hiv toxo

46
Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026 RENCANA KEGIATAN MINGGUAN Departemen : Medikal Persepti : Gadis Mutiara P.I Periode : 16 – 21 Maret 2015 Preseptor : Endang Arliani S.Kep, Ners Ruang : 29 Minggu ke : 5 A. Target yang ingin dicapai Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis (16 – 21 Maret 2015) 1.Mampu melakukan pengkajian data dasar pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 2.Mampu melakukan analisa data dari hasil pengkajian pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 3.Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 4.Mampu membuat prioritas masalah pada pasien pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 5.Mampu menentukan tujuan dan kriteria hasil dari prioritas masalah pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 6.Mampu menetapkan intervensi sesuai diagnose pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 7.Mampu menetapkan implementasi sesuai dengan intervensi pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 8.Mampu menetapkan evaluasi dan mendokumentasikan semua proses keperawatan pada pasien pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis 9. Mampu melakukan skill/keterampilan sesuai dengan SOP B. Rencana kegiatan TIK Jenis Kegiatan Waktu Kriteria hasil 1 Komunikasi terapeutik 16 – 21 BHSP

Upload: gadismutiarapuspitaika

Post on 17-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LP

TRANSCRIPT

Page 1: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

RENCANA KEGIATAN MINGGUAN

Departemen : Medikal Persepti : Gadis Mutiara P.I

Periode : 16 – 21 Maret 2015 Preseptor : Endang Arliani S.Kep, Ners

Ruang : 29 Minggu ke : 5

A. Target yang ingin dicapai

Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV dengan komplikasi

toxoplasmosis (16 – 21 Maret 2015)

1. Mampu melakukan pengkajian data dasar pada pasien dengan HIV dengan komplikasi

toxoplasmosis

2. Mampu melakukan analisa data dari hasil pengkajian pada pasien dengan HIV dengan

komplikasi toxoplasmosis

3. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien pada pasien dengan HIV

dengan komplikasi toxoplasmosis

4. Mampu membuat prioritas masalah pada pasien pada pasien dengan HIV dengan

komplikasi toxoplasmosis

5. Mampu menentukan tujuan dan kriteria hasil dari prioritas masalah pada pasien dengan

HIV dengan komplikasi toxoplasmosis

6. Mampu menetapkan intervensi sesuai diagnose pada pasien dengan HIV dengan

komplikasi toxoplasmosis

7. Mampu menetapkan implementasi sesuai dengan intervensi pada pasien dengan HIV

dengan komplikasi toxoplasmosis

8. Mampu menetapkan evaluasi dan mendokumentasikan semua proses keperawatan

pada pasien pada pasien dengan HIV dengan komplikasi toxoplasmosis

9. Mampu melakukan skill/keterampilan sesuai dengan SOP

B. Rencana kegiatan

TIK Jenis Kegiatan Waktu Kriteria hasil

1 Komunikasi terapeutik

Pengkajian

(anamnesa,pengkajian

fisik,data penunjang)

16 – 21 Maret

2015

BHSP

Data yang

dikumpulkan dapat

mewakili kondisi

klien yang

sesungguhnya

2 Menganalisa data dari hasil

pengkajian

16 – 21 Maret

2015

Data dianalisis

menjadi diagnose

keperawatan

Page 2: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

3 Menetapkan diagnose dan

prioritas masalah keperawatan

16 – 21 Maret

2015

Diagnose sesuai

dengan kondisi

actual klien

4 Menetapkan tujuan sesuai criteria

hasil

16 – 21 Maret

2015

Tujuan dan criteria

hasil sesuai

dengan kondisi

klien

5 Mencari literature untuk membuat

intervensi keperawatan

16 – 21 Maret

2015

Literature mewakili

informasi yang

ingin dicapai

6 Melakukan implementasi dan

skill/keterampilan sebagai

berikut :

a. Memasang infuse

b. Mengambil darah vena dan

arteri

c. Memberikan terapi relaksasi

napas dalam untuk meredakan

nyeri

d. Memberikan latihan drainage

postural, batuk efektif, dan

perkusi dada

e. Mengenali suara jantung

normal

f. Mengenali suara paru normal

g. Melakukan transfusi

h. Memberikan posisi yang

nyamna untuk pasien sesak

napas

i. Melakukan keterampilan dan

prosedur pada pasien dengan

masalah transportasi gas

(melalui nasal kanul, RBM,

NRBM)

j. Melakukan kateterisasi

k. Memasang kateter NGT

l. Melakukan monitoring

16 – 21 Maret

2015

Dapat melakukan

prosedur sesuai

dengan SOP

Page 3: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

pemberian obat kemoterapi

menyiapkan pasien untuk tes

kulit (alergi)

m.Melakukan personal hygiene

n. Memberikan pendidikan

kesehatan pada pasien

o. Melakukan monitoring

kecukupan nutrisi dan kalori

p. Melakukan injeksi

(SC,IV,IM,IC)

q. Melakukan nebulizer

Page 4: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

C. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

D. Evaluasi Diri Praktikan

E. Rencana Tindak Lanjut

Mengetahui Malang, 16 Maret 2015

Perceptor Klinik Ruang 29, Mahasiswa,

Endang Arliani S.Kep, Ners Gadis Mutiara Puspita Ika

NIM. 0910723026

Page 5: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV/AIDS DENGAN TOXOPLASMOSIS

HIV/AIDS

A. Definisi

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit karena

penurunan sistem kekebalan tubuh (Samsuridjal Djauzi, 2004). Centers for Disease Control

(CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada individu yang mengalami

infeksi oportunistik, dimana individu tersebut mengalami penurunan sistem imun yang

mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi

lain yang sering muncul antara lain demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma

kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker

serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya,

TB) (Doengoes, 2000).

