gbs

31
Tugas Ilmu Penyakit Saraf REFERAT GUILLAIN BARRE SYNDROME Disusun Untuk memenuhi Tugas Dokter Muda Stase Syaraf Pembimbing : dr. Iman Budiarto, Sp.S Diajukan oleh: AVYSIA TRI MARGA WULAN, S.Ked. J 500 050 052 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 1

Upload: avysia-marga-w

Post on 02-Jul-2015

1.435 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: GBS

Tugas Ilmu Penyakit SarafREFERAT

GUILLAIN BARRE SYNDROME

Disusun Untuk memenuhi Tugas

Dokter Muda Stase Syaraf

Pembimbing : dr. Iman Budiarto, Sp.S

Diajukan oleh:

AVYSIA TRI MARGA WULAN, S.Ked.

J 500 050 052

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

1

Page 2: GBS

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guillain Barre syndrome (GBS) adalah penyakit neurologi yang sangat

jarang,1 kejadiannya bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang

pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan

penelitian mendapatkan rata-rata insidensi 1.7 per 100.000 orang. Terjadi

puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang

mengenai usia dibawah 2 tahun.2.

Insidensi sindroma Guillain-Barre Usia termuda yang pernah

dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita

sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita

adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada

kelompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran

epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa

insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35

tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan

penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita

3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d

Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. 2

Penyakit ini sering menyebabkan kelumpuhan yang cukup sering

dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita

dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa

keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai

prognosa yang baik. GBS biasanya mempunyai prognosa yang baik yaitu

sekitar 80% tetapi sekitar 15 % nya mempunyai gejala sisa/ defisit

neurologis.1,2

Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu

Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis,

2

Page 3: GBS

Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending

paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome. 2

B. Rumusan Masalah

Mengingat berdasarkan gambaran epidemiologi di Indonesia yakni

GBS banyak menyerang pada usia produktif, dan pada beberapa keadaan

GBS ini dapat menimbulkan kelumpuhan bahkan kematian maka penulis

tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit ini serta membuat

referat tentang Guillain Barre Syndrome.

C. Tujuan

Agar pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit SGB ini

baik definisi, patomekanisme, gejala klinis, diagnosa, pengobatan dan

prognosis penyakit ini.

D. Manfaat

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik

bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Guillain Barre

syndrome

3

Page 4: GBS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang

ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan

proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus

kranialis.2

B. ETIOLOGI

Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan

pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/

penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya

SGB, antara lain: 2

1. Infeksi

2. Vaksinasi

3. Pembedahan

4. Penyakit sistematik:

a) keganasan

b) systemic lupus erythematosus

c) tiroiditis

d) penyakit Addison

5. Kehamilan atau dalam masa nifas

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.

Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% -

80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi

saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal 2

4

Page 5: GBS

Telah diketahui bahwa infeksi salmonela tiposa dapat menyebabkan

GBS. Kemungkinan timbulnya sindrom Guillain-Barre pada demam tifoid

perlu lebih diketahui dan disadari, khususnya di Indonesia di mana demam

tifoid masih merupakan penyakit menular yang besar. 3

Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang sering menjadi penyebab SGB 4

C.

P

ATOGENESIS

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum

diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan

saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler

(cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf

tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari

peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses

demyelinisasi saraf tepi.

5

Page 6: GBS

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon

imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa

sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.2

a. Teori-teori Imun:

Faktor humoral (antibodi terhadap gangliosid) - respon seluler (aktivasi

makrofag). Berbagai laporan melaporkan adanya antibodi terhadap

glikolipid, termasuk GM1, GQ1b, berbagai gangliosid lain, seluruh

komponen membran akson Histologi saraf tepi menunjukkan infiltrasi

monosit perivaskuler endoneurial dan demielinasi multifocal. Saraf-saraf

tepi dapat terkena dari radiks sampai akhiran saraf distal

(poliradikuloneuropati) 2

b. Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan

penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari

sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan

sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran.

