henti jantung.doc

21
HENTI JANTUNG A. Pengertian Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif, mengakibatkan penghentian sirkulasi. Ada 2 tipe henti jantung, yaitu: - Cardiac standstill (Asistole) - Fibrilasi ventrikel B. Tanda dan Gejala 1. Ketidaksadaran sering terjadi sebagai kolaps yang tiba-tiba. 2. Tidak ada denyut nadi yang teraba rasakan baik untuk denyut karotis/ femoral 3. Apnea/ gerakan nafas tidak efektif (henti nafas) 4. Pupil dilatasi/ setelah 40 detik paska kolaps, pupil dilatasi. Pupil dilatasi maksimal menandakan sudah terjadi 50% kerusakan otak irreversible. 5. Kulit keabuan/ putih/ sianosis (biru). Tanda-tanda di atas menunjukkan pasien mati secara klinis. Jika ventilasi dan sirkulasi tidak dimulai dalam waktu 3 menit, kematian biologis (kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi) akan terjadi. C. Etiologi 1. Infark miokard akut Karena fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru. 2. Emboli paru Karena penyumbatan aliran darah paru 3. Aneurisma disekans

Upload: dhita-budi-wibowo

Post on 24-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

HENTI JANTUNG

A. Pengertian Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif, mengakibatkan penghentian sirkulasi. Ada 2 tipe henti jantung, yaitu:

- Cardiac standstill (Asistole)

- Fibrilasi ventrikel

B. Tanda dan Gejala1. Ketidaksadaran sering terjadi sebagai kolaps yang tiba-tiba.

2. Tidak ada denyut nadi yang teraba rasakan baik untuk denyut karotis/ femoral

3. Apnea/ gerakan nafas tidak efektif (henti nafas)

4. Pupil dilatasi/ setelah 40 detik paska kolaps, pupil dilatasi. Pupil dilatasi maksimal menandakan sudah terjadi 50% kerusakan otak irreversible.

5. Kulit keabuan/ putih/ sianosis (biru).

Tanda-tanda di atas menunjukkan pasien mati secara klinis. Jika ventilasi dan sirkulasi tidak dimulai dalam waktu 3 menit, kematian biologis (kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki lagi) akan terjadi.

C. Etiologi1. Infark miokard akut

Karena fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.

2. Emboli paru

Karena penyumbatan aliran darah paru

3. Aneurisma disekans

Karena kehilangan darah intravaskuler.

4. Hipoksia, asidosis

Karena gagal jantung/ kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan syaraf pusat.

5. Gagal ginjal

Karena hiperkalemia

E. Penatalaksanaan1. RJP (Resusitasi Jantung Paru)

Adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas/ henti jantung atau (yang dikenal dengan istilah kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.

a. kontraindikasi

orang yang diketahui berpenyakit terminal dan yang telah secara klinis mati lebih dari 5 menit.

b. tahap-tahap resusitasi

Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap tahap dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disusun menurut abjad:

1. Pertolongan dasar (basic life support)

- Airway control, yaitu membebaskan jalan nafas agar tetap terbuka dan bersih.

- Breathing support, yaitu mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru secara adekuat.

- Circulation support, yaitu mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung.

2. Pertolongan lanjut (advanced life support)

- Drug & fluid, yaitu pemberian obat-obat dan cairan

- Elektrocardiography, yaitu penentuan irama jantung

- Fibrillation treatment, yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel

3. pertolongan jangka panjang (prolonged life support)

- Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung paru, pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya penderita diselamatkan dan diteruskan pengobatannya.

- Human mentation, yaitu penentuan kerusakan otak dan resusitasi cerebral.

- Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang.

HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST)

