hand out hubungan industrial

73
BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Hubungan Industrial Pasal 1 Angka 16 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK): “Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” B. Para Pelaku Proses Produksi 1. Pengusaha Pengusaha adalah (Pasal 1 Angka 5 UUK) : a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Sedangkan yang dimaksud perusahaan adalah (Pasal 1 Angka 6 UUK): a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b.usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

Upload: riefki-kiki

Post on 06-Dec-2015

242 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hubungan industrial

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Definisi Hubungan Industrial

Pasal 1 Angka 16 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK):“Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

B. Para Pelaku Proses Produksi

1. Pengusaha Pengusaha adalah (Pasal 1 Angka 5 UUK) :

a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang

berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Sedangkan yang dimaksud perusahaan adalah (Pasal 1 Angka 6 UUK):

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik

negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;b.usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2. Pekerja/BuruhPekerja/Buruh adalah (Pasal 1 Angka 3 UUK):setiap orang yang bekerja dengan menerima upah /imbalan dalam bentuk lain.

3. PemerintahPemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja.

C. Hukum yang Mengatur

Hubungan Industrial tunduk pada Hukum Ketenagakerjaan, yaitu hukum yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Pasal 1 Angka 1 UUK, mendefinisikan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.Pekerja adalah tenaga kerja pada waktu selama masa kerja.

Hubungan Industrial

D. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan :

1. Privat/Perdata: dapat dilihat adanya hubungan secara orang perorangan antara pekerja dan pengusaha pada saat pembuatan /penandatanganan perjanjian kerja.

2. Publik ;a. Adanya campur tangan pemerintahb. Adanya sanksi

E. Sifat Hukum Ketenagakerjaan :

1. Bersifat Imperatif (memaksa)2. Bersifat Fakultatif (hukum tambahan) ; misalnya meskipun setiap pekerja diberi

kesempatan untuk beribadah, namun perusahaan tidak wajib meyediakan sarana peribadatan (Pasal 80 UU No. 13 Tahun 2003), Hak untuk menyusui dijamin oleh Undang-undang, namun perusahaaan tidak diwajibkan untuk membuat baby center (Pasal 83 UU No. 13 Tahun 2003).

Sebagian besar aturan-aturan dalam hukum ketenagakerjaan bersifat memaksa.

F. Sumber Hukum Ketenagakerjaan :

1. Perundang-undangan, misal : a. UU

i. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; ii. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial;  iii. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI yang

saat ini sedang dirancang revisinya oleh Panitia Kerja di DPR sebagai RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN);

b. PPi. PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah

ii. PP No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan TKI di LN2. Kebiasaan:

– dimungkinkan bila terjadi kekosongan di dalam perundang-undangan, contohnya : fasilitas makan, transportasi sekalipun belum ada perundang-undangan yang mengatur, namun jika fasilitas-fasilitas tersebut sudah biasa diberikan oleh pengusaha jika suatu saat pengusaha tidak memberikannya pekerja bisa menuntut atau memintanya.

3. Perjanjian internasional (Agreement, MOU, Treaty, Convention, Final Act, dll) yang telah diratifikasi/ditandatangani.

4. Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

2

Hubungan Industrial

BAB IIPERJANJIAN KERJA

A. Definisi Perjanjian Kerja

Dalam Pasal 1 Angka 14 UUK yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja adalah: Perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak & kewajiban para pihak.Pemberi Kerja (Pasal 1 Angka 4 UUK) adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalambentuk lain.

B. Perjanjian Kerja Melahirkan Hubungan Kerja

Hubungan kerja hanya akan lahir bila terjadi perjanjian kerja, sebagaimana diatur di dalam Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003 yaitu :”Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”. Hubungan kerja merupakan sesuatu yang abstrak, ia merupakan hubungan hukum antara seorang pengusaha dengan seorang pekerja/buruh. Hubungan hukum yang terjadi adalah orang perorangan/privat.

Pada Pasal 1 Angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 diatur bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Adanya unsur perintah dalam hubungan kerja inilah yang menjadi ciri khusus dalam perjanjian kerja.

Oleh karena unsur perintah inilah perjanjian kerja mempunyai ciri-ciri :1. Adanya Atasan (yang memimpin) & Bawahan ( yang dipimpin)2. Adanya upah (imbalan) yang diterima oleh pihak yang dipimpin dari pihak yang memimpin.

Hubungan Atas dan Bawah : ada hubungan koordinasi/hubungan hierarki antara yang memberi tugas (atasan) dengan yang diberi tugas (bawahan), di mana pengontrolan dilakukan secara menyeluruh dari atasan kepada bawahan.

C. Bentuk Perjanjian Kerja (Pasal 51 UUK)

1. Tertulis Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis harus memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang persyaratan menurut UU (Pasal 51 (2) junto Pasal 54 UUK)Pasal 54 UUK:

(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat :a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

3

Hubungan Industrial

b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;c. jabatan atau jenis pekerjaan;d. tempat pekerjaan;e. besarnya upah dan cara pembayarannya;f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan

pekerja/buruh;g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalamperjanjian kerja.

(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

2. LisanUUK mengatur perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara lisan, pengusaha harus membuat surat pengangkatan yang memuat keterangan (Pasal 63 UUK):

a. nama dan alamat pekerja/buruh;b. tanggal mulai bekerja;c. jenis pekerjaan; dand. besarnya upah.

D. Syarat-syarat Perjanjian Kerja (Ps.52 UUK):1. Perjanjian kerja dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak.2. Kemampuan/kecakapan melakukan perbuatan hukum3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan & perat

per-UU yang berlaku.

- Jika syarat 1 & 2 dilanggar akibat hukumnya : Perjanjian kerja itu dapat dibatalkan.- Jika syarat 3 & 4 dilanggar akibat hukumnya : Perjanjian Kerja Batal demi Hukum.

Batal Demi Hukum : Sejak semula perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.Dapat Dibatalkan : Perjanjian dianggap pernah ada sampai pada saat terjadi pembatalan (ada keputusan yg membatalkan).

E. Jenis Perjanjian Kerja (Ps 56 UUK)1. Perjanjian Kerja yg dibuat untuk waktu tdk tertentu. Dengan ketentuan :

- Boleh mensyaratkan masa percobaan maksimal 3 bulan- Selama pekerja dalam masa percobaan harus dibayar /diberi upah sesuai dengan ketentuan

upah minimum.- Bisa dibuat lisan ataupun tertulis.

4

Hubungan Industrial

2. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas :

a. jangka waktu; ataub. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Dengan ketentuan :a. Dibuat secara tertulis, jika tidak Perjanjian Kerja tersebut dianggap sebagai Perjanjian kerja

waktu tidak tertentu. b. Tidak dapat mensyaratkan masa percobaan kerja.

c. Dapat dibuat menurut jenis & sifat/ kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : Pekerjaan yang sekali selesai/ yang sementara sifatnya Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama &

paling lama 3 tahun. Pekerjaan yang bersifat musiman Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru/produk tambahan yang

masih dalam percobaan/ perjanjiand. Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.e. Dapat diperpanjang/diperbaharui.f. Dapat diadakan untuk paling lama 2 th dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka

waktu paling lama 1 th.g. Pembaharuan kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang

waktu 30 hr. Berakhirnya Perjanjian Kerja waktu tertentu yang lama/pembaharuan Perjanjian Kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan satu kali & paling lama 2 th.

h. Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi persyaratan di atas (c- g tidak dipenuhi) demi hukum menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.

F. Berakhirnya Perjanjian Kerja (Ps. 61) :1. Pekerja meninggal dunia.2. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja.3. Adanya putusan pengadilan & atau putusan/penetapan lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial ( LPPHI ) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.4. Adanya keadaan /kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja /peraturan

perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Catatan :

- Perjanjian Kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha/ beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan/ pewarisan/ hibah.

- Jika pengusaha meninggal dunia ahli waris pengusaha dapat mengakhiri Perjanjian Kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.

- Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, pihak yang mengakhiri hubungan

kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

5

Hubungan Industrial

G.PERJANJIAN PENYERAHAN PELAKSANAAN SEBAGIAN PEKERJAAN PADA PERUSAHAAN LAIN (OUTSOURCING)

Dalam outsourcing ada tiga pihak yang terlibat, yaitu:1. Pekerja2. Perusahaan Penyedia Jasa (provider)3. Perusahaan Pemberi Pekerjaan (user)

Perjanjian antara pekerja dan Perusahaan Penyedia Jasa (provider) adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Dengan demikian hubungan kerja terjadi pada hubungan ini.Kemudian perjanjian antara Perusahaan Penyedia Jasa (provider) dan Perusahaan Pemberi Pekerjaan (user) adalah perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.Sedangkan perjanjian antara pekerja Perusahaan Pemberi Pekerjaan (user) adalah perjanjian kerja sama.

Pasal 64 UUK:Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65 UUK:(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui

perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dand. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(2) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.(3) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(5) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(6) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(7) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

6

Hubungan Industrial

(8) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66 UUK:(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi

kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

BAB IIIPERATURAN PERUSAHAAN (PP)

A. Pengertian Peraturan Perusahaan : (Ps 1 (20) UUK) :“ Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja &

tata tertib perusahaan “

Perbedaannya dengan Perjanjian Kerja : dibuat oleh pengusaha/perusahaan dengan pekerja/buruh secara perorangan/privat.Peraturan Perusahaan : dibuat secara sepihak oleh perusahaan.

B. Prinsip-prinsip Pengaturan Peraturan Perusahaan (Ps 108 s/d Ps 115 UU Naker) :1. Kewajiban membuat PP ( Ps 108) ; pengusaha/perusahaan yang wajib membuat Peraturan

Perusahaan adalah yang mempekerjakan minimal 10 orang & belum mempunyai Perjanjian Kerja Bersama.

7

Hubungan Industrial

2. Pejabat yg berwenang mengesahkan Peraturan Perusahaan (Ps 108) ; Menteri Tenaga kerja & Transmigrasi / Pejabat yang ditunjuk.

3. Pembuat Peraturan Perusahaan ( Ps 109 ) : Pengusaha.4. Prosedur pembuatan Peraturan Perusahaan (Ps 110 s/d 112 ) ;

a. Peraturan Perusahaan dibuat dg memperhatikan saran & pertimbangan dr wakil pekerja/buruh atau pengurus Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.

b. Peraturan Perusahaan memuat minimal :- Hak & kewajiban pengusaha.- Hak & kewajiban Pekerja/Buruh.- Syarat Kerja- Tata Tertib Perusahaan- Jangka waktu berlakunya ( 2 th setelah selesai wajib diperbaharui ).

c. Pengesahan Peraturan Perusahaan : Menteri /Pejabat yg ditunjuk, hrs sah diberikan dlm waktu paling lama 30 hr kerja sejak naskah Peraturan Perusahaan diterima. Jika dlm waktu 30 hr kerja sdh terlampaui & PP blm disahkan oleh Menteri/Pejabat yg ditunjuk maka PP dianggap telah mendpt pengesahan.

d. Dlm hal PP blm memenuhi persyaratan yg ditentukan Menteri /Pejabat yg ditunjuk, hrs memberitahukan sec tertulis kpd pengusaha mengenai perbaikan PP. Dlm waktu maks. 14 hr kerja sejak tgl pemberitahuan diterima oleh pengusaha. Pengusaha wajib menyampaikan kembali PP yg tlh diperbaiki kpd Menteri/ pejabat yg ditunjuk.

