laporan pengendalian hama
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAMA
“UJI ANTIFEEDANT PADA ULAT DENGAN EKSTRAK DAUN Tithonia
difersifolia) DAN UJI INSECTISIDA PADA KUTU BERAS (Sitophillus oryzae)
DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI “
OLEH
RAHMATIKA PUTRI
0910423082
LABORATORIUM EKOLOGI TERESTERIAL
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2012
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang
menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua
hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian. Serangga termasuk bagian
dari hama yang merupakan kelompok organisme yang paling beragam jenis dan
selalu mendominasi populasi mahluk hidup di muka bumi, baik yang hidup di
bawah,pada dan di atas permukaan tanah. Oleh karena itu hampir semua jenis
tanaman baik yang dibudidayakan maupun yang berfungsi sebagai gulma selalu
diganggu oleh kehadiran serangga hama tersebut. Dengan demikian dalam proses
produksi , masalah hama tersebut tidak bisa diabaikan, karena akan
mempengaruhi produksi secara kualitatif maupun kuantitatif dan mampu
merurunkan produksi sebesar 20,7%, bahka menyebabkan kegagalan panen, kalau
tidak dilakukan pengendalian secara efektif(Anggara, 2007).
Pengendalian hama adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme
pengganggu yang disebut hama karena dianggap mengganggu kesehatan
manusia, ekologi, atau ekonomi.Pengendalian hama berumur setidaknya sama
dengan pertanian, lantaran petani perlu mempertahankan tanamannya dari
serangan hama. Untuk memaksimalkan hasil produksi, tanaman perlu dilindungi
dari tanaman dan hewan pengganggu (Russel, 1991).
Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar
penduduknyamerupakan petani. Tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani
di Indonesia adalah padi. Padi yang menghasilkan beras merupakan bahan pangan
pokok sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, padi
sebagai penghasil beras harus mendapat perhatian baik mengenai lahan, benih,
cara budidaya maupun pasca panen (Tjokronegoro,1987).
Melalui Inpres No.3/1986 pemerintah telah melarang dan membatasi
peredaran sekitar 57 merk pestisida sintesis untuk tanaman tertentu, bahkan
kebijakantersebut diikuti dengan pengurangan subsidi pestisida secara bertahap.
Supaya petanitidak dirugikan dan pertumbuhan produksi tidak terganggu tindakan
ini diikuti olehkebijakan lain yaitu mendorong penerapan pengendalian hama dan
penyakit secaraterpadu yang salah satu komponen pentingnya adalah pestisida
nabati (Oka, 1993).
Pestisida nabati diketahui memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat
dikembangkan secara menguntungkan ditinjau dari segi efikasi, agro industri dan
lingkungan hidup. Selain itu sifat insektisida yang nonselektif, munculnya
resistensi pada serangga hama dan terjadinya ledakan populasi hama dengan
biotip baru merupakan faktor utama bagi para ilmuwan untuk tetap berlomba-
lomba mencari senyawa insektisidal baru (Meinwald, 1978).
Pada saat ini pengembangan pestisida nabati diarahkan pada penemuan
senyawa-senyawa yang tidak hanya efektif dalam mengendalikan serangga tetapi
juga mempunyai aktivitas yang selektif terhadap satu atau jumlah terbatas
serangga fitofagoes. Latar belakang pemikiran ini adalah sasaran untuk
mengurangi dampak ekologis lingkungan yang merugikan seandainya tiga kriteria
yaitu: efektif, spesifik dan aman dapat serasi dengan prinsip pengelolaan serangga
hama yang modern maka produk alami ini dapat memenuhi kriteria agent
pengendali biorasional. Agent pengendali biorasional dari produk alami dapat
dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang mengubah
pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi serangga, disebut pengendali
pertumbuhan serangga atau insectgrowth regulator. Kelompok kedua adalah yang
mengubah perilaku serangga, termasuk ke dalam kelompok ini feromon, penolak
(repellent), penarik (attractant), antimakan (antifeedant) dan stimulant serta
penolak peletakan telur (oviposisi). Terdapat anggapan bahwa yang memiliki
prospek komersial yang baik adalah feromon dan antifeedant (Ruslan dkk, 1989) .
Senyawa bioaktif antifeedant merupakan suatu senyawa organik bahan
alam yang sangat dibutuhkan oleh berbagai tanaman untuk melindungi dirinya
dari serangan hama, baik serangga maupun mikroba serta organisme lain.
