hubungan pola makan, sosial ekonomi, antenatal care dan karakteristik ibu hamil dengan kasus...

Upload: muzdatul-khairiah

Post on 14-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bcmzbbb

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANI.1.Latar BelakangEndometriosis adalah susukan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip-endometrium (endometrium-like tissue) yang tumbuh disisi luar kavum uterus dan memicu reaksi peradangan menahun dan digolongkan berdasarkan perkembangan kelenjar dan stroma endometriosis pada tempat yang berbeda dari uteri endometrium. Terdapat perbedaan molekuler yang bermakna secara fisiologis antara jaringan endometrium eutopik dan endometriosis (endometrium ektopik). Ini didasarkan pada hal-hal berikut : (1) bukti aktivitas seluler di dalam lesi tersebut, (2) progresivitas (memberatnya), seperti pembentukan perlekatan, (3) kemampuannya mengganggu proses fisiologis normal, dan (4) kemampuannya membentuk massa invasif yang besar.( Jacoeb T.Z, 2009) Endometriosis merupakan penyakit progresif ginekologik yang sering ditemukan. Namun demikian prevalens dan insidens (angka kejadian) yang sesungguhnya di populasi umum tidak diketahui, sangat beragam dan bergantung pada banyak faktor.Akibatnya gambaran yang diperoleh tidak mewakili frekuensi penyakit di populasi umum, karenadiagnosis pastinya membutuhkan pemeriksaan laparoskopik.(Jacoeb T.Z, 2009) Kebanyakan para ahli sepakat bahwa nyeri pelvik, nyeri haid maupun infertilitas erat kaitannya dengan endometriosis. Sebanyak 20-60% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Pada infertilitas primer kejadiannya sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder sebanyak 15%. Pada wanita dengan infertilitas yang disertai dengan nyeri pelvik/nyeri haid dijumpai endometriosis sebanyak 80%. (Baziad A, 2008) Ketika diagnosis dibuat biasanya penderita berusia reproduksi (25-29 tahun). Angka kejadian maksimum adalah selama usia 30-40 tahun. Diagnosis umumnya agak terlambat ditegakkan pada mereka yang datang dengan keluhan infertilitas dibanding nyeri. ( Jacoeb T.Z, 2009, Speroff L, 2008)

Mekanisme pasti tentang perkembangan endometriosis belum seluruhnya diketahui. Teori regurgitasi darah haid (hipotesis Sampson) merupakan penyebab tersering dari endometriosis. Saat ini diketahui pula bahwa faktor genetika dan imunobiologi berperan dalam kejadian endometriosis. Faktor imunobiologi menjelaskan bagaimana sel endometrium ektopik mamputumbuh hingga menyebabkan endometriosis, faktor ini dihubungkan dengan hipotesis Sampson tentang menstruasi retrograde yang menyebabkan tertanamnya jaringan endometriotik diluar kavum uteri. Ketahanan hidup jaringan endometrium ektopik dipengaruhi oleh peran penting apoptosis dan pasokan darah yang luas di dalam dan di sekitar jaringan endometriosis. Penurunan apoptosis menguntungkan ketahanan hidup endometriosis.Apoptosis spontan sangat dipengaruhi oleh luasnya angiogenesis; artinya angiogenesis berperan menghambat apoptosis.( Jacoeb T.Z, 2009)Angiogenesis selain berperan pada timbulnya endometriosis juga berperan pada implantasi, remodeling jaringan dan pada proses metastasis. (Baziad A, 2008) Angiogenesis dianggap sebagai proses yang sangat penting dalam patogenesis endometriosis dan diperlukan untuk pembentukan, perkembangan dan pemeliharaan lesi-lesi endometriosis untuk propagasi mereka selanjutnya. (Donnes J, 1998). Dengan adanya proses angiogenesis pada endometriosis menyebabkan pertumbuhan endometriosis disebut sebagai proses yang mirip pertumbuhan tumor dan kanker.Banyak faktor yang berperan memicu angiogenesis salah satunya adalah Matriks Metaloproteinase.Matriks metalloproteinase (MMP) merupakan famili zinc dependent endopeptidase yang mengatur integritas dan komposisi matriks ekstraseluler. (Angulo et. al, 2011). MMP memegang peranan penting dalam proliferasi sel, migrasi, diferensiasi, angiogenesis, apoptosis dan pertahanan tubuh. Disregulasi dari MMP memiliki implikasi dalam berbagai penyakit termasuk penyakit yang tergantung pada proses angiogenik seperti tumor. Proses angiogenesis juga berperan penting pada pertumbuhan endometriosis. Fase inisial endometriosis terjadi melalui degradasi dan remodelling dari matrik ekstraselular dan peningkatan ekspresi dariMMP. (Puspitasari D, 2012 ; W Nap et al, 2004).

Diantara berbagai macam MMP yang ada, ditemukan overekspresi Matriks metaloproteinase-9 (MMP-9) pada berbagai jenis tumor. Pada model tikus ditemukan peran MMP-9 yang besar dalam hal proses invasi, agresifitas, dan metastase tumor. ( Brunner KL et al, 2008) Kadar serum MMP-9 yang tinggi merupakan indikator adanya progresivitas pertumbuhan tumor, menurunnya harapan hidup, dan peningkatan metastasis. MMP-9 mampu melakukan degradasi molekul kolagen tipe IV dan V serta gelatin sebagai komponen utama pada membran basal. MMP-9 merupakan anggota kelompok enzim MMP yang mampu mendegradasi sebagian besar komponen matriks ekstraselular pada membran desidua. Proses degradasi komponen matriks ekstraselular yang dilakukan oleh MMP-9 selanjutnya akan diikuti oleh proses apoptosis. (Zhang etal, 2003 ; Mroczko B etal,2008)Fungsi utama dari MMP-9 adalah mendegradasi protein pada matriks ekstraselular. Secara fisiologi, MMP-9 bersamaan dengan matriks metalloproteinases (MMPs) yang lain, memegang peranan dalam remodeling jaringan normal seperti angiogenesis dan ovulasi. (Puspitasari D, 2012). Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa MMP-9 merupakan petanda aktif angiogenesis, dan bahwa endometriosis merupakan penyakit angiogenik maka penting untuk dikaji korelasi MMP-9 dengan progresifitas endometriosis.

