metode pengamatan hama
TRANSCRIPT
PEDOMAN
PENGAMATAN DAN
PENGENDALIAN
ORGANISME
PENGGANGGU
TANAMAN KARET
Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.
Departemen Pertanian.
Jakarta,
Desember 2003.
PEDOMAN PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN ORGANISME
PENGGANGGU TANAMAN KARET
PENDAHULUAN
Tanaman karet mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian di
Indonesia, karena banyak penduduk yang hidupnya mengandalkan komoditas ini.
Luas areal perkebunan karet di Indonesia telah mencapai lebih dari 3 juta hektar,
sedangkan di Malaysia dan Thailand yang menjadi pesaing utama Indonesia memiliki
luas areal perkebunan karet di bawah jumlah tersebut.
Lahan karet yang luas itu hanya 15 persen merupakan perkebunan besar, sedangkan 85
persen adalah perkebunan rakyat yang dikelola seadanya saja, bahkan ada yang hanya
mengandalkan pertumbuhan alami. Akibatnya dari tahun ke tahun produksi karet alam
Indonesia berada di bawah Malaysia dan Thailand.
Sejak tahun 1980-an pemerintah cq. Direktorat Jenderal Perkebunan melalui berbagai
proyek perkebunan secara bertahap telah melakukan peremajaan tanaman dan upaya
perbaikan budidaya tanaman karet serta peningkatan pemberdayaan petani karet untuk
mengelola kebunnya sebagai suatu usaha bisnis.
Problem yang dihadapi sampai saat ini adalah walaupun produksi karet Indonesia
tergolong besar di dunia tetapi harga jualnya rendah di pasaran luar negeri akibat
rendahnya mutu produksi karet yang dihasilkan. Organisme pengganggu tanaman (OPT)
merupakan salah satu penyebab rendahnya mutu tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu disusun Pedoman Pengelolaan OPT Karet
yang berbasis pengendalian hama terpadu (PHT) untuk menunjangn petugas
perlindungan perkebunan membantu petani karet dalam mengelolan kebunnya.
PENYAKIT PENTING TANAMAN KARET
1. JAMUR AKAR PUTIH (JAP)
a. Pengenalan
penyakit Jamur Akar Putih disebabkan oleh Rigidoporus lignosus atau R. microporus
yang menyerang akar tunggang maupun akar lateral. Penyakit ini dapat mengakibatkan
kematian tanaman dengan intensitas yang sangat tinggi terutama pada tanaman karet
yang berumur 2-4 tahun. Serangan dapat terjadi mulai pada pembibitan, tanaman belum
menghasilkan (TBM) sampai tanaman menghasikan (TM). Pada permukaan akar
terserang ditumbuhi benang-benang jamur berwarna putih kekuningan dan pipih
menyerupai akar rambut. Benang-benang tersebut menempel kuat pada akar sehingga
sulit dilepas. Akar tanaman yang sakit akhirnya membusuk, lunak dan berwarna coklat.
Gejala ini baru terlihat apabila daerah perakaran dibuka.
Tanaman yang terserang daun-daunnya berwarna hijau kusam, layu dan gugur, kemudian
diikuti dengan kematian tanaman. Jamur ini menular melalui kontak langsung antara akar
atau tunggul yang sakit dengan akar tanaman sehat. Spora dapat juga disebarkan oleh
angin yang jatuh di tunggul dan sisa kauy akan tumbuh membentuk koloni. Umumnya
penyakit akar terjadi pada pertanaman bekas hutan atau tanaman, karena banyak tunggul
dan sisa-sisa akar sakit dari tanaman sebelumnya yang tertinggal di dalam tanah yang
menjadi sumber penyakit.
b. Pengamatan
Tujuan pengamatan adalah mengetahui kondisi ekosistem kebun yang meliputi antara
lain keadaan tanaman, gejala serangan penyakit dan faktor lingkungannya seperti iklim,
tanah dan air. Hasil pengamatan dianalisa untuk pengambilan keputusan tentang tindakan
yang akan dilakukan dalam mengelola ekosistem di kebunnya.
Pengamatan dilakukan sesuai luasan yang dimiliki oleh petani. Apabila ada tanaman yang
daun-daunnya berwarna hijau gelap atau kusam, permukaan daun menelungkup,
adakalanya membentuk bunga dan buah padahal belum sesuai dengan umurnya, maka
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan membuka tanah di sekitar pangkal
batang tanaman untuk melihar tingkat serangan penyakit.
Ringan : Benang jamur berwarna putih baru menempel di permukaan akar atau kulit akar
mulai membusuk karena serangan jamur
Berat : kulit dan kayu akar sudah membusuk karena serangan jamur.
Untuk meyakinkan adanya serangan jamur akar putih pada suatu areal pertanaman karet,
dapat dilakukan dengan cara menutup leher akar tanaman yang dicurigai dengan
mulsa/serasah/rumput kering, 2-3 minggu kemudian akan tampak benang-benang jamur
yang melekat pada leher akar apabila mulsa diangkat. Pengamatan tajuk tanaman untuk
keseluruhan areal kebun karet dilakukan setiap 3 bulan, dimulai sejak tanaman berumur 6
bulan. Pemeriksaan dengan menggunakan mulsa dilakukan setiap 6 bulan yaitu pada awal
dan akhir musim hujan.
c. Pengendalian
pengendalian penyakit jamur akar putih lebih diarahkan kepada pencegahan pertambahan
tanaman terserang.
1. Cara pencegahan penyakit jamur akar putih adalah:
a. Satu meter di sekitar tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa akar dan
tunggul tanaman lainnya. Sisa akar dan tunggul ini harus dibongkar dan
dibakar supaya tidak menjadi sumber penyakit
b. Menanam tanaman penutup tanah minimal satu tahun lebih awaldari
penanaman karet. Tanaman yang dianjurkan adalah jenis kacang-kacangan
seperti Calopogonium muconoides atau C. caeruleum, Centrosema
pubescens, Pueraria javanica. Jenis tanaman ini dapt membantu aktivitas
mikroba untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa akar dan tunggul
tanaman sehingga dapat menekan perkembangan jamur penyebab
penyakit.
c. Sebelum penanaman, lubang tanam ditaburi biakan jamur Trichoderma
harzianum yang telah dicampur dengan kompos sebanyak 200 gram per
lubang tanam (1 kg T. harzianum dicampur dengan 50 kg kompos/pupuk
kandang). Menanam bibit tanaman yang sehat bebas dari jamur akar putih.
