hubungan penyakit jantung bawaan asianotik …digilib.unila.ac.id/55345/3/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK DENGAN
BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI BANGSAL
ALAMANDA RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
MEGA RUKMANA DEWI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
HUBUNGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK DENGAN
BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI BANGSAL
ALAMANDA RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
Oleh
MEGA RUKMANA DEWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2019
Judul Skripsi : HUBUNGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
ASIANOTIK DENGAN BRONKOPNEUMONIA
PADA ANAK BALITA DI BANGSAL
ALAMANDA RUMAH SAKIT ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa : Mega Rukmana Dewi
No. Pokok Mahasiswa : 1518011091
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
Komisi Pembimbing
dr. Roro Rukmi WP.,S.Ked.,M.Kes.,Sp.A dr.Mukhlis I.,S.Ked.,M.Kes.,Sp.THT-KL
NIP. 198105052006042002 NIP. 197802272003121002
MENYETUJUI
Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA
NIP. 197012082001121001
MENGESAHKAN
1. Tes Penguji
Ketua : dr.Roro Rukmi WP.,S. Ked., M. Kes. Sp. A. _________
Sekretaris : dr.Mukhlis I., S.Ked., M.kes., Sp. THT-KL _________
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. dr. H. Prambudi Rukmono, Sp.A(K) _________
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA
NIP 197012082001121001
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 16 Januari 2019
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenernya, bahwa :
1. Skripsi dengan judul “HUBUNGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
ASIANOTIK DENGAN BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK
BALITA DI BANGSAL ALAMANDA RUMAH SAKIT ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG” adalah hasil karya saya sendiri dan
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan
cara tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat
akademik atau yang disebut palgiarisme.
2. Hak intelektualitas atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lampung.
Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya.
Bandar Lampung, Januari 2019
Pembuat Pernyataan
Mega Rukmana Dewi
NPM 1518011091
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara, Provinsi Lampung, pada tanggal
15 Agustus 1997, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Untung
dan Ibu Kusmini, Amd.Keb.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Dharma Wanita Bandar
Sakti, Abung surakarta, Lampung Utara pada tahun 2003. Sekolah Dasar (SD)
diselesaikan di SD Negeri 1 Bandarsakti, Abung Surakarta, Lampung Utara pada
tahun 2009. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Al-Kautsar
Bandar Lampung tahun 2012. Sekolah Menegah Atas (SMA) diselesaikan di
SMA Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2015.
Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif pada organisasi FSI FK UNILA tahun 2016 – 2018.
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana teruntuk
yang terkasih semua keluarga,
saudara, sahabat dan teman-
teman
MOTTO
“Maka nikmat tuhan kamu manakah
yang kamu dustakan?”
(Q.S Ar-rahman)
“Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain”
(HR. Ahmad)
SANWACANA
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Hubungan
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik dengan Bronkopneumonia pada Anak
Balita di Bangsal Alamanda Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar
Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran
di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu menuntun saya ke jalan yang mungkin terasa sulit
namun memberikan hasil yang teramat indah atas semuanya, terimakasih atas
iman yang masih Engkau berikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi
ini;
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;
3. Bapak Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
4. dr. Roro Rukmi Windi P., S. Ked. M. Kes. Sp. A., selaku Pembimbing Utama
terimakasih atas kesediaannya untuk membimbing saya dengan sebaik-
baiknya, menuntun dan mengajari saya dalam banyak hal yang saya belum
mengerti, yang disegala kesibukannya beliau masih mau menyempatkan diri
untuk membimbing saya dan teman-teman untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini;
5. dr. Mukhlis Imanto, S. Ked. M. Kes. Sp. THT-KL, selaku Pembimbing Kedua
atas kesediaannya untuk menyempatkan waktu memberikan bimbingan dan
saran serta masukan dan nasihat saat penulisan skripsi, terimakasih banyak
atas waktu yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik;
6. Dr. dr. H. Prambudi Rukmono, Sp.A(K) selaku Penguji Utama dan Pembahas
dalam skripsi ini. Terimakasih telah memberikan masukan, ilmu serta arahan
pada setiap hal yang belum saya ketahui sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik;
7. dr. M. Yusran, M. Sc. Sp.M selaku pembimbing Akademik atas bimbingan,
nasihat, dan kesedian waktunya selama ini;
8. Terimakasih kepada Bapak Sutarto, S.K.M., M.Epid untuk membantu saya
dalam membantu menyusun skripsi ini;
9. Seluruh Civitas Akademika FK Unila, atas pelajaran dan pengalaman yang
diberikan selama perkuliahan, yang sangat membantu dalam melaksanakan
penelitian ini;
10. Terimakasih kepada bu Damai dan pak Aswan yang sudah berkenan
membantu saya dalam melaksanakan penelitian ini dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan skripsi ini;
11. Kepada ibu dan ayah tercinta, terkasih dan tersayang yang telah membesarkan
penulis, terimakasih untuk doa-doa yang selalu dipanjatkan, terimakasih sudah
menjadi orang tua yang sangat luar biasa sabar dalam mendidik dan
menghadapi penulis, terimakasih untuk selalu terus mendukung hingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih sekali lagi penulis
ucapkan, tiada kata maupun tindakan yang dapat membalas jasa-jasa kalian.
Hanya doa yang bisa penulis panjatkan supaya ibu ayah selalu diberi
keberkahan, kesehatan maupun kemudahan dalam urusan dunia dan akhirat;
12. Teruntuk kakak yang sangat luar biasa hebat dan sangat penulis cintai Ani
Happy Febria Utami. Terimakasih untuk selalu mendukung, memberikan
semangat, doa dan memberikan saran ketika penulis sedang merasa sedih
maupun senang, terimakasih sudah menjadi tempat mencurahkan segala isi
hati, terimakasih sudah selalu menguatkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, terimakasih sudah menjadi kakak yang sangat luar biasa untuk
penulis;
13. Teruntuk adik-adikku tercinta Aditya Prima Jaya dan Muhammad Khoiri yang
selalu mendukung serta membuat penulis termotivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini;
14. Teruntuk teman serumahku dan selalu menemani selama 5 tahun ini, Yola
Purnama Dewi. Terimakasih karena sudah memberikan dukungan, sudah
menjadi tempat untuk menceritakan berbagai hal sedih maupun senang dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
15. Teruntuk teman-temanku yang sudah menemani mulai dari awal perkuliahan
hingga sekarang Puji Indah, Fadila Rahayu, Aliezsa Esthi, Maya Nurul, Nurul
Annisa, Syfa Dinia, Shafa Innayatullah serta Made puspita. Terimakasih
sudah menjadi sahabat terbaik mulai dari pertama perkulihan dimulai hingga
sekarang, terimakasih untuk kebersamaan nya selama hampir 4 tahun ini
dalam berbagi suka maupun duka serta terimakasih sudah memberikan
semangat dan memberikan bantuan tenaga dalam menyelesaikan skripsi ini;
16. Teruntuk teman-teman yang sudah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
Sonia Anggraini, Lia Qelina, Dianti Sevina, Nadhia Khairunnisa, Almira
Trihantoro, Dwirahmi Arniamantha, Zihan Zetira terimakasih sudah menjadi
bagian dalam menyelesaikan skripsi ini hingga memberikan dukungan kepada
penulis;
17. Teruntuk teman satu bimbingan Neli Salsabila terimakasih sudah membantu
dari pertama penelitian ini akan dimulai hingga selesainya skripsi ini,
terimakasih sudah bersedia untuk berjuang bersama dan terimakasih untuk
semangat dan doanya;
18. Teruntuk Arini Meronica, Nanda Salsabila Itsa serta Wulan Alawiyah teman
satu bimbingan. Terimakasih untuk semangat yang selalu kalian berikan;
19. Teruntuk temanku Eka Susiyanti dan Nabila Ulfiani, terimakasih sudah
menjadi bagian dalam menyelesaikan skripsi ini, memberikan semangat dan
motivasi serta berbagi dalam suka maupun duka walaupun kita baru bersama
sudah di penghujung semester ini akan tetapi kalian sudah menjadi teman
yang sangat baik dalam menyelesaikan skripsi ini;
20. Teruntuk Rachmi Rukmono, penulis mengucapkan banyak terimakasih karena
telah banyak membantu hingga skripsi ini selesai sampai akhir;
21. Teruntuk teman-teman seperjuangan KKN selama 40 hari kebersamaan, Kak
Aksar, Kak Arieya, Diki, Ana, Dita, Risa serta Rona. Terimakasih sudah
memberikan semangat dan dukungan serta doa, terimakasih karena kalianlah
penulis belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya,
terimakasih sudah berbagi cerita baik senang maupun sedih;
22. Teruntuk Wibi, Ayu, Utami, Riska, Paul, Indah Diti A, serta teman-teman
SMA ku terimakasih untuk doa, semangat dan bantuan yang telah kalian
berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
23. Teman-teman seperjuangn Endom15ium 2015 dari awal perkuliahan hingga
sekarang yang kebaikannya tidak dapat saya ucapkan satu-persatu yang sudah
banyak mendukung;
24. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu
kedokteran.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat
dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala
perhatian, kebaikan, dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan
dari Yang Maha Kuasa. Terimakasih.