Henti jantung terjadi bila pasien tiba-tiba pingsan dan tidak ada curah jantung. Akses cepat ke defibrilator dan basic life support memberi harapan pasien bertahan hidup. Henti jantung dapat terjadi tanpa fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, asistole atau disosiasi elektromekanik (juga dikenal sebagai PEA (pulseless electrical activity). Berbagai kondisi klinik bisa menjurus ke henti jantung. Sebagian di antaranya harus dideteksi sebelum terjadi henti jantung.Henti jantung yang mengancamHenti jantung dapat terjadi tanpa diantisipasi pada AMI, edema paru atau dengan penyakit jantung berat yang mendasari. Kebalikannya, henti jantung di bangsal bedah sering didahului oleh tanda-tanda peringatan seperti hipotensi, takikardia, nyeri dada, dispnea, demam, gelisah atau bingung. Hipoksemia, hipovolemia, dan sepsis bisa berlanjut ke henti jantung jika tidak didiagnosis dan dikoreksi dengan cepat. Jangan ragu meminta bantuan tim resusitasi atau tim ICU. CPR untuk pasien yang sepsis atau hipovolemia biasanya gagal. Bila pasien diidentifikasi sebagai sakit berat dan memiliki risiko henti jantung, poin-poin berikut harus cepat dinilai: Oksigenasi: apakah jalan napas bersih dan apakah pasien bernapas cukup? Berikan O2 aliran tinggi dan dukungan ventilasi manual jika perlu. Pantau dengan pulse oximetry dan ukur gas darah. Lihat bagian tentang dispena akut dan gagal napas (Bab 41). Apakah pasien sadar?: apakah pasien dinarkosis atau oversedasi? Apakah pasien hipovolemik? Kebanyakan pasien hipotensi harus diberikan cairan sebagai bagian dari manajemen awal. Hanya jika pasien telah henti jantung cairan iv tidak efektif (bahkan dapat memperburuk edema paru), namun kecemasan ini jangan sampai menghindari cairan kepada banyak pasien hipotensi. Bingung atau tingkat kesadaran menurun harus dianggap sebagai tanda perburukan klinik yang bermakna dan penyebabnya harus segera dicari. Singkirkan sepsis. Takipnea atau kegaduhan mental (bingung) bisa merupakan tanda pertama septikemia pada pasien bedah. Periksa suhu badan. Ambil darah untuk biakan. Pikirkan masalah intraabdomen: kebocoran empedu, kebocoran anastomosis usus. Berikan antibiotik jika ragu. Periksa gangguan elektrolit termasuk asidosis metabolik. Pertimbangkan untuk memindahkan pasien ke ICU. Obati nyeri. Nyeri menyebabkan pelepasan adrenalin (epinefrin) dan meningkatkan risiko aritmia jantung.CPR (cardiopulmonary resuscitation)Bilamana terjadi henti jantung, tim resusitasi harus selalu dipanggil kecuali jika pasien bukan untuk CPR. Defibrilasi dini dan basic life support adalah yang terpenting. Manajemen henti jantung dirinci pada buku ajar lain, namun protokol untuk basic dan advance life support diberikan pada Gambar 36.1 dan 36.2 pada akhir bab ini.CPR pada pasien bedah CPR mempertahankan curah jantung yang rendah ke organ-organ vital bila dilakukan dengan baik. Ada kalanya, kompresi jantung dengan dada terbuka digunakan untuk pasien dengan PEA (pulseless electrical activity) setelah trauma tembus, setelah sternotomi atau selama pembedahan abdomen atau toraks. Pada fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel tanpa denyut, dua kejutan pertama harus sebesar 200 J dan setelah itu 360 J. Saat durasi henti jantung meningkat, kemungkinan defibrilasi berhasil adalah kecil. Prognosis henti jantung paling baik pada pasien dengan henti jantung yang diketahui orang lain, dengan CPR oleh seseorang yang terlatih dalam teknik. Bila ada fibrilasi ventrikel dilakukan defibrilasi dini. Prognosis jelek adalah pasien asistole, penanganan terlambat, dan pasien dengan penyakit banyak organ. PEA juga memiliki prognosis jelek, kecuali jika penyebabnya cepat diidentifikasi dan diatasi. Jika mekanisme yang melandasi adalah hipovolemia, yang dikelola dengan agresif dan dikerjakan operasi, sebagian dari pasien-pasien ini akan selamat. Sebab-sebab lain dari PEA meliputi edema paru, infark miokard, tension pneumothorax, tamponade jantung, dan masalah elektrolit. Adrenalin (epinefrin)( 1 mg iv) selalu diberikan sepanjang CPR untuk mempertahankan tonus pembuluh darah dalam upaya mempertahankan sirkulasi otak selama resusitasi. Gunakan larutan 1:10.000 ( 1 mg/10 ml) intravena, walaupun dosis ganda bisa diberikan melalui pipa endotrakea jika vena tidak bisa diakses. NaHCO3 sebaiknya diberikan menurut panduan gas darah, namun biasanya dibutuhkan setelah 15 menit henti jantung dengan dosis 50 ml Bic Nat 8,4% harus diberikan lebih dini jika henti jantung disebabkan asidosis metabolik. Periksa latar belakang penyakit untuk mendiagnosis masalah yang melandasi dan membantu memutuskan apakah resusitasi perlu dilakukan berkepanjangan. Hentikan resusitasi jika pasien tidak memberi respon terhadap advanced life support. Walaupun setiap pasien berbeda, dalam praktek resusitasi dari fibrilasi ventrikel tidak mungkin berhasil setelah 15-20 menit CPR, atau dari asistole atau PEA setelah 10-15 menit CPR. Namun, pada kasus hipotermia atau overdosis obat anestesi lokal, nasihat ahli dari tim henti jantung atau tim ICU harus diperoleh jika diindikasikan resusitasi yang berkepanja-ngan.Pernyataan bukan untuk resusitasiBanyak pasien di bangsal tidak cocok untuk resusitasi karena prognosis secara keseluruhan buruk atau karena permintaan pasien. Bila terjadi ini harus dibahas dengan pasien dan/atau keluarganya dan ditulis dengan jelas pada kartu pasien sehingga tindakan resusitasi tidak dilakukan jika ada henti jantung.

