hama-pdf

Upload: krisna-a-nababan

Post on 23-Feb-2018

258 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 hama-pdf

    1/11

    1

    Efektivitas Abu Sekam dan Minyak Goreng Pada Pengendalian Hama GudangKacang Hijau

    Kardiyono

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BantenJl. Ciptayasa Km 01 Ciruas Serang Banten

    Abstrak

    Kerusakan kacang hijau akibat hama gudang dapat mencapai 70 persen.Mengingat besarnya persentase kerusakan yang ditimbulkan oleh seranggaCallosobruchus chinensis maka perlu dilakukan pengendalian. Tindakan ini diperlukanuntuk menjaga agar tingkat kerusakan tetap berada dibawah ambang ekonomi.

    Pengendalian hama gudang biasanya dilakukan dengan insektisida sintetik. Tujuanpenelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu sekam pada bijikacang hijau terhadap serangan hama gudang Callosobruchus maculatus dalamstadium Larva, pupa dan imago pada konsentrasi. Penelitian dilakukan di laboratoriumHama dan Penyakit Tanaman Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, FakultasPertanian, Institut Pertanian Bogor, dimulai pada Desember 2007 Januari 2008.Penelitian dilakukan dengan membandingkan bahan pengendali berupa abu sekam danminyak goreng dengan kosentrasi masing-masing abu sekam ( 0 %, 0.5%, 1 % dan2,5 %), sedangkan minyak goreng (0 %, 0,1%, 0,25% dan 0.5%). Data yang diamatiadalah menghitung jumlah larva, pupa dan imago. Data selanjutnya dianalisis secarastatistik dengan minitab versi 14. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunanminyak goreng lebih effektif dibandingkan penggunaan abu sekam dalammengendalikan perkembangan hama C. maculatus, hal ini terlihat dari menurunnyapopulasi hama dibandingkan dengan perlakuan abu sekam. Selanjutnya kosentrasiminyak goreng juga mempengaruhi populasi larva, pupa dan imago C. maculatus.

    Kata Kunci : Kacang hijau, hama gudang dan pengedalian

  • 7/24/2019 hama-pdf

    2/11

    2

    PENDAHULUAN

    Salah satu sumber bahan pangan yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia

    adalah kacang hijau. Kacang hijau (Phaeseolus radiatus L.) mempunyai nilai ekonomi

    nomor tiga dalam kelompok tanaman kacang-kacangan di Indonesia, setelah kedelai

    dan kacang tanah. Produksi kacang hijau di Indonesia masih sangat rendah yaitu rata-

    rata 400 kg biji per hektar. Salah satu penyebab rendahnya hasil tersebut karena

    serangan hama dan penyakit tanaman. Kerusakan oleh hama dan penyakit tidak

    terbatas pada tanaman yang masih ada dilapangan, tetapi juga pada hasil yang telah

    dipanen dan disimpan (Suprapto dan Sutarman, 1982). Hama pasca panen yang sering

    menimbulkan kerusakan pada kacang hijau, baik yang akan digunakan untuk konsumaimaupun untuk benih adalah serangga Callosobruchus chinensis L.

    (Coleoptera:Bruchidae). Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga tersebut mencapai

    70 persen.

    Mengingat besarnya persentase kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga

    Callosobruchus chinensis maka perlu dilakukan pengendalian. Tindakan ini diperlukan

    untuk menjaga agar tingkat kerusakan tetap berada dibawah ambang ekonomi.

    Pengendalian hama gudang biasanya dilakukan dengan insektisida sintetik, seperti

    piretroid sintetik, metil bromida dan fosfin (Champ dan Dyte 1977 dalamKim dan Ahn

    2001).

    Sampai saat ini pengendalian hama pasca panen pada biji kacang hijau

    umumnya melalui fumigasi dengan menggunakan insektisida sintetik. Namun

    penggunaan insektisida sintetik yang kurang bijaksana dapat menyebabkan efek

    samping seperti kematian organisme bukan sasaran, terjadinya resistensi dan

    resurjensi, serta adanya residu insektisida pada bahan yang disimpan. Oleh karena itu

    perlu upaya untuk mencari alternatif pengendalian lain yang dapat menekanCallosobruchus spp. ini tapi mampu mengurangi efek samping dari pengendalian yang

    dilakukan. (Saputro, 2005). Teknik alternatif untuk pengendalian hama komoditas

    terdiri dari berbagai cara yaitu (1) Pengelolaan hama terpadu (2) Perlakuan dingin (3)

    Perlakuan panas (4) Debu lembam /inert dust (5) Atmosfir terkendali dan termodifikasi

    (6) Pestisida kontak dan (7) Fosfin dan fumigan lain.