Bandar Lampung, Januari 2019
Penulis,
Mega Rukmana Dewi
ABSTRACT
CORRELATION BETWEEN ACYANOTIC CONGENITAL HEART
DISEASE AND BRONCHOPNEUMONIA IN CHILDREN UNDER
FIVE WHO WERE TREATED IN ALAMANDA WARD OF
ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG HOSPITAL
Of
Mega Rukmana Dewi
Background : Congenital heart disease is occurs around approximately 10 out of
1000 children. In Indonesia, the percentage of congenital heart disease is between
0.8% and 1% of births per year. Infection is one of a major problem in the
acyanotic congenital heart disease, especially lower respiratory tract infections.
Bronchopneumonia is a predisposition factor for children with acyanotic
congenital heart disease.
Method : This study uses an observational analytic method with a cross sectional
approach. The study sample is 43 subjects with total sampling method consist of
0-60 months old children with acyanotic congenital heart disease who are treat in
Alamanda ward Abdul Moeloek Bandar Lampung Hospital on January 2017-
October 2018. The data collect by observing on medical records with univariate
and bivariate analysis.
Result : The univariate analysis shows 62.8% children suffer bronchopneumonia
with acyanotic congenital heart disease.The bivariate analysis shows there is no
correlation between type of acyanotic congenital heart disease DSV and
bronchopneumonia (p = 0.32) but there is correlation between the type of
acyanotic congenital heart disease DSA and DAP with bronchopneumonia.
(p=0.01) for DSA and (p=0.02) for DAP.
Conclusion : There is a correlation between the type of acyanotic congenital heart
disease DSA and DAP with bronchopneumonia in children under five who are
treat in Alamanda ward Abdul Moeloek Bandar Lampung Hospital.
Keywords : Acyanotic congenital heart disease, bronchopneumonia, child.
ABSTRAK
HUBUNGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK DENGAN
BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI BANGSAL
ALAMANDA RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
Oleh
Mega Rukmana Dewi
Latar Belakang : Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu penyakit yang
sering terjadi kira-kira pada 10 dari 1000 anak yang lahir. Di Indonesia,
presentase cacat jantung bawaan berkisar antara 0,8% sampai 1% dari jumlah
kelahiran per tahun. Infeksi menjadi masalah pada penyakit jantung bawaan
asianotik khusunya infeksi saluran pernapasan bawah. Bronkopneumonia menjadi
predisposi penyakit pada anak dengan penyakit jantung bawaan asianotik.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 43 subyek anak dengan
penyakit jantung bawaan asianotik usia 0-60 bulan yang dirawat di bangsal
Alamanda Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung periode Januari 2017-
Oktober 2018 dengan metode total sampling. Pengumpulan data dengan observasi
pada rekam medis. Analisis data secara univariat dan bivariat.
Hasil : Hasil analisis univariat 62,8 % subyek menderita bronkopneumonia
dengan penyakit jantung bawaan asianotik. Hasil analisis bivariat diperoleh hasil
yaitu tidak terdapat hubungan antara tipe penyakit jantung bawaan asianotik DSV
dengan bronkopneumonia (p=0,32) tetapi terdapat hubungan antara tipe penyakit
jantung bawaan asianotik DSA dan DAP dengan bronkopneumonia. (p=0,01)
untuk DSA dan (p=0,02) untuk DAP.
Kesimpulan : Terdapat hubungan penyakit jantung bawaan asianotik DSA dan
DAP dengan bronkopneumonia pada anak balita yang dirawat di bangsal
alamanda Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Kata kunci : Penyakit jantung bawaan asianotik, bronkopneumonia, anak.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ........................................................................ 5
1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti Lain ................................................................ 6
1.4.3 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan ........................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aliran Sirkulasi Janin .................................................................................. 7
2.2 Penyakit Jantung Bawaan ............................................................................ 8
2.2.1 Definisi ............................................................................................... 8
2.2.2 Insidensi ............................................................................................. 9
2.2.3 Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan ................................................ 9
2.2.4 Penyakit Jantung Bawaan Asianotik ................................................ 10
2.3 Bronkopneumonia ..................................................................................... 15
2.3.1 Definisi ............................................................................................. 15
2.3.2 Epidemiologi .................................................................................... 16
2.3.3 Etiologi ............................................................................................. 16
2.3.4 Faktor Risiko .................................................................................... 17
2.3.5 Patogenesis Bronkopneumonia ........................................................ 19
2.3.6 Manifestasi klinis ............................................................................. 20
2.3.7 Pemeriksaan penunjang ................................................................... 21
2.3.8 Diagnosis Bronkopneumonia ........................................................... 25
2.3.9 Tatalaksana ...................................................................................... 27
2.4 Hubungan penyakit jantung bawaan asianotik dengan kejadian
bronkopneumonia ...................................................................................... 28
ii
2.5 Kerangka Teori .......................................................................................... 29
2.6 Kerangka Konsep ...................................................................................... 30
2.7 Hipotesis .................................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 31
3.3 Subyek Penelitian ...................................................................................... 31
3.3.1 Populasi ............................................................................................ 31
3.3.2 Sampel ............................................................................................. 32
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel .......................... 32
3.4.1 Identifikasi Variabel ........................................................................ 32
3.4.2 Definisi Operasional ........................................................................ 33
3.5 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 35
3.6 Alur Penelitian ........................................................................................... 36
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 38
3.7.1 Pengolahan Data .............................................................................. 38
3.7.2 Analisis Data .................................................................................... 38
3.8 Etika Penelitian ......................................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian ..................................................................... 41
4.2 Hasil Penelitian ......................................................................................... 42
4.2.1 Karakteristik Subyek berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 42
4.2.2 Karakteristik Subyek berdasarkan Usia ........................................... 42
4.2.3 Analisis Univariat ............................................................................ 43
4.2.4 Analisis Bivariat .............................................................................. 44
4.3 Pembahasan ............................................................................................... 47
4.3.1 Karakteristik Subyek berdasarkan Jenis Kelamin ........................... 47
4.3.2 Karakteristik Subyek berdasarkan Usia ........................................... 48
4.3.3 Analisis Univariat ............................................................................ 48
4.3.4 Analisis Bivariat .............................................................................. 50
4.4 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 54
5.2 Saran .......................................................................................................... 55
5.2.1 Bagi Ilmu Pengetahuan .................................................................... 55
5.2.2 Bagi Peneliti Lain ............................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Definisi Operasional ............................................................................... 34
Tabel 2. Distribusi Subyek berdasarkan Jenis Kelamin ........................................ 42
Tabel 3. Distribusi Subyek berdasarkan Usia ....................................................... 42
Tabel 4. Distribusi Subyek berdasarkan Jenis PJB ............................................... 43
Tabel 5. Distribusi Bronkopneumonia .................................................................. 44
Tabel 6. Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji Fisher Hubungan DSV
terhadap Bronkopneumonia .................................................................... 45
Tabel 7. Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji ChI-Square Hubungan DSA
terhadap Bronkopneumonia .................................................................... 45
Tabel 8. Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji Fisher Hubungan DAP
terhadap Bronkopneumonia .................................................................... 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Aliran sirkulasi fetus ............................................................................. 8
Gambar 2. Infiltrat alveolar ................................................................................... 24
Gambar 3. Infiltrat interstisial ............................................................................... 24
Gambar 4. Bronkopneumonia ............................................................................... 25
Gambar 5. Kerangka Teori .................................................................................... 29
Gambar 6. Kerangka Konsep ................................................................................ 30
Gambar 7. Alur Penelitian..................................................................................... 37
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit bawaan yang tersering pada
anak yang disebabkan adanya kelainan pada jantung berupa lubang atau
kerusakan pada sekat ruangan jantung dan sumbatan katup maupun pembuluh
darah (IDAI, 2014). Penyakit jantung bawaan (PJB) juga sering didapatkan
pada neonatus dan dapat membutuhkan penatalaksanaan kegawatdaruratan
(Lalani, 2011).
Prevalensi penyakit jantung bawaan terjadi kira-kira pada 10 dari 1000 anak
yang lahir, insiden nya lebih tinggi dari anak anak yang lahir mati ataupun
lahir spontan (Hoffman, 2007). Di Indonesia, presentase cacat jantung
bawaan berkisar antara 0,8% sampai 1% dari jumlah kelahiran per tahun.
Diperkirakan, bahwa ada 40.000 sampai 50.000 bayi lahir dengan cacat
jantung bawaan setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2012). Pada tahun 2017 di
Rumah sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung pasien anak yang menderita
penyakit jantung bawaan di ruang Alamanda sebanyak 140 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 13 kasus dan pada tahun 2018 dari bulan Januari
hingga Juni didapatkan sebanyak 81 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak 4 kasus.