Keberadaan senyawa bioaktif antifeedant dalam jaringan tanaman akanmembawa
banyak manfaat, terutama dalam masalah perlindungan tanaman yang bernilai
ekonomis, karena dapat berfungsi sebagai pengendali hama alami dalam
bioteknologi tanaman. Penelitian dibidang senyawa ini dapat melibatkan peneliti
dari berbagai disiplin ilmu. Di samping itu, dapat menjangkau penapisan aktivitas
yang melibatkan bioindikator, isolasi, pemurnian, identifikasi dan penentuan
struktur molekul senyawa bioaktifnya (Tjokronegoro,1978)
Senyawa antifeedant banyak ditemukan dari berbagai jenis tumbuhan,
diantaranya adalah famili Meliaceae. Dari famili ini telah banyak diisolasi
senyawa antifeedant diantaranya adalah azadirachtin dari Melia azedarach
(Schwinger, 1983), hidroksitoonasilid dari Toona ciliata, volkensin dari Melia
volkensi (Rajab, dkk, 1988), xymolin dari Xylocarpus molluscensis (Kubo dan
Nakanishi,1979).
Aktivitas antifeedant dapat dijadikan suatu evaluasi awal untuk penemuan
senyawa baru yang bersifat aktif antifeedant dari tumbuhan Titonia diversifolia.
Penemuan senyawa-senyawa baru yang dapat berfungsi sebagai pengendali hama
dapat dilakukan dengan cara pemisahan menggunakan berbagai teknik ekstraksi
dan kromatografi yang dipantau dengan uji hayati pada setiap tahap
pengerjaannya. Senyawa aktif baru yang diperoleh diharapkan dapat
dikembangkan lebih lanjut sebagai suatu senyawa yang potensial dan memiliki
keunggulan untuk dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian dan bidang-bidang
lainnya.
I.2 Tujuan
Untuk mengetahui tingkat toksisitas ekstrak air daun Paitan (Titonia difersivolia)
sebagai zat antifeedant terhadap hama tanaman yaitu ulat hijau dan kutu beras
(Sitophilus oryzae). Dan mengetahui konsentrasi yang tepat untuk mengendalikan
hama tersebut.
I.3 Manfaat Praktikum
Memberikan informasi kepada masyarakat (khususnya petani), dan ilmu
pengetahuan tentang kandungan senyawa aktif daun paitan (T.diversifolia)
sebagai insektisida botani yang ramah lingkungan, yang bebas dari bahan kimia
sintetis yang berbahaya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tanaman Titonia diversifolia
Tanaman (Tithonia diversifolia) ialah tanaman semak dari famili Asteraceae
yang biasanya tumbuh liar sebagai tanaman pagar dan mempunyai biomassa
tanaman mencapai 8,5 mg/h. Tanaman ini berasal dari Meksiko dan tersebar luas
didaerah humia dan subtropics seperti Amerika Tengah dan Selatan, Asia
danAfrika (Sulistijowati dkk ,2001).
Tanaman (Tithonia diversifolia) mulai berbunga pada akhir musim hujan.
Tinggi tanaman bervariasi antara 1 – 3 m. Tumbuhan ini banyak ditemukan
padalahan terbuka, pada lahan kosong yang tidak dipergunakan, tumbuh disekitar
lahan pertanian, disekitar rumah dan disepanjang tepi jalan. Tanaman (Tithonia
diversifolia) ialah tanaman semak dengan kandungan N (Nitrogen), P (Fosfor),
dan K (Kalium) dalam biomassa daun hijau relatif tinggi(Sulistijowati dkk ,2001).
Tanaman (Tithonia diversifolia) mengandung bahan beracun yang disebut
asam palminat. Senyawa asam palminat bersifat repellent (penolak serangga) serta
berpengaruh terhadap saraf dan metabolisme serangga. Cara masuk pestisida ini
kedalam tubuh serangga bisa secara kontak maupun perut (oral) pada konsentrasi
50 – 60 gr/l sudah efektif dalam mengendalikan serangga hama(Sulistijowati
dkk ,2001).
Manfaat tanaman (Tithonia diversifolia) telah dikenal sebagai makanan
ternak, kayu bakar, kompos, insektisida, dan tanaman penguat teras.
Perkembangan tanaman ini berasal dari biji dan stek batang. Rata-rata produksi
biomassa kering asaltajuk tanaman paitan pada umur 5 – 8 bulan adalah sekitar
2,6 mg/ha. Di beberapa Negara tanaman ini digunakan sebagai obat tradisional
semisal sebagai anti-inflamasi pengurang rasa sakit, didukung hasil penelitian
yang dimuat dalam jurnal Ethnopharmacol kandungan asam chlorogenik dalam
ekstrak daunnya patut diteliti lebih lanjut efektivitasnya. Juga ditengarai sebagai
obat anti malaria maupun diare. Mengingat farmakologi diluar kompetensi,
seyogyanya diperiksa ulang pada tautan terkait (Sulistijowati dkk ,2001).
