telaah ilmiah antenatal care lengkap
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Masa kehamilan adalah sebuah impian yang sangat dinanti dan diharapkan
oleh pasangan suami dan istri. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal
dan menghasilkan kelahiran bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir. Namun
demikian tidak semua hasil kehamilan dan persalinan akan menggembirakan seorang
suami, ibu dan bayi lahir sehat, tetapi ibu hamil bisa menghadapi kegawatan dengan
derajat ringan sampai berat yang dapat memberikan bahaya terjadinya
ketidaknyamanan, ketidakpuasan, kesakitan, kecacatan bahkan kematian bagi ibu
hamil, risiko tinggi, maupun rendah yang mengalami komplikasi dalam persalinan
(Saifuddin, 2002). Sangat sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi
masalah atau tidak, dan sistem penilaian risiko tidak dapat memprediksi apakah ibu
hamil akan bermasalah atau tidak selama kehamilannya. Oleh karena itu asuhan
pemeriksaan kehamilan/antenatal care (ANC) yang dilakukan secara teratur dan rutin
merupakan cara yang paling tepat dan penting untuk memonitor dan mendukung
kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Ibu hamil
sebaiknya mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal care (Saifuddin, 2002).
Asuhan antenatal care penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari
kehamilan berjalan normal dan mendeteksi ibu hamil yang tidak normal sehingga
komplikasi obstetri yang mungkin terjadi selama kehamilan dapat dideteksi secara
dini serta ditangani secara memadai. Tujuan dari Antenatal Care (ANC) ialah
menyiapkan sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka sehat dan
normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental (Prawirohardjo, 2005). Tujuan
Antenatal Caremenurut Depkes RI (2004) adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat
melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta
menghasilkan bayi yang sehat. Dengan adanya kunjungan yang teratur dan
pengawasan yang rutin dari bidan atau dokter, maka selama masa kunjungan tersebut,
diharapkan komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat
penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan dapat dikenali secara lebih dini
dan dapat ditangani dengan cepat dan tepat. Hal ini dapat mengurangi risiko kesakitan
dan kematian bagi ibu hamil.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kunjungan Antenatal Care (ANC)
2.1.1. Pengertian Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Kunjungan Antenatal Care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau
dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatalcare (ANC),
petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan
intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifuddin, 2002).
Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil
dengan kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan serta observasi selain
pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk mengkaji
kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah, 2006). Kunjungan Antenatal
Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi perawatan atau asuhan
dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk
memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan
(Henderson, 2006).
Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk
perilaku. Menurut Lawrence Green, faktor-faktor yang memengaruhi perilaku
ada 3 yaitu : faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung
(enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor). Yang termasuk
faktor predisposisi Universitas Sumatera Utara (predisposing factor)
diantaranya: pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, keyakinan , nilai dan
motivasi. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung (enabling factor) adalah
ketersediaan fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan dan yang terakhir
yang termasuk faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan perilaku
petugas kesehatan, informasi kesehatan baik literature, media, atau kader
(Natoatmodjo, 2003). Dimana motivasi merupakan gejala kejiwaan yang
direfleksikan dalam bentuk prilaku karena motivasi merupakan dorongan untuk
bertindak untuk mencapai tujuan tertentu, dalam keadaan ini tujuan ibu hamil
adalah agar kehamilannya berjalan normal dan sehat. Antenatal Care (ANC)
sebagai salah satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Antenatal care untuk mendeteksi dini
terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan juga dapat
menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin. Idealnya bila tiap
wanita hamil mau memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi
kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut
cepat diketahui, dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik
terhadap kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan antenatal care
(Winkjosastro,2006). Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan
kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan
baik atau mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat
membahayakan kehidupan ibu dan janinnya. Dan dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas yang tinggi (Saifuddin,2002).
2.1.2. Kebijakan Program Pelayanan Antenatal Care
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya mengacu
kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi:
Keluarga Berencana, Antenatal Care, Persalinan Bersih dan Aman, dan
Pelayanan Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetrik dan neonatal
kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer
(MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu :
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat.
c. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran.
Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan
sebagai berikut : (Depkes, 2009).
a. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan 14
minggu
Tujuannya :
1) Penapisan dan pengobatan anemia
2) Perencanaan persalinan
3) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
b. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 14 – 28 minggu
Tujuannya :
1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2) Penapisan pre eklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
3) Mengulang perencanaan persalinan
c. Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) 28 - 36 minggu dan
setelah 36 minggu sampai lahir.
Tujuannya :
1) Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
2) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
3) Memantapkan rencana persalinan
4) Mengenali tanda-tanda persalinan
Pemeriksaan pertama sebaiknya dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid
dan pemeriksaan khusus dilakukan jika terdapat keluhan-keluhan tertentu.
2.1.3 Tujuan Antenatal Care
Menurut Prawirohardjo (2005), tujuan dari ANC meliputi :
a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi
b) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan
bayi
c) Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin
e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Eksklusif
f) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
Menurut Depkes RI (1994), tujuan Antenatal care adalah untuk menjaga agar ibu
hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan
selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.Untuk mencapai tujuan dari ANC
tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengawasan wanita selama kehamilannya secara
berkala dan teratur agar bila timbul kelainan kehamilan atau gangguan kesehatan
sedini mungkin diketahui sehingga dapat dilakukan perawatan yang cepat dan tepat.
(Depkes, 1997) Mengacu pada penjelasan di atas, bagi ibu hamil dan suami/keluarga
dapat mengubah pola berpikir yang hanya datang ke dokter jika ada permasalahan
dengan kehamilannya. Karena dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur,
diharapkan proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat. Dan yang tak
kalah penting adalah kondisi bayi yang dilahirkan juga sehat, begitu pula dengan
ibunya
2.1.4. Standar Pelayanan Antenatal Care
Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan yang
harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 10 T.
Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut
(Depkes RI, 2009) :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT)
bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
8. Test laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan
2.1.5. Lokasi Pelayanan Antenatal Care
Menurut Dep Kes RI (1997), tempat pemberian pelayanan antenatal care
dapat bersifat statis dan aktif meliputi :
1. Puskesmas/ puskesmas pembantu
2. Pondok bersalin desa
3. Posyandu
4. Rumah Penduduk (pada kunjungan rumah
5. Rumah sakit pemerintah/ swasta
6. Rumah sakit bersalin
7. Tempat praktek swasta (bidan dan dokter)
2.1.6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan
(ANC)
a. Kebutuhan
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk
hidup dalam akitvitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha.Pada
dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu memenuhi
kebutuhan. Kebutuhan tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, selama hidup
manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan, seperti makanan,
pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh
kebudayaan, lingkungan, waktu dan agama. Semakin tinggi tingkat
kebudayaan suatu masyarakat, semakin tinggi/banyak pula macam kebutuhan
yang harus dipenuhi. Pemeriksaan kehamilan secara teratur akan dilakukan
oleh ibu hamil, bila tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dapat
dikatakan bahwa faktor-faktor kebutuhan ini merupakan dasar dan stimulus
paling langsung untuk menggunakan sarana kesehatan dalam menjaga
kesehatannya selama kehamilan.
b. Harapan
Seseorang termotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya
harapankeberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga
diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan,
misalnya ibu melakukan pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan dengan
harapan agar kesehatannya selama kehamilan terjamin, dan apabila ada
gejala/tanda komplikasi kehamilan dapat terdeteksi sedini mungkin serta
apabila ada komplikasi yang terjadi dapat segera diatasi/ditangani.
c. Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa
ada yang menyuruh, misalnya ibu memeriksakan kehamilannya tanpa ada
pengaruh dari orang lain tetapi karena adanya minat ingin bertemu dengan
tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) dengan tujuan untuk mengetahui
keadaan/status kesehatan kehamilannya.
