ppt gbs gabriella

17
Studi Penggunaan Obat pada Pasien Guillain- Barré Syndrome Gabriella Kristiani Kusuma Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Pembimbing: Didik Hasmono, Drs., Apt., M.S. Mudjiani Basuki, dr., Sp.S Dwi Rahayu Rusiani, Dra, Apt, Sp.FRS 1

Upload: triana-maulidyah

Post on 24-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kuliah..kuliah

TRANSCRIPT

Page 1: PPT GBS Gabriella

Studi Penggunaan Obat pada Pasien Guillain-Barré Syndrome

Gabriella Kristiani KusumaFakultas Farmasi Universitas Airlangga

Pembimbing:Didik Hasmono, Drs., Apt., M.S.Mudjiani Basuki, dr., Sp.SDwi Rahayu Rusiani, Dra, Apt, Sp.FRS

1

Page 2: PPT GBS Gabriella

GBS merupakan inflamasi dan demielinisasi polineuropati akut yang ditandai oleh kelemahan motorik, paralisis, dan hiporefleksia simetris, asendens dan progresif dengan atau tanpa disertai gejala sensorik atau otonom (Dewanto et al., 2007) .

Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang dapat dipicu oleh infeksi pencetus pada 2/3 kasus, pada umumnya infeksi gastrointestinal dan pernafasan.

Prevalensi GBS: Eropa sekitar 3,45/100.000 orang/ tahun (Orphanet Report

Series, 2012)

Amerika Serikat,1,1 sampai 1,8/ 100.000 orang / tahun dan telah menghabiskan anggaran tahunan sebesar 1,7 juta USD (Nelson et al., 2009).

Guillain-Barré Syndrome (GBS)

2

5% dari pasien GBS meninggal karena komplikasi-komplikasi seperti sepsis,

emboli pulmonary, cardiac arrest, atau disautonomia.

5-20% pasien meninggal akibat fungsi pernafasan yang memburuk (Yuki, 2012; Burns,

2008).

Page 3: PPT GBS Gabriella

Pada pasien GBS diperlukan: Terapi simptomatis

(kelemahan otot, nyeri, neuromuscular respiratory failure, deep vein thrombosis, disautonomia, infeksi nosokomial)

Terapi kausatif Plasmaferesis/ Plasma Exchange (PE) Intravenous Immunoglobulin (IVIg) Terapi lain (kortikosteroid, neuroprotektan)

Guillain-Barré Syndrome (GBS)

3

Pola pemberian terapi pada pasien GBS masih belum sepenuhnya diketahui.Pentingnya manajemen terapi pada

pasien GBS ini perlu mendapat perhatian besar agar dapat

meminimalkan dan mencegah progresivitas penyakit ataupun

komplikasi-komplikasi lain.

Page 4: PPT GBS Gabriella

• Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)Demielinasi merupakan ciri patologis yang biasa terjadi pada AIDP dan mielin menjadi target imun yang paling utama.

• Acute motor axonal neuropathy (AMAN)Terjadi degenerasi aksonal dengan akson sebagai target utama dalam serangan imun.

• Acute motor and sensory axonal neuropathy (AMSAN)Mirip dengan AMAN, namun pada AMSAN terdapat keterlibatan saraf sensorik.

• Miller Fisher syndrome (MFS)Adanya keterlibatan saraf kranial yang sangat jelas, yaitu pada saraf motorik okular (oculomotor, trochlear, dan abdusens), dan menyebabkan triad klinik yaitu ophtalmoplegia, ataxia, dan arefleksia.

4

Klasifikasi GBS(Fish & Llewelyn, 2008; Zhong & Cai, 2007; Burns, 2008)

Page 5: PPT GBS Gabriella

Fase 1 : 24 jam awal terjadinya penyakit

Fase 2 : progresivitas penyakit Fase 3 : fase plateau Fase 4 : pemulihan awal Fase 5 : pemulihan jangka panjang

5

Tingkatan Klinik GBS(Peake et. al., 2004)

Page 6: PPT GBS Gabriella

Manifestasi Klinik GBS

(Hughes & Cornblath, 2005; Burns, 2008)

• Kelemahan Otot dan Kelumpuhan MotorikNyeri, mati rasa, parestesia (kesemutan), atau kelemahan pada anggota gerak yang dapat terjadi pada proksimal, distal, atau kombinasi keduanya. GBS juga mempengaruhi saraf-saraf di wajah dan saraf motorik bulbar dan okular.

• DisautonomiaHipertensi, postural hipotensi, takikardia, retensi urin, ileus, sinus takikardia, aritmia jantung, dan gangguan motilitas gastrointestinal.

• Neuromuscular Respiratory FailureDibutuhkan ventilasi atau bantuan pernafasan mekanis.

