hidronefrosis sama.doc

48
BAB I PENDAHULUAN Hidronefrosis dan hidroureter merupakan keadaan patologis pada ginjal dan ureter yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Lesi yang menyebabkan dapat berupa gangguan mekanis maupun fungsional. Gangguan tersebut pada prinsipnya akan mengakibatkan terjadinya obstruksi atau hambatan aliran urin. Kelainan neurogenik pada buli, ureter adinamik dan refluks vesikoureter merupakan gangguan fungsional yang sering menyebabkan hidronefrosis dan hidroueter. 1,2 Sedangkan gangguan mekanis dapat berupa kelainan kongenital yang biasa dijumpai pada anak berupa anomali letak ureter, striktur, penyempitan, ureterokel dan sebagainya. Pada dewasa, lesi yang didapat biasanya menjadi penyebab, yang berasal dari traktus urinarius sendiri maupun keadan patologis dari bangunan sekeliling traktus urinarius yang ikut mempengaruhi. 1 1

Upload: dhian-nurul-khikmah

Post on 23-Dec-2015

97 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Hidronefrosis dan hidroureter merupakan keadaan patologis pada ginjal dan

ureter yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Lesi yang menyebabkan dapat berupa

gangguan mekanis maupun fungsional. Gangguan tersebut pada prinsipnya akan

mengakibatkan terjadinya obstruksi atau hambatan aliran urin. Kelainan neurogenik

pada buli, ureter adinamik dan refluks vesikoureter merupakan gangguan fungsional

yang sering menyebabkan hidronefrosis dan hidroueter.1,2

Sedangkan gangguan mekanis dapat berupa kelainan kongenital yang biasa

dijumpai pada anak berupa anomali letak ureter, striktur, penyempitan, ureterokel

dan sebagainya. Pada dewasa, lesi yang didapat biasanya menjadi penyebab, yang

berasal dari traktus urinarius sendiri maupun keadan patologis dari bangunan

sekeliling traktus urinarius yang ikut mempengaruhi.1

Terkadang gejala –gejala hidronefrosis tidak terlalu dirasakan dan

dikeluhkan penderita kecuali bila timbul obstruksi total pada aliran urin. Dengan

tidak adanya keluhan ini, penanganan atas hidronefrosis dan hidroureter tidak dapat

dilakukan dengan segera, sehingga sering menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut

infeksi saluran kemih karena ada stasis pada urin sehingga memungkinkan bakteri

untuk tumbuh dan berkembang biak. Belum lagi adanya peningkatan tekanan intra

pelvikal pada ginjal yang pada gilirannya dapat terjadi atrofi ginjal dan penurunan

fungsi ginjal yang dikenal dengan nama gagal ginjal.1

1

Pada pria dewasa terjadinya hidronefrosis dan hidroureter seringkali

disebabkan oleh adanya obstruksi traktus urinarius. Hal ini banyak disebabkan oleh

adanya hiperplasi prostat, masa intra buli atau adanya spasme ureter yang terjadi

akibat infeksi saluran kemih yang berulang.2

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam

menegakkan diagnosis hidronefrosis dan hidroureter adalah pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah Ultra Sono Grafi (USG) dan Urografi Intra

Vena (UIV). Dengan USG maka dapat dilihat gambaran hidronefrosis. Tetapi bila

kita ingin meihat lebih lanjut gambaran anatomis dan fungsional dari ginjal dan

saluran kemih maka diprlukan pemeriksaan IVP.1

Untuk itu pada kasus – kasus obstruksi traktus urinarius perlu pemeriksaan

fungsi dan anatomi ginjal untuk mengantisipasi kemumgkinan adanya hidronefrosis

maupun hidroureter. Dengan demikian penderita dapat terhindar dari komplikasi

lebih lanjut akibat dari hidronefrosis dan hiodroureter. Dalam hal ini pemeriksaan

IVP merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan pasien secara keseluruhan.2

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS

A.1. Anatomi

Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal sehingga proses

patologi seperti obstruksi, radang dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga

abdomen, tetapi gejala dan tandanya mungkin tampak di perut menembus

peritoneum parietal belakang. Gejala dan tanda jarang disertai tanda rangsang

peritoneum.3,4

Arteri renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end

artery) sehingga penyumbatan pada arteri atau pada cabangnya mengakibatkan

infark ginjal. 3,4

Kedua ginjal masing-masing mempunyai panjang sekitar 11 cm dan berat

130 – 150 gram. Dua pertiga bagian dalam ginjal merupakan piramid , papila atau

ujung piramid menonjol ke dalam kaliks dan pelvis. Bagian luar dari piramid adalah

korteks. Sama dengan pelvis, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat, yang

dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri hebat. Ureter menembus dinding

muskuler vesica urinaria secara miring sehingga mencegah terjadinya aliran balik

dari vesica urinaria ke ureter. Vesica urinaria mempunyai kapasitas yang bervariasi,

rata-rata setengah liter. Dari bagian terbawah vesica urinaria terdapat saluran

fibromuskuler yaitu uretra, yang menghantarkan urin ke luar tubuh. Uretra pria

3

panjangnya kurang lebih 20 cm, sedangkan wanita kurang lebih 4 cm. Pengaturan air

kemih dilakukan oleh otot sadar yaitu m. sfingter uretra. 3,4

A.2. Fisiologi

Kedua ginjal bersama-sama mengandung kurang lebih 2.400.000 nefron dan

tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari (1)

glomerulus, dimana cairan difiltrasikan, (2) tubulus, tempat cairan yang difiltrasikan

tersebut diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju ke pelvis ginjal.4,5

4

Filtrasi glomerulus bergantung pada tekanan hidrostastik arteri dikurangi

tekanan osmotik koloid dan tahanan simpai Bowman. Seluruh volume darah difiltrasi

dalam setengah jam di ginjal. Plasma darah dikurangi protein difiltrasi di ginjal.