d. Dukungan Suami dan Keluarga
Wanita hamil tidak hidup sendiri tetapi dalam lingkungan keluarga dan
budaya yang kompleks atau bermacam-macam. Pada kenyataanya peranan
suami dan keluarga sangat besar bagi ibu hamil dalam mendukung perilaku
atau tindakan. Ibu hamil dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Teori
Snehendu B. Kar (Notoatmodjo, 2003) menyimpulkan bahwa perilaku
kesehatan seseorang ditentukan antara lain oleh ada atau tidaknya dukungan
masyarakat sekitarnya (social support). Orang yang tinggal dilingkungan yang
menjunjung tinggi aspek kesehatan akan lebih antusias dalam menjaga
kesehatannya. Sebaliknya mereka yang tinggal dilingkungan dengan pola
hidup tidak sehat/tidak memperhatikan kesehatan akan cenderung tidak
perduli dengan pencegahan penyakit atau pemeriksan kesehatan secara teratur.
e. Imbalan
Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang
tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya ibu melakukan pemeriksaan
kehamilannya ke tenaga kesehatan karena ibu akan mendapatkan imbalan
seperti makanan tambahan, susu, atau vitamin secara gratis. Imbalan yang
positif ini akan semakin memotivasi ibu untuk datang ketenaga kesehatan
untuk memeriksakan kehamilannya.
f. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu keadaan/kejadian yang dialami ibu pada kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu. Ibu yang memiliki pengalaman buruk dalam
kehamilan yang lalu akan cenderung untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan (Tangkin, Y, 2000). Menurut Akin dalam Adhaniyah mengatakan
bahwa pengalaman masa lalu dalam kehamilan, persalinan dan pelayanan
kesehatan mempunyai efek sangat besar terhadap pengetahuan, sikap, dan
penggunaan pelayanan kesehatan ibu. Serta pengalaman ibu hamil dalam
melakukan pemeriksaan kehamilan sebelumnya akan berpengaruh tehadap
perilaku ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan yang sekarang. Ibu
yang mendapatkan pengalaman yang kurang menyenangkan pada saat
melakukan pemeriksaan pada kehamilan sebelumnya akan cenderung kurang
antusias dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, karena takut pengalaman
yang lalu akan terulang kembali.
g. Sikap
Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap (attitude) yaitu suatu
tingkat efek (perasaan) baik yang positif (menguntungkan) maupun negatif
(merugikan). Sikap belum tentu merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi
merupakan “priedisposisi” tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Sarwono (2005) sikap merupakan potensi tingkah laku seseorang
terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat dikatakan seorang ibu
hamil yang bersikap positif terhadap perawatan kehamilan (ANC) cenderung
akan mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan ANC. Hal ini dikarenakan
informasi, pengetahuan dan pemahaman ibu hamil yang baik mengenai
pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC) selama kehamilan dapat mencegah
bahaya dan risiko yang mungkin terjadi selama hamil. Sikap ibu terhadap
pelayanan antenatal care berperan dalam pemeriksaan kehamilan secara
teratur.
h. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005). Menurut Notoatmodjo
(2003) tingkat pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam)
tingkatan : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tingkat
pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Pengetahuan tentang kehamilan
harus dimiliki ibu hamil untuk dapat menyiapkan fisik atau mental agar
sampai akhir kehamilannya sama sehatnya, bilamana ada kelainan fisik atau
psikologis bisa ditemukan secara dini dan diobati, serta melahirkan tanpa
kesulitan dengan bayi yang sehat.
