hama kubis

17
HAMA KUBIS 1. Ulat Daun Kubis = Plutella xylostella Telur Ulat Pupa Imago a. Nama umum ulat daun kubis Plutella xylostella b. Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi Filum (Phylum) : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Plutellidae Genus : Plutella Spesies : Plutella xylostella Morfologi Telur P. xylostella berbentuk oval, berwarna kekuning- kuningan. Ngengat betina meletakan telurnya secara tunggal atau dalam kelompok kecil Sekitar 2 - 4 butir.

Upload: muvie-delviza-fadillah

Post on 04-Jul-2015

469 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAMA KUBIS

HAMA KUBIS

1. Ulat Daun Kubis = Plutella xylostella

Telur Ulat Pupa Imago

a. Nama umum

ulat daun kubis Plutella xylostella

b. Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi

Filum (Phylum) : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Plutellidae

Genus : Plutella

Spesies : Plutella xylostella

Morfologi

Telur P. xylostella berbentuk oval, berwarna kekuning-kuningan. Ngengat

betina meletakan telurnya secara tunggal atau dalam kelompok kecil Sekitar 2 - 4

butir. Telurnya diletakkan di sekitar tulang daun pada permukaan daun bagian

bawah (Bhalla dan Bubey, 19Sb). Telur diletakkan pada malam hari yaitu di atas

pukul 18.00 (Chelliah pan Srirlwasan (1986). Menurut Salinas (1986), jumiah

telur yang dihasilkan pada suhu 260C berturut – turut sekitar 139,246 butir, dan

162 butir. Masa inkubasinya menurut Ho (1965) dalam Ooi (1986) sekitar 3 hari

Page 2: HAMA KUBIS

di dataran rendah, sedangkan di datarn tinggi berlangsung selama ± 6 hari. Larva-

larva berbentuk silindris, relatif tidak berbuka dan mempunyai lima padang proleg

(Harcourt, 1954 dalam Sastrosisojo, 1987).

Larva yang sudah dewasa berwarna kehijau-hijauan dan akan terlihat

berbeda dengan kedua kubis-kubisan lainnya yakni tidak memiliki garis-garis

longitudinal pada tubuhnya. Menurut Ooi (1986), panjang tubuh larva di dataran

rendah ± 8 mm sedangkan di dataran tinggi dapat mencapai lebih dari 8 mm.

Salah satu karakter dari larva P. Xylostella adalah jika ada gangguan, maka larva

akan menggeliat ke belakang dengan cepat atau menjatuhkan diri lalu

gergelantungan dengan benang-benang sutra pada permukaan daun. Selanjutnya,

larva tersebut akan kembali le permukaan daun melalui benang-benang tersebut.

Pupa P. Xylostella berada dalam kokon yang tebal dari benang-benang

halus berwarna yang dikeluarkan pada mase fase prepupa (Chelliah dan

Srinivasan 1986). Papa mulanya pupa berwarna kuning kehijauan, setelah satu

atau dua hari warnanya berangsur-angsur berubah menjadi kecoklatan sampai

coklat gelap (Bhalla dan Dubey, 1986). Menurut Koshihara {1986), lamanya

hidup pupa dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, maka masa pupa akan

semakin singkat.

Imago. Ngengat P. xylostelIa berwarna coklat keabu-abuan dengan

panjang rentang sayap ngengat jantan ± 1,97 mm dan yang betina ± 13,6 mm

(Bhalla dan Dubey, 1986). Menurut Hill (1975), pada sayap depannya terdapat

tiga bentuk indulasi yang memanjang di bagian tepi sayapnya. Dalam keadaan

istirahat, toga bentuk indulasi tersebut akan membentuk pola yang menyerupai

Page 3: HAMA KUBIS

berlian, sehingga dengan adanya ciri-ciri ini maka P. xylostella dinamakan

Diamond Back Moth.

