ukur Penyebaran KuesionerAlat ukur KuesionerHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
Variabel Dependen6. Penyakit Berbasis
LingkunganDefinisi Penyakit yang timbul akibat kondisi
lingkungan yang burukCara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
3.6. Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Penyediaan Air Bersih
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 15 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 15 dari total skor
36
3.6.2 Pembuangan Air Limbah
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 6 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 6 dari total skor
3.6.3 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 9 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 9 dari total skor
3.6.4 Pengelolaan Sampah
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 4,5 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 4,5 dari total skor
3.6.5 Penyakit Berbasis Lingkungan
Baik : jika responden mendapatkan nilai > 7,5 dari total skor.
Kurang : jika responden mendapatkan nilai < 7,5 dari total skor
3.7. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut :
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Data hasil
penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan narasi untuk
megevaluasi besarnya proporsi masing-masing faktor yang ditemukan pada sampel
untuk masing-masing variabel yang diteliti.
3.7.1 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan
hipotesis dua variabel. Dalam penelitian ini digunakan uji Chi-Square dengan
Coefficient Contingency untuk menghubungkan variabel terikat dengan variabel
bebas.
37
Analisa data dilakukan dengan pengujian statistik untuk melihat adanya
hubungan antara variable bebas dan variable terikat dalam penelitian. Uji statistik
yang digunakan perangkat lunak komputer..
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Perumahan ADB I Gampong Rantau Payang Timur
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Perumahan ADB I terletak di Gampong Rantau Payang Timur Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai luas 3 ha. Perumahan ADB I
sampai sekarang jumlah penduduk perumahan ADB I sebanyak 699 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 130 KK dengan kepala dusun ADB I adalah
Bapak Irwan Sunardi.
Perumahan ADB I Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
mempunyai jarak 3 Km dari ibu kota kecamatan dan 8 Km dari Ibu kota Kabupaten
Aceh Barat dengan bentuk wilayahnya berbentuk daratan. Secara administrasi
perumahan ADB I yang di batasi oleh:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Lueng Bako
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Jalan Gedung Pramuka
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Jalan
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jalan Alpen
4.1.2 Hasil Penelitian Analisa Univariat
Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner
melalui wawancara yang meliputi umur, penyediaan air bersih, pembuangan air
limbah, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah dan penyakit berbasis
lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
39
Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur di Perumahan ADB I DesaRantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten AcehBarat
No Umur Frekuensi (n) Persentase (%)1. < 41 Tahun 49 56,32. > 41 Tahun 38 43,7
Total 87 100
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut umur
yang terbanyak adalah berumur < 41 tahun yaitu sebanyak 49 responden (56,3%)
dan yang paling sedikit adalah berumur > 41 tahun yaitu 38 responden (43,7%).
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Penyediaan Air Bersih diPerumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur KecamatanMeureubo Kabupaten Aceh Barat
No Penyediaan Air Bersih Frekuensi (n) Persentase (%)1. Baik 74 85,12. Kurang 13 14,9
Total 87 100
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
penyedian air bersih yang terbanyak adalah penyedian air bersih yang baik yaitu
sebanyak 74 responden (85,1%), dan penyedian air bersih kurang yaitu 13
(14,9%).
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pembuangan Air Limbah diPerumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur KecamatanMeureubo Kabupaten Aceh Barat
No Pembuangan Air Limbah Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 52 59,82. Kurang 35 40,2
Total 87 100
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
pembuangan air limbah adalah yang baik yaitu sebanyak 52 responden (59,8%)
40
dan yang kurang sebanyak 35 responden (40,2%).
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pembuangan Kotoran Manusia diPerumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur KecamatanMeureubo Kabupaten Aceh Barat
No Pembuangan Kotoran Manusia Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 65 74,72. Kurang 22 25,3
Total 87 100
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
pembuangan kotoran manusia adalah yang baik yaitu 65 responden (74,7%) dan
yang kurang sebanyak 22 responden (25,3%).
Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Pengelolaan Sampah di PerumahanADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan MeureuboKabupaten Aceh Barat
No Pengelolaan Sampah Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 48 55,22. Kurang 39 44,8
Total 87 100
Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
pengelolaan sampah yang baik adalah sebanyak 48 responden (55,2%) dan yang
kurang adalah 39 responden (44,8%).