ASKEP GADAR HENTI JANTUNG

KONSEP TEORI HENTI JANTUNG

A. PengertianHenti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai dengan pasien tidak sadar, tidak bernafas, tidak ada denyut nadi. Pada keadaan seperti ini kesepakatan diagnostis harus ditegakkan dalam 3 4 menit. Keterlambatan diagnosis akan menimbulkan kerusakan otak. Harus dilakukan resusitasi jantung paru.B. Etiologi1. Terhentinya system pernafasan secara tiba-tiba yang dapat disebabkan karena:- Penyumbatan jalan nafas : aspirasi cairan lambung atau benda asing.- Sekresi air yang terdapat dijalan nafas, seperti pada saat tenggelam, edema paru, lender yang banyak.- Depresi susunan saraf pusat yang disebabkan karena obat-obatan, racun, arus listrik tegangan tinggi, hipoksia berat, edema otak.2. Terhentinya peredaran darah secara tiba-tiba yang disebabkan :- Hipoksia, asidosis, hiperkapnia karena penyakit paru atau karena henti perrnafasan secara tiba-tiba.3. Terganggunya fungsi system saraf, yang terjadi sebagai akibat terganggunya system pernafasan dan peredaran darah.C. PatofisiologiHenti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibat terjadinya penghentian sirkulasi efektif. Semua kerja jantung berhenti atau terjadi kedutan otot yang tidak seirama ( fibrasi ventrikel ).Terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata mulai berdilatasi dalam 45 detik. Bias atau tidak terjadi kejang.Terdapat interval waktu sekitar 4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otak menetap. Intervalnya dpat bervariasi tergantung usia pasien. D. Manifestasi Klinis- Kehilangan kesadaran mendadak.- Tidak adanya denyut karotis dan femoralis.- Henti nafas segera timbul setelahnya.E. DiagnosisDiagnosis didasarkan atas gejala klinis sebagai berikut:- Gerakan pernafasan dan angin pernafasan yang menghilang atau sangat lemah.- Denyut nadi dan bunyi jantung menghilang atau sangat lemah, bradikardia / takikardia yang sangat menjolok.- Hilangnya kesadaran : dilatasi pupil.

F. PenatalaksanaanPenanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien / mengembalikan fungsi cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu sebagai berikut:Tahap I :- Berikan bantuan hidup dasar- Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.- Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.Jika nadi tidak teraba :Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.Tahap II :- Bantuan hidup lanjut.- Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.Langkah berikutnya :- Berikan adrenalin 0,5 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan. Dapat diberikan Bic Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.- Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC Shock.- Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.- Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas lebih lengkap.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HENTI JANTUNG

Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus segera dilakukan tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal henti jantung.Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest) Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005).Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah:1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau tenaga medis terdekat.2. Sesegera mungkin melakukan RJP3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi 4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan postresusitasi.Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:

Gambar . Algoritma BLS untuk dewasa

Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas, Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara langsung, contoh: kamu tidak apa-apa?; atau dengan memberikan stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil bantuan dengan menelepon nomor emergency terdekat.

AIRWAY (Pembebasan jalan nafas) Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:1. Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas dengan finger swab atau suction jika ada.