    Salah satu alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan menerapkan

    pengendalian hama terpadu (PHT). Salah satu komponen PHT adalah melakukan

    pengendalian hayati (biological control) yang merupakan salah satu alternatif

  • 7/24/2019 hama-pdf

    3/11

    3

    pengendalian hama yang dapat memelihara lingkungan secara alami. Tulang

    punggung pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami yang dapat

    meningkatkan mortalitas dan menurunkan kepadatan populasi hama (Horn, 1988).

    Oleh karena itu dalam pengendalian hayati terdapat introduksi predator dan parasitoid.

    Menurut Mills (2000), introduksi parasitoid lebih penting dan lebih berhasil membatasi

    populasi serangga ham sampai 75 %.

    Teknik penggunaan debu lembam pada awalnya menggunakan abu gosok,

    pasir dan tanah lempung untuk melindungi biji-bijian ditempat penyimpanan. Dalam

    perkembangannya berbagai jenis debu lain digunakan dan hasilnya lebih efektif seperti

    tanah diatom (diatomaceous earth), bubuk silika atau campuran keduanya. Debu

    lembam dapat membunuh serangga karena sifatnya yang abrasif yang dapat merusakstruktur kulit (kutikula) serangga sehingga terjadi penguapan air dari tubuh serangga

    dan akhirnya dehidrasi dan mati (Hidayat, 2006)

    Kelebihan teknik ini adalah tidak memerlukan alat khusus, tidak beracun,

    mudah dilakukan dan tidak mempengaruhi kualitas biji-bijian yang disimpan.

    Kekurangannya adalah hanya dapat diaplikasikan pada jenis biji-bijian tertentu saja,

    perlu waktu relatif lama, apabila komoditas akan dikonsumsi maka debu harus

    dibersihkan dahulu, serta dapat menyebabkan abrasi pada alat (Hidayat, 2006). Tujuan

    penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu sekam pada biji

    kacang hijau terhadap serangan hama gudang Callosobruchus maculatus dalam

    stadium Larva, pupa dan imago pada konsentrasi.

    METODOLOGI

    Penelitian dilakukan di laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Departemen

    Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dimulai

    pada tanggal 13 Desember 2007 17 Januari 2008. Bahan yang digunakan adalah

    SeranggaCallosobruchus maculatus Motsch sebanyak 20 ekor/perlakuan, kacang hijau

    160 gr/perlakuan, abu sekam, minyak goreng. Sedangkan alat yang digunakan yaitu

    imbangan analis, pipet volume 1 ml, gelas plastik + tutup, ayakan tepung, dan

    nampan (baki plastik). Penelitian dilakukan dengan membandingkan dua jenis bahan

    pengendali hama berupa abu sekam, minyak goreng dan kontrol (tanpa perlakuan),

    selanjutnya masing-masing perlakuan tersebut disusun sebagai berikut:

  • 7/24/2019 hama-pdf

    4/11

    4

    Bahan pengendali minyak goreng

    Konsentrasi 0.1 % = 0,16 ml + 160 gr kacang hijau

    Konsentrasi 0.25 % = 0,4 ml + 160 gr kacang hijau

    Konsentrasi 0,5 % = 0,8 ml + 160 gr kacang hijau

    Bahan pengendali abu sekam :

    Kontrol ( 0 % ) = Tanpa abu sekam + 160 gr kacang hijau

    Konsentrasi 0.5 % = 0,8 gr + 160 gr kacang hijau

    Konsentrasi 1 % = 1,6 gr + 160 gr kacang hijau

    Konsentrasi 2.5 % = 4 gr + 160 gr kacang hijau

    Pengamatan dan perhitungan dilakukan setelah 4 minggu pasca perlakuan,

    dengan cara melakukan pembelahan pada masing-masing kacang hijau dengan pisaukecil. Variabel yang diamati adalah larva, pupa, dan imago. Data selanjutnya dilakukan

    analsisis secara diskriptif meliputi pertumbuhan (populasi), kematian dan efektivitas

    pengendalian.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Efek penggunaan abu sekam dan minyak goreng terhadap PopulasiSerangga

    Dari data pengamatan didapatkan bahwa penggunaan minyak goreng pada

    konsentrasi tertinggi 0.5 % sangat efektif dalam mengendalikan populasi hama C.

