gbs

Upload: arshinta

Post on 08-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

presentasi

TRANSCRIPT

BAB IISI

1. KONSEP PENYAKIT

1. DefinisiGBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.1. EtiologiPenyebab pasti dari sindrom Guillain-Barre masih tidak diketahui. Gangguan ini biasanya muncul dalam hitungan hari atau minggu setelah terjadinya infeksi saluran pernapasan atau pencernaan. Pembedahan atau imunisasi juga diduga dapat memicu sindrom Guillain-Barre, namun sangat kecil kemungkinannya. Pada sindrom Guillain-Barre, sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyerang organisme asing mulai menyerang saraf.1. KlasifikasiSindrom Guillain-Barre digolongkan dalam beberapa bentuk. Berikut ini adalah klasifikasi utamanya: Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia. Ensefalitis batang otak Bickerstaffs (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.

1. Manifestasi KlinisPasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali.Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai titik nadir. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.1. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.1. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

1. PatofisiologiTidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri.Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing.Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin. Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf.Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik.Selubung myelin bersifat insulatordan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan.Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam. Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat. Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh.Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer. GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer. Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.

1. Pohon Masalah

1. Penatalaksanaana). Respirasi: Monitor ketat frekuensi & pola nafas yaitu monitor oksimetri &AGD. Pernafasan mekanik, perawatan pasien dgn ventilator mekanik.b). Kardiovaskuler : monitor ketat frekuensi, irama, kekuatan denyut nadi (HR) & tekanan darah (blood pressure ).c). Pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit & nutrisi.d). Perawatan secara umum : physioterapi perawatan pada bagian-bagian tubuh yg tertekan pertahankanROMsendi pertahankan fungsi paru kultur urine & sputum tiap 2 minggupencegahanterhadap tromboemboli pemberian antidepressant jika pasien depresiPenatalaksanaan Medisa).Pengobatan SpesifikPlasmas exchange (plasmaphoresis) lebih efektif dlm 7 hari dari munculnya serangan / gejala-gejala. Diperlukan filter khusus yg menyerupai filter pada dialisa ginjal. Filter ini diberdayakan buat menyaring keluar antibodi-antibodi (mewujudkan/adalah media dari system imun) yg menyerang & merusak lapisan myelin & saraf-saraf perifer. Tak ada pedoman yg pasti dlm melakukan tindakan ini,namun umumnya sekitar 3-5 liter dari plasma pasien disaring keluar & digantikan pada waktu yg sama dgn plasma / plasma + normal saline. Setiap hari setelah terapi selesai, pasien diberi 4-5 unit FFP (Fresh Frozen Plasma) buat menggantikan factor pembeku darah yg dapat ikut tersaring keluar. Penggantian plasma diharapkan dikerjakan setiap hari selama 3-5 hari & biasanya berhasil dgn sangat baik, namun jika pasien tak berespon terhadap terapi ini hingga hari ke lima maka terapi / tindakan ini tak diulangi. b). Pemberian immunoglobulin secara intravena yg diberikan dgn dosis 0,4 g/kg selama 5 hari berturut turut.c). Cairan , elektrolit & nutrisi.d). Sedative & analgetik.

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1. PengkajianIdentitas klien: meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, statusKeluhan utama : kelumpuhan & kelemahan Riwayat keperawatan : sejak kapan, semakin memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yg dikerjakan selama menderita penyakit.2.Pemeriksaan Fisik B1 (Breathing)Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas vital / paru, reflek batuk turun, resiko akumulasi secret. B2 (Bleeding)Tekan darah rendah / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan. B3 (Brain)Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun, perubahan ketajaman penglihatan, gangguakeseimbangan tubuh, afasis (kemampuan bicara turun), fluktuasi suhu badan. B4 (Bladder)Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih. B5 ( Bowel)Kesulitan menelan-mengunyah,kelemahan ototabdomen, peristaltic usus turun, konstipasi hingga hilangnya sensasi anal. B6 (Bone)Gangguan mobilitas fisik-resiko cidera/ injuri patah tulang tulang, hemiplegi, paraplegi.Pemeriksaan FT. Anamnesis Keluhan utama pasien Rasa lemas seluruh badan & diikuti adanya rasa nyeri Paraestasia jari kaki s/d tungkai Progresive weakness > 1 Ekstremitas Hilangnya refleks tendon

1. Diagnosis Keperawatan

Resiko terjadi bersihan saluran nafas tak efektif b.d penurunan reflek menelan & peningkatan produksi saliva. Resiko terjadi ggn pertukaran gas b.d dgn adanya ggn fungsi paru sebagai efek adanya atelektasis paru. Resiko cukup tinggi terjadi infeksi b.d penggunaan alat perawatan seperti kateter & infus. Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS.