II.2 Ulat hijau (ulat daun)
Hama ini sering mengakibat-kan penurunan produksi bahkan kegagalan panen
karenamenyebab-kan daun dan buah sayuran menjadi sobek, terpotong-potong
dan berluang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal
pertanian akan habis (Oka, 1993).
Ledakan populasi hama ini beriringan dengan adanya perubahan iklim,
terutama periode kering yang diikuti curah hujan dan kelembaban tinggi yang
disertai oleh tersedianya makanan melimpah. Ledakan popu-lasi biasanya
didahului oleh kondisi yang kurang menguntungkan bagi perkembangan
parasitoid dan predator (Ruslan dkk, 1989).
Pengendalikan hama ini telah ditempuh dengan berbagai cara, baik secara
kultur teknis, mekanis, biologis maupun dengan insektisida sintetik. Usaha
pengendalian dengan menggunakan insektisida sintetik lebih sering dilakukan
oleh petani daripada usaha-usaha pengendalian lainnya. Meningkatnya
penggunaan insektisida sintetik dalam pengelola-an hama ini menambah
permasalahan dan dampak negatif yang ditimbul-kan oleh bahan kimia tersebut
terhadap kelestarian lingkungan biotik dan abiotik (Oka, 1993).
Martono (2004) menyebut-kan bahwa penggunaan pestisida yang
dilakukan oleh petani hortikultura pada umumnya tidak lagi mengindahkan aturan
dosis atau konsentrasi yang dianjurkan. Penggunaan pestisida sintetik telah
menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Dampak ekologis yang
ditimbulkan diantaranya adalah timbulnya resurgensi hama, ledakan hama
sekunder, matinya musuh alami dan timbulnya resistensi hama utama.
II.3 Kutu Beras (Sithopilus oryzae)
Kutu mengacu pada berbagai artropoda berukuran kecil hingga sangat kecil.
Nama ini dipakai untuk sejumlah krustasea air kecil (seperti kutu
air), serangga (seperti kutu daun). Semua disebut "kutu" karena ukurannya yang
kecil. Dalam arti lebih sempit, kutu adalah serangga yang tidak bersayap dan
berukuran kecil, kutu yang melompat (ordo Siphonaptera) dan kutu yang lebih
suka merayap, kebanyakan ordo Phtiraptera yang semuanya adalah parasit).
Kumbang beras atau lebih dikenal sebagai kutu beras adalah nama umum bagi
sekelompok serangga kecil anggota marga Tenebrio dan Tribolium
(ordo Coleoptera) yang dikenal gemar menghuni biji-bijian/serealia yang
disimpan. Kumbang beras adalah hama gudang yang sangat merugikan dan sulit
dikendalikan bila telah menyerang dan tidak hanya menyerang gabah/beras tetapi
juga bulir jagung,berbagai jenis gandum, jewawut, sorgum,serta biji kacang-
kacangan(Kartasapoetra, 1991).
Larvanya bersarang di dalam bulir/biji, sedangkan imagonya memakan
tepung yang ada. Tenebrio molitor lebih dikenal sebagai ulat hongkong, yang
larvanya biasa dijadikan pakan burung peliharaan. T. obscurus juga kerabat T.
molitor yang menjadi hama gudang. Tribolium castaneum adalah serangga model
yang biasa dipakai untuk penelitian genetika sekaligus hama. Kerabatnya yang
lebih gelap, Tribolium confusum, lebih umum dikenal dan luas tersebar.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Bulan November dan Desember 2012 di
Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Universitas Andalas Padang.
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada ulat hijau
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kotak ukuran 9X15cm dgn
tutup, tissue. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ulat daun 2 ekor, daun
utk makanan 6 lembar,ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia) dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Kelompok 6 konsentrasinya 30 %.
III.1.2 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada Sithopillus
oryzae
Alat: tutup toples diameter 9cm, kertas saring dipotong hingga berbentuk bulat
ukuran diameternya 9cm kemudian dipotong 2, kuas.Bahan: kutu beras
(Sitophilus oryzae) 10 ekor, aquades, ekstrak daun paik berbeda-beda
konsentrasi, konsentrasi kelompok 6 = 30%.