Pada tingkatan klinis telah diperlihatkan bahwa endometriosis memberikan dampak yang nyata terhadap berbagai perubahan subyektif dan obyektif, khususnya dalam hal nyeri (dismenorhea, dispareunia, diskezia), infertilitas dan gangguan haid. Dampak sosial dari penyakit ini merupakan sisi lain yang perlu diperhatikan oleh praktisi yang menangani endometriosis. Sehubungan dengan etiologi dan patogenesis endometriosis yang masih merupakan teka-teki, maka pengobatannya pun masih merupakan kontroversi. ( Jacoeb T.Z, 2009)

Seyogyanya pengobatan yang diberikan dapat memberikan hasil yang memadai maka penting diketahui dan dikaji lebih lanjut berbagai patogenesis tentang kejadian endometriosis, khususnya sejauh mana peran MMP-9 sebagai petanda angiogenesis dalam memberikan kontribusi terhadap perkembangan endometriosis. Dengan mengetahui peran MMP-9 sebagai faktor angiogenik dalam perkembangan endometriosis maka dapat digunakan anti angiogenik sebagai penanganan alternatif pada endometriosis. Selain itu, apabila kadar MMP-9 berbanding lurus dengan stadium endometriosis maka dapat dijadikan sebagai penunjang keakuratan diagnosis, respon pengobatan dan prognosa endometriosis kelak.Penelitian yang mengkaji peran MMPs pada endometriosis telah dilakukan sebelumnya dengan teknik dan material yang berbeda. Liu et al dan Ueda et al melaporkan peningkatan ekspresi MMP-9 lebih tinggi pada endometrium ektopik (endometriosis) dibandingkan endometrium eutopik dan semakin tinggi pada endometriosis berat. (Liu XJ et al, 2002 ; Ueda M et al, 2002). Mizumoto et al melaporkan pada endometriosis ovarium ditemukan ekspresi MMP-9 yang meningkat pada fase menstruasi. (Mizumoto H et al, 2002). Nezhat dan Kalir dalam penelitiannya menyebutkan ekspresi MMP-9 lebih tampak pada endometrium ektopik dibandingkan endometriosis ovarium. (Nezhat FR, Kalir T, 2002). Sementara Ria et almelaporkan ekspresi MMP-9 lebih tinggi pada endometriosis ovarium dibandingkan endometrium eutopik dan pada endometriosis ovarium derajat IV juga lebih tinggi dibandingkan derajat III. (Ria et al, 2002). Selanjutnya ditegaskan kembali oleh penelitian Swarnakar yang melaporkan MMP-9 sebagai petanda aktif angiogenesis menunjukkan peran yang signifikan terhadap perkembangan proses endometriosis. (Swarnakar S, Paul S, 2009). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut ditemukan bahwa aktivasi angiogenesis pada endometrium eutopik merupakan faktor kunci patogenesis endometriosis. Meski demikian penelitian tentang peran MMP-9 sebagai petanda angiogenesis pada endometriosis dengan menggunakan serum dan cairan peritoneum belum pernah belum pernah diteliti di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih jauh tentang keterlibatan peran MMP-9 sebagai petanda angiogenesis menggunakan serum dan cairan peritoneum1.2.RUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskanpertanyaan penelitiansebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum penderita endometriosis dengan penderita tanpa endometriosis?

2. Apakah ada perbedaan kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum penderita berdasarkan derajat endometriosis?3. Apakah ada hubungan antara kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum penderita endometriosis?4. Sejauh mana kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum dapat digunakan sebagai petanda angiogenesis pada endometriosis?1.3 TUJUAN PENELITIAN1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan MMP-9 serum dan cairan peritoneumdengan derajat endometriosis dalam keterlibatan dengan proses angiogenesis.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum penderita endometriosis dengan penderita tanpa endometriosis2. Mengetahui perbedaan kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum penderita berdasarkan derajat endometriosis3. Mengetahui hubungan antara kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum penderita endometriosis4. Mengetahui sejauh mana kadar MMP-9 serum dan cairan peritoneum dapat digunakan sebagai petanda angiogenesis pada endometriosis

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi ilmiah tentang keterlibatan proses angiogenesis pada endometriosis terutama peran MMP-9 sebagai petanda angiogenesis

2. Menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya dalam mengeksplorasi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap patogenesis endometriosis

3. Memberikan informasi dalam rangka strategi pengobatan endometriosis terutama yang berkaitan dengan peran MMP-9 sebagai petanda angiogenesis4. Mendapatkan nilai cut off point kadar MMP-9 terhadap kejadian EndometriosisBAB IITINJAUAN PUSTAKA

Endometriosis adalah suatu kelainan ginekologi yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan endometrium diluar kavum uteri. Lokasi endometrium ektopik ini paling sering ditemukan pada organ pelvik seperti ovarium, peritoneum, ligamentum sakrouterina, kavum Douglasi, dan septum rektovagina. (Baziad A, 2008)

Walaupun endometriosis merupakan salah satu kelainan ginekologi yang sering ditemukan, namun etiologi dan patogenesis terjadinya endometriosis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang dikemukakan mengenai patogenesis endometriosis antara lain: ( Baziad A, 2008) :

1. Teori dari Samson tentang regurgitasi haid mengatakan bahwa darah haid mengalir dan keluar dari tuba disertai serpihan endometrium, kemudian diikuti oleh implantasi dan pertumbuhan ditempat lain di rongga panggul, tetapi teori ini tidak dapat menerangkan kasus endometriotik di luar pelvik.( DHooghe T.M 1996 ; Baziad A, 2008)2. Diseminasi iatrogenik merupakan penyebaran langsung jaringan endometrium dapat terjadi pada tempat insisi seksio sesar, histerektomi dan episiotomi.(Baziad A, 2008; Donnes J, 2004)