2
Kelainan jantung bawaan dikelompokkan atas dua bagian yaitu PJB
asianotik dan PJB sianotik. Penyakit jantung bawaan (PJB) asianotik
terbanyak dijumpai yaitu defek septum ventrikel (ventricular septal defect),
duktus arteriosus persisten (patent ductus arteriosus), defek septum atrium
(atrial septal defect), stenosis pulmonal (pulmonary valve stenosis) dan
mitral stenosis (mitral valve stenosis) sedangkan PJB sianotik terbanyak
dijumpai yaitu tetralogi of fallot (TOF), transposisi arteri besar (TBA),
atresia trikuspid dan atresia pulmonal (Hariyanto, 2012).
Infeksi menjadi masalah pada anak dengan penyakit jantung bawaan
khususnya infeksi saluran pernapasan bawah. Sebanyak 72 anak dengan
infeksi saluran pernapasan bawah 75 % diantaranya menderita penyakit
jantung bawaan dengan usia ≤ 5 tahun (Singh et al, 2017). Penyakit jantung
bawaan asianotik seperti defek septum ventrikel (DSV), defek septum atrium
(DSA), duktus arteriosus persisten (DAP) dan defek septum atrioventrikuler
(DSAV) menjadi predisposisi bronkopneumonia pada anak (Sadoh &
Osarogiagbon, 2013). Bronkopneumonia mendapati urutan pertama penyakit
penyerta yang membawa anak datang berobat dan penyakit jantung bawaan
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya bronkopneumonia berulang pada
anak (Hariyanto, 2012).
Pneumonia merupakan salah satu infeksi saluran pernasan akut (ISPA) yang
terjadi pada jaringan paru dan sekitarnya yang dapat disebabkan oleh virus,
bakteri dan dapat juga disebabkan oleh sebab lain seperti aspirasi maupun
radiasi (Rahajoeet al, 2010). Menurut WHO, pneumonia merupakan suatu
3
bentuk infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang paru-paru. Apabila
seseorang terkena pneumonia, maka paru-paru individu tersebut akan terisi
oleh cairan yang dapat menyulitkan seseorang bernafas dan keterbatasan
individu tersebut dalam menghirup oksigen (WHO, 2016).
Menurut profil kesehatan Indonesia pada tahun 2017, penderita pneumonia
di Indonesia berjumlah 447.431 balita dengan usia kurang dari 1 tahun
sebanyak 149.944 penderita dan usia 1-4 tahun sebanyak 297.487 penderita.
Angka pneumonia tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Jawa Barat
dengan total penderita sebanyak 126.936 penderita. Di Provinsi Lampung,
kejadian balita penderita pneumonia sebanyak 6.273 penderita dengan 1.983
penderita berusia kurang dari 1 tahun dan 4.290 berusia 1-4 tahun
(Kemenkes RI, 2017). Pada tahun 2017, kasus bronkopneumonia yang ada di
ruang rawat inap Alamanda Rumah Sakit Abdul Moeloek sebanyak 384
kasus dengan pasien meninggal sebanyak 23 kasus dengan kasus terbanyak
pada bulan Desember 2017 yaitu sebanyak 41 kasus. Pada tahun 2018, dari
Januari sampai Juni didapatkan kasus bronkopneumonia sebanyak 245 kasus
dengan kasus terbanyak pada bulan Juni 2018.
Penelitian yang dilakukan oleh Gabriela dkk, didapatkan hasil dari 149 anak
yang mendeita penyakit jantung bawaan semuanya terkena infeksi saluran
pernapasan bawah dan bronkopneumonia menjadi penyakit terbanyak pada
anak yang menderita penyakit jantung bawaan yaitu sebanyak 128 anak
menderita bronkopneumonia (Gabriela et al, 2015). Selain itu penelitian yang
dilakukan di rumah sakit umum Dr. M.Djamil Padang didapatkan hasil
4
bahwa pneumonia merupakan penyakit paru terbanyak yang ada pada pasien
penderita penyakit jantung bawaan yaitu sebesar 30 kasus pneumonia (35%)
dari 85 kasus penyakit jantung bawaan pada anak (Hermawan et al, 2018).
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
didapatkan sebanyak 318 anak penderita pneumonia 28 diantaranya
menderita penyakit jantung bawaan dan 7 diantaranya meninggal dunia,
faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian pada balita yang menderita
pneumonia yaitu pneumonia yang sangat berat, leukositosis serta penyakit
jantung bawaan. (Wulandari et al, 2013).
Penyakit jantung bawaan asianotik dapat menimbulkan bronkopneumonia, ini
dapat disebabkan karena pada penyakit jantung bawaan asianotik dapat terjadi
peningkatan aliran darah ke paru yang menyebabakan terjadinya edema pada
paru sehingga dapat mencetuskan terjadinya bronkopneumonia (Sadoh&
Osarogiagbon 2013). Hal tersebut yang mendasari penulis untuk meneliti
hubungan penyakit jantung bawaan asianotik dengan bronkopneumonia pada
anak usia 0-5 tahun di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung, selain
itu belum ada penelitian di Lampung mengenai hubungan penyakit jantung
bawaan asianotik dengan bronkopneumonia pada anak seperti yang sudah
dilakukan di Padang dan di Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari hasil uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : "Apakah terdapat hubungan
antara penyakit jantung bawaan asianotik dengan bronkopneumonia pada
5
anak balita di bangsal Alamanda Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar
Lampung?"
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara penyakit jantung
bawaan asianotik dengan bronkopneumonia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran penyakit jantung bawaan asianotik
pada anak balita di bangsal Alamanda Rumah Sakit Abdul Moeloek
Bandar Lampung.
2. Untuk mengetahui tingkat kejadian bronkopneumonia pada anak
dengan penyakit jantung bawaan asianotik pada anak balita di
bangsal Alamanda Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
3. Untuk mengetahui adakah hubungan antara tipe penyakit jantung
bawaan asianotik dengan bronkopneumonia pada anak balita di
bangsal Alamanda Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan baru dalam penelitian
khususnya dalam hubungan antara penyakit jantung bawaan asianotik
dengan penderita bronkopneumonia pada anak balita di Rumah Sakit
Abdul Moeloek Bandar Lampung.
6
1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Dapat menjadi panduan dalam penelitian selanjutnya khususnya pada
hubungan antara penyakit jantung bawaan asianotik dengan penderita
bronkopneumonia pada anak balita di Rumah Sakit Abdul Moeloek
Bandar Lampung.
1.4.3 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai hubungan penyakit jantung bawaan asianotik dengan
penderita bronkopneumonia pada anak balita di Rumah Sakit Abdul
Moeloek Bandar Lampung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aliran Sirkulasi Janin
Sirkulasi janin berbeda dengan sirkulasi pada orang dewasa dikarenakan pada
janin tidak menggunakan paru-paru untuk bernapas. Sebagian besar darah
yang didapatkan dari ibu tidak dialirkan ke dalam paru-paru melainkan
dialirkan ke seluruh tubuh. Anatomi jantung saat fetus memiliki foramen
ovale yang menghubungkan antara atrium kanan dan atrium kiri, jantung juga
memiliki duktus arteriosus yang menghubungkan antara aorta dan arteri
pulmonalis. Darah yang kaya oksigen masuk melalui vena umbilikalis
menuju hati dan masuk ke vena cava inferior menuju ke atrium kanan. Pada
saat janin, bagian jantung sebelah kanan memiliki tekanan yang lebih tinggi
dibandingkan bagian jantung sebelah kiri, sehingga sebagian besar darah
yang masuk ke dalam atrium kanan akan masuk ke dalam atrium kiri melalui
foramen ovale (Kiserud, 2005).
Darah yang masuk ke dalam atrium kiri akan dialirkan ke dalam ventrikel kiri
dan akan dipompa ke seluruh tubuh melalui aorta, sedangkan darah yang
masuk dari vena cava superior akan dialirkan ke dalam atrium kanan dengan
kandungan oksigen yang kurang. Darah yang berasal dari vena kava superior
tersebut berasal dari regio kepala fetus, darah yang masuk tersebut akan
8
dialirkan ke dalam ventrikel kanan dan akan dipompa melalui arteri
pulmonalis akan tetapi sebagian besar darah yang dipompa akan masuk ke
dalam aorta melalui duktus arteriosus. Total darah yang masuk ke dalam
paru-paru pada sirkulasi fetus sebesar 12%, 55% mengalir ke plasenta lagi
melalui arteri umbilikal dan 45 % mengalir ke seluruh jaringan fetus (Guyton
& Hall, 2014).
Gambar 1. Aliran sirkulasi fetus Sumber (Guyton & Hall, 2014)
2.2 Penyakit Jantung Bawaan
2.2.1 Definisi
Penyakit jantung bawaan merupakan suatu penyakit yang sering
ditemukan pada anak dan merupakan suatu kelainan anatomi jantung
pada sekat ataupun lubang pembuluh darah maupun sumbatan katup
(IDAI, 2014). Penyakit jantung bawaan dapat disebabkan oleh genetik
maupun peran dari lingkungan (Hoffman, 2007).