6

Page 7: PPT GBS Gabriella

Manifestasi Klinik GBS

(Hughes & Cornblath, 2005; Burns, 2008)

• NyeriNyeri pada GBS dapat disebabkan oleh penyebab nosiseptif akibat inflamasi ataupun nyeri neuropati non-nosiseptif akibat degenerasi bahkan regenerasi serabut saraf (remielinasi).

• Deep Vein ThrombosisImobilisasi yang disebabkan oleh GBS merupakan faktor risiko terjadinya DVT dan emboli pulmonar.

• Infeksi Nosokomial Ventilator-associated pneumonia (VAP) Infeksi saluran kencing Infeksi pada akses intravena pasien 7

Page 8: PPT GBS Gabriella

Penatalaksanaan Terapi

1.Analgesika. Non-opioid

Asetaminofen, asam asetil salisilat (aspirin), dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS)

b. OpioidMorfin, metadon, codein, dll.

c. Analgesik PusatTramadol

d. Analgesik AdjuvanAntikonvulsan (gabapentin)Antidepresan trisiklik (nortriptilin, desipramin)Serotonin and norepinephrine reuptake inhibitor antidepressant (duloxetine)Anestesi lokal topikal (lidokain topikal)

8

Page 9: PPT GBS Gabriella

Penatalaksanaan Terapi(lanjutan)

2. Antikoagulana. Heparin Tak Terfraksinasi/ Unfractionated

Heparin (UFH)b. Heparin Terfraksinasi/ Low-Molecular-Weight-

Heparin (LMWH)

3. AntibiotikaAntibiotika yang dipilih harus berdasarkan diagnosis

klinik atau perkiraan mikroorganisme yang dapat menginfeksi (antibiotika empiris), sensitivitas, efektivitas, toksisitas, dan biaya (WHO, 2002).

9

Page 10: PPT GBS Gabriella

Penatalaksanaan Terapi(lanjutan)

4. Plasmaferesis/ Plasma Exchange (PE)Mekanisme kerja : Membuang Ig dan Ab dari serum dengan cara menggantidarah tubuh dengan fresh frozen plasma, albumin, atau salin.Waktu pemberian: hanya bermanfaat jika diberikan saat minggu pertama awalterjadinya GBS, lebih baik jika terapi diberikan lebih awal dan

segera.Dosis : 3-5 kali penggantian, 50mL/kgBB plasma IV selama 1-2 mingguEfek samping : hipotensi, aritmia, infeksi, malaise, demam, flushing, pusing, dan hipokalsemia.,pneumotoraks, komplikasi-komplikasi pendarahan, sepsis, tromboembolisme, dan anafilaksis.Kontraindikasi :septikemi, pendarahan aktif dan instabilitas kardiovaskular yang berat, dan kehamilan.

10

Page 11: PPT GBS Gabriella

5. Intra-venous Immunoglobulin (IVIg)Mekanisme kerja :

menetralisasi autoantibodi/ antibodi patologis menghambat ikatan dan aktivasi komplemen mempengaruhi mediasi oleh Fc receptor binding meningkatkan klirens autoantibodi patogenik

melalui saturasi FcRn salvage pathway menekan sitokin patogenik menetralisasi super-antigen mempengaruhi fungsi, diferensiasi, dan aktivasi

sel B dan sel T.Waktu pemberian: diberikan secepatnya, dianjurkan pada 7 hari

pertama, selama 2 minggu sejak timbulnya gejala.Dosis : 2 g/ kgBB diberikan secara intravena dan

umumnya dibagi dalam 5 dosis (Dewanto et. al., 2007; Jurisdictional Blood Committee, 2012).

0,4 g/ kgBB/ hari diberikan selama 5 hari (Burns, 2008; Porwadi et. al., 2006). 11

Penatalaksanaan Terapi(lanjutan)

Page 12: PPT GBS Gabriella

12

Penatalaksanaan Terapi(lanjutan)

Efek samping : pusing, myalgia, dingin, demam, mual, muntah, lemas, dan tremor.gagal ginjal akut, tromboembolisme, meningitis aseptik, infark miokardial, dan anafilaksis.

Pemberian IVIg memiliki efektivitas yang setara dengan PE, namun pada IVIg, efek samping yang ditimbulkan lebih minimal, jarang terjadi, serta

memiliki kenyamanan dan availabilitas yang lebih baik. Oleh karena itu, pemberian IVIg lebih dipilih dan banyak digunakan pada pasien GBS (Yuki & Hartung,

2012).

Page 13: PPT GBS Gabriella

13

Penatalaksanaan Terapi(lanjutan)

6. Kortikosteroid Berfungsi menurunkan inflamasi dan secara teoritis dapat

memperbaiki kerusakan saraf. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, pasien yang

telah 4 minggu diberi kortikosteroid, baik oral maupun intravena, tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol/ tanpa perlakuan (Hughes & van Doorn, 2012; Hughes et. al., 2010; Lehmann et. al., 2009).