    Maculatus. Hal ini terlihat dari rata-rata jumlah imago yaitu 18.5 ekor, sedangkan pada

    stadium larva dan pupa tidak ditemukan. Pengaruh pemberian konsentrasi minyak

    goreng pada kacang hijau terlihat sangat signifikan, dimana semakin tinggi konsentrasi

    minyak maka semakin kecil rata-rata populasi hama C. maculatus yang ditemukan

    Tabel 1. Pengaruh pemberian minyak goreng terhadap hama C. maculates

    Unitpengamatan

    Minyak goreng (%)

    0 0.1 0.25 0.5

    larva pupa Imago larva pupa imago larva pupa imago larva pupa Imago

    1 0 6 109 5 0 19 0 0 18 0 0 20

    2 193 0 20 0 0 20 0 0 20 0 0 20

    3 0 0 115 0 0 43 0 0 20 0 0 16

    4 55 26 158 0 0 27 0 0 21 0 0 20

    5 0 0 145 0 0 21 0 0 17 0 0 16

    6 0 0 109 0 0 20 0 0 23 0 0 16

    7 50 22 140 0 0 30 0 5 18 0 0 20

    8 0 0 122 0 0 24 0 0 20 0 0 20

    Rata-rata 37.25 6.75 114.8 0.63 0 25.5 0 0.63 19.63 0 0 18.5

  • 7/24/2019 hama-pdf

    5/11

    5

    Penggunaan minyak goreng sebagai alternatif pengendalian serangan hama

    C. maculatus sangat efektif. Hal ini diduga karena minyak goreng mengandung

    senyawa-senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap hama C. maculatus. Senyawa-

    senyawa Trigliserida banyak terkandung dalam minyak goreng meracuni hama dalam

    stadium larva dan imago dimana pada stadium ini hama aktif memakan kacang hijau

    yang telah diberi minyak goreng. Minyak goreng bersifat melicinkan permukaaan biji

    kacang hijau sehingga menyulitkan imago untuk meletakkan telur dipermukaan biji dan

    mengakibatkan rendahnya populai dari hama tersebut. Serangga C. maculatus

    menyukai permukaan biji-bijian yang halus untuk meletakkan telurnya. Kandungan

    kimia yang terdapat pada minyak goreng memiliki daya toksisitas yang tinggi sehingga

    imago tidak dapat bertahan hidup/siklus hidup lebih singkat dan menyebabkankematian imago sebelum sempat bertelur.

    Kelemahan penggunaan minyak goreng diantaranya adalah minyak yang

    digunakan dapat menimbulkan bau yang tidak enak (tengik) karena minyak

    mengandung asam lemak yang jika dibiarkan terlalu lama pada udara kamar dapat

    teroksidasi dan menimbulkan bau. Penggunaan minyak dilakukan untuk penyimpanan

    yang tidak lama dan dengan konsentrasi serendah mungkin.

    Dari Tabel 2. didapatkan bahwa penggunaan abu sekam pada konsentrasi 1%

    lebih efektif dalam mengendalikan hama C. maculatus dibandingkan konsentrasi

    tertingginya 2.5%, hal ini diduga adanya ketidak seragaman antara hama yang

    digunakan baik umur, sex ratio (perbandingan jantan /betina) dan adanya hidden

    infestation (Infestasi tersembunyi) yang terbawa pada biji kacang hijau karena tidak

    dilakukan pemberian insektisida diawal perlakuan.

    Tabel 2. Pengaruh pemberian abu sekam terhadap hama C. maculates

    Unit

    pengamatan

    Abu sekam (%)

    0 0.5 1 2.5

    larva pupa Imago larva pupa imago larva pupa Imago larva pupa Imago

    1 0 0 88 0 0 128 0 0 74 0 0 187

    2 141 0 20 215 0 20 180 0 20 165 0 20

    3 0 0 297 0 0 235 0 0 93 0 0 70

    4 42 30 112 32 18 94 17 12 82 20 17 58

    5 0 0 106 0 0 92 0 0 62 0 0 138

    6 0 0 164 145 87 161 0 0 23 25 5 85

    7 30 21 98 35 10 90 16 14 70 15 10 70

    8 0 0 68 0 0 98 0 0 28 0 0 126

    Rata-rata 26.6 6.38 119 53.4 14.4 115 26.6 3.25 56.5 28.1 4 94.3

  • 7/24/2019 hama-pdf

    6/11

    6

    Pemakaian abu sekam sebagai salah satu perlakuan untuk pengendalian hama

    C. maculatus seharusnya cukup efektif karena abu sekam mengandung silika yang

    cukup tinggi 35 % yang dapat menyebabkan gesekan (abrasif) pada tubuh serangga

    sehingga serangga terluka dan mengakibatkan dehidrasi yang akhirnya menyebabkan

    kematian.

