hemodialisis

45
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Prinsip dasar teknik tersebut yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu (Price dan Wilson, 1995). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk member-sihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena melalui pembedahan (NKF, 2006). Pasien-pasien dialisis kebanyakan menjalankan terapi ini di rumah sakit. Akan tetapi, tidak sedikit dari pasien tersebut yang menjalankan terapi ini di rumah. Terdapat sekitar 354.754 pasien di Amerika yang menjalani terapi dialisis, 325.229 diantaranya menja- lankan terapi hemodialisis di rumah sakit, 2.455 1

Upload: alwan-zaenuri

Post on 07-Aug-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HEMODIALISIS

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif

melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen

lainnya. Prinsip dasar teknik tersebut yaitu difusi solute dan air dari plasma ke

larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan

tertentu (Price dan Wilson, 1995). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa

dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran

semipermeabel) yang digunakan untuk member-sihkan darah, darah dikeluarkan

dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa

memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan

antara arteri dan vena melalui pembedahan (NKF, 2006).

Pasien-pasien dialisis kebanyakan menjalankan terapi ini di rumah sakit. Akan

tetapi, tidak sedikit dari pasien tersebut yang menjalankan terapi ini di rumah.

Terdapat sekitar 354.754 pasien di Amerika yang menjalani terapi dialisis,

325.229 diantaranya menja-lankan terapi hemodialisis di rumah sakit, 2.455

menjalankan terapi hemodialisis di rumah mereka, dan 26.114 sisanya

menjalankan terapi peritoneal dialisis (NKUDIC, 2009).

Meskipun pasien bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin hemodialisis, namun

masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari penyakit dan

hemodialisis. Diperkirakan 50%-70% penderita dialisis menunjukkan tanda dan

gejala malnutrisi. Gejala malnutrisi tergantung pada petanda nutrisi yang

digunakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain kurangnya asupan

nutrisi, peningkatan nutrisi yang hilang, dan katabolisme yang meningkat

(Nerscomite, 2010).

1

Page 2: HEMODIALISIS

Berdasarkan uraian di atas, perlulah disusun makalah mengenai pentingnya

hemodialisis, mengingat pentingnya terapi ini bagi penderita gagal ginjal dan

banyaknya komplikasi yang dapat terjadi dari hemodialisis ini.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah asuhan keperawatan pada pasien hemodialisa

adalah :

1. Mengerti dan memahami tentang proses hemodialisa.

2. Mengerti indikasi, kontraindikasi dan komplikasi yang mungkin terjadi pada

saat hemodialisa.

3. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada saat hemodialisa.

4. Mengetahui asuhan keperawatan yang digunakan pada pasien hemodialisa.

2

Page 3: HEMODIALISIS

BAB 2. KONSEP TEORI

2.1 Pengertian

Hemodialisis berasal dari dua kata yaitu hemo yang berarti darah dan dialisis yang

berarti difusi partikel larut satu kompartemen cairan ke kompartemen lain

melewati membrane semipermeabel (Brunner & Suddarth, 2002:1039).

Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif

melalui suatu membrane berpori dari suatu kompartemen cair menuju

kompartemen cair lainnya (Sylvia & Lorraine, 1995).

Jadi, hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan

cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu

melaksanakan proses tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).

2.2 Tujuan Hemodialisis

1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan

asam urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah

dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif

(penghisap) dalam kompartemen dialisat.

3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Hemodialisis

Indikasi:

1. Gagal ginjal akut

2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit

3. Hiperkalemia (kalium serum lebih dari 6 mEq/l)

4. Uremia (ureum lebih dari 200 mg/dl)

3

Page 4: HEMODIALISIS

5. PH darah kurang dari 7,1

6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari

7. Intoksikasi obat dan zat kimia

8. Sindrom Hepatorenal (Brunner & Suddhart, 2000:1430)

Kontraindikasi:

1. Hipertensi Berat (TD > 200 mmhg)

2. Hipotensi (TD < 100 mmhg)

3. Adanya pendarahan hebat

4. Demam tinggi. (Hudak, 1999:43)

2.4 Bentuk atau Gambaran Peralatan

1. Dialiser atau Ginjal Buatan

Terdiri dari membran semipermeabel yang memisahkan kompartemen

darah dan dialisat.

2. Dialisat atau Cairan Dialisis

Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal.

Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia

saring. Bukan merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar

untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien

minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan

reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeabel yang besar, maka

air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat

biasanya disediakan oleh pabrik komersil dan umumnya digunakan oleh

unit kronis.

3. Sistem Pemberian Dialisat

Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat mengukur

serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.

4. Aksesori Peralatan

a. Perangkat Keras, terdiri dari :

1) Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin

4

Page 5: HEMODIALISIS

2) Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan

konsentrasi dialisat, perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.

b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan:

1) Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara

dialiser dan pasien.

2) Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan

terhadap darah.

3) Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum

digunakan.

5. Komponen Manusia/Pelaksana

Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai keahlian dalam

menggunakan teknologi tinggi, tercapai melalui pelatihan teoritis dan

praktikal dalam lingkungan klinik. Aspek yang lebih penting adalah

pemahaman dan pengetahuan yang akan digunakan perawat dalam

memberikan asuhan pada pasien selama dialisis berlangsung.