i. Ekonomi/Penghasilan
Penghasilan keluarga merupakan faktor pemungkin bagi seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan.Penghasilan keluarga juga menentukan
stasus sosial ekonomi keluarga tersebut. Sosial ekonomi merupakan gambaran
tingkat kehidupan seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan
variabel pendapatan, pendidikan dan pekerjaan, karena ini dapat
mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan
(Notoatmodjo, 2003) Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya
berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi, hal ini
disebabkan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi
berbagai masalah tersebut (Effendy, N, 1998). Menurut WHO (Notoatmodjo,
2003) faktor ekonomi juga berpengaruh terhadap seseorang dalam upaya
deteksi dini komplikasi kehamilan. Status ekonomi keluarga juga berperan
bagi seseorang dalam bertindak termasuk tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan dan pemeriksaan kehamilannya
2.1.7. Faktor Risiko dalam Kehamilan
Yang dimaksud faktor risiko tinggi adalah keadaan pada ibu, baik berupa
faktor biologis maupun non-biologis, yang biasanya sudah dimiliki ibu sejak
sebelum hamil dan dalam kehamilan yang akan/mungkin memudahkan timbulnya
gangguan lain. Faktor itu bisa digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor medis dan
faktor non medis. Faktor medis meliputi, usia, paritas, graviditas, jarak kehamilan,
riwayat kehamilan dan persalinan, dan faktor non medis adalah pengawasan antenatal
(Manuaba, 1998) Menurut Muhtar, (1998) faktor non-medis dan faktor medis yang
dapat mempengaruhi kehamilan adalah :
a. Faktor non medis antara lain :
Status gizi buruk, sosial ekonomi yang rendah, kemiskinan, ketidaktahuan, adat,
tradisi, kepercayaan, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk memeriksakan
kehamilan secara teratur, fasilitator dan sarana kesehatan yang serba kekurangan
merupakan faktor non medis yang banyak terjadi terutama dinegara-negara
berkembang yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi morbiditas
dan mortalitas.
b. Faktor medis antara lain :
Penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta, gangguan tali
pusat, komplikasi persalinan.
2.1.8. Cara Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi
Cara menentukan pengelompokan kehamilan risiko tinggi, yaitu dengan
menggunakan cara kriteria. Kriteria ini diperoleh dari anamnesa tentang umur,
paritas, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, dan pemeriksaan lengkap
kehamilan sekarang serta pemeriksaan laboratorium penunjang bila diperlukan. Puji
Rochjati (2005) mengemukakan batasan faktor risiko pada ibu hamil ada 3 kelompok
yaitu :
a. Kelompok Faktor risiko I (ada potensi gawat obstetri), seperti primipara
muda terlalu muda umur kurang dari 16 tahun, primi tua, terlalu tua, hamil
pertama umur 35 tahun atau lebih, primi tua sekunder, terlalu lama punya
anak lagi, terkecil 10 tahun lebih, anak terkecil < 2 tahun, grande multi, hamil
umur 35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm, riwayat
persalinan yang buruk, pernah keguguran, pernah persalinaan premature,
riwayat persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vakum, ekstraksi forcep,
operasi (seksio sesarea) ). Deteksi ibu hamil berisiko kelompok I ini dapat
ditemukan dengan mudah oleh petugas kesehatan melalui pemeriksaan
sederhana yaitu wawancara dan periksa pandang pada kehamilan muda atau
pada saat kontak.
b. Kelompok Faktor Risiko II ( ada gawat obstetri), ibu hamil dengan
penyakit,pre-eklamsia/eklamsia, hamil kembar atau gamelli, kembar air atau
hidramnion,bayi mati dalam kandungan, kehamilan dengan kelainan letak,
serta hamil lewat bulan. Pada kelompok faktor resiko II ada kemungkinan
masih membutuhkan pemeriksaan dengan alat yang lebih canggih (USG)
oleh dokter Spesialis di Rumah Sakit.
c. Kelompok Faktor Risiko III (ada gawat obstetri), perdarahan sebelum bayi
lahir, pre eklamsia berat atau eklampsia. Pada kelompok faktor risiko III, ini
harus segera di rujuk ke rumah sakit sebelum kondisi ibu dan janin bertambah
buruk/jelek yang membutuhkan penanganan dan tindakan pada waktu itu juga
dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya yang terancam.
Adapun faktor-faktor risiko yang dapat memengaruhi kesehatan kehamilan :
1) Usia
a) Usia < 20 tahun (terlalu muda untuk hamil)
Yang dimaksud dengan terlalu muda untuk hamil adalah hamil pada
usia< 20 tahun. Pada usia< 20 tahun secara fisik kondisi rahim dan
panggul belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan
risiko kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan
pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat.
b) Usia 20 - 35 tahun (usia reproduksi)
Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam kurun
waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah usia 20 - 35 tahun, dimana organ
reproduksi sudah sempurna dalam menjalani fungsinya (BKKBN,
1999).
c) Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil)
Yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35 tahun,
kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh
diantaranya otot, syaraf, endokrin dan reproduksi mulai menurun. Pada
usia lebih dari 35 tahun terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan
kontraksi miokardium. Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit
lain yang melemahkan kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi
darah ke janin yang berisiko meningkatkan komplikasi medis pada
kehamilan, antara lain : keguguran, eklamsia dan perdarahan.