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Penyakit Berbasis Masyarakat diPerumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur KecamatanMeureubo Kabupaten Aceh Barat
No Penyakit Berbasis Masyarakat Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 33 37,92. Kurang 54 62,1
Total 87 100
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
41
penyakit berbasis masyarakat yang baik adalah sebanyak 33 responden (37,9%)
dan yang kurang adalah 54 responden (62,1%).
4.2 Analisa Bivariat
4.2.1 Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Penyakit Berbasis
Lingkungan
Tabel 4.7 Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Penyakit BerbasisLingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang TimurKecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
NoPenyediaan Air
Bersih
Penyakit BerbasissLingkungan Total
OR P ValueBaik Kurang
n % n % n %1. Baik 21 28,4 53 71,6 74 100 0,033 0,0012. Kurang 12 92,3 1 7,7 13 100
Jumlah 33 54 87
Dari data tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa variabel penyediaan air bersih,
persentase penyediaan air bersih yang baik yang penyakit berbasis lingkungan
yang baik sebanyak 21 orang (28,4%). Bila dibandingkan dengan responden yang
penyediaan air bersih kurang yang penyakit berbasis lingkungan yang baik
sebanyak 21 orang (92,3%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara penyediaan air bersih dengan penyakit berbasis lingkungan. Dari
hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 0,03 yang artinya
responden yang mempunyai penyediaan air bersih yang baik mempunyai peluang
42
0,033 kali untuk terhindar dari penyakit berbasis lingkungan dibandingkan
responden yang kurang mempunyai penyediaan air bersih.
4.2.2 Hubungan Pembuangan Air Limbah dengan Penyakit Berbasis
Lingkungan
Tabel 4.8 Hubungan Pembuangan Air Limbah dengan Penyakit BerbasisLingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang TimurKecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
NoPembuangan Air
Limbah
Penyakit BerbasisLingkungan Total
OR P ValueBaik Kurang
n % n % n %1. Baik 10 19,2 42 80,8 52 100 0,124 0,0012. Kurang 23 65,7 12 34,3 35 100
Jumlah 33 54 87
Dari data tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa variabel pembuangan air
limbah, persentase pembuangan air limbah baik yang penyakit berbasis masyarakat
baik sebanyak 10 orang (19,2%). Bila dibandingkan dengan pembuangan air
limbah yang penyakit berbasis lingkungan yang kurang sebanyak 23 orang
(65,7%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara pembuangan air limbah dengan penyakit berbasis lingkungan.
Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 0,124 yang
artinya responden yang mempunyai pembuangan air limbah yang baik mempunyai
peluang 0,124 kali untuk terhindar dari penyakit berbasis lingkungan dibandingkan
responden yang kurang mempunyai pembuangan air limbah.
43
4.2.3 Hubungan Pembuangan Kotoran Manusia dengan Penyakit Berbasis
Lingkungan
Tabel 4.9 Hubungan Pembuangan Kotoran Manusia dengan PenyakitBerbasis Lingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau PanyangTimur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
NoPembuangan
Kotoran Manusia
Penyakit BerbasisLingkungan Total
OR P ValueBaik Kurang
n % n % n %1. Baik 15 23,1 50 76,9 65 100 0,067 0,0012. Kurang 18 81,8 4 18,2 22 100
Jumlah 33 54 87
Dari data tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel pembuangan kotoran
manusia, persentase pembuangan kotoran manusia yang baik yang penyakit
berbasis lingkungan yang baik sebanyak 15 orang (23,1%). Bila dibandingkan
dengan responden yang pembuangan kotoran manusia kurang yang penyakit
berbasis lingkungan yang baik sebanyak 18 orang (81,8%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara pembuangan kotoran manusia dengan penyakit berbasis
lingkungan. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar
0,067 yang artinya responden yang mempunyai pembuangan kotoran manusia yang
baik mempunyai peluang 0,067 kali untuk terhindar dari penyakit berbasis
lingkungan dibandingkan responden yang kurang mempunyai pembuangan
kotoran manusia.
