hanifa or_260110150037

10

Click here to load reader

Upload: sheila-pratiwi

Post on 07-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

qw

TRANSCRIPT

Page 1: Hanifa OR_260110150037

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL

SEMESTER GANJIL 2015 – 2016

PENENTUAN KOEFISIEN PARTISI MINYAK ATAU AIR ASAM

SALISILAT

Hari / Jam Praktikum : Selasa / 13.00 – 16.00

Tanggal Praktikum : 15 September 2015

Kelompok : VII

Asisten : Sheila Pratiwi

Theresia Ratnadevi

HANIFA OLGHA RIZKA

260110150037

LABORATORIUM KIMIA MEDISINAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015

Page 2: Hanifa OR_260110150037

PENENTUAN KOEFISIEN PARTISI MINYAK ATAU AIR ASAM

SALISILAT

I. TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan koefisien partisi asam salisilat

menggunakan metode pengocokan.

II. PRINSIP

1. Koefisien Partisi

Disebut juga koefisien distribusi, perbandingan dari konsentrasi senyawa

fase organik dengan konsentrasi senyawa fase anorganik (Martin, 2013).

2. Titrasi Asam-Basa

Cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang pasti

dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan larutan lain yang

konsentrasinya diketahui (Maftuhah, 2013).

III. REAKSI

1. Pembakuan NaOH

H2C2O11 + 2 NaOH → Na2C2O4 + 2 H2O

2. NaOH dengan Asam Salisilat

C7H6O3 + NaOH → Na-salisilat + H2O

IV. TEORI DASAR

Saat manusia mengidap penyakit, mereka akan mengonsumsi obat. Obat

tersebut bekerja di dalam tubuh untuk menonaktifkan penyebab dari

penyakit tersebut melalui sistem peredaran darah manusia sampai pada

akhirnya mencapai reseptor. Distribusi obat di dalam tubuh ini dipengaruhi

oleh koefisien partisi. Selain itu, suatu senyawa dapat mencapai jaringan

tertentu karena faktor koefisien partisi (Nogrady, 1998).

Page 3: Hanifa OR_260110150037

Pengetahuan tentang partisi ini penting untuk ahli farmasi karena terkait

dengan bidang farmasetika, termasuk absorbsi dan distribusi obat ke seluruh

tubuh serta kerja obat pada tempat yang tidak spesifik (Martin, 2013).

Jika suatu zat ditambahkan ke dalam campuran dari dua zat yang tidak

tercampur, maka zat itu akan mendistribusi diri di antara kedua fase dengan

perbandingan konsentrasi tertentu. Perbandingan konsentrasi ini membentuk

persamaan kesetimbangan, yaitu :

tetapan ini disebut sebagai koefisien distribusi atau koefisien partisi.

Dimana C1 adalah fase organik dan C2 adalah fase anorganik (Martin,

2013).

Titrasi asam-basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga

akan terjadi perubahan pH larutan. Reaksi dalam titrasi dapat terdiri dari

asam kuat dengan basa kuat, asam lemah dengan basa kuat serta sebaliknya.

(Ashadi, 2012).

Lalu, pada titrasi asam-basa, memiliki kurva titrai yang merupakan

hubungan antara volume basa sebagai penetrasi (sumbu x) dengan pH

(sumbu y) dimana keduanya berbanding lurus sehingga jika basa sebagai

penetrasi bertambah, maka pH larutan pun meningkat. Sebaliknya, pada

titrasi basa-asam, volume asam sebagai penetrasi (sumbu x) dengan pH

(sumbu y) sehingga bertambahnya asam, maka pH larutan akan menurun

(Ashadi, 2012).

Asam salisilat memiliki rumus molekul C7H6O3. Berwujud serbuk

berwarna putih, kelarutannya dalam air hanya 550 bagian dalam air

sehingga dapat diartikan bahwa asam salisilat tidak sepenuhnya larut dalam

air. Asam salisilat memiliki nama Acidum Salicylicum (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

V. ALAT DAN BAHAN

5.1. Alat 5.2. Bahan

Page 4: Hanifa OR_260110150037

1) Balf 1) Aquades

2) Buret 2) Larutan indikator fenolftalein

3) Corong Pemisah 3) Larutan asam salisilat

4) Gelas Kimia 4) Larutan dietil eter

5) Labu Erlenmeyer 5) Larutan NaOH

6) Neraca Analitik

7) Pipet Tetes

8) Pipet Volume

9) Spatel

10) Statif dan Klem

VI. PROSEDUR

6.1. Pembuatan Larutan NaOH

Pelet NaOH ditimbang seberat 0,6 gram. Pada saat bersamaan,

150ml aquades mendidih disiapkan di dalam gelas kimia. Setelah itu,

NaOH dilarutkan pada aquades mendidih hingga larut.