5. Perubahan PP seblm berakhir masa berlakunya ( Ps 113) ; PP yg diubah sblm berakhir jangka waktu berlakunya hanya dpt dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha & wakil pekerja/buruh. PP hasil perubahan hrs mendpt pengesahan dr Menteri /Pejabat yg ditunjuk.

6. Sosialisasi PP (Ps 114) ; Pengusaha wajib memberitahukan & menjelaskan isi serta memberikan naskah PP atau perubahannya kpd pekerja/buruh.

7. Peraturan pelaksana ttg pembuatan/pelaksanaan PP (Ps 115) ; mengatur bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan & pengesahan PP diatur dg keputusan Menteri.

BAB IVPERJANJIAN KERJA BERSAMA

A.Pengertian PKB : (Ps 1 (21) UU No. 13/2003 ttg Ketenagakerjaan) “ Perj yg merupakan hasil perundingan antara SP/SB atau beberapa SP/SB yg tercatat pd instansi yg bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dg pengusaha/ beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yg memuat syarat-syarat kerja, hak & kewajiban kedua belah pihak “

- SP / SB - PENGUSAHADG - BEBERAPA PENGUSAHA

- GABUNGAN SP/SB - GABUNGAN PENGUSAHA

8

Hubungan Industrial

Perkembangan istilah :- Pd masa ORLA : Perjanjian Perburuhan- Pd masa ORBA : KKB ( Kesepakatan Kerja Bersama)- Pd masa Reformasi : PKB ( Perjanjian Kerja Bersama )

B. Prosedur pembuatan PKB (ps 116 s/d ps 132) :

1. Penyusunan PKB dilaksanakan sec musyawarah.2. PKB dibuat sec tertulis dg huruf latin & menggunakan bhs Ind (jika tdk menggunakan bhs Ind

maka PKB hrs diterjemahkan dlm bhs Ind o/ penterjemah resmi ).3. Jika musyawarah tdk mencapai kesepakatan maka penyelesainnya dilakukan melalui Prosedur

Penyelesaian Perselisihan Hub Industrial.4. Dlm satu perusahaan hanya dpt dibuat satu PKB yg berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di

perusahaan, dg ketentuan (Pasal 120 UU):a. Dlm hal di satu perusahaan hanya terdpt satu SP/SB maka SP/SB tsb berhak mewakili P/B

dlm perundingan dg pengusaha. Jika memiliki jumlah anggota lebih dr 50 % dr jumlah seluruh P/B di perusahaan ybs.

b. Jika dlm satu perusahaan terdpt lebih dr satu SP/SB maka yg berhak mewakili P/B & melakukan perundingan dg pengusaha yg jumlah keanggotaanya lebih dr 50 % dari seluruh jumlah P/B di perusahaan tsb. Jika jumlah itu tdk terpenuhi maka SP/SB dpt melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dr 50 % seluruh jumlah P/B di perusahaan tsb. Jika ketentuan ini tdk terpenuhi maka para SP/SB membentuk Tim perunding yg keanggotaannya ditentukan sec proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing SP/SB. (Pasal 120 ayat 1 dan 2 telah dibatalkan oleh MK, menurut Mahkamah pasal tersebut bermasalah sehingga menimbulkan tiga persoalan. Pertama, pasal tersebut menghilangkan hak serikat buruh untuk memperjuangkan hak buruh yang tidak masuk dalam 50% keanggotaan. Kedua, menimbulkan perlakuan hukum yang tidak adil antar serikat buruh. Ketiga, menghilangkan hak buruh yang tidak tergabung dalam serikat buruh mayoritas untuk mendapat perlindungan dan perlakuan hukum yang adil dalam satu perusahaan. Oleh karena itu, atas hilangnya Pasal 120 Ayat 1 dan 2, maka Pasal 120 ayat 3 ikut berubah.

Awalnya, Pasal 120 Ayat 3 berbunyi, "Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh.", menjadi, "Para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh." Dan ketentuan tersebut dalam angka (i) dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan.”

9

Hubungan Industrial

5. Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang, dibuat perjanjian kerja bersama induk yang berlaku di semua cabang perusahaan serta dapat dibuat perjanjian kerja bersama turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan.

6. Perjanjian kerja bersama induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan dan perjanjian kerja bersama turunan memuat pelaksanaan perjanjian kerja bersama induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing.

7. Dalam hal perjanjian kerja bersama induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya perjanjian kerja bersama turunan di cabang perusahaan, maka selama perjanjian kerja bersama turunan belum disepakati tetap berlaku perjanjian kerja bersama induk.

8. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing-masing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka perjanjian kerja bersama dibuat dan dirundingkan oleh masing-masing pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh masing-masing perusahaan.

9. Pemungutan suara dlm perundingan diselenggarakan o/ panitia yg terdiri dr wakil-wakil P/B & Pengurus SP/SB yg disaksikan o/ pejabat yg bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan & Pengusaha.

10. Masa berlaku PKB paling lama 2 th & dpt diperpanjang max 1 th berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dg SP/SB.

11. Perundingan pembuatan PKB berikutnya dpt dimulai paling cepat 3 bln seblm berakhirnya PKB yg sedang berlaku. Jika dlm perundingan tdk tercapai kesepakatan maka PKB yg sedang berlaku tetap berlaku u/ max 1 th.

12. PKB minimal memuat :- Hak dan kewajiban pengusaha- Hak & kewajiban SP/SB serta P/B- Jangka waktu & tanggal mulai berlaku- Tandatangan para pihak pembuat PKB.

13. Ketentuan dlm PKB tdk boleh bertentangan dg per-UU yg berlaku. Jika isi PKB bertentangan maka ketentuan yg bertentangan tsb BATAL DEMI HK yg berlaku adalah ketentuan dlm per-UU.

14. Jika kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan PKB maka perubahan tsb merupakan bag yg tdk terpisahkan dr PKB yg sedang berlaku.

15. Pengusaha & SP/SB wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kpd seluruh P/B.16. Pengusaha hrs mencetak & membagikan naskah PKB kpd setiap P/B atas biaya perusahaan.17. PK yg dibuat o/ pengusaha & P/B tdk boleh bertentangan dg PKB. Jika PK bertentangan dg

PKB maka PK tsb BATAL DEMI HK & yg berlaku adalah aturan-aturan dlm PKB.18. Pengusaha dilarang mengganti PKB dg PP selama perusahaan ybs masih ada SP/SB. Jika

perusahaan tdk ada lagi SP/SB & PKB diganti dg PP maka ketentuan yg ada dlm PP tdk boleh lebih rendah dr ketentuan yg ada dlm PKB.

19. Dlm hal PKB yg sdh berakhir masa berlakunya akan diperpanjang/diperbaharui maka perpanjangan /pembaharuan tdk mensyaratkan ketentuan ttg jumlah lebih dari 50% dr seluruh jumlah P/B di perusahaan ybs.

20. Dlm hal terjadi pembubaran SP/SB atas pengalihan kepemilikan perusahaan maka PKB tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu PKB.

21. Jika terjadi penggabungan perusahaan (merger) & masing-masing perusahaan mempunyai PKB, maka PKB yg berlaku adalah PKB yg lebih menguntungkan P/B. Jika merger terjadi antara perusahaan yg mempunyai & yg blm mempunyai PKB, maka PKB yg ada tsb berlaku bagi perusahaan yg bergabung s/d berakhirnya jangka waktu PKB.

10

Hubungan Industrial

22. PKB mulai berlaku pd hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dlm PKB tsb.23. PKB yg ditandatangani tsb selanjutnya didaftarkan o/ pengusaha pd instansi yg

bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.24. Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dilakukan

oleh : a. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota

untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota; b. Kepala instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Provinsi untuk

perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1(satu) Kabupaten/Kota dalam 1(satu) Provinsi;

c. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1(satu) Provinsi.

C. PERBANDINGAN PP DAN PKB

PERSAMAAN PP DAN PKB :1. Memuat syarat-syarat kerja, hak & kewajiban P/B dg pengusaha2. Masa Berlaku normal maks. 2 tahun.

PERBEDAAN PP & PKB :1. Pihak yg membuat :

- PP : Pengusaha- PKB : SP/SB atau gabungan SP/SB dg pengusaha/ beberapa pengusaha / gabungan

pengusaha.2. Mulai berlakunya :

- PP : Setelah pengesahan

- PKB : Setelah penandatanganan3. Peran Dinas Tenaga Kerja

- PP : Mengesahkan- PKB : Mendaftar

4.Pembatalan- PP : oleh Disnaker - PKB : oleh Pengadilan

D.Klasifikasi PKB :1. PKB BARU ; PKB yg dibuat u/ pertama kali dg masa berlaku max 2 tahun.2. PKB PERUBAHAN; PKB yg masih berlaku ttp atas kesepakatan kedua belah pihak diadakan

perubahan sebagian dr isi/ materinya.3. PKB PERPANJANGAN; PKB yg masa berlakunya selama periode 2 th telah berakhir ttp para

pihak belum mengadakan/ memusyawarahkan pembuatan PKB yg baru. Dg demikian PKB yg lama yg berakhir tsb dpt diperpanjang berlakunya u/ 1 th berikut dg kesepakatan ke dua belah pihak.

4. PKB PEMBAHARUAN; PKB yg masa berlakunya 2 th telah berakhir & para pihak telah melakukan musyawarah dg menghasilkan PKB baru yg didasarkan kpd PKB lama, baik isinya tetap spt PKB lama maupun mengalami perubahan.

11

Hubungan Industrial

Persamaan PKB Perpanjangan & PKB Pembaharuan :Sama-sama masa berlakunya sudah berakhir.

Perbedaan :PKB Perpanjangan

- masa berlakunya 1 tahun- Tdk ada perundingan u/ membuat PKB yg baru

PKB Pembaharuan- Masa berlaku 2 tahun- Ada musyawarah untuk membuat PKB Baru

BAB VUPAH, KESEJATERAAN KERJA PEKERJA / BURUH

A. UPAH :

1. Pengertian upah Ps 1 Angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 : “ Hak pekerja/buruh yang diterima & dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan. Termasuk tunjangan bagi pekerja/.buruh dan keluarganya atas suatu perjanjian dan / atau jasa yang telah atau akan dilakukan “.

