hasan basry

22
Hasan Basry Brigjen Hasan Basry (lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 17 Juni 1923 – meninggal di Jakarta, 15 Juli 1984 pada umur 61 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia dimakamkan di Simpang Tiga, Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.[1] [sunting] Biografi Hasan Basry menyelesaikan pendidikan di Hollands Inlandsche School (HIS) yang setingkat sekolah dasar, kemudian ia mengikuti pendidikan berbasis Islam, mula-mula di Tsanawiyah al-Wathaniah di Kandangan, kemudian di Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo, Jawa Timur.[1] Setelah prolamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Dari sini ia mengawali kariernya sebagai pejuang. Pada 30 Oktober 1945, Hasan Basry berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan dengan menumpang kapal Bintang Tulen, yang berangkat lewat pelabuhan Kalimas Surabaya. Sesampainya di Banjarmasin, Hasan Basry menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia.

Upload: ahmad-asfahani

Post on 03-Oct-2015

303 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pahlawan

TRANSCRIPT

Hasan BasryBrigjen Hasan Basry (lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 17 Juni 1923 meninggal di Jakarta, 15 Juli 1984 pada umur 61 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia dimakamkan di Simpang Tiga, Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.[1][sunting] Biografi

Hasan Basry menyelesaikan pendidikan di Hollands Inlandsche School (HIS) yang setingkat sekolah dasar, kemudian ia mengikuti pendidikan berbasis Islam, mula-mula di Tsanawiyah al-Wathaniah di Kandangan, kemudian di Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo, Jawa Timur.[1]

Setelah prolamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Dari sini ia mengawali kariernya sebagai pejuang. Pada 30 Oktober 1945, Hasan Basry berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan dengan menumpang kapal Bintang Tulen, yang berangkat lewat pelabuhan Kalimas Surabaya. Sesampainya di Banjarmasin, Hasan Basry menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia. Selain itu melalui AA. Hamidhan, juga dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan yang ke Kandangan dikirim lewat H. Ismail.

Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah. Program utama organisasi ini adalah latihan keprajuritan, sebagai pemimpin ditunjuklah Hassan Basry. Pada tanggal 24 September 1946 saat acara pasar malam amal banyak tokoh Lasykar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Karena itu Hassan Basry mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk , Benteng Indonesia.[1]

Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M.Mursid anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi Hassan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Dengan mengerahkan pasukan Banteng Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk batalyon ALRI tersebut. Ia menempatkan markasnya di Haruyan. Selanjutnya ia berusaha menggabungkan semua kekuatan bersenjata di Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan yang baru terbentuk itu.[1]

Perkembangan politik di tingkat pemerintah pusat di Jawa menyebabkan posisi Hasan Basry dan pasukannya menjadi sulit. Sesuai dengan Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947), Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatera. Berarti Kalimantan merupakan wilayah yang ada di bawah kekuasaan Belanda. Akan tetapi, Hasan Basry tidak terpengaruh oleh perjanjian tersebut. Ia dan pasukannya tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Sikap yang sama diperlihatkan pula terhadap Perjanjian Renville (17 Januari 1948). Ia menolak untuk memindahkan pasukannya ke daerah yang masih dikuasai RI, yakni ke Jawa.[1]

Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan Belanda pada masa itu dengan puncaknya berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949.

Pada tanggal 2 September 1949 dilakukan perundingan antara ALRI DIVISI (A) dengan Belanda, beserta penengah UNCI. Pada kesempatan ini, Jenderal Mayor Suharjo atas nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI DIVISI (A) sebagai bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dengan pemimpin Hassan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel.

Kemudian pada 1 November 1949, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hassan Basry. Selesai perang kemerdekaan, beliau melanjutkan pendidikan agamaya ke Universitas Al Azhar tahun 1951 1953. Selanjutnya diteruskan di American University Cairo tahun 1953 1955.

Sekembalinya ke tanah air, pada tahun 1956, Hassan Basry di lantik sebagai Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel. Dan pada tahun 1959, ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat.

Pada saat suasana politik memanas karena kegiatan PKI dan ormasnya, Hassan Basry mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya pada tanggal 22 Agustus 1960. Keluarnya surat ini sempat ditegur oleh Presiden Sukarno, namun Hassan Basry sebagai kepala Penguasa Perang Daerah Kalsel tidak mentaati teguran presiden. Pembekuan PKI dan ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan, peristiwa ini dikenal dengan sebutan Tiga Selatan. Pada tahun 1961 1963, menjabat Deputi Wilayah Komando antar Daerah Kalimantan dengan pangkat Brigadir Jenderal. Pada tanggal 17 Mei 1961, bertepatan peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan. Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962, yaitu ketetapan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.

