hemoroid

37
BAB 1 LATAR BELAKANG Mempertahankan kehidupan seorang pasien adalah kewajiban utama dari seorang dokter. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien, namun sebagian diantaranya merupakan prosedur yang justru dapat memberikan rasa sakit, misalnya prosedur pembedahan.. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam membantu dokter dalam melakukan tindakan penyelamatan tersebut, karena anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian analgetik, pengawasan keselamatan pasien saat tindakan operasi, pemberian bantuan hidup (resusitasi), pengobatan

Upload: arif-maulana

Post on 07-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jalan

TRANSCRIPT

PAGE

BAB 1

LATAR BELAKANG

Mempertahankan kehidupan seorang pasien adalah kewajiban utama dari seorang dokter. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien, namun sebagian diantaranya merupakan prosedur yang justru dapat memberikan rasa sakit, misalnya prosedur pembedahan.. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangatberperan dalam membantu dokter dalam melakukan tindakan penyelamatan tersebut, karena anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian analgetik, pengawasan keselamatan pasien saat tindakan operasi, pemberian bantuan hidup (resusitasi), pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, danpenanggulangan nyeri menahun.Anestesi spinal/Sub-arachnoid block (SAB) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Teknik ini merupakan tehnik anestesi yang aman, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering di pergunakan pada tindakan anestesi sehari-hari. Sejak anestesi spinal diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis, tehnik ini telah digunakan dengan luas untuk menyediakan anestesi, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilicus. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selamaoperasi dan menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal.

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama

: Tn. RJenis Kelamin

: Laki LakiAlamat

: Blang MangatUmur

: 44 Tahun

Berat Badan

: 65 Kg

Tinggi Badan

: 165 cm

Pekerjaan

: PetaniAgama

: Islam

No. RM

: 05.88.75Tanggal Pemeriksaan: 14 Juli 2014Tanggal Operasi

: 14 Juli 2014Diagnosa

: Hemoroid Interna2.2 Primary Survey

1. Airway

Clear.

2. Breathing

Napas spontan, gerakan dada simetris, RR 18 x per menit, reguler, suara napas vesikuler.3. Circulation

Heart rate 84 x per menit, regular

4. Disability

Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis.2.3 Secondary Survey

1. Anamnesis a. Keluhan utama : nyeri pada anus saat buang air besar, duduk atau berbaringb. Keluhan tambahan : terdapat benjolan pada anus, terkadang buang air besar disertai darahc. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan nyeri pada anus yang sangat hebat, terutama saat buang air besar, duduk ataau berbaring. Nyeri yang dirasakan berupa rasa perih dan panas seperti tersayat yang sudah dirasakan sejak kurang lebih setahun, namun memberat sebulan terakhir. Nyeri sudah sangat menganggu aktivitas sehari hari. Beberapa kali pasien mengeluhkan keluar darah saat buang air besar. Selain nyeri, pasien mengeluhkan terdapatnya benjolan pada anus yang semakin lama semakin membesar, pada awalnya bisa masuk sendiri setelah buang air besar namun lama kelamaan benjolan tersebut mulai sulit dimasukkan. Pasien mengaku beberapa kali mengunjungi mantri dan mengobati keluhannya dengan minum obat obat kampung, namun nyeri hanya berkurang sebentar dan sedikit, kemudian kembali lagi. Pasien kemudian berobat ke poli bedah RSU Cut Meutia dan didiagnosis dengan hemoroid interna.. Riwayat penyakit asma, DM, hipertensi, kelainan jantung dan alergi obat disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat asma, DM, hipertensi, kelainan jantung, alergi obat disangkal oleh pasien

e. Riwayat Keluarga : pasien menyangkal adanya riwayat keluhan serupa. Tidak ada riwayat asma, DM, hipertensi, kelainan jantung dan alergi obat.f. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Vital Sign

: TD

: 110/70 mmHg

HR

: 84 x /menit, reguler

Suhu: 36,4 oC

RR

: 18 x/menit

Status Generalis

a. Kulit

Warna

: Sawo matang

Turgor

: Cepat kembali

Sianosis: (-)

Ikterus

: (-)

Edema

: (-)

b. Kepala

Rambut: Hitam, sukar dicabut

Wajah

: Simetris

Mata

: Konjungtiva pucat (-/-) ikterik (-/-)

Telinga: Sekret (-/-), otorrhea (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), rhinorhea (-/-)

Mulut

: Simetris

c. Leher

Inspeksi : Simetris

Palpasi

: Pembesaran KGB (-), distensi vena jugularis (-)

d. Thoraks

Paru

Inspeksi: Bentuk dada normal, simetris, retraksi intercostals (-)

Palpasi

: Stem fremitus normal paru kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor

Auskultasi: Vesikuler (+/+) Wheezing (-/-) Ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V linea media midclavicularis nmmmmmmnsinistra

Perkusi

: Pekak

Kanan atas: ICS II linea para sternal dextra

Kanan bawah: ICS IV linea parasternal dextra

Kiri atas

: ICS II linea parasternal sinistra

Kiri bawah : ICS V linea media midclavicularis n

sinistra

Auskultasi: BJ I > BJ II, bising jantung (-)e. Abdomen

Inspeksi: Simetris, Distensi (-), Massa (-)

Palpasi

: Hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-) pada perut bagian bawah.