    Nilai yang berfluktuasi pada pemakaian abu sekam menunjukan bahwa

    konsentrasi yang digunakan kurang efektif dan ditambah oleh adanya faktor-faktor

    ketidak seragaman pada serangga uji. Kemungkinan dengan konsentrasi yang lebih

    tinggi didapatkan mortalitas yang tinggi pada populasi hama C. maculatus. Dari kedua

    perlakuan pengendalian terhadap serangga hama C. maculatus pada komoditas kacang

    hijau, penggunaan minyak goreng lebih efektif menghambat perkembangan populasihama dibandingkan dengan penggunaan abu sekam.

    Kerusakan biji akibat serangan C. maculatus

    Penilaian kerusakan selama penyimpanan 34 hari merupakan kerusakan yang

    ditimbulkan dalam satu siklus hidup serangga. Perkembangan atau pertumbuhan

    serangga diharapkan dapat berjalan secara optimal mengingat jumlah pakan tersedia

    dengan cukup dan lingkungan berupa kelembaban dan temperatur sesuai dengan yang

    diinginkan serangga.

    Berdasarkan hasil pengamatan terlihat hama gudang C. malculatusmemberikan

    pengaruh kerusakan yang sangat nyata terhadap biji kacang hijau yang disimpan.

    Kerusakan dapat terlihat dari jumlah biji yang telah berlubang sehingga kandungan gizi

    dari kacang hijau berupa protein, karbohidrat, lemak dan vitamain telah berkurang

    bahkan habis. C. maculatus merupakan hama primer dimana hama ini sangat

    menyukai atau akan menyerang pada bahan pangan yang masih utuh (Harahap, I,

    2006). Telur diletakan pada permukaan biji dan selanjutnya telur akan mengalamiperubahan menjadi larva, pupa dan imago. Stadium Larva merupakan stadium yang

    akan merusak atau memakan endosperm dalam biji hingga secara visual biji akan

    berlubang (Tauthong dan Wanleelag, 1978). Tingkat kerusakan bahan pangan yang

    disimpan mempunyai korelasi positif terhadap populasi serangga yang dijumpai dalam

    tempat penyimpanan. Semakin tinggi kerusakan bahan pangan maka semakin tinggi

    pula jumlah serangga yang ditemukan (Purwanto et al, 1999).

    Biji kacang hijau yang belum berlubang umumnya terdapat warna bintik-bintik

    kuning yang merupakan telur dari C. malculatus. Secara organoleptik melalui visual

  • 7/24/2019 hama-pdf

    7/11

    7

    jelas biji tersebut tidak menarik untuk dikonsumsi. Setelah dilakukan pembelahan biji

    yang telah diselimuti oleh telur umumnya ditemukan larva serangga. Telur yang baru

    diletakan berwarna keputih-putihan (Kalshoven, 1981). Selanjutnya warna putih

    berubah menjadi kekuning-kuningan dan ada bintik hitam di salah satu ujungnya. Titik

    hitam tersebut akhirnya terlihat jelas merupakan kepala larva apabila telur hampir

    menetas. Telur diletakan secara tunggal pada permukaan biji, berbentuk lonjong

    dengan ukuran lebih kurang 0,57 mm. Stadium telur berkisar antara 4 6 hari pada

    suhu 3O oC dan kelembaban (RH) 95 100 %. Dengan demikian jika biji kotiledon

    atau endosperm telah mengalami kerusakan maka biji tersebut digunakan untuk benih

    maka akan mengalami penurunan daya kecambah.

    Berdasarkan aroma biji yang telah mengalami serangan serangga jugaditemukannya bau yang tidak sedap atau khas yang merupakan hasil sekresi dari

    serangga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerugian yang ditimbulkan

    akibat serangan dalam bentuk fisik yaitu kehilangan atau penurunan bobot (berat).

    Kerugian dari segi mutu, yaitu hancurnya bahan simpan, pencemaran bagian tubuh

    serangga dan hasil ekskresi serangga. Dari segi kimia, kerugian yang timbul antara lain

    adanya kandungan mikotoksin, penurunan kandungan gizi karena degradasi komponen

    nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin.

