documentht

13
HIPERTENSI Pengertian hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang. Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik dan 80–90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 (The seventh report of the joint National on Prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure) tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140–159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90– 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi populasi

Upload: elvina-setiadi-chen

Post on 21-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hipertensi

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentHT

HIPERTENSI

Pengertian hipertensi secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia secara

alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan

darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang

mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang.

Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik

dan 80–90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan

darahnya >140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 (The seventh report of the joint

National on Prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure) tekanan

darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi

stadium I apabila tekanan sistoliknya 140–159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90–99

mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih

160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila

tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg.

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi populasi

lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistoliknya di atas 160 mmHg dan tekanan

diastoliknya di atas 90 mmHg.

Hipertensi menurut Adip (2009) dapat dibedakan menjadi empat stadium sesuai

dengan tabel klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas yaitu sebagai

berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Berusia 18 Tahun Keatas

Kategori Sistolik, mmHg Diastolik,

mmHg

Normal < 130 < 85

Normal Tinggi 130 – 139 85 – 89

Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

Page 2: DocumentHT

Stadium 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109

Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 - 119

Sangat berat > 210 >120

Sumber : Adib (2009)

Apabila tekanan diastolik dan sistolik pada kelompok yang berbeda, maka harus dipilih

kategori yang tertinggi untuk mengklasifikasikan status tekanan darah seseorang. Misalnya

160/90 mmHg harus diklasifikasikan stadium 2 dan 180/120 mmHg harus diklasifikasikan

stadium 4. hipertensi sistolik mandiri dinyatakan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg

atau lebih tinggi dan tekanan diastoliknya kurang dari 90 mmHg dan diklasifikasikan pada

stadium yang sesuai (misal 170/85 mmHg dianggap sebagai hipertensi sistolik mandiri).

Bila tekanan darah tinggi tidak terkontrol dengan baik, maka dapat terjadi serangkaian

komplikasi serius dan penyakit kardiovaskuler, sperti angina dan serangan jantung, strol dan

stroke ringan, gagal jantung, kerusakan ginjal dan masalah mata.

Jenis Hipertensi

Jenis tekanan darah tinggi terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

Hipertensi esensial (primer) --- Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah

tinggi, sekitar 95%. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan

kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan pola makan.

Hipertensi sekunder --- Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus

tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain

(misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (misalnya pil KB).

Penyebab hipertensi

Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar tidak diketahui terutama yang esensial, namun

demikian terdapat beberapa faktor resiko terkena darah tinggi, misalnya kelebihan berat

badan, kurang berolahraga, mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi, kurang

mengkonsumsi buah dan sayuran segar dan terlalu banyak minum alkohol

Page 3: DocumentHT

DIABETES

Diabetes atau Diabetes Mellitus (DM), dalam bahasa Yunani memiliki arti tembus

atau pancuran air, dan dari bahasa latin memiliki arti rasa manis, sedang di Indonesia DM

lebih dikenal dengan penyakit kencing manis, di mana kadar glukosa (gula sederhana) di

dalam darah menjadi tinggi karena tubuh tidak dapat memproduksi atau mengeluarkan

insulin secara cukup. Dan dari beberapa tes secara langsung, pada umumnya air seni

pengidap diabetes rasanya manis karena mengandung banyak gula.

Setiap makanan yang kita santap akan diubah menjadi energi oleh tubuh. Dalam

lambung dan usus, makanan diuraikan menjadi beberapa elemen dasarnya, termasuk salah

satu jenis gula, yaitu glukosa. Jika terdapat gula, maka pankreas menghasilkan insulin, yang

membantu mengalirkan gula ke dalam sel-sel tubuh. Kemudian, gula tersebut dapat diserap

dengan baik dalam tubuh dan dibakar untuk menghasilkan energi.

Ketika seseorang menderita diabetes maka pankreas orang tersebut tidak dapat

menghasilkan cukup insulin untuk menyerap gula yang diperoleh dari makanan. Itu yang

menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi akibat timbunan gula dari makanan

yang tidak dapat diserap dengan baik dan dibakar menjadi energi. Penyebab lain adalah

insulin yang cacat atau tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin dengan baik.

Insulin adalah hormon yang dihasilkan pankreas, sebuah organ di samping lambung.

