laporan pengendalian hama

22
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAMA “UJI ANTIFEEDANT PADA ULAT DENGAN EKSTRAK DAUN Tithonia difersifolia) DAN UJI INSECTISIDA PADA KUTU BERAS (Sitophillus oryzae) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI “ OLEH RAHMATIKA PUTRI 0910423082 LABORATORIUM EKOLOGI TERESTERIAL JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS

Upload: cevennaue-venue

Post on 08-Aug-2015

724 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan pengendalian hama

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN HAMA

“UJI ANTIFEEDANT PADA ULAT DENGAN EKSTRAK DAUN Tithonia

difersifolia) DAN UJI INSECTISIDA PADA KUTU BERAS (Sitophillus oryzae)

DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI “

OLEH

RAHMATIKA PUTRI

0910423082

LABORATORIUM EKOLOGI TERESTERIAL

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2012

Page 2: laporan pengendalian hama

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang

menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua

hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian. Serangga termasuk bagian

dari hama yang merupakan kelompok organisme yang paling beragam jenis dan

selalu mendominasi populasi mahluk hidup di muka bumi, baik yang hidup di

bawah,pada dan di atas permukaan tanah. Oleh karena itu hampir semua jenis

tanaman baik yang dibudidayakan maupun yang berfungsi sebagai gulma selalu

diganggu oleh kehadiran serangga hama tersebut. Dengan demikian dalam proses

produksi , masalah hama tersebut tidak bisa diabaikan, karena akan

mempengaruhi produksi secara kualitatif maupun kuantitatif dan mampu

merurunkan produksi sebesar 20,7%, bahka menyebabkan kegagalan panen, kalau

tidak dilakukan pengendalian secara efektif(Anggara, 2007).

Pengendalian hama adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme

pengganggu yang disebut hama karena dianggap mengganggu kesehatan

manusia, ekologi, atau ekonomi.Pengendalian hama berumur setidaknya sama

dengan pertanian, lantaran petani perlu mempertahankan tanamannya dari

serangan hama. Untuk memaksimalkan hasil produksi, tanaman perlu dilindungi

dari tanaman dan hewan pengganggu (Russel, 1991).

Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar

penduduknyamerupakan petani. Tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani

di Indonesia adalah padi. Padi yang menghasilkan beras merupakan bahan pangan

pokok sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, padi

sebagai penghasil beras harus mendapat perhatian baik mengenai lahan, benih,

cara budidaya maupun pasca panen (Tjokronegoro,1987).

Melalui Inpres No.3/1986 pemerintah telah melarang dan membatasi

peredaran sekitar 57 merk pestisida sintesis untuk tanaman tertentu, bahkan

kebijakantersebut diikuti dengan pengurangan subsidi pestisida secara bertahap.

Page 3: laporan pengendalian hama

Supaya petanitidak dirugikan dan pertumbuhan produksi tidak terganggu tindakan

ini diikuti olehkebijakan lain yaitu mendorong penerapan pengendalian hama dan

penyakit secaraterpadu yang salah satu komponen pentingnya adalah pestisida

nabati (Oka, 1993).

Pestisida nabati diketahui memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat

dikembangkan secara menguntungkan ditinjau dari segi efikasi, agro industri dan

lingkungan hidup. Selain itu sifat insektisida yang nonselektif, munculnya

resistensi pada serangga hama dan terjadinya ledakan populasi hama dengan

biotip baru merupakan faktor utama bagi para ilmuwan untuk tetap berlomba-

lomba mencari senyawa insektisidal baru (Meinwald, 1978).