Gambar 1. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Gambar 2. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Gambar 3. Tehnik finger sweep

BREATHING (Cek pernafasan)

Gambar 4. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain: Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik. Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang). Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml). Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain: 1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada. Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka lakukan kompresi dada. Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid). Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat mengembangkan dada.

CIRCULATION Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan resusitasi jantung dan paru:

Kompresi yang efektif diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi dilakukan. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong berada disisi dada korban. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks). Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong). Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest. Pada kebanyakan studi pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994). Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam manajemen pasien dengan cardiac arrest.

Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest juga memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma penanganan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk pulseless arrest:

SINDROM KORONER AKUTAcute Myocard Infark (AMI)

Adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dgn manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala gejala lain sbg akibat iskemia miokard.

Sindrom koroner akut mencakup antara lain angina pektoris tak stabil, ima tanpa elevasi st dan infark miokard akut ( ima ) dengan elevasi segmen st (stemi=st elevation myocardial infarction)

Patofisiologi

Stemi umumnya terjadi jk aliran darah koroner menurun scr mendadak setelah oklusi trombus pd plak aterosklerotik yg sdh ada sebelumnya.

Stemi tjd jika trombus arteri koroner tjd scr cepat pd lokasi injury vaskuler, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor spt merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada kondisi yg jarang, stemi dpt jg disebabkan oleh oklusi arteri koroner yg disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik

Diagnosis stemi

Nyeri dada yang khas dan gambaran ekg adanya elevasi st 2 mm, minimal pada 2 sandapan pre kordial yg berdampingan atau 1mm pada 2 sandapan ekstremitas.

Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin t yg meningkat

Pemeriksaan ck-mb ( creatine kinase myocardial band )

Pasien yg datang dg nyeri dada perlu anamnesis cermat apakah nyeri berasal dari dlm atau luar jantung

Perlu Dianamnesis Pula Apakah Ada Riwayat Ima Seblmnya Serta Faktor Faktor Resiko Spt Hipertensi, Dm, Dislipidemia, Merokok, Stress Serta Riwayat Jantung Koroner Pd Keluarga

Nyeri dadanyeri dada tipikal ( angina ) merupakan gejala kardinal pasien infark miokard akut dgn sifat nyeri dada sbg berikut : Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial Sifat nyeri : rasa sakit spt ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir Penjalaran ; biasanya ke lengan kiri, dpt jg ke leher,rahang bawah, gigi, punggung, perut dan dpt jg ke lengan kanan Nyeri membaik atau hilang dgn istirahat atau obat nitrat Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan Gejala yg menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas

Pemeriksaan Fisis

Sebagian besar pasien cemas dan tdk bisa istirahat ( gelisah ) Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya stemi Seperempat pasien ima anterior bermanifestasi hipoeraktivitas saraf simpatis ( takikardia dan/ hipotensi ) Dan hampir setengah pasien ima inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis ( bradikardia dan / hipotensi ) Adanya S4 Dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung Pertama Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua Dapat Ditemukan Mur Mur Mid Sistolik Atau Late Sistolik Apikal Yg Bersifat Sementara Peningkatan Suhu 38 C dapat dijumpai dlm minggu pertama pasca stemi

Elektrokardiogram

Pemeriksaan ekg 12 sandapan hrs dilakukan pd semua pasien dgn nyeri dada atau keluhan yg dicurigai stemi Pemeriksaan ini hrs dilakukan segera dlm 10 menit sejak kedatangan di ugd sbg senter untuk menentukan terapi Gold hour = first 60 minutes Ekg serial dg interval 5 10 menit atau pemantauan ekg 12 sandapan scr continue hrs dilakukan utk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen st.

Pemeriksaan penunjang

Foto rongten dada Petanda biokimia : darah rutin, ck, ckmb, troponin t dan lain lain Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin Ekokardiografi treadmill ( untuk stratifikasi setelah infark ) Angiografi koroner

Terapi Tirah baring di ruang rawat intensif jantung ( iccu ) Pasang infus iv dgn nacl 0,9 % atau dextrosa 5 % Oksigenasi dimulai dgn 2 liter/menit 2 3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri rendah ( < 90 % ) Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung Pasang monitor ekg secara kontinu

Atasi nyeri dengan :Nitrat sub lingual/transdermal/ nitrogliserin intravena titrasi ( kontra indikasi bila td sistolik < 90 mmhg), bradikardia ( < 50 x/mnt ), takikardia.