9
2.2.2 Insidensi
Secara global penyakit jantung bawaan dapat terjadi sekitar 8 dari 1000
kelahiran hidup. Insiden biasanya lebih tinggi pada yang lahir mati
(2%), abortus (10-25%), dan bayi prematur (2%). Insiden secara
keseluruhan ini tidak termasuk prolaps katup mitral, persisten duktus
arteriuosus (PDA) pada bayi prematur serta katup aorta bikuspid. Pada
bayi-bayi dengan penyakit jantung bawaan, sekitar 2-3 dari 1000
neonatus akan mempunyai manifestasi klinis penyakit jantung pada
umur 1 tahun pertama dan diagnosis biasanya ditegakkan umur 1
minggu 40-50% penderita dengan penyakit jantung bawaan dan pada
umur 1 bulan pada 50-60% penderita (Bernstein, 2015).
2.2.3 Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan
Menurut Soeroso dan Sastrosoebroto, penyakit jantung bawaan dapat
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu penyakit jantung bawaan
asianotik dan penyakit jantung bawaan sianotik. Penyakit jantung
bawaan asianotik berdasarkan pirau dapat dibagi menjadi 2 yaitu
(Soeroso & Sastrosoebroto, 1994):
1. Penyakit jantung bawaan dengan pirau ke kiri dan kanan yang terdiri
dari defek septum ventrikel, defek septum atrium, defek septum
atrioventrikularis, duktus arteriosus persisten
2. Penyakit jantung bawaan tanpa pirau yang terdiri dari stenosis aorta,
stenosis pulmonal dan koarktasio aorta
10
Sedangkan penyakit jantung bawaan sianotik dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan penurunan aliran darah
paru yang terdiri dari tetralogi of fallot, atresia pulmonal dengan
defek septum ventrikel, atresia pulmonal dengan septum ventrikel
utuh, atresia trikuspid dan anomali eibstein
2. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan peningkatan aliran darah
ke paru yang terdiri dari transposisi arteri besar, trunkus arteriosus,
ventrikel tunggal, anomaly total drainase vena pulmonalis.
Pada bab ini hanya akan dibahas mengenai penyakit jantung bawaan
asianotik.
2.2.4 Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penyakit jantung bawaan asianotik merupakan kelainan struktur dan
dan fungsi jantung pada saat lahir dan tidak menimbulkan sianosis pada
penderitanya misalnya lubang pada sekat jantung yang menyebabkan
terjadinya pirau dari kiri ke kanan, kelainan katup serta adanya
penyempitan jalur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa ada
lubang di sekat jantung (Roebiono, 2003).
1. Defek Septum Ventrikel (DSV)
Defek septum ventrikel merupakan penyakit jantung bawaan yang
paling sering ditemukan dengan angka mencapai 30% dari
keseluruhan penyakit jantung bawaan. Pada DSV kecil biasanya
jantung dapat normal atau sedikit membesar, selain itu ditemukan
11
suara khas bising pansistolik pada parasternalis kiri, keras, kasar, dan
biasanya disertai getaran akan tetapi pasien dengan DSV kecil
hingga sedang biasanya jarang ditemukan kelainan kardiovaskular
(William et al, 2005). Pasien dengan DSV besar gambaran klinis
dapat ditemukan sewaktu neonatus, biasanya pasien dapat timbul
gagal jantung pada minggu keenam, sering dijumpai infeksi saluran
napas berulang, gangguan pertumbuhan dapat pula terjadi sesak
napas saat istirahat. Pasien dengan DSV kecil dapat diberikan
profilaksis untuk mencegah terjadinya endokarditis infektif apabila
pasien akan menjalani terapi pembedahan seperti ekstraksi gigi
maupun tonsilektomi (Soeroso & Sastrosoebroto, 1994). Pada DSV
besar manajemen medik mempunyai 2 tujuan yaitu mengendalikan
gagal jantung kongestif dan mencegah terjadinya penyakit vaskuler
pulmonal (Bernstein, 2015).
2. Defek Septum Atrium (DSA)
Defek septum atrium biasanya disebabkan adanya defek pada
septum atrium dan biasanya jarang tidak ada sekat sama sekali yang
membentuk atrium tunggal fungsional (Bernstein, 2015). ASD dapat
dibagi menjadi defek septum atrium tipe primum, tipe sekundum dan
tipe venosus. DSA tipe primum disebabkan karena tidak adanya
jaringan sekat atrium tepi inferior, DSA tipe sekundum disebabkan
adanya defek pada sentral sekat yang berhubungan dengan foramen
ovale sedangkan tipe venosus disebabkan adanya defek bagian
superior sekat atrium dan dapat meluas hingga vena kava superior
12
(Heymann, 2007). Pasien dengan DSA kecil hingga sedang biasanya
tidak menyebabkan gejala pada anak usia dini akan tetapi pada DSA
besar dapat memiliki sianosis, gagal jantung, infeksi pernapasan
berulang, gagal tumbuh, prekordium menonjol serta terdapat bunyi
jantung II split lebar dan menetap. Pengobatan untuk DSA dapat
dilakukan dengan koreksi bedah maupun penutupan dengan
katerisasi jantung (Thompson, 2013).
3. Defek Sekat Atrioventrikular (DSAV)
Defek sekat atrioventrikular terjadi karena adanya defek pada kanal
atrioventrikular (AV) atau defek bantalan endokardium yang terdiri
dari defek sekat atrium dan ventrikel secara bersamaan dengan
kelainan katup AV yang mencolok. Pada DSAV komplit biasanya
terjadi gagal jantung kongestif, infeksi paru berulang, hati dapat
membesar serta gagal tumbuh. Bunyi jantung pertama dapat normal
atau mengeras dan bunyi jantung kedua dapat membelah lebar
(Bernstein, 2015). Pada ekokardiografi terlihat kedua katup AV
terdapat pada satu katup yang sama, selain itu dapat ditemukan
regurgitasi katup atrioventrikuler serta dapat terjadi obstruksi pada
outflow ventrikel kiri. Penatalaksaan defek septum atrioventrikular
memerlukan tindakan operasi yang dapat menurunkan tingkat
mortalitas sebesar 1-2% (William et al, 2005).
4. Duktus Arteriosus Persisten (DAP)
Kelainan ini didapatkan karena tidak menutupnya duktus arteriosus
saat setelah lahir. Pada kelainan ini mencakup 7% dari seluruh
13
penyakit jantung bawaan. Pasien dengan DAP kecil biasanya tidak
memberikan gejala, akan tetapi pada auskultasi terdengar bunyi khas
yakni bunyi kontinue (continous murmur, machnery murmur). Pada
DAP sedang biasanya ditemukan keluhan anak sulit makan, sering
terkena infeksi saluran napas akan tetapi berat badan penderita dalam
batas normal (Soeroso& Sastrosoebroto, 1994). Pasien dengan DAP
besar biasanya terlihat saat usia 1-4 bulan dan sering terjadi gagal
jantung kongestif, infeksi paru, nadi akan teraba jelas dan keras.
Pemeriksaan auskultasi akan terdengar bunyi jantung II mengeras
dan bunyi jantung yang terdengar hanya fase sistolik. Bayi atau anak
yang menderita DAP tanpa gagal jantung dan tanpa gagal tumbuh,
operasi dapat dilakukan pada usia diatas 3-4 bulan apabila pasien
terdapat gagal jantung dapat diberikan obat untuk mengatasi gagal
jantung terlebih dahulu dan jika kondisi sudah membaik maka
operasi dapat ditunda 12-16 minggu karena ada kemungkinan duktus
arteriosus menutup (Roebiono, 2003)
5. Stenosis Aorta
Penyakit ini biasanya dikarenakan adanya penyempitan aorta pada
valvular (75%), subvalvular (23%) atau supravalvular (1-2%). Pasien
dengan stenosis aorta biasanya didapatkan adanya murmur ejeksi
sistolik di kanan atas garis sternal, klik ejeksi sistolik di bagian apex
dan terdapat dilatasi ascending aorta pada rontgen dada (William et
al, 2005). Selain itu dapat juga terjadi kardiomegali yang nyata
dengan kongesti vena pulmonalis berat seta nyeri dada maupun nyeri
14
epigastrium yang berkaitan dengan stenosis berat (Heymann, 2007).
Pada ekokardiografi dua dimensi akan memperlihatkan hipertrofi
ventrikel kiri serta penebalan katup aorta yang berbentuk seperti
kubah. Penanganan stenosis aorta berat dapat dilakukan valvuloplasti
balon untuk mencegah disfungsi ventrikel kiri yang progresif, selain
itu dapat juga dilakukan pembedahan apabila valvuloplasti tidak
dapat dilakukan (Bernstein, 2015).
6. Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal merupakan kelainan dengan adanya obstruksi
jalan keluar ventrikel kanan atau arteri pulmonalis serta cabang-
cabangnya. Penyempitan pada stenosis pulmonal dapat terjadi di
bawah katup di infundibulum (stenosis subvalvular atau
infundibulum), pada katup (valvular), diatas katup (supravalvular).