Pada saat ini pengembangan pestisida nabati diarahkan pada penemuan

senyawa-senyawa yang tidak hanya efektif dalam mengendalikan serangga tetapi

juga mempunyai aktivitas yang selektif terhadap satu atau jumlah terbatas

serangga fitofagoes. Latar belakang pemikiran ini adalah sasaran untuk

mengurangi dampak ekologis lingkungan yang merugikan seandainya tiga kriteria

yaitu: efektif, spesifik dan aman dapat serasi dengan prinsip pengelolaan serangga

hama yang modern maka produk alami ini dapat memenuhi kriteria agent

pengendali biorasional. Agent pengendali biorasional dari produk alami dapat

dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang mengubah

pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi serangga, disebut pengendali

pertumbuhan serangga atau insectgrowth regulator. Kelompok kedua adalah yang

mengubah perilaku serangga, termasuk ke dalam kelompok ini feromon, penolak

(repellent), penarik (attractant), antimakan (antifeedant) dan stimulant serta

penolak peletakan telur (oviposisi). Terdapat anggapan bahwa yang memiliki

prospek komersial yang baik adalah feromon dan antifeedant (Ruslan dkk, 1989) .

Senyawa bioaktif antifeedant merupakan suatu senyawa organik bahan

alam yang sangat dibutuhkan oleh berbagai tanaman untuk melindungi dirinya

dari serangan hama, baik serangga maupun mikroba serta organisme lain.

Keberadaan senyawa bioaktif antifeedant dalam jaringan tanaman akanmembawa

banyak manfaat, terutama dalam masalah perlindungan tanaman yang bernilai

ekonomis, karena dapat berfungsi sebagai pengendali hama alami dalam

bioteknologi tanaman. Penelitian dibidang senyawa ini dapat melibatkan peneliti

Page 4: laporan pengendalian hama

dari berbagai disiplin ilmu. Di samping itu, dapat menjangkau penapisan aktivitas

yang melibatkan bioindikator, isolasi, pemurnian, identifikasi dan penentuan

struktur molekul senyawa bioaktifnya (Tjokronegoro,1978)

Senyawa antifeedant banyak ditemukan dari berbagai jenis tumbuhan,

diantaranya adalah famili Meliaceae. Dari famili ini telah banyak diisolasi

senyawa antifeedant diantaranya adalah azadirachtin dari Melia azedarach

(Schwinger, 1983), hidroksitoonasilid dari Toona ciliata, volkensin dari Melia

volkensi (Rajab, dkk, 1988), xymolin dari Xylocarpus molluscensis (Kubo dan

Nakanishi,1979).

Aktivitas antifeedant dapat dijadikan suatu evaluasi awal untuk penemuan

senyawa baru yang bersifat aktif antifeedant dari tumbuhan Titonia diversifolia.

Penemuan senyawa-senyawa baru yang dapat berfungsi sebagai pengendali hama

dapat dilakukan dengan cara pemisahan menggunakan berbagai teknik ekstraksi

dan kromatografi yang dipantau dengan uji hayati pada setiap tahap

pengerjaannya. Senyawa aktif baru yang diperoleh diharapkan dapat

dikembangkan lebih lanjut sebagai suatu senyawa yang potensial dan memiliki

keunggulan untuk dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian dan bidang-bidang

lainnya.

I.2 Tujuan

Untuk mengetahui tingkat toksisitas ekstrak air daun Paitan (Titonia difersivolia)

sebagai zat antifeedant terhadap hama tanaman yaitu ulat hijau dan kutu beras

(Sitophilus oryzae). Dan mengetahui konsentrasi yang tepat untuk mengendalikan

hama tersebut.

I.3 Manfaat Praktikum

Memberikan informasi kepada masyarakat (khususnya petani), dan ilmu

pengetahuan tentang kandungan senyawa aktif daun paitan (T.diversifolia)

sebagai insektisida botani yang ramah lingkungan, yang bebas dari bahan kimia

sintetis yang berbahaya.

Page 5: laporan pengendalian hama

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanaman Titonia diversifolia

Tanaman (Tithonia diversifolia) ialah tanaman semak dari famili Asteraceae

yang biasanya tumbuh liar sebagai tanaman pagar dan mempunyai biomassa

tanaman mencapai 8,5 mg/h. Tanaman ini berasal dari Meksiko dan tersebar luas

didaerah humia dan subtropics seperti Amerika Tengah dan Selatan, Asia

danAfrika (Sulistijowati dkk ,2001).