B. Klasifikasi

Stadium 1 : Periode Jendela

HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam darah

Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat

Test HIV belum dapat mendeteksi keberadaan virus ini

Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 1-6 bulan.

Stadium 2 : HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:

HIV berkembang biak dalam tubuh

Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat

Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibodi

terhadap HIV

Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-

rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).

Stadium 3 : HIV Positif (muncul gejala)

Sistem kekebalan tubuh semakin turun

Mulai muncul gejala infeksi opportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh

tubuh, diare terus menerus, flu, dll

Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya

Stadium 4 : AIDS

Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah

Berbagai penyakit lain (infeksi opportunistik) semakin parah

Wasting (kehilangan berat badan secara drastis)

Diare kronis.

Page 6: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

C. Etiologi

Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus

(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada

tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap

sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan

keduanya disebut HIV.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang

termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.

3. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.

4. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan luka

yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya telah

dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut dapat menularkan HIV karena

terjadi kontak darah.

5. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi saat:

a. Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.

b. Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah ibu atau

cairan vagina

c. Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.

Agen penyebab AIDS yaitu HIV (human immunodeficiency virus). HIV merupakan

retrovirus yang menginfeksi sel-sel dalam sistem imun, terutama sel limfosit T CD4+, dan

menyebabkan kerusakan progresif pada sel-sel tersebut. Partikel infeksius HIV terdiri dari 2

rantai RNA dengan 1 protein inti, dikelilingi oleh selaput lemak (lipid envelope) yang didapat dari

sel host namun mengandung protein virus.

Page 7: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Siklus hidup HIV terdiri dari beberapa tahap yang saling berkesinambungan, yaitu infeksi

sel, produksi DNA virus dan integrasi DNA virus ke dalam genome host, ekspresi gen virus, dan

produksi partikel virus. HIV menginfeksi sel dengan selubung glikoproteinnya yang disebut

gp120, berikatan dengan CD4 dan reseptor kemokin khusus (CXCR5 dan CCR5) pada sel-sel

manusia. Dengan demikian, virus ini dapat menginfeksi sel-sel yang mengekspresikan CD4 dan

reseptor kemokin tersebut. Tipe sel utama yang dapat diinfeksi oleh HIV yaitu sel T CD4+,

tetapi sel ini juga dapat menginfeksi makrofag dan sel dendritik. Setelah berikatan dengan

reseptor seluler, terjadi perubahan konformasi gp41 yang melepas fusion peptide, yang masuk

ke dalam membran sel dan memungkinkan membran bergabung (fusi) dengan membran sel

host dan virus dapat memasuki sitoplasma sel host.

Dalam sitoplasma sel host, virus ini dapat melepas RNA. Kopi DNA dari RNA disintesis

oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh virus, dan DNA berintegrasi ke dalam DNA

sel host karena kerja dari enzim integrase. Virus DNA yang telah berintegrasi disebut dengan

provirus. Jika sel T, makrofag, dan dendritik yang terinfeksi mengalami aktivasi oleh stimulus

ekstrinsik, seperti infeksi mikroba lain, sel-sel ini akan berespon dengan mengaktifkan

transkripsi gennya dan memproduksi sitokin. Efek merugikan dari respon normal ini yaitu

akticasi seluler dan produksi sitokin dapat mengaktifkan provirus dan menyebabkan produksi

RNA dan protein virus. Dengan demikian, virus dapat membentuk struktur inti, yang akan

bermigrasi ke membran sel, mendapatkan selaput lemak (lipid envelope) dari sel host, dan

terlepas menjadi partikel virus yang infeksius dan dapat menginfeksi sel-sel lain.

Page 8: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

D. Patogenesis HIV/AIDS

HIV menimbulkan infeksi laten pada sel-sel imun dan dapat mengalami reaktivasi untuk

memproduksi virus yang infeksius. Produksi virus menyebabkan kematian sel yang terinfeksi

dan limfosit yang tidak terinfeksi, defisiensi imun, dan manifestasi klinis AIDS. Infeksi HIV

didapatkan dari hubungan seksual, jarum yang terkontaminasi yang digunakan pengguna obat

intravena, transplacental transfer, atau transfuse darah atau produk darah yang terinfeksi.

Setelah terjadi infeksi, mungkin terdapat viremia akut ketika virus terdeteksi dalam darah, dan

host akan merespon sebagai infeksi virus ringan. HIV menginfeksi sel T CD4+, makrofag, dan

sel dendritik dalam darah, port de entry melalui epithelia, dan organ limfoid, seperti nodus limfe.

Perjalanan penyakit yang disebabkan infeksi HIV dimulai dengan infeksi akut, yang

dikontrol oleh respon imun adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi kronik dari jaringan limfosit

perifer (gambar 2). Virus ini biasanya masuk melalui epitel mukosa. Beberapa efek selanjutnya

dapat dibagi dalam beberapa fase. Infeksi akut (early infection) dikarakteristikkan dengan

infeksi pada sel T CD4 memori (yang mengekspresikan CCR5) pada mukosa jaringan limfoid,

dan kematian sejumlah besar sel-sel yang terinfeksi. Karena jaringan mukosa merupakan

tempat penyimpanan sel T terbesar dalam tubuh, dan tempat penyimpanan sel T memori,

kehilangan sel T ini sering disebut deplesi limfosit. Dalam 2 minggu terjadinya infeksi, mayoritas

sel T CD4 dapat mengalami kerusakan.