6.2. Pembakuan NaOH

Asam oksalat disiapkan dalam labu Erlenmeyer sebanyak 10ml.

Lalu, ditetesi dengan larutan PP sebanyak 2 tetes. Selanjutnya dititrasi

dengan larutan NaOH. Selisih volume NaOH dihitung.

6.3. Pembuatan Larutan Asam Salisilat

Asam salisilat ditimbang seberat 1,5 gram. Pada saat bersamaan,

150 ml aquades mendidih disiapkan dalam gelas kimia. Setelah itu,

asam salisilat dilarutkan pada aquades mendidih hingga larut.

6.4. Bagian 1

15ml larutan asam salisilat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

lalu ditambahkan 20ml air. Setelah itu, larutan diberi indikator PP

sebanyak 2 tetes. Setelah itu, dititrasi dengan larutan NaOH hingga

dihasilkan warna samar merah muda. Hitung selisih volume NaOH.

Dilakukan sebanyak 2 kali.

Page 5: Hanifa OR_260110150037

6.5. Bagian 2

15ml larutan asam salisilat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer.

10ml dietil eter ditambahkan ke dalam larutan. Lalu, larutan dikocok

menggunakan corong pemisah. Tunggu hingga terlihat larutan terpisah

menjadi 2 bagian. Lapisan bawah dimasukkan ke dalam labu

Erlenmeyer setelah itu ditambahkan 20ml air. Diteteskan indikator PP

sebanyak 3 tetes. Berikutnya dititrasi dengan larutan NaOH hingga

dihasilkan warna samar merah muda. Hitung selisih volume NaOH.

VII. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Perlakuan Hasil Pengamatan

NaOH diaduk dalam 150ml air

mendidih

Air berwarna bening, NaOH larut

dalam air.

Asam salisilat diaduk dalam

150ml air mendidih

Air berwarna keruh, asam salisilat

tidak sepenuhnya larut dalam air

Titrasi 1 pembakuan NaOH Perubahan warna dari bening

menjadi samar merah muda.

V0 = 0 ml

V1 = 12ml

∆V1 = 12 ml

Titrasi 2 pembakuan NaOH Perubahan warna dari bening

menjadi samar merah muda.

V0 = 0 ml

V2 = 13,2 ml

∆V2 = 13,2 ml

V rata-rata =

= 12,6 ml

Page 6: Hanifa OR_260110150037

N1. V1 = N2. V2

0,1. 10 = NNaOH. 12,6

NNaOH = 0,079 N

Titrasi 1 bagian 1 Perubahan warna dari bening

menjadi samar merah muda.

V0 = 0 ml

V1 = 7,3 ml

∆V1 = 7,3 ml

Titrasi 2 bagian 1 Perubahan warna dari bening

menjadi samar merah muda.

V0 = 0 ml

V2 = 8,6 ml

∆V2 = 8,6 ml

V rata-rata =

= 7,95 ml

N1. V1 = N2. V2

0,07. 7,95 = Nas. salisilat. 15

Nas. salisilat = 0,037 N (fase anorganik)

Titrasi bagian 2 Perubahan warna dari bening

menjadi samar merah muda.

V0 = 0 ml

V1 = 15ml

∆V1 = 15ml

N fase organik = N2 [1] – N2 [2]

= 0,079 – 0,037

Page 7: Hanifa OR_260110150037

= 0,042 N

Kp =

=

= 1,135

VIII. PEMBAHASAN

Pada tahap pertama, praktikan membuat larutan NaOH terlebih dahulu

dari padatan (pelet) NaOH. NaOH dilarutkan pada air yang hangat, ini

berguna agar NaOH cepat larut karena suhu yang tinggi dapat meningkatkan

gerak partikel. Dalam arti lain, partikel akan terpecah menjadi bagian-

bagian yang lebih kecil lagi.

Tahap kedua yaitu membuat larutan asam salisilat. Dilakukan dalam air

yang hangat pula, tujuannya pun sama agar padatan dapat cepat larut.