2. Perlindungan hukum di bidang pengupahan (Ps. 88 UU No. 13 Tahun 2003) meliputi :a. Upah minimum;b. Upah kerja lembur;c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaan;e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;f. Bentuk dan cara pembayaran upah;g. Denda dan potongan upah;h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;j. Upah untuk pembayaran pesangon;k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

3. Prinsip pengupahan (Ps. 93 Ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003) : “Upah tidak dibayar apabila pekerja atau buruh tdk melakukan pekerjaan “ ( No work no pay ). Prinsip ini ada pengecualiannya ( Ps 93 Ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003) :

a. Pekerja/buruh sakit sehingga tidak mampu melakukan pekerjaannya;b. Pekerja/buruh perempuan yg sakit pd hari pertama & kedua masa haidnya;c. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena menikah, menikahkan, mengkhitankan,

membaptiskan anaknya, istri melahirkan/ keguguran dll;d. Karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

12

Hubungan Industrial

e. Karena menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh agamanya;f. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak

mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

g. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;h. Melaksanakan tugas SP/SB atas persetujuan pengusaha;i. Melaksanakan tugas pendidikan dr perusahaan.

4. Dasar hk & isi ketentuan ttg pengupahan (Ps. 88 ayat 3 ):a. Upah minimum

i. Dasar hk : - UU No. 13/2003- Inpres No. 9/2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam Rangka

Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja- Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan

Pentahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak- Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2012 tentang Perubahan

Penghitungan Kehidupan Hidup Layak- Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum

ii. Isi ketentuan(a) Ketentuan Umum

1) Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman.

2) Upah Minimum Provinsi yang selanjutnya disingkat UMP adalah Upah Minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.

3) Upah Minimum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat UMK adalah Upah Minimum yang berlaku di wilayah kabupaten/kota.

4) Upah Minimum Sektoral Provinsi yang selanjutnya disingkat UMSP adalah Upah Minimum yang berlaku secara sektoral di satu provinsi.

5) Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat UMSK adalah Upah Minimum yang berlaku secara sektoral di wilayah kabupaten/kota.

6) Sektoral adalah kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI).

7) Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu adalah perusahaan yang memenuhi kriteria industri padat karya sebagaimana diatur oleh Menteri Perindustrian.

(b) Dasar wewenang penetapan UM :1) Penetapan Upah Minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. 2) Upah Minimum diarahkan pada pencapaian KHL. Pencapaian KHL merupakan

perbandingan besarnya Upah Minimum terhadap nilai KHL pada periode yang sama.

13

Hubungan Industrial

3) Untuk pencapaian KHL, gubernur menetapkan tahapan pencapaian KHL dalam bentuk peta jalan pencapaian KHL bagi Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu dan bagi perusahaan lainnya dengan mempertimbangkan kondisi kemampuan dunia usaha.

4) Peta jalan pencapaian KHL sebagaimana dimaksud disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. menentukan tahun pencapaian Upah Minimum sama dengan KHL b. memprediksi nilai KHL sampai akhir tahun pencapaian; c. memprediksi besaran nilai Upah Minimum setiap tahun; d. menetapkan prosentase pencapaian KHL dengan membandingkan

prediksi besaran Upah Minimum dengan prediksi nilai KHL setiap tahun .5) Dalam hal kondisi perekonomian pada tahun tertentu mengakibatkan

pencapaian KHL tidak dapat terpenuhi, gubernur dapat melakukan penyesuaian tahapan pencapaian KHL

6) Survey KHL Sebelum menetapkan Upah Minimum Propinsi, Dewan Pengupahan yang terdiri

dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi akan melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

7) Pengertian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh

lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.

Sejak diberlakukannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam penetapan Upah Minimum seperti yang diatur dalam Pasal 88 ayat 4.

Pembahasan lebih dalam mengenai ketentuan KHL, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pentahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Namun, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 direvisi oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 tentang Perubahan Penghitungan KHL.

Jumlah jenis kebutuhan yang semula 46 jenis dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 menjadi 60 jenis KHL dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012. Penambahan baru sebagai berikut :

1) Ikat pinggang2) Kaos kaki3) Deodorant 100 ml/g4) Seterika 250 watt5) Rice cooker ukuran 1/2 liter6) Celana pendek7) Pisau dapur8) Semir dan sikat sepatu9) Rak piring portable plastic10) Sabun cuci piring (colek) 500 gr per bulan11) Gayung plastik ukuran sedang12) Sisir

14

Hubungan Industrial

13) Ballpoint/pensil14) Cermin 30 x 50 cm

8) Gubernur menetapkan UMP. 9) UMP ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak

setiap tanggal 1 November. 10) Selain UMP gubernur dapat menetapkan UMK atas rekomendasi Dewan

Pengupahan Provinsi dan rekomendasi bupati/walikota. 11) UMK ditetapkan dan diumumkan oleh gubernur selambat-lambatnya tanggal

21 November setelah penetapan UMP. 12) Besaran UMK lebih besar dari UMP. 13) Upah Minimum yang ditetapkan oleh gubernur berlaku terhitung mulai

tanggal 1 Januari tahun berikutnya. 14) Peninjauan besaran Upah Minimum dilakukan 1 (satu) tahun sekali. 15) Bagi daerah yang Upah Minimumnya masih berada di bawah nilai KHL,

besarnya Upah Minimum yang berlaku bagi Perusahaan Industri Padat Karya tertentu dan Upah Minimum yang berlaku bagi perusahaan lainnya mengacu pada peta jalan pencapaian KHL.

16) Bagi daerah yang Upah Minimumnya di atas KHL dan nilai KHL untuk tahun berikutnya lebih besar dari Upah Minimum tahun sebelumnya, gubernur menetapkan Upah Minimum untuk tahun berikutnya mengacu pada peta jalan pencapaian KHL.

17) Bagi daerah yang Upah Minimumnya sama atau di atas KHL dan nilai KHL untuk tahun berikutnya tidak lebih besar dari Upah Minimum tahun sebelumnya, gubernur menetapkan besarnya Upah Minimum harus didasarkan pada rekomendasi dari Dewan Pengupahan.

18) Selain Upah Minimum, gubernur dapat menetapkan UMSP dan/atau UMSK atas kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh di sektor yang bersangkutan.

19) UMSP dan/atau UMSK berlaku sejak ditetapkan oleh gubernur. 20) Besaran UMSP dan/atau UMSK ditetapkan sebagai berikut: a. UMSP tidak

boleh lebih rendah dari UMP; b. UMSK tidak boleh lebih rendah dari UMK. 21) Melalui Inpres No. 9/2013, Presiden menginstruksikan Menko Perekonomian,

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Perindustrian (Menperin), Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), para Gubernur, dan para Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk menyelaraskan kebijakan upah minimun dengan pertimbangan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional, guna mewujudkan keberlangsungan usaha dan perkembangan industri  nasional serta peningkatan kesejahteraan pekerja.

(c) Tata Cara Penetapan Upah Minimum1) Gubernur dalam menetapkan UMP memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan

Provinsi.

15

Hubungan Industrial

2) Gubernur dalam menetapkan UMK memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi bupati/walikota.

3) Rekomendasi disampaikan kepada gubernur oleh Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau bupati/walikota, melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

4) Rekomendasi bupati/walikota berdasarkan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan kabupaten/kota apabila telah terbentuk.

5) Untuk menetapkan UMSP dan/atau UMSK, Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota melakukan penelitian serta menghimpun data dan informasi mengenai:

a. homogenitas perusahaan; b. jumlah perusahaan; c. jumlah tenaga kerja; d. devisa yang dihasilkan; e. nilai tambah yang dihasilkan; f. kemampuan perusahaan; g. asosiasi perusahaan; dan h. serikat pekerja/serikat buruh terkait.

6) Dewan Pengupahan melakukan penelitian untuk menentukan sektor unggulan yang selanjutnya disampaikan kepada asosiasi perusahaan dan serikat pekerja/serikat buruh di sektor yang bersangkutan untuk dirundingkan.

7) Besaran UMSP dan/atau UMSK disepakati oleh asosiasi perusahaan dan serikat pekerja/serikat buruh di sektor yang bersangkutan.

8) Hasil kesepakatan disampaikan kepada gubernur melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai dasar penetapan UMSP dan/atau UMSK.

(d) Pelaksanaan Penetapan UM :

1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum yang telah ditetapkan.

2) Upah Minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.

3) Upah Minimum wajib dibayar bulanan kepada pekerja/buruh. 4) Berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh

dengan pengusaha, Upah Minimum dapat dibayarkan mingguan atau 2 (dua) mingguan dengan ketentuan perhitungan Upah Minimum didasarkan pada upah bulanan.

5) Bagi pekerja/buruh dengan sistem kerja borongan atau sistem harian lepas yang dilaksanakan 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan, upah rata-rata sebulan serendah-rendahnya sebesar upah minimum yang dilaksanakan di perusahaan yang bersangkutan.

6) Upah pekerja/buruh harian lepas, ditetapkan secara bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:

a. bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima);

16

Hubungan Industrial

b. bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu).

7) Bagi perusahaan yang mencakup lebih dari satu sektor, Upah Minimum yang berlaku sesuai dengan UMSP atau UMSK.

8) Dalam hal satu perusahaan mencakup lebih dari satu sektor dan apabila terdapat satu sektor atau lebih belum ada penetapan UMSP dan/atau UMSK, maka upah terendah di perusahaan pada sektor yang bersangkutan, disepakati secara bipartit.

9) Besaran kenaikan upah di perusahaan yang Upah Minimumnya telah mencapai KHL atau lebih, ditetapkan secara bipartit di perusahaan masing-masing.

(f) PengawasanPengawasan pelaksanaan Upah Minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan.

b. Perlindungan Upah Kerja Lembur (UKL)i. Dsr Hk : 1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan2) SK Menakertrans No.Kep-102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah

Kerja Lembur ii. Isi Ketentuan :

1) Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha /pekerjaan tertentu yang akan diatur tersendiri dengan Keputusan Menteri.

2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam/minggu, kecuali kerja lembur dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.

3) Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu ( yaitu mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditentukan peraturan perundang-undangan), tidak berhak atas kerja lembur, dengan ketentuan mendapat upah lebih tinggi.

4) Kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh ybs, dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditandatangani oleh pekerja/buruh ybs. dan pengusaha.

5) Kewajiban pengusaha kepada pekerja/buruh yang kerja lembur : membayar upah kerja lembur, memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya, memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 jam/lebih yang tidak boleh diganti dengan uang.

6) Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan, besarnya upah sebulan bagi :i. Pekerja harian : upah sehari x 25 (untuk waktu kerja 6 hari dalam 1 minggu);

upah sehari x 21 (untuk waktu kerja 5 hari dalam 1 minggu).ii. Pekerja yang bekerja berdasarkan satuan hasil : upah rata-rata 12 bulan

terakhir, jika belum ada 12 bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum setempat.

17

Hubungan Industrial

7) Jika upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100% dari upah.

8) Jika upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, dan jumlah upah pokok ditambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75 % upah keseluruhan, maka dasar perhitungan upah lembur 75 % dari keseluruhan upah.

9) Cara perhitungan upah kerja lembur :@ Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja, maka :

- untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 kali sejam.

- untuk setiap jam lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 kali upah sejam.

@ Jika kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau hari raya resmi :

untuk 6 hari kerja 40 jam seminggu, maka :- untuk setiap jam dalam batas 7 jam pertama dibayar 2 kali

upah sejam, dan jam ke-8 dibayar 3 kali upah sejam dan jam lembur ke-9 dan ke-10 dibayar 4 kali sejam.

- apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam, jam ke-6 tiga kali upah sejam dan jam lembur ke-7 dan ke-8 empat kali upah sejam.

untuk waktu 5 hari kerja dan 40 jam seminggu, maka :perhitungan upah kerja lembur untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam, jam ke-9 dibayar 3 kali upah sejam dan jam ke-10 dan ke-11 empat kali upah sejam.

10) Perhitungan Upah Sejam : Upah sejam bagi pekerja bulanan : 1/173 x upah sebulan. Upah sejam bagi pekerja harian : 3/20 x upah sehari.

Untuk pekerja borongan / satuan : 1/7 x upah rata-rata sehari.

c. Upah Tidak Masuk Kerja Karena Berhalangan.i. Dsr Hk : UU No. 13/2003 ttg ketenagakerjaan & PP. 8 / 81 ttg Perlind. Upah.ii. Isi Ketentuan dalam UU No. 13 Tahun 2003 :

i. Pekerja / buruh sakit sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan (Ps.93(2a)

Ps. 93 (3) : 4 bulan I dibayar 100% dari upah. 4 bulan II dibayar 75% dari upah

4 bulan III dibayar 50% dari upah. Bulan selanjutnya 25% dari upah (sampai ada PHK)

ii. Ps. 81 jo Ps. 93 (2b) : Pekerja/buruh perempuan sakit haid hari I & II diberi libur.

18

Hubungan Industrial

iii. Ps. 93 (2c) jo Ps. 93 (4): Pekerja/buruh tidak masuk kerja karena : menikah (dibayar selama 3 hari kerja); menikahkan anaknya (dibayar selama 2 hari kerja); mengkhitankan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari kerja); membaptiskan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari kerja); isteri melahirkan / keguguran kandungan (dibayar selama 2 hari kerja); suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia (dibayar selama 1 hari kerja).

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya.

i. Dsr Hk : UU No. 13 / 2003 & PP No. 8 / 81.ii. Isi Ketentuan dalam UU No. 13 Tahun 2003 :

1) Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban terhadap negara (Ps. 93 (2) d).

2) Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya (Ps. 93 (2) e).

3) Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha (Ps. 93 (2) f).

e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.i. Dsr Hk :

1) UU No. 3 / 1961 tentang Persetujuan konvensi ILO No. 106 mengenai istirahat mingguan dalam perdagangan dan kantor.

2) UU No. 13 /2003 tentang Ketenagakerjaan3) PP No. 21/1954 tentang istirahat buruh (istirahat tahunan).4) Kepmenakertrans No.: KEP-51/MEN/IV/2004 tentang Istirahat Panjang pada

Perusahaan Tertentub. Isi Ketentuan :

i. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya ½ jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja (Ps. 79 (2)a UU No. 13/2003)

ii. Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu (Ps. 79 (2) b UU No. 13/2003) :(i) Waktu istirahat mingguan di mana mungkin harus diberikan pada waktu yang

sama kepada semua orang.(ii) Waktu istirahat mingguan di mana mungkin harus sama dengan hari libur

mingguan yang ditentukan sebagai hari istirahat menurut tradisi / kebiasaan setempat.

iii. Cuti tahunan (Ps. 79 (2)c UU No. 13/2003):(i) Buruh / pekerja berhak atas istirahat tahunan setelah ia mempunyai masa

kerja 12 bulan berturut-turut.(ii) Lamanya istirahat tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja.(iii) Hak istirahat tahunan gugur pada saat dalam waktu 6 bulan setelah

lahirnya hak itu buruh tidak mempergunakan haknya.(iv) Istirahat panjang (Ps. 79 (2) d UU No. 13/2003) sekurang-kurangnya 2

bulan dan dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun terus

19

Hubungan Industrial

menerus pada perusahaan yang sama,dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun.

(v) Istirahat panjang wajib bagi perusahaan yang selama ini telah melaksanakan istirahat panjang.

(vi) Selama menjalankan hak istirahat panjang pekerja/buruh berhak atas upah penuh dan pada pelaksanaan istirahat panjang tahun ke-8 pekerja/buruh hanya berhak atas ½ dari upah.

(vii) Upah terdiri dari upah pokok ditambah tunjangan tetap.(viii) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja /buruh

timbulnya hak istirahat panjang selambat-lambatnya 30 hari sebelum hak itu timbul.

(ix) Hak istirahat panjang gugur jika dalam waktu 6 bulan sejak hak timbul pekerja/buruh tidak mempergunakan haknya.

(x) Perusahaan dapat menunda pelaksanaan istirahat panjang untuk paling lama 6 bulan sejak timbulnya hak itu dengan memperhatikan kepentingan pekerja/buruh dan atau perusahaan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.Jika terjadi PHK, pekerja/buruh belum menggunakan haknya dan belum gugur, maka pekerja/buruh berhak atas pembayaran upah dan kompensasi hak istirahat panjang yang seharusnya diterima.

(xi) Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya (Ps. 80 UU No. 13/2003).

(xii) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan anak menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

(xiii) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

(xiv) Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

(xv) Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat: mingguan, tahunan, panjang, beribadah, melahirkan dan gugur kandungan serta menyusui, berhak mendapat upah penuh. Keterangan istirahat panjang pada tahun ke 8 dan kelipatannya (50%).

f. Bentuk dan Cara Pembayaran Upahi. Dasar Hukum: PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upahii. Isi Ketentuan :

1) Bentuk upah :(i ) Pada dasarnya upah diberikan dalam bentuk uang.

20

Hubungan Industrial

(ii) Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras,obat-obatan atau bahan obat-obatan,dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima.

(iii) Dilakukan dengan alat pembayaran yang sah dari negara RI.Jika upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs resmi pada hari dan tempat pembayaran.

(iv) Ketentuan batal jika ditetapkan sebagian atau seluruh upah harus dipergunakan secara tertentu, ataupun harus dibelikan barang, kecuali jika penggunaan itu timbul dari peraturan perundang-undangan.

2) Cara pembayaran upah:(i) Pembayaran upah dilakukan di tempat buruh biasanya bekerja, atau di kantor

perusahaan, kecuali diatur lain.(ii) Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu sekali

atau selambat-lambatnya sebulan sekali, kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu minggu.Jika upah terlambat dibayar, maka dari hari ke empat – delapan sejak seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% untuk tiap hari keterlambatan. Sesudah hari ke delapan tambahan itu menjadi 1% untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan. Penyimpangan terhadap ketentuan ini batal demi hukum.

(iii) Jika sesudah 1 bulan upah masih belum dibayar, maka di samping berkewajiban untuk membayar sebagaimana seharusnya di atas, pengusaha diwajibkan pula membayar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan. Penyimpangan terhadap ketentuan ini batal demi hukum.

g. Denda dan Potongan Upahi. Dasar Hukum : PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upahii. Isi Ketentuan :

1) Denda atas pelanggaran hanya dapat dilakukan jika hal itu diatur secara tegas dalam perjanjian atau peraturan perusahaan.

2) Besarnya denda harus ditentukan dan dinyatakan dalam mata uang RI.3) Jika suatu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut

ganti kerugian.4) Jika ketentuan-ketentuan di atas dilanggar batal demi hukum.

i. Hal-hal yang Dapat Diperhitungkan dengan Upah (PP 8/81)

i. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah :1)Denda, potongan, dan ganti rugi.2) Sewa rumah oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis.3) Uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang

buruh kepada pengusaha, dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis.4) Perhitungan total tersebut di atas tidak boleh melebihi 50% dari setiap

pembayaran upah yang seharusnya diterima, jika dilanggar, batal demi hukum. 21

Hubungan Industrial

ii. Pada waktu PHK seluruh hutang piutang buruh dapat diperhitungkan upahnya.iii. Jika uang yang disediakan pengusaha untuk membayar upah disita oleh Juru Sita, maka

penyitaan tersebut tidak boleh melebihi 20% dari jumlah upah yang harus dibayarkan.iv. Jika upah digadaikan atau dijadikan jaminan utang untuk kepentingan pihak ke tiga ,

maka angsuran tiap bulan tidak boleh melebihi 20 % dari upah sebulan.v. Jika pengusaha dinyatakan pailit, maka upah buruh merupakan hutang yang didahulukan

pembayarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.vi. Jika buruh jatuh pailit, maka upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan

kerja tidak termasuk dalam kepailitan kecuali ditetapkan lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi 25 %.

vii. Tuntutan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi daluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 tahun (jo Pasal 96 UU No. 13 Tahun 2003 sudah dianulir oleh MK)

j. Struktur dan skala pengupahan yang proporsionali. Dasar hukum : Pasal 92 UU Naker. Kepmennaker No. : KEP-49/MEN/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.ii. Isi ketentuan :

1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.

2) Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

3) Struktur upah adalah susunan tingkatan upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terendah.

4) Skala upah adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan.5) Jabatan adalah sekumpulan pekerjaan dalam organisasi perusahaan.6) Analisa jabatan adalah : proses metoda secara sistematis untuk memperoleh

data jabatan, mengolahnya menjadi informasi jabatan yang dipergunakan untuk berbagai kepentingan program kelembagaan, ketatalaksanaan dan Manajemen Sumber Daya Manusia.

7) Uraian jabatan adalah ringkasan aktivitas-aktivitas yang terpenting dari suatu jabatan termasuk tugas dan tanggung jawab dan tingkat pelaksanaan jabatan tersebut.

8) Evaluasi jabatan adalah proses menganalisis dan menilai suatu jabatan secara sistematik untuk mengetahui nilai relatif bobot jabatan-jabatan dalam suatu organisasi.

9) Pengusaha dalam menyusun struktur dan skala upah memanfaatkan analisa jabatan.

10) Dalam melakukan analisa, uraian dan evaluasi jabatan diperlukan data/informasi : bidang usaha dari perusahaan yang bersangkutan, tingkat tehnologi yang digunakan, struktur organisasi, manajemen perusahaan.