III.1.3 Uji insetisida pada Sithopillus oryzae
Alat: tissue, botol aqua gelas 2bh. Bahan: kutu beras 20 ekor, beras,
insektisida merek Astertrin 250 EC.
III.2 Prosedur kerja
III.2.1 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada ulat hijau
Oleskan ektrak daun paik ke daun untuk makanan ulat timbal balik
menggunakan tissue, masukkan kedalam kotak beserta ulat, sebelumnya ukur
dan timbang daun yang untuk makanan tersebut. Amati selama 24 jam,
kemudian ukur berapa lebar dan berat daun yang telah dimakan oleh ulat.
III.2.2 Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada Sithopillus
oryzae
Setelah dipotong dua kertas saring, sebelahnya di olesi ekstrak daun paik
dengan kuas, sebelahnya lagi dengan aquades, kemudian dikering anginkan,
lalu kertas saring tersebut diletakkan kedalam tutup toples, letakkan kutu beras
di dalamnya kemudian ditutup agar kutu beras tak keluar. Amati selama
setangah jam atau 30 menit, kemudian hitung berapa ekor kutu beras yang di
kertas saring beroleskan ekstrak daun paik, dan beberapa ekor yang dikertas
saring beroleskan aquades, lakukan 2 kali pengulangan.
III.2.3 Uji insectisida pada Sithopillus oryzae
Puasakan (tidak diberi makan) kutu beras selama 6 jam, kemudian oleskan
punggung kutu beras tsb dengan insektidida dengan berbagai konsentrasi,
konsentrasi kelompok 7 = 25% menggunakan tissue, masukkan kutu tsb 10
ekor ke botol 1 dan 10 lagi ke botol satunya lagi, masukkn beras. Amati
selama 24 jam, hitung berapa kutu beras yangg hidup dan yang mati.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pengamatan yang telah dilakukan maka didapatkan data sebagai berikut :
1. Pengamatan uji Antifeedant ekstrak daun Thitonia diversifolia pada ulat
hijau.
No. Perlakuan Sebelum perlakuan
Setelah perlakuan
Ulat Daun Ulat Daun
1.Kontrol
0,97 1,62 1,4 0,73
1,02 1,21 1,6 0,81
2.Kadar larutan 5%
0,86 2,07 0,95 2,22
0,78 2,25 0,82 4,15
3.Kadar Larutan 10%
0,90 2,93 1,1 2,51
1,00 2,68 1,2 2,32
4.Kadar larutan 15 %
1,77 1,68 1,21 1,09
0,73 1,47 0,67 1,07
5.Kadar larutan 20%
1,49 2,62 1,09 2,67
0,94 2,30 0,68 2,36
6.Kadar larutan 25%
1,34 3,05 0,78 2,23
1,00 2,23 0,88 2,23
Tabel 1. Hasil pengamatan uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada
ulat hijau. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada berbagai dosis ekstrak daun paik
yang diberikan menimbulkan hasil yang berbeda-beda pula, pada umumnya berat
badan dari ulat meningkat dan berat daun juga meningkat, akan tetapi pada
berbagai perlakuan berat badan dari ulat menurun seperti terlihat pada perlakuan
ke enam dengan konsentrasi 25% ekstrak daun paitan menyebabkan ulat yang
menjadi bahan uji kehilangan berat badannya yaitu dari 1,34 gr menjadi 0,78 gr
karena tidak makan atau mengkonsumsi daun tersebut. Hal ini dapat terjadi karena
ekstrak yang dioleskan pada daun pakan ulat mengandung senyawa antifeedant.
Menurut Kardinan (1999) Tithonia tagitrifolia bersifat penolak makan pada hama
Tribolium castaneum. MenurutPrakash dan Rao (1997), ekstrak daun paitan
beracun terhadap hama Sitophylus oryzae, S. zeamais dan Tribolium castaneume.
Ekstrak daun bersifat feeding deteren terhadap hama Philosamia sicini. (Dutta,
1986 cit Prakash dan Rao,1997).