Pada radius 30-100 cm di sekeliling tanaman (seluas tajuk tanaman)
dilakukan penaburan 100-150 gram serbuk belerang yang dibenamkan ke
dalam tanah dengan menggunakan garpu. Kegiatan ini diulang setiap 6
sampai 12 bulan sampai tanaman karet berumur 6 tahun. Sebagai
pengganti belerang dapat digunakan pupuk Ammonium Sulfat (ZA) sesuai
dosis anjuran dengan cara ditaburkan di sekitar tanaman. Diantara
tanaman karet tidak dianjurkan ditanami tanaman sela yang merupakan
inang jamur penyebab penyakit seperti ubi jalar, ubi kayu dan sebagainya.
2. Cara pengendalian penyakit jamur akar putih pada areal pertanaman karet yang
sudah terserang adalah:
a. Dari hasil pemeriksaan leher akar tanaman yang dicurigai dapat diketahui
tingkat serangan jamur akar putih. Tanaman yang terserang berat atau
telah mati/tumbang harus segera dibongkar secara menyeluruh dan dibakar
di luar areal pertanaman. Sisa-sisa akar harus dibersihkan kemudian bekas
lubang dan 4 tanaman di sekitarnya ditaburi dengan Trichoderma
harzianum yang telah dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 200
gram per lubang atau tanaman. Menanam tanaman marygold (Tithonia
diversifolia) di dalam bekas lubang yang dibongkar dan di sekitar tanaman
karet dengan jarak 1 meter diantara 2 barisan tanaman. Bila masih
memungkinkan untuk penyulaman, dibuat lubang tanam baru berukuran
40 x 40 x 30 cm. Lubang ini ditaburi T. harzianum kemudian ditanam
bibit karet stum tinggi. Di sekitar bibit ditaburi serbuk belerang atau pupuk
ZA sebanyak 100 gram.
b. Tanaman sakit dengan tingkat serangan ringan masih dapat diselamatkan
dengan cara membuka dan membuat lubang tanam 30 cm di sekitar leher
akar dengan kedalaman sesuai serangan jamur. Benang-benang jamur
yang menempel pada akar dikerok dengan alat yang sudah tumpul agar
tidak melukai akar, bagian akar yang sudah busuk dipotong dan
dikumpulkan untuk dibakar. Bekas kerokan dan potongan ditutup dengan
ter dan Izal kemudian seluruh permukaan akar diolesi dengan fungisida
yang direkomendasikan. Setelah luka mengering, akar ditutup kembali
dengan tanam. Empat tanaman jiran di sekitar tanaman sakit, ditaburi
dengan T. harzianum dan pupuk ZA.
c. Tanaman yang telah diobati diperiksa kembali 6 bulan setelah pengolesan
dengan membuka leher akar. Bila masih terdapat benang-benang jamur,
maka dilakukan pengobatan kembali. Pengolesan atau penyiraman akar
dilakukan setiap 6 bulan sekali sampai tanaman menjadi sehat. Metode
penyiraman dilakukan pada tanaman muda dengan cara membuka tanah di
sekitar tanaman sedalam 8-10 cm sesuai umur tanaman.
2. PENYAKIT GUGUR DAUN
a. Pengenalan
ada tiga jenis jamur penyebab penyakit gugur daun karet yaitu: Oidium heveae,
Colletotrichum gloeosporioides dan Corynespora casiicola. Ketiga penyakit daun
tersebut dapat menyerang di pembibitan, tanaman muda, tanaman menghasilkan, tanaman
tua dan di tanaman entress. Pada tanaman menghasilkan, penyakit ini dapat merugikan
karena mengakibatkan daun-daun muda berguguran, yang mengakibatkan pertumbuhan
tanaman terhambat sehingga produksi lateks menurun bahkan tidak menghasilkan lateks
sama sekali, serta produksi biji merosot.
Oidium heveae dan Colletotrichum gloeosporioides menyerang pucuk dan daun muda,
sedangkan Corynespora cassiicola menyerang daun muda dan daun tua. Penyakit ini
dapat timbul di pembibitan, TBM, dan TM. Penyebab penyakit dapat diketahui
berdasarkan gejala yang tampak pada tanaman terserang.
Penyakit gugur daun yang disebabkan oleh Oidium heveae dikenal juga sebagai penyakit
embun tepung. Daun-daun yang berumur 1-9 hari apabila terserang permukaannya
mengeriput, ujung daun mengering dan akhirnya gugur sehingga tanaman menjadi
gundul. Daun-daun yang berumur 10-15 hari apabila terserang, pada jaringan daun
tampak adanya bercak yang tembus cahaya/translucens –tetapi daun tidak gugur. Di
bawah permukaan daun terdapat koloni bundar berwarna putih seperti tepung halus yang
terdiri dari benang-benang dan spora jamur. Spora ini mudah diterbangkan oleh angin
dan mudah tercuci dari permukaan daun oleh air hujan. Serangan berat terjadi apabila
cuaca kering diselingi dengan hujan yang singkat pada malam atau pagi hari pada saat
tanaman sedang membentuk daun-daun muda, terutama di kebun dengan ketinggian 300
meter dari permukaan laut (dpl). Penularan penyakit ini melalui spora yang diterbangkan
oleh angin sehingga dapat mencapai jarak yang jauh.
Penyakit gugur daun yang disebabkan oleh Colletotrichun gloeosporioides, pada daun
muda yang terserang terlihat bercak-bercak berwarna coklat kehitaman, keriput, bagian
ujungnya mati dan menggulung yang akhirnya gugur. Pada daun yang berumur lebih dari
10 hari serangan Colletotrichum gloeosporioides, menyebabkan bercak-bercak daun
berwarna coklat dengan halo berwarna kuning dan permukaan daun menjadi kasar.
Serangan lebih lanjut bercak tersebut menjadi berlubang. Disamping menyerang daun, C.
gloeosporioides dapat pula menyerang ranting muda yang masih berwarna hijau dengan
menimbulkan gejala busuk, kering dan akhirnya mati pucuk (die back).
Penyakit gugur daun yang disebabkan oleh Corynespora cassicola diawali dengan bercak
coklat dan selanjutnya berkembang menjadi guratan menyerupai tulang ikan. Bercak ini
akan meluas sejajar dengan urat daun dan kadang tidak teratur. Daun mejnadi kuning dan
coklat kemerahan kemudian gugur. Penyebaran penyakit melalui spora yang dibawa oleh
angin. Tanaman yang terserang mengalami gugur berulang kali sehingga meranggas
sepanjang tahun.
b. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali mulai pada saat tanaman membentuk tunas
baru sampai daun menjadi hijau. Pengamatan dilakukan pada 10 pohon sampel yang
tersebar merata di dalam areal kebun yang diamati.