Tanaman (Tithonia diversifolia) mulai berbunga pada akhir musim hujan.

Tinggi tanaman bervariasi antara 1 – 3 m. Tumbuhan ini banyak ditemukan

padalahan terbuka, pada lahan kosong yang tidak dipergunakan, tumbuh disekitar

lahan pertanian, disekitar rumah dan disepanjang tepi jalan. Tanaman (Tithonia

diversifolia) ialah tanaman semak dengan kandungan N (Nitrogen), P (Fosfor),

dan K (Kalium) dalam biomassa daun hijau relatif tinggi(Sulistijowati dkk ,2001).

Tanaman (Tithonia diversifolia) mengandung bahan beracun yang disebut

asam palminat. Senyawa asam palminat bersifat repellent (penolak serangga) serta

berpengaruh terhadap saraf dan metabolisme serangga. Cara masuk pestisida ini

kedalam tubuh serangga bisa secara kontak maupun perut (oral) pada konsentrasi

50 – 60 gr/l sudah efektif dalam mengendalikan serangga hama(Sulistijowati

dkk ,2001).

Manfaat tanaman (Tithonia diversifolia) telah dikenal sebagai makanan

ternak, kayu bakar, kompos, insektisida, dan tanaman penguat teras.

Perkembangan tanaman ini berasal dari biji dan stek batang. Rata-rata produksi

biomassa kering asaltajuk tanaman paitan pada umur 5 – 8 bulan adalah sekitar

2,6 mg/ha. Di beberapa Negara tanaman ini digunakan sebagai obat tradisional

semisal sebagai anti-inflamasi pengurang rasa sakit, didukung hasil penelitian

yang dimuat dalam jurnal Ethnopharmacol kandungan asam chlorogenik dalam

ekstrak daunnya patut diteliti lebih lanjut efektivitasnya. Juga ditengarai sebagai

obat anti malaria maupun diare. Mengingat farmakologi diluar kompetensi,

seyogyanya diperiksa ulang pada tautan terkait (Sulistijowati dkk ,2001).

Page 6: laporan pengendalian hama

II.2 Ulat hijau (ulat daun)

Hama ini sering mengakibat-kan penurunan produksi bahkan kegagalan panen

karenamenyebab-kan daun dan buah sayuran menjadi sobek, terpotong-potong

dan berluang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal

pertanian akan habis (Oka, 1993).

Ledakan populasi hama ini beriringan dengan adanya perubahan iklim,

terutama periode kering yang diikuti curah hujan dan kelembaban tinggi yang

disertai oleh tersedianya makanan melimpah. Ledakan popu-lasi biasanya

didahului oleh kondisi yang kurang menguntungkan bagi perkembangan

parasitoid dan predator (Ruslan dkk, 1989).

Pengendalikan hama ini telah ditempuh dengan berbagai cara, baik secara

kultur teknis, mekanis, biologis maupun dengan insektisida sintetik. Usaha

pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetik lebih sering dilakukan

oleh petani daripada usaha-usaha pengendalian lainnya. Meningkatnya

penggunaan insektisida sintetik dalam pengelola-an hama ini menambah

permasalahan dan dampak negatif yang ditimbul-kan oleh bahan kimia tersebut

terhadap kelestarian lingkungan biotik dan abiotik (Oka, 1993).

Martono (2004) menyebut-kan bahwa penggunaan pestisida yang

dilakukan oleh petani hortikultura pada umumnya tidak lagi mengindahkan aturan

dosis atau konsentrasi yang dianjurkan. Penggunaan pestisida sintetik telah

menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Dampak ekologis yang

ditimbulkan diantaranya adalah timbulnya resurgensi hama, ledakan hama

sekunder, matinya musuh alami dan timbulnya resistensi hama utama.