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus

dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah

menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan

imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen

(antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan

dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi

aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2),

gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul

(ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam

membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan

pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat

merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen. 2

c. Patologi

6

Page 7: GBS

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran

pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada

saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga

atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung

myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan

dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke

tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan

secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks

dan saraf tepi telah hancur. 2

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi

adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil

pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi

segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi

Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus

membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan

akson. 2

7

Page 8: GBS

Gambar 1: Sistem imunopathologi saraf pada SGB 4

8

Page 9: GBS

D. Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:

1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

3. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)

4. Acute motor sensory axonal neuropathy

5. Fisher’s syndrome

6. Acute pandysautonomia. 2

9

Page 10: GBS

Gambar 2: Skema klasifikasi SGB

E. Gejala klinis dan kriteria diagnose

Gangguan autonom terlihat pada lebih dari 50%, gangguan otonomik

biasanya bermanifestasi sebagai takikardia tetapi bisa menjadi gangguan yang

lebih serius yaitu disfungsi saraf otonom.termasuk aritmia, hipotensi,

hipertensi, dan dismotilitas Gastrointestinal.5

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National

Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke

(NINCDS), yaitu:

I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

Terjadinya kelemahan yang progresif

Hiporefleksi

II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a. Ciri-ciri klinis:

Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,

maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2

minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.

Relatif simetris

Gejala gangguan sensibilitas ringan

Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering

bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang

mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus

neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti,

dapat memanjang sampai beberapa bulan.

10

Page 11: GBS

Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,

hipertensi dan gejala vasomotor.

Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong

diagnosa:

Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi

peningkatan pada LP serial

Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

Varian: - Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu

gejala

- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.

Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal. 2

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer. 2

Tabel 2: Gejala klinis SBS 4

11

Page 12: GBS

F. KRITERIA DIAGNOSTIK

Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih

dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari

otot distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. 2

Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan

gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien

GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali

kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus

phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator

mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.5

1. Puncak defisit dicapai 4 minggu

2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu

3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi

sejenis

12

Page 13: GBS

4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N.

VII, VI, III, V, IX, dan X)

5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas

a. Abnormalitas motorik (kelemahan)

Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke

lengan - 10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang,

kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial)

Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya

bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus

b. Abnormalitas sensorik

Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove &

stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa

mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi

terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik krn proprioseptif

terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus

c. Disfungsi Otonom

1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi

2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal

3) Retensi urine

13

Page 14: GBS

Gambar 2: fase perjalan klinis

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna

1. Fase Prodromal

Fase sebelum gejala klinis muncul

2. Fase Laten

a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang

b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.

c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari

3. Fase Progresif

a. Fase defisit neurologis (+)

b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.

c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg

d. bertambah berat sampai maksimal

e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-

demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)

4. Fase Plateau

a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.

b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg

5. Fase Penyembuhan

a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik

b. beberapa bulan

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LCS 4

- Disosiasi sitoalbumin

Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa

peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel

14

Page 15: GBS

metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti

CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.

a. Antibodi glicolipid

b. Antibodi GMI

2. EMG

a. Gambaran poliradikuloneuropati

b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa

paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.5

c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H

abnormal. 3

3. Ro: CT atau MRI

Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati. 6

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL 4

Kelainan batang otak

a. Trombosis arteri basilaris dengan infark batang otak*

b. Ensefalomielitis batang otak

Kelainan medulla spinalis

a. Mielitis transversa

b. Mielopati nekrotik akut

c. Kompresi neoplasma pada medulla spinalis servikal / foramen

magnum

d. Mielopati akut lain

15

Page 16: GBS

Kelainan sel kornu anterior

a. Poliomielitis

b. Rabies

c. Tetanus

Poliradikulopati

a. Difteri

b. Paralisis Tick

c. Logam berat : arsen, timbal, thallium, emas

d. Keracunan organofosfat

e. Heksakarbon (neuropati penghirup lem)