Intensitas serangan dinyatakan dalam tajuk, makin tipis kerapatan tajuk makin berat
intensitas serangannya yaitu:
Kerapatan tajuk 25 - < 50 % = serangan penyakit daun berat
Kerapatan tajuk > 50 – 75 % = serangan penyakit daun ringan
Pengambilan keputusan untuk pengendalian segera dilakukan terutama pada gejala
serangan penyakit yang berat di areal pertanaman yang diamati.
c. Pengendalian
- Mencegah timbulnya penyakit daun dengan menanam 3-4 jenis klon anjuran yang
resisten dalam satu areal pertanaman. Klon yang dianjurkan seperti PR 261, RRIC
100, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, klon seri IRR 00, dan IRR
seri 100.
- Tanaman yang terserang ringan sebaiknya diberi pupuk nitrogen dua kali dosis
anjuran pada saat daun-daun mulai terbentuk. Pupuk dibenamkan ke dalam tanah
agar mudah diserap oleh akar.
- Tanaman yang terserang berat perlu disemprot dengan fungisida kontak yang
direkomendasikan, pada saat mulai membentuk daun dengan interval 1 minggu
sampai daun berwarna hijau (umur daun 21 hari).
3. PENYAKIT BIDANG SADAP
3.1. Kanker Garis
a. Pengenalan
Penyakit kanker garis yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora diawali dengan
adanya selaput tipis berwarna putih dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap.
Bila dikerok, diatas irisan sadap akan tampak garis-garis tegak berwarna coklat atau
hitam. Garis-garis ini akan berkembang dan berpadu satu sama lain membentuk jalur
hitam yang tampak seperti retakan membujur pada kulit pulihan. Terkadang di bawah
kulit pulihan akan terbentuk gumpalan lateks yang mengakibatkan pecahnya kulit,
kemudian keluar tetesan lateks berwarna coklat dan berbau busuk. Penyakit ini
mengakibatkan kerusakan berupa benjolan-benjolan atau cekungan-cekungan pada bekas
bidang sadap lama sehingga penyadapan berikutnya sulit dilakukan. Kanker garis sering
dijumpai pada kebun-kebun yang terletak di daerah beriklim basah dan kelembabannya
tinggi serta tanaman yang disadap terlalu dekat dengan tanah. Penularan penyakit melalui
spora yang disebarkan oleh angin dan air hujan.
b. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap hari sadap selama musim hujan, terutama di kebun-kebun
yang sering terserang kanker garis. Semua tanaman/pohon yang menunjukkan gejala
serangan harus segera dilakukan tindakan pengendalian dengan pengolesan fungisida.
Tanaman yang telah dikendalikan diamati setiap minggu. Bila masih tersebut bagian yang
menunjukkan gejala serangan kulit membusuk maka dilakukan lagi pengolesan fungisida.
c. Pengendalian
- Di daerah yang sering mengalami serangan kanker garis harus menanam klon
yang tahan (PR 300 dan PR 303)
- Jarak tanam tidak terlalu rapat
- Tanaman penutup tanah yang terlalu lebat dipangkas
- Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran
- Hindari penyadapan yang terlalu dekat dengan tanah
- Pisau sadap diolesi dengan fungisida atau larutan desinfektan sebelum dilakukan
penyadapan
- Pada tanaman yang sudah menunjukkan gejala serangan dilakukan pengolesan
fungisida di sepanjang jalur selebar 5-10 cm diatas dan dibawah alur sadap
dengan kuas
- Pengolesan dilakukan segera setelah penyadapan sebelum lateks membeku
- Bagian yang membusuk harus dibersihkan terlebih dahulu dengan cara mengerok
sampai pada bagian yang masih sehat, setelah itu diolesi dengan fungisida
- Fungisida yang dianjurkan antara lain Difolatan 4F 2%, Difolatan 80 WP 2%,
Demosan 0,5% atau Actidione 0,5%.
3.2. Mouldy Rot
a. Pengenalan
penyakit Mouldy Rot disebabkan oleh Ceratocystis fimbriata, mula-mula tampak selaput
tipis berwarna putih pada bidang sadap di dekat alur sadap. Selaput ini kemudian
berkembang membentuk lapisan seperti beludru berwarna kelabu sejajar dengan alur
sadap. Bila lapisan kelabu ini dikerok, akan tampak bintik-bintik berwarna coklat hitam.
Serangan ini akan meluas hingga ke kambium dan bagian kayu. Pada serangan berat
bagian yang sakit nampak membusuk dan berwarna hitam kecoklatan. Bekas serangan
akan membentuk cekungan berwarna hitam seperti melilit sejajar alur sadap.
Seperti halnya kanker garis, penyakit Mouldy Rot mengakibatkan luka-luka pada bidang
sadap, akibatnya bekas bidang sadap menjadi bergelombang sehingga menyulitkan
penyadapan berikutnya atau tidak dapat lagi disadap. Penyakit ini biasanya timbul pada
musim hujan dan paling banyak di jumpai di daerah-daerah yang berkelembaban tinggi.
Penularan penyakit ini melalui spora yang diterbangkan oleh angin atau melalui pisau
sadap yang dipakai menyadap pohon yang sakit.
b. Pengamatan
pengamatan penyakit Mouldy Rot terutama dilakukan selama musim hujan dengan
interval 1-2 minggu. Pengamatan dilakukan pada semua tanaman dalam luasan areal
kepemilikan petani, apabila ditemukan gejala serangan walaupun hanya satu tanaman
saja, perlu segera dilakukan tindakan pengendalian pada tanaman itu saja. Hal ini
dimaksudkan agar tanaman tersebut cepat sehat sebelum bagian kayunya membusuk
sehingga mampu membentuk kulit bidang sadap yang baru.
Disamping itu dengan tindakan tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan sumber
penularan penyakit Mouldy Rot.
c. Pengendalian
- Di daerah yang beriklim basah atau daerah rawan penyakit ini dianjurkan
menanam klon yang resisten seperti GT 1 atau AVROS 2037.