1. Intervensi Keperawatan

Dx : Resiko terjadi bersihan saluran nafas tak efektif b.d penurunan reflek menelan & peningkatan produksi salivaIntervensi: Lakukan perawatan EET setiap 2 jam Lakukan auskultasi sebelum & setelah tindakan fisiotherapi & suction Lakukan fisiotherapi nafas & suction setiap 3 jam jika terdengar stridor / SpO2 < 95 % Monitor status hidrasi Monitor vital sign sebelum & setelah tindakan Kolaborasi pemberian bisolvon 3 X 1 tab Dx : Resiko terjadi ggn pertukaran gas b.d dgn adanya ggn fungsi paru sebagai efek adanya atelektasis paruintervensi: Lakukan pemeriksaan BGA setiap 24 jam Monitor SpO2 setiap jam Monitor respirasi & cyanosis Kolaborasi : Seting ventilator SIMV PS 15, PEEP +2, FiO2 40 %, I : E 1:2 Analisa hasil BGA Dx. : Resiko cukup tinggi terjadi infeksi b.d penggunaan alat perawatan seperti kateter & infusIntervensi: Rawat ETT setiap hari-Lakukan prinsip steril pada saat suction Rawat tempat insersi infus & kateter setiap hari Ganti kateter setiap 72 jam Kolaborasi : Pengggantian ETT dgn Tracheostomi Penggantian insersi surflo dgn vanocath Pemeriksaan leuko Pemeriksaan albumin Lab UL Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg & Cloxacilin 3 X 250 mg

Dx : Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBSIntervensi: Bantu Bab dab Bak Monitor intake & output cairan & lakukan balance setia 24 jam Mandikan klien setiap hari Lakukan mirimg kanan & kiri setiap 2 jam Berikan latihan pasif 2 kali sehari Kaji gejala-gejala pnemoni orthostatik Monitor status neurologi setiap 8 jam Kolaborasi: Alinamin F 3 X 1 ampul

1. APLIKASI KASUSa. Deskripsi KasusNn. R berumur 22 tahun, saat ini sedang dirawt di Rumah Sakit Sardjito. Pada saat dilakukan pengkajian oleh perawat klien mengeluh saat bangun tidur di pagi hari tidak bisa berjalan, Sebelumnya dia mengalami diare-diare dan demam kira-kira 1 minggu sebelumnya,Tidak mampu menelan air liurnya, Sebelum sakit sangat aktif baik dalam pekerjaannya, olahraga lari pagi, berkebun, mengendarai kendaraan dan merawat dirinya, tidak ditemukan tanda-tanda objektif yang menunjukakan stroke, klien mengeluh sulit untuk bernafas, RR 19x /menit, suhu 34C , TD 150/95 mmHg, nad i =120x/menit. Infus RL 16x/menit

b. Pengkajian

Data subjektif:Bangun tidur di pagi hari mengeluh tidak bisa berjalanSebelumnya dia mengalami diare-diare dan demam kira-kira 1 minggu sebelumnyaTidak mampu menelan air liurnyaSebelum sakit sangat aktif baik dalam pekerjaannya, olahraga lari pagi, berkebun, mengendarai kendaraan dan merawat dirinyaData Objektif:Hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda objektif yang menunjukakan strokeKelemahan pada kedua ekstrmitas atasnya dan akhirnya menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator)Hasil lumbal pungsi cairan serebrospinal ditemukan protein tinggi dan tekanan meningkat, leukositosis

c. Diagnosa keperawatan

1. Pola napas dan pertukaran gas tidak efektif b.d Kelemahan otot-otot pernapasan atau paralisis, berkurangnya refleks batuk, immobilisasi.2. Kerusakan Mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler3. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah, menelan, kelelahan, paralisis ekstremitas.4. Konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan, immobilisasi.5. Kurangnya pengetahuan pasien / keluarga berhubungan dengan penyakit, pengobatannya

d. Intervensi

Dx 1: Observasi pola napas. Catat frekuensi pernapasan , jarak antara pernafasan spontan dan napas ventilator

Dx 2: Kaji kekuatan motorik / kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala 0-5. Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman

Dx3 : - Kaji kemampuan menelan dan mengunyah - Monitor intake dan output nutrisi - Berikan makanan sesuai diet tinggi kalori protein - Berikan makanan personde dengan posisi setengah duduk atau semifowlerDx 4: - Kaji pola BAB pasien - Berikan diet tinggi serat - Berikan banyak minum sesuai batas toleransi - Berikan obat pelembek fesesDx 5 : - Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya - Berikan informasi verbal dan non verbal tentang penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

http://sehat.link/penyakit-sindrom-guillain-barre-gbs-definisi-gejala-jenis-penyebab-dan-faktor-risiko.infohttps://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/http://laporan-pendahuluan.asuhan-keperawatan.com/askep-gbs-guillain-bare-syndrom-74706/