Namun, serbuk asam salisilat tidak larut dalam air sepenuhnya karena asam

salisilat termasuk senyawa hidrofob, tidak suka air.

Tahap ketiga yaitu menitrasi duplo asam oksalat 0,1 N dengan NaOH.

Duplo berarti dilakukan sebanyak 2 kali, ini dilakukan agar volume yang

didapatkan lebih akurat. Pada titrasi pertama didapatkan selisih volume

NaOH yang terpakai adalah 12ml sedangkan yang kedua didapatkan 13,2ml.

Lalu dirata-rata dan didapatkan hasilnya yaitu 12,6ml. Titrasi ditujukan

untuk menentukan konsentrasi NaOH dengan persamaan N1. V1 = N2. V2

yang akan dipakai untuk menitrasi zat-zat yang lain. Titrasi berlangsung

hingga warna larutan berubah menjadi warna merah muda. Sebelumnya

digunakan indikator PP terlebih dahulu sebanyak 2 tetes, ini ditujukan agar

larutan dapat terdeteksi saat titrasi asam-basa berhasil karena indikator PP

akan berubah warna jika larutannya berubah pH menjadi basa. Pada

akhirnya, konsentrasi NaOH didapatkan, yaitu 0,079 N.

Tahap keempat yaitu titrasi duplo antara asam salisilat dengan NaOH.

Pada titrasi ini, yang dicari adalah konsentrasi dari larutan asam salisilat.

Yang akan menjadi senyawa yang berfase anorganik. Pada titrasi ini,

didapatkan konsentrasi asam salisilat sebesar 0,037 N.

Page 8: Hanifa OR_260110150037

Tahap kelima yaitu titrasi asam salisilat dengan NaOH namun yang

membedakannya adalah sebelumnya diberi dietil eter terlebih dahulu. Ini

ditujukan untuk mendapatkan senyawa yang berfase organik yaitu dietil

eter. Pada tahap ini, praktikan sempat gagal karena saat pemisahan dietil

eter dengan asam salisilat, dietil eter terikut dalam asam salisilat. Sehingga

titrasi tidak menghasilkan apa-apa. Lalu, solusinya yaitu dengan

menambahkan indikator PP menjadi 3 tetes yang sebelumnya hanya 2 tetes.

Dan akhirnya titrasi pun berhasil.

Dari konsentrasi-konsentrasi yang telah didapatkan sebelumnya, kita

dapat menghitung berapa konsentrasi fase organik yang nantinya dipakai

untuk menentukan koefisien partisi. Cara menghitungnya yaitu konsentrasi

pertama (N1) dikurangi konsentrasi kedua (N2).

Pada tahap akhir, yaitu menentukan koefisien partisi. Koefisien partisi

didapatkan dari konsentrasi senyawa berfase organik dengan konsentrasi

senyawa berfase anorganik.

IX. KESIMPULAN

1) Dalam praktikum ini, koefisien partisi asam salisilat dengan metode

pengocokan didapatkan, yaitu 1,135.

Page 9: Hanifa OR_260110150037

DAFTAR PUSTAKA

Ashadi. (2012). Titrasi Asam Basa. Tersedia online di

http://www.ashadisasongko.staff.ipb.ac.id/tag/titrasiasambasa.html (diakses

tanggal 14 September 2015)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia.

Jakarta: Departemen Kesahatan Republik Indonesia.

Maftuhah, D. S. (2013). Implementasi Pemanfaatan Indikator Alami untuk

Praktikum Kimia Materi Pokok Asam Basa sebagai Upaya Peningkatan

Keaktifan dan Pemahaman Konsep Peserta Didik Kelas XII IPA MA Al-

Muttaqien Pancasila Sakti Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Tersedia online

di http://digilib.uin-

suka.ac.id/8414/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

(diakses tanggal 21 September 2015)

Martin, A., dkk. (2013). Farmasi Fisik. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia. Hal. 622-623.

Nogrady. (1992). Kimia Medisinal: Pendekatan secara Biokimia. Bandung: ITB

Page 10: Hanifa OR_260110150037

LAMPIRAN

0.1. Balf 0.2. Buret 0.3. Corong Pemisah

0.4. Gelas Kimia 0.5. Labu Erlenmeyer 0.6. Neraca Analitik

0.7. Pipet Tetes 0.8. Pipet Volume 0.9. Spatel

1.0. Statif dan Klem