- Jarak tanam tidak terlalu rapat
- Perbaikan drainase kebun dan pengendalian gulma
- Pemupukan sesuai dosis anjuran agar tanaman tetap sehat
- Menurunkan intensitas penyadapan dari S2/d2 menjadi S2/d3 atau S3/d4 atau
menghentikan penyadapan pada saat serangan berat
- Hindari penyadapan yang terlalu dalam agar kulit cepat pulih
- Setiap dilakukan penyadapan, pisau sadap dicelupkan ke dalam larutan fungisida
atau desifektan untuk mencegah terjadinya penularan
- Tanaman yang sudah menunjukkan gejala serangan harus segera dilakukan
pengolesan atau penyemprotan fungisida. Pengolesan dilakukan pada area 5 cm
diatas irisan sadap sehari setelah penyadapan dan getah belum dilepaskan.
Interval pengolesan 1-2 minggu sekali tergantung berat ringannya serangan
samapi tanaman sehat kembali.
- Fungisida yang dianjurkan antara lain Bavistin 50 WP 2 %, Derosol 60 WP 0,1
%, Topsin M 75 WP 2%, Benlate 50 WP 0,5 %, Indofol 476 F 2%, Difolatan 4 F
2 % dan Difolatan 80 WP 2 %.
3.3. Kering Alur Sadap (KAS)
a. Pengenalan
Kering Alur Sadap merupakan penyakit fisiologis yang relatif terselubung, karena secara
morfologis tanaman tampak sehat, malah seringkali menampakkan pertumbuhan tajuk
yang lebih baik dibandingkan tanaman normal, tetapi kulit tidak mengeluarkan lateks bila
disadap. Gejala awal sebagian alur sadap kering, kemudian lebih lanjut terlihat kulit
bidang sadap kering dan pecah-pecah hingga mengelupas. Secara normal tanaman karet
yang produktif melakukan regenerasi lateks tergantung dari lamanya lateks mengalir pada
setiap kali penyadapan.
Penyadapan yang berlebihan sebelum regenerasi lateks dan pemberian stimulan yang
berlebihan hanya mengeluarkan/membuang lebih banyak serum sehingga secara
fisiologis tidak terjadi keseimbangan yang mengakibatkan sel-sel pembuluh lateks
mengalami keletihan. Oleh karena ketidakseimbangan fisiologis ini menyebabkan
terjadinya kerusakan inti sel yang menyebabkan terjadinya koagulasi di dalma sel
pembuluh lateks sehingga daerah aliran lateks mnejadi kering karena tertutupnya jaringan
pembuluh lateks.
Penyebab utama terjadinya kering alur sadap adalah tidak seimbangnya antara lateks
yang dieksploitasi dengan lateks yang terbentuk kembali. Intensitas kering alur sadap
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis klon, sistem penyadapan, pemeliharaan
tanaman dan umur tanaman. Kering alur sadap tidak menular dari satu tanaman ke
tanaman lainnya tetapi secara berlahan menyebar antara panel ke panel sesuai dengan
arah sadapan dan alur pembuluh lateks.
b. Pengamatan
untuk mendeteksi penyakit kering alur sadap pada tanaman karet yang telah
menunjukkan gejala awal, dilakukan tes tusuk sesuai dengan arah penyebarannya.
Apabila tidak mengeluarkan lateks maka segera dilakukan tindakan pengendalian.
Pengamatan dilakukan pada semua tanaman dalam luasan areal kepemilikan petani,
sehingga dapat segera dilakukan tindakan pengendalian apabila ditemukan gejala
serangan KAS.
c. Pengendalian
- Melakukan pemupukan yang teratur dan seimbang, kemudian ditambah pupuk
KCl dengan 160 gram untuk setiap tanaman per tahun
- Menghindari penyadapan berat dan pemberian stimulan yang berlebihan
- Waktu dan intensitas penyadapan sesuai anjuran, menyadap dengan kedalaman
sadap 1,0-1,5 mm dari kambium, ketebalan irisan sadap 1,66-2,00 mm untuk
setiap kali panyadapan. Sudut kemiringan irisan sadap 300-400 untuk bidang
sadap bawah.
- Mengikis atau mengerok kulit bidang sadap (bark scrapping) yang bergejala KAS
menggunakan pisau sadap hingga kedalaman 3-4 mm dari kambium pada hari ke
0. tehnik pengikisan sama dengan prinsip penyadapan.
- Mengaplikasikan atau mengoles formula, No. BB (produk dari Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Bogor) atau Antico f-96 (Produk dari Balai Penelitian
Karet Sembawa)
- Menyadap kulit sehat dapat diteruskan setelah 12 bulan sejak scrapping dilakukan
dan ketebalan kulit mencapai lebih 7 mm. Penyadapan dapat dilakukan setelah
kulit pulih sempurna.
- Menyemprot, mengoleskan insektisida Matador, Akodan atau Supracide pada hari
ke-3, 8 dan 15, setelah pengerokan kulit untuk mencegah serangan hama pada
kulit yang luka.
3.4. Kering Alur Sadap (KAS)
a. Pengenalan
penyakit nekrosis kulit (Bark Necrosis/BN) adalah penyakit busuk pada kulit bidang
sadap yang disebabkan oleh jamur Fusarium solani yang berasosiasi dengan
Botryodiplodia sp. Gejala awal dimulai dengan timbulnya bercak coklat seperti memar
pada permukaan kulit. Penyakit berkembang pada lapisan kulit sebelah dalam dan
merusak lapisan kambium, bahkan sampai ke lapisan kayu. Akibatnya kulit pecah dan
terjadilah perdarahan karena pembuluh lateks pecah. Kerusakan dapat berlanjut pada
semua bagian kulit batang, mulai dari kaki gajah sampai ke percabangan. Serangan BN
biasanya diikuti oleh serangan penggerek Xyloborus sp dan Platypus cupulatus serta
jamur Ustilina sp sehingga mempercepat kematian tanaman.
Kerusakan kambium dapat menyebabkan kulit pulihan tumbuh tidak merata sehingga
menyulitkan penyadapan berikutnya atau sama sekali tidak dapat disadap lagi karena
tanaman mati.
Penularan penyakit terjadi melalui spora yang dibawa angin atau pisau sadap. Penyakit
ini dapat berkembang sepanjang tahun terutama pada perubahan musim kemarau ke
musim hujan. Penyakit nekrosis umumnya timbul pada tanaman yang sudah disadap.
Penyadapan yang terlalu berat tanpa diikuti dengan pemupukan yang memadai dapat
menurunkan ketahanan tanaman sehingga mudah terinfeksi oleh Fusarium sp. Umumnya
infeksi Fusarium sp terjadi pada tanaman yang lemah sebagai akibat interaksi antara sifat
klon, sistem penyadapan dan lingkungan kebun atau cuaca setempat.
b. pengamatan
pengamatan dilakukan pada semua tanaman dalam luasan areal kepemilikan petani.