Reabsorbsi air, nutrien, dan elektrolit baik aktif maupun pasif terjadi di tubulus

sebanyak 99% volume filtrasi. Disamping itu terdapat sekresi tubulus untuk

mempertahankan imbang elektrolit. Ganggguan sekresi tubulus pada gangguan

kronik faal ginjal dapat menyebabkan asidosis. 4,5

Pengisian ureter merupakan proses pasif. Peristaltik pelvis ginjal dan ureter

meneruskan urin dari ureter ke vesica urinaria, mengatasi tahanan pada hubungan

ureter-vesica urinaria, sehingga mencegah refluks. Hubungan ureter-vesica urinaria

membentuk mekanisme katub muskuler sehingga makin terisi vesica urinaria, katub

ureter–vesica makin tertutup. Sewaktu miksi, katub tertutup rapat karena tambahan

kontraksi otot dinding trigonum. 4,5

5

Keadaan patologis traktus urinarius disebabkan oleh kelainan bawaan,

cedera, infeksi, batu dan tumor. Keadaan tersebut sering menyebabkan bendungan

karena hambatan pengeluaran urin. Infeksi, trauma dan tumor dapat menyebabkan

penyempitan atau striktura uretra sehingga terjadi bendungan dan stasis yang

memudahkan infeksi. Lingkungan stasis dan infeksi memungkinkan terbentuk batu

yang juga akan menyebabkan bendungan dan memudahkan infeksi karena bersifat

sebagai benda asing. 4,5

stasis

batu infeksi

Peristiwa di atas secara berantai saling memicu, saling memberatkan sehingga

mempersulit penyembuhan. 4,5

B. HIDRONEFROSIS DAN HIDROURETER

Sumbatan traktus urinarius merupakan permasalahan klinis yang besar,

dengan predisposisi pada infeksi, kerusakan ginjal dan gagal ginjal. Hidronefrosis

dan hidroureter merupakan salah satu dari suatu sindrom obstruksi.4,6

B.1. Definisi

B.1.1. Hidronefrosis

Hidronefrosis adalah dilatasi dari pelvis ginjal dan kaliks (pelvikalikstasis)

yang berhubungan dengan perubahan tekanan balik dari parenkim ginjal.

Terminologi hidrinefrosis mengalami perkembangan yang berbeda-beda bagi

seorang urolog, yang berarti hanya dilatasi pada sistem pengumpul. Nama lainnya

6

adalah pelvikalikstasis dan mungkin berhubunagn maupun tidak dengan penipisan

parenkim ginjal. 6

B.1.2. Hidroureter

Dilatasi ureter disebut sebagai hidroureter, ureterostasis atau sederhananya

disebut pelebaran ureter. Obstruksi belum tentu menyebabkan hidroureter walaupun

terjadi dilatasi berat. Refluks vesikoureter dapat menjadikan ureter melebar dan

berkelok-kelok. 6

B.2. Etiologi

Banyak kasus obstruksi menyebabkan hidronefrosis minimal, tapi tidak

semua hidronefrosis disebabkan oleh sumbatan. Misalnya refluks vesikoureter dapat

menyebabkan hidronefrosis berat. Hidronefrosis sebaiknya diklasifikasikan antara

obstruksi dan non obstruksi.6

Obstruksi traktus urinarius dapat disebabkan adanya hambatan mekanis dari

luar maupun dalam saluran kemih. Obstruksi dapat terjadi pada bagian manapun jika

hambatan berada di atas vesica urinaria biasanya menyebabkan hidronefrosis dan

hidroureter unilateral. Jika kelainannya di bawah vesica urinaria atau di dalam vesica

urinaria maka akan menimbulkan hidronefrosis dan hidroureter bilateral. 1

Lesi fungsional biasanya disebabkan oleh gangguan ureter dan vesica

urinaria. Lesi yang sering terjadi adalah neurogenic bladder disertai adynamic ureter

dan refluks vesikoureter. Refluks vesikoureter lebih sering terjadi pada anak, dan

dapat menyebabkan hidronefrosis dan hidroureter unilateral yang hebat. 1

Malformasi kongenital dapat menyebabkan hidronefrosis maupun

hidroureter pada anak, misalnya penyempitan ureteropelvic junction, anomali letak

7

ureter, penonjolan katub uretra posterior, ureterokel ektoptik, dan sindrom Prune-

belly 1,7. Striktura uretra kongenital, stenosis meatus uretra, dan obstruksi leher buli

dapat menyebabkan disfungsi buli sekunder yang menyebabkan hidroureter. 7

Penyebab terbanyak pada orang dewasa adalah acquired defect (kelainan

yang didapat), antara lain striktur uretra, infeksi yang biasanya diikuti penyulit lokal

yaitu; abses periuretra, fistel, dan ekstravasasi, tumor, hipertropi prostat, dll. 1

B.3. Patogenesis

Urin terdorong dari pelvis renalis masuk dalam buli oleh peristaltik ureter.

Tekanan normal pelvis renalis adalah <12 mmHg. Tekanan ini berubah-ubah dengan

adanya aliran urin. Tekanan dalam pelvis tetap rendah meskipun tekanan yang lebih

tinggi dihasilkan dalam lumen ureter selama peristaltik dan dalam buli selama miksi.