II.3 Kutu Beras (Sithopilus oryzae)

Kutu mengacu pada berbagai artropoda berukuran kecil hingga sangat kecil.

Nama ini dipakai untuk sejumlah krustasea air kecil (seperti kutu

air), serangga (seperti kutu daun). Semua disebut "kutu" karena ukurannya yang

kecil. Dalam arti lebih sempit, kutu adalah serangga yang tidak bersayap dan

berukuran kecil, kutu yang melompat (ordo Siphonaptera) dan kutu yang lebih

suka merayap, kebanyakan ordo Phtiraptera yang semuanya adalah  parasit).

Page 7: laporan pengendalian hama

Kumbang beras atau lebih dikenal sebagai kutu beras adalah nama umum bagi

sekelompok  serangga kecil anggota  marga  Tenebrio  dan  Tribolium

(ordo Coleoptera) yang dikenal gemar menghuni biji-bijian/serealia yang

disimpan. Kumbang beras adalah hama gudang yang sangat merugikan dan sulit

dikendalikan bila telah menyerang dan tidak hanya menyerang gabah/beras tetapi

juga bulir jagung,berbagai jenis gandum, jewawut, sorgum,serta biji kacang-

kacangan(Kartasapoetra, 1991).

Larvanya bersarang di dalam bulir/biji, sedangkan imagonya memakan

tepung yang ada. Tenebrio molitor lebih dikenal sebagai ulat hongkong, yang

larvanya biasa dijadikan pakan burung peliharaan. T. obscurus juga kerabat T.

molitor yang menjadi hama gudang. Tribolium castaneum adalah serangga model

yang biasa dipakai untuk penelitian genetika sekaligus hama. Kerabatnya yang

lebih gelap, Tribolium confusum, lebih umum dikenal dan luas tersebar.

Page 8: laporan pengendalian hama

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada Bulan November dan Desember 2012 di

Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Universitas Andalas Padang.

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada ulat hijau

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kotak ukuran 9X15cm dgn

tutup, tissue. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ulat daun 2 ekor, daun

utk makanan 6 lembar,ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia) dengan

konsentrasi yang berbeda-beda. Kelompok 6 konsentrasinya 30 %.

III.1.2 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada Sithopillus

oryzae

Alat: tutup toples diameter 9cm, kertas saring dipotong hingga berbentuk bulat

ukuran diameternya 9cm kemudian dipotong 2, kuas.Bahan: kutu beras

(Sitophilus oryzae) 10 ekor, aquades, ekstrak daun paik berbeda-beda

konsentrasi, konsentrasi kelompok 6 = 30%.

III.1.3 Uji insetisida pada Sithopillus oryzae

Alat: tissue, botol aqua gelas 2bh. Bahan: kutu beras 20 ekor, beras,

insektisida merek Astertrin 250 EC.

III.2 Prosedur kerja

III.2.1 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada ulat hijau

Oleskan ektrak daun paik ke daun untuk makanan ulat timbal balik

menggunakan tissue, masukkan kedalam kotak beserta ulat, sebelumnya ukur

dan timbang daun yang untuk makanan tersebut. Amati selama 24 jam,

kemudian ukur berapa lebar dan berat daun yang telah dimakan oleh ulat.

Page 9: laporan pengendalian hama

III.2.2 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada Sithopillus

oryzae

Setelah dipotong dua kertas saring, sebelahnya di olesi ekstrak daun paik

dengan kuas, sebelahnya lagi dengan aquades, kemudian dikering anginkan,

lalu kertas saring tersebut diletakkan kedalam tutup toples, letakkan kutu beras

di dalamnya kemudian ditutup agar kutu beras tak keluar. Amati selama

setangah jam atau 30 menit, kemudian hitung berapa ekor kutu beras yang di

kertas saring beroleskan ekstrak daun paik, dan beberapa ekor yang dikertas

saring beroleskan aquades, lakukan 2 kali pengulangan.