44
4.2.4 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan
Tabel 4.10 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Penyakit BerbasisLingkungan di Perumahan ADB I Desa Rantau Panyang TimurKecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
NoPengelolaan
Sampah
Penyakit BerbasisLingkungan Total
OR P ValueBaik Kurang
n % n % n %1. Baik 1 2,1 47 97,9 48 100 0,005 0,0012. Kurang 32 82,1 7 17,9 39 100
Jumlah 33 54 87
Dari data tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa variabel pengelolaan sampah,
persentase pengelolaan sampah baik yang penyakit berbasis masyarakat baik
sebanyak 1 orang (2,1%). Bila dibandingkan dengan pengelolaan sampah yang
penyakit berbasis masyarakat yang kurang sebanyak 32 orang (82,1%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara pengelolaan sampah dengan penyakit berbasis lingkungan. Dari
hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 0,005 yang artinya
responden yang mempunyai pengelolaan sampah yang baik mempunyai peluang
0,005 kali untuk terhindar dari penyakit berbasis lingkungan dibandingkan
responden yang kurang mempunyai pengelolaan sampah.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Penyakit Berbasis
Lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa penyediaan air bersih
memberikan hubungan dengan penyakit berbasis lingkungan. Dengan kata lain ada
45
hubungan antara penyediaan air bersih dengan penyakit berbasis lingkungan di
perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat, masyarakat di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur
Kecamatan Meureubo telah memiliki penyediaan air bersih yang cukup memadai
yang penyediaan air bersih telah memenuhi syarat kesehatan secara fisik yaitu tidak
berbau, tidak berwarna, tidak berasa. Hail ini merupakan suatu hal yang cukup baik
mengigat telah terpenuhinya persyaratan dasar suatu penyehatan penyediaan air
bersih untuk kebutuhan sehari hari serta mengindentifikasi bahwa tingkat kesehatan
dalam penggunaan penyediaan air bersih telah cukup baik, sementara itu masih
ada juga masyarakat yang penyediaan airbersih tidak memenuhi persyaratan
kesehatan yang baik, kualitas air secara fisik yaitu berbau, berasa, dan berwarna.
Apalagi air merupakan sumber dan media yang paling cocok dalam penularan
berbagai macam penyakit.
Menurut Juli Soemirat S, (2007) air mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan. Air merupakan hal yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya
dalam upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfaatannya
(minum masak, mandi, dan lain-lain). Persentase yang meningkat dari penyakit –
penyakit infeksi yang bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan
melalui air yang sudah tercemar. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air yang
bersifat menular, penyakit-penyakit tersebut umumnya diklasifikasikan menurut
berbagai aspek lingkungan yang dapat di intervensi oleh manusia (Sanropie, 2001).
4.3.2 Hubungan Pembuangan Air Limbah dengan Penyakit Berbasis
Lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pembuangan air limbah
46
memberikan hubungan dengan penyakit berbasis lingkungan. Dengan kata lain ada
hubungan antara pembuangan air limbah dengan penyakit berbasis lingkungan di
perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat,
Berdasarkan hasil observasi di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang
Timur Kecamatan Meureubo, air limbah dialirkan kesaluran air limbah yang
tertutup dan terbuka. Saluran yang terbuka sering menimbulkan bau dan aroma
tidak sedap. Selain itu saluran ini mudah tercemar dengan benda lain selain air
limbah, sehingga terjadi penggenangan air yang dapat memunculkan bibit penyakit.
Saluran terbuka ini berada sekitar 10 meter dari jarak terdekat perumahan.
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat
menjadi tempat berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk
ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama
penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar seperti kolera,
tipus abdominalis, disentri dan sebagainya (Kusnoputranto,H, 2003).
4.3.3 Hubungan Pembuangan Kotoran Manusia dengan Penyakit Berbasis
Lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pembuangan kotoran manusia
memberikan hubungan dengan penyakit berbasis lingkungan. Dengan kata lain ada
hubungan antara pembuangan kotoran manusia dengan penyakit berbasis
lingkungan di perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan terjadinya berbagai
47
penyakit diantaranya tipus, kolera, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dan
sebagainya. Kotoran manusia merupakan buangan padat yang selain menimbulkan
bau, mengotori lingkungan, juga merupakan media penularan penyakit pada
masyarakat. Oleh sebab itu perlu sekali menjaga kebersihan jamban dan kamar
mandi, sehinggan tidak terjadi penularan penyakit yang diakibatkan oleh tinja
(Azwar, A, 1999).