Kombinasi IVIg dengan metilprednisolon intravena juga tidak lebih efektif jika dibandingkan dengan pemberian IVIg saja.

Pemberian kortikosteroid ini tidak memberikan manfaat jangka panjang untuk pasien namun justru dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes yang membutuhkan insulin dan hipertensi. Bahkan kortikosteroid yang diharapkan dapat mengurangi inflamasi pada saraf justru dapat menimbulkan efek negatif pada otot.

Page 14: PPT GBS Gabriella

14

Penatalaksanaan Terapi(lanjutan)

7. Neuroprotektan Neuroprotektan dapat meminimalkan kerusakan saraf

selama fase penyakit dan mendukung perbaikan saraf/ regenerasi akson selama fase pemulihan GBS.• Penyimpangan respon autoimun yang menyebabkan

kerusakan saraf pada GBS hanya bersifat sementara• Saraf perifer pada dasarnya memiliki kemampuan

regenerasi dan memperbaiki diri setelah terjadi kerusakan

• Blood-nerve barrier juga mengalami kerusakan pada saraf yang rusak, sehingga neuroprotektan dapat mencapai serabut saraf yang rusak (Jain, 2011; Zhang et. al., 2011).

Page 15: PPT GBS Gabriella

Daftar PustakaBurns, Ted M., 2008. Guillain-Barré Syndrome. Seminars in Neurology, Vol.

28 No. 2, p. 152-167. Dewanto, George, Suwono, Wita J., Riytanto, Budi, Turana, Yuda. 2007.

Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Fish, Mark and Llewelyn, Gareth, 2008. The Guillain-Barré Syndrome. ACNR, Vol. 8 No. 4, p. 10-12.

Hughes, RAC and van Doorn, PA. 2012. Corticosteroids for Guillain-Barré Syndrome. Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 8, Art. No.: CD001446, DOI: 10.1002/14651858.CD001446.pub4.

Hughes, Richard AC., Swan, Anthony V., and van Doorn, Pieter A. 2010. Corticosteroid for Guillain-Barré Syndrome. Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 2. Art. No.: CD001446. DOI: 10.1002/14651858.CD001446.pub3.

Hughes, Richard A C and Cornblath, David R, 2005. Guillain-Barré Syndrome. Lancet,Vol. 366, p. 1653–1666.

Jain, Kewal K. 2011. The Handbook of Neuroprotection. Springer: Humana Press.

Jurisdictional Blood Committee. 2012. Criteria for the Clinical Use of Intravenous Immunoglobulin in Australia, 2nd Edition. Canberra: Commonwealth of Australia.

15

Page 16: PPT GBS Gabriella

Nelson, Laura, Gormley, Robert, Riddle, Mark S., Tribble, David R., and Porter, Chad K., 2009. The Epidemiology of Guillain-Barré Syndrome in U.S. Military Personnel: A Case-control Study. BioMed Central Research Notes, Vol. 2, p. 171.

Orphanet Report Series, 2012. Prevalence of Rare Diseases: Bibliographic Data. Orphanet Report Series Rare Diseases Collection, No. 1, p. 15.

Peake, Deirdre, Whitehouse, William P., and Philip, Sunny. 2004. The Management of Guillain-Barré Syndrome. Current Paediatrics, Vol. 14, p. 252-257.

Porwadi, Troeboes. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Saraf, edisi III. Surabaya: RS Dr. Soetomo.

World Health Organization. 2002. Prevention of Hospital-acquired Infections, A Practical Guide, 2nd edition. Malta: World Health Organization.

Yuki, Nobuhiro and Hartung, Hans-Peter. 2012. Medical Progress: Guillain-Barré Syndrome. The New England Journal of Medicine, Vol. 366, p. 2294-2304.

Zhang, Gang, Lehmann, Helmar C., Bogdanova, Nataliia, Gao, Tong, Zhang, Jiangyang, and Sheikh, Kazim A. 2011. Erythropoietin Enhances Nerve Repair in Anti-Ganglioside Antibody-Mediated Models of Immune Neuropathy. PLoS ONE Vol. 6 No. 10 e27067. doi:10.1371/journal.pone. 0027067.

Zhong, Min and Cai, Fang-Cheng, 2007. Current Perspectives on Guillain-Barré Syndrome. World Journal of Pediatrics, Vol. 3 No. 3, p. 187-194.

16

Daftar Pustaka

Page 17: PPT GBS Gabriella

Terima KasihKritik dan saran sangat saya harapkan untuk menyempurnakan usulan skripsi

ini.

17