Hormon ini melekatkan dirinya pada reseptor-reseptor yang ada pada dinding sel. Insulin

bertugas untuk membuka reseptor pada dinding sel agar glukosa memasuki sel. Lalu sel-sel

tersebut mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas.

Dengan kata lain, insulin membantu menyalurkan gula ke dalam sel agar diubah menjadi

energi. Jika jumlah insulin tidak cukup, maka terjadi penimbunan gula dalam darah sehingga

menyebabkan diabetes.

Page 4: DocumentHT

Penyebab penyakit kencing manis atau diabetes tergantung pada jenis diabetes yang

diderita. Ada 2 jenis diabetes yang umum terjadi dan diderita banyak orang yaitu diabetes

tipe 1 dan diabetes tipe 2. 

Perbedaannya adalah jika diabetes tipe 1 karena masalah fungsi organ pankreas tidak

dapat menghasilkan insulin, sedangkan diabetes tipe 2 karena masalah jumlah insulin yang

kurang bukan karena pankreas tidak bisa berfungsi baik. Untuk melihat perbedaan lebih detil,

silahkan lanjutkan membaca.

 HUBUNGAN DIABETES DENGAN HIPERTENSI

Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena 

beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan tekanan

darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah. Hipertensi adalah suatu faktor

resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti

nefropati dan retinopati. Prevalensi populasi hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3 kali lebih

tinggi daripada kelompok pada non diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat

penting untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada individu dengan diabetes. Pada

diabetes tipe 1, adanya hipertensi sering diindikasikan adanya diabetes nefropati. Pada

kelompok ini, penurunan tekanan darah dan angiotensin converting enzym menghambat

kemunduran pada fungsi ginjal. Pada diabetes tipe 2, hipertensi disajikan sebagai sindrom

metabolit (yaitu obesitas, hiperglikemia, dyslipidemia) yang disertai oleh tingginya angka

penyakit kardiovaskular.

a. Patofisiologi

Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan

resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi

metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan

dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi

endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur

struktur fungsi pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif

lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II.

Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat 

atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun bioavailabilitas pada

endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada individu dengan

diabetes mellitus.

Page 5: DocumentHT

Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mesintesis aktivasi dan 

meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang

merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh

resistensi insulin, yang menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan

adipose. Asam lemak bebas, aktivasi protein kinase C, menghambat

phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif.

Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas.

b. Sasaran 

1. Pasien dengan diabetes perlu diperlakukan pada tekanan darah sistolik <130

mmHg.

2. Pasien dengan diabetes perlu diperlakukan pada tekanan darah diastolik <80

mmHg.

c. Terapi hipertensi dengan diabetes mellitus 

1. Terapi non-farmakologis

Pengobatan non farmakologis berupa pengurangan asupan garam, penurunan

berat badan bagi pasien gemuk dan olahraga.

2. Terapi farmakologis

Menurut JNC VII, pengobatan dengan diuretik, ACE inhibitor, beta blocker,

angiotensin reseptor bloker, dan calcium antagonist mempunyai manfaat pada

terapi hipertensi pada diabetes tipe 1 dan tipe 2. Obat

antihipertensi yang ideal untuk penyandang diabetes mellitus sebaiknya

memenuhi syarat-syarat:

- Efektif menurunkan tekanan darah

- Tidak menganggu toleransi glukosa atau menganggu respons terhadap

hipohiperglikemia

- Tidak mempengaruhi fraksi lipid

- Tidak menyebabkan hipotensi postural, tidak mengurangi aliran darah tungkai,

tidak meningkatkan risiko impotensi

- Bersifat kardio-protektif dan reno-protektif.

Patogenesis hipertensi

Pada umumnya pada diabetes melitus menderita juga hipertensi. Hipertensi yang tidak

dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskuler.

Page 6: DocumentHT

Sebaliknya apabila tekanan darah dapat dikontrol maka akan memproteksi terhadap

komplikasi mikro dan makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang

terkontrol. Sedangkan patogenesis hipertensi pada penderita DMT2 sangat kompleks, banyak

faktor berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Pada diabetes faktor tersebut adalah:

resistensi insulin, kadar gula darah plasma, obesitas selain faktor lain pada sistem otoregulasi

pengaturan tekanan darah.