11) Analisa jabatan merumuskan jabatan-jabatan baik tenaga pelaksana, non manajerial maupun manajerial.

12) Analisa jabatan akan menghasilkan uraian jabatan, meliputi : identifikasi jabatan, ringkasan dan rincian tugas, spesifikasi jabatan (pendidikan;

22

Hubungan Industrial

pelatihan/kursus; pengalaman kerja; psikologi : bakat, temperamen, minat dan masa kerja; hasil kerja; tangung jawab).

13) Evaluasi jabatan berfungsi untuk mengukur dan menilai jabatan dengan metoda tertentu.

14) Faktor-faktor yang diukur dan dinilai dalam evaluasi jabatan : tanggung jawab, andil jabatan terhadap perusahaan, resiko jabatan, tingkat kesulitan jabatan.

15) Hasil evaluasi jabatan digunakan antara lain : penetapan upah, penilaian pekerjaan, penetapan kebijakan pengembangan sumber daya manusia.

16) Dasar pertimbangan penyusunan struktur upah dapat dilakukan melalui : struktur organisasi, rasio perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan, kemampuan perusahaan, upah minimum, kondisi pasar.

17) Penyusunan skala upah dapat dilakukan melalui : skala tunggal (golongan jabatan yang sama mempunyai upah yang sama), dan skala ganda (setiap golongan jabatan mempunyai nilai upah nominal terendah dan tertinggi).

j. Upah untuk pembayaran pesangon

Uang Pesangon, masa kerja (t): t ≤ 1 th : 1 bulan upah1 th ≤ t < 2 th : 2 bulan upah2 th ≤ t < 3 th : 3 bulan upah3 th ≤ t < 4 th : 4 bulan upah.4 th ≤ t < 5 th : 5 bulan upah5 th ≤ t < 6 th : 6 bulan upah6 th ≤ t < 7 th : 7 bulan upah7 th ≤ t < 8 th : 8 bulan upah t ≥ 8 th : 9 bulan upah

Uang Penghargaan Masa Kerja, masa kerja (t) :3 th ≤ t < 6 th : 2 bulan upah6 th ≤ t < 9 th : 3 bulan upah 9 th ≤ t <12 th : 4 bulan upah12 th ≤ t < 15 th : 5 bulan upah15 th ≤ t < 18 th : 6 bulan upah 18 th ≤ t < 21 th : 7 bulan upah21 th ≤ t < 24 th : 8 bulan upaht ≥ 24 th : 10 bulan upah

Uang Penggantian Hak: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana

pekerja/buruh diterima bekerja; penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 % dari uang

pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;23

Hubungan Industrial

hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian bersama.

k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilani. Dasar hukum: Keputusan Menkeu RI No.:486/Kmk.03/2003 tentang Pajak Penghasilan yang

Ditanggung oleh Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari Pekerjaan.ii. Isi ketentuan:

1) Pekerja yang mendapat perlakuan PPh yang ditanggung oleh Pemerintah adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang bekerja sebagai pegawai tetap atau tidak tetap pada satu pemberi kerja di Indonesia, yang menerima gaji, upah, serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diberikan dalam bentuk uang sampai dengan Rp 2 juta sebulan.

2) PPh yang terutang atas gaji, upah, serta imbalan lainnya dari pekerjaan yang diterima oleh pekerja di atas, sampai dengan Rp 1 juta sebulan ditanggung oleh Pemerintah, dihitung secara bulanan dan tidak disetahunkan.

3) PPh yang terutang oleh pekerja, yang ditanggung oleh Pemerintah dan yang harus dipotong oleh Pemberi Kerja, wajib dilaporkan baik dalam SPT.

4) Tahunan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

B.Kesejahteraan Pekerja / buruh.1. Pengertian : Ps. 1 Angka 31 UU 13 Tahun 2003. : Kesejahteraan

pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan / atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Upah Kesejahteraan- Untuk keperluan jasmaniah - utk keperluan jasmaniah & rohaniah- Dalam Hub. kerja. - di dalam dan di luar hub. kerja.

2. Dasar Hukum :a. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaanb. UU No. 3 / 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (jamsostek) jo Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

c. PP No. 14/1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek jo PP No. 79/1998 jo PP No. 83/2000 jo PP No. 28/2002.

d. Kepmenaker No.: KEP-150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

e. Kepemnakertrans No.: KEP-67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja Asing

3. Isi Ketentuan :a Ps. 99 – 101 UU Ketenagakerjaan: jamsostek, koperasi dan fasilitas lain yang

disediakan pengusaha dengan mengingat kebutuhan pekerja dan kemampuan pengusaha.

b.Pengaturan jamsostek :i. Perusahaan yang wajib menjadi peserta jamsostek adalah

perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 orang pekerja dan/ atau membayar upah 1

24

Hubungan Industrial

bulan minimal Rp. 1.000.000.-ii. Bentuk program berupa uang, yang meliputi jaminan kecelakaan kerja,

kematian, tabungan hari tua.iii. Bentuk pelayanan : jaminan pemeliharaan kesehatan.iv. Bagi pekerja dengan sistem borongan maupun harian lepas, pekerja di bawah

perjanjian waktu tertentu, jika lamanya waktu kerja kurang 3 bulan pengusaha wajib mengikut-sertakan di dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, tetapi jika 3 kelompok pekerja tersebut dipekerjakan lebih dari 3 bulan maka pengusaha wajib mengikut sertakannya ke dalam program kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, kematian, tabungan hari tua.

v. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia wajib mengikutsertakan tenaga kerja asing yang bersangkutan dalam program jamsostek yang meliputi: jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.

vi. BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan  PT. Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

vii. Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten kota.

viii. Jenis jaminan dalam Jaminan Sosial Nasional : - jaminan kesehatan (dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan); - jaminan kecelakaan kerja; jaminan hari tua; jaminan pensiun; dan jaminan kematian (dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan).

25

Hubungan Industrial

Tabel tentang besarnya penggantian dalam Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

Program PP 14 / 1993

PP 79 / 1998

PP 83 / 2000

PP 28 / 2002

Jaminan Kecelakaan Kerja :iv. Biaya transportasi

a. Darat, sungaib. Lautc. Udara

Rp. 100.00

0.-Rp.

200.000.-

Rp. 250.00

0.-

Rp. 150.00

0.-Rp.

300.000.-

Rp. 400.00

0.-v. Sementara tidak

mampu bekerja.4 bln I 100% upah.4 bln II 75% upahselanjutnya 50% upah.

Tetap

3. Biaya Perawatan Rp. 4.000.000.-

Rp. 6.400.000.-

4. Santunan Cacat a. Sebagian tetap b. Total tetap - sekaligus - berkala (2 th) c. Kurang fungsi

% tabelx60 bln upah

70%x60bln upahRp. 25.000 / bln% kurang fungsi x % tabel x 60 bln upah.

% tabelx70 bln upah

70%x70 bln upahRp. 50.000 / bln% kurang fungsi x % tabel x 70 bln upah.

10) Santunan Kematiana.Sekaligus

26

Hubungan Industrial

b. Berkala (2 thn)c.Biaya Pemakaman

60% x 60 bln upahRp. 25.000 / blnRp. 400.000.

60% x 70 bln upahRp. 50.000 / blnRp. 600.000.

60% x 70 bln upahRp. 50.000 / blnRp. 1.000.000.

Jaminan Kematian (bukan karena kecelakaan) :i. Santunan Kematian

ii. Biaya Pemakamaniii.

Rp. 1.000.0

00.

Rp. 200.00

0.

Rp. 2.000.0

00.

Rp. 400.00

0.

Rp. 3.000.0

00.

Rp. 600.00

0.

Rp. 5.000.0

00.

Rp. 1.000.0

00.

BAB VIPENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Definisi

Ps. 1 (22) UU No. 13 Tahun 2003 : Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Definisi ini memperluas definisi perselisihan perburuhan di dalam UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, yaitu: pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan / atau keadaan perburuhan.

Dalam UU 22 Tahun 1957 perselisihan hanya terjadi antara Pengusaha atau Gabungan Pengusaha dengan Serikat Buruh/ Gabungan Serikat Buruh.Pada tahun 2004, dikeluarkan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang mulai berlaku 14 Januari 2005. Undang-undang ini ditunda berlakunya dengan Perpu No. 1 Tahun 2005, sehingga mulai berlaku 14 Januari 2006.

Definisi perselisihan hubungan industrial sama dengan definisi yang diberikan UU No. 13 Tahun 2003.

27

Hubungan Industrial

B. Prinsip Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial :1.Menurut UU No. 22 Th. 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.a. Tingkat Perusahaan :

i. Dilaksanakan secara musyawarah untuk mufakat.ii. Jika tercapai persetujuan, perundingan tersebut dapat disusun menjadi suatu

perjanjian perburuhan.iii. Jika tidak tercapai persetujuan, maka atas kehendak sendiri / anjuran dari pegawai

Perantara & P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah) dapat menyerahkan untuk diselesaikan oleh juru/ Dewan Pemisah.

b. Tingkat Juru (1 orang) / Dewan Pemisah (lebih dari 1 orang) (arbitrage sukarela) :i. Penyerahan penyelesaian dinyatakan dengan surat perjanjian perusahaan dengan

Serikat Buruh di hadapan Pegawai Perantara / P4D.ii. Putusan Juru/Dewan Pemisah sesudah disahkan oleh P4P (Panitia Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan Pusat) mempunyai kekuatan hukum sebagai putusan P4P.

iii. Putusan Juru / Dewan Pemisah tidak dapat dimintakan pemeriksaan ulang.iv. P4P dapat menolak pengesahan, jika ternyata putusan tersebut melampaui

kekuasaannya / bertentangan dengan UU, ketertiban umum/kesusilaan. c. Tingkat Pegawai Perantara.

i. Jika perundingan tidak menghasilkan persetujuan, salah satu pihak dapat meminta saran pada pegawai perantara.

ii. Pegawai Perantara berwenang memberikan anjuran secara tertulis pada pihak yang berselisih.

iii. Jika Pegawai Perantara berpendapat perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan perantaraannya, maka Pegawai Perantara segera menyerahkan pada P4D dengan memberitahukan pada para pihak yang berselisih.

d. Tingkat P4D.i. P4D mengadakan perundingan dengan pihak-pihak berselisih dan mengusahakan

serta memimpin perundingan antara para pihak ke arah penyelesaian secara damai.

ii. Persetujuan karena perundingan mempunyai kekuatan hukum sebagai perjanjian perburuhan.

iii. P4D berhak memberi putusan yang berupa anjuran & yang bersifat mengikat.iv. Jika tidak ada permohonan banding, putusan yang bersifat mengikat dapat

dilaksanakan 14 hari setelah putusan diambil dan jika perlu pelaksanaan putusan P4D tersebut dimintakan eksekuatur dari PN setempat.

e. Tingkat P4P.i. Putusan P4D yang bersifat mengikat dapat dimintakan banding ke P4P.ii. Putusan dapat mulai dilaksanakan 14 hari setelah putusan dijatuhkan, jika

menaker tidak membatalkan putusan / menunda pelaksanaan putusan itu, jika perlu pelaksanaan putusan dimintakan eksekuatur dari PN Jakarta.

