hubungan industrial - j. punuhsingon

37
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 menyebutkan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh. 1 Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) / Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ada. Demikian halnya dengan peraturan perusahaan, substansinya tidak boleh bertentangan dengan KKB/PKB. Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidtovereenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut : “Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan dengan upah selama waktu yang tertentu.” 2 1 Lalu Husni, SH., M.Hum., Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53. 2 Soedharyo Soimin, SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, Cet. II, 1999, hal. 382. 1

Upload: joke-punuhsingon

Post on 14-Aug-2015

44 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah

adanya perjanjian kerja. Dalam pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 menyebutkan

hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan

perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian,

hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan

pekerja/buruh.1

Substansi perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh bertentangan Kesepakatan Kerja

Bersama (KKB) / Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ada. Demikian halnya dengan

peraturan perusahaan, substansinya tidak boleh bertentangan dengan KKB/PKB.

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidtovereenkoms, mempunyai beberapa

pengertian. Pasal 1601a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut :

“Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu yaitu buruh, mengikatkan

diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan dengan upah selama

waktu yang tertentu.” 2

UU No. 13 Tahun 2003 pasal 1 angka 14 memberikan pengertian, yakni : “Perjanjian

kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang

memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”3

Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja, adalah sebagai berikut:

a. Adanya unsur work atau pekerjaan

b. Adanya Unsur Perintah

c. Adanya Upah

Sedangkan syarat sahnya Perjanjian Kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian

sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga tertuang dalam UU

1 Lalu Husni, SH., M.Hum., Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53.

2 Soedharyo Soimin, SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, Cet. II, 1999, hal. 382.3 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, CV. Tamita Utama, Jakarta, 2003, hal. 6.

1

Page 2: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

No. 13 Tahun 2003 pasal 52 ayat (1), yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat

atas dasar :

1. Kesepakatan kedua belah pihak ;

2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan umum,

kesusilaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban pekerja/buruh dalam pasal

1603,1603a, 1603b dan 1603c yang pada intinya adalah sebagai berikut :

1. Pekerja/buruh wajib melakukan pekerjaan; melakukan pekerjaan adalah tugas

utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian, dengan

seizin pengusaha dapat diwakilkan. Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sangat

pribadi karena berkaitan dengan keahliannya, maka berdasarkan ketentuan peraturan

perundangan-undangan, jika pekerja meninggal dunia maka hubungan kerja berakhir

dengan sendirinya (PHK demi hukum).

2. Pekerja/buruh wajib menaati aturan dan petunjuk majikan; dalam melakukan

pekerjaan pekerja/buruh wajib menaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha.

Aturan yang wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan

perusahaan sehingga menjadi jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut.

3. Kewajiban membayar ganti rugi dan denda; jika pekerja/buruh melakukan

yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaian, maka sesuai

dengan prinsip hukum, pekerja wajib membayar ganti rugi dan denda.

Pada pihak pengusaha mempunyai kewajiban yang harus dilakukan, antara lain:

1. Kewajiban membayar upah;

2. Kewajiban memberikan istirahat/cuti;

3. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan;

4. Kewajiban memberikan surat keterangan.

Hubungan industrial (industrial relations) tidak hanya sekedar manajemen organisasi

perusahaan yang dijalankan oleh seorang manager untuk menempatkan pekerja sebagai

pihak yang selalu diatur, namun meliputi baik di dalam maupun di luar tempat kerja yang

berkaitan dengan pengaturan hubungan kerja.

2

Page 3: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

Di Indonesia industrial relations merupakan hubungan yang terbentuk antara para pelaku

dalam produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh,

yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.4

Konflik menurut Ronny Hanitijo, “adalah situasi (keadaan) dimana dua atau lebih pihak-

pihak memperjuangkan tujuan mereka masing-masing yang tidak dapat dipersatukan dan

dimana tiap-tiap pihak mencoba meyakinkan pihak lain mengenai kebenaran tujuannya

masing-masing”.5

Sedangkan menurut Joni Emirzon, memberikan pengetian “konflik/perselisihan/

percekcokkan adalah adanya pertentangan atau ketidaksesuaian antara para pihak yang

akan dan sedang mengadakan hubungan atau kerjasama”. 6

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalahnya adalah sebagai berikut:

Bagaimana Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan dan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Menurut UU No. 2 Tahun 2004.

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan Hubungan Industrial.

2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

D. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada waktu sekarang, dan pelaksanaannya tidak hanya sampai

4 Lalu Husni, SH., M.Hum., Penyelesaian Hubungan Industrial, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 17.5 Ronny Hanitijo, Hukum dan Masalah Penyelesaian Konflik, Majalah Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 1984, hal. 2.6 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 2.

3

Page 4: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan intepretasi data itu.

Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder atau data ayang diperoleh dari hasil penelitian normative. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif untuk datang pada kesimpulan yang jelas dan tepat.