Ngengat aktif pada senja atau malam hari. Kopulasi terjadi pada petting

atau pagi hari (Salinas, 1986). Nisbah kelamin keturunanya adalah 1 : 1 (Ho, 1965

dalam Sastrosiswojo, 1987). Menurut Salinas (1986), fekunditas P. xyloslella

dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi pada fase larva, kondisi lingkungan,

tanaman inang, perkawinan, dan adanya inang sebagai tempat meletakkan

telurnya. Cheliah dan Srinivasan (1986), berpendapat fekuditas akan meningkat

sejalan dengan meningkatnya fotoferiod. Hasil penelitia awal (1955) dalam

Chelliah dan Srinivasan (1986), menunjukan bahwa jumlah telur yang dihasilkan

lebih banyak pada suhu 70C – 240C dibandingkan pada suhu 280C – 350C. Hasil

pengamatan Jayarathman (1977) dalam Chelliah dan Srinivasan (1986), ngengat

P. xylostelIa dapat bertahan hidup tanpa pakan selama ± 3 hari, sedangkan bila

tersedia pakan maka dapat hidup selama 11 – 16 hari.

c. Gejala kerusakan

Biasanya menyerang pada musim kemarau; daun berlubang- lubang

terdapat bercak-bercak putih seperti jendela yang menerawang dan tinggal urat-

urat daunnya saja; umumnya menyerang tanaman muda, tetapi kadang-kadang

merusak tanaman yang sedang membentuk bunga.

d. Distribusi

Hama ulat daun kubis dilaporkan berasal dari daerah Mediterranean di

Eropa Selatan, yang merupakan sumber berbagai jenis brasika. Hama ini tersebar

luas di areal yang ditanami brasika, mulai dari daerah Amerika Utara dan Selatan,

Page 4: HAMA KUBIS

Afrika, China, India, Jepang, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Selandia Baru,

dan Australia.

e. Tanaman inang

Indonesia, terutama kubis, sawi, kembang kol, pakchoi, selada, dan caisin

f. Musuh alami

Diadegma semiclausum, dimana imago betina D. semiclausum  akan

mendepositkan telurnya dalam tubuh inang  P.  xylostella, parasitoid larva, yaitu

Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae)

g. Pengendalian

1) Kultur Teknik

Musim tanam. Lebih baik untuk menanam kubis dan brasika lain pada

musim hujan, karena populasi hama tersebut dapat dihambat oleh curah hujan.

Irigasi. Apabila tersedia dapat digunakan irigasi sprinkle untuk mengurangi

populasi ulat daun kubis, apabila pengairan demikian dilaksanakan pada petang

hari, dapat membatasi aktivitas ngengat. Penanaman. Sebaiknya tidak melakukan

penanaman berkali-kali pada areal sama, karena tanaman yang lebih tua dapat

menjadi inokulum bagi tanaman baru. Apabila terpaksa menanam beberapa kali

pada areal sama, tanaman muda ditanam pada arah angin yang berlawanan agar

ngengat susah terbang menuju ke tanaman muda. Pesemaian. Tempat pembibitan

harus jauh dari areal tanaman yang sudah tumbuh besar. Sebaiknya

pesemaian/bibit harus bebas dari hama ini sebelum transplanting ke lapangan.

Dalam beberapa kasus, serangan ulat daun kubis di lapangan diawali dari

pesemaian yang terinfestasi dengan hama tersebut. Tanaman perangkap. Tanaman

brasika tertentu seperti caisin lebih peka dapat ditanam sebagai border untuk

Page 5: HAMA KUBIS

dijadikan tanaman perangkap, dengan maksud agar hama ulat daun kubis terfokus

pada tanaman perangkap. nTumpang sari. Penanaman kubis secara tumpang sari

bersamaan dengan tanaman yang tidak disukai hama ulat daun kubis dapat

mengurangi serangannya. Misalnya tumpang sari kubis kubis dengan tanaman

tomat/bawang daun.

2) Monitoring

Selama menanam kubis petani perlu melakukan pemantauan/monitoring

hama dengan melakukan pengamatan mingguan. Apabila hama mencapai 1

ulat/10 tanaman (Ambang Ekonomi = AE) atau lebih, maka dapat dilakukan

dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida kimia selektif atau

bioinsektisida, untuk menekan agar hama kembali berada di bawah AE yang tidak

merugikan secara ekonomi.

3) Penggunaan Agensia Hayati

Hama tersebut memiliki musuh alami berupa predator (Paederus sp.,

Harpalus sp.), parasitoid (Diadegma semiclausum, Cotesia plutellae), dan patogen

(Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana) yang bila diaplikasikan dapat

menekan populasi dan serangannya.