Skema Tahap-tahap Penyelesaian Perselisihan Perburuhan :28

Hubungan Industrial

Para Pihak Bipartit Sepakat

Tidak Sepakat

Pegawai Perantara

Sepakat Tidak Sepakat

Saran______P4D Arbitrase

Mengikat

Sepakat Tidak Sepakat

P 4 P

Menaker(menunda pelaksanaan Putusan P4P atau bahkan membatalkannya jika putusan P4

mengganggu stabilitas nasional)

2 Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan :a. Dilaksanakan secara musyawarah untuk mufakat.b. Jika penyelesaian tersebut tidak tercapai, maka para pihak menyelesaikan melalui

prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan UU.

3 Menurut UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial :a. Jenis-jenis perselisihan :

i. Perselisihan Hubungan IndustrialAdalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat

buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan.

29

Hubungan Industrial

ii. Perselisihan HakAdalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian bersama.

iii. Perselisihan KepentinganAdalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan / atau perubahan syarat- syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

iv. Perselisihan PHKAdalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

v. Perselisihan antar SP/SB dalam 1 Perusahaan.Adalah perselisihan antara serikat pekerja / serikat buruh dengan serikat pekerja / serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan.

b.Metode Penyelesaian Perselisihan

i. Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

ii. Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

iii. Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

iv. Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri,yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan,perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

v. Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan

Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

30

Hubungan Industrial

vi. Arbiter Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

vii. Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

viii. Hakim adalah Hakim Karier Pengadilan Negeri yang ditugasi pada Pengadilan Hubungan Industrial.

ix. Hakim Ad-Hoc adalah Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung yang pengangkatannya atas usul serikat pekerja/ serikat buruh dan organisasi pengusaha.

x. Hakim Kasasi adalah Hakim Agung dan Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

No Jenis Hak kepentingan PHK Antar SP/SB dalam 1 Perush

1 Musyawarah √ √ √ √2 Mediasi √ √ √ √3 Konsiliasi - √ √ √4 Arbitrase - √ - √5 Pengadilan Hub

industrial :a. Ib. Kasasi

√ √

√-

√ √

√-

c.Skema tahap-tahap Penyelesaian Perselisihan31

Hubungan Industrial

Perselisihan Bi Bipartit-Para Pihak

Sepakat Tidak Sepakat │ Dicatatkan di Disnaker

Konsiliasi Arbitrasi

____________________________________

│ Tidak dipilih ParaPihak │ Mediasi

Sepakat Tidak Sepakat

Pengadilan Hubungan Industrial : Tk. I Kasasi

d.Mogok Kerja dan Lock Out.i.Mogok kerja.

a)Merupakan hak dasar dari PK / buruh & SP/SB.

32

Hubungan Industrial

b)Dilakukan secara sah, tertib dan damai akibat gagalnya perundingan.c)Minimal 7 hari sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja / buruh & SP / SB wajib

memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

d)Setelah pemberitahuan tersebut, instansi pemerintah & perusahaan wajib memberikan tanda terima.

e)Instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.

f)Jika ada persetujuan, dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab.

g)Jika tidak ada persetujuan, pegawai dari instansi yang bertanggungjawab segera menyerahkan masalah tersebut kepada LPPHI. Mogok kerja dapat diteruskan/dihentikan untuk sementara / dihentikan sama sekali.

h)Mogok kerja yang tidak penuhi ketentuan, adalah mogok kerja tidak sah.i)Dalam hal pekerja / buruh lakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak

normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja / buruh berhak dapatkan upah.

ii.Penutupan Perusahaan (Lock Out) :a)Merupakan hak dasar pengusaha.b)Dilakukan sebagai akibat gagalnya perundingan.c)Dilarang sebagai tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja /

buruh & SP / SB.d)Dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.e)Dilarang pada perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum dan / jenis

kegiatan yang bahayakan keselamatan jiwa manusia, meliputi : RS, Pelayanan jaringan air bersih, Pusat Pengendali Telkom, Pusat Penyedia Tenaga Listrik, Pengolahan minyak dan gas bumi, serta Kereta Api.

f)Pemberitahuan secara tertulis minimal 7 hari sebelum Lock Out pada pekerja/buruh dan SP / SB serta instansi yang bertanggungjawab, kecuali :

i. Pekerja / buruh / SP/SB melangar prosedur mogok kerja.ii. Pekerja / buruh / SP/SB melangar ketentuan normatif yang ditentukan dalam

PK, PP, PKB serta Per-UU-an yang berlaku.g) Penerimaan pemberitahuan diberi tanda bukti penerimaan.h) Instansi yang bertanggung jawab mempertemukan dan merundingkan dengan para pihak

yang berselisih.i) Jika tercapai persetujuan dibuat dalamperjanjian bersama.j) Jika tidak tercapai, perselisihan diserahkan pada LPPHI, Lock Out dapat diteruskan

/dihentikan untuk sementara / dihentikan sama sekali.

BAB VIIPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 33

Hubungan Industrial

A. Dasar hukum PHK :

a. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrialb. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaanc. PP No. 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah

B. Pengertian PHK pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan

kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

C. Alasan-alasan untuk melarang pengusaha melakukan PHK1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu

tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap

negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.4. Pekerja/buruh menikah.5. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.6. Pekerja /buruh mempunyai pertalian darah dan / atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh

lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali diatur lain.7. Pekerja/buruh mendirikan,menjadi anggota dan/atau pengurus SP/SB, pekerja/buruh

melakukan kegiatan SP/SB di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha,atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK,PP, atau PKB.

8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.

9. Karena perbedaan paham,agama, aliran politik,suku, warna kulit,golongan,jenis kelamin,kondisi fisik,atau status perkawinan.

10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap,sakit akibat kecelakaan kerja,atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut, batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

C.Pengecualian Penetapan PHK oleh Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI)

1. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja.2. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri

tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha.3. Berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.4. Pekerja/buruh mangkir selama 5 hari berturut-turut tidak bekerja tanpa keterangan

sehingga dikualifikasikan mengundurkan diri5. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun.6. Pekerja/buruh meninggal dunia.

34

Hubungan Industrial

7. Ada keputusan bersalah dari pengadilan untuk pekerja yang melakukan kejahatan bukan atas pengaduan pengusaha (Pasal 160 (6)) UU Naker).

D.Besarnya Uang Pesangon (UP), Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), dan Uang Penggantian Hak (UPH) dan Perhitungannya

1. Besarnya UP, UPMK, dan UPH

Uang Pesangon, masa kerja (t): t ≤ 1 th : 1 bulan upah1 th ≤ t < 2 th : 2 bulan upah2 th ≤ t < 3 th : 3 bulan upah3 th ≤ t < 4 th : 4 bulan upah.4 th ≤ t < 5 th : 5 bulan upah5 th ≤ t < 6 th : 6 bulan upah6 th ≤ t < 7 th : 7 bulan upah7 th ≤ t < 8 th : 8 bulan upah t ≥ 8 th : 9 bulan upah

Uang Penghargaan Masa Kerja, masa kerja (t) :3 th ≤ t < 6 th : 2 bulan upah6 th ≤ t < 9 th : 3 bulan upah 9 th ≤ t <12 th : 4 bulan upah12 th ≤ t < 15 th : 5 bulan upah15 th ≤ t < 18 th : 6 bulan upah 18 th ≤ t < 21 th : 7 bulan upah21 th ≤ t < 24 th : 8 bulan upaht ≥ 24 th : 10 bulan upah

Uang Penggantian Hak: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana

pekerja/buruh diterima bekerja; penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 % dari uang

pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian

bersama.

2. Perhitungana. Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan UP,UPMK,dan UPH terdiri

dari : upah pokok, dan segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar

pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian

dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.b. Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian,

maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari.

35

Hubungan Industrial

c. Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.

d. Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (duabelas) bulan terakhir.

F. LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) BERDASARKAN UU No. 13 TH 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

1. Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang No. 13 Th. 2003 meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum. Baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 150 UU No. 13 Th 2003).

2. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah, dengan segala daya upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK (Pasal 151 (1) UU No. 13 Th 2003).

3. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan SP/SB atau dengan pekerja/buruh (Pasal 151 (2) UU No. 13 Th 2003) dan untuk mencapai kesepakatan penyelesaian mengenai PHK.

4. Dalam hal perundingan mencapai kesepakatan penyelesaian, kesepakatan tersebut dibuat persetujuan bersama secara tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

5. Jika perundingan tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial/LPPHI (Pasal 151 (3) UU No. 13 Th 2003).

6. Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya (Pasal 152 (1) UU No. 13 Th 2003).

7. Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial batal demi hukum (Pasal 155 (1) UU No. 13 Th 2003).

8. Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 (2) UU No. 13 Th 2003).

9. Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan di atas berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah (paling sedikit 75 % dari upah yang diterima pekerja) beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

10. Dalam hal pekerja tidak memenuhi segala kewajibannya atas kemauannya sendiri, pengusaha tidak wajib memberikan upah pekerja selama dalam proses.

11. Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat 36

Hubungan Industrial

melakukan PHK setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama,kedua,dan ketiga secara berturut-turut (Pasal 161 (1)) UU No. 13 Th 2003).

12. Surat peringatan masing-masing berlaku paling lama 6 bl, kecuali ditetapkan lain. Penyimpangan terhadap ketentuan 3 tahap surat peringatan, yaitu pengusaha dapat

memberikan langsung surat peringatan terakhir kepada pekerja apabila : - selama 3 kali berturut-turut, pekerja tetap menolak untuk mentaati perintah atau penugasan yang layak;- dengan sengaja atau lalai mengakibatkan dirinya dalam keadaan tidak dapat melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya; - tidak cakap melakukan pekerjaan walau sudah dicoba di bidang tugas yang ada; - melanggar ketentuan yang telah ditetapkan,yang dapat dikenakan peringatan terakhir.

13. Jika terjadi perselisihan PHK diselesaikan sesuai ketentuan UU No. 2/2004 dengan memanfaatkan musyawarah untuk mufakat, mediasi, konsiliasi & pengadilan hubungan industrial.