Morfin 2,5 mg ( 2 4 mg ) iv, dpt diulang 5 mnt smp dosis total 20 mg atau petidin 25 50 mg iv atau tramadol 25 50 mg iv.

Anti trombotik dgn aspirin ( 160 345 mg ) bila alergi /tdk responsif ganti dg tiklopidin atau klopidogrel

TrombolitikDgn streptokinase 1,5 juta u dlm 1 jam, dilanjutkan dgn 0,75 mg/kgbb ( max 50 mg ) dlm jam pertama dan 0,5 mg/kgbb ( max 35 mg )dlm 60 mnt jika elevasi segmen st > 0,1 mv pd dua atau lbh sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada smp terapi < 12 jam, usia < 75 tahun.

Antikoagulanheparin direkomendasikan utk pasien yg menjalani revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dg resiko emboli sistemik spt ami anterior, fibrilasi atrial.

Atasi rasa takut denganDiazepam 3 x 2-5 mg oral atau oral

Pelunak tinjaLaktulosa ( laksadin ) 2 x 15 ml

Atasi komplikasi Fibrilasi atrium ( digitalisasi cepat, penyekat beta, diltiazem/verapil, heparinisasi ) Fibrilasi ventrikel ( dc shock energi awal 200 j, jk tdk berhasil shock kedua 200 300 j, jk perlu shock ketiga 360 j ) Takikardia ventrikel ( dgn dc shock ) Bradiaritmia ( sulfas atropin 0,5 2 mg )

KomplikasiInfark miokard akut : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, aritmia gangguan hantaran, perikarditis dan emboli paru

Prognosistergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala dan ada tidaknya komplikasi

Acute Miocard Infark (AMI)

Leave a reply

DEFINISISerangan Jantung (infark miokardial) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung (miokardium) mati karena kekurangan oksigen.Proses iskemik miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot miokardium tiba-tiba.

ETIOLOGISerangan jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa menit, maka jaringan jantung akan mati.

Kemampuan memompa jantung setelah suatu serangan jantung secara langsung berhubungan dengan luas dan lokasi kerusakan jaringan (infark).Jika lebih dari separuh jaringan jantung mengalami kerusakan, biasanya jantung tidak dapat berfungsi dan kemungkinan terjadi kematian. Bahkan walaupun kerusakannya tidak luas, jantung tidak mampu memompa dengan baik, sehingga terjadi gagal jantung atau syokJantung yang mengalami kerusakan bisa membesar, dan sebagian merupakan usaha jantung untuk mengkompensasi kemampuan memompanya yang menurun (karena jantung yang lebih besar akan berdenyut lebih kuat).Jantung yang membesar juga merupakan gambaran dari kerusakan otot jantungnya sendiri. Pembesaran jantung setelah suatu serangan jantung memberikan prognosis yang lebih buruk.

Penyebab lain dari serangan jantung adalah:Suatu bekuan dari bagian jantungnya sendiri. Kadang suatu bekuan (embolus) terbentuk di dalam jantung, lalu pecah dan tersangkut di arteri koroner.Kejang pada arteri koroner yang menyebabkan terhentinya aliran darah. Kejang ini bisa disebabkan oleh obat (seperti kokain) atau karena merokok, tetapi kadang penyebabnya tidak diketahui.