Dengan adanya obstruksi ureter atau refluks vesikoureter, tekanan pelvis meningkat

dan memungkinkan terjadinya kerusakan ginjal.6

Akibat yang pertama-tama terjadi karena adanya obstruksi adalah dilatasi

tubulus renalis. Sasaran utamanya adalah ductus collectivus, namun pada umumnya

melalui sistem tubulus. Epitel tubulus menjadi pipih dan atrofi, akhirnya terjadi

fibrosis interstitial yang menggantikan seluruh struktur tubulus. 6

Perubahan vaskuler memegang peran penting dalam perkembangan

hidronefrosis dan hidroureter. Distensi pelvis yang mengenai arteri interlobaris dan

arteri arkuata akan mempersempit diameter pembuluh darah dan menutup beberapa

arteri intertubuler yang menyuplai darah untuk glomerulus. Hal ini akan

mempengaruhi pembuluh darah postglomerulus yang menyuplai makanan untuk

8

tubuli. Bagian ginjal yang paling buruk keadaannya adalah yang mendapat suplai

darah paling sedikit. Perubahan vena pada prinsipnya sama dengan perubahan yang

terjadi pada arteri. 6

Tekanan pada tubulus dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi

menyebabkan atrofi hidronefrosis. Proses ini semakin parah dengan adanya anemia

ayng terjadi karena perubahan pembuluh darah. 6

Akibat dari obstruksi aliran urin terhadap fungsi ginjal dipengaruhi oleh

jenis obstruksinya, unilateral atau bilateral, akut atau kronis, partial atau total, dan

intermiten atau konstan. 6

Derajat perbaikan struktur dan fungsi setelah obstruksi berhasil teratasi akan

bervariasi tergantung derajat kerusakan, luasnya daerah yang bebas dari infeksi, dan

kemampuan stimulasi fungsional (renal counterbalance). Perbaiakn struktur akan

baik jika pada ginjal yang masih normal hanya terjadi kerusakan yang berlangsung

lambat. Jika ginjal yang normal telah mengalami hipertrofi compensata, perbaikan

struktur organ yang mengalami obstruksi dan hidronefrosis akan kurang efisien. 6

Derajat hidronefrosis : 6

Dinilai menggunakan Ultrasonograi (USG), derajat hidronefrosis dibagi menjadi 3,

yaitu :

I. Mild (ringan)

II. Moderate (sedang)

III. Severe (berat)

Dinilai menggunakan Urografi Intravena (UIV), derajat hidronefrosis dibagi menjadi

4, yaitu :

9

I. Dilatasi minimal yang ditandai dengan penumpulan (blunting) kaliks

II. Penumpulan dan pembesaran kaliks, papil nampak datar (flattening)

III. Kaliks nampak membulat (rounding) dengan obliterasi papil

IV. Kaliks nampak sangat menggelembung (ballooning)

Pada derajat III dan IV terjadi penipisan parenkim ginjal, namun tak ada hubungan

yang konstan antara derajat dilatasi dan atrofi parenkim.

B.4. Diagnosis

B.4.1. Gejala Klinik

Menimbulkan sakit pinggang yang intermiten, diawali pada saat aktifitas.

Terkadang ditemukan hematuri. 6

Gejala klinis lain tergantung pada etiologi hidronefrosis atau hidroureter.

Jika etiologinya obstruksi akut supravesikal seperti batu ureter, gejala yang

ditimbulkan adalah kolik ginjal. Pada penyempitan ureteropelvic junction hanya

menyebabkan nyeri ringan bahkan kadang tanpa gejala. Sakit pada panggul

disebabkan oleh adanya refluks vesikoureter. Poliuri dan nokturi terjadi karena

obstruksi kronik. Hesitansi, straining, frekuensi, overflow incontinensia, dan terminal

dribbling menunjukkan adanya obstruksi di bawah atau setinggi buli. 1

B.4.2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi genitalis eksterna; untuk pria, penis diinspeksi untuk melihat

adakah stenosis meatus atau fimosis. Pada wanita, dilakukan inspeksi dan vaginal

toucher dan rectal toucher yang diperkirakan berhubunagn dengan onstruksi traktus

urinarius. 1

10

Dengan palpasi dan perkusi abdomen dapat dinilai ada tidaknya distenasi

ginjal atau buli. 1

Pemerikasaan rektal dilakukan dengan hati-hati, dapat untuk mengetahui

pembesaran atau nodul prostat, tonus sfingter yang abnormal, massa pelvis atau

massa rektal. 1

B.4.3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah untuk mengetahui adakah anemia, polisitemia, azotemia,

hiperkalemi, dan kadar elektrolit darah lainnya seperti natrium, magnesium, dan

fosfat. 1

Urinalisis dan pemeriksaan sedimen urin meungkin menunjukkan hematuri,

piuri, atau bakteriuri. 1

B.4.4 Pemeriksaan Radiologi

Dilatasi traktus urinarius merupakan gambaran jelas dari uropati

obstruktivus yang digunakan sebagai diagnosis dengan berbagai teknik pencitraan.

Diagnosis yang baik menunjukkan hubungan anatomi dengan fungsi sebagai

substansi dari bermacam-macam teknik pencitraan yang berbeda yang menunjukkan

secara detail anatomi dan di sisi lain informasi mengenai fungsi. 6

Ultrasonografi (USG) abdomen menilai ukuran ginjal, buli, kontur

pelvicocalices system, ureter serta masa pelvis. Adanya pelvicalicestasis yang

ditunjukkan pada USG, mengarah kecurigaan obstruksi. Jika tidak ditemukan

distensi dari organ tersebut maka kemungkinan obstruksi fungsional traktus urinarius

dapat disingkirkan. 6

11

Urografi Intra Vena (UIV) juga dapat memberikan informasi yang baik

tentang anatomi dan fungsi. Dilatasi pada pelvicocalices system dan ureter

menunjukkan adanya hidronefrosis dan hidroureter. 6

Sistouretrografi dilakukan untuk menentukan ada tidaknya refluks

vesikoureter, obstruksi leher buli dan uretra. Jika dengan pemeriksaan ini tidak

didapatkan hasil yang cukup untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan

endoskopi unutk melihat lesi yang melibatkan uretra, prostat, buli dan orifisium

ureter. 6

Jika dicurigai ada kelainan pada ureter atau pelvis renalis, dilakukan

pemeriksaan pielografi retrograd atau pielografi antergrad. 6

Computerized Tomography (CT) dengan kontras menunjukkan anatomi

yang sangat baik dan sering dapat mengetahui penyebab obstruksi, namun memberi

informasi tentang fungsional yang agak terbatas. Teknik radionuklid jika

dibandingkan dengan USG, UIV dan CT memberi informasi fungsional yang lebih

baik, namun kurang baik untuk melihat anatomi. 6

Magnetic Resonance Imaging (MRI) masih belum dapat memberi gambaran

anatomi traktus urinarius, namun sejauh ini dapat digunakan untuk mendiagnosis

uropati obstruktivus. 6

B.5. Komplikasi

Obstruksi yang tidak teratasi dan kemudian terjadi ekstravasasi akan

menyebabkan pengumpulan urin dalm kapsul yang ada di retroperitoneal yang

disebut urinoma (pseudokista pararenal, pseudokista perinefrik, pseudokista

12

uriniferous, hydrocele renalis, renal hygroma). Komplikasi yang jarang terjadi adalah

ruptur parenkim. 6

B.6. Terapi

Pengobatan harus dilakukan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya

sepsis dan kerusakan progresif pada ginjal dan mencegah kerusakan ginjal yang

masih baik. Untuk penanganan sementara dilakukan drainase di tempat terjadinya

obstruksi yang biasanya dilakukan dengan nefrostomi, uretrostomi, kateterisasi

ureter, uretra, atau suprapubik.1

Indikasi dilakukannya operasi : 1

- uncontrolled infection yang berulang

- kalkulus

- nyeri

- dilatasi kaliks dan pelvis renalis yang progresif

Obstruktif mekanis dapat diatasi dengan nonbedah misal dengan radiasi

seperti pada limfoma retroperitoneal. Obstruksi fungsional sekunder karena

neurogenic bladder dapat diringakan dengan kombinasi obat-obatan kolinergik dan

miksi yang sering. 1

Jika hidronefrosis sangat berat dan fungsi ginjal sudah sangat rendah atau

bahkan telah hilang, penanganannya adalah nefrektomi. 1

C. TUMOR VESICA URINARIA

C.1. Definisi

13

Tumor vesica urinaria merupakan penyakit neoplastik pada vesica urinaria.

Sebagian besar tumor berasal dari jaringan epitelial dan dapat menjadi suatu

keganasan. Pada beberapa sumber disebut tumor urotelium yaitu berupa karsinoma

sel transisional yang mengenai ureter maupun vesica urinaria. Tumor ini sangat

jarang ditemukan. Tumor ganas vesica urinaria sekitar 90% berupa karsinoma sel

transisional, kurang dari 10% berupa karsinoma skuamosa, selebihnya berupa

adenokarsinoma yang berasal dari jaringan urakus.4,8

C.2. Etiologi

Insiden tertinggi terdapat pada pasien perokok, penggunaan pemanis buatan,

kopi, dan amin aromatik dan penggunaan siklophospamid (sitostatika). Penyebab lain

diduga pemakaian analgetik, iritasi kronik oleh batu dan radiasi. Pada daerah

sistomiasis, iritasi telur sistoma dapat menyebabkan karsinoma skuamosa.

Perbandingan pria dengan wanita adalah 4:1. 4,9

C.3. Patogenesis

Karsinoma vesica urinaria dapat berbentuk papiler, tubuler, ulseratif atau

infiltratif. Derajat keganasan ditentukan oleh tingkat diferensiasi dan penetrasi ke

dalam dinding atau jaringan sekitar kandung kemih. 4

Epitel transisional terdiri dari 4 sampai 7 lapisan sel epitel. Ketebalan

lapisan tergantung dari tingkat distensi kandung kemih. Yang berperan dalam

masalah ini ialah sel basal, sel intermedia, dan sel superfisial. Sel superfisial inilah

yang akan menutupi sel intermedia bergantung apakah kandung kemih dalam

keadaan distensi atau tidak. 4

Tumor vesica urinaria berkembang dari epitel yang atipik atau displasia

yang berupa lesi yang mengalami proliferasi. Pada kelainan jinak sel atipik atau

displasia mengalami hiperplasia tanpa perubahan sel dan inti. Pada keganasan di

dapatkan pertumbuhan displasia disertai perubahan sel dan inti. 4

C.4. Diagnosis

C.4.1. Gejala Klinis

14

Gejala utama adalah hematuri makroskopik atau mikroskopik, biasanya

intermiten dan sering tanpa nyeri. Terdapat gejala iritasi yaitu disuria, tidak dapat