G. PEMRAKARSA PHK

1. PHK oleh pengusaha, misalnya : Perusahaan tutup Pekerja/buruh melakukan pelanggaran2. PHK oleh pekerja, misalnya : Pekerja/buruh mengundurkan diri3. PHK demi hukum,misalnya : Habisnya waktu dalam Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu Pekerja/buruh meninggal dunia4. PHK oleh pengadilan, misalnya: Karena alasan penting Karena merugikan pekerja/buruh belum dewasa Pembatalan Perjanjian kerja

H. ISTILAH PHK

1. Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya /berakhirnya kontrak kerja.

2. Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena tindakan indisipliner oleh pekerja/buruh.

3. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan perkembangan teknologi, yang mengakibatkan pengurangan pekerja/buruh.

4. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran dan lain sebagainya, sehingga perusahaan tidak mampu memberi upah kepada pekerja/buruhnya.

I.PENETAPAN BESARNYA UANG PESANGON (UP), UANG PENGHARGAAN MASA KERJA (UPMK), UANG PENGGANTIAN HAK (UPH), UANG PISAH (UP) DALAM PHK DALAM UU NO. 13 TH. 2003

Pekerja/buruh memperoleh :

37

Hubungan Industrial

1. UPH :. PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri secara sukarela (Pasal 162 ayat 1). PHK karena pekerja/buruh memasuki usia pensiun, ikut program pensiun,iuran dibayar oleh

pengusaha (Pasal 167 ayat 1).2. UPH dan Uang Pisah :

PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri secara sukarela,dia tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung (Pasal 162 ayat 2).

PHK karena pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasikan mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 1).

3. UP dan UPMK dan UPH: PHK karena pekerja/buruh melanggar ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, dan perjanjian kerja bersama (Pasal 161 ayat 1) . PHK karena perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan

perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (Pasal 163 ayat 1). PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara

terus-menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur) (Pasal 164 ayat 1).

PHK karena perusahaan pailit (Pasal 165).4. 2xUP dan UPMK dan UPH:

PHK karena perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya (Pasal 163 ayat 2)

PHK karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut, atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi (Pasal 164 ayat 3)

PHK karena pekerja/buruh meninggal dunia (diberikan kepada ahli warisnya) (Pasal 166). PHK karena usia pensiun, pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh pada program

pensiun (Pasal 167 ayat 5) PHK karena pengusaha melakukan tindakan-tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 169

ayat 1 UU No. 13 Tahun 2013 PHK karena pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat

kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.

5. UPMK dan UPHPHK karena pekerja/buruh setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana; atau pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/ buruh dinyatakan bersalah.

BAB VIIIPENGAWASAN KETENAGAKERJAAN 38

Hubungan Industrial

Salah satu unsur yang harus ikut berperan di dalam meningkatkan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja adalah unsur pengawasan ketenagakerjaan. Sebagai penegak hukum di bidang ketenagakerjaan unsur pengawasan ini harus bertindak sebagai pendeteksi dini di lapangan, sehingga diharapkan segala gejolak yang akan timbul dapat dideteksi secara awal yang pada gilirannya dapat memberikan atau dapat diciptakan suasana yang aman, stabil dan mantap di bidang ketenagakerjaan yang dengan demikian dapat memberikan andil dalam pembangunan nasional, sehingga pertumbuhan ekonomi dalam Pelita dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Kebijaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara operasional ditetapkan sebagai berikut (Manulang, 1995:124) :1. Pengawasan ketenagakerjaan diarahkan kepada usaha preventif dan edukatif, namun demikian

tindakan represif baik yang yustisial, maupun non yustisial akan dilaksanakan secara tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang secara sengaja melanggar ataupun telah berkali-kali diperingatkan akan tetapi tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

2. Unit dan aparat pengawasan diharapkan lebih peka dan cepat bertindak terhadap masalah-masalah yang timbul dan mungkin timbul di lapangan, sehingga masalahnya tidak meluas atau dapat diselesaikan dengan tuntas (tidak berlarut-larut)

3. Aparat pengawasan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan diharuskan turun langsung ke lapangan untuk melihat permasalahannya secara langsung, sehingga dapat dijamin obyektivitasnya.

4. Pemanfaatan aparat pengawas secara optimal sehingga dapat menjangkau obyek pengawasan seluas mungkin khususnya pada sektor-sektor yang dianggap rawan dan strategis.

Adapun ruang lingkup tugas-tugas pengawasan ketenagakerjaan ini adalah (Manulang, 195:125) :1. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan

mengenai norma perlindungan tenaga kerja.2. Melaksanakan pembinaan dalam usaha penyempurnaan norma kerja dan pengawasaannya.3. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyangkut perlindungan tenaga kerja wanita,

anak dan orang muda.4. Melaksanakan usaha-usaha pembentukan, penerapan dan pengawasan norma di bidang

kecelakaan kerja.Pegawai yang melaksanakan tugas-tugas serta fungsi pengawasan di bidang ketenagakerjaan

ini disebut : “Pegawai Pengawas” yaitu pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri tenaga Kerja (Pasal 1 UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja).

Pegawai-pegawai pengawas serta pegawai-pegawai pembantu yang mengikutinya dalam melakukan kewajibannya berhak memasuki semua tempat-tempat di mana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan atau juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh majikan atau pengusaha atau wakilnya untuk

perumahan atau perawatan tenaga kerja. Jika pegawai-pegawai tersebut ditolak untuk memasuki tempat-tempat termaksud di atas maka mereka dapat meminta bantuan kepada polisi.

Pengusaha atau pengurus-pengurus perusahaan serta semua tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan itu wajib memberi semua keterangan- keterangan yang sejelas-jelasnya dan yang sebenarnya yang diminta oleh pegawai pengawas, baik dengan lisan maupun dengan tertulis

39

Hubungan Industrial

mengenai hubungan-hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan pada umumnya di dalam perusahaan itu pada waktu itu dan atau pada waktu yang lampau.

Pegawai-pegawai pengawas di dalam menjalankan tugasnya diwajibkan berhubungan dengan organisasi serikat pekerja atau tenaga kerja yang bersangkutan. Atas permintaan pegawai tersebut maka pengusaha (pimpinan perusahaan) atau wakilnya wajib menunjuk seorang pengantar untuk memberi keterangan-keterangan pada waktu diadakan pemeriksaan.

Pegawai-pegawai pengawas serta pegawai-pegawai pembantu tersebut di luar jabatannya wajib merahasiakan segala keterangan tentang rahasia-rahasia di dalam suatu perusahaan yang diketahuinya berhubung dengan jabatannya. Terhadap pegawai pengawas/pegawai pembantu yang dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya dikenakan sanksi hukuman berupa hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) bulan dengan atau diberhentikan dari hak memangku jabatannya.

Selanjutnya, tiga macam kegiatan yang bersifat pemeriksaan dalam melaksanakan pengawasan ini yaitu (Manulang, 1995:127) :1. Pemeriksaan pertama, yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh pegawai pengawas umum yang

mencakup dua aspek yaitu norma kerja dan norma keselamatan kerja.2. Pemeriksaan ulang.3. Pemeriksaan khusus, yaitu jika ada hal-hal tertentu misalnya pengaduan atau atas perintah atasan

untuk sesuatu hal di suatu perusahaan.Sesuai dengan maksud diadakannya pengawasan ketenagakerjaan, maka tugas utama dari

pegawai pengawas adalah (Manulang, 1995:128) :1. Mengawasi berlakunya Undang-undang dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan.2. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerja dan keadaan

ketenagakerjaan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat Undang-undang dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan.

3. Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan kepadanya dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai Negeri Sipil pada Departemen Tenaga Kerja yang berdasarkan Undang-undang ditugaskan secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap ditaatinya peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Berdasarkan UU No. 21 tahun 2003 tentang pengesahan ILO Convention No. 81 concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No.81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam industri dan Perdagangan, dapat diketahui beberapa hal :

(ii) Fungsi pengawasan ketenagakerjaan :a) Menjamin penegakan ketentuan hukum mengenai kondisi kerja dan perlindungan pekerja saat

melaksanakan pekerjaannya.

b) Memberikan keterangan teknis dan nasehat kepada pengusaha dan pekerja mengenai cara yang paling efektif untuk menaati ketentuan hukum.

40

Hubungan Industrial

c) Memberitahukan kepada pihak yang berwenang mengenai terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku.

(iii) Sejauh praktek-praktek administratif anggota memungkinkan, pengawasan ketenagakerjaan harus berada di bawah pengawasan dan kendali pemerintah pusat (pemerintah federal).

(iv) Pegawai pengawas harus terdiri dari PNS yang status dan kondisi pekerjaannya sedemikian rupa sehingga ada jaminan keberlangsungan pekerjaan dan kemandirian dari perubahan pemerintahan dan dari pengaruh luar yang tidak patut.

(v) Baik laki-laki maupun perempuan dapat ditunjuk sebagai pegawai pengawas dan apabila diperlukan tugas khusus dapat diberikankepada pengawas laki-laki atau perempuan.

(vi) Jumlah pengawas ketenagakerjaan harus mencukupi untuk menjamin pelaksanaan tugas pengawasan yang efektif.

(vii) Pengawas ketenagakerjaan yang diberi mandat berhak :(a)Secara bebas memasuki setiap tempat kerja yang dapat diawasi setiap saat, baik

siang maupun malam tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.(b) Pada siang hari memasuki

setiap tempat yang diperkirakan dapat diawasi.(c)Melakukan pemeriksaan, pengujian atau penyelidikan yang dipandang perlu untuk

meyakinkan bahwa ketentuan-ketentuan hukum benar-benar ditaati. (viii) Pada saat kunjungan pengawasan, pengawas harus memberitahu pengusaha atau wakilnya

tentang kehadirannya, kecuali pengawas tersebut mempertimbangkan bahwa pemberitahuan itu akan merugikan pelaksanaan tugasnya.

(ix) Instansi pengawasan ketenagakerjaan harus diberitahukan tentang adanya kecelakaan kerja dan kasus penyakit akibat kerja.

(x) Tempat kerja harus diawasi sesering dan selengkap mungkin untuk menjamin pelaksanaan ketentuan hukum yang efektif.

BAB IXSERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

A. Dasar Hukum :1. UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

B. Definisi :Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah : organisasi yang dibentuk dari,oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Pembentukan1. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat

buruh, federasi serikat pekerja/serikat buruh, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

41

Hubungan Industrial

2. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk minimal 10 orang pekerja/buruh; Federasi dibentuk minimal 5 serikat pekerja/serikat buruh; Konfederasi dibentuk minimal 3 federasi serikat pekerja/serikat buruh.

3. Setiap serikat pekerja/buruh, federasi, konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki AD/ART.

Keanggotaan4. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus

terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik,agama,suku agama, dan jenis kelamin.

5. Seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/buruh di satu perusahaan.

6. Setiap serikat pekerja/buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi serikat pekerja/buruh.

7. Setiap federasi serikat pekerja/buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu konfederasi serikat pekerja/buruh.