2) Paritas
Sulaiman, S (1983) mengklasifikasikan paritas adalah sebagai berikut :
a) Primipara : Seorang yang telah melahirkan seorang anak matur atau
prematur
b) Multipara : Seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu anak
c) Grandemulti adalah Seorang wanita yang telah melahirkan 5 orang anak
atau lebih.
Paritas merupakan salah satu faktor resiko pada kehamilan.Kehamilan
risiko tinggi lebih banyak terjadi pada multipara dan grandemultipara, dimana
pada multipara dan grandemultipara keadaan endometrium pada daerah korpus
uteri sudah mengalami kemunduran dan berkurangnya vaskularisasi.Hal ini
terjadi karena degenerasi dan nekrosis pada bekas luka implantasi plasenta
pada kehamilan sebelumnya didinding endometrium.Adanya kemunduran
Universitas Sumatera Utarafungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah
endometrium menyebabkan
daerah tersebut menjadi tidak subur dan tidak siap menerima hasil konsepsi,
sehingga pemberian nutrisi dan oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang
maksimal dan mengganggu sirkulasi darah ke janin. Hal ini akan berisiko pada
kehamilan dan persalinan.
3) Jarak Kehamilan
Menurut Ramli (1997), jarak adalah selang waktu antara dua peristiwa, ruang
antara dua objek bagian. Jarak adalah masa antara dua kejadian yang berkaitan.
a) Kehamilan dengan jarak < 3 tahun
Pada kehamilan dengan jarak < 3 tahun keadaan endometrium mengalami
perubahan.Perubahan ini berkaitan dengan persalinan sebelumnya yaitu
timbulnya thrombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi
plasenta (Mansjoer, 1999).
Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah
endometrium pada bagian korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut
kurang subur sehingga kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat
menimbulkan kelainan yang berhubungan dengan letak dan keadaan
plasenta.
b) Kehamilan dengan jarak > 3 tahun
Pada kehamilan dengan jarak > 3 tahun keadaan endometrium yang semula
mengalami thrombosis dan nekrosis karena pelepasan plasenta dari dinding
endometrium (korpus uteri) telah mengalami pertumbuhan dan kemajuan
Universitas Sumatera Utaraendometrium.Dinding-dinding endometrium mulai
regenerasi dan sel epitel
kelenjar-kelenjar endometrium mulai berkembang.Bila pada saat ini terjadi
kehamilan endometrium telah siap menerima sel-sel dan memberikan
nutrisi bagi pertumbuhan sel telur.
c) Kehamilan dengan jarak > 4 tahun
Pada kehamilan dengan jarak > 4 tahun sel telur yang dihasilkan sudah
tidak baik, sehingga bisa menimbulkan kelainan-kelainan bawaan seperti
sindrom down dan pada saat persalinan pun berisiko terjadi perdarahan post
partum.Hal ini disebabkan otot-otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat
harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang berisiko seperti
haemoragic post partum (HPP), dan risiko terjadi pre eklamsia dan
eklamsia juga sangat besar karena terjadi kerusakan sel-sel endotel.
2.1.9. Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi
Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan dan pengawasan
kehamilan yaitu deteksi dini ibu hamil risiko tinggi atau komplikasi kebidanan yang
lebih difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian ibu.Pemeriksaan
antenatal perlu dilakukan secara dini, sehingga dapat ditemukan sedini mungkin
apabila ada tanda bahaya/komplikasi serta dapat diperhitungkan dan dipersiapkan
langkah-langkah dalam persiapan persalinan. Diketahui bahwa janin dalam rahim
dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling memengaruhi. Oleh sebab itu ibu
hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur dan sesuai
standar minimal 4 kali selama kehamilan.