BAB IIPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BERDASARKAN UU NO. 2 TAHUN 2004

4

Page 5: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

A. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

1. Jenis Perselisihan hubungan Industrial

Menurut UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial membagi perselisihan hubungan industrial menjadi:

a. Perselisihan hak;

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,

akibat adany perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama (pasal 1 angka 2 UU No. 2 Tahun 2004).

b. Perselisihan kepentingan;

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja

karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau

perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama pasal 1 angka 3 UU No. 2

Tahun 2004).

c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja;

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah perselisihan yang timbul

karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja

yang dilakukan oleh salah satu pihak (pasal 1 angka 4 UU No. 2 Tahun 2004).

d. Perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu

perusahaan.

Perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat

pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu

perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,

pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan (pasal 1 angka 5 UU No. 2

Tahun 2004).

5

Page 6: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

2. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan

a. Penyelesaian melalui Bipartit

UU No. 2 Tahun 2004 mengharuskan setiap perselisihan hubungan industrial yang

terjadi diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara

musyawarah untuk mufakat (pasal 3) Perundingan Bipartit adalah perundingan

antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk

menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Penyelsaian secara bipartit dalam kepustakaan mengenai Alternative Disputes

Resolution (ADR) disebut sebagai penyelesaian secara negosiasi. Secara umum

negosiasi berarti upaya penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan tanpa

melibatkan pihak lain dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar

kerjasama yang harmonis dan kreatif.

Tata cara penyelesaian secara bipartit (negosiasi) dalam UU No. 2 Tahun 2004

diatut dalam pasal 6 dan 7, yang pada intinya adalah:

a) Perundingan untuk mencari penyelesaian secara musyawarah

untuk mencapai mufakat yang dilakukan oleh para pihak harus dibuatkan

risalah yang ditandatangani oleh para pihak.

b) Jika musyawarah yang dilakukan mencapai kesepakatan

penyelesaian, dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak.

c) Perjanjian Bersama tersebut bersifat mengikat dan menjadi

hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.

d) Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak yang

melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan

Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.

e) Apabila Perjanjian Bersama tersebut tidak dilaksanakan oleh

salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di

wilayah Perjanjian Bersama di daftarkan untuk mendapat penetapan eksekusi.

6

Page 7: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

f) Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan

Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, pemohon eksekusi dapat

mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial

pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk

diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang

berkompeten melaksanakan eksekusi.

Dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa

Alternatif, disebutkan bahwa penyelesaian sengketa atau beda pendapat

diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang

didasarkan pada itikat baik dengan mengenyampingkan penyelesaian secara

litigasi di pengadilan negeri (pasal 6 ayat 1).

3. Penyelesaian Melalui Mediasi

Penyelesaian melalui mediasi ini dilakukan melalui seorang penengah yang

disebut mediator. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak

ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak

yang berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang

disengketakan.

UU No. 2 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Mediasi Hubungan Industrial yang

selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang

ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (pasal 1 angka 11)

Sedangkan Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disaebut mediator

adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang

ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan

oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban

memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk

menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan

hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam

satu perusahaan (pasal 1 angka 12).

7

Page 8: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

4. Penyelesaian Melaui Konsiliasi

Penyelesaian melalui konsiliasi ini dilakukan melalui seorang atau beberapa orang

atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan

atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan

perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif memberikan solusi

terhadap masalah yang diperselisihkan.

Dalam UU No. 2 Tahun 2004 disebutkan bahwa Konsiliasi Hubungan Industrial

yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antarserikat

pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawaraha yang

ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral (pasal 1 angka 13).

Sedangkan Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disaebut mediator

adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang

ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator yang ditetapkan

oleh menteri untuk bertugas melakukan konsiliasi dan mempunyai kewajiban

memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk

menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,

atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan

(pasal 1 angka 14).

5. Penyelesaian Melalui Arbitrase

Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya telah diatur dalam UU

No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang

berlaku di bidang sengketa bisnis. Karena itu arbitrase hubungan industrial yang

diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 merupakan peraturan khusus bagi

penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial, sesuai dengan asas hukum

lex specialis derogat lex generali.

UU No. 30 Tahun 1999 memberikan definisi arbitrase adalah cara penyelesaian

suatu perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan atas suatu

8

Page 9: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa

(pasal 1 angka 1).

B. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

1. Wewenang Absolut

Tugas pokok dari pengadilan adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta

menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Perkara-perkara tersebut

haruslah perkara yang merupakan kewenangannya. Menurut Sudikno Mertokusumo

(1998:78) yang dimaksud dengan kompetensi absolut atau wewenang mutlak lembaga

peradilan adalah wewenang lembaga pengadilan dalam memeriksa jenis perkara

tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, baik

dalam lingkungan peradilan yang sama (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,

Mahkamah Agung) maupun dalam lingkungan peradilan lain (Pengadilan Negeri,

Pengadilan Agama). Misalnya kewenangan peradilan umum (negeri) adalah

memeriksa dan memutus dalam peradilan tingkat pertama segala perkara perdata dan

pidana.