Interval pengamatan setiap 3 bulan sekali dan pada waktu peralihan musim kemarau ke
musim hujan. Adanya nekrosis kulit perlu diketahui sedini mungkin supaya dapat segera
dilakukan pengendalian pada bagian yang terserang sebelum meluas dan merusak banyak
kulit.
c. Pengendalian
- Prinsip pengendalian penyakit nekrosis kulit sama dengan kering alur sadap,
tetapi karena penyakit nekrosis kulit bersifat patogenik sehingga formula yang
digunakan untuk pengolesan tanaman yang terserang ditambah dengan fungisida
yang telah direkomendasikan.
- Tanaman yang menunjukkan gejala nekrosis kulit, keraknya dikerok kemudian
jaringan yang sakit dioles dengan Antico F 96 (formula yang dihasilkan oleh
Balai Penelitian Sembawa). Bagian yang dioles mencakup 30 cm dari daerah
serangan di sebelah atas dan 20 cm di sebelah bawahnya. Pengolesan dilakukan di
sekeliling batang yang terserang, apabila serangan pada panel, pengolesan
dilakukan di sekeliling kulit pulihan diatas irisan sadap selebar 30 cm dan 20 cm
di sekeliling panel di bawah irisan sadap. Penyadapan tidak perlu dihentikan
tetapi sebaiknya disadap ringan dan menghentikan penggunaan stimulan.
- Pisau sadap dicelupkan ke dalam larutan desinfektan sebelum menyadap ke
tanaman berikutnya.
- Pada serangan ringan pengolesan formula cukup sekali saja, tetapi pada serangan
berat pengolesan formula diulang sampai pada bulan berikutnya dan selanjutnya
setiap 3 bulan sampai tanaman sehat kembali.
4. JAMUR UPAS
a. Pengenalan
penyakit jamur upas disebabkan oleh Corticium salmonicolor yang menyerang batang,
cabang, dan ranting. Pada pangkal atau bagian atas percabangan tampak benang-benang
berwarna putih seperti sutera. Sekumpulan benang ini selanjutnya membentuk lapisan
kerak berwarna merah jambu, kadang-kadang pada permukaan kulit keluar cairan lateks
berwarna coklat kehitaman yang meleleh di permukaan bagian yang terserang. Kulit dan
kayu tanaman yang terserang akan membusuk, mengering dan berwarna hitam. Pada
serangan lanjut, bagian tanaman yang terserang akan mati atau membusuk sehingga
mudah patah oleh hembusan angin. Penyakit ini sering dijumpai pada klon-klon yang
tertajuk rindang dan tanaman muda umur 3-7 tahun terutama di daerah yang memiliki
curah hujan tinggi dan kelembaban tinggi.
Penyakit ini umumnya berkembang pada musim hujan atau pada areal yang selalu
lembab. Penularan penyakit jamur upas melalui penyebaran spora oleh angin. Pada
lapisan kerak berwarna merah pada kulit terserang terdapat banyak spora yang dapat
tersebar bila lapisan dikerok.
b. Pengamatan
pengamatan dilakukan 1-2 minggu sekali, dimulai pada awal sampai akhir musim hujan,
terutama pada daerah yang sering diserang jamur upas dan yang berkelembaban tinggi.
Apabila terdapat benang-benang jamur seperti sutera pada pangkal percabangan atau
pada bagian atasnya perlu segera dilakukan pengendalian.
c. Pengendalian
- Pada daerah yang rawan penyakit ini ditanam klon yang resisten seperti AVROS
2037, BPM 1, BPM 24, dan PR 261
- Jarak tanam tidak terlalu rapat
- Pemupukan dilakukan sesuai dosis anjuran
- Perbaikan drainase kebun dan pengendalian gulma, pemotongan cabang yang
telah mati pada musim kemarau, potongan cabang dimusnahkan supaya sporanya
tidak menyebar
- Pelumasan fungisida pada cabang-cabang yang menunjukkan gejala awal yaitu
pada permukaan kulit sampai bagian yang masih sehat. Apabila ada bagian kulit
yang busuk, harus dikupas sampai bagian yang masih sehat. Apabila ada bagian
kulit yang busuk, harus dikupas sampai bagian yang masih sehat kemudian dioles
dengan fungisida hingga 30 cm keatas dan ke bawah dari bagian yang sakit.
- Fungisida yang direkomendasikan antara lain Fylomer 90, 0,5%, Calixin RM dan
Dowea 262.
HAMA PENTING TANAMAN KARET
1. RAYAP
a. Pengenalan
Serangan rayap pada berbagai spesies tanaman seringkali menyebabkan terjadinya
penurunan hasil bahkan menyebabkan kematian tanaman, sehingga menimbulkan
kerugian ekonomis yang sangat besar. Rayap dapat menyebabkan kerusakan fisik secara
langsung dan seringkali mempengaruhi struktur perakaran tanaman. Akibat lainnya
adalah terganggunya proses pengambilan hara dan suplai air pada tanaman serta
menurunnya ketahanan tanaman inang terhadap serangan faktor lainnya seperti penyakit
dan hama lainnya.
Rayap yang menyerang pertanaman karet adalah dari kelompok Microtermes inopiratus,
Coptotermes congfignathus. Rayap adalah serangga yang masing-masing mempunyai
fungsi dalam satu koloni. Misalnya golongan ratu dan jantan untuk perkembangbiakan
sedangkan golongan tentara yang jumlahnya sangat banyak untuk mencari makanan.
Rayap umumnya menimbulkan kerusakan pada tanaman karet dengan cara menggerek
batang dari ujung daun sampai ke akar dan memakan akar. Pada areal perkebunan karet
yang terserang jamur akar putih biasanya diiringi dengan rayap sehingga mempercepat
kematian tanaman.
b. Pengamatan
ekosistem pertanian atau agroekosistem sangat berbeda dengan ekosistem pemukiman
sehingga pengendalian rayap lebih memerlukan pertimbangan yang tepat mengingat
luasnya areal perlakuan, tingginya keragaman organisme lain bukan sasaran, toksisitas
termitisida terhadap tanaman, residu termitisida dan lain-lain. Oleh karena itu, diperlukan
pengamatan secara cermat untuk mengamati kondisi daerah perlakuan, jenis hama, gejala
serangan dan tingkat kerusakan. Pengamatan dilakukan pada areal pertanaman yang
menunjukkan gejala serangan.
c. Pengendalian
Pengendalian hama rayap dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
- Mencegah rayap memperoleh jalan masuk ke dalam tanaman inang
- Mengurangi jumlah rayap yang berada di lokasi tanaman
- Membuat tanaman itu sendiri memiliki ketahanan terhadap serangan rayap
Tindakan pengendalian rayap tersebut dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu
melalui tehnik pengendalian kimiawi (Chemical Control) dan tehnik pengendalian non
kimiawi (Non Chemical Control).