3. Metaplasia selomik yaitu endometrium yang menyimpan dari perkembangan normal terjadi akibat perubahan-perubahan diferensiasi yang abnormal dalam epitel germinal dan berbagai bagian peritoneum, rongga panggul, yang secara embriologis berasal dari epitel selomik. (Seli E, 2003;Baziad A, 2008)4. Teori penyebaran limfogen dimana jaringan endometriosis berasal dari jaringan endometrium yang memasuki pembuluh darah kemudian menyebar ke beberapa tempat di tubuh. (Lebovic D.I 2002; Donnes J, 2004)

5. Teori penyebaran hematogen dimana jaringan endometriosis berasal dari jaringan endometrium yang memasuki pembuluh darah kemudian menyebar ke beberapa tempat di tubuh.(Seli E, 2003; Baziad A, 2008 )

6. Sisa sel embrionik yaitu sel-sel dari paramesonefros (Muller) mungkin terdapat disuatu tempat didalam tubuh dan memberikan respon terhadap hormon ovarium sehingga mengaktifkan sisa-sisa sel ini membentuk endometrium di tempat lain.(Evers J.L.H, 1996; Baziad A, 2008)

7. Sisa mesonefros (Wolf) yaitu sisa mesonefros disebutkan Recklinghausen pada tahun 1895 sebagai sumber endometriosis.(Baziad A, 2008)

8. Teori imunologik secara embriologis, sel epitel yang membungkus peritoneum parietal dan permukaan ovarium sama asalnya, oleh karena itu sel endometriosis sejenis dengan mesotel. Telah diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan sel yang semula diduga khas ovarium. Mengingat bahwa endometriosis merupakan proses proliferasi sel yang bersifat desktruktif, maka lesi jinak yang ganas ini akan meningkatkan kadar CA-125.(Baziad A, 2008; Lebovic D.I 2002)

9. Teori Hormonal dimana rendahnya kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing hormone), E2 (Estradiol) dapat menghilangkan endometriosis, telah lama diketahui bahwa kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis.(Donnes J, 2004; Baziad A, 2008) II.2Diagnosis dan Klasifikasi Endometriosis

Diagnosis endometriosis bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan fisis, laboratorium CA 125, Ultrasonografi (USG), komputed tomografi (CT Scan), dan laparoskopi.

Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri perut yang berhubungan dengan siklus haid atau keluhan infertilitas yang disertai atau tidak dengan nyeri haid. Menurut Konnick dkk mendapatkan 60 persen diagnosis endometriosis pada wanita dengan infertilitas primer, bahkan akurasi diagnosis mencapai 80 persen jika infertilitas disertai dengan nyeri pelvik atau nyeri haid yang hebat. Pada pemeriksaan fisis dengan pemeriksaan dalam vagina atau colok dubur kadang didapatkan adanya nodul di daerah kavum Douglasi dan daerah ligamentum sakrouterina yang sangat nyeri. Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan kadar CA-125 meningkat pada endometriosis. (Bedaiwy dan Falcone T, 2004). Pada USG atau CT scan didapatkan adanya massakistik di satu atau kedua ovarium pada kista endometrioma, atau dengan pemeriksaan USG bisa didapatkan adanya bercak endometriosis dalam miometrium yang disebut adenomiosis. Pada pemeriksaan laparoskopi akan terlihat semua jenis lesi endometriosis termasuk lesi yang minimal. Dengan laparoskopi akan terlihat dengan jelas warna dari lesi endometriosis sehingga bisa dibedakan antara lesi aktif dan tidak aktif. Lesi endometriosis yang aktif umumnya berwarna merah atau coklat yang berbentuk polipos, vesikel, dan hemoragik karena banyak mengandung komponen kelenjar. Sedangkan lesi tidak aktif umumnya berwarna putih, kuning, abu-abu, atau warna seperti parut dan banyak mengandung komponen stroma. (Baziad A, 2008).

Beberapa klasifikasi yang digunakan untuk penentuan stadium atau klasifikasi endometriosis adalah klasifikasi Acosta, EEC (Endoscopic Endometriosis Classification) dan ASRM (American Society for Reproductive Medicine) Revised Classification of Endometriosis. Saat ini yang banyak dipakai adalah klasifikasi ASRM dimana derajat endometriosis ditentukan berdasarkan ukuran, kedalaman implan, dan derajat beratnya adesi. Pada klasifikasi ini jumlah poin dikelompokkan kedalam satu dari 4 stadium. Stadium I : 1-5 poin, stadium II: 6-15 poin, stadium III : 16-40 poin, dan stadium IV : >40 poin (The American Society For Reproductive Medicine, 1997). Tabel 1.Tabel 1. Klasifikasi Endometriosis menurut ASRMPERITONIUMENDOMETRIOSIS< 1Cm1-3 Cm> 3 Cm