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada

lingkungan peradilan umum. Kewenangan mutlak atau kompetensi absolut dari

Pengadilan Hubungan Industrial disebutkan dalam pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004,

yakni Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan

memutus:

a. Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak.

b. Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan.

c. Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja.

d. Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antarserikat pekerja/serikat

buruh dalam satu perusahaan.

Berikut ini adalah alur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU

No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial:

9

Kasasi pada Mahkamah Agung

Page 10: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

Selain wewenang absolut sebagaimana disebutkan diatas, dalam hukum acara perdata

juga dikenal wewenang nisbi atau kompetensi relatif dari pengadilan, untuk menjawab

pertanyaan: Pengadilan manakah yang berwenang mengadili suatu sengketa?

Jawabannya disebutkan dalam pasal 118 ayat 1 HIR (Het Herziene Inlandsch

Reglement= Reglement Indonesia yang diperbaharui), pasal 142 ayat 1 Rbg

(Rechtsreglement Buitengewesten (Reglement Hukum Acara Untuk Daerah Luar Jawa

dan Maduara) bahwa Pengadilan di tempat tinggal/alamat tergugat yang berwenang

memeriksa suatu gugatan. Ketentuan ini sangat bijaksana karena seorang tergugat

tidak dapat dipaksa menghadap ke pengadilan tempat tinggal penggugat karena belum

tentu terbukti kebenarannya atau dikabulkan oleh pengadilan. Selain itu harus

dihormati hak-hak dari tergugat dan harus dianggap pihak yang benar sampai ada

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ketentuan tersebut berlaku untuk perkara perdata pada umumnya, sedangkan

mengenai wewenang nisbi atau kompetensi relatif dari Pengadilan Hubungan

Industrial adalah Pengadilan Hubungan Industrialpada Pengadilan Negeri yang daerah

hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja yang memeriksa suatu gugatan

(pasal 81 UU No. 2 Tahun 2004).

2. Hakim -hakim Ed-Hoc dan Hakim Kasasi

Para Pihak Dalam Perselisihan Hubungan Industrial

Penyelesaian Melalui Mediasi, Konsiliasi Yang Tidak Berhasil

10

Tingkat Pertama Mengenai Perselisihan Hak, dan Perselisihan Pemutusan Hubungan

Kerja

Tingkat Pertama dan Terakhir Mengenai

Perselisihan Antarserikat

Pekerja/Buruh Dalam Satu Perusahaan

Pengadilan Hubungan Industrial

Page 11: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

Sebagai organ pengadilan, hakim memegang peranan penting dalam rangka

penegakkan hukum dan keadilan. Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrialterdiri

dari hakim karier pada Pengadilan Negeri yang ditugasi pada Pengadilan Hubungan

Industrial dan Hakim Ad-Hoc yakni hakim yang pengangkatannya atas usul serikat

pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha. Hakim Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri diangkat dan diberhentikan berdasarkan keputusan

Ketua MA (pasal 61).

Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial diangkat dengan Keputusan Presiden

atas usul Ketua MA. Calon Hakim Ad-Hoc diajukan oleh Ketua MA dan nama yang

disetujui oleh menteri atas usul serikat pekerja/serikat buruh atau organisasi

pengusaha.

Hakim Ad-Hoc tidak boleh merangkap jabatan, sebagai:

a. Anggota Lembaga Tertinggi Negara.

b. Kepala Daerah/Kepala Wilayah.

c. Lembaga legislatif tingkat daerah.

d. Pegawai Negeri Sipil.

e. Anggota TNI/Polri.

f. Pengurus Partai Politik.

g. Pengacara.

h. Mediator.

i. Konsiliator.

j. Arbiter; atau

k. Pengurus serikat pekerja/serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha.

Jika ada Hakim Ad-Hoc yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud di atas,

jabatannya sebagai Hakim Ad-Hoc dapat dibatalkan.

3. Sub-Kepaniteraan dan Panitera Pengganti

Kepaniteraan dalam pengadilan merupakan salah satu bagian yang penting khususnya

dalam penyelenggaraan administrasi pengadilan maupun jalannya persidangan.

11

Page 12: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

Karena itu UU No. 2 Tahun 2004 mengatur mengenai hal ini mulai pasal 74 s.d pasal

80.

Pada Pengadilan Negeri yang telah ada Pengadilan Hubungan Industrial, dibentuk

Sub-Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial yang dipimpin oleh seorang

Panitera Muda. Dalam melaksanakan tugasnya, Panitera Muda dibantu oleh beberapa

orang Panitera Pengganti.

Sub-Kepaniteraan mempunyai tugas:

a. Menyelenggarakan administrasi Pengadilan Hubungan

Industrial, dan

b. Membuat daftar semua perselisihan yang diterima dalam buku

perkara.