Pada 1960 1966, Hassan Basry menjadi anggota MPRS. Pada tahun 1970, beliau diangkat sebagai Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel sekaligus sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 Pusat dan Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia. Pada 1978 1982, Hassan Basry menjadi anggota DPR.

Hassan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakaman beliau dilaksanakan secara militer dengan inspektur upacara Mayjen AE. Manihuruk. beliau dimakamkan di Liang Anggang Banjarbaru Kalimantan Selatan. Atas jasa-jasanya, beliau dianugerahi sebagai Pahlawan Kemerdekaan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 November 2001Tjilik Riwut: Pahlawan Dayak-Nasional

Seorang yang bangga akan tanah leluhurnya serta selalu menyatakan dirinya sebagai "orang hutan" karena ia lahir dan tumbuh besar di belantara hutan Kalimantan. Ia lahir di Katunen, Kasongan, tepatnya Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Ia adalah seorang yang mencintai alam dan dan seorang yang mempunyai pendirian yang kuat yang dapat melihat sekitarnya dengan dasar yang kokoh terutama mengenai budaya Dayak.

Ketika Ia menginjak usia remaja, ia sering pergi seorang diri menuju Bukit Batu, untuk bertapa. Pada waktu melakukan pertapaan inilah ia memperoleh petunjuk pertama kali yang mengarahkannya untuk menyeberangi lautan menuju ke Pulau Jawa. Pada jaman dulu bisa dibayangkan keterbatasan sarana transportasi apalagi sarana komunikasinya sangatlah sulit. Unruk mencapai pulau Jawa ia tak kenal lelah dan putus asa, halangan serta rintangan dianggapnya sebagai pemacu semangat untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Segala macam cara ia coba untuk melakukannya baik itu ia harus berjalan kaki menerobos lebatnya belantara Kalimantan, menyusuri sungai menggunakan perahu maupun rakit, agar ia dapat mencapai pulau Jawa di seberang laut sana. Akhirnya, ia pun sampai juga di Banjarmasin, sekarang ibukota Kalimantan Selatan, dan di sinilah ia mendapatkan pekerjaan yang akan mengantarkannya ke tempat tujuan, yaitu Pulau Jawa.

Pada awal perjalanan karirnya (1940) di mulai menjadi seorang pemimpin redaksi majalah Pakat Dayak bersama "Suara Pakat". Koresponden Harian Pemandangan, pimpinan M. Tambran. Dan juga koresponden Harian Pembangunan, pimpinan Sanusi Pane, seorang sastrawan Indonesia angkatan pujangga baru. Ia juga menjadi salah seorang tokoh yang mewakili 142 suku Dayak yang berada di pedalaman Kalimantan (185.000 jiwa) yang menyatakan diri dan melaksanakan Sumpah Setia dengan upacara adat leluhur suku Dayak kepada pemerintah Republik Indonesia (17 Desember 1946). Ia adalah putra Dayak yang menjadi seorang anggota KNIP (1946 - 1949). Ia juga berjasa dalam memimpin Operasi penerjunan Pasukan Payung yang pertama kali dalam sejarah Angkatan Bersenjata Republik indonesia (17 Oktober 1947), tepatnya di desa Sambi, Pangkalanbun. Dengan pasukan MN 1001. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Pasukan Khas TNI-AU.

Dalam suatu kesempatan, ia akhirnya dapat pulang kembali ke tanah leluhurnya, dan kembali bertapa di Bukit Batu. Pada pertapaannya kali ini ia memohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa untuk perjuangannya melawan penjajah yang pada saat itu sedang "bertengger" di Indonesia. Dalam kesempatan itu ia pun bernazar untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka. Setelah ia selesai melakukan pertapaanya, ia memperoleh suatu benda, yaitu sebuah batu yang berbentuk seperti daun telinga. Petunjuk yang ia peroleh sewaktu bertapa mengatakan bahwa batu yang ia peroleh itu dapat dipergunakan untuk mendengar dan memantau musuh apabila di letakkan berdekatan dengan daun telinganya. Namun setelah kemerdekaan Indonesia, batu itu pun gaib keberadaannya.