Perkusi

: Timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi: Peristaltik usus normal

f. Genitalia: Terdapat benjolan pada seluruh lingkaran anusg. Ekstremitas

Superior: Sianosis (-/-), edema (-/-), fraktur (-/-)

Inferior: Sianosis (-/-), edema (+/+), fraktur (-/-)

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan13 Juli 2014Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin12,712-16g/dL

Leukosit11,76.000-17.500/(L

Hematokrit41,733-41%

Eritrosit6,6 x1064-5,5x106/(L

Trombosit304 x103100-300 x103/(L

BT2001-4 / menit

CT7006-17 /menit

Gula Darah Puasa--70-115 mg/dl

3. Diagnosis

Hemoroid Interna grade III - IV4. Kesimpulan

ASA I dengan Spinal Anestesi

5. Tindakan

1. Informed consent

2. Puasa 6 8 jam pre-operasi

3. Pasang RL 20 gtt/i

6. Laporan Anestesi

1. Diagnosis pre operasi : Hemoroid Interna2. Diagnosis post operasi: Hemoroid Interna3. Penatalaksanaan Durante Operasi

a. Jenis pembedahan: Hemoroidektomib. Jenis anestesi : Sub Arachnoid Block

c. Teknik anestesi: Regional

d. Mulai anestesi: 12.15 WIB

e. Mulai operasi: 12.25 WIB

f. Respirasi

: Spontan

g. Posisi

: Supineh. Review durante operasi

JamKeterangan

12.15Terpasang Infus RL 20 gtt/i

SpO2 98%TD 125/82 mmHg

HR 96 x/i

Masuk Decain Spinal

12.20SpO2 97%TD 121/74 mmHg

HR 84 x/mnt

Masuk Petidhin

12.25SpO2 100%

TD 114/66 mmHg

HR 81 x/mnt

12.30SpO2 99%

TD 107/70 mmHg

HR 84 x/mnt

12.35SpO2 100%

TD 110/73 mmHg

HR 88 x/mnt

12.40SpO2 100%

TD 107/69 mmHg

HR 83 x/mnt

12.45SpO2 99%

TD 106/69 mmHg

HR 83 x/mnt

12.50SpO2 99%

TD 106/65 mmHg

HR 81 x/mnt

12.55SpO2 99%

TD 106/65 mmHg

HR 81 x/mnt

13.00SpO2 100%

TD 97/60 mmHg

HR 72 x/mnt

13.05SpO2 100%

TD 111/69 mmHg

HR 82 x/mnt

13.10SpO2 100%

TD 116/73 mmHg

HR 90 x/mnt

i. Selesai operasi

: 13.10 WIB

j. Perdarahan

: 200 cc

BAB 3TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hemorroid

Hemoroid merupakan pembengkakan submukosa pada lubang anus yang mengandung pleksus vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang melebar. Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga pengertian dari hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior. Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.a. EpidemiologiHemoroid bisa terjadi pada semua umur. Hemoroid biasa menyerang pada usia 20-50 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan tetapi paling banyak terjadi pada umur 45-65 tahun. Penyakit hemoroid jarang terjadi pada usia di bawah 20 tahun. Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan individu dengan status ekonomi tinggi. Angka prevalensi hemoroid di akhir pertengahan abad ke-20 dilaporkan menurun. Sepuluh juta orang di Indonesia menderita hemoroid, dengan prevalensi lebih dari 4%. Laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama. Resiko hemoroid meningkat seiring bertambahnya usia.b. KlasifikasiHemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya. Klasifikasi hemoroid yaitu: hemoroid eksternal, internal, dan eksternal-internal. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal linea dentata dan dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

Berdasarkan derajatnya, hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni derajat I,II,III, dan, IV. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara manual oleh pasien. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski dimasukkan secara manual.Hemoroid Interna

DerajatBerdarahMenonjolReposisi

I+--

II++Spontan

III++Manual

IV+TetapTidak dapat

c. Etiologi Menurut Villalba dan Abbas, etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah: penuaan, kehamilan, hereditas, konstipasi atau diare kronik, penggunaan toilet yang berlama-lama, posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama, dan obesitas. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa. Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol dengan angka kejadian hemorrhoid.d. Gambaran Klinis