Sub-Kepaniteraan bertanggungjawab atas penyampaian pemberitahuan putusan dan

penyampaian salinan putusan.

Untuk pertama kali Panitera Muda dan Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan

Industrial diangkat dari Pegawai Negeri Sipil dari instansi pemerintah yang

bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan. Perrsyaratan, tata cara pengangkatan

dan pemberhentian Panitera Mudan dan Panitera Muda Pengganti Pengadilan

Hubungan Industrial diatur lebih lanjut menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Panitera Pengganti bertugas mencatat jalannya persidangan dalam Berita

Acara. Berita Acara tersebut ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera

Pengganti.

4. Pengajuan Gugatan

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh Pengadilan Hubungan Industrial

pada Pengadilan Umum dilakukan dengana pengajuan gugatan oleh salah satu pihak.

Pembuatan surat gugatan dalam sengketa perdata di pengadilan harus dilakukan secara

jelas dan cermat.

HIR (Het Herziene Inlandsch Reglement) atau Rbg hanya mengatur mengenai cara

mengajukan gugatan, sedangkan persyaratan mengenai isis dan gugatan tidak ada

ketentuannya. Kekurangan ini diatasi oleh adanya pasal 119 HIR/pasal 143 Rbg yang

12

Page 13: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

memberi wewenang kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memberi nasihat atau

bantuan kepada pihak penggugat dalam mengajukan gugatan. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindari gugatan yang kurang jelas atau kurang lengkap (Sudikno

Mertokusumo, 1998:50).

Ketentuan mengenai persyaratan isi gugatan dapat dijumpai dalam pasal 8 No. 3 Rv.

(Reglement op de Rechtsvordering), yang menetapkan gugatan harus memuat:

1. Identitas para pihak.

Identitas para pihak maksudnya adalah cirri-ciri dari penggugat dan tergugat,

meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat dan lain-lain yang dianggap perlu

dapat dicantumkan pada bagian ini

2. Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang

merupakan dasar serta alasan-alasan tuntutan atau yang dikenal dengan istilah

fundamentum petendi.

Fundament petendi terdiri dari dua bagian yakni bagian yang menguraikan tentang

kejadian-kejadian atau peristiwa dan bagian yang menguraikan tentang hukum.

Uraian tentang kejadian-kejadian merupakan penjelasan tentang duduk perkara,

sedangkan uraian tentang hukum ialah uraian tentang adanya hubungan hukum

yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan.

3. Tuntutan atau petitum

Tuntutan atau petitum adalah apa yang oleh penggugat minta atau harapkan agar

diputuskan oleh hakim. Jadi petitum ini akan mendapatkan jawabannya didalam

dictum atau amar putusan.

5. Pemeriksaan Dengan Acara Biasa

UU No. 2 Tahun 2004 mengatur secara lengkapmengenai tata cara pemeriksaan di

persidangan. Pasal 57 menyebutkan bahwa hukum acara yang berlaku pada

Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus

dalam UU ini. Dengan demikian, terhadap hal-hal yang sudah diatur dalam UU No. 2

Tahun 2004, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam UU yang bersangkutan,

13

Page 14: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

sedangkan terhadap hal-hal yang belum diatur, berlaku ketentuan dalam hukum acara

perdata yakni HIR/Rbg.

UU No. 2 Tahun 2004 menyebutkan, dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja

sejak penetapan Majelsi Hakim, Ketua Majelsi Hakim harus sudah melakukan sidang

pertama (pasal 89 ayat 1).

Pemanggilan untuk datang ke sidang dilakukan secara sah apabila disampaikan

dengan surat panggilan kepada para pihak di alamat tempat tinggalnya atau apabila

tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir (pasal 89

ayat 2). Apabila pihak yang dipanggil tidak ada di tempat tinggalnya atau tempat

tinggal kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kelurahan atau

Kepala Desa yang di daerah hukumnya meliputi tempat tinggal pihak yang dipanggil

atau tempat kediaman terakhir. (pasal 89 ayat 3). Penerimaan surat panggilan oleh

pihak yang dipanggil sendiri atau melalui orang lain dilakukan dengan tanda

penerimaan. (pasal 89 ayat 4). Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman

terakhir tidak dinekal, maka surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di

gedung Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial yang memeriksanya (pasal 89

ayat 5).

Majelis Hakim dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir di persidangan guna

diminta dan didengar keterangannya (pasal 90 ayat 1). Barang siapa yang diminta

keterangan oleh Majelis Hakim guna penyelidikan untuk keperluan penyelesaian

perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU ini, wajib memberikan tanpa syarat,

termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan (pasal 9

ayat 1).