f. Perhexiline

g. Obat-obatan : vincristine, disulfiram, nitrofurantoin

h. Critical illness polyneuropathy

Kelainan transmisi neuromuskuler

a. Myastenia gravis

b. Botulismus

c. Hipermagnesemi

d. Paralisis yang diinduksi antibiotika

e. Bisa gigitan ular

Miopati

a. Polimiositis

b. Miopati akut lain, misalnya akibat induksi obat

Abnormalitas metabolik

a. Hipokalemi

b. Hipermagnesemia

c. Hipofosfatemia

Lain-lain

a. Histeri

b. Malingering

16

Page 17: GBS

H. KOMPLIKASI 4

1. Paralisis menetap

2. Gagal nafas

3. Hipotensi

4. Tromboembolisme

5. Pneumonia

6. Aritmia Jantung

7. Ileus

8. Aspirasi

9. Retensi urin

10. Problem psikiatrik

GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien

dalam jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset

penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung

bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang

keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan

atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun – tahun

pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien

dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya.5

Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien

dewasa.tetapi lebih sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada

dewasa lebih umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya

pada pasien dengan ventilator. 5

Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan

hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan

GBS.gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan

defisiensi dari fungsi mukosa bronchial. 7

I. TERAPI

Tidak ada drug of choice

17

Page 18: GBS

Roboransia saraf parenteral. 6

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan

secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini

dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama

dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap

harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit

dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

1. Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2. Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan

dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14

hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset

gejala (minggu pertama).

3. Pengobatan imunosupresan:

a. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih

menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg

BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4

gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

b. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

18

Page 19: GBS

6 merkaptopurin (6-MP)

azathioprine

cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual

dan sakit kepala. 2

c. Terapi fisik: - alih baring

1) latihan ROM dini u/ cegah kontraktur

2) Hidroterapi

d. Supportif: profilaksis DVT (heparin s.c) 4

e. Analgesik

Analgesic ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan

untuk meringankan nyeri ringan, namun tidak untuk nyeri yang

sangat,penelitian random control trial mendukung penggunaan

gabapentin atau carbamazepine pada ruang ICU pada perawatan

SGB fase akut. Analgesic narkotik dapat digunakan untuk nyeri

dalam, namun harus melakukan monitor secara hati-hati kepada

efeksamping denervasi otonomik.terapi ajuvan dengan tricyclic

antidepressant , tramadol, gabapentin, carbamazepine, atau

mexilitene dapat ditambahkan untuk penatalaksanaan nyeri

neuropatik jangka panjang. 7

Pengobatan fase akut termasuk program penguatan

isometric, isotonic, isokinetic, dan manual serta latihan secara

progresif. Rehabilitasi harus difokuskan untuk posisi limbus,

posture, orthotics,dan nutrisi yang sesuai.richard

J. PEMULIHAN 1. 80% pasien pulih dalam waktu 6 bulan

2. 15% pulih sempurna

3. 65% pulih dengan defisit neurologis ringan yg tak pengaruhi

ADL

4. 5-10% mengalami kelamahan motorik menetap

19

Page 20: GBS

5. Pada pasien dengan kelemahan motorik menetap, pemulihan

dapat berlangsung >2 tahun

6. Mortalitas: 3-5%

7. Relaps: 2-10%

8. Perburukan: 6% menjadi CIDP (Chronic Inflammatory

Demyelinating Polyradiculoneuropathy) 4

K. PROGNOSIS

Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik4:

1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot

2. Umur tua

3. Kebutuhan dukungan ventilator

4. Perjalanan penyakit progresif & berat

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi

pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala

sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan

bila dengan keadaan antara lain:

a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal

b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

c. progresifitas penyakit lambat dan pendek

d. pada penderita berusia 30-60 tahun 2

20

Page 21: GBS

BAB III

KESIMPULAN

Guillain Bare Syndrom (GBS) secara khas digambarkan dengan

kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia. Mekanisme autoimun

dipercaya bertanggungjawab atas terjadinya sindrom ini.terapi

farmakoterapi dan terapi fisik, prognosis GBS tergantung pada

progresifitas penyakit, derajat degenerasi aksonal, dan umur pasien

21

Page 22: GBS

22