Penderita diabetes tipe II pada umumnya memiliki kondisi yang disebut dengan

resistensi insulin. Resistensi insulin adalah kondisi dimana seseorang memiliki jumlah insulin

yang cukup untuk merombak glukosa, namun tidak bekerja sebagaimana mestinya. Insulin

yang ada tidak digunakan untuk merombak glukosa, yang mengakibatkan kadar glukosa

dalam darah naik, yang mengakibatkan diabetes. Insulin yang tidak bekerja ini tidak akan

dirombak menjadi apapun, dia akan tetap berada dalam bentuk insulin. Insulin berlebih ini

lah yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien diabetes. Mengapa?

Insulin, selain bekerja untuk merubah glukosa menjadi glikogen (yang nantinya akan

disimpan di jaringan perifer tubuh) dapat mengakibatkan peningkatan retensi natrium di

ginjal dan meningkatkan aktivitas sistem syaraf simpatik. Retensi natrium dan meningkatnya

aktivitas sistem syaraf simpatik merupakan dua hal yang berpengaruh terhadap meningkatnya

tekanan darah.  Lebih lanjut, insulin juga dapat meningkatkan konsentrasi kalium di dalam

sel, yang mengakibatkan naiknya resistensi pembuluh, yang merupakan salah satu faktor

naiknya tekanan darah.

Pemilihan Anti hipertensi pada Diabetes mellitus tipe 2

Hipertensi berpengaruh pada penyakit vaskuler antara lain pada organ otak (stroke,

demensia), jantung (Infark miokard, gagal jantung, kematian mendadak), atau ginjal (gagal

ginjal terminal). Dengan demikian secara patofisiologis dasarnya adalah kelainan pada

dinding pembuluh darah merupakan awal kelainan pada organ organ tersebut. Prevalensi

hipertensi pada penderita Diabetes mellitus secara keseluruhan adalah 70 %, pada laki laki 32

%, wanita 45 %. Pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit putih sebanyak 37 %

dan pada orang asia sebesar 35%. Hal ini menggambarkan bahwa hipertensi pada DM akan

sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa diabetes. Terkadang muncul suatu

petanyaan apakah diabetes yang mendahului hipertensi atau sebaliknya atau bersama-sama?

Page 7: DocumentHT

Secara fisiologis sistem Renin angiotensin melibatkan hormon hormon seperti

Angiotensinogen, yang akan berubah menjadi Angiotensin I dengan bantuan Renin.

Angiotensin I ini dengan adanya enzim ACE berubah menjadi Angiotensin II. ACE ini selain

berperan dalam perubahan tersebut juga berperan dalam metabolisme bradikinin. Angiotensin

II aktif setelah tertangkap oleh reseptor reseptornya antara lain AT1 dan AT2. Sampai saat ini

reseptor yang paling banyak ditemukan adalah AT1. Setelah Angiotensin II pada reseptor

AT1, maka akan terjadi proses yang sangat komplek pada organ-organ seperti otak,

pembuluh darah, Jantung, dan ginjal. Pada otak akan terjadi stoke, sedangkan pada dinding

pembuluh darah akan terjadi aterosklerosis, vasokontriksi, hipertrofi vaskuler, serta disfungsi

endotel, selanjutnya mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Pada organ jantung akan

terjadi hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis, serta proses remodeling terganggu sehingga terjadi

gagal jantung ataupun infark miokard. Reseptor AT1 yang menangkap Angiotensin II pada

organ ginjal akan mempengaruhi Laju Filtrasi Ginjal menurun, terjadi proteinuria, pelepasan

aldosteron, serta sklerosis glomerular. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga

menimbulkan gagal ginjal terminal. Terdapat hal yang menarik tentang aksi ACE maupun

ACE inhibitor. Dengan adanya penghambat ACE maka Angiotensin II akan menurun,

Bradikinin meningkat yang selanjutnya akan meningkatkan Nitrit oxide. Adanya peningkatan