Dalam hal salah satu pihak atau para pihak tidak dapat menghadiri sidang tanpa alasan

yang dapat dipertanggungjawabkan, Ketua Majelsi Hakim menetapkan hari sidang

berikutnya (pasal 93 ayat 1). Hari sidang berikutnya sebagaimana dimaksud di atas

ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja terhitung sejak tanggal

penundaan (pasal 93 ayat 2). Penundaan sidang karena ketidakhadiran salah satu atau

para pihak diberikan sebanyak-banyaknya 2 kali penundaan (pasal 93 ayat 3).

14

Page 15: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

Dalam hal penggugat atau kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut

tidak datang menghadap pengadilan pada hari sidang penundaan terakhir sebagaimana

dimaksud dalam ayat 3, maka gugatan dianggap gugur. Namun penggugat berhak

mengajukan gugatan sekali lagi (pasal 94 ayat 1). Dalam hal pihak tersebut atau kuasa

hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut tidak datang menghadap pengadilan

pada sidang penundaan terakhir sebagaimana dimaksud dalam ayat 3, Majelis Hakim

dapat memeriksa dan memutus perselisihan tanpa dihadiri tergugat. (pasal 94 ayat2).

Sidang majelis hakim terbuka untuk umum. Ini berarti setiap orang boleh mengikuti

jalannya persidangan sebagai wujud fungsi kontrol sosial terhadap jalannya

persidangan yang dilaksanakan. Apabila para pihak sebelumnya tidak menguasakan

kepada seorang wakil, di muka sidang pertama tersebut mereka dapat menguasakan

secara lisan kepada seorang wakil, dan harus dicatat dalam berita acara sidang.

Selanjutnya hakim harus mengusahakan mendamaikan kedua belah pihak yang

bersengketa (pasal 130 HIR, 154 Rbg). Apabila berhasil mendamaikan, hakim dapat

memberikan putusan perdamaian yang menghukum para pihak untuk memenuhi isis

perdamaian yang telah dicapai yang sesungguhnya merupakan perdamaian, sehingga

bersifat final. Jika para pihak tidak berhasil didamaikan haruslah dimulai dengan

pembacaan gugatan (pasal 131 ayat 1, 155 ayat 1 Rbg).

Dalam hukum acara perdilan hubungan industrial, dimungkinkan pada sidang pertama,

bilamana nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya

sebagaimana dimaksud dalam pasal 155 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003, mengenai

tindakan scorsing bagi pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap

wajib membayar upah serta hak-hak lainnya yang seharusnya diterima pekerja/buruh

(pasal 96 ayat 1). Jika putusan sela tersebut tidak dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim

Ketua sidang memerintahkan sita jaminan dalam sebuah penetapan Pengadilan

Hubungan Industrial serta terhadap sita jaminan tersebut tidak dapat diajukan

perlawanan dan/atau tidak dapat digunakan upaya hukum.

Sesuai dengan asas dalam peradilan perdata, hakim bersifat pasif, putusan sela tersebut

tidak serta merta dijatuhkan tetapi harus dimohon oleh pihak penggugat dalam

gugatannya.

15

Page 16: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

Atas gugatan penggugat, tergugat diberi kesempatan untuk memberi jawabannya di

persidangan, baik secara tertulis maupun lisan. Apabila dilakukan secara tertulis,

terhadap jawaban tergugatn, penggugat diberi kesempatan untuk memberikan

tanggapannya yang disebut replik. Terhadap replik dari penggugat, tergugat dapat

memberikan tanggapannya yang disebut duplik.

Acara jawab menjawab (replik, duplik) ini menurut Sudikno Mertokusumo

(1998:122) dimaksudkan untuk mengetahui dan menentukan pokok perkara. Jika

acara jawab menjawab sudah selesai dan dianggap cukup oleh hakim, tahapan

berikutnya adalah pembuktian.7

6. Pemeriksaan Dengan Acara Cepat

Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup

mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang

berkepentingan, para pihak dan/atau salah satu pihak dapat memohon kepada

Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat (pasal 98

ayat 1). Dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah diterimanya permohonan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan

penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonannya tersebut

(pasal 98 ayat 2). Terhadap penetapan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum.

Jika permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikabulkan, Ketua Pengadilan

Negeri dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah dikeluarkannya penetapan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), menetapkan majelis hakim, hari, tempat dan

waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan (pasal 99 ayat 1). Tenggang waktu

untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak

melebihi 14 hari kerja.

Ketentuan diatas tidak menjelaskan alasan pemeriksaan perkara secara cepat, jika

hanya para pihak memiliki kepentingan yang sangat mendesak yang nantinya akan

dinilai oleh pengadilan dari alasan permohonan yang diajukan. Pemeriksaan perkara

dengan acara cepat ini dilakukan maksimal 14 hari kerja. Sedangkan untuk

penyelesaian dengan acara biasa dilakukan paling lambat 50 hari kerja terhitung sejak

hari sidang pertama.