Page 9: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Deplesi sel T CD4 setelah infeksi HIV merupakan efek sitopatik dari virus, terjadi akibat

produksi partikel virus dan kematian sel-sel yang tidak terinfeksi. Ekspresi gen virus yang aktif

dan produksi protein mungkin dapat mengganggu sintesis sel T. dengan demikian, sel T yang

terinfeksi akan mati selama proses ini. Kematian sel T selama perkembangan AIDS

berlangsung jauh lebih banyak daripada jumlah sel yang terinfeksi dengan mekanisme yang

masih belum diketahui dengan jelas. Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi yaitu sel T

teraktivasi secara kronik, mungkin oleh infeksi mikroba lain, dan stimulasi apoptosis yang

kronik, karena AICD. Sel-sel lain yang terinfeksi, seperti sel dendritik dan makrofag, juga dapat

mengalami kematian, menyebabkan kerusakan bentuk organ limfoid.

Transisi dari fase akut menjadi fase kronik dikarakteristikkan dengan penyebaran virus,

viremia, dan pembentukan respon imun host. Sel dendritik yang ada pada mukosa tempat entry

virus dapat menangkap virus ini dan akan mengangkutnya ke organ limfoid perifer, dimana

virus ini akan menginfeksi sel T. Ketika telah berada di jaringan limfoid, sel dendritik dapat

menyampaikan HIV pada sel T CD4+ melalui kontak sel ke sel secara langsung. Dalam

beberapa hari setelah terpapar dengan HIV, replikasi virus dapat dideteksi pada nodus limfa.

Replikasi ini dapat menyebabkan viremia, selama sejumlah besar partikel HIV terdapat dalam

darah pasien, disertai dengan sindrom HIV akut yang meliputi berbagai tanda dan gejala

nonspesifik dari viral disease. Viremia yang terjadi memungkinkan penyebaran virus ke seluruh

tubuh dan menginfeksi sel T helper, makrofag, dan sel denditik pada jaringan limfoid perifer.

Karena terjadi penyebaran infeksi, sistem imun adaptif membentuk respon imun humoral dan

seluler yang ditujukan untuk melawan antigen virus. Respon imun ini mengontrol infeksi dan

produksi virus secara parsial. Mekanisme control ini detunjukkan dengan penurunan viremia

namun masih dapat dideteksi kurang lebih 12 minggu setelah paparan pertama (primer).

Fase selanjutnya yaitu fase infeksi kronik dimana terjadi replikasi HIV terus menerus

dalam nodus limfe dan limpa, serta terjadi kerusakan sel (gambar 3). Selama periode ini, sistem

imun masih mampu melawan sebagian besar infeksi dengan mikroba oportunistik, dan terdapat

sebagian kecil manifestasi klinik infeksi HIV. Oleh karena itu, fase ini juga disebut clinical

latency period. Walaupun sebagian besar sel T yang terdapat dalam darah perifer tidak

terinfeksi HIV, pada jaringan limfoid terjadi kerusakan sel T CD4+ yang terus berlangsung

sehingga jumlah sel T CD4+ dalam sirkulasi mengalami penurunan. Pada awal terjadinya

penyakit, tubuh masih mampu memproduksi sel T CD4+ baru sehingga jumlah sel T CD4+

dalam sirkulasi dapat dikembalikan secepat kerusakan yang terjadi. Pada fase ini, sekitar 10%

sel T CD4+ dalam organ limfoid mungkin telah terinfeksi HIV, namun jumlah sel T CD4+ dalam

sirkulasi yang terinfeksi sebesar < 0,1% dari total sel T CD4+ dalam tubuh. Namun, setelah

beberapa tahun, siklus infeksi virus yang terus berlangsung, kematian sel T, dan infeksi baru

menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4+ dalam sirkulasi dan organ limfoid.

Page 10: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik infeksi HIV dikarakteristikkan dalam beberapa fase, yang berujung pada

defisiensi imun.

1) Acute HIV disease

Segera setelah infeksi HIV, pasien mungkin dapat mengalami:

demam dan malaise yang berhubungan dengan viremia

sakit tenggorokan dengan faringitis

limfadenopati general (pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat

pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan

sariawan oleh jamur kandida di mulut)

ruam kulit (rashes)

Gejala-gejala ini berkurang dalam beberapa hari dan selanjutnya memasuki periode clinical

latency.

2) Periode clinical latency

Selama periode ini, biasa terjadi penurunan sel T CD4+ yang progresif pada jaringan limfoid

dan kerusakan struktur jaringan limfoid. Selanjutnya mulai terjadi penurunan jumlah sel T

CD4+.

3) AIDS

Ketika hitung sel T CD4+ mencapai 200 sel/mm3 (nilai normal: 1500 sel/mm3) pasien

memiliki risiko infeksi dan telah mengalami AIDS. Manifestasi klinik dan patologis dari AIDS

terutama disebabkan peningkatan risiko terjadinya infeksi dan kanker karena defisiensi imun

yang terjadi.

a) Infeksi

Beberapa infeksi oportunistik yang dapat terjadi yaitu:

Protozoa (Toxoplasma, Cryptosporidium)

Bacteria (Mycobacteruim avium, Nocardia, Salmonella)

Fungi (Candida, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, Histoplasma

capsulatum, Pneumocystis)

Viruses (cytomegalovirus, herpes simplex, varicella-zoster)

Pasien dengan AIDS menunjukkan defisiensi respon sel T sitolitik (CTL) terhadap

virus, walaupun HIV tidak menginfeksi sel T CD8+.

b) Tumor

Lymphomas (including EBV- associated B cell lymphomas)

Kaposi's sarcoma

Cervical carcinoma

c) Encephalopathy

d) Wasting syndrome

Page 11: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Sedangkan dari kriteria mayor dan minor, manifestasi HIV adalah sebagai berikut:

Gejala mayor :

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.

Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.

Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.

Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.

Demensia/ensefalopati HIV.

Gejala minor:

Batuk menetap lebih dari 1 bulan.

Dermatitis generalisata yang gatal.

Herpes Zoster multisegmental dan atau berulang.

Kandidiasis orofaringeal.

Herpes simpleks kronis progresif.

Limfadenopati generalisata.

Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

F. Komplikasi

1. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human

Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,

keletihan dan cacat.

2. Neurologik

a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus

(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,

kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.

b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan

elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise,

total / parsial.

c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik

endokarditis.

d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus

(HIV).

3. Gastrointestinal

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan

sarcoma   kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,

malabsorbsi, dan dehidrasi.

b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma kaposi, obat illegal, alkoholik.

Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

Page 12: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai

akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.

4. Respirasi

a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)

Pada umumnya 85% infeksi opportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru

PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.

b. Cytomegalo Virus (CMV)

Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat

menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30%

penderita AIDS.

c. Mycobacterium Avilum

Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.

d. Mycobacterium Tuberculosis

Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ

lain diluar paru.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi

otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan

sepsis.

6. Sensorik

Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan

efek nyeri.

G. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis infeksi HIV tergantung pada adanya antibodi HIV dan/atau deteksi langsung

HIV, atau salah satu dari metode tersebut.

1) Pemeriksaan antibody HIV

Ketika seseorang terinfeksi HIV, tubuh akan merespon dengan memproduksi antibody

spesifik untuk antigen HIV. Antibodi ini secara umum terdapat dalam sirkulasi dalam 2-12

minggu setelah infeksi. Terdapat dua metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya

antibody dalam darah pasien, yaitu ELISA dan Western blot.

Page 13: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Algoritma penggunaan pemeriksaan serologis untuk mendeteksi infeksi HIV-1 dan HIV-2

Interpretasi hasil pemeriksaan ini yaitu:

a. Interpretasi hasil pemeriksaan positif

Terdapat antibody HIV pada darah pasien (pasien terinfeksi HIV, dan tubuh telah

memproduksi antibody)

HIV aktif dalam tubuh dan pasien dapat menularkannya pada orang lain

Selain infeksi HIV, pasien belum tentu menderita AIDS

Pasien tidak kebal terhadap AIDS (antibody tidak mengindikasikan kekebalan)

b. Interpretasi hasil pemeriksaan negatif

Antibody HIV tidak terdapat dalam darah pasien saat ini. Terdapat dua

kemungkinan:

o Pasien tidak terinfeksi HIV

o Pasien terinfeksi, namun tubuh belum membentuk antibody terhadap HIV

Pasien harus terus melakukan tindakan pencegahan. Hasil pemeriksaan ini tidak

menunjukkan pasien kebal terhadap HIV atau pasien terinfeksi HIV, tetapi hanya

tubuh belum memproduksi antibody terhadap HIV.

2) Viral Load

Menghitung level atau kadar RNA atau DNA dari HIV. Metode ini meliputi PCR (polymerase

chain reaction), RT-PCR (reverse transcriptase polymerase chain reaction), dan NASBA

(nucleic acid sequence based amplification). Viral load tes yang banyak digunakan yaitu

untuk menghitung kadar RNA HIV dalam plasma. Saat ini viral load test banyak digunakan

untuk mengetahui respon terhadap terapi infeksi HIV. RT-PCR juga digunakan untuk

mendeteksi HIV pada individu dengan risiko tinggi infeksi HIV sebelum pembentukan

antibody, untuk konfirmasi EIA positif, dan untuk skrining neonates.

Page 14: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Hitung sel T CD4+

Hitung sel T CD4+ merupakan pemeriksaan laboratorium sebagai indikator status

imunologi pasien dengan infeksi HIV. Pengukuran ini, yang dapat dilakukan secara langsung

ataudihitung sebagai produk % sel T CD4+ (dengan metode flow cytometry) dan hitung total

limfosit (ditentukan dengan WBC dan persen diferensial) telah diketahui berhubungan dengan

status imunologi. Pasien dengan hitung sel T CD4+ <200/L berisiko tinggi terhadap infeksi P.

jiroveci, sedangkan pasien dengan hitung sel T CD4+ <50/L berisiko tinggi terhadap infeksi

CMV, mycobacteria M. avium complex, dan/atau T. gondii. Pasien dengan infeksi HIV harus

melakukan pengukuran sel T CD4+ pada saat didiagnosis dan setiap 3-6 bulan setelahnya.

Hasil hitung sel T CD4+ <350/L merupakan indikasi untuk terapi ARV, dan penurunan

hitung sel T CD4+ >25% merupakan indikasi untuk perubahan terapi. Jika hitung sel T CD4+

<200/L, pasien harus menerima regimen terapi profilaksis P.jiroveci, dan jika <50/L, profilaksis

untuk MAC.

H. Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam

tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat disembuhkan.

Setelah diteliti lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan standar medis, tetapi dengan

pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-obat yang digunakan adalah untuk

menahan penyebaran HIV dalam tubuh tetapi tidak menghilangkan HIV dari dalam tubuh.

Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah

antiretroviral dan infeksi opportunistik.

a. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna

menghambat perkembangbiakan virus. Obat-obat antiretrovirus yang diunakan adalah:

1) Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau

NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini menghambat bahan genetik

HIV dipakai untuk membuat DNA dari RNA. Obat dalam golongan ini yang disetujui di

AS dan masih dibuat adalah:

3TC (lamivudine)

Abacavir (ABC)

AZT (ZDV, zidovudine)

d4T (stavudine)

ddI (didanosine)

Emtricitabine (FTC)

Tenofovir (TDF; analog nukleotida)

2) Golongan obat lain menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup HIV, tetapi

dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau

NNRTI. Empat NNRTI disetujui di AS:

Delavirdine (DLV)

Efavirenz (EFV)

Etravirine (ETV)

Nevirapine (NVP)

Page 15: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Page 16: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

3) Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI). Obat golongan ini

menghambat langkah kesepuluh, yaitu virus baru dipotong menjadi potongan

khusus. Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS:

Atazanavir (ATV)

Darunavir (DRV)

Fosamprenavir (FPV)

Indinavir (IDV)

Lopinavir (LPV)

Nelfinavir (NFV)

Ritonavir (RTV)

Saquinavir (SQV)

Tipranavir (TPV)

4) Golongan ARV keempat adalah entry inhibitor. Obat golongan ini mencegah

pemasukan HIV ke dalam sel dengan menghambat langkah kedua dari

siklus hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:

Enfuvirtide (T-20)

Maraviroc (MVC)

5) Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan ini

mencegah pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan

menghambat langkah kelima dari siklus hidupnya. Obat INI pertama adalah:

Raltegravir (RGV)

b. Obat infeksi opportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang

mungkin didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah.

Sedangkan obat yang bersifat infeksi opportunistik adalah Aerosol Pentamidine,

Ganciclovir, Foscamet.

I. Pencegahan

Untuk mencegah penularan HIV/AIDS, dapat diingat menggunakan ABCDE, yang

terdiri dari:

1. Abstinence, yaitu tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan

(abstinansia).

2. Be faithful, yaitu tetap setia pada pasangannya, untuk yang sudah menikah.

3. Condom, gunakan kondom saat melakukan hubungan seksual (melindungi

diri).

4. Don't do drugs, tidak melakukan penyalahgunaan Napza sama sekali.

Page 17: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

5. Equipment, berhati-hati terhadap peralatan yang beresiko membuat luka dan

digunakan secara bergantian (bersamaan), misalnya jarum suntik, pisau

cukur, dll.

Page 18: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

TOXOPLASMOSIS

A. Definisi

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang

dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal

dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak

menginfeksi manusia dan hewan peliharaan. Toxoplasma adalah parasit protozoa

dengan sifat alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, simtomatik

maupun asimtomatik.

B. Etiologi

Toksoplasmosis disebabkan oleh agen infeksi Toxoplasma gondii, suatu

protozoa intraseluler coccidian pada kucing, masuk dalam famili Sarcocystidae dan

kelas Sporozoa. Parasit ini terdiri dari empat bentuk yaitu Tachyzoid yang secara

cepat memperbanyak diri pada jaringan organisme, Bradyzoit yang memperbanyak

diri secara lambat pada jaringan, Pseudocyst, dan Oocyst (Knapen, 2008).

Siklus hidup Toxoplasma gondii :

a. Fase seksual

berlangsung pada Hospes definitif dari T. Gondii (kucing) dan jenis Feliidae.

Siklus seksual berlansung dalam epitel usus kucing yang kemudian berakhir

dengan pembentukan Oocyst yang dikeluarkan bersama tinja (10-20 hari atau

bisa lebih lama). Oocyst berbentuk oval dengan diameter 10-20 dan berisi 8

sporozoit di dalam 2 sporokista.

b. Fase aseksual

T. gondii mengalami siklus reproduksi aseksual di semua spesies. Kista jaringan

atau oocyst larut selama digesti, menghasilkan bradizoit atau sporozoit, yang

masuk ke lamina propria pada usus kecil dan mulai untuk memperbanyak diri

sebagai takizoid. Takizoid dapat menyebar pada jarinngan eksternal dengan

waktu singkat melalui limfe dan darah. Mereka dapat masuk pada beberapa sel

dan memperbanyak diri. Sel dari host akhirnya pecah dan menghasilkan takizoid

masuk ke sel yang baru. Ketika host berkembang menjadi resisten, kira-kira 3

minggu setelah infeksi, takizoid mulai menghilang dari dalam jaringan dan

menjadi bentuk resting bradizoid dalam kista jaringan (Knapen, 2008).

Page 19: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

C. Patofisiologi

Toxoplasma gondii yang tertelan melalui makanan akan menembus epitel

usus dan difagositosis oleh makrofag atau masuk ke dalam limfosit akibatnya terjadi

penyebaran limfogen. Toxoplasma gondii akan menyerang seluruh sel berinti,

membelah diri dan menimbulkan lisis, destruksi sel tersebut akan berhenti bila tubuh

telah membentuk antibodi. Pada organ tubuh, seperti susunan saraf dan mata,

antibodi tidak dapat masuk karena ada sawar (barier) sehingga destruksi akan terus

berjalan. Oocysts memiliki daya tahan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan dan

dapat tetap infeksius selama 18 bulan pada air, cuaca panas, dan tanah yang

basah. Mereka tidak dapat bertahan dengan baik pada tanah yang gersang dan

iklim dingin. Kista jaringan dapat infeksius selama berminggu-minggu pada darah di

suhu kamar, dan pada daging selama daging tersebut dapat dimakan dan kurang

matang. Takizoid lebih rentan dan dapat bertahan pada tubuh selama berhari-hari

dan di seluruh aliran darah selama 50 hari pada suhu 400 C. Pada manusia, periode

inkubasi terjadi selama 10 sampai 23 hari setelah mengkonsumsi daging yang

terkontaminasi dan 5 sampai 20 hari setelah terpapar kucing yang terinfeksi. Infeksi

dapat diperoleh dari makan makanan mentah atau kurang matang yang terinfeksi

(daging babi atau domba,dan lebih jarang pada daging sapi) yang mengandung

kista jaringan, atau ingesti dari infeksi oocysts pada makanan atau minuman yang

terkontaminasi feces kucing. Infeksi dapat terjadi pada tranfusi darah atau

transplantasi organ dari pendonor yang terinfeksi. Selama invasi akut parasit

Toxoplasma (proliferatif fase, takizoit), ada kerusakan ringan jaringan utama

(Nekrosis) (Knapen, 2008).