4) Mekanis

Cara ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan hama yang bersangkutan,

memasukkan ke dalam kantung plastic, dan memusnahkannya. Namun untuk areal

luas perlu pertimbangan tenaga dan waktu.

Page 6: HAMA KUBIS

5) Penggunaan Insektisida Selektif

Aplikasi ini dilaksanakan setelah hama tersebut mencapai atau melewati

ambang ekonomi, dengan memilih insektisida kimia selektif yang efektif tetapi

mudah terurai, atau penggunaan insektida.

DAFTAR PUSTAKA

Herminanto. 2010. hama ulat daun kubis plutella xylostella L. dan upaya pengendaliannya . Purwokerto. Jawa Tengah

Bhalla, O.P. and J.K. Dubey.1986. Bionomics of the Diamond Back Moth in the Northwestern

Himalaya. In Proceedings of the First International Workshop, Tainan, Taiwan 11 - 15

March 1985. Diamond Back Moth Management. The Asian Vegetable Research and Development Center. Shanhua, Taiwan. Pp. 55 - 61.

Page 7: HAMA KUBIS

2. Penggorok Daun = Liriomyza Huidobrensis

Imago Telur Pupa Gejala Serangan

a. Nama umum

Penggorok daun Liriomyza huidobrensis

b. Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Family : Agromyzidae

Genus : Liriomyza

Spesies : Liriomyza huidobrensis

Morfologi

Hama pengorok daun yang menyerang tanaman kentang termasuk dalam

spesies Liriomyza huidobrensis. Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran

sekitar 2 mm, fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Telur berukuran 0,1-

0,2 mm, berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun. Larva

berukuran 2,5 mm, tidak mempunyai kepala atau kaki. Pupa terbentuk di dalam

tanah. Larva akan merusak tanaman dengan cara menggorok daun sehingga yang

tinggal bagian epidermisnya saja. Serngga dewasa merusak dengan menusukkan

ovipositornya saat meletakan telur dan mengisap cairan daun.

Page 8: HAMA KUBIS

Serangga dewasa (imago) berwarna coklat tua kehitaman, berukuran

panjang 1,5 – 2 mm.  Sayap transparan mengkilat dan rentang sayap mencapai

2,25 mm.  Sayap terlipat di atas tubuhnya.  Bentuk tubuh seperti lalat kacang

(lebih kecil dan lebih ramping).  Telur berwarna putih dan agak transparan dengan

panjang 0,2 – 0,3 mm.  Larva instar satu berwarna bening, setelah itu menjadi

kuning kecoklatan dengan panjang 2,5 – 2 mm.  Serangga betina dewasa

meletakkan telur pada jaringan daun, sehari setelah kawin.  Serangga betina dapat

meletakkan telur sampai sekitar 300 butir.  Telur menetas setelah 3 – 4 hari dan

larva berada pada liang korok pada jaringan tanaman (di bawah kutikula dari

permukaan atas daun) tersebut.  Siklus hidupnya berlangsung sekitar 17 – 65 hari,

tergantung suhu lingkungan.

c. Gejala

Pada daun nampak bintik-bintik cokelat sebagai akibat tusukan ovipositor

lalat betina saat menghisap cairan sel daun tanaman dan meletakan telur di dalam

jaringan daun. Kerusakan selanjutnya adalah terlihatnya lubang kerokan dalam

daun yang disebabkan oleh larva. Pada serangan parah daun tampak berwarna

merah kecoklatan. Akibatnya seluruh pertanaman hancur.

d. Tanaman inang

Liriomyza sp. merupakan hama yang bersifat polifag yang menyerang

tanaman sayuran dari famili Solanaceae, Cruciferae, Cucurbitaceae,

Leguminoceae, Liliaceae, Umbeliferae,Chenopodiaceae, Amaranthaceae, dan

Compositae. Selain sayuran juga menyerang tanaman hias seperti gerbera, krisan

dan berbagai gulma seperti babadotan, sawi tanah, senggang, bayam liar dan

sejenisnya.