2.5 Jenis/Macam Dialisis

Jenis dialisis dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Hemodialisis

Hemodialysis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa

hari sampai beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit gagal ginjal

stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi

permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan

glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang

terganggu fungsinya itu. Darah dialirkan melalui ginjal buatan (dialiser) untuk

membuang toksin atau kelebihan cairan dan kemudian dikembangkan ke

sirkulasi vena.

5

Page 6: HEMODIALISIS

b. Dialisis peritoneal

Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan

gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit ginjal tahap akhir

menjalani dialysis peritoneal (Health Care Financing Administration, 1986).

Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada teknik ini

peritoneum berfungsi sebagai membrane semi permeable. Akses terhadap

rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai trokar lurus, kaku

untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih permanent, sedangkan untuk

yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.

Macam-macam dialysis peritoneal:

- Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

Memungkinkan pasien untuk menangani prosedur dirumah dengan

kantung dan aliran gravitasi, memerlukan waktu lama pada malam hari,

dan total 3-5 siklus harian/ 7 hari seminggu.

- Automated Peritoneal Dialysis (APD)

APD sama dengan CAPD dalam melanjutkan proses dialysis tetapi

berbeda pada tambahan mesin siklus peritoneal. APD dapat dilanjutkan

dengan siklus CCPD, IPD dan NPD.

- Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD)

CCPD merupakan variasi dari CAPD dimana suatu mesin siklus secara

otomatis melakukan pertukaran beberapa kali dalam semalam dan satu

siklus tambahan pada pagi harinya. Di siang hari, dialisat tetap berada

dalam abdomen sebagai satu siklus panjang.

- Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD)

IPD bukan merupakan lanjutan prosedur dialisat seperti CAPD dan CCPD.

Dialysis ini dilakukan selama 10-14 jam, 3 atau 4 jam kali per minggu,

dengan menggunakan mesin siklus dialysis yang sama pada CCPD. Pada

pasien hospitalisasi memerlukan dialysis 24-48 jam kali jika katabolis dan

memerlukan tambahan waktu dialisat.

6

Page 7: HEMODIALISIS

- Nightly Peritoneal Dialysis (NPD)

Dilakukan mulai dari 8-12 jam misalnya dari malam hingga siang hari.

2.6 Manifestasi Klinis

a. Hemodialisis

Penurunan aliran darah akan mengakibatkan “kedinginan” pada akses

vascular. Penurunan tekanan hemodinamik menunjukkan kekurangan

cairan yang dapat mengakibatkan terjadi hipotensi dan takikardi.

Kelebihan cairan atau hipervolemia dapat berpotensi terjadinya edema

serebral (sindrom disekuilibrasi), hipertensi dan takikardi. Destruksi sel

darah merah (hemolisis) oleh dialysis mekanikal dapat mengakibatkan

anemia berat atau progesif.

b. Dialisis Peritoneal

Adanya keluhan nyeri dikarenakan pemasukan kateter melalui dinding

abdomen atau iritasi kateter dan penempatan kateter yang tidak tepat.

Takipnea, dispnea, nafas pendek dan nafas dangkal selama dialysis diduga

karena tekanan disfragmatik dari distensi tongga peritoneal. Penuruna area

ventilasi dapat menunjukkan adanya atelektasis. Berikut ini gejala-gejala

lainnya :

• Peritonitis

• Penurunan tekanan darah (hipotensi)

• Takikardi

• Hiponatremia atau intoksikasi air

• Turgor kulit buruk, dll.

2.7 Patofisiologi

Dua teknik utama yang digunakan dalam dialysis adalah dialysis peritoneal dan

hemodialysis. Hemodialisis dan dialysis peritoneal merupakan dua teknik utama

yang digunakan dalam dialysis dan prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu

difusi solute dan air dari plasma kelarutan dialysis sebagai respon terhadap

perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.

7

Page 8: HEMODIALISIS

a. Hemodialysis

Hemodialysis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa

hari sampai beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit gagal ginjal

stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi

permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan

glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang

terganggu fungsinya itu.

Darah dialirkan melalui ginjal buatan (dialiser) untuk membuang toksin atau

kelebihan cairan dan kemudian dikembangkan ke sirkulasi vena. Hemodialisis

adalah metode yang lebih cepat dan lebih efisien dari pada dialysis peritoneal

untuk membuang area dan produk toksin lain, tetapi memerlukan akses AV

permanen (Doenges, 1999).

Akses vaskuler hemodialisis merupakan aspek yang paling peka pada

hemodialisis oleh karena adanya banyak komplikasi dan kegagalannya. Untuk

melakukan dialysis intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan masuk ke

system vaskular penderita yang dapat diandalkan. Pada akses vascular dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Akses vaskular eksternal (sementara)

• Keteter subklavikula dan femoralis

Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat

dicapai melalui kateterisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter

dwi-lumen atau multi lumen dimasukan kedalam vena subklavia.

Meskipun metoda akses veskular ini bukanya tanpa resiko, namun metoda

tersebut biasanya dapat digunakan selama beberapa minggu. Kateter

femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis, dan

digunakan selama beberapa minggu, jika pasien sudah tidak memerlukan

karena akibat kondisi pasien yang sudah membaik atau terdapat cara akses

yang lain.