Page 20: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Sarang-sarang nekrosa dapat ditemukan di dalam paru, hati, limpa, anak

ginjal, dan sel-sel disekitar. Sarang-sarang ini mengandung toxoplasmosis yang

tergabung dalam kolonikoloni terminal (Pseudo-cysts) atau parasit-parasit itu

terletak bebas dalam jaringan-jaringan. Toxoplasma banyak dijumpai didalam sel-

sel pada tepi ulkus-ulkus usus.

Didalam otak parasit ini terlihat didalam sel-sel glia atau neuron sebagai

parasit intra selluler atau sebagai koloni-koloni terminal (pseudocysts). Protozoa ini

juga berada bebas dalam jaringan. Reaksi radang umumnya jelas terlihat, sebagai

gliosis, mikroglia, atau astrosit-astrosit. Penyerbukan limfosit-limfosit dalam ruang

virchow robin, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Juga terjadi proliferasi sel-sel

adventisia, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Perubahan-perubahan itu paling

banyak terdapat dalam cortex cerebralis. Parasit itu juga bisa dijumpai pada selaput

otak.

Hati memperlihatkan perdarahan local, yaitu gambaran degenerasi dan reaksi

seluler disamping sarang-sarang nekrosa tersebut di atas. Parasit dapat ditemukan

di dalam makrofag atau di dalam sel-sel hati. Di dalam limpa kadang-kadang di

jumpai sel-sel reticulum dan makrofag. Parasit-parasit terlihat di dalam miokard

yakni didalam makrofag atau didalam miofibril.

D. Manifestasi Klinik

Umumnya infeksi Toxoplasma gondii ditandai dengan gejala seperti infeksi

lainnya yaitu demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening

(toxoplasmosis limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa.

Infeksi yang mengenai susunan syaraf pusat menyebabkan encephalitis

(toxoplasma cerebralis acuta). Parasit yang masuk ke dalam otot jantung

menyebabkan peradangan. Lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina

menimbulkan irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi

dengan toxoplamosis kongenital akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul gambaran

eritroblastosis foetalis, hidrop foetalis (Institute for International Cooperation in

Animal Biologics, 2005).

Tanda-tanda yang terkait dengan toksoplasmosis yaitu (Medows, 2005):

1) Toxoplasma pada orang yang imunokompeten

Biasanya terdapat pembengkakan kelenjar getah bening (sering di leher). Gejala

lain bisa termasuk demam, malaise, keringat malam, nyeri otot, ruam

makulopapular dan sakit tenggorokan.

Page 21: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

2) Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah

Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah misalnya,

pasien dengan AIDS dan kanker. Pada pasien ini, infeksi mungkin melibatkan

otak dan sistem syaraf, menyebabkan ensefalitis dengan gejala termasuk

demam, sakit kepala, kejang-kejang dan masalah penglihatan, ucapan, gerakan

atau pemikiran. Manifestasi lain dari penyakit ini termasuk penyakit paru-paru,

menyebabkan demam, batuk atau sesak nafas dan miokarditis dapat

menyebabkan gejala penyakit jantung, dan aritmia.

3) Toxoplasma Okular

Toksoplasmosis okular oleh uveitis, sering unilateral, dapat dilihat pada remaja

dan dewasa muda, sindrom ini sering merupakan akibat dari infeksi kongenital

tanpa gejala atau menunda hasil infeksi postnatal. Infeksi diperoleh pada saat

atau sebelum kehamilan sehingga menyebabkan bayi toksoplasmosis bawaan.

Banyak bayi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala saat lahir, namun sebagian

besar akan mengembangkan pembelajaran dan cacat visual atau bahkan yang

parah.

4) Toksoplasmosis pada wanita hamil

Pada kondisi tertentu, infeksi pada wanita selama kehamilan menyebabkan

abortus spontan, lahir mati, dan kelahiran prematur. Aborsi dan stillbirths juga

dapat dipertimbangkan, terutama bila infeksi terjadi pada trimester pertama.

Tanda dan gejalanya yaitu penglihatan kabur, rasa sakit, fotofobia, dan

kehilangan sebagian atau seluruh keseimbangan tubuh.

5) Toxoplasmosis congenital

Bayi yang terinfeksi selama kehamilan trimester pertama atau kedua yang paling

mungkin untuk menunjukkan gejala parah setelah lahir. Tanda-tandanya yaitu

demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kuning (menguningnya kulit

dan mata), sebuah kepala yang sangat besar atau bahkan sangat kecil, ruam,

memar, pendarahan, anemia, dan pembesaran hati atau limpa. Mereka yang

terinfeksi selama trimester terakhir biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda

infeksi pada kelahiran, tetapi mungkin menunjukkan tanda-tanda toksoplasmosis

okular atau penundaan perkembangan di kemudian hari.

E. Diagnosa

Uji laboratorium biasanya digunakan untuk diagnosis. Beberapa pemeriksaan

diagnostik yang biasanya dilakukan diantaranya :

Page 22: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

a) Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma,

yaitu IgG, IgM dan IgG affinity.

IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi

toksoplasma.

IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap

seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi.

IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme

penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity yang dilakukan pada wanita yang

hamil atau akan hamil karena pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan

pemeriksaan IgG affinity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah

sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak

perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang

berbahaya, khususnya pada trimester I.

o Bila IgG (-) dan IgM (+)

Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus

diperiksa kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah IgG berubah

jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang

bersangkutan tidak terinfeksi toksoplasma.

o Bila IgG (-) dan IgM (-)

Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi. Bila sedang

hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter

mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda). Lakukan

tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi.

o Bila IgG (+) dan IgM (+)

Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga

infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi. Oleh sebab itu perlu

dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk

memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau

sesudah hamil.

o Bila IgG (+) dan IgM (-)

Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan dilakukan pada awal

kehamilan, berarti infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan

sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu

diperiksa lagi.

Page 23: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

b) Pemeriksaan cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan

elevasi protein.

c) Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain

Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan

bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita

toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak

tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada

di otak setelah infeksi akut.

d) CT scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan

biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan

disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma

jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.

e) Biopsi otak

Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

F. Penatalaksanaan

Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoid T.

gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-obat ini dapat

memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun, yang

dapat menjadi aktif kembali. Obat-obatan yang biasanya dipakai :

Spiramisin

antibiotik makrolida yang dihasilkan oleh Streptomyces ambofaciens yang

bekerja dengan cara menghambat sintesa protein bakteri. Spiramisin efektif

terhadap kuman Stafilokokus, Streptokokus, Pneumokokus, Bordetella pertusis.

Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer,

sebagai obat profilaksis untuk mencegah transmisi T. gondii ke janin dalam

kandungannya. Dewasa : 500 mg, 3 x sehari selama 5 hari. Pada infeksi berat,

dosis dapat ditingkatkan sampai maksimal 3000 mg/hari. Anak-anak : sehari

50-100 mg/kg berat badan terbagi dalam 2-3 dosis. Efek samping yang serius

dari spiramisin namun sangat jarang seperti mual, muntah, diare, nyeri

epigastrik, ruam kulit dan urtikari.

Page 24: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine

Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak. Parasit Toxoplasma gondii

membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan

vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya. Dosis normal

obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per hari. Kedua obat

ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia.

Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B)

untuk mencegah anemia.

Pengobatan pada ibu hamil (Gnansia, 2003) :

Sebelum 30 minggu

o jika toxoplasma tidak terdeteksi dengan cairan amniotik dan jika test

ultrasonografi normal, maka menggunakan spiramycin dengan 9 juta UI per

hari sampai persalinan

o jika toxoplasma terdeteksi pada cairan amniotik fluid dan jika test ultrasound

normal, maka menggunakan pyrimethamine dan sulfonamides, bersama

dengan folic acid. Pada kasus cerebral microcalcifications atau hydrocephaly

didiagnosis dengan ultrasound, seebuah penghentian kehamilan dapat

diajukan ke orangtua

Setelah 30 minggu, resiko transmisi transplasenta tinggi, maka pengobatan

menggunakan pyrimethamine dan sulfonamides

Ketika lahir, meskipun tidak ada bukti transmisi toxoplasma melalui placenta,

infeksi congenital tidak dapat dihilangkan. Hal tersebut kemudian dipastikan

untuk menguji kelahiran baru dengan transfontanellar ultrasonography dan

ophthalmologic surveillance. Jika uji klinik dan serologi negatif, tidak ada

pengobatan. Infeksi pada anak harus diobati dengan pyrimethamine and

sulfonamides selama 12 bulan

Pengobatan pada bayi

Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama 2-6 bulan,

di ikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali seminggu, ditambah

Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam dua dosis,ditambah

lagi

Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi

Page 25: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling setiap bulan

dengan pirimetamin

Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikan korio-

retinitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untuk menentukan

apakah pengobatan masih perlu diteruskan

G. Pencegahan

Terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari

penyakit toksoplasmosis, antara lain (Chin, 2000):

1) Mendidik ibu hamil tentang langkah-langkah pencegahan:

Gunakan iradiasi daging atau memasak daging pada suhu 1500F (660C)

sebelum dimakan. Pembekuan daging tidak efektif untuk menghilangkan

Toxoplasma gondii.

Ibu hamil sebaiknya menghindari pembersihan sampah panci dan kontak

dengan kucing. Memakai sarung tangan saat berkebun dan mencuci tangan

setelah kerja dan sebelum makan

2) Makanan kucing sebaiknya kering, kalengan atau rebus dan mencegah kucing

tersebut berburu (menjaga mereka sebagai hewan peliharaan dalam ruangan)

3) Menghilangkan feses kucing (sebelum sporocyst menjadi infektif). Feses kucing

dapat dibakar atau dikubur. Mencuci tangan dengan bersih setelah memegang

material yang berpotensial terdapat Toxoplasma gondii.

4) Cuci tangan sebelum makan dan setelah menangani daging mentah atau setelah

kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran kucing.

5) Control kucing liar dan mencegah mereka kontak dengan pasir yan digunakan

anak-anak untuk bermain.

6) Penderita AIDS yang telah toxoplasmosis dengan gejala yang parah harus

menerima pengobatan profilaksis sepanjang hidup dengan pirimetamin,

sulfadiazine dan asam folinic.

Page 26: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

TOXOPLASMOSIS SEBAGAI KOMPLIKASI HIV/AIDS

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada

penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang

membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.

Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari Toxoplasma

gondii menyebar ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di mana

mereka berkembang biak dan menyebabkan kerusakan. Permulaan diperantarai sel

imun terhadap T gondii disertai dengan transformasi parasit ke dalam jaringan kista

yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup.