Dalam mengendalikan serangan hama rayap kita perlu melakukan analisa agroekosistem,
supaya pengendalian rayap yang kita lakukan tepat guna dan tepat sasaran, sehingga
sebisa mungkin diupayakan pengendalikan kimia digunakan sebagai cara terakhir.
Berikut ini cara-cara pengendalian hama rayap
1. Pengendalian Non Kimiawi
a. Tehnik Budidaya
a) Sanitasi areal perkebunan
b) Membersihkan tunggul-tunggul tanaman sisa pembukaan lahan baru
c) Memperbaiki drainase untuk menjaga kelembaban tanah
d) Mengurangi jumlah bahan-bahan yang dapat menjadi sumber makanan
rayap
e) Pembongkaran sarang untuk memudahkan musuh alami masuk ke dalam
sarang
b. Pengendalian Hayati
a) Patogen
i. Nuclear Polyhodrosis Viruses (NPV)
ii. Cendawan Metarrhizium spp
iii. Cendawan Beauveria bassiana
iv. Nematoda Entomofagus Steinernema sp dan Heterorhabditi indica
b) Predator dan Parasitoid di dalam sarang
i. Semut Predator
c) Predator dan Parasitoid di luar sarang
i. Serangga predator: semut, capung, lalat perampok, lalat kecoa
ii. Kalajengking
iii. Binatang amfibi
iv. Burung
v. Binatang mamalia: kelelawar, pemakan serangga
2. Pengendalian secara Kimiawi
a. Penyiraman (Drenching)
Di sekitar sistem perakaran (0,5 m) dari batang pohon dibuat parit sedalam 15 cm
kemudian ke dalam parit tersebut disiramkan termitisida sebanyak 2,5-4 liter per meter.
b. Perlakuan Pada Lubang Tanam
Pada saat penanaman atau penggantian pohon yang sudah mati dan akan diganti dengan
pohon baru, maka lubang tanam perlu mendapat perlakuan anti rayap. Termitisida yang
digunakan berupa termitisida cair yang diaplikasikan dengan penyiraman atau dengan
menggunakan termitisida dalam formulasi butiran yang dicampur dengan tanah.
c. Pembasmian Sarang
Untuk cara ini umumnya digunakan senyawa kimia yang muda h menguap (fumigan)
atau dengan cara menggunakan termitisida cair yang disuntikkan ke pusat sarang
2. URET
a. Pengenalan
Uret umumnya menyerang tanaman muda. Tanaman di pembibitan sering mengalami
seranga berat 30-50 persen yang mengakibatkan tanaman mati. Uret tanah yang
menyerang tanaman karet antara lain Helotrichia serrata, H. sufoflava, H. essa, Anomala
varians, Leucopholis sp dan Exopholis sp. Warna uret putih dan bentuknya seperti huruf
C. Kumbang memiliki moncong dan tanduk. Uret merusak akar dan bagian tanaman yang
ada di dalam tanah. Tanaman yang terserang berwarna kuning, layu dan akhirnya mati.
b. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tanaman muda dan di areal pembibitan. Apabila ditemukan
gejala serangan maka perlu dilakukan pemeriksaan dengan membuka tanah di sekitar
tanaman untuk melihat adanya hama ini dan tingkat kerusakan bagian tanaman yang ada
di dalam tanah.
c. Pengendalian
Mengumpulkan uret di sekitar tanaman terserang dan dimatikan.
3. BABI HUTAN
a. Pengenalan
Tanaman karet sering mengalami kerusakan akibat serangan babi hutan, celeng, bagong
(Sus sctrofa vittatus) terutama pada saat peremajaan tanaman dan pertanaman muda yang
berbatasan dengan hutan. Kerusakan tanaman karet akibat serangana babi terutama
disebabkan oleh aktivitas mencari makan. Biasanya babi mencari makan dengan
menggali tanah untuk mencari cacing tanah atau serangga tanah, akibatnya akar tanaman
karet menjadi rusak, sehingga menyebabkan penyerapan unsur hara dan ait dari tanah
menjadi terhambar. Akibat lain dari kerusakan ini adalah tanaman menjadi rentan
sehingga memudahkan tanaman terserangan oleh hama atau penyakit. Kerusakan akibat
pencarian makan biasanya disebut kerusakan tidak langsung. Sedangkan kerusakan
langsung akibat serangan babi terutama pada pertanaman karet yang masih muda. Babi
biasanya menyukai akar, kulit batang, batang dan daun dari tanaman yang masih muda.
b. Akibat Serangan
Akibat serangan babi, tanah di sekitar tanaman dan akar tanaman menjadi rusak, apabila
tanaman muda yang terserang bisa menyebabkan tanaman menjadi tumbang. Tanaman
yang akarnya tusak, daunnya menjadi layu dan kuning.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada areal tanaman yang berdekatan dengan hutan primer,
sekunder, semak belukar, padang alang-alang. Pengamatan terutama dilakukan pada
malam hari, karena aktivitas makan babi hutan biasanya pada malam hari terutama
menjelang subuh (pukul 04-06) dan menjelang maghrib (16-19). Apabila di areal
tanaman ditemukan tumpukan sisa makanan, ranting atau tumbuhan, ini perlu dicurigai
karena kemungkinan tumpukan ini merupakan sarang babi hutan betina yang mau
melahirkan. Interval pengamatan 4 bulan sekali.
d. Pengendalian
Pengendalian babi hutan tergantung dari:
- Keadaan lingkungan/habitat
- Populasi
- Kerusakan
- Kondisi masyarakat setempat
Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem pengendalian babi hutan adalah organisasi dan
koordinasi antara pihak petani, aparat pemerintah setempat dan pihak swasta.