Universitas Sumatera Utara2.2. Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan
memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya
orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar dari pada yang tidak
melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan sebagai
dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan
tertentu (Rivai, 2004). Sementara Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa motivasi
sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau didalam diri seorang individu yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku.Oleh karena itu, motivasi dapat berarti
suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu
perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara wajar.
Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam
diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah
lakunya.Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan,
baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.
2.2.2. Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Djamarah (2002) motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Universitas Sumatera Utara1. Motivasi Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi
aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari, umumnya karena kesadaran,
misalnya ibu memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan karena ibu tersebut
sadar bahwa dengan memeriksakan kehamilannya, dapat mendeteksi apabila ada
komplikasi pada kehamilannya. Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang
memengaruhi motivasi intrinsik yaitu :
a. Kebutuhan (Need)
Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya faktor-faktor
kebutuhan baik biologis maupun psikologis, misalnya motivasi ibu untuk
memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan untuk mendeteksi adanya
tanda/gejala resiko tinggi pada kehamilannya.
b. Harapan (Expectancy)
Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan
keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat
dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan, misalnya ibu memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan dengan harapan agar apabila ada komplikasi/risiko
dalam kehamilannya dapat segera diketahui dan diatasi.
Universitas Sumatera Utarac. Minat
Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu
perbuatan.Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa
ada yang menyuruh, misalnya ibu memeriksakan kehamilannya tanpa adanya
pengaruh dari orang lain tetapi karena adanya minat ingin bertemu dengan tenaga
kesehatan (dokter, bidan, perawat) dan minat atau keinginan untuk mengetahui
keadaan kesehatan janin dan kehamilannya.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang atau
pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu. (Djamarah, 2002).
Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang memengaruhi motivasi ekstrinsik adalah :
a. Dukungan Suami dan Keluarga
Ibu memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan bukan kehendak sendiri
tetapi karena dorongan dari keluarga seperti : suami, orang tua, teman ataupun
anggota keluarga yang lain. Dukungan dan dorongan dari anggota keluarga semakin
menguatkan motivasi ibu untuk melakukan yang terbaik untuk kesehatan
kehamilannya. Dorongan positif yang diperoleh ibu, akan menimbulkan kebiasaan
yang baik pula, sehingga akan melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.
b. Imbalan
Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang
tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya ibu memeriksakan kehamilannya ke
Universitas Sumatera Utaratenaga kesehatan karena ibu akan mendapatkan imbalan
seperti mendapatkan
makanan tambahan (susu), suntik TT atau vitamin tambah darah. Imbalan yang
positif ini akan semakin memotivasi ibu hamil untuk datang ketenaga kesehatan
untuk memeriksakan kehamilannya, dengan harapan kehamilannya akan menjadi
sehat.
2.2.3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi
a. Faktor Fisik
Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik, misal
status kesehatan dan status gizi ibu hamil (http://situs.kespro.info/kia/htm). Bila ibu
hamil merasa dalam status kesehatan yang baik, tidak ada keluhan maka mereka
menganggap bahwa tidak perlu melakukan pemeriksaaan kehamilan, jadi ibu hanya
memeriksakan kehamilannya hanya bila ada keluhan saja.
b. Faktor Proses Mental
Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tapi ada
kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Ibu hamil yang mengalami
gangguan pada proses mental tentu sulit untuk membuat suatu keputusan bahwa
pemeriksaan kehamilan adalah suatu kebutuhan karena adanya gangguan pada proses
berfikir.
c. Faktor Hereditas
Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe kepribadian yang
secara herediter dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah
termotivasi atau sebaliknya (Notoatmodjo, 2003)
Universitas Sumatera Utarad. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar individu baik fisik, biologis,
maupun sosial (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap
motivasi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Termasuk dalam
lingkungan salah adalah dukungan suami, keluarga dan teman.
e. Faktor Kematangan Usia
Kematangan usia akan berpengaruh pada proses berfikir dan pengambilan
keputusan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.
f. Faktor Fasilitas (Sarana dan Prasarana)
Ketersediaan fasilitas untuk melakukan pemeriksaan kehamilan yang
memadai, mudah terjangkau menjadi motivasi bagi ibu untuk memeriksakan
kehamilannya. Termasuk dalam fasilitas adalah adanya sumber biaya yang
mencukupi bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.
g. Faktor Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi
kesehatan (Sugiyono, 1999). Dengan adanya media ibu hamil menjadi lebih tahu
tentang pemeriksaan kehamilan dan pada akhirnya dapat menjadi motivasi untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan.