Superfisial

Dalam124

246

OVARIUMKananSuperfisial124

Dalam41620

KiriSuperfisial

124

Dalam41620

OVARIUMPERLEKATAN2/3 Bagian

Kanan : Tipis124

Tebal4816

Kiri: Tipis124

Tebal4816

TUBAKanan: Tipis124

Tebal4816

Kiri: Tipis124

Tebal4816

OBLITERASI

KAVUM DOUGLASISebagianSeluruhnya

440

Dikutip dari kepustakaan The American Society For Reproductive MedicinePada tahun 2009 diperkenalkan suatu klasifikasi baru yang disebut Endometriosis Fertility Index (EFI). EFI digunakan untuk memprediksi tingkat keberhasilan kehamilan setelah pembedahan endometriosis. Pada klasifikasi EFI Score memiliki rentang nilai 0 sd 10 dimana nilai 0 yang terburuk sampai nilai 10 yang terbaik. Nilai ini kemudian digunakan dalam memprediksikan tingkat kehamilan setelah pembedahan endometriosis..EFI terdiri dari faktor-faktor riwayat penyakit penderita endometriosis dan faktor-faktor pembedahan. Faktor riwayat penderita antara lain usia, lamanya penderita mengalami infertil, dan riwayat kehamilan sebelumnya. Adapun faktor-faktor yang berkaitan dengan pembedahan terdiri dari dua bagian yaitu The Least Function (LF) Score and the American Fertility Society (AFS) Lesion Score. The Least Function (LF) Scoremerupakan skor yang dihasilkan berdasarkan penilaian anatomi dan fungsi dari struktur tuba, fimbria dan ovarium. yang kemudian derajat kerusakan fungsinya dibagi menjadi ringan, sedang, berat dan nonfungsional. Untuk menghitung The Least Function (LF) Score dengan cara menjumlahkan semua nilai terendah yang didapatkan dari evaluasi struktur tuba, fimbria dan ovarium kiri dan kanan. The Least Function (LF) Score dengan skor 7-8 disebut skor tinggi maka poin 3, skor 4-6 (skor sedang) poin 2, skor 1-3 (skor ringan) poin 0. the American Fertility Society (AFS) Lesion Score ditentukan berdasarkan kriteria AFS yang didasarkan pada penghitungan klasifikasi ASRM. Nilai yang diambil sebagai patokan adalah 16 atau sesuai dengan stadium III pada AFS Score. Pada stadium III pada pasien sudah didapatkan adanya endometrioma. (Adamson, DG. 2009)Tabel 2. Least Function ScoreStrukturDisfungsiDeskripsi

Tuba

RinganLuka yang sedikit pada lapisan serosa pada tuba fallopi

Fimbria

Ovarium Sedang

Berat

Ringan

Sedang

Berat

Tidak berfungsi

Ringan

Sedang

Berat

Tidak berfungsi

Luka yang sedang pada lapisan serosa / muscular pada tuba fallopi, pembatasan pada pergerakan

Fibrosis dari tuba fallopiatau salpingitis iskemik nodosa yang ringan atau sedang

Luka yang sedikit pada fimbria dengan jaringan ikat yang minimal

Luka yang sedang pada fimbria dengan jaringan ikatr yang sedang, kehilangan tekstur dari fimbria dan fibrosis intrafimbrial yang minimal

Luka yang berat pada fimbria, dengan jaringan ikat yang berat, kehilangan tekstur dari fimbria dan fibrosis intrafimbria yang berat.

Luka yang berat pada fimbria dengan scar yang luas , kehilangan kehilangan tekstur fimbria secara keseluruhan, oklusi tuba komplit atau hidrosalfing.

Ukuran ovarium yang Normal atau hampir normal: luka yang minimal atau ringan pada lapisan serosa ovarium

Berkurangnya ukuran ovarium 1-3 atau lebih: luka yang sedang pada permukaan ovarium

Berkurangnya ukuran ovarium 2-3 atau lebih: luka yang berat pada permukaan ovarium

Ovarium tidak ada atau secara keseluruhan terbungkus pada adesi

II.3Penanganan Endometriosis.

Secara umum penanganan endometriosis terdiri dari: penanganan operatif, hormonal, dan penanganan alternatif lain. Penanganan operatif dilakukan dengan operasi laparoskopi untuk menghilangkan atau meminimalkan lesi endometriosis. (Donnes, 2004).

Dasar pengobatan ini adalah untuk menyebabkan amenore melalui mekanisme penekanan fungsi hipofisis untuk menciptakan kondisi pseudopregnancy dan pseudomenopause, sehingga terjadi keadaan hipoestrogenik yang akan menyebabkan atrofi kalenjar endometriosis. Lesi endometriosis tidak jarang menghilang pada peristiwa kehamilan. Regresi sangat mungkin disebabkan oleh peristiwa anovulasi dan amenore pada keadaan hamil dengan adanya supresi kelenjar adenohipofisis. Dugaan lain, menghilangnya lesi endometriosis ini pada kehamilan ialah karena terjadinya transformasi jaringan endometrium ke desidua akibat meningkatnya korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron. Jika hal ini benar maka cukup rasional apabila proses atau lesi ini dapat dihilangkan dengan membuat wanita menjadi anovulasi atau amenore dengan pemberian hormon sintetik estrogen, progesteron dan androgen (Donnes J, 2004). Pengobatan hormonal pada endometriosis bertujuan untuk menekan produksi hormon steroid ovarium, karena pertumbuhan endometriosis dipicu oleh hormon estrogen yang dihasilkan ovarium. Sehingga jaringan endometriotik menjadi atrofi. Sistem penanganan hormonal ini disebut juga terapi supresi ovarium dan diberikan selama 6-12 bulan. Saat ini beberapa penanganan alternatif telah diusulkan pada endometriosis seperti: GnRH analog, aromatase inhibitor, Selective Estrogen Receptor Modulators(SERMs), Selective Progesteron Receptor Modulators (SPRMs), RU-486(myphepriston), Extracellular Matriks Modulators (EMMs), Matriks Metalloproteinase Inhibitors, Tumor Necrosis Factor-alpha Inhibitors, dan angiogenesis inhibitorsAkhir-akhir ini penanganan endometriosis dengan angiogenesis inhibitor atau disebut juga antiangiogenesis telah mendapat perhatian yang cukup besar dalam penelitian endometriosis. Seperti diketahui bahwa pembentukan jaringan baru seperti endometrioma dan berbagai pertumbuhan ektopik seperti jaringan endometritik membutuhkan tambahan suplai darah, karena tanpa suplai darah yang cukup maka efek hormonal terhadap pertumbuhan endometriosis akan menjadi kecil (Olive D.L, 2004). II.4Perubahan Imunologi Pada Endometriosis