Sebagai seorang pejuang yang sangat mencintai kebudayaan leluhurnya, ia sangat fanatik dengan angka 17, yaitu angka kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Karena begitu menyatunya dengan angka 17 ini pada dirinya maka sebagaian besar kehidupannya dipengaruhi oleh angka 17, berikut beberapa contohnya.

1. Pelaksanaan sumpah setia 142 suku di pedalaman Kalimantan yang ia wakili kepada pemerintah Republik Indonesia secara adat dihadapan Presiden Soekarno di Gedung Agung, Yogyakarta 17 Desember 1946.2. Desa Pahandut yang merupakan cikal bakal dari ibukota Kalimantan Tengah, yaitu Palangka Raya. Merupakan desa yang ke-17 yang dihitung dari sungai Kahayan.3. Peletakkan batu pertama kota Palangka Raya yang melambangkan perjuangan yang telah memberikan hasil kepada masyarakatnya, pada tanggal 17 Juli 1957.4. Ia menjadi gubernur yang pertama bagi provinsi yang ke-17, yaitu provinsi Kalimantan Tengah5. Kelahiran provinsi Kalimantan Tengah tepat pada masa pemerintahan Republik Indonesia Kabinet yang ke-17.

Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1987, putra terbaik Dayak ini tutup usia dalam usia 69 tahun di Rumah Sakit Suaka Insan, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Begitu banyak jasa dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh seorang putra Dayak ini, bahaya pun selalu mengintai keselamatannya. Namun berbekal keyakinan teguh serta semangat yang membara akan cita-cita yang telah lama diimpikannya, ia pun melakukan tugasnya tanpa kenal lelah apalagi kata menyerah dalam dirinya. Tidaklah kecil jasa seorang Tjilik Riwut kepada bangsa Indonesia. Haruslah generasi sekarang ini mengenang jasa-jasanya agar dapat memetik keteladanan, kegigihan serta perjuangan hidupnya agar dapat dijadikan panutan bagi kita.

Atas jasa-jasanya yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia serta membangun provinsi Kalimantan Tengah maka, pada masa pemerintahan presiden B.J. Habibie, ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia. untuk mengingat jasa seorang Tjilik Riwut, putra Kasongan sungai Katingan ini diabadikan pada berbagai tempat di Kalimantan Tengah, diantaranya bandara Palangka Raya, jalan terpanjang di Kalimantan yang menghubungkan kota Palangka Raya hingga daerah Kotawaringin.

BRIGJEND. H. HASAN BASRI

Brigjend H. Hasan Basri (lahir di Padang Batung Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 17 Juni 1923 - meninggal di Jakarta, 15 Juli 1984 pada umur 61 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia dimakamkan di Simpang Tiga, Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia dan Bapak Gerilya Kalimantan berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.Merdeka!Dengan ini kami rakjat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinja Pemerintah Gubernur Tentara dari "A.L.R.I" melingkungi seluruh daerah Kalimantan Selatan mendjadi bagian dari Republik Indonesia, memenuhi Proklamasi 17 Agustus 1945 jang ditandatangani oleh Pres. Soekarno dan Wakil Pres. M. Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperdjuangkan sampai tetesan darah jang penghabisan. Tetap Merdeka

Kandangan, 17 Mei Th. IV Rep.

Atas nama Rakjat Indonesia Di Kalimantan SelatanGubernur Tentara,

Hassan Basry

Hasan BasryDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Hasan Basry

Lahir17 Juni 1923Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan

Meninggal15 Juli 1984 (umur61)Jakarta

DimakamkanLiang Anggang, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

PangkatBrigadir Jenderal

PenghargaanPahlawan Nasional Indonesia

Brigjen Hasan Basry (lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 17 Juni 1923meninggal di Jakarta, 15 Juli 1984 pada umur 61 tahun) adalah seorang tokoh militer dan Pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Simpang Empat, Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 110/TK/2001 tanggal 3 November 2001.[1]Daftar isi 1 Biografi 2 Peran di Bidang Pendidikan 3 Lihat pula 4 Referensi 5 Tautan luarBiografi