Page 9: HAMA KUBIS

e. Musuh alami

Di Indonesia, diidentifikasi terdapat 17 spesies parasitoid, yaitu

Hemiptarsenus varicornis Asecodes delucchii, Asecodes sp., C. pentheus,

Cirrospilus ambiguus, Closterocerus sp., Gromotoma micromorpha, Kleidotoma

sp., Neochyrsocharis formosa, N. okazakii, Quadrastichus liriomyzae, Opius

sp.,Pnigalio sp., Stenomesius sp., dan Zagrammosoma latilineatum (Samsudin

2008), serta Euderus sp. dan Eucolidea sp. Parasitoid H. varicornis telah

dimanfaatkan secara luas untuk mengendalikan lalat pengorok daun di Indonesia.

Parasitoid tersebut ditemukan pada setiap daerah endemis Liriomyza di Indonesia

dengan tingkat populasi cukup tinggi (Samsudin 2008).

Pada kondisi alami Pada kondisi alami, larva Liriomyza terparasit oleh

berbagai jenis parasitoid dan imago dimangsa oleh predator. Jenis parasitoid lalat

pengorok daun berbeda untuk setiap tanaman dan daerah geografi.

Predator alami lalat pengorok daun adalah semut, kumbang, Chrysopa sp.,

dan spesies Diptera lain seperti Drapetis subaenescens, Tachydromia annulata,

Coenosia attenuata, Draperis sp., Oxyopes sp., Cyrtopeltis modestus, dan

nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae.

Asecodes sp

Page 10: HAMA KUBIS

f. Distribusi

Hama yang diduga berasal dari Kalifornia, yang kemudian menyebar ke

Amerika Selatan. Pada awalnya Liriomyza spp. bukan hama penting karena

populasinya sealalu dapat dikendalikan oleh musuh alaminya. Namun pada awal

tahun 1970-an lalat ini berubah menjadi sangat merugikan akibat musuh alaminya

banyak terbunuh oleh insektisida. Di Indonesia hama ini pertama kali ditemukan

tahun 1994 di daerah Cisarua Bogor. Setahun kemudian menyebar ke dataran

tinggi penghasil sayuran di Jawa dan Sumatra, sejak tahun 1998 telah ditemukan

pula di Sulawesi Selatan.

g. Pengendalian

1) Kultur teknis

Cara ini dilakukan dengan menerapkan budidaya tanaman sehat yang

meliputi :

-         Penggunaan varietas yang tahan

-         Sanitasi yaitu dengan membersihkan gulma

-         Pemupukan berimbang

-         Menimbun bagian-bagian tanaman yang terserang

2) Mekanis

Pemangkasan daun-daun yang terserang dan daun bagian bawah yang

telah tua.

Larva dikumpulkan dari sekitar tanaman yang rusak kemudian

dimusnahkan.

Pemasangan yellow sticky trap dengan membentangkan kain kuning

(lebar 0,9 m x panjang sesuai kebutuhan atau 7 m, untuk setiap lima

Page 11: HAMA KUBIS

bedengan memanjang) berperekat di atas tajuk tanaman kentang (Baso

et al. 2000). Goyangkan pada tanaman membuat lalat dewasa

beterbangan dan terperangkap pada kain kuning.

3) Biologis

- Dengan memanfaatkan musuh alami.

- Penggunaan ekstrak biji mimba (Azadirachta indica).

4) Kimia

Sebelum aplikasi insektisida dilakukan pemantauan OPT dan aplikasinya

apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian

untuk OPT gerbera belum ada, namun demikian untuk sementara dapat

menggunakan insektisida seperti insektisida Neem azal T/S Azadirachtin 1 %

5) Karantina

Tidak membawa bibit dari daerah endemik ke daerah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Parrella, M.P., K.L. Robb, D.G. Christie, and J. A. Bethke. 1982. Control of Liriomyza trifolii with biological agents and insect growth regulators. Calif. Agric. 36: 17−19.

Samsudin, H. 2008. Sebaran Hemiptarsus varicornis (Girault) (Hymenopetra: Eulopidae)parasitoid larva Liriomyza spp. Lembaga Pertanian Sehat. http://www.pertaniansehat.or.id Di akses 22 mei 2011

Yuliantoro Baliadi dan Wedanimbi Tengkano Lalat Pengorok Daun, Liriomyza sp. (DIPTERA: AGROMYZIDAE), hama baru pada tanaman Kedelai di indonesia Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3291101.pdf Di akses 22 mei 2011