8

Page 9: HEMODIALISIS

Karena pasien mayoritas hemodialisis jangka panjang yang harus dirawat

dirumah sakit merupakan pasien dengan kegagalan akses siskulasi yang

permanent, maka salah satu prioritas dalam perawatan pasien hemodialisis

adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.

2) Akses vaskular internal (permanen)

• Fistula

Fistula yang lebih permanent dibuat melalui pembedahan dengan cara

menyambung atau menghubungkan pembuluh arteri dengan vena secara

side to side atau end to side. Fistula tersbut memerlukan waktu 4 sampai 6

minggu untuk menjadi matang sebelum siap digunakan. Waktu ini

diperlukan untuk memberi kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena

fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen

besar dengan ukuran 14 sampai 16. Jarum tersebut ditusukan kedalam

pembuluh darah .

Segmen arteri fistula digunakan untuk memasukan kembali darah yang

sudah didialisis, untuk menampung aliran darah ini segmen arteri dan vena

fistula tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah normal. Kepada

pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan ukuran

pembuluh ukuran pembuluh darah, yaitu dengan cara meremas-remas bola

karet untuk melatih fistula yang dibuat dilengan bawah, dan dengan

demikian pembuluh darah yang sudah lebar dapat menerima jarum

berukuran besar yang digunakan dalam proses hemodialisis.

• Tandur

Dalam penyediaan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialysis,

sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepoptong pembuluh

arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex atau tandur vena safena dari

pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien

9

Page 10: HEMODIALISIS

sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula. Tandur biasanya dipasang pada

lengan bawah, lengan atas paha bagian atas.

b. Dialysis Peritoneal

Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan

gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit ginjal tahap akhir

menjalani dialysis peritoneal (Health Care Financing Administration, 1986).

Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada teknik ini

peritoneum berfungsi sebagai membran semi permeable. Akses terhadap

rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai trokar lurus, kaku

untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih permanent, sedangkan untuk

yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.

Dialysis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan dialysis

kedalam kavum peritoneal menggunakan kateter abdomen. Ureum dan

kreatinin yang merupakan hasil akhir metabolisme yang diekskresikan oleh

ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan osmosis. Ureum dikeluarkan

dengan kecepatan 15-20 ml/ menit, sedangkan kreatinin dikeluarkan lebih

lambat.

Dialysis peritoneal kadang-kadang dipilih karena menggunakan tehnik yang

lebih sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap dari pada

hemodialisis. Dialysis peritoneal ada 2 yaitu :

Dialysis pertitoneal merupakan terapi pilihan bagi pasien gagal ginjal yang

tidak mampu atau tidak mau menjalani hemodialsis atau transplantasi ginjal.

Pasien yang rentan terhadap perubahan cairan, elektrolit dan metabolic yang

cepat terjadi pada hemodialisis akan sedikit mengalami hal ini karena dialysis

peritoneal kecepatan kerjanya lebih lambat.

10

Page 11: HEMODIALISIS

Oleh karena itu, pasien diabetes atau penyakit kardiovaskuler, pasien lansia

dan pasien yang beresiko mengalami efek samping dari pemberian heparin

secara sistemik merupakan calon yang sesuai untuk tindakan dialysis

peritoneal guna mengatasi gagal ginjal. Disamping itu, hipertensi berat, gagal

jantung kongestif dan edema pulmonary yang tidak responsive terhadap terapi

dapat juga diatasi dengan dialysis peritoneal.

Penatalaksanaan

a. Penatalaksaan Pasien yang Menjalani Hemodilisis Jangka-Panjang

1) Diet dan masalah cairan

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis.

Apabila ginjal yang rusak tidak dapat mengekskresikan produk akhir

metabolisme, substansi yang bersifat sebagai racun atau toksik (gejala

uremik). Lebih banyak toksin yang menumpuk, semakin berat gejala yang

timbul. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen

dan dengan demikian meminimalkan gejala.

2) Pertimbangan medikasi

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.

Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotic,

antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau untuk memastikan agar kadar obat

dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi

toksik.

Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialysis. Oleh karena itu,

penyesuaian dosis oleh dokter diperlukan. Apabila seorang pasien menjalani

dialysis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat,

karena komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang

berbeda-beda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan

menundanya.

11

Page 12: HEMODIALISIS

b. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Dialisis Peritoneal

1) Persiapan

Proses persiapan pasien dan keluarganya yang dilaksanakan oleh perawat

adalah penjelasan prosedur dialysis peritoneal, surat persetujan (Informed

Consent) yang sudah ditandatangani, data dasar mengenai tanda-tanda vital,

berat badan dan kadar elektrolit serum, pengosongan kandung kemih dan usus.

Selain itu perawat juga mengkaji kecemasan pasien dan memberikan

dukungan serta petunjuk mengenai prosedur yang akan dilakukan.

2) Peralatan

Perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan konsentrasi

dialisat yang akan digunakan dan obat-obatan yang akan ditambahkan,

misalnya dalam penambahan heparin untuk mencegah pembekuan fibrin yang

dapat menyumbat kateter peritoneal, penambahan antibiotic untuk mengobati

peritonitis.