Hasan Basry menerima rangkaian bunga beberapa saat sesudah pertemuan dengan misi militer Belanda dan utusan PBB (UNCI) di Munggu Raya, Kandangan 2 September 1949Hasan Basry menyelesaikan pendidikan di Hollands Inlandsche School (HIS) yang setingkat sekolah dasar, kemudian ia mengikuti pendidikan berbasis Islam, mula-mula di Tsanawiyah al-Wathaniah di Kandangan, kemudian di Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo, Jawa Timur.[1]Setelah prolamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Dari sini ia mengawali kariernya sebagai pejuang. Pada 30 Oktober 1945, Hasan Basry berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan dengan menumpang kapal Bintang Tulen, yang berangkat lewat pelabuhan Kalimas Surabaya. Sesampainya di Banjarmasin, Hasan Basry menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia. Selain itu melalui AA. Hamidhan, juga dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan yang ke Kandangan dikirim lewat H. Ismail.Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah. Program utama organisasi ini adalah latihan keprajuritan, sebagai pemimpin ditunjuklah Hassan Basry. Pada tanggal 24 September 1946 saat acara pasar malam amal banyak tokoh Lasykar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Karena itu Hassan Basry mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk , Benteng Indonesia.[1]Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M.Mursid anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi Hassan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Dengan mengerahkan pasukan Banteng Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk batalyon ALRI tersebut. Ia menempatkan markasnya di Haruyan. Selanjutnya ia berusaha menggabungkan semua kekuatan bersenjata di Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan yang baru terbentuk itu.[1]Perkembangan politik di tingkat pemerintah pusat di Jawa menyebabkan posisi Hasan Basry dan pasukannya menjadi sulit. Sesuai dengan Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947), Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatera. Berarti Kalimantan merupakan wilayah yang ada di bawah kekuasaan Belanda. Akan tetapi, Hasan Basry tidak terpengaruh oleh perjanjian tersebut. Ia dan pasukannya tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Sikap yang sama diperlihatkan pula terhadap Perjanjian Renville (17 Januari 1948). Ia menolak untuk memindahkan pasukannya ke daerah yang masih dikuasai RI, yakni ke Jawa.[1]Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan Belanda pada masa itu dengan puncaknya berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949 atau Proklamasi Kalimantan.Pada tanggal 2 September 1949 dilakukan perundingan antara ALRI DIVISI (A) dengan Belanda, beserta penengah UNCI. Pada kesempatan ini, Jenderal Mayor Suharjo atas nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI DIVISI (A) sebagai bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dengan pemimpin Hassan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel.Kemudian pada 1 November 1949, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hassan Basry. Selesai perang kemerdekaan, beliau melanjutkan pendidikan agamaya ke Universitas Al Azhar tahun 1951 1953. Selanjutnya diteruskan di American University Cairo tahun 1953 1955.Sekembalinya ke tanah air, pada tahun 1956, Hassan Basry di lantik sebagai Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel. Dan pada tahun 1959, ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat.Pada saat suasana politik memanas karena kegiatan PKI dan ormasnya, Hassan Basry mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya pada tanggal 22 Agustus 1960. Keluarnya surat ini sempat ditegur oleh Presiden Sukarno, namun Hassan Basry sebagai kepala Penguasa Perang Daerah Kalsel tidak mentaati teguran presiden. Pembekuan PKI dan ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan, peristiwa ini dikenal dengan sebutan Tiga Selatan. Pada tahun 1961 1963, menjabat Deputi Wilayah Komando antar Daerah Kalimantan dengan pangkat Brigadir Jenderal. Pada tanggal 17 Mei 1961, bertepatan peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan. Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962, yaitu ketetapan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.Pada 1960 1966, Hassan Basry menjadi anggota MPRS. Pada tahun 1970, beliau diangkat sebagai Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel sekaligus sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 Pusat dan Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia. Pada 1978 1982, Hassan Basry menjadi anggota DPR.Hassan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakaman beliau dilaksanakan secara militer dengan inspektur upacara Mayjen AE. Manihuruk. beliau dimakamkan di Liang Anggang Banjarbaru Kalimantan Selatan. Atas jasa-jasanya, beliau dianugerahi sebagai Pahlawan Kemerdekaan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 November 2001.Peran di Bidang PendidikanHassan Basry, bersama rekan-rekan Kesatuan Tentara Nasional Indonesia Divisi Lambung Mangkurat, para pejuang dan tokoh masyarakat, membentuk Dewan Lambung Mangkurat pada tanggal 3-10 Maret 1957. Salah satu rencana kerja adalah mendirikan perguruan tinggi di Kalimantan. Pada pertengahan tahun 1958 dibentuk Panitia Persiapan Pendirian Universitas Lambung Mangkurat yang diketuai Hassan Basry[2].Pada 21 September 1958, panitia berhasil mendirikan Universitas Lambung Mangkurat dengan susunan kepemimpinan: Presiden Universitas: Letkol H. Hasan Basry; Wakil Presiden: Mayor Abdul Wahab Syahranie; dan Sekretaris: Drs. Aspul Anwar. Pada awal berdirinya, universitas ini terdiri atas empat fakultas, yaitu: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Sosial dan Politik, dan Fakultas Islamilogi. Pada tanggal 1 November 1960, Universitas Lambung Mangkurat resmi sebagai perguruan tinggi negeri (PTN)[3].