Nitrit oxide ini maka terjadi peningkatan vasodilatasi serta peningkatan transport glukosa

pada sel sel otot. Dengan demikian Penghambat ACE mempengaruhi resistensi insulin

melalui dua proses yaitu pada hemodinamik dan metabolisme glukosa. Adanya mekanisme

tersebut, penghambat ACE dapat menjadi pilihan utama pada penderita dengan keadaan

resistensi insulin. Mekanisme kimiawi aksi angiotensin II sangat kompleks baik melalui efek

endokrin (efek sistemik) maupun efek pada jaringan yang spesifik. Kedua efek ini akan

meningkatkan tekanan darah, meningkatan tekanan intraglomerular dan peningkatan ekskresi

albumin. Hal ini terjadi akibat efek endokrin berupa vasokontriksi, steroidogenic

(aldosteron), dipsogenic (efek SSP), dan Supresi Renin (negative feedback), serta efek pada

jaringan spesifik melalui Tropic/ mitogenic (Cardiac dan vascular myocytes), Chronotropic/

Arrythmogenic (Cardiomyocyte), Thrombogenic (plasminogen Activator inhibitor),

Oxidative (Reactive Oxygen Species), Ion transport channel (myocytes), Neuroexcitation

(Sympathetic nerve terminals), serta Endothelin stimulation (endothelial cells). Obat anti

hipertensi yang ideal diharapkan adalah yang dapat mengontrol tekanan darah, tidak

mengganggu terhadap metabolisme baik glukosa maupun lipid, bahkan lebih

menguntungkan, dapat berperan sebagi renoprotektif, serta dapat menguntungkan secara

maksimal adalah respon terhadap kematian akibat kardiovaskuler. Target tekanan darah yang

Page 8: DocumentHT

diharapkan tercapai pada penderita tekanan darah yang direkomendasikan oleh ADA

( American Diabetes Asscociated ) adalah seperti pada bagan dibawah ini: Indikasi terapi

inisial dan target tekanan darah penderita hipertensi pada penderita diabetes melitus. Sistolik

Diastolik Target (mmHg) <130 <80 Perubahan gaya hidup Selama 3 bulan 130-139 80-89

Perubahan gaya hidup + Terapi farmakologis ≥ 140 ≥ 90.

Tujuan pengelolaan

Dari hasil penelitian UKPDS, dengan penurunan rata-rata 10 mmHg tekanan sistolik dapat

menurunkan resiko komplikasi sebesar 12%, kematian 15%, infark miokard 11% dan

komplikasi mikrovaskuler 13%. Strategi management dalam upaya pencegahan terhadap

progresivitas kelainan ginjal pada penderita diabetes adalah: mengelola terhadap proteinuri,

hipertensi, hiperglikemia, faktor resiko lain: dislipidemia, dan perubahan gaya hidup. Obat

hipertensi bersifat renoprotektif, seperti penghambat ACE dan ARB akan menurunkan

tekanan darah serta penurunkan ekskresi protein. Keadaan ini akan menurunkan resiko

terjadinya gagal ginjal terminal, dan memperbaiki harapan hidup. Penghambat ACE dan

ARB menurunkan tekanan darah melalui mekanisme tidak terjadinnya vasokontriksi.

Penghambat ACE menghambat pembentukan Angiotensin II yang bersifat vasokontriktor,

sedangkan ARB bertindak sebagai antagonis reseptor AT1. Perbedaannya terletak pada

pembentukan bradikin yang tetap berlangsung pada penghambat ACE. Antagonis reseptor

AT1 seperti Vasartan, Telmisartan, Ibesartan, ataupun Losartan akan memblokade secara

komplet pada reseptor sistem renin angiotensinogen. Efek ini sangat menguntungkan pada

sistem kardiovaskuler. Dengan demikian antagonis reseptor AT1 selain bersifat nefroprotektif

juga bersifat kardioprotektif. Renoprotektif ini dapat tercapai dengan baik pada penderita

diabetes selain kontrol gula darah yang baik dan dengan diet rendah protein juga pengelolaan

hipertensi yang mencapai target tekanan darah kurang 135/80 mmHg dengan menggunakan

penghambat ACE ataupun antagonis reseptor AT1. Antagonis reseptor AT1 bersifat

renoprektif ini dibuktikan pada banyak penelitian. Losartan lebih besar pengaruhnya dalam

penurunan ekskresi mikroalbuminuria dibandingkan dengan Calsium antagonis, demikian

juga Ibesartan yang dibandingkan dengan amlodipin.