Beberapa pendekatan telah diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya endometriosis. Pendekatan pertama adalah adanya dugaan bahwa endometriosis merupakan kelainan genetik, tetapi sampai saat ini belum ada kepastian gen mana yang terkait dengan endometriosis (Campbell, 2001). Prevalensi endometriosis didapatkan meningkat 6-7 kali lipat pada wanita dengan riwayat orang tua menderita endometriosis dibandingkan dengan kontrol (Coshead D, 1993). Pendekatan kedua adalah faktor lingkungan, dimana dioxin yang berasal dari makanan diduga memegang peranan penting sebagai penyebab endometriosis. Dioxin bisa mempengaruhi kerja organ reproduksi dan beberapa reseptor hormon reproduksi seperti reseptor estrogen, progesteron, dan prolaktin. Lebih lanjut dioxin juga mempengaruhi sistim imun dengan menekan aktifitas sistim imun dan fungsi limfosit T(Seli E, 2003). Pendekatan ketiga adalah biologi kanker, dimana diduga ada kesamaan antara kanker dan endometriosis karena endometriosis bisa berinvasi, bertumbuh, dan berproliferasi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa sel endometrium penderita endometriosis lebih tahan terhadap apoptosis dan pagositosis. Pada penelitian ini didapatkan peningkatan aktivitas protein Bcl-2 dan penurunan ekspresi protein Bax pada penderita endometriosis, dimana Bcl-2 adalah protein yang dapat menghambat apoptosis dan Bax adalah protein antagonisnya (Meresman G.F, 2007). Pendekatan yang keempat adalah imunobiologi, dimana pendekatan ini menjelaskan bagaimana sel endometrium ektopik mampu bertumbuh menyebabkan endometriosis (Lebovic D.I, 2002 ; Kyama C.M, 2003 ; Seli E , 2003).

Nampaknya pendekatan imunobiologi dihubungkan dengan hipotesis Sampson tentang menstruasi retrograde yang menyebabkan tertanamnya jaringan endometriotik diluar kavum uteri yang banyak diterima. Walaupun demikian timbul pertanyaan mengapa endometriosis hanya berkembang pada beberapa wanita dan tidak pada yang lainnya. Setidaknya ada 5 langkah penting yang diusulkan para peneliti dalam perkembangan endometriosis. Kelima langkah tersebut adalah: melengketnya sel-sel endometritik pada permukaan peritoneum; invasi sel-sel endometritik kedalam mesotelium; rekruitmen sel-sel inflamasi pada di daerah implantasi; kemudian terjadi angiogenesis disekitar daerah implantasi sel-sel endometritik; dan terakhir terjadi proliferasi sel-sel endometritik sebagai endometriosis. Kemungkinan adanya gangguan faktor imunologi selain faktor-faktor lain memainkan peranan penting pada setiap langkah perkembangan endometriosis (Seli E, 2003).Diduga ada proses imunobiologi yang sangat kompleks dan saling terkait berperan pada pertumbuhan lebih lanjut dari sel-sel endometrium yang terlepas ini, sehingga tetap bertahan, bertumbuh, dan berkembang menjadi endometriosis (Lebovic D.I, 2001). Sel-sel endometriotik yang viabel dalam rongga peritoneum selanjutnya akan mengadakan adesi ke peritoneum. Untuk terjadinya adesi dilaporkan adanya peningkatan kuantitas sel-sel endometriotik dan atau disertai penurunan sistim imun, yang ditandai dengan penurunan sel NK (Natural Killler), peningkatan sekresi ICAM-1 (Intercellular cell adhesion molecule-1), penurunan sel T sitotiksik, dan gangguan apoptosis (Kyama C.M, 2003). Sel NK adalah sel efektor yang mengenali dan kemudian menghancurkan sel tumor, virus, dan sel-sel asing yang menempel pada permukaan jaringan. Selain itu juga dilaporkan adanya peningkatan kualitas sel-sel endometriotik dan atau disertai peningkatan aktivitas inflamasi, yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi maupun aktivitas makrofag, peningkatan IL-6, dan peningkatan TNF- (Kyama C.M, 2003).

Setelah proses adesi maka sel-sel endometriotik akan mengadakan implantasi dan invasi ke dalam jaringan dimana adesi sel - sel endometriotik terjadi. Implantasi dan invasi sel-sel endometriotik ini membutuhkan lingkungan mikro peritoneum yang mendukung, dimana IL-1 dan TNF- dilaporkan memainkan peranan penting, selain aktivitas MMP (matriks metalloproteinase) dan TIMP (tissue inhibitory of metalloproteinase). MMP adalah suatu enzim yang dapat menghancurkan membrana basalis sehingga suatu sel dapat menyusup ke jaringan lain. Aktivitas MMP dihambat oleh TIMP (Kyama C.M, 2003).

Sel-sel endometriotik yang telah berimplantasi dan berinvasi selanjutnya akan terus bertumbuh disertai peningkatan angiogenesis, sitokin, dan faktor pertumbuhan seperti TNF-, RANTES (Regulated on Activation, Normal T-Cell Expressed and Secreted), TGF- dan VEGF (Kyama C.M, 2003). II.5Angiogenesis Pada Endometriosis