HASSAN BASRY: Pahlawan Nasional dariKalselSeptember 24, 20097 Votes

Dikenal sebagai Bapak Gerilya Kalimantan yang mendapat gelar Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 110/TK Tahun 2001, tanggal 3 November 2001. Hassan Basry dilahirkan di Padang Batung, Kandangan 17 Juni 1923. Pendidikannya Volkschool Padang Batung 1929-1932, HIS Kandangan 1940-1942, Tsanawiyah Al Wathaniyah Kandangan 1940-1942, Kweekschool Islam Pondok Modern Gontor Ponorogo 1942-1945, Al Azhar University 1951-1953, American University 1953-1955 dan SSKAD Bandung1956. Pada masa perjuangan ia merupakan aktivis PRI di Surabaya 1945, kemudian menyeberang ke Kalsel sebagai pemimpin Lasykar Syaifullah di Haruyan 1946, pemimpin Banteng Indonesia 1946, dan Komandan Batalyon ALRI Divisi IV A Pertahanan Kalimantan 1946. Ia mengembara sebagai ekstremis buronan di hutan-hutan Kalimantan. Namanya paling dibenci, tapi juga ditakuti Belanda, dan disegani pengikut-pengikutnya. Ia dipandang sebagai biangkeladi ekstremis paling berbahaya di kawasan ini. Namun oleh rakyat ia adalah Bapak Gerilya yang paling dicintai dan berkharisma pada zamannya. Ia adalah Pimpinan Umum/Komandan/Panglima/ Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.Di tahun 1948-1949, ia berhasil memimpin perlawanan bersenjata sehingga pasukannya dapat menguasai sebagian besar wilayah territorial di Kalimantan Selatan minus kota-kota yang masih diduduki NICA.Pada tanggal 17 Mei 1949 Hassan Basry atas nama rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan memproklamasikan Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. PROKLAMASI Merdeka :Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur Tentara dari ALRI melingkungi seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia, untuk memenuhi isi Proklamasi 17 Agustus 1945 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetes darah yang penghabisan.Tetap Merdeka !Kandangan,17 Mei IV REP.Atas nama rakyat Indonesiadi Kalimantan SelatanGubernur TentaraHASSAN BASRYPenguasaan para gerilyawan itu akhirnya memaksa Belanda meminta bantuan pihak militer Republik dan UNCI sebagai penengah dalam perundingan dengan pihak ALRI Divisi IV. Perundingan pertama kali antara ALRI Divisi IV yang diwakili Letkol Hassan Basry dengan pihak Belanda yang ditengahi Jenderal Mayor R. Suhardjo Hardjowardojo dari misi militer Republik dan UNCI berlangsung pada tanggal 2 September 1949 di Munggu Raya Kandangan. Selanjutnya setelah melalui beberapa pertemuan, perundingan resmi antara kedua belah pihak yang ditengahi oleh misi militer Republik dan UNCI tanggal 16/17 Oktober 1949 menghasilkan kesepakatan perhentian permusuhan secara resmi di Kalimantan Selatan. Pada masa Orde Lama, Hassan Basry merupakan tokoh yang teguh pendiriannya dalam menentang Partai Komunis Indonesia (PKI). Bersama Letnan Kolonel M. Yusi dan Gubernur H. Maksid dan didukung oleh masyarakat Kalsel yang agamis, ia dikenal sebagai tiga serangkai yang solid menentang Komunisme. Selaku Penguasa Perang Daerah (Peperda) Kalimantan Selatan, Hassan Basry mengeluarkan keputusan untuk sementara melarang kegiatan Partai Komunis Indonesia dalam Daerah Kalimantan Selatan dengan Surat Keputusan No. 140/S/K.P/tahun 1960 yang berlaku sejak tanggal 22 Agustus 1960.Sikap Penguasa Perang Daerah Kalimantan Selatan ini diikuti oleh Daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan, walaupun dua daerah ini tidak secara konkrit menuangkannya dalam Surat Keputusan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan PERISTIWA TIGA SELATAN.Presiden Soekarno, selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia menyatakan kemarahannya terhadap adanya keputusan Peperda Kalimantan Selatan dalam Pidato Kenegaraan tanggal 17 Agustus 1962 yang berjudul Tahun Kemenangan, antara lain :Malahan masih ada satu daerah, yang disitu itu belum dapat dibentuk Front Nasional Daerah, karena adanya orang-orang yang Komunisto Phobi. Kepada mereka itu saya berkata : Suatu hari akan datang yang saya melihat segala usahamu gagal. Dan mungkin satu hari akan datang, yang engkau harus menebus kejahatanmu itu di dalam penjara, atau tiang penggantungan.Oleh Presiden Soekarno, Kolonel Hassan Basry diminta penjelasannya dalam rapat para Ketua Peperda se Indonesia, namun Hassan Basry tetap kukuh meski kemudian bahwa tindakan yang diambil oleh PEPERDA TIGA SELATAN akan diambil alih oleh PEPERTI untuk penyelesaiannya.Satu minggu kemudian keluar pengumuman Peperti bahwa PKI dapat melakukan kegiatannya kembali di tiga daerah tersebut. Walaupun telah ada pengumuman Peperti, Kolonel Hassan Basry selaku Peperda Kalimantan Selatan tetap bertekat menghentikan kegiatan PKI dan ormas-ormasnya di Kalimantan Selatan. Pada awal September 1960, Kolonel Hassan Basry dipanggil menghadap Presiden dan meminta agar PKI diperbolehkan bergerak kembali, tetapi Kolonel Hassan Basry tetap pada pendiriannya menolak kegiatan PKI. Presiden Soekarno sampai dua kali mengajukan permintaan ini, tetapi Kolonel Hassan Basry tetap pada pendiriannya sehingga Presiden Soekarno sangat marah. Dan setahun kemudian barulah PKI dapat aktif kembali.Hassan Basry meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto Jakarta pada tanggal 15 Juli 1984, dan keesokan harinya dimakamkan di Simpang Tiga desa Liang Anggang Km. 25 Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.Brigjen Hasan Basri at 1:02 AM 2 comments