Sebelum penambahan obat, larutan dialisat dihangatkan hingga mencapai suhu

tubuh untuk mencegah gangguan rasa nyaman, nyeri abdomen, serta

menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah peritoneum. Sebelum

dialysis dilakukan, peralatan dan selang dirakit. Selang tersebut diisi dengan

cairan dialisat untuk mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam kateter

serta kavum peritoneal.

3) Pemasangan kateter

Kateter peritoneal dipasang di dalam kamar operasi untuk mempertahankan

asepsis operasi dan memperkecil resiko kontaminasi. Kateter stylet dapat

digunakan jika dialysis peritoneal tersebut diperkirakan akan dilaksanakan

dalam waktu singkat. Sebelum prosedur pemasangan kateter dilakukan, kulit

abdomen dipersiapkan dengan larutan antiseptic local dan dokter melakukan

penyuntikan infiltrasi preparat anastesi local kedalam kulit dan jaringan

12

Page 13: HEMODIALISIS

subcutan. Insisi kecil atau sebuah tusukan dibuat pada 3-5 cm dibawah

umbilicus.

Sebuah trokar (alat berujung tajam) digunakan untuk menusuk peritoneum

sementara pada pasien mengencangkan otot abdomennya dengan cara

mengangkat kepalanya. Kateter disisipkan lewat trokar dan kemudian diatur

posisinya. Cairan dialisat yang dipersiapkan diinfuskan kedalam kavum

peritoneal dengan mendorong omentum (lapisan peritoneal yang membentang

dari organ-organ abdomen) menjauhi kateter. Sebuah jahitan purse-string

dapat dibuat untuk mengikat kateter pada tempatnya.

4) Prosedur

Untuk dialisat peritoneal intermiten, larutan dialisat dialirkan dengan bebas

kedalam kavum peritoneal dan dibiarkan selama waktu retensi (dwell time)

atau waktu ekuilibrasi yang ditentukan dokter. Waktu itu berfungsi untuk

memungkinkan terjadinya difusi dan osmosis.

Pada waktu akhir retensi, klem selang drainase dilepas dan larutan dialisat

dibiarkan mengalir keluar dari kavum peritoneal melalui sebuah sistem yang

tertutup dengan bantuan gaya berat. Cairan drainase biasanya berwarna seperti

jerami atau tidak berwarna. Cairan dari botol yang baru kemudian

ditambahkan, diinfusikan dan dialirkan keluar. Jumlah siklus atau pertukaran

dan frekuensinya ditentukan oleh dokter sesuai kondisi fisik pasien serta

kondisi akut penyakit.

2.9 Komplikasi

a. Komplikasi hemodialisis

Hemodilisis dapat memperpanjang usia tapi tidak akan mengubah perjalanan

alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan

seluruh fungsi ginjal. Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien

yang menjalani hemodialisis kronis adalah penyakit kardiovaskuler

13

Page 14: HEMODIALISIS

arteriosklerotik. Gangguan metabolisme lipid (hipertrigliseridemia)

tampaknya semakin diperberat dengan tindakan hemodilisis.

Gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner serta nyeri angina pectoris,

stroke dan insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi. Anemia dan rasa

letih dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik maupun mental,

berkurangnya tenaga serta kemauan, dan kehilangan perhatian. Gangguan

metabolisme kalsium akan menimbulkan osteodistropi renal yang

menyebabkan nyeri tulang dan fraktur. Komplikasi dialysis dapat mencakup

hal-hal sebagai berikut :

- Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan.

- Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi

jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

- Nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.

- Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk-akhir

metabolisme meninggalkan kulit.

- Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini

kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

- Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.

- Mual dan muntah merupakan peristiwa yang serius terjadi.

b. Komplikasi Dialysis Peritoneal

- Peritonitis

Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijimpai dan paling

sering serius 60% sampai 80% pasien. Sebagian besar disebabkan oleh

kontaminasi Staphylococcus epidermidis yang bersifat aksidental.

14

Page 15: HEMODIALISIS

Manifestasi peritonitis mencangkup cairan drainase (effluent) dialisat yang

keruh dan nyeri abdomen yang difus. Hipotensi dan tanda-tanda syok lainnya

dapat terjadi jika Staphylococcus aureus merupakan penyebab dari peritonitis.

Peritonitis ditangani di rumah sakit jika pasien parah dan tidak memungkinkan

untuk melakukan terapi pertukaran dirumah, biasanya pasien menjalani

dialysis peritoneal intermiten selama 48 jam atau lebih, atau terapi dialysis

dihentikan dan memberikan suntikan antibiotic. Pada infeksi persisten di

tempat keluarnya kateter yang biasanya disebabkan oleh S. aureus. Pelepasan

kateter permanent diperlukan untuk mencegah terjadinya peritonitis.

Selain mikroorganisme, pasien peritonitis akan kehilangan protein melalui

perotonium dalam jumlah besar, malnutrisi akut dan kelambatan

penyembuhan dapat terjadi sebagai akibatnya.

- Kebocoran

Kebocoran cairan dialysis melalui luka insisi atau luka pada pemasangan

kateter dapat diketahui sesudah kateter dipasang. Kebocoran akan berhenti

spontan jika terapi dialysis tertunda selama beberapa hari untuk

menyembuhkan luka insisi dan tempat keluarnya kateter. Kebocoran melalui

tempat pemasangan kateter atau kedalam abdomen dapat terjadi spontan

beberapa bulan atau tahun setelah pemasangan kateter tersebut. Kebocoran

sering dapat dihindari dengan melalui infuse cairan dialysis dengan volume

kecil (100-200 ml) dan secara bertahap meningkatkan cairan tersebut hingga

mencapai 2000 ml.