1. Angiogenesis

Angiogenesis merupakan bagian dari proses regenerasi. Pembentukan pembuluh kapiler baru terjadi karena ada sinyal angiogenik yang diterima oleh pembuluh darah kapiler atau venula yang ada disekitarnya. Salah satu mekanisme angiogenesis yang telah lama diketahui adalah sprouting angiogenesis, yang terdiri dari beberapa tahap meliputi fase aktivasi dan fase resolusi sel endotel. Fase aktivasi termasuk peningkatan permeabilitas vaskuler, degradasi membran basalis, proliferasi dan migrasi sel endotel, pembentukan saluran dan pembentukan matriks ektraselulersedangka fase resolusi termasuk inhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel, rekonstruksi membrana basalis, dan stabilisasi pembuluh darah melalui pengerahan dan differensiasi sel-sel mesenkim pada perycit dan sel otot polos.Saat ini teori tentang kejadian angiogenesis yang paling banyak diterima adalah bahwa angionesis terjadi melalui suatu seri kejadian dari tahapan-tahapan diatas. Setiap tahapan dari satu seri dipengaruhi beberapa faktor aktivator dan inhibitor untuk menentukan apakah terjadi pembentukan pembuluh darah baru atau terjadi regresi pembuluh darah. Dengan kata lain pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara faktor proangiogenik dan antiangiogenik (Turner H.E, 2003) (Gambar 1)

Gambar 1. Angiogenic Switch

Dikutip dari kepustakaan Turner H.EAngiogenesis selain berperan terhadap timbulnya endometriosis, juga berperan pada implantasi jaringan endometritik, remodelling jaringan, dan pada proses metastase. Tahap-tahap angiogenesis bisa dilihat pada tabel 3. (Felmeden D.C, 2003). Faktor-faktor yang dapat menghambat angiogenesis disebut faktor antiangiogenesis seperti angiostatin, endostatin, trombospondin-1, dan solubel flt-1 (Hull M.L, 2003).Tabel 3. Tahap-tahap Angiogenesis

PhaseKey events

Endothelial cell and pericyte activation

Morphological changes of endothelial cells priming them for proliferation and secretion, local vasodilatation, increased vascular permeability, accumulation of extravascular fibrin

Degradation of basement membrane Migration of endothelial cellsAngiogenic stimulus results in proteolytic vascular basement membrane chemotactic factor; produced by fibroblsats, monocytes and platelets induce endothelial cell migration and sprouting

Proliferation of endathlial cells Differentiation of endothelial cellsLocally produced mitogern induce endothelial cell DNA synthesis and mitosis

Endothelial cell proliferation decreases and cell-cell contact re-establish, sprout develops lumen

Reconstitution of basement membraneVessel maturation achieved by reconstitution of basement membrane synthesized, by endothelial cells and pericytes

Vasculature maturation and stabilizationCapillary remodelling by stabilization and regression

II.6.Matriks Metalloproteinase

Matriks metalloproteases ( matriks metalloproteinases, MMPs) atau matriksin merupakan zinc dependent endopeptidase yang merupakan protein utama yang berperan dalam degradasi matriks ekstraselular. Matriks metalloproteinases (MMPs) mampu untuk mendegradasi molekul ekstraselular secara luas.(Zhang etal, 2003). Matriks metalloproteinases (MMPs) memegang peranan penting dalam proliferasi sel, migrasi, diferensiasi, angiogenesis, apoptosis dan pertahanan tubuh.Disregulasi dari matriks metalloproteinases (MMPs) memiliki implikasi dalam berbagai penyakit termasuk arthritis, ulkus kronik, encephalomyelitis dan kanker.Invasi tumor, metastasis dan angiogenesis terjadi melalui degradasi dari matrik ekstraselular dan peningkatan ekspresi dari matriks metalloproteinase. (PuspitasariD,2012).Matriks metalloproteinase berhubungan dengan invasi dan metastase dari tumor ganas dengan asal histogenetik yang berbeda.Secara umum, matriks metalloproteinase memiliki satu sinyal peptide, satu propeptida, satu katalitik domain dengan ikatan kuat dengan zinc dan satu domain hemopexinlike yang berhubungan dengan domain katalitik pada region hinge. (PuspitasariD,2012).

Gambar 2 . Struktur dari Matriks metalloproteinase (PuspitasariD,2012).Famili matriks metalloproteinases (MMPs) terdiri dari lebih dari 20 related zinc dependent enzymes. Enzim ini memiliki nama deskripsi berdasarkan substrat dan sistem penomoran matriks metalloproteinases (MMPs) berdasarkan pada urutan ditemukan. Matriks metalloproteinases (MMPs) memiliki karakteristik memiliki kemampuan mendegradasi protein matriks ekstraselular termasuk kolagen, laminin, fibronektin, vitronektin, aggrecan, enactin, tenascin, elastin dan proteoglycans. Sekarang ini, dikatakan bahwa matriks metalloproteinases (MMPs) dapat memecah banyak tipe dari peptida dan protein dan memiliki kemampuan penting lain berupa aktivitas proteolitik yang bebas. (Sabarudin U et.al, 2011).Pembagian Matriksmetalloproteinase :1.Collagenases (MMP-1, -8 and -13)

2.Gelatinases (MMP-2 and MMP-9)

3.Stromelysins (MMP-3, -10 and-11)

4.Matrilysin (MMP-7 and MMP-26)

5.Membrane-type (MT)-MMPs (MMP-14, -15, -16, -17, -24 and -25)