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid. Gejala hemoroid internal adalah prolaps dan keluarnya mukus, perdarahan, rasa tak nyaman, dan, gatal. Gejala hemoroid eksternal berupa rasa terbakar, nyeri (jika mengalami trombosis), dan, gatal. Sebagian besar penderita mengeluh adanya perdarahan perrektal, perdarahan berupa darah merah segar, menetes sewaktu atau setelah buang air besar. Perdarahan ini tidak disertai rasa nyeri atau rasa mules. Pada sebagian penderita perdarahan ini tidak diketahui, sehingga tidak jarang pasen dengan hemorroid ini datang dengan keluhan anemia. Sebagian lagi penderita mengeluh rasa nyeri. Rasa nyeri ini timbul bila ada trombosis atau strangulasi dari hemorroid. Sebagian kasus mungkin mengeluh adanya benjolan pada anusnya, atau ada yang keluar (prolaps) dari anusnya. Keluhan lain mungkin berupa pruritus ani, atau rasa tidak enak daerah anus atau ada discharge. Kadang-kadang hemorroid ditemukan secara kebetulan (asimptomatik). Terhadap penderita dengan keluhan seperti diatas hendaknya dilakukan pemeriksaan fisik yang cermat. Penderita hemorroid derajat 3 dan 4 dengan mudah dapat dilihat pada saat pemeriksaan, pada hemorroid derajat 2 pasen perlu disuruh mengejan beberapa saat. Harus dilakukan colok dubur, anoskopi bahkan bila dianggap perlu (pada kasus perdarahan masif) dapat dilakukan colon inloop, rektosigmoidoskopi atau kolonoskopi untuk menyingkirkan penyakit lain seperti malignansi kolorektal atau inflammatory bowel diseases. Pada beberapa senter dilakukan pemeriksaan tekanan sfinkter ani. e. DiagnosisDiagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan, pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosis. Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan trombosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis. Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai.Pemeriksaan penunjang hemoroid menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal. Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid.f. TerapiTujuan terapi yaitu memotong lingkaran patogenesis hemorrhoid. Penatalaksanaan awal adalah mengurangi kongesti dengan cara manipulasi diit dan mengatur kebiasaan makan, obat antiinflammasi, obat flebotonik, dilatasi anus dan sfinkterotomi. Dapat pula dilakukan fiksasi mukosa pada lapisan otot melalui skleroterapi, koagulasi infra merah dan diatermi bipolar. Cara lain, mengurangi ukuran/vaskularisasi dari pleksus hemorroidalis dengan ligasi maupun eksisi.

Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein. Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal hemoroid. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.

Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain: Hemoroid internal derajat II berulang. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.3.2 Anestesi SpinalAnalgesia atau anestesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestetika local pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer. Jenis jenis analgesia regional adalah blok saraf, blok pleksus brakhialis, blok spinal subarachnoid, blok spinal epidural dan blok regional intravena.1. Indikasi

a) Bedah ekstremitas bawahb) Bedah panggulc) Tindakan sekitar rectum perineumd) Bedah obstetric ginekologie) Bedah urologif) Bedah abdomen bawah2. Kontraindikasi Absolut

a) Pasien menolakb) Infeksi pada tempat suntikanc) Hipovolemia berat, syokd) Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulane) Tekanan intracranial meninggif) Fasilitasi resusitasi minimg) Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anesthesia3. Kontraindikasi Relatif

a) Infeksi sistemik

b) Infeksi sekitar tempat suntikan

c) Kelainan neurologis

d) Kelainan psikis

e) Bedah lama

f) Penyakit jantung

g) Hipovolemia ringan

h) Nyeri punggung kronis

4. Persiapan Analgesia Spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anesthesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal hal dibawah ini :

a) Informed consent; kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal.

b) Pemeriksaan fisik; tidak dijumpai kelainan fisik seperti kelainan tulang punggung.

c) Pemeriksaan laboratorium anjuran; Hemoglobin, hematokrit, protombin time, thrombin time.

5. Peralatan Analgesia Spinal

a) Peralatan monitor; tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG

b) Peralatan resusitasi/anesthesia umum

c) Jarum spinal; jarum spinal dengan ujung tajam (quincke-Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, whitecare)

Gambar 3. Jarum spinal (jarum tajam dan jarum pinsil)3 6. Teknik Analgesia Spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.

a) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk.

Gambar 4. Posisi pasien pada anastesi spinal (posisi duduk dan lateral dekubitus)b) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4, atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.

c) Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

d) Beri anastetik lokal pada tempat tusukan, misalnya lidokain 1-2% 2-3 ml.

e) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kea rah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/ detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.

Gambar 5. Tusukan jarum pada anestesi spinalf) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.

7. Anastetik lokal untuk Analgesia Spinal

Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37C ialah 1.003-1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anestetik local dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anestetik local dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.

Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik local dengan dekstrosa. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Tabel 2. Anestesi Lokal Pada Anestesi Spinal

Anestetik LokalBerat JenisSifatDosis

Lidokain

2% plain

5% dalam dekstrosa 7,5%1.006

1.033Isobaric

Hiperbarik20 -100 mg (2-5 ml)

20 50 mg (1-2 ml)

Bupivakain

0,5% dalam air

0,5 % dalam dekstrosa 8,25%1.005

1.027Isobaric

Hiperbarik5 - 20 mg (1-4 ml)

5 15 mg (1-3 ml)

8. Penyebaran anestetik local tergantunga) Faktor utama

1) Berat jenis anestetika local (barisitas)

2) Posisi pasien (kecuali isobarik)

3) Dosis dan volum anestetik local (kecuali isobarik)

b) Faktor tambahan

1) Ketinggian suntikan

2) Kecepatan suntikan/barbotase

3) Ukuran jarum

4) Keadaan fisik pasien

5) Tekanan intraabdominal

9. Lama kerja anestetik lokal tergantunga) Jenis anestetik lokal dan besarnya dosis

b) Ada tidaknya vasokonstriktor

c) Besarnya penyebaran anestetika lokal

10. Komplikasi tindakan

a) Hipotensi berat

Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan.

b) Bradikardi

Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2.

c) Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.

d) Trauma saraf dan pembuluh darah

e) Mual-muntah dan gangguan dengarf) Blok spinal tinggi, atau spinal total

11. Komplikasi pasca tindakan

a) Nyeri tempat suntikan

b) Nyeri punggung

c) Nyeri kepala karena kebocoran likuor

d) Retensio urin

e) Meningitis

BAB 4

PEMBAHASAN

A. Preoperatif

Pasien dirawat di ruang bedah pria, saat pertama kali masuk pasien mengeluh sangat kesakitan, butuh waktu beberapa hari sebelum pasien akhirnya berada dalam keadaan stabil dan dapat bergerak aktif. Saat di ruangan pasien diberikan infus RL. Berdasarkan pemeriksaan pendahuluan di ruang bedah, kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus ini adalah ASA I yaitu pasien tanpa kelainan organik ataupun sistemik selain penyakit yang akan di operasi. Jenis anestesi yang akan digunakan yaitu spinal anestesi. Persiapan yang dilakukan pada pasien ini sebelum operasi :

a. Informed consent

Informed consent digunakan sebagai bukti bahwa pasien telah menyetujui tindakan yang akan dilakukan setelah mendapatkan informasi selengkap lengkapnya tentang manfaat dan risiko tindakan yang akan dilakukan. Tujuannya untuk mendapatkan persetujuan dan ijin dari pasien atau keluarga pasien dalam melakukan tindakan anestesi dan operasi sehingga resiko yang mungkin akan terjadi pada saat operasi dapat dipertimbangkan dengan baik.

b. Puasa

Tujuan puasa adalah untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat anastesi yang diberikan.c. Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum baik sehingga memenuhi toleransi operasi.

B.

Intraoperatif

Pasien diberikan teknik anestesi spinal. Pasien tidak perlu mendapat transfusi darah dan manajemen cairan selama operasi berlangung baik. Operasi berlangsung selama 55 menit.C.

Postoperatif

Keadaan pasien post operasi harus diawasi sampai pasien kembali memasuki kondisi stabil. Keadaan pasien post op di ruang operasi cukup stabil sehingga pasien dapat langsung dipindahkan ke ruang rawat pria untuk mendapat perwatan lebih lanjut. Sampai dengan tiga hari pasca operasi pasien masih belum diizinkan pulang meskipun tanda tanda vital stabil, dikarenakan masih menunggu proses penyembuhan luka. Pasien masih merasakan nyeri pada luka bekas operasi sehingga diperlukan obat penghilang nyeri agar pasien merasa nyaman. DAFTAR PUSTAKAAnonim., 2014. Anesthesia. Artikel. (diakses 16 Juli 2014)http://yoursurgery.com/ProcedureDetails.cfm?BR=3&Proc=2 Danarto, HA., 2011. Anestesi Spinal pada Mioma Uteri. Presus. Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN), Jakarta.

Elkassabany, N., 2014. Spinal Anesthesia: Subarachnoid Block. Artikel. http://www.proceduresconsult.com/medical-procedures/spinal-anesthesia subarachnoid-block-AN-021-procedure.aspx. (diakses 16 Juli 2014)Mustofa, S., 2013. Hemoroid (Wasir). Gastrointestinal Artikel. Universitas Lampung, Bandar Lampung. staff.unila.ac.id. (diakses 16 Juli 2014)Suprijono, MA., 2009. Hemorroid. Artikel. Majalah Ilmiah Sultan Agung, Vol XLIV, no 118 Juni Agustus 2009. jurnal.unissula.ac.id.PAGE