Hassan Basry bin Ismail Djinal, dilahirkan pada 17 Juni 1923 di kampung Padang Batung, Kandangan, Kalimantan Selatan. Setelah menamatkan sekolah dasar (Volk-school) tahun 1932, beliau melanjutkan ke Hollands Inlandse School (HIS) selesai tahun 1939. Hassan Basry tidak seperti kebanyakan pemuda pada masa itu yang banyak melanjutkan ke MULO, beliau lebih tertarik pada bidang agama sehingga melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Agama Tingkat Menengah (Tsanawiyah Al Wathaniyah) di Kandangan dan selesai tahun 1942.Pada tahun 1942 itulah Hassan Basry meninggalkan kampung halaman pergi ke Pulau Jawa dan melanjutkan ke Kweek School Islam di Pondok Pesantren Gontor sampai selesai tahun 1945. Setelah lulus dari sana beliau diangkat menjadi guru agama pada Sekolah Menengah Pertama Islam di kota Malang.Setelah proklamasi, Hassan Basry bersama putera-putera Kalimantan lainnya yang bermukim di Pulau Jawa ikut menyumbangkan tenaga bagi tegaknya Republik Indonesia. Saat itu beliau mendengar kegagalan perjuangan di Kalimantan sehingga bersama rekan lainnya pada tanggal 30 Oktober 1945 berhasil menyusup pulang ke Kalimantan Selatan dengan menumpang kapal Bintang Tulen, yang berangkat lewat pelabuhan Kalimas Surabaya. Sesampainya di Banjarmasin, Hassan Basry menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia. Selain itu melalui AA. Hamidhan, juga dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan yang ke Kandangan dikirim lewat H. Ismail.Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah. Program utama organisasi ini adalah latihan keprajuritan, sebagai pemimpin ditunjuklah Hassan Basry. Pada tanggal 24 September 1946 saat acara pasar malam amal banyak tokoh Lasykar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Karena itu Hassan Basry mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk Banteng Indonesia.Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M.Mursid anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi Hassan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Dengan mengerahkan pasukan Banteng Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk batalyon ALRI tersebut.Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan Belanda pada masa itu dengan puncaknya berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949.Pada tanggal 2 September 1949 dilakukan perundingan antara ALRI DIVISI (A) dengan Belanda, beserta penengah UNCI. Pada kesempatan ini, Jenderal Mayor Suharjo atas nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI DIVISI (A) sebagai bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dengan pemimpin Hassan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel.Kemudian pada 1 November 1949, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hassan Basry. Selesai perang kemerdekaan, beliau melanjutkan pendidikan agamaya ke Universitas Al Azhar tahun 1951 1953. Selanjutnya diteruskan di American University Cairo tahun 1953 1955.Sekembalinya ke tanah air, pada tahun 1956, Hassan Basry di lantik sebagai Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel. Dan pada tahun 1959, ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat. Pada saat suasana politik memanas karena kegiatan PKI dan ormasnya, Hassan Basry mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya pada tanggal 22 Agustus 1960. Keluarnya surat ini sempat ditegur oleh Presiden Sukarno, namun Hassan Basry sebagai kepala Penguasa Perang Daerah Kalsel tidak mentaati teguran presiden. Pembekuan PKI dan ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan, peristiwa ini dikenal dengan sebutan Tiga Selatan. Pada tahun 1961 1963, menjabat Deputi Wilayah Komando antar Daerah Kalimantan dengan pangkat Brigadir Jenderal.Pada tanggal 17 Mei 1961, bertepatan peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan. Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962, yaitu ketetapan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan.Pada 1960 1966, Hassan Basry menjadi anggota MPRS. Pada tahun 1970, beliau diangkat sebagai Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel sekaligus sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 Pusat dan Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia. Pada 1978 1982, Hassan Basry menjadi anggota DPR.Hassan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemakaman beliau dilaksanakan secara militer dengan inspektur upacara Mayjen AE. Manihuruk. beliau dimakamkan di Liang Anggang Banjarbaru Kalimantan Selatan. Atas jasa-jasanya, beliau dianugerahi sebagai Pahlawan Kemerdekaan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 November 2001.