- Perdarahan

Cairan drainase (effluent) dialysis yang mengandung darah kadang-kadang

dapat terlihat khususnya pada pasien wanita yang sedang haid (cairan

hipertonik menarik darah dari uterus lewat orifisium tuba falopi yang

bermuara ke dalam kavum peritoneal). Pada banyak kasus penyebab

15

Page 16: HEMODIALISIS

terjadinya perdarahan tidak ditemukan. Pergeseran kateter dari pelvis kadang-

kadang disertai dengan perdarahan. Perdarahan selalu berhenti setelah satu

atau dua hari sehingga tidak memerlukan intervensi yang khusus.

Komplikasi lain yang mencakup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat

peningkatan tekanan intra abdomen yang terus menerus. Tipe hernia yang

pernah terjadi adalah tipe insisional, inguinal, diafragmatik, dan umbilical.

16

Page 17: HEMODIALISIS

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Identitas

Nama pasien, umur, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, suku, agama, nama

orang tua, alamat rumah, nomor telepon.

b. Keluhan utama

Nyeri yang menyebar sampai ke punggung, edema, muncul tanda/gejala gagal

ginjal akut/kronis.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengalami gagal ginjal akut atau kronik.

d. Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah mengalami gagal ginjal akut sebelumnya, pernah dilakukan

dialisis sebelumnya.

e. Pola aktivitas-istirahat

Gejala:

- Keletihan, kelemahan, malaise.

- Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)

Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

f. Sirkulasi

Gejala (pada GGK):

- Riwayat hipertensi lama atau berat.

- Palpitasi; nyeri dada (angina).

Tanda:

- Hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignan, eklampsia/hipertensi

akibat kehamilan.

- Diritmia jantung.

- Nadi lemah, hipotensi ortostatik (hipovolemia).

- DVJ, nadi kuat (hipervolemia).

- Edema jaringan umum (termasuk area periorbital, mata kaki, sacrum).

17

Page 18: HEMODIALISIS

- Pucat, kecenderungan perdarahan.

g. Pola eliminasi

Gejala:

- Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuria,

(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir).

- Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).

- Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.

- Riwayat BPH, batu/kalkuli.

Tanda:

- Perubahan warna urine (kuning pekat, merah, coklat,berawan).

- Oliguria (biasanya 12-21 hari), poliuria (2-6 L/hari).

h. Makanan/cairan

Gejala:

- Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi).

- Mual, muntah, anorekia, nyeri ulu hati.

- Pengguaan diuretic.

Tanda:

- Perubahan turgor kulit/kelembaban.

- Edema (umum, bagian bawah).

i. Neurosensori

Gejala:

- Sakit kepala, penglihatan kabur.

- Kram otot/kejang; sindrom kaki gelisah.

Tanda:

- Gangguan status mental (penurunan lapang perhatia, ketidakmampuan

berkonsentrasi, hilang memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran),

azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa.

- Kejang, faskikulasi otot, aktivitas kejang.

j. Nyeri/kenyamanan

Gejala: nyeri tubuh, sakit kepala.

Tanda: perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah.

18

Page 19: HEMODIALISIS

k. Pernafasan

Gejala: nafas pendek.

Tanda:

- Takipnea, dipsnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan

Kusmaul); nafas ammonia.

- Batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru).

l. Keamanan

Gejala: adanya reaksi tranfusi.

Tanda:

- Demam (sepsis, dehidrasi).

- Ptekie, area kulit ekimosis.

- Pruritus, kulit kering.

m. Pemeriksaan penunjang

Urine:

- Volume: bisanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak

ada (anuria).

- Warna: secara abnormal urine keruh atau mungkin disebabkan oleh pus,

bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat, sedimen kotor, kecoklatan

menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.

- Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan ginjal berat).

- Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,

dan rasio urine/serum 1:1.

- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.

- Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsorpsi natrium.

Darah:

- BUN/kreatinin: meningkat. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir

(mungkin rendah yaitu 5).

- Hitung darah lengkap: Ht: menurun pada adanya anemia. Hb: kurang dari

7-8 g/dL.

19

Page 20: HEMODIALISIS

- SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada

azotemia.

- GDA: pH: penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7,2) terjadi karea

kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidroge dan ammonia

atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun.

- Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium atau

normal, menunjukkan status delusi hipernatremi).

- Kalium: peningkatan sehubungan retensi sesuai dengan perpindahan

selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap

akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau

lebih besar.

- Magnesium/fosfat: meningkat.

- Kalsiu: menurun.

- Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan

kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan

pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial

- Osmolalitas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan

urine.

- KUB foto: enunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya

obstruksi (batu).

- Pielogram retrogard: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.

- Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler, massa.

- Sistoaretrogram berkemih: menunjukkan ukuran kaandung kemih, refluks

dalam ureter, retensi.

- Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista,

obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

- Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnosis histologist.

- Endoskopi ginjal, nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal,

keluar batu, hematuri, dan pengangkatan tumor selektif.