III.2.3 Uji insectisida pada Sithopillus oryzae

Puasakan (tidak diberi makan) kutu beras selama 6 jam, kemudian oleskan

punggung kutu beras tsb dengan insektidida dengan berbagai konsentrasi,

konsentrasi kelompok 7 = 25% menggunakan tissue, masukkan kutu tsb 10

ekor ke botol 1 dan 10 lagi ke botol satunya lagi, masukkn beras. Amati

selama 24 jam, hitung berapa kutu beras yangg hidup dan yang mati.

Page 10: laporan pengendalian hama

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari pengamatan yang telah dilakukan maka didapatkan data sebagai berikut :

1. Pengamatan uji Antifeedant ekstrak daun Thitonia diversifolia pada ulat

hijau.

No. Perlakuan Sebelum perlakuan

Setelah perlakuan

Ulat Daun Ulat Daun

1.Kontrol

0,97 1,62 1,4 0,73

1,02 1,21 1,6 0,81

2.Kadar larutan 5%

0,86 2,07 0,95 2,22

0,78 2,25 0,82 4,15

3.Kadar Larutan 10%

0,90 2,93 1,1 2,51

1,00 2,68 1,2 2,32

4.Kadar larutan 15 %

1,77 1,68 1,21 1,09

0,73 1,47 0,67 1,07

5.Kadar larutan 20%

1,49 2,62 1,09 2,67

0,94 2,30 0,68 2,36

6.Kadar larutan 25%

1,34 3,05 0,78 2,23

1,00 2,23 0,88 2,23

Page 11: laporan pengendalian hama

Tabel 1. Hasil pengamatan uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada

ulat hijau. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada berbagai dosis ekstrak daun paik

yang diberikan menimbulkan hasil yang berbeda-beda pula, pada umumnya berat

badan dari ulat meningkat dan berat daun juga meningkat, akan tetapi pada

berbagai perlakuan berat badan dari ulat menurun seperti terlihat pada perlakuan

ke enam dengan konsentrasi 25% ekstrak daun paitan menyebabkan ulat yang

menjadi bahan uji kehilangan berat badannya yaitu dari 1,34 gr menjadi 0,78 gr

karena tidak makan atau mengkonsumsi daun tersebut. Hal ini dapat terjadi karena

ekstrak yang dioleskan pada daun pakan ulat mengandung senyawa antifeedant.

Menurut Kardinan (1999) Tithonia tagitrifolia bersifat penolak makan pada hama

Tribolium castaneum. MenurutPrakash dan Rao (1997), ekstrak daun paitan

beracun terhadap hama Sitophylus oryzae, S. zeamais dan Tribolium castaneume.

Ekstrak daun bersifat feeding deteren terhadap hama Philosamia sicini. (Dutta,

1986 cit Prakash dan Rao,1997).

2. Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada Sithopillus oryzae

Kelompok PerlakuanPengulangan

1 (ekor)Pengulangan

2 (ekor)

1

Jmlh kutu di kertas aquades 1 9Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia) 5% 2 8

2

Jmlh kutu di kertas aquades 6 5Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia) 10% 4 5

3

Jmlh kutu di kertas aquades 7 6Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik 15% 3 4

4

Jmlh kutu di kertas aquades 7 6Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia)20% 3 4

5

Jmlh kutu di kertas aquades 1 3Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia)25% 9 7

6 Jumlah kutudkertasaquades 7 6

Page 12: laporan pengendalian hama

Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik 30% 3 4

7

Jmlh kutu di kertas aquades 7 5Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia)35% 3 5

Pada table diatas dapat dilihat bahwa pada kertas yang ditetesi dengan aquades

ditemukan lebih banyak kumbang dibandingkan dengan kertas yang di olesi

dengan senyawa antifeedant. Namun pada konsentrasi senyawa antifeedant 25%

terdapat perbedaan, pada konsentrasi tersebut kumbang lebih banyak berada pada

antifeedant hal ini disebabkan karena pemberian senyawa pada kertas yang

dilakkan tidak merata, sehingga senyawa tidak bekerja dengan baik.