Neonatus yang mengalami krisis stenosis pulmonal dapat mengalami
takipnea, sianosis, serta gangguan imun (Bernstein, 2015). Anak
dengan stenosis pulmonal cukup berat dapat bersifat asimtomatik
dan terdeteksi karena adanya bising, suara jantung I dapat normal
ataupun keras, klik ejeksi sistolik terdengar disepanjang tepi sternum
kiri tetapi jika stenosis menjadi progresif maka klik dapat tidak
terdengar. Ekokardiografi menunjukkan daun katup pulmonal
menebal dan pembesaran pada arteri pulmonalis. Anak dengan
stenosis pulmonal berat dapat dilakukan valvuloplasti balon atau
valvotomi pulmonal apabila valvuloplasti balon tidak dapat
dilakukan (Heymann, 2007).
15
7. Koartasio Aorta
Pada koartasio aorta terjadi konstriksi didaerah aorta dan dapat juga
terjadi di daerah arcus transversum hingga bifurkasio iliaka namun
yang paling sering terjadi yaitu pada daerah duktus arteriosus
(Soeroso& Sastrosoebroto, 1994). Pada koartasio aorta jarang
menimbulkan manifestasi klinis tetapi manifestasi yang sering terjadi
adalah nadi femoralis, poplitea, tibialis posterior dan distalis pedis
akan melemah sedangkan pada lengan dan arteri karotis terjadi
peningkatan. Tekanan darah pada kaki juga akan menjadi lebih
rendah dibandingkan tekanan darah di lengan. Bising sistolik pendek
terdengar di garis parasternalis kiri pada sela iga 3 dan 4 (Bernstein,
2015). Pasien dengan koartasio aorta dan gagal jantung kongestif
dapat diberikan infus prostaglandin 0,025 – 1 µg/kg/min dan dapat
pula dilakukan tindakan pembedahan (William et al¸2007).
2.3 Bronkopneumonia
2.3.1 Definisi
Bronkopneumonia merupakan kelainan pada saluran pernafasan yang
disebabkan adanya peradangan yang disebabkan oleh infeksi bakteri
maupun virus ataupun benda-benda asing yang mengenai bronkus
hingga alveolus (Bennet & Steele , 2014). Bronkopneumonia biasanya
mengenai daerah bronkus atau bronkiolus hingga ke alveolus dan
biasanya terdapat distribusi daerah bercak-bercak (pathcy distribution).
Bronkopneumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis
dikarenakan peradangan bisa mencapai daerah bronkiolus dan alveolus
16
paru sedangkan pneumonia adalah penyakit yang disebabkan adanya
peradangan pada jaringan paru. (Bradley et al, 2011).
2.3.2 Epidemiologi
Di negara berkembang, penyakit ini menyebabkan setidaknya 5 juta
kematian per tahun pada anak balita dengan angka insidensi di negara
berkembang termasuk Indonesia sekitar 30% dengan 10-20 kasus/100
anak per tahun pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun yang memiliki
risiko kematian yang lebih tinggi. Di negara maju angka kejadian pada
anak dibawah 5 tahun sekitar 2-4 kasus/100 anak/tahun. Di Amerika
penyakit ini setidaknya menyerang anak-anak usia kurang dari 2 tahun
dengan angka 13% dari seluruh penyakit anak yang ada di Amerika.
(Latief, 2009).
2.3.3 Etiologi
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh faktor-faktor infeksi maupun
non-infeksi. Berikut adalah penyebab terjadinya bronkopneumonia:
a. Faktor infeksi
Infeksi ini dapat disebabkan oleh streptococcus group B serta
bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp maupun
Klebsiella sp dapat menyerang pada neonatus dan bayi kecil.
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B serta
Staphylococcus aureus sering menyerang pada bayi yang lebih
besar serta anak balita sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja sering terinfeksi oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
17
Selain itu bronkopneumonia dapat disebabkan oleh berbagai virus
seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, serta virus
Parainfluenza (Rahajoeet al, 2010).
b. Faktor non-infeksi
Faktor non-infeksi dapat disebabkan oleh adanya aspirasi maupun
refluks gastroesofagus seperti pneumonia aspirasi yang dapat
disebabkan karena adanya atresia esofagus ataupun obstruksi
duodenum, pneumonia hidrokarbon yang biasanya tidak sengaja
tertelan oleh anak seperti peralatan rumah, minyak tanah, cairan
arang yang ringan dan bensin serta pneumonia lipoid yang sering
terjadi pada bayi yang lemah hal ini disebabkan adanya inflamasi
proliferatif karena aspirasi dari bahan-bahan lipoid (Orenstein,
2015).
2.3.4 Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
respiratorik akut bawah pada anak seperti pada bronkopneumonia yaitu
a. Usia balita
Pada anak-anak kurang dari 2 tahun biasanya lebih rentan terkena
infeksi saluran pernapasan bawah dikarenakan belum maturnya
imunitas serta saluran pernapasan yang relatif sempit serta anak
yang lahir dengan prematur biasanya lebih berisiko terkena
pneumonia seperti pneumonia aspirasi karena adanya refleks
menelan, reflek menghisap serta refleks batuk yang belum
sempurna (Hartati et al, 2012).
18
b. Status gizi balita
Status gizi yang kurang pada balita akan meningkatkan risiko
terjadinya infeksi pada anak dikarenakan gizi yang kurang akan
menyebabkan penurunan kapasitas kekebalan, gangguan fungsi
granulosit serta gangguan fungsi komplemen yang berguna untuk
merespons terjadinya infeksi terutama infeksi bronkopneumonia
(Hartati et al, 2012).
c. Berat badan lahir rendah
Pada anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah akan
menyebabkan kurang sempurnanya pembentukan zat anti
kekebalan yang berisiko terjadinya infeksi bronkopneumonia yang
meningkatkan risiko kematian pada anak dengan berat badan lahir
rendah dibandingkan dengan lahir normal (Hartati et al, 2012).
d. Kebiasaan merokok anggota keluarga
Kebiasaan merokok anggota keluarga akan meningkatkan kejadian
pneumonia pada balita sebesar 2,53 kali untuk terkena pneumonia
dibandingkan dengan balita yang anggota keluarganya tidak
merokok (Hartati et al, 2012).
e. Riwayat imunisasi campak dan DPT
Balita yang sudah diimunisasi campak dapat terhindar dari
pneumonia dikarenakan komplikasi dari campak yang paling sering
adalah pneumonia oleh sebab itu balita yang sudah diimunisasi
campak dapat terhindar dari pneumonia sedangkan imunisasi DPT
dapat mencegah penyakit penumonia dikarenakan komplikasi
19
penyakit pertusis adalah pneumonia sehingga anak yang di
imunisasi DPT dapat terhindar dari pneumonia (Hartati et al,
2012).
f. Kepadatan rumah
Kepadatan rumah yang tidak sesuai yaitu <4 m2 akan meningkatkan
terjadinya infeksi saluran pernapasan bawah dikarenakan adanya
kesempatan infeksi silang antar anggota keluarga yang besar selain
itu juga infeksi akan mudah ditularkan lewat droplet maupun udara
pada ruangan yang sempit dan padat (Tamba et al, 2010).
g. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang mendasari kejadian pneumonia maupun
bronkopneumonia yang tersering adalah penyakit jantung bawaan.
Hal ini juga dapat mempengaruhi kejadian kekambuhan
bronkopneumonia berulang pada balita. Hal tersebut disebabkan
karena adanya peningkatan aliran darah ke paru pada penyakit
jantung bawaan (Pramono &Purwati, 2018).
2.3.5 Patogenesis Bronkopneumonia
Mikroorganisme penyebab bronkopneumonia akan masuk kedalam
paru-paru melewati traktus respiratorius dan terhisap oleh paru-paru
pada bagian perifer. Pertama akan terjadi reaksi inflamasi yang
menyebabkan edema. Edema ini akan mempermudah terjadinya
proliferasi dan mempermudah mikroorganisme menyebar ke jaringan
sekitar. Jaringan paru yang yang terinfeksi oleh mikroorganisme akan
membentuk konsolidasi berupa sel polimononuklear (PMN), fibrin,
20
eritosit, cairan edema dan ditemukan kuman alveoli. Keadaan ini
disebut stadium hepatisasi merah. Kedua, akan terjadi pertambahan
jumlah fibrin dan leukosit PMN pada alveoli yang menyebabkan
terjadinya fagositosis dengan cepat. Keadaan ini disebut dengan
stadium hepatisasi kelabu. Ketiga, peningkatan makrofag di alveoli
akan menyebabkan degenerasi sel, fibrin menipis, debris serta
mikroorganisme akan menghilang. Pada keadaan ini disebut stadium
resolusi. Jaringan paru yang tidak terkena infeksi akan tetap pada
keadaan normal (Rahajoe et al, 2010).
2.3.6 Manifestasi klinis
Sebagian besar manifestasi klinis bronkopneumonia yang terjadi pada
anak dan balita dapat berbeda-beda hal ini disebabkan adanya beberapa
faktor seperti usia, imaturitas anatomik dan imunologik,
mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang
tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi non-infeksi serta faktor patogenesis.
Gambaran klinis bronkopneumonia pada anak berbeda-beda bergantung
dari berat ringannya penyakit yang dialami, akan tetapi secara umum
gambaran klinis bronkopneumonia adalah sebagai berikut (Rahajoe et
al, 2010).
a. Gejala infeksi umum
Gejala ini dapat berupa demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,
21
muntah atau diare, kadang dapat ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner.
b. Gejala gangguan respiratori
Gejala ini dapat berupa batuk, sesak napas retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.