20

Page 21: HEMODIALISIS

- EKG: mungkin abnormal menunjukkan ketidakseombangan elektrolit dan

asam basa.

3.2 Diagnosa

1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional; ancaman pada konsep diri;

perubahan status kesehatan.

2. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan perawatan dan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

3. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasive; pemasukan kateter malalui

dinding abdomen/iritasi kateter; penempatan kateter yang tidak tepat.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan, prosedur

dialisis yang lama.

5. Resiko cidera dengan faktor resiko kehilangan akses vaskuler akibat

pembekuan; perdarahan karena lepasnya sambungan secara tidak sengaja.

6. Resiko kelebihan volume cairan dengan faktor resiko tidak adekuatnya

gradient osmotic dialisat; retensi cairan (malposisi kateter); pemasukan

oral/IV berlebihan.

7. Resiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko penggunaan dialisat

hipertonik dengan pembuangan cairan berlebihan dari volume sirkulasi.

8. Resiko infeksi dengan faktor resiko kontaminasi kateter selama pemasangan,

kontaminasi kulit pada sisi pemasangan kateter.

21

Page 22: HEMODIALISIS

3.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan krisis situasional; ancaman pada konsep diri; perubahan status kesehatan.1. Menyatakan perasaan

waspada adan penurunan ansietas sampai pada tingkat yang dapat diatasi.

2. Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif.

3. Tampak rileks, dapat tidur/istirahat dengan tepat

1. Kaji tingkat ansietas klien. Perhatikan tanda pengingkaran depresi, atau penyempitan focus perhatian.

2. Jelaskan prosedur/asuhan yang akan diberikan.

3. Akui kenormalan perasaan klien saat ini.4. Dorong klien untuk mengajukan

pertanyaan dan menyatakan masalah.

5. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam.

6. Dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan.

7. Berikan petunjuk mengenai sumber-sumber penyokong yang ada, seperti keluarga, konselor, dan sebagainya.

8. Berikan obat penenang sesuai order.

1. Membantu menentukan jenis intervensi yang akan diberikan.

2. Meningkatkan pengetahuan klien terhadap prosedur tindakan.

3. Mengetahui penyebab ansietas pada klien.4. Membuat perasaan terbuka dan

bekerjasama serta memberikan informasi yang akan membantu dalam identifikasi/mengatasi masalah.

5. Menurunkan kecemasan pada klien.

6. Meningkatkan perasaan berbagi, menguatkan perasaan berguna, memberikan kesempatan untuk mengakui kemampuan individu, dan dapat mengurangi kecemasan.

7. Meningkatkan/menyokong mekanisme koping pasien.

8. Untuk menghilangkan ansietas pada klien.Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

22

Page 23: HEMODIALISIS

1. Menyatakan pemahaman tentang kondisi dan hubungan tanda/gejala dan proses penyakit.

2. Secara benar melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.

1. Kaji tingkat pengetahuan klien.2. Dorong dan beri kesempatan klien untuk

bertanya.

3. Berikan penjelasan dengan sederhana sesuai kebutuhan klien.

4. Diskusikan pentingnya mempertahankan kebiasaan makan nutrisi; pencegahan fluktuasi cairan/keseimbangan elektrolit.

5. Beritahu pasien/keluarga tentang dialisis di rumah sesuai indikasi.

1. Mengetahui tingkat pengetahuan klien.2. Meningkatkan proses belajar,

meningkatkan pengetahuan untuk pengambilan keputusan.

3. Memudahkan klien menerima informasi yang dibutuhkan.

4. Meningkatkan pengetahuan klien terhadap pola diet, intake nutrisi dan cairan.

5. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman klien dan keluarga dalam melakukan terapi di rumah.

Diagnosa keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif; pemasukan kateter malalui dinding abdomen/iritasi kateter; penempatan kateter yang tidak tepat.1. Menyatakan penurunan

nyeri/ketidaknyamanan.2. Menunjukkan postur/ekspresi

wajah rileks, mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.

1. Kaji skala nyeri pada pasien, intensitas dan faktor pencetus.

2. Jelaskan bahwa ketidaknyamanan awal biasanya hilang setelah pertukaran pertama

3. Awasi nyeri yang mulai selama aliran dan berlanjut selama fase ekuilibrasi.

4. Perhatikan keluhan nyeri pada area bahu. Cegah udara masuk ke rongga peritoneum selama infuse.

5. Tinggikan kepala tempat tidur pada interval tertentu. Berikan perawatan

1. Membantu dalam mengidentifikasi sumber nyeri dan intervensi yang tepat.

2. Penjelasan dapat menurunkan ansietas, dan meningkatkan relaksasi selama prosedur.

3. Nyeri akan terjadi pada waktu ini jika dialisat asam menyebabkan iritasi kimia terhadao membrane peritoneal.

4. Masuknya udara ke dalam abdomen dapat mengiritasi diafragma dan mengakibatkan nyeri pada bahu.

5. Perubahan posisi dapat menghilangkan ketidaknyamanan abdomen dan otot umum.

23

Page 24: HEMODIALISIS

punggung dan masase jaringan.6. Hangatkan dialisat pada suhu tubuh

sebelum diinfuskan.7. Awasi nyeri abdomen berat/terus

menerus, dan peninggian suhu (khususnya setelah dialisis dihentikan).

8. Dorong penggunaan teknik relaksasi (nafas dalam, distraksi).

6. Meningkatkan kecepatan pembuangan urea melalui dilatasi pembuluh darah.

7. Indikasi terjadinya peritonitis.

8. Mengembalikan perhatian, meningkatkan rasa nyaman.

Diagnosa keperawatan: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan, prosedur dialisis yang lama.

1. Mempertahankan mobilits/fungsi optimal.

2. Menunjukkan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi (kontraktur, dekubitus)

1. Kaji keterbatasan aktivitas, perhatikan adanya/derajat keterbatasan/kemampuan.

2. Ubah posisi secara sering bila tirah baring; dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantal, gulungan sesuai indikasi.

3. Berikan pijatan kulit. Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit. Pertahankan linen tetap kering dan bebas kerutan.

4. Dorong nafas dalam dan batuk. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai yang diperbolehkan. Ubah satu sisi ke sisi yang lain.

5. Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien (music, tv).

6. Bantu dalam latihan rentang gerak aktif/pasif.

1. Mempengaruhi pilihan intervensi.

2. Mempertahankan kekuatan otot/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, mencegah kerusakan kulit.

3. Merangsang sirkulasi, mencegah iritasi kulit.

4. Memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi paru, menurunkan komplikasi paru.

5. Menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.

6. Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur, membantu

24

Page 25: HEMODIALISIS

7. Buat rencana program aktivitas dengan masukan dari pasien.

menurunkan tegangan otot.7. Meningkatkan energy pasien dan perasaan

sejahtera dan terkontrol.

Diagnosa keperawatan: Resiko cidera dengan faktor resiko kehilangan akses vaskuler akibat pembekuan; perdarahan karena lepasnya sambungan secara tidak sengaja.1. Mempertahankan jalan

masuk vaskuler paten.1. Awasi potensi aliran AV internal pada

interval sering: Palpasi getaran distal.

2. Perhatikan warna darah dan/atau pemisahan sel dan serum sebelumnya.

3. Evaluasi keluhan nyeri, kebas/kesemutan; perhatikan pembengkakan ekstremitas distal pada jalan masuk.

4. Hindari trauma pada pirau; contoh menangani selang dengan perlahan, pertahankan posisi kanula. Batasi aktivitas ekstremitas.

5. Pasang dua klem kanula pada balutan pirau, sediakan torniket. Bila kanula terpisah, klem pertama pada arteri kemudian kanula vena. Bila selang lepas

1. Getaran disebabkan oleh turbulen darah arterial tekanan aliran yang masuk ke sistem tekanan vena yang lebih rendah dan harus dipalpasi di atas sisi keluarnya vena.

2. Perubahan warna dari merah sedang sampai merah gelap keunguan menunjukan aliran darah lembam/pembekuan dini. Pemisahan dalam selang indikatif pembekuan. Darah merah gelap kemudian cairan kuning jernih menunjukan pembentukan bekuan lengkap.

3. Mengindikasikan ketidakadekuatan suplai darah. Menurunkan risiko pembekuan/pemutusan.

4. Dari beberapa bukti yang didapati pada pemeriksaan, dapat dengan segera tindakan/intervensi penanggulangan selanjutnya.

5. Mencegah kehilangan darah masif bila kanula terpisah atau pirau berubah posisi sambil menunggu bantuan medik.

25

Page 26: HEMODIALISIS

dari vena, klem kanula yang masih ditempatnya lakukan tekanan langsung pada sisi perdarahan. Pasang torniket diatasnya atau kembangkan balon pada tekanan diatas TD sistolik pasien.

6. Hindari kontaminasi pada sisi akses. Gunakan teknik aseptik dan masker bila memberikan perawatan pirau, mengganti balutan, dan bila melakukan proses dialisa.

6. Tanda infeksi/sepsis yang memerlukan intervensi medik cepat

Diagnosa keperawatan: Resiko kelebihan volume cairan dengan faktor resiko tidak adekuatnya gradient osmotic dialisat; retensi cairan (malposisi kateter); pemasukan oral/IV berlebihan.1. Mempertahankan berat badan

kering dalam batas normal, pasien tidak edema, bunyi nafas jelas dan kadar natrium dalam batas normal.

1. Ukur semua sumber pemasukan dan pengeluaran. Timbang dengan rutin.

2. Awasi TD, nadi.

3. Perhatikan adanya edema perifer/sakral. Pernapasan gemericik, dispnea, ortopnea, distensi vena leher, perubahan EKG menunjukan hipertrofi ventrikel.

1. Membantu mengevaluasi status cairan khususnya bila dibandingkan dengan berat badan. Peningkatan berat badan antara pengobatan harus tidak lebih dari 0,5 kg/hari.

2. Hipertensi dan takikardia antara hemodialisis dapat diakibatkan oleh kelebihan cairan dan/atau gagal jantung.

3. Kelebihan cairan karena tidak efisiennya dialisa atau hipervolemia berulang diantara pengobatan dialisa dapat menyebabkan/eksaserbasi gagal jantung, seperti diindikasi oleh tanda/gejala kongesti vena sistemik dan/atau pernafasan.