Sumber : http://bubuhanbanjar.wordpress.com/

Satu Peristiwa Hasan Basri at 9:59 PM 1 comments

Cerita berikut merupakan kisah nyata yang pernah dituturkan oleh seorang sesepuh dalam keluarga kami (baca : nenek) yang pernah menyelamatkan Hasan Basri, yaitu Komandan Divisi IV ALRI Kalimantan (maaf kalau salah menyebut jabatan beliau) yang merupakan pahlawan kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan di era mempertahankan kemerdekaan RI.Diceritakan pada masa itu, rumah nenek di Kampung Durian Rabung (Padang Bantung, Kandangan) merupakan tempat peristirahatan Hasan Basri jika keluar dari tempat persembunyiannya. Jadi beliau sering singgah dan sekedar melepas lelah di rumah nenek. Pada hari itu, ketika Hasan Basri berada di rumah nenek, tiba-tiba datanglah patroli pasukan Belanda ke Kampung Durian Rabung. Entah mendapatkan informasi dari mana, patroli tersebut langsung mengepung rumah nenek dan menggedor pintu meminta masuk.Hasan Basri yang merasa menjadi target patroli mencoba melarikan diri lewat pintu belakang, namun ternyata rumah sudah dikepung rapat oleh pasukan Belanda. Dalam kebingungan mencari persembunyian, nenek mengambil lanjung (alat angkut padi yang digendong) dan menyuruh Hasan Basri untuk duduk jongkok. Kemudian nenek menutup beliau dengan lanjung.Pasukan Belanda yang sudah masuk ke dalam rumah segera menggeledah setiap sudut rumah, tiada sedikitpun luput dari periksa Belanda kecuali lanjung tersebut yang tidak pernah diangkat. Padahal seandainya ada yang mengangkat lanjung tersebut, maka Hasan Basri tidak dapat melarikan diri. Jika ini terjadi mungkin sejarah perjuangan rakyat Kalimantan akan berubah arah. Dengan hasil tangan hampa pasukan Belanda meninggalkan rumah nenek. Peristiwa ini terjadi tidak sempat diteliti lebih jauh, apakah sebelum atau sesudah Proklamasi 17 Mei.Entah hal apa yang membuat pasukan Belanda tidak mengangkat lanjung. Apakah memang tidak seorangpun melihat lanjung di sudut dapur, atau dalam pikiran mereka tidak mungkin seseorang mampu bersembunyi di bawah lanjung yang tertutup tersebut. Hanya Allah yang tahu.