4.3.4 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Penyakit Berbasis Lingkungan
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pengelolaan sampah
memberikan hubungan dengan penyakit berbasis lingkungan. Dengan kata lain ada
hubungan antara pengelolaan sampah dengan penyakit berbasis lingkungan di
perumahan ADB I Desa Rantau Panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat,
Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa di perumahan ADB I
Kecamatan Meureubo kurang terdapat sarana pembuangan sampah sementara
maupun akhir, yang ada hanya tempat pengumpulan sampah saja. Tempat
sampahnya berupa keranjang sampah yang disediakan di setiap rumah. Biasanya
dibersihkan oleh masing-masing orang setiap hari. Sampah berserakan dan tumpah
dari tempatnya. Hal ini bisa menyebabkan dan tempat yang baik bagi bibit penyakit
untuk tumbuh dan berkembang biak.
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap baik
jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit, serta
sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebarluasnya suatu penyakit.
Syarat lain yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari
udara, air atau tanah, tidak menimbulka bau (segi estetis), tidak menimbulkan
48
kebakaran dan lain sebagainya (Azwar, A, 1999).
Menurut Kusnoputranto Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar
pembuangan sampah sembarangan dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan masyarakat. pembuangan sampah sembarangan dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga
lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama penyakit-penyakit
yang penularannya melalui air yang tercemar seperti kolera, tipus abdominalis,
disentri dan sebagainya (Kusnoputranto,H, 2003).
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Adanya hubungan antara penyediaan air bersih dengan penyakit berbasis
lingkungan dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α = 0,05.
2. Adanya hubungan antara pembuangan air limbah dengan penyakit berbasis
lingkungan dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α = 0,05.
3. Adanya hubungan antara pembuangan kotoran manusia dengan penyakit
berbasis lingkungan dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α = 0,05
4. Adanya hubungan antara pengelolaan sampah dengan penyakit berbasis
lingkungan dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α-value 0,05
5. Kondisi penyakit berbasis lingkungan di perumahan ADB I Kecamatan
Meureubo yang baik 37,9% dan yang kurang adalah 62,1%
5.2 Saran
1. Diharapkan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat agar
memberikan pembinaan dan penuluhan tentang sarana penyediaan air bersih,
pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusa/jamban keluarga dan
pengelolaan sampah sehingga masyarakat mau mampu menyediakan fasilitas
tersebut dengan cara sendiri-sendiri maupun gotong royong.
2. Diharapkan bagi pihak pukesmas Kecamatan Meureubo agar meningkatkan
pengetahuan dengan memberikan bimbingan, arahan maupun informasi tentang
kesehatan lingkungan umunya dan informasi rumah sehat sehingga terjadi
perubahan hidup masyarakat ke arah yang sesuai dengan kesehatan.
3. Diharapkan bagi masyarakat di perumahan ADB I agar tetap memelihara
kebersihan lingkungan agar terhindar dari berbagai penyakit yang berbasis
lingkungan
50
50
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul, 1999. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara SumberWidya. Jakarta.
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit BukuKedokteran. Jakarta.
Depkes RI. 1990. Permenkes No. 416/Menkes/SK/VIII/1990 tentangPemantauan Kualitas Air Minum, Air Bersih, Air Kolam Renang dan AirPemandian Umum. Jakarta.
___________. 1993, Persyaratan Kesehatan Tempat-Tempat Umum, DirektoratJendral PPM & PLP, Jakarta.
___________. 2000. Prinsip-prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan, Jakarta
___________. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, DirektoratJenderal PPM & PL, Jakarta.
___________. 2005. Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009.Jakarta.
Hadi, Sudharto P, 2000, Manusia dan lingkungan. Semarang : Badan penerbitUniversitas Diponegoro.
Hernowo B., 2007, Kiat Kerja Sanitasi di Lingkungan Kumuh. Bappenas. Jakarta.
Kusnnoputranto, H., 2003. Kesehatan lingkungan. Fakultas kesehatanMasyarakat. Universitas Indonesia. Jakarta
Notoadmodjo S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. .Jakarta.
____________. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Rineka Cipta.Jakarta.
____________. 2003. Ilmu Kesehatan Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta
Sastra M Suparno, Endi Marlina. 2005. Perencanaan dan PengembanganPerumahan. : Andi. Yogyakarta.
Slamet, Juli Soemirat. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta.
51
Sanropie, Djasio, 2001, Penyedian Air Bersih, Depkes RI.
Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta.
Wardhana, Wisnu Arya, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta
Wicaksono, A. 2009. Menciptakan Rumah Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta.