hepatitis

35
1. Definisi Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38,5 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1) . Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun (2) . Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (4) . Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (3) . Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (1) . Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (4) . Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (4) . Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda

Upload: sheina-abbas-kalashnikov

Post on 18-Jul-2016

75 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hepatitis

TRANSCRIPT

1. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan

oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini terjadi pada

2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun(2). Anak yang pernah

mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam

kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4). Kejang demam

harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan

kejang berulang tanpa demam(3). Anak yang pernah mengalami

kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak

termasuk dalam kejang demam(1). Kejang disertai demam pada

bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang

demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5

tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain

harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang

kebetulan terjadi bersama demam(4). Definisi ini menyingkirkan

kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,

ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai

prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang

mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat(3).

2. Etiologi

Semua jenis infeksi yang bersumber diluar susunan saraf

pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang

demam . Penyakit yang paling seringmenimbulkan kejang

demam adalah infeksi saluran pernafasan atas , otitis media akut,

pneumonia ,gastroenteritis, bronchitis dan infeksi . Penentuan

faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana

selanjutnya,2 karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam

etiologi.

Adapun etiologi kejang yang tersering pada anak yaitu:

- Infeksi: meningitis, ensefalitis

- Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia,

hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal

ginjal,

gagal hati, gangguan metabolik bawaan

- Trauma kepala

- Keracunan: alkohol, teofilin

- Penghentian obat anti epilepsi

- Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan

intrakranial, idiopatik

3. Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah

demam(3). Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada

saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan

genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat,

problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,

dan kadar natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang

setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,

riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga

epilepsi(1,3).

Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya

gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks,

riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan,

lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).

4. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ

otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme.

Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah

glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen

disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan

diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi

otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2 dan air (6). Sel dikelilingi oleh suatu membran yang

terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar

adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat

dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit

dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion

klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron

terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini

diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang

terdapat pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial

membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 

b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,

kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit

atau keturunan(6).

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan

mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15 % dan

kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak

berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh

tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga

dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya

dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang yang

berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah

terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang

kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau

lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa

terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang

kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu

diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang(6).

Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin

dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang

akibat hipertermia(1).

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya

disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya

terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut

jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat

disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya

menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian

diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor

terpenting adalah gangguan peredaran darah

yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada

daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan

kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di

kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.

Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).

Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat (GABA) atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.

Skema Kejang Demam.

5. Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15

menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk

umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang

tidak  berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana

merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam(6). Suhu yang

tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana,

kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh

kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain,

misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya.

Bila dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya

terdapat periode - periode dimana anak menderita suhu

yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka

pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati,

mungkin kejang yang ini ada penyebabnya(2). Pada kejang

demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu

sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang

tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita

demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba merupakan

faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada

kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya

bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal; kadang –

kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang

dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu

16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang

mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih

mungkin(2). 

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang dengan salah satu ciri berikut :

1. Kejang lama lebih dari 15 menit.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum

didahului kejang parsial.

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15

menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara

bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %

kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi,

atau kejang umum yang didahului kejang parsial(4). Kejang

berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2

bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 %

diantara anak yang mengalami kejang demam(4).

6. Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau

menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6). Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:1. Kejang demam sederhana (simple febrile

convulsion)2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy

triggered off by fever).Modifikasi kriteria Livingston(6):

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah

timbulnya demam.5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang

normal.6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1

minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

Gambar 1. kejang fase tonik dan klonik

7. Penegakan Diagnosa

Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara allo-

anamnesis yaitu menanyakan pada penjaga atau ibu bapak anak

hal-hal berkaitan dengan keluhan anaknya. Anamnesis anak

dengan kejang demam biasanya didapatkan riwayat kejang

demam pada anggota keluarga lainnya(ayah,ibu atau saudara

kandung).

A. Anamneis

1. Identitas penderita:

Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis

kelamin,status sosial ekonomi keluarga serta lingkungan

tempat tinggal.

2. Riwayat penyakit sekarang:

a. Apakah keluhan utama pasien datang berobat?

b. Adakah terjadi kejang? Kapan pertama kejang?Berapa

lama kejang? Jenis kejang? Suhu sebelum/saat kejang,

frekuensi kejang?

c. Demam sejak kapan? Penyebab demam adakah di luar

susunan saraf pusat?

d. Kesadaran anak sebelum/setelah kejang?

e. Kejang tonik,klonik,fokal,generalisata?

3. Riwayat penyakit dahulu:

a. Adakah pernah menderita kejang demam sebelumnya?

Jika ada di usia berapa? Frekuensi kejang?

b. Adakah ada riwayat penyakit neurologis yang lain seperti

meningitis?

c. Adakah ada sebarang kelainan pada organ atau sistem

tubuh yang lain?

4. Riwayat pengobatan:

a. Adakah pernah berjumpa dokter lain untuk mendapatkan

perawatan?

b. Adakah ada mangkonsumsi obat-obat yang diresep oleh

dokter atau dibeli di apotek sebelumnya?

5. Riwayat kehamilan:

a. Kesehatan ibu saat kehamilan

b. Pernah sakit panas?

c. Pernah tetanus toxoid?

6. Riwayat kelahiran:

a. Tanggal lahir

b. Tempat lahir

c. Ditolong oleh siapa

d. Cara kelahiran

e. Kehamilan ganda

f. Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan

g. Masa kehamilan

h. Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai

dengan masa kehamilan, kurang atau besar).

7. Riwayat penyakit keluarga

a. Adakah ada riwayat kejang demam dalam keluarga?

b. Adakah ada riwayat epilepsi dalam keluarga?

c. Adakah ada riwayat penyakit neurologis lain dalam

keluarga?

8. Riwayat pertumbuhan.

a. Kurva berat badan terhadap umur.

b. Gizi cukup atau kurang.

B. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang

demam. Umumnya dapat dilakukan pemeriksaan tanda – tanda

vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut nadi

serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini

biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.Pemeriksaan

tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan

apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan

kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan

kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien

terbagi atas: : a) Compos mentis: sadar terhadap diri dan

lingkungan b) Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi c )

Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri

d) Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat,

kemudian kesadaran turun lagi e) Koma : tanpa gerakan sama

sekali. Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale,

tabel berikut akan menjelaskan tentang Glasgow Coma Scale.

Gambar 1 . Tabel Glasgow Coma Scale

Skor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan

koma dalam dan yang tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan

sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda rangsang meningial dapat

digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk

pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk,

tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda Brudzinsky.

Gambar 2. Pemeriksaan fisik pada kejang demam.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada

kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi

sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya

gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,

elektrolit dan gula darah. 

2. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk

menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Selama ini lumbal punksi dikerjakan pada semua anak dengan

kejang demam yang pertama, meskipun anak menderita kejang

demam simpleks, tetapi saat ini kecenderungan LP pada

penderita kejang demam berdasarkan pada adanya gejala-gejala

meningitis atau umur anak di bawah 18 bulan oleh karena pada

anak di bawah 18 bulan gejala meningitis tidak selalu dijumpai

pada penderita meningitis. Leung dan Lane, memberikan kriteria

indikasi LP, yakni : adanya klinis meningitis, umur kurang dari

2 tahun atau lebih 5 tahun, kejang demam kompleks, pulih dari

kejang lebih lama dari biasanya, anak terlihat tidak seperti anak

sehat (look right). Hati-hati bila ditemukan tanda-tanda TIK

yang sangat tinggi, perlu dilakukan CT Scan sebelumnya untuk

menentukan adanya SOL (Space Occupying lesion). Resiko

terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi

kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan

diagnosis meningitiskarena manifestasi klinisnya tidak jelas.

Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :

a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

b. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.

c. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan

meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

3. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat

memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan

kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh

karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih

dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.

Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.

4. Pencitraan

Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed

tomography scan (CT – scan) atau magnetic resonance imaging

(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas

indikasi seperti :

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

b. Paresis nervus VI

c. Papiledema.

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu

pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam

keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan

kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis

diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan

dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5

menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan

dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam

rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau

diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang

dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau

diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3

tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila

setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan caradan dosis yang sama dengan interval

waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal

masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit

dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5

mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin

secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali

dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50

mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8

mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan

fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di

ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat

selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang

demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)

1. Antipiretik 

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik

mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di

Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.

Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15

mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.

Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.

Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan

sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,

sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. 

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada

saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % -

60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis

0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut

cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang

cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital,

karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna

untuk mencegah kejangdemam.

3. Pemberian Obat Rumat (4)

a. Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salahsatu) :

1. Kejang lama > 15 menit.

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau

sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd,

cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12

bulan.

c. Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejandemam >

15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan

neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan

ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang

fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus organik. 

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap

hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang.

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak

berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek

samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap

kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian

fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan

perilaku dan kesulitan belajar  pada 40 % - 50 % kasus. Obat

pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil

kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam

valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis

asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan

fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada

penatalaksanaan kejang demam yaitu

1. Pengobatan fase akut

Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah

aspirasi ludah ataumuntahan dan diusahakan jalan nafas

harus bebas agar oksigenisasi terjamin.Perhatikan

keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,

pernafasan, danfungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi

diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian

antipiretik.Kejang demam terjadi akibat adanya demam,

maka tujuan utama pengobatanadalah mencegah

terjadinya peningkatan demam oleh karena itu

pemberian obat – obatan antipiretik sanagt diperlukan.

Obat – obat yang dapat digunakan sebagaiantipiretik

adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6

jam atau ibuprofen5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6

jam.Diazepam adalah obat yang paling cepat

menghentikan kejang. Efek terapeutik diazepam sangat

cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek

toksik yangserius hampir tidak dijumpai apa bila

diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50

mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara

intravena danintrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-

0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2mg/menit

dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti

sebelum diazepam

habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila

tidak timbul kejang lagi jarumdicabut.

5

Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang

kejang seringkalimenyulitkan, cara pemberian yang

mudah, sederhana dan efektif melalui rektum

telahdibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael

dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981).Pemberian dilakukan

pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan

denganrektiol yang ujungnya diolesi vaselin,

dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol kerektum

sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga

kosong betul danselanjutnya untuk beberapa menit

lubang dubur ditutup dengan cara merapatkankedua

muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat

digunakan adalah 5 mg(BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10

kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang5

menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin

dengan dosis awal 10-20mg/kgBB secara intravena

perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah

pemberianfenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan

NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan

menyebabkan iritasi vena.

5

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan

fenobarbital yanglangsung diberikan setelah kejang

berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun50 mg

dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4

jam kemudiandiberikan fenobarbital dosis rumatan.

Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10mg/kgBB/hari

dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan

dosis 4-5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan

belum membaik, obat diberikan secarasuntikan dan

setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa

dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek

sampingnya adalah hipotensi, penurunankesadaran, dan

depresi pernafasan.

2. Mencari dan mengobati penyebab.

Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk

menyingkirkankemungkinan meningitis, terutama pada

pasien kejang demam yang pertama.Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasusyang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila

ada gejala meningitis atau bilakejang demam

berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang

demam.

Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:

1. Profilaksis intermitenUntuk mencegah terulangnya

kejang kembali dikemudian hari, penderita

yangmenderita kejang demam sederhana diberikan

diazepam secara oral untuk profilaksisintermiten

dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3

dosis saat pasiendemam. Diazepam dapat juga

diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5

mg(BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien

menunjukan suhu lebih dari 38,5°C.Profilaksis

intermiten ini sebaiknya diberikan sampai

kemungkinan anak untuk menderita kejang demam

sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4

tahun.

2. Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin

terdapatnya dosisterapeutik yang stabil dan cukup

didalam darah penderita untuk mencegahterulangnya

kejang demam berat yang dapat menyebabkan

kerusakan otak tetapitidak dapat mencegah terjadinya

epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-

menerussetiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/

kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yangdapat

digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40

mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus

diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir

dandihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila

ada 2 kriteria (termasuk poin 1atau 2) yaitu:

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada

kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya

serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).2.

Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau

diikuti kelainan neurologissementara atau

menetap.3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada

orang tua atau saudara kandung.4. Bila kejang

demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12

bulan atau terjadi kejangmultipel dalam satu episode

demam.

2. Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin

memberikan pengobatan jangka panjang, maka

berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak

demam dengandiazepam oral alau rektal tiap 8 jam

di samping antipiretik.

3. Dalam penanganan kejang demam, orang tua

harus mengupayakan dirisetenang mungkin dalam

mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus

diperhatikanadalah sebagai berikut :

a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan

posisi menyamping, bukan terlentang, untuk

menghindari bahaya tersedak.

b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si

anak seperti sendok atau penggaris, karena justru

benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak

memerlukan penanganankhusus.

e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak

harus segera dibawa kefasilitas kesehatan terdekat.

Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa

kefasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut

setelah 5 menit. Ada pulasumber yang menyatakan

bahwa penanganan lebih baik dilakukan

secepatmungkin tanpa menyatakan batasan menit.

f. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu

dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber

demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-

muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

g. Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan

yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah

sebagai berikut :

1. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

2. Pemberian oksigen melaluiface mask

3. Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per

rektal (melalui anus) atau jikatelah terpasang selang

infus 0,2 mg/kg per infus

4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

5. Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan

kadar gula darah untuk menelitikemungkinan

hipoglikemia. Namun sumber lain hanya

menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang

mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca

kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.