4. Kadar natrium tinggi dihubungkan dengan

26

Page 27: HEMODIALISIS

4. Awasi kadar natrium serum. Batasi pemasukan natrium sesuai indikasi.

5. Batasi pemasukan peroral cairan indikasi, pemberian jangka waktu memungkinkan cairan sepanjang periode 24 jam.

6. Perhatikan perubahan mental.

kelebihan cairan, edema, hipertensi, dan komplikasi jantung

5. Hemodialisa intermiten mengakibatkan retensi/kelebihan cairan antara prosedur dan dapat memerlukan pembatasan cairan. Jarak cairan membantu mengurangi haus.

6. Kelebihan cairan /hipervolemia, berpotensi untuk edema serebral (sindrom disekuilibrium).

Diagnosa keperawatan: Resiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko penggunaan dialisat hipertonik dengan pembuangan cairan berlebihan dari volume sirkulasi.1. Mempertahankan

keseimbangan cairan dibuktikan oleh berat badan dan tanda vital stabil, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada perdarahan

1. Ukur sama sumber pemasukan dan pengeluaran.

2. Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik bila tersedia selama dialisa.

3. Tempatkan pasien pada posisi telentang/trandelenburg sesuai kebutuhan.

4. Kaji adanya perdarahan terus menerus atau perdarahan besar pada sisi akses, membran mukosa, insisi/luka. Hematemesis/guaiak feses, drainase gaster.

5. Berikan cairan IV (contoh garam faal)/volume ekspander (contoh albumin)

1. Membantu mengevaluasi status cairan, khususnya bila dibandingkan dengan berat badan.

2. Hipotensi, takikardia, penurunan tekanan hemodinamik menunjukan kekurangan cairan.

3. Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi.

4. Heparinisasi sistemik selama dialisa meningkatkan waktu pembekuan dan menempatkan pasien pada resiko perdaahan, khususnya selama 4 jam pertama setelah prosedur.

5. Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi

27

Page 28: HEMODIALISIS

selama dialisa sesuai indikasi.

6. Penurunan kecepatan ultrafiltrasi selama dialisa sesuai indikasi.

7. Berikan protamin sulfat bila diindikasikan.

vena hemofolter CAV bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik.

6. Menurunkan jumlah air selama dibuang dan dapat memperbaiki hipotensi/hipovolemia.

7. Mungkin dilakukan untuk mengembalikan waktu pembekuan ke normal atau bila terjadi pelepasan heparin (sampai 16 jam setelah hemodialisasi).

Diagnosa keperawatan: Resiko infeksi dengan faktor resiko kontaminasi kateter selama pemasangan, kontaminasi kulit pada sisi pemasangan kateter.1. Mengidentifikasi intervensi

untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.

2. Tidak mengalami tanda/gejala infeksi.

1. Observasi teknik aseptic dan gunakan masker selama pemasangan kateter, ganti baluta dan kapan pun system dibuka. Ganti selang sesuai indikasi.

2. Ganti balutan sesuai indikasi dengan hati-hati tidak mengubah posisi kateter. Perhatikan karakter, warna, bau drainase dari sekitar sisi pemasangan.

3. Observasi warna dan kejernihan keluaran.4. Berikan pelindung betadine pada distal,

klem bagian kateter bila terapi dialisis intermitten digunakan.

5. Kolaborai untuk pemberian antibiotic profilaksis.

1. Mencegah introduksi organisme dan kontaminasi lewat udara yang dapat menyebabkan infeksi.

2. Lingkungan yang lembab meningkatkan pertumbuhan bakteri. Drainase purulen pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi local.

3. Keluaran keruh diduga infeksi peritoneal.4. Menurunkan resiko masuknya bacterial

melalui kateter antara tindakan dialisis bila kateter dihentikan dari system tertutup.

5. Antibiotic profilaksis digunakan untuk mencegah infeksi.

28

Page 29: HEMODIALISIS

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hemodialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi

secara pasif melalui suatu membrane berpori dari suatu kompartemen cair menuju

kompartemen cair lainnya yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk

limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.

Tujuan hemodialisis adalah untuk membuang produk sisa metabolisme protein

seperti urea, kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan air dengan mengetahui

tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan

positif dan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat, mempertahankan

atau mengembalikan sistem buffer tubuh serta mempertahankan atau

mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

Secara umum, dialisis dibedakan menjadi dua macam yaitu hemodialisis dan

dialisis peritoneal. Prinsip dari kedua tindakan ini adalah menggunakan prinsip

difusi, osmosis, dan utrafiltrasi sebagai pengganti dari fungsi ginjal yang rusak.

Meskipun pasien bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin hemodialisis, namun

masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari penyakit dan

hemodialisis. Oleh karena diperlukan suatu asuhan keperawatan yang

komprehensif untuk meminimalkan terjadinya komplikasi dari tindakan ini.

4.2 Saran

Adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi khususnya bagi

mahasiswa keperawatan, serta dapat memberikan masukan bagi tenaga medis

khususnya kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang

komperhensif pada pasien dengan hemodialisis.

29

Page 30: HEMODIALISIS

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Alih bahasa: Agung Waluyo). Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 (Alih bahasa: I Made Kariasa, dkk). Jakarta: EGC.

Sylvia & Lorraine. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Soepaman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

NKF. 2001. Guidelines For Hemodialysis Adequacy. http://www.nkf.com.

[diakses pada 18 Mei 2011]

30