6.Lainnya (MMP-12, -19, -20, -21, -23, -27 and -28) . (Sabarudin U et.al, 2011).Pada keadaan normal, matriks metalloproteinases (MMPs) diproduksi oleh jaringan ikat yang berperan untuk proses remodeling jaringan, pada siklus menstruasi, dan merupakan bagian dari proses perbaikan pada kerusakan jaringan. Kemampuan destruksi matriks metalloproteinases (MMPs) terutama fokus pada berbagai penelitian dengan kerusakan pada jaringan ikat ( seperti rheumatoid atritis, kanker dan penyakit-penyakit periodontal). Leukosit terutama makrofag, merupakan sumber utama penghasil matriks metalloproteinases (MMPs).Matriks metalloproteinase (MMPs) yang dikeluarkan oleh leukosit memegang peranan penting dalam perpindahan leukosit dari pembuluh darah dan penetrasi ke jaringan, merupakan kunci dari penyakit radang.Opdenakkermenunjukkan bahwa kerja matriks metalloproteinases (MMPs) tidak hanya mengizinkan emigrasi leukosit ke jaringan dan menyebabkan kerusakan jaringan, namun juga menghasilkan fragmen imunogenik dari protein normal yang dapat memperhebat penyakit autoimun. Dengan cara yang sama, metastase sel-sel kanker juga menggunakan MMPs untuk keluar dari jaringan dan untuk pembentukan pembuluh darah baru (neoangiogenesis). (PuspitasariD,2012).Matriks metalloproteinases (MMPs) menaikan progresivitas dan metastasis pada kanker invasif dengan mendegradasi matrik ekstraselular, terdiri dari 2 komponen utama yaitu membran basal dan jaringan ikat interstitial. Matrik ekstraselular sendiri terdiri dari banyak protein (laminin-5, proteoglican, entactin, osteonectin), kolagen tipe IV merupakan elemen utama. matriks metalloproteinase-2 (MMP-2) dan matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) yang berfungsi mendegradasi kolagen tipe IV dan laminin-5, membantu sel-sel kanker bermetastase, namun juga menyebabkan peningkatan pertumbuhan tumor dengan membentuk ruangan yang penting. Kemudian, rasio peningkatan matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) dari bentuk aktif ke laten berhubungan dengan progresi tumor pada kanker-kanker invasif. Matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) dan anggota famili yang lain juga menyebabkan angiogenesis ( proses penting dalam pertahanan tumor) dengan mendegradasi membran basal interstitium dan juga mengeluarkan VEGF, yang diketahui sebagai molekul angiogenik. Lokasi matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) pada permukaan sel dibutuhkan untuk meningkatkan invasi tumor dan angiogenesis. (PuspitasariD,2012).Sebagian besar matriks metalloproteinases (MMPs) diproduksi oleh sel stroma di bandingkan sel-sel kanker. Penjelasan untuk fenomena ini adalah sel-sel kanker memproduksi Extracellular MatriksMetalloproteinase Inducer (EMMPRIN), yang merupakan glikoprotein pada permukaan sel, yang distimulasi langsung oleh fibroblast (melalui kontak langsung) untuk memproduksi MMP1,2,3 dan MMP14. EMMPRIN juga meningkat pada sel-sel radang dan dapat diimplikasikan pada kerusakan jaringan. (W Nap et al, 2004 )II.7Extracellular Matriks Metalloproteinase Inducer (EMMPRIN) EMMPRIN juga dikenal sebagai asbagin, M6 antigen atau CD147 adalah 58 kDA yang merupakan glikoprotein permukaan sel dan merupakan anggota dari superfamili imunoglobulin yang dijumpai pada permukaan sebagian besar sel dan merangsang sel-sel stroma untuk meningkatkan produksi matriks metalloproteinase. Struktur utama EMMPRIN terdiri dari bagian ekstraselular yang mengandung dua immunoglobulin-like domain, satu transmembrane domain dan short cytoplasmic domain. Sel-sel tumor berhubungan dengan EMMPRIN akan merangsang pembentukan matriks metalloproteinase oleh fibroblas dengan perlekatan antara sel tumor dengan fibroblas. Walaupun demikian produksi dari EMMPRIN terlarut yang berasal dari sel-sel tumor telah dilaporkan pada beberapa penelitian. (PuspitasariD,2012).Liu et altelah melaporkan, untuk merangsang matriks metalloproteinases (MMPs), EMMPRIN membentuk komplek dengan matriks metalloproteinase-1 (MMP-1) pada permukaan sel tumor dimana fungsinya tambahannya dapat meningkatkan mekanisme penting untuk memecah matriks ekstraselular untuk memungkinkan terjadinya invasi. (Liu XJ et al, 2002)Mizumoto et almelaporkan, sel tumor mempengaruhi fibroblas tanpa dijumpainya kontak antara fibroblas dengan EMMPRIN, yang menyebabkan peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase-2 (MMP-2) dan mengaktivasi atau meningkatkan perpindahan sel atau invasi dari sel-sel tumor.(Mizumoto H.et.al, 2002).