Selain itu, pada bronkopneumonia juga dapat ditemukan gejala-gejala
klinis sebagai berikut (Bennet & Steele, 2014):
a. Terdapat retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
b. Terdapat pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
c. Demam, dispneu, terkadang dapat ditemukan muntah dan diare
d. Dapat didahului oleh infeksi pernapasan atas selama beberapa hari
e. Biasanya batuk tidak ditemukan pada permulaan penyakit namun
dapat ditemukan batuk pada beberapa hari yang awalnya kering
lalu menjadi produktif
f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukositosis dengan
predominan PMN
h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks dapat ditemukan gambaran
bronkopneumonia
2.3.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu sebagai berikut
22
a. Darah perifer lengkap
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri dapat terjadi
peningkatan leukosit dengan nilai rerata yaitu sebesar 45.293/mm3,
pemeriksaan tromobosit didapatkan nilai rerata yaitu sebesar
364.437/mm3 serta untuk kadar hemoglobin didapatkan nilai rerata
yaitu sebesar 11,3 g/dL (Kaunang et al, 2016).
b. C-Reactive Protein (CRP)
CRP merupakan suatu protein yang dapat terbentuk akibat adanya
proses inflamasi maupun peradangan yang dibentuk oleh hati pada
saat fase akut. Semakin tinggi kadar CRP maka akan semakin berat
pula infeksinya. CRP yang meningkat > 85 mg/dL biasanya dapat
membedakan penyebab dari pneumokokus, virus maupun
mikoplasma (Summah & Qu, 2009).
c. Uji serologis
Uji serologis dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi
Streptokokus grup A dan dapat dikonfirmasi dengan peningkatan
titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim atau antiDnase B.
Adanya titer yang meningkat dapat disebabkan oleh infeksi
terdahulu sehingga diperlukan serum fase akut serta serum fase
konvalesen (Rahajoe et al, 2010).
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk bronkopneumonia dapat
didapatkan spesimen yang berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura maupun aspirasi
23
paru. Diagnosis definitif apabila ditemukan adanya mikroorganisme
yang berasal dari darah, cairan pleura ataupun aspirasi paru.
Spesimen yang memenuhi syarat apabila ditemukan adanya leukosit
lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan dengan
pembesaran kecil pada pemeriksaan mikroskop (Rahajoe et al,
2010).
e. Pemeriksaan X-Foto Toraks
Pemeriksaan x-foto toraks biasanya dibutuhkan untuk menunjang
diagnosis di Instalasi Gawat Darurat dengan posisi anteroposterior
(AP). Pemeriksaan x-foto toraks biasanya dapat menilai lokasi
maupun keberadaaan dari infeksi, menilai besarnya derajat infeksi
maupun untuk deteksi adanya kelainan pleura, kavitas paru serta
untuk mengetahui respon pasien terhadap terapi (Bernstein, 2015).
Secara umum gambaran x-foto toraks terdiri dari (O’Grady et al,
2014):
1) Infiltrat alveolar
Didapatkan adanya konsolidasi homogen yang dominan dengan
air bronchogram dan mengenai daerah pada satu daerah lobus
paru yang disebut dengan pneumonia lobaris atau dapat terlihat
lesi tunggal besar, bentuk sferis, batas tidak terlalu tegas yang
dikenal sebagai round pneumonia.
24
Gambar 2. Infiltrat alveolar Sumber (O’Grady et al, 2014)
2) Infiltrat interstisial
Biasanya didapatkan corakan bronkovaskular, peribronchial
cuffing dan hiperaerasi
Gambar 3. Infiltrat interstisial Sumber (O’Grady et al, 2014)
25
3) Bronkopneumonia
Ditandai dengan adanya gambaran difus yang merata pada
kedua paru, bercak-bercak infiltrat dapat meluas sampai ke
perifer paru dan disertai juga dengan peningkatan corakan
peribronkial.
Gambar 4. Bronkopneumonia Sumber (O’Grady et al, 2014)
2.3.8 Diagnosis Bronkopneumonia
Menurut Latief 2009, Diagnosis bronkopneumonia dapat
diklasifikasikan menjadi
a. Bronkopneumonia ringan
Didapatkan adanya batuk, kesulitan bernapas, dan terdapat nafas
yang cepat pada anak umur 2 bulan-11 bulan ≥ 50 kali/menit
sedangkan pada anak umur 1 tahun-5 tahun ≥ 40 kali/menit
b. Bronkopneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini
26
- Kepala terangguk-angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto dada menunjukkan gambaran bronkopneumonia
Selain itu bisa didapatkan adanya tanda berikut ini
- Napas cepat
Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
- Suara merintih pada bayi muda
- Pada auskultasi terdengar dapat terdengar Crackles (ronki) atau
suara pernapasan menurun atau suara pernapasan bronkial
Pada balita yang menderita bronkopneumonia berat juga biasanya
terjadi keadaan sulit bernapas sehingga terjadi pergerakan dada
yang naik turun dengan cepat atapun tertarik ke dalam saat menarik
napas (lower chestwall indrawing), dapat juga ditemukan kejang,
penurunan kesadaran, hipotermia, letargi serta minum terganggu.
Diagnosis bronkopneumonia biasanya dapat dipastikan dengan x-
foto toraks dan uji laboratorium. Namun, apabila pada tempat-
tempat yang tidak memadai fasilitasnya, kasus bronkopneumonia
dapat ditetapkan secara klinis (Kemenkes RI, 2010).
27
2.3.9 Tatalaksana
Tatalaksana pada penyakit bronkopneumonia adalah sebagai berikut
a. Bronkopneumonia ringan
Anak dirawat jalan dan diberikan antibiotik kotrimoksasol (4 mg
TMP/KgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksisilin (25
mg/KgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV
dapat diberikan selama 5 hari. Ibu dianjurkan untuk memberi
makan kepada anaknya dan dapat kembali apabila anak mengalami
perburukan seperti tidak dapat minum maupun minum susu
(Rahajoe et al, 2010)
b. Bronkopneumonia berat
Anak dirawat dirumah sakit dan diberikan ampisilin/ amoksisilin
25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam dan selalu dipantau
dalam 24 jam selama 72 jam pertama, apabila keadaan memburuk
sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat tidak mau makan,
menyusui, latergis, keadaan tidak sadar, sianosis dapat
ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8
jam. Apabila diduga pneumonia stafilokokus antibiotik diganti
dengan gentamisin (7,5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin
(50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kg/BB/hari- 3 kali pemberian). Oksigen diberikan pada semua
dengan pneumonia berat dan apabila tersedia pulse oximetry
gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak
dengan saturasi oksigen <90% , bila tersedia oksigen yang cukup)
28
hentikan pemakaian oksigen apabila saturasi tetap stabil >90%
(Latief, 2009)
2.4 Hubungan penyakit jantung bawaan asianotik dengan kejadian
bronkopneumonia
Beberapa penyakit jantung bawaan dengan peningkatan aliran darah ke paru
menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya bronkopneumonia pada anak.
Penyakit jantung bawaan asianotik seperti DSV, DSA, DAP, DSAV menjadi
faktor predisposisi bronkopneumonia. Hal itu disebabkan pada penyakit
jantung bawaan asianotik dengan pirau kiri ke kanan menyebabkan terjadinya
peningkatan aliran darah ke ventrikel kanan, dengan adanya peningkatan
aliran darah ke ventrikel kanan akan mengakibatkan terjadinya gagal jantung
kongestif dan mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah menuju
paru-paru. Adanya peningkatan aliran darah di paru akan mencetuskan
terjadinya edema di paru yang diakibatkan karena adanya penumpukan cairan
di dalam paru. Penumpukan cairan karena edema ini yang akan menjadi
faktor pencetus untuk terjadinya infeksi saluran napas, salah satu yang paling
sering adalah bronkopneumonia (Sadoh & Osarogiagbon, 2013).
29
2.5 Kerangka Teori
Gambar 5. Kerangka Teori
Keterangan :
Tulisan Bold : yang diteliti
: menyebabkan
30
2.6 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 6. Kerangka Konsep
2.7 Hipotesis
H0 : Tidak terdapat hubungan antara penyakit jantung bawaan asianotik
dengan bronkopneumonia pada anak balita di bangsal Alamanda
Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
H1 : Terdapat hubungan antara penyakit jantung bawaan asianotik dengan
bronkopneumonia pada anak balita di bangsal Alamanda Rumah Sakit
Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Penyakit Jantung
Bawaan Asianotik
Bronkopneumonia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik observasional dengan
desain cross sectional yaitu untuk mencari adanya hubungan antara variabel
bebas sebagai faktor risiko dan variabel terikat sebagai penyakit atau efek dari
faktor risiko tersebut dan dinilai dalam waktu yang bersamaan (Siswanto,
2010).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bangsal Alamanda dan bagian rekam medik
Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung dan waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan November-Desember 2018.