3. Uji insectisida pada Sithopillus oryzae

No Kelompok Konsentrasi Astertin EC 250 (%) Hasil1. I Kontrol 10 ekor hidup2. II 5 Mati3. III 10 Mati4. IV 15 Mati5. V 20 Mati6. VI 25 Mati7. VII 30 Mati

Pada pengamatan ini dapat dilihat dari table bahwa serangga yang diberikan

astertin ini mati, hal ini disebabkan konsentrasi yang diberikan pada serangga

terlalu tinggi sehingga menyebabkan serangga mati Karenna tidak mampu untuk

bertahan dari senyawa tersebut.

Page 13: laporan pengendalian hama

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari pengamatan yang dilakukan maka dapat simpulkan bahwa:

1. Pemberian Antifeeant pada ulat hijau dapat mengurangi terjadi proses

makan pada ulat hijau, sehingga antifeedant dapat digunakan sebagai

pengendali hama.

2. Pemberian Antifeedant pada Sitophilus oryzae dapat mengurangi hama

pada tanaman.

3. Pemberian asterin dengan konsentrasi tinggi dapat membunuh hama

Sitophilus oryzae.

5.2 Saran

Dalam praktikum ini disarankan agar pengamatan dilakukan lebih serius dan

disiplin lagi. Selain itu diharapkan kepada praktikan agar lebih berhati-dalam

pemberian perlakuan.

Page 14: laporan pengendalian hama

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, A.W. 2007. Hama Gudang Penyimpanan Padi. Pusat Penelitian

danPengembanganTanaman Pangan. PUSLITBANGTAN, Jawa Barat. h.

14-20

Kardinan, Agus. 1999. Pestisida nabati ramuan dan aplikasi. Penebar Swadaya

Jakarta. 80 hal.

Kubo,I., and K. Nakanishi, 1979, Some Terpenoid Insect Antifeedants from

Tropical Plants, dalam H. Geissbuhler, G.T. Brooks and P.C. Kearney

(Eds), Advancesin Pesticide Science, 2, 284-294, Oxford: Pergamon Press.

Meinwald, J.G.D., Prestwich, K. Nakanishi, I. Kubo, 1978, Chemical Ecology

Studies from East Africa, Science 199, 4325, 1167-73.

Oka, I.N, 1993, Penggunaan , Permasalahan serta Prospek Pestisida Nabati dalam

Pengendalian Hama Terpadu, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam

Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor 1-2 Desember1993.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu Dan Implementasinya di Indonesia.

Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 255 hal

Prakash A., J. Rao. 1997. Botanical pesticides in agriculture. CRC Press, New

York, London. 461 hal.

Page 15: laporan pengendalian hama

Rajab, M.S., and M.D Bentley, 1988, A New Limonoid Insect Antifeedant from

The Fruit of Melia volkensii, Journal of Natural Products, 51(1), 167-171.

Ruslan, K., S. Soetarno dan S. Sastrodihardjo, 1989, Insektisida dari Produk

Alami, PAU Bidang Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung.

Russel, G.B., 1991, Phytochemicals Resources for Crop Protection, Proc.

Assomps IV, Bandung.

Sulistijowati, A dan Didik. 2001. Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia

diversifolia A. Gray) terhadap Candida albicans serta Profil

Kromatografinya. Cermin dunia Kedokteran No. 130.

Sulistijowati,AS, dan D Gunawan. 2001. Efek ekstrak daun kembang bulan

(Tithonia diversifolia A. Gray) terhadap Candida albicans serta profil

kromatografinya. Cermin Dunia Kedokteran No. 130. hal. 31-35.

Tjokronegoro, R.K., 1987, Penelusuran Senyawa Kandungan Tumbuhan

Indonesia Bioaktif terhadap Serangga, Desertasi, Bandung: Universitas

Padjadjaran.