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti

toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan

produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas sitokin yang dihasilkan

limfosit T. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi

IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai

respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini berperan penting dalam perkembangan

toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV. Pada pasien yang terinfeksi HIV,

jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk validasi kemungkinanan

adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200sel/mL kemungkinan

untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

Page 27: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Aktivitas/istirahat

o Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan.

o Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi

terhadap aktifitas.

Sirkulasi

o Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama

bila cedera

o Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung, anemis,

perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian

kapiler memanjang.

Integritas ego

o Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol

diri, dan depresi

o Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,

kontak mata kurang.

Eliminasi

o Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.

o Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi

pada rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.

Makanan/cairan

o Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.

o Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit

jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa

mulut

Hygiene

o Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan yang

tidak rapi.

Neurosensorik

o Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.

o Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi,

kelemahan  otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada ekstrimitas.

Nyeri/kenyamanan

Page 28: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

o Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit

kepala, nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen.

o Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan, penurunan

ROM, pincang.

Pernapasan

o Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak

pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.

Keamanan

o Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.

o Tanda : demam berulang

Seksualitas

o Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan

kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.

Interaksi social

o Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak

terorganisir

DIAGNOSA

1) Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan gangguan

integritas kulit.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolik, dan menurunnya absorbsi

zat gizi.

3) Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake cairan

dan dehidrasi.

4) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi dan gangguan saraf

sensori.

5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan

motorik.

6) Kelemahan berhubungan dengan penurunan kemampuan motorik dan intake

nutrisi kurang.

7) Diare berhubungan dengan proses infeksi GI.

8) Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterik dan gangguan

jaringan kulit.

Page 29: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

9) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan pada kulit dan sakit

kepala.

10) Nyeri akut berhubungan dengan nyeri abdomen.

11) Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan penampilan fisik.

12) Gangguan body image berhubungan dengan gangguan penampilan fisik.

13) Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan penglihatan, gangguan

pendengaran, dan penurunan kemampuan motorik.

14) Gangguan pola napas berhubungan dengan sesak napas dan batuk.

15) Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan

orang yang dicintai.

Page 30: HIV toxo

Teori Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Perencanaan Keperawatan

Tujuan dan criteria hasil

Intervensi Rasional

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan gangguan integritas kulit.

Tujuan :

- Mengurangi resiko terjadinya infeksi

- Mempertahankan daya tahan tubuh

Kriteria hasil: 

- Infeksi berkurang- Daya tahan tubuh

tidak menurun

Mandiri

1. Pantau adanya infeksi : demam, mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri menelan.

2. Ajarkan pasien atau memberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.

3. Pantau jumlah sel darah putih dan diferensial

4. Pantau  tanda-tanda vital termasuk suhu.

5. Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

Kolaborasi

6. Berkan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.

1. Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien.

2. Berikan deteksi dini terhadap infeksi.

3. Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi

4. Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.

5. Mencegah inokulasi  yang tak disengaja dari pemberi perawatan.

6. Menghambat proses infeksi. Beberapa obat-obatan ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan lainya ditargetkan untuk  meningkatkan fungsi imun

Kelemahan berhubungan

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan,

1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas2. Berikan bantuan perawatan yang pasien

1. Respon bervariasi dari hari ke hari2. Mengurangi kebutuhan energi

Page 31: HIV toxo

dengan penurunan kemampuan motorik dan intake nutrisi kurang.

dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.

sendiri tidak mampu3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga

tidak mengganggu isitirahat. 3. Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.

1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.

2. Monitor BB, intake dan ouput3. Atur antiemetik sesuai order

1. Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut

2. Menentukan data dasar3. Mengurangi muntah

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,

1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

2. Auskultasi bunyi usus3. Atur agen antimotilitas dan psilium

(Metamucil) sesuai order4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc

oside

1. Mendeteksi adanya darah dalam feses

2. Hipermotiliti mumnya dengan diare3. Mengurangi motilitas usus, yang pelan,

emperburuk perforasi pada intestinal4. Untuk menghilangkan distensi

Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan dehidrasi.

Tujuan :

Mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit

Mandiri

1. Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan rasa haus

2. Pantau masukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hari

3. Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/

1. Indikator tidak langsung dari status cairan.

2. Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa.

3. Mungkin dapat mengurangi diare.

Page 32: HIV toxo

Kriteria hasil:

- Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat

- Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari

makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.

4. Berikan makanan yang membuat pasien berselera.

Kolaborasi

5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : antiemetikum, antidiare atau antispasmodik.

6. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.

7. Berikan cairan/elektrolit melalui selang makanan atau IV.

4. Meningkatkan asupan nutrisi secara adekuat.

5. Mengurangi insiden muntah, menurunkan jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan peristaltik.

6. Mewaspadai adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit.

7. Diperlukan untuk mendukung volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak adekuat.

Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan kecemasan mengenai keadaan orang yang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif

1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya

2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

1. Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.

2. Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas

3. Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.

Page 33: HIV toxo

Gadis Mutiara Puspita Ika / 0910723026

Daftar Pustaka

Christine L. Mudge-Grout, 2005, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 2006, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Herdiana. 2008. How to Diagnose HIV Infection. http://danieher.multiply.com/journal/item/20/How_to_diagnose_HIV_Infection.

Jelsoft Enterprises Ltd. 2009. Informasi Dasar HIV dan AIDS. http://www.perawan.us/archive/index.php/t-2677.html.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 2010, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya..

Phipps, Wilma. et al, 2006, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Rampengan dan Laurentz, 2005, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Sualman Kamisah. 2009. HIV/AIDS. http://yayanakhyar.wordpress.com/2009/08/28/hivaids/.

Yayasan Spirita. 2010. Terapi Antiretroviral (ART). http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=403.