3.3 Subyek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan elemen atau satuan individu yang
akan diteliti (Syahdrajat, 2018). Populasi dalam penelitian ini
merupakan anak yang yang dirawat di bangsal Alamanda Rumah Sakit
Abdul Moeloek Bandar Lampung Periode Januari 2017-Oktober 2018.
32
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih untuk dapat diteliti
(Arikunto, 2006). Sampel pada penelitian ini merupakan anak yang
menderita penyakit jantung bawaan asianotik yang dirawat di bangsal
Alamanda yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
1. Anak yang dirawat inap di bangsal Alamanda di Rumah Sakit
Abdoel Moeloek Bandar Lampung periode Januari 2017-
Oktober 2018
2. Anak yang berusia 0-60 bulan
b. Kriteria Eksklusi
1. Penegakkan diagnosis penyakit jantung bawaan asianotik yang
tidak menggunakan ekokardiografi
Menurut Dahlan (2009), sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik total sampling dimana semua subjek dalam populasi
dijadikan sebagai sampel penelitian.
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.4.1 Identifikasi Variabel
Variabel merupakan karakteristik yang dapat berubah dari penelitian
satu ke penelitian lainnya dan variabel itu sendiri juga dapat diartikan
sesuatu yang mempunyai bermacam-macam nilai selain itu variabel
juga dapat digunakan sebagai ciri, sifat maupun ukuran yang
33
didapatkan dari suatu penelitian (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian
ini menggunakan variabel bebas dan variabel terikat.
a. Variabel bebas (Independent variable)
Variabel bebas atau variabel independen merupakan variabel yang
dapat mempengaruhi variabel lain sehingga dapat timbul suatu
variabel dependen atau variabel terikat. Dalam penelitian ini penulis
menentukan variabel bebas yaitu penyakit jantung bawaan asianotik.
b. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat atau variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi oleh variabel bebas dan menjadi akibat atau efek dari
variabel bebas. Dalam penelitian ini penulis menentukan variabel
terikat yaitu bronkopneumonia (Arikunto, 2006).
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan
cara untuk mengukur suatu variabel dan semacam untuk petunjuk untuk
melaksanakan penelitian (Siswanto, 2010). Definisi operasional juga
berguna dalam pengukuran atau pengamatan terhadap variabel yang
diamati serta dapat mengembangkan instrumen. Adapun definisi
operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
34
Tabel 1. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil
Ukur
Skala
A. Penyakit
jantung
bawaan
asianotik
1.DSV
2.DSA
3.DAP
Anak yang telah
didiagnosis oleh
dokter spesialis
anak menderita
penyakit jantung
bawaan asianotik
tipe DSV yang
dirawat di bangsal
Alamanda Rumah
Sakit Abdoel
Moeloek usia 0-
60 bulan periode
Januari 2017-
Oktober 2018
Anak yang telah
didiagnosis oleh
dokter spesialis
anak menderita
penyakit jantung
bawaan asianotik
tipe DSA yang
dirawat di bangsal
Alamanda Rumah
Sakit Abdoel
Moeloek usia 0-
60 bulan periode
Januari 2017-
Oktober 2018
Anak yang telah
didiagnosis oleh
dokter spesialis
anak menderita
penyakit jantung
bawaan asianotik
tipe DAP yang
dirawat di bangsal
Alamanda Rumah
Sakit Abdoel
Moeloek usia 0-
60 bulan periode
Januari 2017-
Oktober 2018
Melihat hasil
ekokardiografi
Melihat hasil
ekokardiografi
Melihat hasil
ekokardiografi
Rekam
medik
Rekam
medik
Rekam
medik
0 = DSV
1= Tidak
DSV
0 = DSA
1= Tidak
DSA
0 = DAP
1= Tidak
DAP
Nominal
(Kategori
k)
Nominal
(Kategori
k)
Nominal
(Kategori
k)
35
2. Bronkopneu
monia
Anak yang
didiagnosis
bronkopneumonia
oleh dokter
spesialis anak di
bangsal Alamanda
Rumah sakit
Abdoel Moeloek
usia 0-60 bulan
periode Januari
2017-Oktober
2018
Melihat hasil
rekam medik
Rekam
medik 0 =
bronkopn
eumonia
1= tidak
bronkopn
eumonia
Nominal
(Kategori
k)
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan cara atau metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data
maka peneliti tidak akan mendapatkan data sesuai standar data yang
ditetapkan (Siswanto, 2010). Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini
adalah data sekunder yaitu dari rekam medik. Dalam penelitian ini,
pengukuran variabel diberikan nilai sesuai kriteria masing-masing variabel.
1. Penyakit jantung bawaan asianotik
Pada penyakit jantung bawaan asianotik tipe DSV maka dapat diberi kode
“0” dan apabila tidak DSV dapat diberi kode “1”. Penyakit jantung
bawaan asianotik tipe DSA maka dapat diberi kode “0” dan apabila tidak
DSA dapat diberi kode “1” serta penyakit jantung bawaan asianotik tipe
DAP maka dapat diberi kode “0” dan apabila tidak DAP dapat diberi
kode “1”
2. Bronkopneumonia
Pada tidak bronkopneumonia maka dapat diberi kode “1” dan apabila
bronkopneumonia dapat diberi kode “0”
36
3.6 Alur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat izin etika penelitian
(ethical clearance) kepada Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Selanjutnya peneliti membuat surat pengantar dari
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung sebagai tembusan di
bagian Rumah Sakit Abdul Moeloek. Lalu peneliti meminta izin penelitian di
Rumah Sakit Abdul Moeloek kepada staf Direktur dan Diklat Rumah Sakit
Abdul Moeloek. Setelah disetujui oleh pihak Diklat maka surat pengantar
dapat diberikan ke bagian rekam medik bangsal Alamanda Rumah Sakit
Abdul Moeloek untuk mengambil data yang dibutuhkan oleh peneliti. Peneliti
mengambil seluruh data rekam medik anak yang menderita penyakit jantung
bawaan asianotik dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
Setelah data dikumpulkan, dilihat anak yang terkena PJB asianotik tipe DSV,
DSA serta DAP. Kemudian anak yang menderita PJB asianotik tipe DSV,
DSA serta DAP dilihat apakah anak tersebut menderita bronkopneumonia
atau tidak. Setelah didapatkan data, maka peniliti akan menguji data tersebut
dengan uji Chi Square dan menggunakan uji Fisher apabila syarat tidak
terpenuhi dan dilihat apakah terdapat hubungan atau tidak.
37
Gambar 7. Alur Penelitian
Survei pendahuluan dan penulisan proposal
Seminar Proposal
Pengambilan data rekam medik dengan pasien penderita penyakitjantung bawaan
asianotik sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
Menerima persetujuan peneliti untuk melakukan penelitian di bangsal Alamanda RSAM
Membuat surat pengantar penelitian Program Studi
Pendidikan Dokter ke Rumah Sakit Abdoel Moeloek
Membuat ethical clearance
Meminta surat izin penelitian ke Pihak Diklat
Diambil pasien PJB
asianotik tipe DSV
Diambil pasien PJB
asianotik tipe DAP
BP
(+)
BP
(-)
BP
(-)
BP
(+)
Dilakukan analisis data menggunakan uji Chi Square atau Fisher
Dilihat apakah terdapat hubungan antara tipe PJB asianotik dengan
bronkopneumonia
Diambil pasien PJB
asianotik tipe DSA
BP
(-)
BP
(-)
38
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari pengumpulan data diolah dengan
bantuan software SPSS melalui tahapan sebagai berikut (Hidayat,
2009):
a. Editing
Proses pengoreksian apakah terdapat data yang tidak jelas sehingga
dapat mudah dilihat apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan.
b. Koding
Kegiatan menerjemahkan data yang terkumpul selama proses
penelitian berlangsung
c. Entri data
Data yang sudah dikumpulkan dapat dimasukkan kedalam database
komputer
d. Cleaning
Pengecekan ulang data dari hasil penelitian yang sudah didapat
e. Output komputer
Hasil yang telah diperoleh dapat dicetak
3.7.2 Analisis Data
Analisis data dapat memperlihatkan data hasil penelitian dapat diubah
dalam bentuk informasi sehinga dapat ditarik kesimpulan. Untuk
mengolah data yang diperoleh dilakukan dua macam analisis data, yaitu
analisis univariat dan analisis bivariat.
39
a. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi, frekuensi
dan variabel-variabel yang diamati sehingga dapat mengetahui
gambaran dari setiap variabel (Notoatmodjo,2012). Pada penelitian
ini dilakukan analisis dari masing-masing variabel yaitu penyakit
jantung bawaan asianotik dan bronkopneumonia yang ditampilkan
dalam bentuk narasi dan tabel.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Pada analisis ini digunakan untuk
mengetahui hubungan tipe penyakit jantung bawaan asianotik
dengan bronkopneumonia pada anak. Analisis yang digunakan yaitu
analisis hubungan antara variabel kategorik dengan variabel
kategorik. Variabel kategorik sendiri terdiri dari variabel ordinal dan
nominal. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan uji Kai Kuadrat (Chi Square) dan menggunakan uji
fisher karena ada syarat yang tidak terpenuhi dengan tingkat
signifikan (α)= 0,05. Confident Interval (CI) dalam penelitian ini
sebesar 95% sehingga apabila p ≤ 0,05 maka terdapat hubungan
antara variabel terikat dengan variabel bebas dan jika p > 0,05 maka
dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara variabel terikat
dengan variabel bebas.