7 Sudikno Mertokusumo, Hukum Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 122.

16

Page 17: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

Dalam perkara perdata umum tidak dikenal acara pemeriksaan cepat, semua perkara

diselesaikan dengan menggunakan acara pemeriksaan biasa. Pemeriksaan cepat

dikenal dalam perkara pidana untuk pemeriksaan tindak pidana ringan denganb

ancaman kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling tinggi Rp. 7.500, demikian

juga dalam pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.

7. Pembuktian

Pembukti merupakan proses yang sangat penting dalam persidangan untuk mengetahui

kebenaran hal-hal yang dikemukakan oleh para pihak dalam persidangan. Kebenaran

dari suatu peristiwa ini hanya dapat diperoleh melalui pembuktian. Untuk dapat

menjatuhkan putusan yang adil, hakim harus mengenal peristiwa yang telah

dibuktikan kebenarannya. Dalam beberapa hal peristiwanya tidak perlu dibuktikan

oleh hakim misalnya:

1. Dalam hal dijatuhkannya putusan verstek karena

tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil secara patut. Dalam hal ini

peristiwa yang menjadi sengketa yang dimuat dalam surat gugatan tanpa diadakan

pembuktian dianggap benar dan tanpa mendengar serta di luar hadirnya pihak

tergugat dijatuhkan putusan verstek oleh hakim.

2. Jika tergugat mengakui gugatan penggugat, peristiwa

yang menjadi sengketa yang diakui tersebut dianggap telah terbukti, karena

pengakuan merupakan alat bukti sehingga tidak memerlukan pembuktian lebih

lanjut.

3. Telah dilakukan sumpah decisoir, sumpah yang bersifat

menentukan, peristiwa yang menjadi sengketa yang dimintakan sumpah dianggap

terbukti dan tidak memerlukan pembuktian lebih lanjut.

4. Secara ex officio hakim dianggap mengenal peristiwanya

sehingga tidak perlu dibuktikan lebih lanjut. Misalnya peristiwa notoir, yakni

peristiwa yang sudah diketahui oleh umum sehingga tidak perlu pembuktian lebih

lanjut. Tanggal 17 Agustus 1945 adalah Proklamasi Kemerdekaan RI. Demikian

juga dengan kejadian prosesual di persidangan yang dianggap telah diketahui oleh

hakim sehingga tidak perlu dibuktikan lebih lanjut, misalnya pihak tergugat

mengakui gugatan, pihak penggugat mengajukan alat bukti, dan seterusnya.

17

Page 18: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

5. Pengetahuan tantang pengalaman yakni berupa

kesimpulan berdasarkan pengetahuan umum yang digunakan untuk menilai

peristiwa yang diajukan atau yang telah dibuktikan. Misalnya pekerja/buruh yang

sedang malakukan aksi pemogokan sudah pasti tidak dapat melakukan pekerjaan.

6. Pembuktian dalam hukum acara mempunyai arti yuridis

yang mempunyai makna memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang

memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran

peristiwa yang diajukan. Dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya

pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup

segala kemungkinan dari bukti lawan, akan tetapi merupakan pembuktian

konvensional yang bersifat khusus. Dengan demikian pembuktian dalam arti

yuridis tidak menju kepada kebenaran yang bersifat mutlak.

Menurut Hukum Acara Perdata, hakim terikat oleh alat-alat bukti yang sah, yang

berarti hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang

ditentukan oleh UU. Alat-alat bukti dalam acara perdata sebagaimana disebutkan

dalam pasal 164 HIR jo. pasal 284 Rbg jo. Pasal 1866 BW (Burgerlijk Wetboek

atau Kitab UU Hukum Perdata, adalah:

1. Alat bukti tertulis.

2. Saksi.

3. Persangkaan-persangkaan.

4. Pengakuan, dan

5. Sumpah.

8. Putusan

Untuk mengetahui sesuatu sengketa atau perkara, hakim harus mengetahui terlebih

dahulu secara lengkap dan objektif tentang duduk perkara yang sebenarnya dari proses

pembuktian. Setelah suatu persitiwa dinyatakan terbukti, hakim harus menemukan

hukum dari peristiwa yang disengketakan.

Dalam kepustakaan kita mengenal beberapa aliran penemuan hukum, misalnya aliran

Legisme. Aliran ini satu-satunya sumber hukum adalah UU sehingga hakim terikat

pada UU, sedangkan peradilan terikat pada penerapan UU dalam suatu peristiwa

18

Page 19: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

konkret. Yang penting dalam aliran ini adalah kepastian hukum. Hal ini senada dengan

Ajaran Trias Politica dari Montesqieu, juga ajaran kadaulatan rakyat dari Rousseau,

dan ajaran kedaulatan hukum dari Krabbe.

Putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi

wewenang untuk itu, diucapkan di perisdangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau

menyelesaikan suatu perkara atau sengekta antara para pihak.