Pengendalian babi hutan bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
- Sanitasi
o Membersihkan semak belukar alang-alang
o Membersihkan air yang tergenang
o Membersihkan kebun yang kotor
- Fisik/Mekanik
o Memagar tanaman: pagar kayu di sekitar areal tanaman, pagar individu
(jika mungkin dengan kayu, kawat anyam, pagar tutup drum)
o Membuat parit di sekitar tanaman
o Memasang jerat/perangkap
o Memasang jaring
o Mengusir dengan bunyi-bunyian
o Memburu dengan tumbak, tali, jaring, anjing pemburu
o Memasang umpan berpancing misalnya menggunakan ubi jalar, ubi kayu,
pisang, cempedak, bangkai hewan
o Kombinasi dari berbagai cara diatas
- Biologis
o Parasit: Penggunaan parasit untuk mengendalikan babi kurang efektif
karena dengan cara pengendalian ini dikhawatirkan babi yang telah
terparasit dan sakit bisa menularkan penyakitnya ke manusia
o Predator: Manusia
- Kimiawi
o Penggunaan umpan beracun: Umpan dilubangi, racun dimasukkan
kemudian lubang ditutup kembali. Umpan yang telah disiapkan sebanyak
10-15 potong diletakkan pada daerah jelajah/runway/jalan yang biasa
dilewati babi berkelompok. Umpan diletakkan dan disamarkan dengan
cara ditutupi dedaunan. Jarak antara kelompok umpan sekitar 50-100
meter. Pemasangan umpan sebaiknya dilakukan pada sore hari. Umpan
tidak boleh disentuh dengan tangan langsung, karena bisa membahayakan.
Apabila pengumpanan berhasil dan ada babi hutan yang mati, bangkainya
harus segera dikubur. Jika lebih dari 3 hari, umpan tidak disentuh oleh
babi dan tanaman masih rusak segera ganti umpan. Contoh racun babi
adalah Zinc Phosphate.
GULMA PENTING TANAMAN KARET
a. Pendahuluan
Gulma merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman perkebunan disamping
penyakit dan hama. Kehilangan hasil oleh gulma yang diderita oleh petani dan pengusaha
perkebunan cukup banyak dan terjadi pada berbagai tingkatan dalam siklus produksi dan
pengolahan. Gulma secara langsung bersaing dengan tanaman pokok untuk mendapatkan
air, unsur hara, cahaya dan faktor tumbuh lainnya. Disamping itu beberapa jenis gulma
mengeluarkan zat yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman sehingga menunda
masa sadap atau memperpanjang masa tidak produktif. Sama seperti tanaman perkebunan
lainnya, tanaman karet juga tidak terlepas dari gangguan gulma. Pada pertanaman karet
dikenal banyak jenis gulma yang menyerang diantaranya Axonopus compressus (rumput
pait/papaitan), Borreria alata (gletak/goletrak), Centotheca lappaceae (suket
lorodan/jukut kidang), Chromolaena odorata ( kirinyuh), Croton hirtus (jarak bromo),
Cyclosorus aridus (pakis kadal), Cyrtococcum patens (telur ikan), Imperata cylindrica
(alang-alang), Lantana camara (tahi ayam/cente), melastoma malabatrichum
(senggani/harendong), Mikania micrantha (sembung rambat/areu caputeheur), Panicum
repens (balungan/jajahean), Paspalum conjugatum (pahitan/jukut pahit). Dari semua
gulma yang disebut diatas Imperata cylindrica, Chromolaena odorata dan Mikania
micrantha merupakan gulma yang paling penting pada tanaman karet.
Gulma dapat menyebabkan : (1) Penurunan hasil, (2) Penurunan kualitas hasil, (3)
Mempersulit pelaksanaan kegiatan penyiangan, pemupukan, kultur teknis lainnya, (4)
Menjadi inang bagi hama dan organisme penyebab penyakit.
b. Pengendalian
Agar tanaman karet dapat memberikan hasil yang optimal maka pengendalian gulma
adalah suatu keharusan. Pengendalian gulma di perkebunan karet umumnya dilakukan
dengan penyiangan memakai cangkul/kored dengan tangan (manual) dan pengendalian
secara kimiawi.
Ulangan pengendalian gulma harus dilakukan secara teratur agar berhasil baik.
Penyiangan manual efektif bila tenaga kerja cukup banyak tersedia dan areal tidak begitu
luas. Pada areal yang luas dimana tenaga kerja sedikit agar pengendalian gulma efektif
dan ekonomis, pengendalian dilakukan secara kimiawi atau menggunakan herbisida.
Sejak pembukaan lahan dan pembersihan kebun harus sekaligus ditujukan untuk
pengendalian gulma sehingga pada saat penanaman ateal pertanaman bersih dari gulma.
Gulma berbahaya (noxious weed) seperti alang-alang, mikania, kirinyuh, karendong
dianjurkan diberantas dari pertanaman karet.
1. Pengendalian Gulma di Pembibitan
Pembibitan harus diusahakan selalu bersih dari gulma/clean weeding. Oleh karena itu
ulangan pengendalian gulma harus teratur. Dengan demikian tidak ada kesempatan bagi
gulma mengadakan persaingan dan pelaksanaannya mudah.
a. Pengendalian gulma secara manual yakni dengan mencabut, menggunakan
cangkul/kored, dilakukan dua (2) minggu sekali sampai tajuk saling
bersinggungan, selanjutnya penyiangan sebulan sekali.
b. Pengendalian gulma secara kimiawi yaitu dengan herbisida dilakukan setelah
bibit berumur 4 bulan (warna batang coklat). Penyemprotan harus hati-hati dan
dihindarkan agar percikan (drift) herbisida seminimal mungkin mengenai bagian
bibit yang masih hijau.herbisida yang dapat digunakan adalah Gramoxone 1,5/1,0
liter dan Paracol 1,5/1 liter dengan volume semprot60 liter/ha disemprotkan dua
kali berselang dua minggu.
2. Pengendalian Gulma Pada Pertanaman
2.1. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Pada tanaman belum menghasilkan (TBM) terutama tahun pertama sampai tahun ketiga,
tanah masih terbuka sehingga gulma tumbuh subur dan cepat. Oleh karena itu gulma
harus dikendalikan agar tanaman karet dapat tumbuh subur dan dapat mencapai produksi
optimal.
2.1.1. Piringan Tanaman
Piringan tanaman dengan jari-jari 0,5 – 1,0 m agar selalu bersih dari gulma atau
penutupan tanah oleh gulma maksimum 30%. Pengendalian gulma dapat dilakukan
secara manual atau kimiawi.
a. Penyiangan secara manual yakni dengan mencabur atau menggunakan
kored/cangkul, dilakukan sebulan sekali atau tergantung pada perkembangan
gulma. Arah penyiangan dibuat silih berganti. Penyiangan I menjauhi batang
tanaman sedangkan penyiangan ke II menuju batang tanaman, demikian
selanjutnya. Hal ini juga berlaku pada penyiangan jalur tanaman untuk
menghindarkan terjadinya pencekungan tanah sekeliling pangkal batang.
b. Pengendalian secara kimiawi yakni dengan menggunakan herbisida. Herbisida
yang digunakan adalah Paracol 1,5/lt/ha, Ustinex SP 2,0/2,0 kg/ha, masing-
masing dalam 600 liter air, penyemprotan dilakukan dua (2) kali berselang dua (2)
minggu, penyemprotan selanjutnya disesuaikan dengan perkembangan gulma.