Gambar 3. Gambaran hubungan antara EMMPRIN, MMP ,sel tumor dan sel host. Sel tumor menggunakan EMMPRIN yang ada pada permukaan sel untuk merangsang kontak dengan sel-sel fibroblast disekitarnya.(1), menyebabkan fibroblast memberi sinyal untuk mengeluarkan MMPs (2). MMPs disekresi oleh sel-sel fibroblast yang separuh akan memecah EMMPRIN yang ada dipermukaan sel dan menghasilkan EMMPRIN yang terlarut (sEMMPRIN). Molekul sEMMPRIN akan merangsang baik sel-sel disekitar tumor atau dapat bekerja pada tempat yang jauh untuk merangsang pembentukan MMP dan merangsang sel-sel tumor untuk migrasi dan invasi.(PuspitasariD,2012).II.8Matriks Metalloproteinase dan Angiogenesis Angiogenesis merupakan proses komplek pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari pembuluh darah yang telah ada, yang terjadi melalui berbagai interaksi antara sel-sel endotelial, sekitar perisit dan sel-sel otot polos, matrik ekstraselular dan sitokin angiogenik faktor pertumbuhan. (Ria R.et.al, 2002)Beberapa matriks metalloproteinases (MMPs), terutama matriks metalloproteinase-2 (MMP-2), matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) dan MT1-MMP1 merupakan regulator penting dalam angiogenesis.Matriks metalloproteinases (MMPs) tidak dijumpai atau hanya sedikit diproduksi oleh sel endotelial, tetapi protease ini sangat kuat menginduksi aktivasi pada capillary sprout selama penyembuhan luka, peradangan dan pertumbuhan tumor dan dalam mengaktivasi sel-sel endotelial in vitro. (Ria R.et.al, 2002)Angiogenesis dapat dirangsang oleh pengeluaran faktor proangiogenik, (misalnya, VEGF, bFGF dan tumor nekrosis faktor-) dari sel-sel radang, sel mast, makrofag atau sel-sel tumor. Faktor ini berikatan ke reseptor permukaan sel (Y shape receptor) pada sel-sel endotelial, yang meningkatkan aktivasi proliferasi sel, peningkatan ekspresi dari molekul adhesi sel (misalnya, integrin, 11, 21, 51, v3 dan T-shape receptor), sekresi dari matriks metalloproteinase (MMP) dan peningkatan migrasi dan invasi. Pemecahan kolagen tipe IV oleh MMP2/9 pada cryptic site yang menunjukkan kemampuan afinitas untuk v3 integrin, yang meningkatkan terjadinya angiogenesis. (Ria R.et.al, 2002)II.9Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9)Matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) ( 92-Kd Type IV collagenase/gelatinase B), memiliki fungsi mendegradasi kolagen tipe IV, yang merupakan komponen utama dari matrik ekstraselular, yang dilaporkan berhubungan dengan invasi dan metastases sel-sel tumor. Protein matriks metalloproteinase-9 terdiri dari satu N terminal signal sequence ( pre domain) yang mengeluarkan protein langsung ke retikulum endoplasma. Pre domain diikuti oleh propeptide-pro domain yang merupakan enzyme maintains-latensi sebelum pecah, dan domain katalitik yang terdiri dari conserved zinc binding region. Juga dijumpai hemopexin/vitronectin-like domain , yang berhubungan dengan domain katalitik dengan hinge atau linker region. Seperti enzim proteolitik lainnya, matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) pertama kali di sintesis sebagai inactive proenzime atau zymogen.Aktivasi dari pro matriks metalloproteinase-9 (pro MMP-9) dimediasi oleh system plasminogen activator/Plasmin (PA/plasmin).Regulasi dari aktivitas matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) juga dikontrol oleh TIMP-3. (Zhang etal, 2003 ; Ria R.et.al, 2002)Matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) diinduksi berbagai faktor pada lingkungan tumor, seperti 12-o-tetradecanoyl-phorbol-13-acetate, cytokine ( seperti interleukin 1), oncogenes (H-ras dan v-src) dan faktor pertumbuhan 8 termasuk interleukin, interferon, EGF (Epidermal Growth Faktor), NGF (Nerve Growth Faktor), basic FGF (Fibroblast Growth Faktor), VEGF (Vaskular Endotelial Growth Faktor), PDGF (Platelet Derived GrowthFactors), TNF-a (Tumor Necrosis Faktor), TGF-b (Transforming Growth Faktor), Extracellular Matriks Metalloproteinase Inducer (EMMPRIN), Osteopoitin dan Tumor Nekrosis Faktor Alpha. Disamping itu matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) juga diinduksi oleh protein Z, yang dikode oleh EBV immediate early gene BZLF1 yang diperantarai oleh cellular transcriptional faktor seperti NF-Kb, SP-1 dan AP-1.LMP1 juga merupakan salah satu faktor yang menginduksi matriks metalloproteinase-9 (MMP-9). (Zhang etal, 2003 ; Mroczko B et. al, 2008)Peningkatan matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) dijumpai pada karsinoma payudara, karsinoma endometrium, karsinoma kolorektal, karsinoma papilari tiroid dan karsinoma sel skuamous pada kepala dan lehe. Banyak penelitian melaporkan bahwa matriks metalloproteinase-2 (MMP-2) dan matriks metalloproteinase-9 ( MMP-9) rensponsibel untuk invasi sel-sel tumor. (Ria R.et.al, 2002)Fungsi utama dari matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) adalah mendegradasi protein pada matriks ekstraselular. Fungsi proteolitiknya memecah decorin, elastin, fibrillin, laminin, gelatin (denatured collagen) dan kolagen tipe IV,V,XI dan XIV dan juga mengaktivasi faktor pertumbuhan seperti proTGFb dan proTNFa. Secara fisiologi, matriks metalloproteinase-9 (MMP-9) bersamaan dengan matriks metalloproteinases (MMPs) yang lain, memegang peranan dalam remodeling jaringan normal seperti pertumbuhan neurite, pembentukan embrio, angiogenesis, ovulasi, involusi dari kelenjar payudara dan penyembuhan luka. (PuspitasariD,2012)II.10Tissue Inhibitor of MMPs (TIMPs) Tissue Inhibitor of MMPs (TIMPs) terdiri dari 4 anggota inhibitor yang homolog ( TIMP 1, 2, 3 dan 4). Secara umum konsentrasi dari TIMP lebih tinggi dari MMPs pada jaringan dan cairan ekstraselular, yang menyebabkan terbatasnya aktivitas proteolitik. Baik TIMPS dan matriks metalloproteinase (MMPs) disekresikan oleh sel-sel stroma dan sel-sel tumor.Ketidakseimbangan matriks metalloproteinases (MMPs) dan TIMPs dapat menyebabkan kerusakan dari matrik ekstraselular, menyebabkan sel-sel kanker menginvasi ke jaringan sekitar dan menyebabkan metastasis dan angiogenesis.(W Nap et al, 2004 ). Penelitian oleh Szamatowicz menunjukkan kadar Tissue Inhibitor Metalloproteinase-1 (TIMP-1) yang berperan sebagai inhibitor dari aktivitas proteolitik MMP-9 menurun ekspresinya pada pasien endometriosis peritoneal dibandingkan kontrol sehat. Berdasarkanpenelitianinijuga ditemukanbahwaaktivasi angiogenesis pada endometrium eutopikmerupakanfaktorkuncipatogenesis endometriosis.Dikutip dari kepustakaan Adamson 2009

Dikutip dari kepustakaan Adamson 2009

Inhibitor

Angiostatin

Endostatin

trombospondin-1

solubel flt-1

Activator

VEGF

ENDOGLIN

EGF

Dikutip dari Felmeden D.C

5