menahan kencing, dan polakisuria.4

C.4.2. Pemeriksaan Fisik

Tingkat klinis dari karsinoma vesica urinaria 50 % ditentukan secara tepat

dengan biopsi dan pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan bimanual sangat berguna

untuk menentukan infiltrasi. Pemeriksaan bimanual dilakukan secara hati-hati dan

dapat dilakukan dengan anestesi. 4,9

Klasifikasi klinis karsinoma vesica urinaria

Stadium Keterangan

T1 Karsinoma in situ

T2 Tumor menginvasi lapisan otot superficial

T3a Tumor menginvasi lapisan otot dalam

T3b Tumor meluas di luar dinding vesica urinaria

T4a Tumor melibatkan prostat, uterus, vagina

T4b Tumor melibatkan dinding pelvis dan dinding abdomen

N0 Limfonodi regional tidak terlibat

N1 Mengenai limfonodi iliaca eksterna ipsilateral

N2 Mengenai limfonodi kontralateral

N3 Limfonodi regional terfiksasi

N4

M0 Belum terdapat metastasis jauh

M1 Metstasis jauh

C.4.3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urinalisis menunjukkan hematuri. Pemeriksaan sitologi

membantu diagnosis. Karsinoma buli perlu dibedakan dari tumor ureter yang

menonjol ke dalam kandung kemih, karsinoma prostat dan hipertrofi prostat lobus

median prostat. Untuk membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi.

15

Secara sitologi tingkat keganasan dibedakan menjadi 3 golongan yaitu diferensiasi

baik (G I), sedang (G II), dan kurang diferensiasi (G III). 4

C.4.4. Pemeriksaan Radiologis

Hasil pencitraan yang berharga adalah yang menggambarkan pertumbuhan

di ureter, infiltrasi pada dinding buli, dan perluasan sekitar kandung kemih. Infiltrasi

sekitar orificium ureter mungkin diinterfesi dengan mekanisme valvula dan hasil

refluks atau obstruksi ureter. 8

Pada tumor yang kecil, khususnya tipe infiltratif dapat tak terdeteksi dengan

UIV atau sistogram. Konsentrasi media kontras yang berlebihan mungkin dapat

mengaburkan tumor noninfiltratif. Pada umumnya suatu tumor akan menampakkan

filling defect pada gambaran UIV. Penipisan dinding buli sekitar tumor

menunjukkan adanya infiltrasi. 9

16

Penggunaan USG secara transabdominal dapat mendeteksi lebih dari 95%

tumor vesica urinaria, akan tetapi susah untuk mendeteksi tumor dengan ukuran

kurang dari 5 mm atau berlokasi di leher buli. 8,9

Pada CT tumor vesica urinaria digambarkan sebagai masa jaringan lunak

pedunculer di dalam lumen buli. Tumor mempunyai densitas yang sama dengan

dinding vesica urinaria. Teknik dobel kontras dengan udara atau CO2 dan 30%

meglumine diatrizoale, dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan mukosal yang

kecil, tapi tetap saja gambaran tumor tidak spesifik.8,9

17

C.5. Komplikasi

Komplikasi terjadi oleh karena adanya metastasis pada keganasan kandung

kemih. Perluasan karsinoma vesica urinaria dapat terjadi di prostat, uterus, vagina,

dinding pelvis, dan dinding perut. Penyebaran terjadi secara limfogen maupun

hematogen. 4

C.6. Terapi

Reseksi tumor dilakukan dengan bedah endoskopi, selain itu juga dipakai

untuk fulgerasi dan terapi laser. Radiasi diberikan setelah reseksi transuretral, bisa

dipakai untuk stadium T3 yang tidak tahan pembedahan besar atau sebagai terapi

paliatif tumor T4. Kemoterapi diberikan setelah reseksi transuretral, bertujuan

mengurangi kemungkinan kambuh. Pembedahan besar dilakukan jika penyebaran

karsinoma sudah sampai otot vesica urinaria. Ada 3 macam yang dapat dipilih

pembedahan yaitu sistektomi parsial, sistektomi total dan sistektomi radikal. 4

D. INFEKSI AKUT SALURAN KEMIH ATAS (PYELONEFRITIS)

D.1. Definisi

Pyelonefritis adalah radang yang tejadi di ginjal. Ada 2 macam pyelonefritis

yaitu akut dan kronik. Pyelonefritis akut adalah radang akut dari ginjal ditandai

dengan radang jaringan intersisial sekunder pada tubulus , yang akhirnya dapat

mengenai kapiler dusertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan

kelainan – kelainan radiologis. Sedangkan pyelinefritis kronik adalah kelainan

jaringan intersisial (primer) dan tubulus serta glomerulus (sekunder) yang

18

berhubungan dengan infeksi bakteri dan selalu disertai kelainan – kelainan

radiologis.2

D.2. Etiologi

Penyebab dari pyelonefritis adalah :2

1. Faktor predisposisi antara lain nefrolitiasis dan refluks vesikoureter.

2. Mikroorganisme antara lain E. coli, Klebsiela, Proteus, Enterobacter, dan

Stapilokokus.