40
3.8 Etika Penelitian
Peneliti mendapatkan surat izin etika penelitian dari komisi etik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor
5286/UN26.18/PP.05.02.00/2018. Selanjutnya peneliti meminta izin dan
persetujuan staf Direktur dan Diklat Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar
Lampung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan serta tujuan penelitian
mengenai hubungan penyakit jantung bawaan asianotik dengan
bronkopneumonia pada anak balita di bangsal Alamanda Rumah Sakit Abdul
Moeloek Bandar Lampung, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan
1. Penyakit jantung bawaan asianotik dengan jenis terbanyak yaitu defek
septum ventrikel (DSV) sebanyak 12 subyek (27,9 %) , defek septum
atrium (DSA) sebanyak 12 subyek (27,9 %) serta duktus arteriosus
persisten (DAP) sebanyak 8 subyek (18,6 %).
2. Presentase subyek yang menderita bronkopneumonia pada anak dengan
penyakit jantung bawaan asianotik sebesar 27 subyek (62,8 %).
3. Terdapat hubungan antara penyakit jantung bawaan asianotik yaitu defek
septum atrium (DSA) dan persisten duktus arteriosus (DAP) dengan
bronkopneumonia pada anak balita di bangsal Alamanda Rumah Sakit
Abdul Moeloek Bandar Lampung.
55
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah mengenai penyakit
jantung bawaan yang lebih terbaru untuk setiap tahunnya.
5.2.2 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat melakukan penelitian dengan cakupan sampel yang
lebih banyak dan meneliti faktor-faktor risiko lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto S. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Edisi revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Baaker RH, Abass AA, Kamel AA. 2008. Malnutrition and growth status in
patients with congenital heart disease. The Iraqi Postgraduate Medical
Journal. 7(2): 152-156
Bennet NJ , Steele RW. 2014. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape
LLC [diunduh 30 Juli 2018]. Tersedia dari
http://emedicine.medscape.com/article/967822-medication.
Bernstein D. 2015. Epidemiology and genetic basis of congenital heart disease.
Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF, Behrman RE
(edt.). Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20. Philadelphia: Elsivier.
hlm. 1571-1600
Bradley JS., et al. 2011. The Management of community-acquired pneumonia in
infants and children older than 3 months of age: Clinical practice
guidelines by the pediatric infectious disease society and the infectious
disease society of America. Clin Infect Dis. 53 (7):617-30
Dahlan MS. 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ekure EN., et al. 2017. Congenital heart defect in Nigerian children: preliminary
data from the National pediatric cardiac registry. World Journal for
Pediatric and Congenital Heart Surgery. 8(6): 699-706
Guyton AC, Hall JE. 2014. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 12. Jakarta : EGC
Gabriela K, Kuswiyanto RB, Dwiyatnaningrum F. 2015. Clinical characteristic
and outcome of acute lower respiratory tract infection in children with
congenital heart disease. Althea Medical Journal. 2(3): 403-8
Hariyanto D. 2012. Profil penyakit jantung bawaan di instalasi rawat inap anak
RSUP Dr.M.Djamil Padang Januari 2008 - Februari 2011. Sari Pediatri.
14(3): 152-7
57
Hartati S, Nurhaeni N, Gayatri D. 2012. Faktor risiko terjadinya pneumonia pada
balita. Jurnal Keperawatan Indonesia. 15(1):13-20
Hermawan BJ, Hariyanto D, Aprilia D. 2018. Profil penyakit jantung bawaan di
instalasi rawat inap anak RSUP DR.M.Djamil Padang periode Januari
2013-Desember 2015. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(1):142-8
Heymann, MA. 2007. Penyakit jantung kongenital pirau kiri-ke-kanan. Dalam:
Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E. & Rudolph, C.D. Buku Ajar Pediatri
Rudolph. 20th ed. Jakarta:EGC.
Hoffman, J.I.E.2007. Penyakit jantung kongenital. Dalam: Rudolph, A.M.,
Hoffman, J.I.E. & Rudolph, C.D. Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed.
Jakarta:EGC.
Hidayat AA. 2009. Metode penelitian kebidanan dan teknik analisa data.
Surabaya: Salemba Medika.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Mengenal kelainan jantung bawaan pada
anak [Online Article][diunduh 10 Juli 2018]. Tersedia dari
www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mengenal-kelainan-
jantung-bawaan-pada-anak.
Kaunang CT, Runtunuwu AL, Wahani AMI. 2016. Gambaran karakteristik
pneumonia pada anak yang dirawat di ruang perawatan intensif anak
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 2013 – 2015. Jurnal e-
Clinic. 4(2): 1-9
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Buletin jendela epidemiologi
Pneumonia Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Tingkatkan kualitas dan akses
masyarakat terhadap pelayanan jantung [Online Article][diunduh 31 Mei
2018]. Tersedia dari http://www.depkes.go.id/article/print/1856/kemenkes-
tingkatkan-kualitas-dan-akses-masyarakat-terhadap-pelayanan-
jantung.html.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Data dan informasi profil
kesehatan indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kiserud T. 2005. Physiology of the fetal circulation [seminars in fetal & neonatal
medicine]. Elsivier. 10: 493-503
Lalani A . 2011. Kegawatdaruratan pediatri. Jakarta:EGC.
Latief A. 2009. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
58
Maramis PP, Kaunang ED, Rompis J. 2014. Hubungan penyakit jantung bawaan
dengan status gizi pada anak di RSUP.Prof.Dr.R.D.Kandou Manado tahun
2009-2013. Jurnal e-Clinic (eCI). 2(2)
Monita O, Yani FF, Lestari Y. 2015. Profil pasien pneumonia komunitas di bagian
anak RSUP DR.M.Djamil Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehtan
Andalas. 4(1): 218-26
Notoatmodjo S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
O’Grady KA, Torzilo PJ, Frawley K, Chang AB. 2014. The Radiological
diagnosis pneumonia in children. Pneumonia. 5: 38-51
Orenstein. 2015. Pneumonia aspirasi dan refluks gastroesofagus akibat penyakit
pernapasan. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF,
Behrman RE (edt.). Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20.
Philadelphia: Elsivier. hlm. 1487-1493.
Pramono PS, Purwati NH. 2018. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kekambuhan pada anak balita dengan pneumonia di RSAB Harapan Kita.
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice: 1-7
Rahajoe NN, Supriyanto B, Seyanto DB. 2010. Buku ajar respirologi anak. Edisi
ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Roebiono PS. 2003. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan.
[Online Journal] [diunduh 2 Juni 2018]. Tersedia dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/poppy.roebiono/material/diagnosisda
ntatalaksanapjb-2.pdf.
Sari NK, Soetadji A, Kosim MS. 2014. Hubungan antara besarnya defek septum
ventrikel dengan fungsi paru. Sari Pediatri. 16 (3): 189-194
Sadoh WE, Osarogiagbon WO. 2013. Underlying congenital heart disease in
Nigerian children with pneumonia. African Health Sciences.13(3): 607-
612
Siswanto H. 2010. Metodologi penelitian kesehatan (Cetakan ke-3). Jogjakarta :
Mitra Cendikia
Singh PK, Chaudhuri PK, Chaudhary AK. 2017. Incidence of congenital heart
disease in children with recurrent respiratory tract infection in tertiary
hospital. IOSR Journal of Dental and Medical Science. 16(9): 42-4
Soeroso S, Sastrosoebroto H. 1994. Penyakit jantung bawaan non-sianotik.
Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak.
Jakarta: Binarupa Aksara
59
Summah H, Qu JM. 2009. Biomarkers: a definite plus in pneumonia [Review
Journal]. Hindawi Journal:1-9
Syahdrajat T. 2018. Panduan penelitian untuk skripsi kedokteran dan kesehatan:
Pedhe Offset.
Tamba R, Sidhartani M, Murischan. 2010. Faktor risiko infeksi respiratorik akut
bawah pada anak. Sari Pediatri. 11(5): 330-4.
Thompson E. 2013. Atrial septal defect. Journal of the America Academy of Pas
[Online Journal] [diunduh 6 September 2018]. Tersedia dari:
https://journals.lww.com/jaapa/fulltext/2013/06000/Atrial_septal_defect.1
6.aspx.
William WH, Myron JL, Judith MS, Robin RD. 2005. Current pediatric diagnosis
& treatment. New York: McGraw Hill.
World Health Organisation .2016. Pneumonia [internet]. WHO [diunduh 25 Juli
2018]. Tersedia dari http://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/pneumonia
Wulandari DA, Sudarwati S, Suardi AU, Ghrahani R, Kartasasmita CB. 2013.
Kematian akibat pneumonia berat pada anak balita. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 45(1): 50-5
Xue-young Y, Xiao-feng L, Xiao-dong L, Ying-long L. 2009. Incidence of
congenital heart disease in Beijing China. Chin Med J. 122:1128-32