Pemberitahuan dan Pencatatan8. Serikat pekerja/buruh, federasi, dan konfederasi serikat pekerja/buruh yang telah terbentuk

memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.

C. Tujuan dan Fungsi

1. Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :

a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;

b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;

c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku;

d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;

e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan.

D. Hak dan Kewajiban1. Hak serikat pekerja/buruh, federasi, dan konfederasi :

- membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha- mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial

42

Hubungan Industrial

- mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan- membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan

kesejahteraan pekerja/buruh- melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan

perundang-undangan yang berlaku.2. Kewajiban serikat pekerja/buruh,federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh

- melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya

- memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya- mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan

AD/ART

E. Keuangan dan Harta Kekayaan1. Keuangan serikat pekerja/buruh,federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh bersumber

dari :- iuran anggota- hasil usaha yang sah- bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat

2. Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/buruh,federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi pengurus dan anggotanya.

3. Pengurus wajib memuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta melaporkan keuangan dan harta kekayaan serta melaporkan secara berkala kepada anggota.

F. Penyelesaian Perselisihan1. Setiap penyelesaian perselisihan antar serikat pekerja/buruh,federasi dan konfederasi serikat

pekerja/buruh diselesaikan secara musyawarah.2. Jika musyawarah tidak mencapai kesepakatan,perselisihan diselesaikan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

G. Pembubaran1. Serikat pekerja/buruh,federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh bubar dalam hal:

- dinyatakan oleh anggotanya sesuai AD/ART- perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya- dinyatakan dengan putusan pengadilan

2. Pengadilan dapat membubarkan dalam hal :- asas yang dimiliki bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945- pengurus dan/ atau anggotanya terbukti mealkukan kejahatan terhadap keamanan negara

dan dijatuhi pidana penjara minimal 5 th yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB IXPERLINDUNGAN TKI KE LUAR NEGERI

A. Dasar Hukum :43

Hubungan Industrial

1. Kepmenakertrans No. : KEP-104 A/MEN/2002 tentang penempatan TKI ke LU jo Kepmenakertrans No. :KEP-104 A/MEN/2002.

2. Kepmenakertrans No. KEP-157/MEN/2003 tentang Asuransi TKI.

B. Pokok-Pokok Ketentuan.1. Ketentuan Umum dalam UU No. 39 Tahun 2004.

a. TKI : setiap WNI yang memenuhi syarat untuk bekerja diluar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

b. Calon TKI : Setiap WNI yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di LN dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten / kota yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

c. Penempatan TKI : Kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di LN yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.

d. Perlindungan TKI : segala daya upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.

e. Pelaksanaan penempatan TKI swasta : badan hukum yang telah memperoleh ijin tertulis dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.

f. Mitra Usaha adalah instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di negara tujuan yang bertanggungjawab menempatkan TKI pada pengguna. Pengguna jasa TKI yang selanjutnya disebut dengan Pengguna adalah instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, badan hukum swasta, dan / atau perseorangan di negara tujuan yang mempekerjakan TKI.

g. Perjanjian Kerja Sama Penempatan adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI Swasta dengan mitra usaha atau pengguna yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan serta perlindungan TKI di negara tujuan.

h. Perjanjian penempatan TKI adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI swasta dengan calon TKI yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara tujuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

i. Perjanjian kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dengan Pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.

2. Ketentuan-ketentuan khusus dalam UU 39 Tahun 2004.a. Penempatan dan perlindungan calon TKI / TKI bertujuan untuk : memberdayakan dan

mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, menjamin dan melindungi calon TKI / TKI sejak dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ketempat asal di Indonesia, meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

b. Orang perseorangan dilarang menempatkan WNI untuk bekerja di LN.c. Pemerintah (Pemerintah daerah dengan pelimpahan dari pemerintah pusat)

bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.

44

Hubungan Industrial

d. Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di LN.e. Pemerintah berkewajiban :

Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI / TKI, mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI, membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di LN, melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan, dan memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan dan masa purna penempatan.

f. Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk :Menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negarai maupun di negara tujuan, menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja; membayar biaya pelayanan penempatan TKI di LN sesuai dengan peraturan perundang-undangan; memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada perwakilan RI di negara tujuan.

g. Pelaksana penempatan TKI di LN terdiri dari : pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta.

h. Penempatan TKI di LN oleh pemerintah hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan.

i. Perusahaan yang akan menjadi pelaksana penempatan TKI swasta wajib mendapat ijin tertulis berupa SIPPTKI dari Menteri, dan berlaku selama 5 tahun , dapat diperpanjang setiap 5 tahun sekali dengan persyaratan-persyaratan tertentu.

j. Untuk mewakili kepentingannya, pelaksana penempatan TKI swasta wajib mempunyai perwakilan di negara TKI ditempatkan yang berbadan hukum sesuai peraturan perundang-undangan di negara tujuan.

k. Pelaksana penempatan TKI swasta dapat membentuk kantor cabang di daerah diluar wilayah domisili kantor pusatnya, dan segala kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang menjadi tanggung jawab kantor pusat.

l. Penempatan TKI pada Pengguna perseorangan harus melalui Mitra Usaha di negara tujuan yang berbadan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan.

m. Perwakilan RI melakukan penilaian terhadap mitra usaha dan pengguna.n. Pemerintah mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara

periodik setiap 3 bulan.o. Selain oleh Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta, perusahaan yang

berbadan hukum Indonesia dapat menempatkan TKI di LN untuk kepentingan perusahaan sendiri atas ijin tertulis dari Menteri.

p. Pengauran tata cara penempatan meliputi : pra penempatan, surat izin pengarahan, perekrutan dan seleksi, pendidikan dan pelatihan kerja, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pengurusan dokumen, perjanjian kerja, masa tunggu penampungan, masa penempatan, purna penempatan, pembiayaan.

q. Perlindungan TKI dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.

r. Perwakilan RI (Pemerintah bisa menempatkan Atase Ketenagakerjaan) memberikan perlindungan terhadap TKI di LN sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional, dan memberikanpembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan pelaksana penempatan TKI Swasta dan TKI yang ditempatkan di LN.

45

Hubungan Industrial

s. Pelaksana penempatan TKI Swasta bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada calon TKI / TKI sesuai dengan perjanjian penempatan.

t. Penyelesaian perselisihan antara TKI dan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai pelaksanaan perjanjian penempatan dilakukan dengan damai melalui musyawarah, jika tidak tercapai, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten / kota, propinsi atau pemerintah.

u. Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di LN dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di pusat, propinsi, kabupaten / kota untuk dilaporkan ke Menteri dan dilakukan oleh perwakilan RI di negara tujuan.

v. Untuk menjamin dan mempercepat terwujudnya tujuan penempatan dan perlindungan TKI di LN dibentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNPP TKI) yang merupakan lembaga non departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berkedudukan di Ibukota Negara.

w. BNPP TKI membentuk Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di ibukota propinsi dan / atau tempat pemberangkatan TKI yang dianggap perlu dan bertugas memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan TKI bersama-sama dengan instansi terkait, dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan.

x. Menteri akan menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelanggaran, berupa : peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan TKI, pencabutan ijin, pembatalan keberangkatan calon TKI, dan / atau pemulangan TKI dari LN dengan biaya sendiri.

y. Penyidikan bisa dilakukan oleh Penyidik POLRI atau Penyidik PNS.z. Tindak pidana kejahatan diancam sanksi pidana penjara paling singkat 1 dan paling lama

5 tahun dan / atau denda minimal 1 M paling banyak 5 M, sedangkan untuk pidana pelanggaran diancam sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan / atau denda paling sedikit 100 juta rupiah paling banyak 1 M.

3. Asuransi TKI :a. Ruang Lingkup.

i. Pra Penempatan :- Meninggal dunia akibat kecelakaan / sakit selama di asrama / mengikuti

pelatihan.- Biaya pengobatanmaksimum selama sakit di asrama.- Cacat tetap sebagian akibat kecelakaan selama di asrama / selama mengikuti

pelatihan.- Biaya pengobatan akibat kecelakaan.

ii. Asuransi di luar negeri oleh PJTKI melalui pengguna Jasa :- Kecelakaan selama dan di luar jam kerja.- Biaya pengobatan dan perawatan selama sakit di luar negeri.- Meninggal dunia karena kecelakaan / karena sakit termasuk biaya

pemakaman / pemulangan jenazah ke daerah asal.- Upah tidak dibayar.- PHK oleh pengguna jasa TKI.

iii. Masa Kontrak kerja - Biaya pembelaan hukum bagi TKI yang mengalami kasus pidana dan

perdata di negara tempat TKI bekerja.

46

Hubungan Industrial

- Uang muka klaim selama menunggu pengurusan klaim asuransi yang bersifat wajib di negara tempat TKI bekerja yang akan diperhitungkan kemudian dengan jumlah klaim yang diperoleh TKI.

- Santunan biaya pemulangan TKI bermasalah di perwakilan RI di negara tempat TKI bekerja.

iv. Setelah berakhirnya kontrak kerja sampai kembali ke tanah air daerah asal :- Meninggal akibat kecelakaan.- Meninggal karena sakit.- Cacat tetap total akibat kecelakaan.- Cacat tetap sebagian akibat kecelakaan- Biaya pengobatan akibat kecelakaan.

b. Jangka waktu asuransi : 30 bln, setelah itu dapat diperpanjang.c. Pembayaran premi :

Oleh TKI :i. Pra Penempatan : Rp. 50.000.-ii. Masa kontrak dan purna kerja : Rp. 350.000.-

Daftar Pustaka

Budiono, Abdul Rachman. 1995. Hukum Perburuan di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa.

47

Hubungan Industrial

Kartasapoetra, G. 1994. Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta : Sinar Grafika.

Manulang, H. Sendjun. 1995. Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Soepomo, Iman. 1987. Pengantar Hukum Perburu h an . Jakarta : Djambatan.

Sudono, Agus. 1997. Perburuhan dari Masa ke Masa. Jakarta :Pustaka Cidesindo.

Supritihanto, John. 1986. Hubungan Industrial : Sebuah Pengantar. Yogyakarta : BPFE.

Widodo, Hartono. 1986. Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Jakarta : Rajawali Pers.

Dewan Penelitian Pengupahan Nasional. 1990. Himpunan Peraturan dan Kebijaksanaan di Bidang Pengupahan. Pedoman Penyelesaian Perselisihan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja. 1996. Jakarta : Duta Nusindo.

Depnaker. Perjanjian Kerja. Modul 11

Depnaker. Peraturan Perusahaan. Modul 12.

Depnaker. Kesepakatan Kerja Bersama. Modul 13.

48

Hubungan Industrial

49