Lanjung : alat angkut padi yang digendong berbentuk seperti limas persegi empat terpotong, terbuat dari rotan.Hasan Basri, pangkat terakhir beliau adalah Brigadir Jenderal, meninggal sekitar tahun 1980, dimakamkan di Bundaran Liang Anggang, beliau adalah pembaca Proklamasi Rakyat Kalimantan pada tanggal 17 Mei 1948, yang isinya menyatakan bahwa Kalimantan adalah bagian dari Negara Republik Indonesia sesuai yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945. Sekarang nama beliau diabadikan sebagai nama jalan, Stadion 17 Mei, Tugu 17 Mei di Gambut (Km 17), dan banyak tempat lainnya. Semoga semangat beliau seperti yang tertulis pada makamnya Waja Sampai Kaputing, benar-benar diwarisi oleh generasi muda Kalimantan dalam mengabdikan dirinya untuk negara, bangsa dan agama. Semoga semua amal kebaikan beliau diterima Allah dan diangkat sebagai syahid yang membela negara dan agamanya. Amin.

Biografi Hasan Basry

Hasan Basry adalah putra asli Kalimantan Selatan. Beliau mengenyam pendikan setingkat HIS, lalu melanjutkan ke sekolah Tsanawiyah al-Wathaniah di Kandangan. Setelah itu, Hasan Basry pindah ke Ponorogo, Jawa Timur, untuk melanjutkan belajar di Kweekschool Islam.Saat Proklamasi kemerdekaan berkumandang, Hasan Basry bergabung dengan organisasi Pemuda Kalimantan di Surabaya. Beliau kemudian kembali ke tanah kelahirannya untuk mengabarkan berita kemerdekaan Indonesia pada 30 Oktober 1945. Beliau pun bergabung dengan Laskar Syaifullah. Saat para anggota laskar banyak yang tertangkap Belanda, ia mendirikan Banteng Indonesia untuk melanjutkan perjuangan. Para anggota Banteng Indonesia ini kelak menjadi cikal bakal batalyon ALRI Divisi IV yang dibentuk Hasan Basry dan bermarkas di Haruyan.Hasil perundingan Linggarjati (25 Maret 1947) dan Perjanjian Renville (17 Januari 1948) membuat wilayah Indonesia saat itu hanya meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera. Hasan Basry tidak membiarkan Kalimantan berada di bawah Belanda. Beliau terus berjuang hingga berhasil mengalahkan tentara Belanda di Kalimantan. Pada 17 Mei 1949, beliau menyatakan bahwa Kalimantan adalah bagian dari NKRI. Selanjutnya, Hasan Basry berunding dengan Belanda melalui perantara UNCI(United Nation Comission for Indonesia). Setelah perundingan, Divisi IV ALRI menjadi bagian Divisi Lambung Mangkurat TNI AD. Hasan Basry diangkat sebagai panglima dengan pangkat letnan kolonel.Beliau kemudian menempuh pendidikan di Kairo, Mesir (1951-1956). Sekembalinya ke Indonesia, beliau sempat menjabat sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat, anggota MPRS, pengurus pusat legion Veteran RI, dan anggota DPR. Tempat/Tgl. Lahir : Kandangan, 17 Juni 1923 Tempat/Tgl. Wafat : Jakarta, 15 Juli 1984 SK Presiden : Keppres No. 110/TK/2001, Tgl.3 November 2001 Gelar :Pahlawan NasionalPada saat pemberontakan PKI, Hasan Basry langsung membekukan kegiatan partai tersebut.Walaupun mendapatkan teguran dari Sukarno, keputusan tersebut menginspirasi tindakan serupa di Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan.Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Tiga Selatan.Hasan Basrywafat pada tahun 1984 di Jakarta.

Biografi Brigjen Hasan basri Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Brigjen Hasan basri.Setelah prolamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah. Karena itu Hassan Basry mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk , Benteng Indonesia.Ia menempatkan markasnya di Haruyan. Perkembangan politik di tingkat pemerintah pusat di Jawa menyebabkan posisi Hasan Basry dan pasukannya menjadi sulit. Perjuangan Hassan Basry di Kalimantan Selatan selalu merepotkan pertahanan Belanda pada masa itu dengan puncaknya berhasil memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949.Sekembalinya ke tanah air, pada tahun 1956, Hassan Basry di lantik sebagai Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel. Dan pada tahun 1959, ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat.Pada tanggal 17 Mei 1961, bertepatan peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan Hassan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan. Pada 1960 1966, Hassan Basry menjadi anggota MPRS. Pada 1978 1982, Hassan Basry menjadi anggota DPR.Hassan Basry meninggal pada tanggal 15 Juli 1984 setelah sakit dan dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. beliau dimakamkan di Liang Anggang Banjarbaru Kalimantan Selatan.