Dalam pasal 100 UU No. 2 Tahun 2004, disebutkan bahwa dalam mengambil putusan

Majelis Hakim mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan, dan

keadilan.

Putusan Majelis Hakim dibacarakn dalam sidang terbuka untuk umum (pasal 100 ayat

1), dalam hal salah satu pihak tidak hadir dalam sidang sebagaimana dimaksud dalam

ayat 1, ketua Majelis Hakim memerintahkan kepada Panitera Pengganti untuk

menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir tersebut (pasal

100 ayat 2).

9. Pemeriksaan Tingkat Kasasi

Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus

menyampaikan secara tertulis melalui Sub-Kepaniteraan Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri setempat (Pasal 111). Sub-Kepaniteraan Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri paling lama paling lama 14 hari

terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan

berkas perkara kepada Mahkamah Agung (pasal 112). Majelis Hakim Kasasi terdiri

atas 1 orang Hakim Agung dan 2 orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi memeriksa dan

mengadili perkara perselisihan hubungan industrial pada MA yang ditetapkan oleh

Ketua MA (pasal 113). Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan

hak, dan perselisihan PHK oleh Hakim Kasasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (pasal 114). Penyelesaian pada tingkat kasasi

dilakukan selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan

permohonan kasasi (pasal 115).

Peraturan mengenai tata cara kasasi ini diatur dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung, yang menyebutkan bahwa kasasi dapat diajukan oleh para pihak

19

Page 20: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

yang berkepentingan atau dapat diwakilkan kepada seseorang yang diberi kuasa secara

khusus (pasal 44). Permohonan kasasi diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah

putusan dibacakan atau diberitahukan. Permohonan kasasi yang melampaui tenggang

waktu tersebut tidak dapat diterima. Demikian pula halnya bagi pemohon kasasi yang

tidak mengajukan risalah kasasi mengakibatkan tidak diterimanya permohonan kasasi

karena di dalam risalah itulah dikemukakan keberatan-keberatan atau alas an-alasan

diajukannya kasasi, tanpa alasan/keberatan ini kasasi dianggap tidak sungguh-sungguh

(Yurisprudensi MA tanggal 22 Maret 1972, No. 1322 K/Sip/1971).

Alasan-alasan hukum yang dapat dipergunakan sebagai alas an diajukannya kasasi

disebutkan dalam pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985, yaitu karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas kewenangannya.

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

Dari alasan-alasan tersebut jelaslah bahwa pemeriksaan di tingkat kasasi tidak lagi

memeriksa tentang duduk perkara atau faktanya, tetapi tentang hukumnya, sehingga

terbukti atau tudaknya suatu peristiwa tidak akan diperiksa. Penilaian mengenai

pembuktian tidak akan dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi. MA terikat

pada peristiwa yang telah diputuskan dalam persidangan tingkat terakhir.

10. Sanksi

Sanksi memegang peranan penting dalam rangka penegakan hukum (law enforcement)

terhadap ditaatinya suatu peraturan perundang-undangan. Sebagaimana dikemukakan

dalam Black’s Law Dictionary, sanksi adalah hukuman berupa nestapa akibat

pelanggaran kaidah hukum.

Sasaran dan jenis sanksi administrasi yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004,

adalah:

1. Mediator yang tidak dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam

waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja tanpa alas an yang sah dapat dikenakan

20

Page 21: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

sanksi administratif berupa hukuman disiplin sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. Panitera Muda yang tidak menerbitkan salinan putusan dalam waktu selambat-

lambatnya 14 hari kerja setelah putusan ditandatangani dan Panitera yang tidak

mengirim salinan kepada para pihak paling lambat 7 hari kerja sebagaimana

dimaksud dalam pasal 107 dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Konsiliator yang tidak menyampaikan anjuran tertulis dalam waktu selambat-

lambatnya 14 hari atau tidak membantu para pihak pembuat Perjanjian Bersama

dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja dapat dikenakan sanksi administratif

berupa terguran tertulis. Konsiliator yang telah mendapatkan teguran tertulis

sebanyak 3 kali, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan

sementara sebagai konsiliator. Sanksi tersebut baru dapat dijatuhkan setelah yang

bersangkutan menyelesaikan perselisihan yang sedang ditangani. Sanksi

administratif pencabutan sementara sebagai konsiliator diberikan untuk jangka

waktu paling lama 3 bulan.

4. Konsoliator dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan tetap sebagai

konsoliator dalam hal:

a. Konsoliator telah dijatuhi sanksi administratif berupa pencabutan sementara

sebagai konsoliator sebanyak 3 kali.

b. Terbukti melakukan tindak pidana kejahatan.

c. Menyalahgunakan jabatan, dan/atau

d. Membocorkan keterangan yang diminta.