2.2.4. Teori Motivasi Menurut Abrahan Maslow (1943-1970)
Abraham Maslow (1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan yang ada didalam hidupnya. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
Universitas Sumatera Utaraberbentuk piramid, orang memulai dorongan dari
tingkatan terbawah. Lima tingkat
kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari yang
paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit
untuk dicapai atau didapat.Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus
terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu
tindakan yang penting. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan
mendasar yang perlu dipenuhi.
Gambar 2.1 Hirarki Kebutuhan Maslow
a. Kebutuhan fisiologis
Contohnya adalah : sandang/pakaian, pangan/makanan, papan/rumah, dan
kebutuhan biologis seperti bernafas, buang air besar, buang air kecil dan lain
sebagainya.
b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Misalnya : bebas dari diskriminasi, bebas dari ancaman, bebas dari rasa
sakit/penyakit, bebas dari teror dan sebagainya.
Aktualisasi diri
Penghargaan
Sosial
Keamanan
Faali
Universitas Sumatera Utarac. Kebutuhan sosial
Misalnya : kasih sayang, rasa memiliki, memiliki teman, memiliki keluarga,
diterima dengan baik dan lain sebagainya
d. Kebutuhan akan penghargaan
Contohnya : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, berprestasi, berkompetensi, dan
mendapatkan dukungan serta pengakuan dan lain sebagainya.
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Misalnya : kebutuhan kognitif : mengetahui, memahami, dan menjelajahi ;
kebutuhan estetik : keserasian, keteraturan dan keindahan ; kebutuhan
aktualisasi diri : mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya.
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun,
tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat
kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala
kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan
oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).
2.2.5. Fungsi Motivasi
Menurut Notoatmodjo (2007), motivasi mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu :
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
Universitas Sumatera Utarab. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang
hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatanperbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan perbuatan
yang
sudah ditentukan atau dikerjakan akan memberikan kepercayaan diri yang tinggi
karena sudah melakukan proses penyeleksian
2.3. Persepsi
2.3.1. Pengertian Persepsi
Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perception :
pengumpulan, penerimaan, pandangan dan pengertian. Jadi persepsi adalah
kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan
langsung terhadap sesuatu (Komaruddin, 2002). Persepsi diartikan sebagi proses
diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh perhatian sehingga
individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati,
baik yang ada di luar maupun di dalam individu (Sunaryo, 2004). Menurut Wiliam
James dalam Widayatun (1999), persepsi merupakan suatu pengalaman yang
terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indera hasil pengolahan otak atau
ingatan. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun obyeknya sama.
Universitas Sumatera UtaraPersepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono
(2005) adalah proses
pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut
adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, perabaan dan sebagainya).
Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Menurut Leavit (dalam Sobur, 2003) persepsi dalam arti sempit adalah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas
persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu. Walgito (1991) yang menyatakan bahwa persepsi itu
merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diindranya
sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated
dalam diri individu. Sesuai dengan teori persepsi yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa, pembentukan persepsi tersebut sangat dipengaruhi
oleh pengamatan, pengindraan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan
suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati.
Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu
obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau, sikap,
harapan dan nilai yang ada pada diri individu.
2.3.2. Faktor Pembentukan Persepsi
Beberapa faktor yang memengaruhi persepsi antara lain : sikap, pendidikan
(pengetahuan), lingkungan, budaya (Rahmat, 2001).
Universitas Sumatera Utara1. Fungsional
Persepsi individu terhadap suatu objek tidak terjadi begitu saja, tapi ada
beberapa faktor yang memengaruhinya, yaitu faktor fungsional yang berasal
dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal lain yang termasuk dalam faktor
personal. Jadi persepsi tidak hanya ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli,
tetapi juga karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut
dan bermula dari kondisi biologisnya (Rahmat,2001).
2. Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai (Rahmat, 2001).
3. Pendidikan (Pengetahuan)
Pengetahuan dapat membentuk kepercayaan (Rahmat,2001). Pengetahuan
berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang.
4. Ekonomi/Penghasilan
Masalah ekonomi keluarga bisa mempengaruhi dalam mempersepsi segala
sesuatu termasuk dalam melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
2.3.3. Proses Persepsi dan Sifat Persepsi
Alport (dalam Mar’at, 1991) proses persepsi merupakan suatu proses kognitif
yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu.
Pengalaman dan proses belajar akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang
ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti
terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan
Universitas Sumatera Utaraberperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang
berupa sikap dan tingkah laku
individu terhadap objek yang ada. Walgito (1991) menyatakan bahwa terjadinya
persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:
a. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman
atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat
indera manusia.
b. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis,
merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat
indera) melalui saraf-saraf sensoris.
c. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik,
merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima
reseptor.
d. Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu
berupa tanggapan dan perilaku.
2.4 Landasan Teori
Stenburg (2008), mengemukakan motivasi sebagai konsep yang
menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan
respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Sementara Gibson et.al
(1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau di
dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Oleh karena
Universitas Sumatera Utaraitu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong
atau menjadi sebab
seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara wajar.
Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada teori
motivasi menurut Djamarah (2002) dimana motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang termasuk dalam motivasi
intrinsik adalah kebutuhan (need), harapan (Expectancy) dan minat. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah dorongan keluarga, lingkungan, imbalan.
Menurut Leavit (dalam Sobur, 2003) persepsi dalam arti sempit adalah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas
persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang
atau mengartikan sesuatu. Walgito (1991) yang menyatakan bahwa persepsi itu
merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diindranya
sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang integrated
dalam diri individu. Faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain : fungsional,
sikap, pendidikan (pengetahuan) dan ekonomi.
Kunjungan Antental Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi
perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta
kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan
petugas kesehatan (Henderson, 2006). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Antenatal care untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan
persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin.
Universitas Sumatera Utara2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan landasan teoritis, dapat digambarkan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen (Bebas) Variabel Dependen (Terikat)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Motivasi :
Intrinsik :
- Kebutuhan
- Harapan
- Minat
Ekstrinsik :
- Dukungan
Suami/Keluarga
- Imbalan
Persepsi :
- Pengalaman masa lalu
- Sikap
- Pengetahuan
- Penghasilan (UMK)
Kunjungan Pemeriksaan
Kehamilan (ANC)
K4 Lengkap/K4 Tidak
Lengkap
BAB III
KESIMPULAN
(bae baca lagi dan edit, karena aq buat kesimpulan sendiri)
Pelayanan Antenatal adalah pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care
untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun janin agar dapat
melalui persalinan dengan sehat dan aman, diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu sehingga
ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal, karena dengan keadaan kesehatan ibu yang
optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya (Departemen
Kesehatan RI, 2007).
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dalam pengertian
keseluruhan
adalah apa yang disebut dengan K4. Kunjungan antenatal empat kali (K4) adalah kontak ibu
hamil dengan tenaga professional yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat minimal satu kali kontak pada
trisemester pertama (K1), minimal satu kali kontak pada trisemester kedua (K2), minimal dua
kali kontak pada trisemester ketiga (K3 dan K4)
Tujuan utama asuhan antenatal adalah untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan
positif
bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya dengan ibu,
mendeteksi komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan
memberikan pendidikan. Sehingga bila ANC tidak dilakukan sebagaimana mestinya maka
akan mengakibatkan banyak dampak negative.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2010. Pemeriksaan Kehamilan. Diambil 29 September 2010, dari http :
//www.Depkes.go.id
2. Kusmiyati, Yuni., Wahyuningsih., & Sujiyatini. 2009. Perawatan Ibu Hamil.
Yogyakarta :Fitramaya
3. Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta :
Salemba Medika
4. Cunningham, F. Gary dkk. (2005). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung. (2004). Obstetri Fisiologi. Bandung: Eleman.