    Pengaruh perlakuan biji terhadap populasi C. maculatus

    Pengendalian hama gudang terkait dengan penciptaan lingkungan yang tidak

    diharapkan untuk pertumbuhan atau perkembangan serangga (Soekarto et al, 1996).

    Beberapa perlakuan yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan tersebut

    adalah dengan penambahan bahan-bahan menggangu siklus hidup, peletakan telur,

    mengandung racun dan bahan yang dapat melukai serangga.

    Perlakuan biji dengan menggunakan abu sekam dan minyak serta kontrolmemberikan respon yang berbeda terhadap tingkat kerusakan biji serta jumlah

    populasi serangga yang ditemukan. Kerusakan yang paling tinggi terjadi pada biji

    dengan perlakuan 0,5 % dan kontrol. Dimana pada perlakuan tersebut ditemukan

    imago dengan jumlah 114 ekor atau dengan kata lain terjadi peningkatan 5,7 kali lipat

    dibandingkan dengan serangga yang diinfestasikan. Hal ini sesuai dengan Munro

    (1966) dalam Slamet, (1983) yang menyatakan bahwa kehilangan hasil akibat

    serangan hama gudang Callosobruchusspp. dapat mencapai 70 %.

  • 7/24/2019 hama-pdf

    8/11

    8

    Pada perlakuan penambahan minyak memberikan efek penghambatan

    pertumbuhan yang cukup baik, hal ini dilihat dari jumlah serangga (larva, pupa dan

    imago) dalam jumlah yang terbatas atau bahkan serangga yang diinfestasikan tidak

    dapat berkembang. Pengendalian serangga menggunakan minyak dapat efektif diduga

    minyak memiliki sifat fisik licin dan secara kimia mengandung trigliserida sehingga

    mengganggu siklus hidup serangga. Peluang terganggunya siklus serangga terutama

    pada saat peletakan telur imago. Biji yang licin karena pengaruh minyak menyebabkan

    telur dari serangga tidak dapat menempel dalam biji. Jika pada kondisi normal jumlah

    telur yang diletakkan oleh seekor imago betina bisa mencapai 150 butir menurut

    Kolshoen (1981). Dengan terganggunya kondisi tersebut jumlah telur yang diletakan

    dalam jumlah terbatas. Berdasarkan pengamatan pada kosentrasi 1 % tidak ditemukantelur dalam biji, sedangkan pada kosentrasi 0,5 dan 0,25 % jumlah telur semakin

    meningkat.

    Terganggunya fase peletakan telur berkorelasi terhadap populasi serangga.

    Berdasarkan hasil pengamatan semakin sedikit jumlah telur yang diletakan pada biji

    maka semakin sedikit pula populasi serangga yang ditemui. Pada perlakuan minyak 1

    % Imago C. maculatus yang ditemukan berjumlah kurang dari 20 ekor. Dengan

    demikian infestasi serangga yang dimasukan kedalam tempat penyimpanan tidak dapat

    berkembang selama siklus hidupnya.

    Pada perlakuan abu sekam tidak terlihat jelas efek penghambatan terhadap

    serangga C. maculatus selama penyimpanan. Kandungan abu sekam berupa silika

    diharapkan mampu merusak struktur morfologi yaitu kerusakan kulit atau bagian

    permukaan dari serangga sehingga akan mengganggu proses metabolisme dan akan

    mengalami kematian (Harahap, 2006). Namun demikian berdasarkan pengamatan

    penambahan kosentrasi semakin tinggi (2,5%) ternyata populasi serangga justru

    semakin tinggi (larva, pupa dan imago) dan kerusakan biji semakin parah. Tidakefektifnya abu sekam dalam mengendalikan serangga diduga karena kandungan silika

    dalam abu sekam tidak dapat melukai serangga tersebut. Hal tersebut dapat terjadi

    karena rendahnya kualitas dan kuantitas silika dalam abu sekam. Namun demikian

    dugaan tersebut dapat tidak tepat mengingat dalam percobaan ini tidak dilakukan

    analisis kandungan silika abu sekam.