D.3. Patogenesis

Patogenesis pyelonefritis pada manusia masih belum jelas, banyak faktor

yang turut memegang peranan. Pada percobaan binatang mikroorganisme mencapai

ginjal melalui penyebaran hematogen maupun naik (ascendering) melalui ureter.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa pyelonefritis sering ditemukan pada pasien –

pasien dengan obstruksi saluran kemih. 2

Pemasangan kateter sudah diketahui dapat menyebabkan sistitis disertai

bakteriuria, tetapi masih diragukan menyebabkan pyelonefritis. Ganguan katub

vesika ureter mungkin menyebabkan refluks urin kedalam pelvis renalis. Refluks ini

dapat dibuktikan dengan pemeriksaan radiologis yaitu dengan MCU (Micturating

Cysto-uretherogram). 2

Medula ginjal merupakan predileksi infeksi ginjal. Bendungan saluran

kemih dapat menyebabkan ginjal lebih peka terhadap invasi bakteri. Invasi bakteri

yang terus menerus dapat menyebabkan kerusakan progresif dan pembentukan

jaringan ikat. Pada kasus berat, destruksi jaringan ginjal dapat disertai adanya

19

hidronefrosis. Proses infeksi dan pembentukan jaringan ikat dapat berlangsung terus

menerus selama terjadi infeksi. 2

Menurut SCHENA (1979) dapat dibuktikan peranan mekanisme komplek

imun pada pasien pyelonefritis kronik tipe komplikata dengan factor predisposisi

nefrolitiasis dan ditemukan komplemen C3, C4 dan C3PA pada pemeriksaan

imunohistokimia. 2

D.4. Diagnosis

D.4.1. Gejala kilnis

Keluhan badan panas disertai menggigil, nyeri setempat dari infeksi saluran

kemih bagian bawah dan atas serta sakit pinggang (tempat ginjal).2

D.4.2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik tampak sakit berat, panas intermiten disertai

menggigil dan takikardi. Frekuensi nadi 90x/menit bila disebabkan oleh E. coli dan

mencapai 140x/menit bila disebabkan oleh Sthapilokokus dan Sreptokokus. 2

Adanya fist perkusi di daerah sudut kosta vertebral, didapatkan distensi

abdomen dan rebound tenderness. Bising usus dapat melemah bila sebabnya illeus

paralitik. 2

D.4.3. Pemeriksaan laboratorium

Leukositosis dapat mencapai 40000/mm3 , neutrofilia, dan laju endap darah

meningkat. Urin keruh, proteinuria 1–3 gr/fr dan didapatkan pus atau kuman.

Terkadang ditemukan eritrosit. Biakan urin selalu ditemukan bakteriuria patogen

20

bermakna dengan CFU per ml > 105, faal ginjal (LFG) masih normal, berat jenis urin

dan uji fungsi tubulus lain terganggu.2

D.4.4. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis jarang dibutuhkan selama tidak terdapat komplikasi

dari pyelonephritis pada dewasa. Foto polos abdomen mengkin sudah dapat

memperlihatkan bebrapa kelainan seperti obliterasi bayangan ginjal karena sembab

jaringan, perinefritis fat dan perkapuran.2,10

Ekskresi urogram selama fase akut umumnya memperlihatkan sedikit

penurunan faal ginjal dan dapat mengetahui adanya obstruksi. Teknik urogram yang

dilakukan pada lima hari pertama episode akut hanya dapat menampakkan kelainan

sebanyak 25-50%. Penampakan ginjal yang membesar, curiga ke arah obstruksi akut

dan pyelonephritis akut. Gambaran ginjal yang tidak tampak pada fase nefogram

menunjukkan penyakit yang berat, biasanya tidak dapat kembali seperti semula. Pada

sistem pelvicocaliks menunjukkan spastisitas. 2,10

Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan untuk mengetahui factor – factor

predisposisi infeksi seperti nefrolitiasis, dan pada umumnya USG ginjal normal.

Pemeriksaan USG dilakukan untuk menyingkirkan abstruksi atau abses perinephris

jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik atau demam dan nyeri pinggang

semakin memberat. Pada USG akan tampak masa solid hipoekoik yang menunjukkan

ke arah bentuk abses. 2,10

Untuk menentukan lokalisasi infeksi dapat dilakukan dengan radionuclid

imaging.2

21

D.5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain ; pyelonefritis kronik, bakteriemi

dan septikemi, pionefrosis, hipertensi dan iskemik ginjal, insufisiensi ginjal,

pembentukan batu, atau kerusakan jaringan ginjal yang lebih parah. Pada wanita

hamil dapat menyebabkan toxemia gravidarum, prematuritas dan infeksi fetal.2

D.6. Terapi

Penatalaksanaan terhadap faktor predisposisi merupakan prinsip terapi pada

radang saluran atas disertai pencegahan terhadap komplikasi yang akan terjadi.

Antara lain adalah antibiotika, sesuai dengan jenis kuman penyebab, dan tes

snsitifitas. Selain itu diberikan terapi simtomatik seperti analgetik. Terapi operatif

amupun terapi laser digunakan bila penyebabnya adalah batu saluran kemih.2

BAB III

22

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. Sawan

Umur : 70 tahun

Alamat : Tanggulsari, Brongsong Kendal

Agama : Islam

Pekerjaan : petani

MRS : 8 November 2001

No. CM : 689837

B. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal

1. Tumor VU 10-11-01

2. Hidronefrosis

dextra

10-11-01

3. Hidroureter

dextra

10-11-01

4. Pyelonephritis

sinistra

10-11-01

C. DATA DASAR

23

1. ANAMNESIS

- Keluhan utama : tidak bisa buang air kecil.

- Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak setahun yang lalu penderita mengeluh buang air kecil susah dan

disertai sakit, tidak disertai darah, warna air kencing keruh. Penderita tidak

pergi berobat.

Tiga hari sebelum masuk RSDK, penderita tidak bisa buang air kecil.

Penderita dibawa ke RSU Kendal. Di RSU Kendal, penderita dipasang kateter.

Kemudian dilakukan pemeriksaan USG. Dari hasil USG, diketahui terdapat

massa di Vesika Urinaria yang dicurigai tumor. Oleh RS, penderita dirujuk ke

RSDK. Namun, oleh keluarga penderita dibawa pulang ke rumah. Satu hari

sebelum masuk RSDK, penderita mengeluh sangat kesakitan di sekitar perut

bawah tengah. Kemudian penderita dibawa ke RSDK. Riwayat panas

nglemeng disangkal.

- Riwayat Penyakit Dahulu :

Penderita belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat darah tinggi, dan kencing manis disangkal.

- Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga lain yang sakit seperti ini.

- Riwayat Sosial Ekonomi :

24

Penderita mempunyai seorang istri yang bekerja sebagai petani dan dua orang

anak yang sudah menikah. Biaya RS ditanggung anak. Kesan sosio-ekonomi

kurang.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 8 November 2001.

Keadaan umum : sadar, tampak kesakitan.

Tanda vital : T: 135/85 mmHg N: 84 x / menit

RR: 20 x / menit t: 37,1C

Kulit : turgor cukup

Kepala : mesosefal

Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.

Telinga : discharge tidak ada.

Hidung : discharge tidak ada.

Mulut : bibir sianosis tidak ada, gusi berdarah tidak ada.

Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis tidak ada.

Leher : pembesaran kelenjar limfe tidak ada.

Dada : simetris.

Pulmo : I : simetris statis dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri.

Pe : sonor seluruh lapangan paru.

A : suara dasar vesikuler, suara tambahan tidak ada.

Cor : I : IC tak tampak

25

Pa : IC teraba di SIC V 2 cm LMCS.

Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal.

A : SI-II murni, bising tidak ada, gallop tidak ada.

Abdomen : I : cembung suprapubik, venektasi tidak ada.

Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba.

Pe : timpani, PS(+) N, PA(-).

A : BU(+) N, nyeri tekan (-)

Ekstermitas : superior inferior

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Edem -/- -/-

Genitalia : dalam batas normal

- Penis : sirkumsisi (+), meatal bleeding tidak ada.

- Scrotum : testis 2 buah, ukuran sama besar, nyeri tekan tidak ada.

Status lokalis supra pubis :

I : cembung.

Pa : tegang, fluktuasi (+).

Pe : redup.

Rectal Toucher : TSA cukup.

Mukosa licin, teraba massa pada jam 11 - jam 1 1 cm dari

anal verge, nyeri tekan tidak ada.

26

Prostat L/L 2 cm, sulcus medianus cekung, pole atas teraba,

konsistensi kenyal keras, permukaan rata, nyeri tekan tidak

ada.

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah rutin : (9-11-2001)

Hb: 12,3 g/dl

Leukosit : 9200 / ml

Eritrosit : 5.370.000 /ml

MCV : 71,4 fl

MCH : 22,8 pg

MCHC : 32,0 g/dl

Pemeriksaan Kimia Darah : (9-11-2001)

Ureum : 56,2 mg/dl (20 - 40 mgdl)

Kreatinin : 1,72 mg/dl (0,70 - 1,50 mg/dl)

Na : 142 mmol/l

K : 3,83 mmol/l

Cl : 98,0 mmol/l

Total protein : 7,6 g/dl (6,6 - 8,7 g/dl)

Albumin : 3,6 g/dl (3,5 - 5,0 g/dl)

Globulin : 4 H (3,1 - 3,7 H)

GDS : 132 mg/l ( 70 - 100 mg/l)

27

Pemeriksaan urin : (8-11-2001)

Fisik : warna : kuning

keruh (+)

pH : 5

Sedimen : epitel : 3 - 5

leukosit : 5 - 7

eritrosit : >100

kristal : -

silinder : -

lain-lain : bakteri (+)

X foto BNO IVP : (10-11-2001)

- BNO : tidak tampak gambaran radiopak di cavum abdomen dan

pelvis.

- Ginjal kanan : letak, bentuk dan ukuran dalam batas normal.

fungsi ekskresi normal

calix minor cupping, calix mayor dan pelvis renalis

melebar

- Ginjal kiri : letak, bentuk dan ukuran dalam batas normal

fungsi ekskresi normal

PCS spastik

- Ureter kanan : melebar, sumbatan (-)

- Ureter kiri : tidak melebar, sumbatan (+) di bagian distal

28

- VU : dinding ireguler, filling defect (+), additional shadow (-),

indentasi (-)

Kesan : - Hidronefrosis dan hidroureter dextra.

- Massa di VU, kemungkinan dengan blood clott.

- Pelebaran ureter sinistra di bagian distal.

- UTI (Pyelonephritis sinistra).

X foto Thorax AP : (10-11-2001)

Cor : bentuk, letak dan ukuran dalam datas normal.

elongatio aorta (+).

Pulmo : corakan bronkovaskuler normal.

Tidak tampak gambaran destruksi costae.

Diafragma kanan setinggi costa XI posterior.

Kedua sinus costophrenicus lancip.

Kesan : Cor : tidak membesar

Pulmo : tidak tampak tanda-tanda metastase

gambaran bronkitis.