EPIDEMIOLOGIKematian mendadak, yang dalam bahasa aslinya disebut sudden cardiac death, didefinisikan sebagai kematian yang tidak terduga atau proses kematian yang terjadi cepat, yaitu dalam waktu 1 jam sejak timbulnya gejala. Sekitar 93 persen SCD adalah suatu kematian aritmik. Artinya, kematian terjadi akibat timbulnya gangguan irama jantung yang menyebabkan kegagalan sirkulasi darah.Di negara maju seperti Amerika Serikat, kejadian sudden cardiac death (SCD) mencapai 400.000 kasus per tahun. Jumlah ini hampir 50 persen dari seluruh kematian yang terjadi. Keadaan yang sama bisa jadi dialami juga oleh negara kita, khususnya di perkotaan, di mana pola penyakitnya sudah sama dengan pola penyakit negara-negara maju.SCD dapat terjadi pada orang yang memiliki sakit jantung yang manifes secara klinis maupun pada penyakit jantung yang silent. Artinya, kematian mendadak dapat terjadi baik pada mereka yang telah diketahui menderita sakit jantung sebelumnya maupun pada mereka yang dianggap sehat-sehat saja selama ini.Wanita yang pernah mengalami serangan jantung atau infark miokard akut (IMA) memiliki peluang yang sama dengan pria untuk mengalami SCD.Studi Framingham, suatu landmark studi epidemiologik jangka panjang, menunjukkan bahwa pada penderita dengan riwayat penyakit jantung, pria mempunyai risiko SCD 2-4 kali lipat dibandingkan dengan wanita.Sementara itu, data yang lebih baru dari Abildstrom dan kawan-kawan yang melakukan studi prospektif selama empat tahun pada 6.000 pasien yang selamat dari IMA menemukan bahwa pria mengalami SCD hanya 1,3 kali lebih sering dibanding wanita. Temuan yang dipublikasikan tahun 2002 itu menunjukkan terjadi peningkatan SCD pada wanita.Sejumlah besar data menunjukkan bahwa wanita dan dokternya harus memahami bahwa penyakit jantung dan SCD bukan hanya isu kaum adam atau manula saja. Beberapa peneliti dari National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion Amerika Serikat mendapatkan bahwa kejadian kematian mendadak yang disebabkan penyakit jantung yang dialami oleh wanita muda meningkat lebih dari 31 persen selama periode 1989-1996. Padahal, pria hanya mengalami peningkatan sekitar 10 persen selama periode yang sama.Temuan ini sangat mengejutkan para ahli sehingga secara aktif digali faktor-faktor yang diduga menyebabkan keadaan tersebut. Peningkatan yang bermakna dari frekuensi kejadian diabetes, overweight dan obesitas pada wanita, kecenderungan meningkatnya wanita perokok, dan screening kesehatan serta pengobatan penyakit jantung yang kurang agresif pada wanita dibandingkan pria diduga merupakan faktor-faktor yang turut berperan pada peningkatan SCD pada wanita.Kemudian, data lain juga menunjukkan bahwa wanita kurang menyadari gejala serangan jantung sehingga terlambat mendapatkan pertolongan. Wanita tidak mendapatkan perawatan yang tepat waktu karena mereka dan dokternya lambat mengambil kesimpulan terhadap suatu gejala penyakit jantung.Badan epidemiologi nasional di Amerika mendapatkan bahwa proporsi wanita yang mengalami kematian di luar rumah sakit lebih tinggi dari pada pria. Hampir 52 persen wanita yang mengalami SCD terjadi di luar rumah sakit, dibandingkan hanya 42 persen pada pria. Hal ini terjadi karena gejala penyakit jantung pada wanita sering berbeda dengan pria sehingga terlambat dikenali.

PATOFISIOLOGIKebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.

DIAGNOSAPada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inverse gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan. Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut, yaitu kreatinin fosfikinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), alfa hidrokasi butirat dehidrogenase (?-HBDH) troponin T, dan isoenzim CPK MP atau CKMB. CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid, dan strok. CKMB lebih spesifik, terutama bila rasio CKMB : CK > 2,5 % namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan penilaian dilakukan secara serial dalam 24 jam pertama. CKMB mencapai puncak 20 jam setelah infark. Yang lebih sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 jam setelah kejadian. CKMB2 adalah enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh enzim karboksipeptidase menghasilkan isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya > 1,5, SGOT meningkat dalam12jam pertama, sedangkan LDH dalam 24 jam pertama. Cardiac specific troponin T (cTnT) dan Cardiac specific troponin I (cTnI) memiliki struktur asam amino berbeda dengan yang dihasilkan oleh otot rangka. Enzim cTnT tetap tinggi dalam 7-10 hari, sedangkan cTnI dalam 10-14 hari.Reaksi nonspesifik berupa leukositosis plimorfonuklear (PMN) mencapai 12.000-15.000 dalam beberapa jam dan bertahan 3-7 hari. Peningkatan LED terjadi lebih lambat, mencapai puncaknya dalam 1 minggu, dan dapat bertahan 1-2 minggu.Pemeriksaan radiologi berguna bila ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung) atau kardiomegali. Dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat ditentukan daerah luas infark miokard akut fungsi pompa jantung serta komplikasi.