    Silklus hidup Imago Callosobruchus spp. dari telur sampai imago melalui empat

    tingkat perkembangan yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur yang baru diletakkan

    berwarna keputih-putihan. Telur diletakkan secara tunggal pada permukaan biji,

  • 7/24/2019 hama-pdf

    9/11

    9

    berbentuk lonjong dengan ukuran kira-kira 0.57 mm. Stadium telur berkisar antara 4-6

    hari pada suhu 30oC dan RH 95-100%. Banyaknya telur yang diletakkan berkisar

    antara 9-63 butir. jumlah telur yang dapat diletakkan oleh seekor imago betina bisa

    mencapai 150 butir. Telur yang hampir menetas, pada salah satu ujungnya akan

    terlihat bintik coklat yang merupakan bakal kepala larva (Yotania, 1994). Jenis kelamin

    C. chinensis dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri antenanya. Antena imago betina

    berbentukserrate sedangkan imago jantan berbentuk pectinate.

    Gambar 1. Proses peletakan telur, larva, pupa dan imago pada biji kacanghijau

    Larva yang baru keluar dari telur berwarna keputih-putihan dengan kepala

    berwarna coklat. Larva ini langsung menggerek ke dalam kotiledon biji. Larva tetap

    tinggal didalam biji sampai menjadi imago. Stadium larva berkisar antara 9 - 11 hari

    pada suhu 30 oC dan RH 95 - 100%. Larva mengalami tiga kali ganti kulit sebelum

    menjadi pupa. Callosobruchusterdiri dari empat instar larva.

    Pertumbuhan larva yang sudah mencapai instar empat merupakan stadia yang

    telah memakan sebagian isi biji dan larva berada dibawah kulit biji. Larva akhirnya

    berpupa dibagian tersebut sampai menjadi imago. Stadium pupa berkisar antara 2 4

    hari pada suhu 30 oC dan RH 95 - 100%. Pupa berwarna putih kekuningan. Bentuknya

    menyerupai serangga dewasa, tetapi semua bagian tubuhnya belum dapat digerakkan.

    Pupa bertipe eksarata (Yotania, 1994).

  • 7/24/2019 hama-pdf

    10/11

    10

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Penggunaan minyak goreng mempunyai kemampuan lebih efektif pada

    pengendalian hama C. Maculatus pada penyimpanan kacang hijau dibandingkan

    dengan penggunaan abu sekam padi.

    2. Dosis 0.5 % minyak goreng mampu mengendalikan hama C. Maculatus dengan

    indiktaor tidak ditemukan stadium larva dan pupa serta ditemukan imago 18.5

    ekor.

    Saran

    Penelitian ini belum mempertimbangkan kelayakan ekonomis karena dilakukan dalamskala laboratorium. Agar teknologi ini memberikan manfaat pada pengguna maka

    diperlukan penelitian lanjutan dengan memperhatikan skala skala ekonomis.

    DAFTAR PUSTAKA

    Dobie P, Haines CP, Hodges RJ, Prevet PF, Rees DP. 1991. Insect and Arachnids ofTropical Stored Product, Their Biology and Identification (A. Training Manual)United Kingdom, Natural Resources Institute.

    Harahap I. S., 1993. Penuntun Praktikum Ilmu Hama Gudang (Kunci Identifikasi HamaGudang). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. InstitutPertanian Bogor. Bogor.

    Harahap I. S. 2005. Hama Primer dan Sekunder (Kuliah 2). Institut Pertanian Bogor.Bogor.

    Hidayat, P. 2006 Munuju Penghapusan Penggunaan Metil Bromida Di Pergudangan DiIndonesia. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

    Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crop in Indonesia. PA van der Laan, penerjemah.Jakarta, Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen van deCultuurgewassen in Indonesie.

    Kim DH and Ahn YJ, 2001. Contact and Fumigant Activities of Foeniculum vulgareFruitagainst Three Coleoptera Stored-Product Insect. Pest Manag. Sci 57:301-306.

    Saputro B., 2005 Mortalitas dan Penghambatan Aktivitas Peneluran Callosobruchusspp. (COLEOPTERA:BRUCHIDAE) Yang Diperlakukan Tepung Dan Minyak EnamSpesies Tumbuhan.

  • 7/24/2019 hama-pdf

    11/11

    11

    Suprapto HS. Dan Sutarman T., 1982. Bertanam Kacang Hijau, Jakarta : PenebarSwadaya.

    Yotania K,. 1984 Beberapa Aspek Biologi Callosobruchus maculatus FABRICATUS

    (Coleoptera: Bruchidae) Pada tiga Varietas Kedelai (skripsi), Bogor, JurusanHPT, Faperta, IPB.