5. Arbiter yang tidak dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam

waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja dan dalam jangka waktu perpanjangan

atau tidak membuat berita acara kegiatan pemeriksaan dapat dikenakan sanksi

admoinistratif berupa teguran tertulis. Arbiter yang telah mendapat teguran tertulis

3 kali dapat dikenakan sanksi adminitratif berupa pencabutan sementara sebagai

arbiter. Sanksi tersebut baru dapat dijatuhkan setelah yang bersangkutan

menyelesaikan perselisihan yang sedang ditanganinya. Sanksi administrasi

pencabutan sementara sebagai arbiter diberikan untuk jangka waktu paling lama 3

bulan.

6. Arbiter dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan tetap sebagai

arbiter dalam hal:

21

Page 22: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

a. Arbiter paling sedikit telah 3 kali mengambil keputusan arbitrase perselisihan

hubungan industrial melampaui kekuasaannya, bertentangan peraturan

perundang-undangan dan Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan

peninjauan kembali atas putusan-putusan arbiter tersebut.

b. Terbukti telah melakukan tindak pidana kejahatan.

c. Menyalahgunakan jabatan.

d. Arbiter telah dijatuhi sanksi administratif berupa penvabutan sementara

sebagai arbiter sebanyak 3 kali.

Sanksi pidana diatur dalam pasal 122 UU No. 2 Tahun 2004, yakni ‘Barangsiapa yang

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat1, pasal 22 ayat 1 dan

ayat 3, pasal 47 ayat 1 dan ayat 3, pasal 90 ayat 2, pasal 91 ayat 1 dan 3, dikenakan

sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan 4 bulandan/atau denda paling

sedikit Rp.10.000.000 dan paling banyak Rp.50.000.000.

Isi dari pasal-pasal yang dikenakan sanksi pidana tersebut adalah:

1.Pasal 12 ayat 1 mengenai kewajiban barang siapa yang diminta keterangannya oleh

mediator untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, wajib

memberikan keterangan termasuk membukakan buku atau surat-surat yang

diperlukan.

2.Pasal 22 ayat 1 kewajiban barangsiapa yang diminta keterangannya oleh konsiliator

untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial, wajib memberikan

keterangan termasuk membukakan buku atau surat-surat yang diperlukan.

Sedangkan ayat 3, mengenai kewajiaban untuk merahasiakan semua keterangan

yang diminta.

3.Pasal 47 ayat 1, kewajiban barangsiapa yang diminta keterangannya oleh arbiter

atau majelis arbiter hguna penyelidikan untuk penyelesaian perselisihan hubungan

industrial, wajib memberikan keterangan termasuk membukakan buku atau surat-

surat yang diperlukan. Sedangka ayat 3 mengenai kewajiban arbiter untuk

merahasiakan semua keterangan yang diminta

4.Pasal 90 ayat 2, mengenai kewajiban setiap orang yang dipanggil untuk menjadi

saksi atau saksi ahli untuk memenuhi panggilan dan memberikan kesaksiannya di

bawah sumpah.

5.Pasal 91 ayat 1, kewajiban barangsiapa yang diminta keterangannya oleh Majelis

Hakim Arbiter guna penyelidikan untuk penyelesaian perselisihan hubungan

22

Page 23: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

industrial, wajib memberikan keterangan termasuk membukakan buku dan

memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. Sedangkan ayat 3, mengenai

kewajiban Hakim untuk merahasiakan semua keterangan yang diminta.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial adalah

perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,

perselisihan antarserikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusanaan.

2. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar

Pengadilan yaitu penyelesaian melalui Bipartit, melalui mediasi, melalui konsiliasi,,

dan melaui arbitrase.

3. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui

Pengadilan Hubungan Indistrial yang bertugas dan berwenang memeriksa dan

memutus di tingkat pertama mengenai perselisihan hak, di tingkat pertama dan

terakhir mengenai perselisihan kepentingan, di tingkat pertama mengenai perselisihan

pemutusan hubungan kerja, dan di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan

antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

B. SARAN

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyarankan bahwa baik penyelesaian

perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan maupun penyelesaian perselisihan

hubungan industrial melalui pengadilan, harus dilaksanakan sesuai dengan amanat, jiwa

dan semangat dari UU No. 2 Tahun 2004 agar hasilnya dapat dirasakan manfaatnya bagi

para pihak yang berselisih.

23

Page 24: Hubungan Industrial - j. Punuhsingon

DAFTAR PUSTAKA

1. Lalu Husni, SH., M.Hum., Penyelesaian Hubungan Industrial, RajaGrafindo Persada,

Jakarta, 2004

2. Soedharyo Soimin, SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika,

Jakarta, Cet. II, 1999.

3. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, CV. Tamita Utama, Jakarta, 2003.

4. Lalu Husni, SH., M.Hum., Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

5. Ronny Hanitijo, Hukum dan Masalah Penyelesaian Konflik, Majalah Fakultas Hukum

UNDIP, Semarang, 1984.

6. Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.

7. Sudikno Mertokusumo, Hukum Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998.

24