2. Uji Antifeedant ekstrak daun Tithonia diversifolia pada Sithopillus oryzae
Kelompok PerlakuanPengulangan
1 (ekor)Pengulangan
2 (ekor)
1
Jmlh kutu di kertas aquades 1 9Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia) 5% 2 8
2
Jmlh kutu di kertas aquades 6 5Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia) 10% 4 5
3
Jmlh kutu di kertas aquades 7 6Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik 15% 3 4
4
Jmlh kutu di kertas aquades 7 6Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia)20% 3 4
5
Jmlh kutu di kertas aquades 1 3Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia)25% 9 7
6 Jumlah kutudkertasaquades 7 6
Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik 30% 3 4
7
Jmlh kutu di kertas aquades 7 5Jmlh kutu di kertas ekstrak daun paik (Tithonia diversifolia)35% 3 5
Pada table diatas dapat dilihat bahwa pada kertas yang ditetesi dengan aquades
ditemukan lebih banyak kumbang dibandingkan dengan kertas yang di olesi
dengan senyawa antifeedant. Namun pada konsentrasi senyawa antifeedant 25%
terdapat perbedaan, pada konsentrasi tersebut kumbang lebih banyak berada pada
antifeedant hal ini disebabkan karena pemberian senyawa pada kertas yang
dilakkan tidak merata, sehingga senyawa tidak bekerja dengan baik.
3. Uji insectisida pada Sithopillus oryzae
No Kelompok Konsentrasi Astertin EC 250 (%) Hasil1. I Kontrol 10 ekor hidup2. II 5 Mati3. III 10 Mati4. IV 15 Mati5. V 20 Mati6. VI 25 Mati7. VII 30 Mati
Pada pengamatan ini dapat dilihat dari table bahwa serangga yang diberikan
astertin ini mati, hal ini disebabkan konsentrasi yang diberikan pada serangga
terlalu tinggi sehingga menyebabkan serangga mati Karenna tidak mampu untuk
bertahan dari senyawa tersebut.
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari pengamatan yang dilakukan maka dapat simpulkan bahwa:
1. Pemberian Antifeeant pada ulat hijau dapat mengurangi terjadi proses
makan pada ulat hijau, sehingga antifeedant dapat digunakan sebagai
pengendali hama.
2. Pemberian Antifeedant pada Sitophilus oryzae dapat mengurangi hama
pada tanaman.
3. Pemberian asterin dengan konsentrasi tinggi dapat membunuh hama
Sitophilus oryzae.
5.2 Saran
Dalam praktikum ini disarankan agar pengamatan dilakukan lebih serius dan
disiplin lagi. Selain itu diharapkan kepada praktikan agar lebih berhati-dalam
pemberian perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, A.W. 2007. Hama Gudang Penyimpanan Padi. Pusat Penelitian
danPengembanganTanaman Pangan. PUSLITBANGTAN, Jawa Barat. h.
14-20
Kardinan, Agus. 1999. Pestisida nabati ramuan dan aplikasi. Penebar Swadaya
Jakarta. 80 hal.
Kubo,I., and K. Nakanishi, 1979, Some Terpenoid Insect Antifeedants from
Tropical Plants, dalam H. Geissbuhler, G.T. Brooks and P.C. Kearney
(Eds), Advancesin Pesticide Science, 2, 284-294, Oxford: Pergamon Press.
Meinwald, J.G.D., Prestwich, K. Nakanishi, I. Kubo, 1978, Chemical Ecology
Studies from East Africa, Science 199, 4325, 1167-73.
Oka, I.N, 1993, Penggunaan , Permasalahan serta Prospek Pestisida Nabati dalam
Pengendalian Hama Terpadu, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam
Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor 1-2 Desember1993.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu Dan Implementasinya di Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 255 hal
Prakash A., J. Rao. 1997. Botanical pesticides in agriculture. CRC Press, New
York, London. 461 hal.
Rajab, M.S., and M.D Bentley, 1988, A New Limonoid Insect Antifeedant from
The Fruit of Melia volkensii, Journal of Natural Products, 51(1), 167-171.
Ruslan, K., S. Soetarno dan S. Sastrodihardjo, 1989, Insektisida dari Produk
Alami, PAU Bidang Ilmu Hayati, Institut Teknologi Bandung.
Russel, G.B., 1991, Phytochemicals Resources for Crop Protection, Proc.
Assomps IV, Bandung.
Sulistijowati, A dan Didik. 2001. Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia
diversifolia A. Gray) terhadap Candida albicans serta Profil
Kromatografinya. Cermin dunia Kedokteran No. 130.
Sulistijowati,AS, dan D Gunawan. 2001. Efek ekstrak daun kembang bulan
(Tithonia diversifolia A. Gray) terhadap Candida albicans serta profil
kromatografinya. Cermin Dunia Kedokteran No. 130. hal. 31-35.
Tjokronegoro, R.K., 1987, Penelusuran Senyawa Kandungan Tumbuhan
Indonesia Bioaktif terhadap Serangga, Desertasi, Bandung: Universitas
Padjadjaran.