Menjelang tanaman mulai menghasilkan, kebun yang penyiangannya hanya pada
piringan diubah menjadi penyiangan jalur atau dibuat jalan panen selebar 1 meter.
2.1.2 Gawangan Tanaman
a. Penanaman tanaman penutup tanah kacangan (PTK). Setelah pengolahan
tanah/pembukaan lahan selesai segera dilakukan pengajiran. Penanaman PTK dilakukan
setelah pengajiran diupayakan satu tahun sebelum penanaman karet atau paling lambat
bersamaan dengan penanaman karet. PTK ditanam 1,5-2,0 meter dari ajir/barisan
tanaman dalam 4 baris.
Kacangan yang digunakan adalah:
- Campuran konvensional yaitu Centrosema pubesncens, Calpogonium mucunoides
dan Pueraria javanica dengan perbandingan 2:2:1. Penanaman dilakukan dengan
menugal sedalam kurang lebih 5 cm. Dalam satu lubang diisi 3-5 butir biji,
kemudian ditutup dengan tanah. Jarak dalam barisan 40-50 cm atau dideder
sepanjang larikan.
- Capologonium caeruleum, ditanam di lapangan dengan bibit dalam polybag yang
berasal dari biji maupun stek. Bibit yang berasal dari biji lebih dahulu
dikecambahkan kemudian dipindahkan ke pembibitan dalam polybag. Bibit yang
berasal dari stek, stek diambil 2 ruas dari tanaman yang cukup tua dan sudah ada
tumbuh akarnya, ditanam dalam polybag. Setelah 3-4 minggu bibit dapat
dipindahkan ke lapangan, jarak tanam dalam barisan 1 m. tiap lubang tanaman
diberi pupuk 3 gram rock phospate. Penanaman dapat dilakukan pada awal musim
hujan atau akhir msim kemarau. Gulma yang tumbuh diantara PTK harus
dikendalikan dengan mencabut atau menggunakan kored agar tidak mengganggu
pertumbuhan PTK.
b. Penanaman Tanaman Sela
Pada gawangan yang tidak ditanami PTK sebaiknya ditanami tanaman sela seperti
jagung, padi, kacang tanah, kedelai, dan sebagainya. Tanaman sela akan membantu
pendapatan petani dan sekaligus mendorong petani untuk melakukan pemeliharaan
tanaman. Bila ditanami tanaman sela maka jarak antara tanaman sela dengan tanaman
karet minimal 1 meter. Tanaman sela diberi pupuk yang cukup. Penanaman tanaman sela
diupayakan sepanjang tahun dengan menanam tanaman yang sesuai dengan musimnya,
seperti penanaman padi, jagung pada musim hujan dan kedelai, kacang uci pada musim
kemarau. Dengan demikian tanaman terpelihara sepanjang tahun.
c. Gawangan yang Tidak Ditanami
Pada gawangan yang tidak ditanami, gulma berkayu didongkel, gulma berbahaya
diberantas, sedangkan gulma lainnya dibabat setinggi 30 cm. Pembabatan dilakukan 1,5-
2,0 bulan sekali.
2.1. Tanaman Menghasilkan (TM)
Pada tanaman menghasilkan umumnya tajuk tanaman sudah saling menutup sehingga
gulma yang tumbuh adalah gulma yang tahan terhadap naungan antara lain rumput pait
Axonopus compressus, pahitan Paspalum conjugatum, Jajahean Panicum repens, Pakis
Kadal Dryoptesis arida dan Pakis Kinca Neprolepsis biserata. Jalur tanaman selebar 2
meter tetap diupayakan bersih dari gulma atau penutupan gulma 50 %. Pengendalian
dapat dilakukan dengan mengkored, membabat, mendongkel atau kimiawi. Pengendalian
gulma dilakukan terutama sebelum pemupukan agar pupuk tidak diserap gulma dan jalan
penyadap.
Herbisida yang dapat digunakan banyak, disesuaikan dengan jenis gulma, dapat dilihat
pada buku pestisida untuk Pertanian dan Perkebunan.
Pada gawangan pengendalian gulma dilakukan dengan pembabatan, pendongkelan atau
kimiawi. Pada umumnya pengendalian gulma dilakukan dengan pembabatan.
Daftar Pustaka
Anonim. 1984. Pedoman Pengenalan Berbagai Jenis Gulma Penting pada Tanaman
Perkebunan. Jakarta: Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan
Anonim. 1991. Pedoman Pengenalan Pengamatan dan Pengendalian Beberapa Penyakit
Penting pada Tanaman Karet. Jakarta : Direktorat Bina Perlindungan Tanaman
Tanaman Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian
Anonim. 1999. Budidaya dan Pengolahan Strategi Pemasaran. Jakarta. Penebar
Swadaya.
Mangoensoekarjo S, Balai Penelitian Perkebunan, Medan. 1983. Gulma dan Cara
Pengendalian Pada Budidaya Perkebunan. Jakarta. Direktorat Jenderal
Perkebunan, Departemen Pertanian.
Nandika D., Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap : Biologi dan Pengendaliannya. Harun
Yakup (ed), Surakarta. Muhammadiyah University Press.
Nasution, U. 1984. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan
Aceh. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa
(P47M).
Sujatno, Pawirosoemardjo, S. 2001. Pengenalan dan tehnik Pengendalian Penyakit Jamur
Akar Putih pada Tanaman Karet Secara Terpadu. Warta Pusat Penelitian Karet.
Jakarta: Pusat Penelitian Karet. Vol (20): 1-3. hal 64-75.
Sumarmadji. 2001. Pengendalian Kering Alur Sadap dan Nekrosis Pada Kulit Tanaman
Karet. Warta Pusat Penelitian Tanaman Karet. Jakarta. Pusat Penelitian Karet. Vol
(20): 1-3. hal. 76-88.
PEDOMAN PENGAMATAN DAN PENGENDALIAN ORGANISME
PENGGANGGU TANAMAN KARET. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta, Desember 2003. 35
halaman.