PENATALAKSANAAN1.Istirahat total.2.Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).3.Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.4.Atasi nyeri :a.Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.b.Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.c.oksigen 2-4 liter/menit.d.sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.5.Antikoagulan :a.Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip iv dilakukan atas indikasib.Diteruskan asetakumoral atau warfarinc.Streptokinase / trombolisis6.Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.

Tindakan Pra Rumah Sakit Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang,diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg iv perlahan-lahan. Hati-hati pada penggunaan morfin pada IMA inferior karena dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial danusia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg.Diberikan infus dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 l/menit. Pasien dapat dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU. Bila ada tenaga terlatih beserta fasilitas konsultasi (EKG transtelfonik/tele-EKG) trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan obati aritmia maligna yang timbul.

Tindakan Perawatan di Rumah Sakit Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang rawat dengan fasilitas penanganan aritmia (monitor). Lakukan tindakan di atas bila belum dikerjakan. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, gula darah, BUN, kreatinin,CK,CKMB, SGPT,LDH, dan elektrolit terutama K+ serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, Prothrombine Time (PT), dan Activated Partial Thromboplastin Time (APPT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman EKG dapat diulangi setiap hari selama 72 jam pertama infark.Nitrat sublingual atau transdermal digunakan untuk mengatasi angina,sedangkannitrat iv diberikan bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit dapat diberikan morfin sulfat 2,5 mg iv dan dapat diulangi setiap 5-30 menit sampai rasa sakit hilang. Selama 8 jam pasien dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama dan dilanjutkan dengan makanan lunak. Laksan diberikan untuk mencegah konstipasi.Pengobatan TrombolitikObat trombolitik yaitu streptokinase , urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang dikombinasi, disebut recombinant TPA (r-TPA), dan anisolylated plasminogen actvator complex (ASPAC).yang terdapat di Indonesia hanya stresptokinase dan r-TPA. Recombinant TPA bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Obat ini menyebabkan reaksi alergi danhipotensi sehingga tidakboleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya telah diberikan, atau pasien dalam keadaan syok.Indikasi trombolitik adalah pasien berusia di bawah 70 tahun,nyeri dada dalam 12 jam, elevasi RT > 1 mm pada sekurang-kurangnya 2 sadapan. Recombinant TPA sebaiknya diberikan pada infarkmiokard kurang dari 6 jam (window time).Kontraindikasi trombolitik adalah perdarahan organ dalam diseksi aorta, resusitasi jantung paru yang traumatik dan berkepanjangan, trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma pada intrakranial, retinopati diabetik hemotragik, kehamilan, tekanan darah di atas 200/120 mmHg, serta riwayat perdarahan otak.Sebelum pemberian trombolitik diberikan aspirin 160 mg untuk dikunyah. Streptokinase diberikan dengan dosis 1,5 juta unit dalam 100 ml NaCl 0,9% selama 1 jam. Dosis r-TPA adalah 100mg dalam 3 jam dengan cara 10 mg diberikan dulu bolus iv,lalu 50 mg dalam infus selama 1 jam dan sisanya diselesaikan dalam 2 jam berikutnya. Penelitian GUSTO (1993) menunjukkan, pemberian 15 mg r-TPA secara bolus diikuti dengan 0,75 mg/kgBB dalam jam dan sisanya 0,5 mg/kgBB dalam 1 jam memberikan hasil lebih baik. Dosis maksimum 100 mg.Heparin diberikan setelah streptokinase bila terdapat inferk luas, tanda-tanda gagal jantung, atau bila diperkirakan pasien akan dirawat lama. Bila diberikan r-TPA, heparin diberikan bersama-sama sejak awal.Cara pemberian heparin adalah bolus 5.000 unit iv dilanjutkan dengan infus krang lebih 1.000 unitper jam selama 4-5 hari dengan menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nilai normal.

PECEGAHAN Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:Berhenti merokokMenurunkan berat badanMengendalikan tekanan darahMenurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obatMelakukan olah raga secara teratur.

PROGNOSISTiga faktor penting yang menentukan indeks prognosis, yaitu potensi terjadinya aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, dan potensi pemburukan gangguan hemodinamik.Sebagian besar penderita yang bertahan hidup selama beberapa hari setelah serangan jantung dapat mengalami kesembuhan total; tetapi sekitar 10% meninggal dalam waktu 1 tahun. Kematian terjadi dalam waktu 3-4 bulan pertama, terutama pada penderita yang kembali mengalami angina, aritmia ventrikuler dan gagal jantung.