29

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki umur 70 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa buang

air kecil selama tiga hari. Sebelumnya penderita merasakan susah buang air kecil,

berkemih terasa sakit, tidak terdapat darah dalam air kencing, dan air kencing

berwarna keruh. Penderita pernah dirawat di RSU Kendal, dan telah dilakukan USG,

dari USG tersebut menunjukkan gambaran masa di vesica urinaria yang dicurigai

tumor, kemudian penderita dirujuk ke RSDK. Pada anamnesis didapatkan riwayat

disuria dan kemudian menjadi retensio urin, sedangkan riwayat hematuri disangkal.

Adanya masa yang dicurigai dalam vesica urinaria dapat menyebabkan disuria

karena ada proses iritatif, sedangkan retensio urin mungkin disebabkan oleh desakan

masa yang menutupi saluran kemih.

Pada pemeriksaan fisik status lokalis suprapubik, pada inspeksi tampak

cembung, pada palpasi tegang dan terdapat fluktuasi dan perkusinya redup. Pada

pemeriksaan RT, teraba masa pada jam 11 sampai dengan jam 1 kurang lebih 1cm

dari anal verge dan tidak didapatkan nyeri tekan.

Pada urinalisa warna kuning keruh, pH : 5, terdapat hematuri mikroskopis

dengan eritrosit pada sedimen lebih dari 100. Juga ditemukan bakteri pada sedimen,

tapi belum mendukung adanya suatu radang karena tidak dilakukan kultur urin.

Pada pemeriksaan BNO-IVP tidak didapatkan gambaran radioopak di

cavum abdomen dan pelvis. Pada ginjal kanan ; letak, bentuk dan ukuran dalam batas

normal dengan fungsi ekskresi normal, kaliks minor berebentuk cupping, kaliks

30

mayor dan pelvis renalis melebar. Hal ini menunjukkan adanya hidronefrosis. Pada

ginjal kiri didapatkan spastisitas pada sistem pelvicokaliks yang menunjukkan

adanya suatu peradangan. Ureter kanan melebar, menunjukkan adanya suatu

hidronefrosis dan ureter kiri tidak melebar tetapi terdapat sumbatan di bagian distal.

Dinding vesica urinaria ireguler, terdapat filling defect, tidak terdapat additional

shadow, maupun identasi.

Dari gambaran tersebut didapatkan suatu kesan hidronefrosis dan

hidroureter dextra, pelebaran ureter sinistra di bagian distal, adanya massa di vesica

urinaria yang masih kemungkinan dengan blood clott , dan infeksi traktus urinarius

bagian atas (pyelonephritis).

Untuk lebih mendukung diagnosis tumor vesica urinaria, sebaiknya

dilakukan biopsi dan dilakukan juga kultur urin untuk mendukung dignosis

pyelonephritis.

31

BAB V

KESIMPULAN

Hidornefrosis dan hidroureter merupakan keadaan patologis yang biasanya

merupakan kelainan sekunder akibat adanya sumbatan pada traktus urinarius.

Pemeriksaan IVP dapat menegakkan diagnosis pasti adanya hidronefrosis dan

hidroureter ini. Selain itu dengan pemeriksaan IVP kita dapat mengetahui fungsi

ginjal dan juga letak sumbatan yang ada.

Pada penderita yang dirawat karena adanya massa pada vesica urinaria,

maka pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui adanya proses obstruksi dalam

traktus urinarius. Dengan pemeriksaan ini diharapkan dapat mengetahui fungsi dan

anatomi ginjal sehingga penatalaksanaan penderita lebih menyeluruh dan penderita

dapat dihindarkan dari komplikasi yang lebih lanjut.

Dengan pemeriksaan IVP dapat mengetahui adanya massa di vesica

urinaria, namun masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikaannya.

Salah satu pemeriksaan yang dianjurkan adalah USG.

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Brenner B.M., Milford G.L., Sefter J.L. Urinary tractus obstruction. In : Braunwala E., Isselbacher K.J., Petersclorf R.G., Wilson J.D., Martin J.B., Fauci A.S. Harison’s principle of internal medicine. Vol. 2, 11 th edition. Hamburg : McGraw-Hill Inc, 1987 ; 1215-18.

2. Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 2. Bandung : Penerbit ITB, 1997 ; 53-71.3. Basmajian J.V., Slonecker C.E. Grant metode anatomi. Harjasudarma M.

(editor). Edisi 11. Jakarta : Binarupa Aksara, 1995 ; 57-9.4. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong (eds). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC, 1997

; 995-7.5. Guyton A.C. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Edisi 3. Jakarta : EGC,

1995 ; 227-8.6. Tainer L.B. Urinary obstruction. In : Grainger R.G., Alison D.J. (eds). Diagnostic

radiologi. Vol. 2, 2nd ed. New York : Churchill Livingstone, 1992 ; 1269-73.7. Rumacle C.M. Evaluation of abdominal masses in children. In : Margulis A.R.

Gooding C.A. Diagnostic radiology. California : University of California Printing Service, 1986 ; 135.

8. Sutton D (ed). A text book of radiology and imaging. Vol. 2, 1 th ed. New York : Churchill Livingstone, 1987 ; 1189-90.

9. Hricak H. Radiological evaluation of the urinary bladder and prostate. In : Grainger R.G., Alison D.J. (eds). Diagnostic radiologi. Vol. 2, 2nd ed. New York : Churchill Livingstone, 1992 ; 1294-8.

10. Fry K.I., Webb J.A.W. Renal parenchymal disease. In : Grainger R.G., Alison D.J. (eds). Diagnostic radiologi. Vol. 2, 2nd ed. New York : Churchill Livingstone, 1992 ; 1205-26.

33

34