gbs fix

Upload: adelita-dwi-aprilia

Post on 10-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gbs fix

TRANSCRIPT

PROJECT BASED LEARNINGGuillain Barre syndrome ( GBS )

DISUSUN OLEH :ADELITA DWI APRILIA135070201111005REG-1KELOMPOK 2

JURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2014

TRIGGER PJBL 2Tuan Sujarwo Tejo, seorang supir truk berusia 38 tahun datang jam 06.00 pagi ke IGD RS Welas Asih dengan berjalan dipapah istrinya karena merasa kaki dan tangannya super lemas dan jatuh dari tempat tidur saat ingin bangun. Klien langsung dipindahkan ke ruang HCU. Klien dan istrinya tinggal di Blimbing Malang, no HP 0341 55667788. Istri klien, ibu rumah tangga bernama Marsha Bear menuturkan 2 hari yang lalu kedua ujung ibu jari kaki klien terasa kesemutan menjalar ke telapak kakinya sampai ke paha. Begitu pula dengan tangannya, klien sulit mengancingkan baju atau bahkan memegang sendok. Keesokan harinya bertambah parah dengan terasa lemas pada kedua tungkai atas bawah dan tidak hilang meskipun istirahat. Klien juga merasa kepala dan punggungnya sakit, mual dan muntah 2x, dada terasa agak sesak. klien mengalami demam, batuk berdahak dan pilek sekitar 2 minggu yang lalu saat mengantar barang ke lampung. Klien terlihat lemas dan hanya menganggukan kepala saat perawat berkomunikasi dengan klien menggunakan pertanyaan tertutup, sesekali menjawab pendek dibantu istrinya. Klien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya, tidak mempunyai penyakit kronis sebelumnya seperti darah tinggi, tidak ada anggota keluarga mengalami penyakit ini sebelumnya, klien jarang sakit. Klien merokok 1 bungkus sehari, kopi 3 gelas sehari, minum air putih 2-3 botol air mineral paling besar, klien pekerja keras, hanya tidur 2 jam sehari saat bekerja. Klien tidak mempunyai pantangan makan, makan teratur 3x sehari dan selalu habis tapi dalam 2 hari ini nafsu makan terus berkurang dan memburuk makan 3-4 sendok kecil karena lidah lemas sejak kemarin pagi. Klien BAK menggunakan pispot selama di rumah dan belum BAB sudah 2 hari ini.

STUDENTS LEARNNG OBJECTIVE (SLO)1. Definisi GBS2. Epidemiologi GBS3. Etiologi atau faktor resiko GBS4. Patofisiologi GBS5. Manifestasi klinis GBS6. Pemeriksaan diagnostik GBS7. Penatalaksanaan GBS8. Komplikasi meningitis GBS9. Asuhan Keperawatan GBS1. Definisi GBS Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.(Parry,1993) Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat. ( Doenges:369) Klasifikasi GBSTerdapat enam jenis GBS yaitu :a. Acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP) gangguan terutama terjadi berupa kerusakan selubung saraf myelin dari sel.b. Miller Fisher syndrome (MFS) adalah jenis yang jarang karena berupa kelumpuhan yang menurun dari atas ke bawah jadi kebalikan dari GBS. Mula-mula otot mata yang terserang sehingga terjadi trias ophthalmoplegia, ataxia, dan areflexia. Antibodi Anti-GQ1b sering dijumpai pada 90% kasus.c. Acute motor axonal neuropathy (AMAN), atau Chinese Paralytic Syndrome, menyerang motorik yaitu pada nodes of Ranvier dan banyak (prevalen) di China dan Mexico. Merupakan serangan auto-immune pada axoplasm saraf tepi. Sering terjadi pada musim tertentu dan penyembuhan lebih cepat. Pada pasen akan terdapat anti-GD1a antibody. Antibody Anti-GD3 banyak dijumpai pada AMAN.d. Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN) serupa dengan AMAN hanya juga disertai serangan pada serabut saraf sensorik dengan kerusakan aksonal. Seperti AMAN juga disebabkan serangan oto imun terhadap aksoplasma saraf tepi. Penyembuhan lambat dan inkomplit.e. Acute panautonomic neuropathy imerupakan jenis yang jarang dari GBS sering disertai ensefalopati dengan mortalitas yang tinggi. Kematian disebabkan pembesaran jantung dan disritmia, gangguan berkeringat dan kekurangan air mata. Fotofobia, keringnya rongga hidung dan mukosa mulut, gatal, mual dan muntah sering terjadi dan disfagia. Konstipasi juga dapat terjadi yang tidak hilang dengan laksan. Dan bisa pula berganti dengan diare. Gejala awal biasanya lelah dan lemas seperti lethargy, fatigue, sakit kepala, dan menurunnya kemauan, malas, lalu diikuti gangguan otonomik seperti pusing bila berdiri, mata kabur, nyeri perut, diare, mata kering, dan gangguan kencing. Yang paling sering adalah pusing bila berdiri, gangguan gastrointestinal dan kencing dan gangguan berkeringat.f. Bickerstaffs brainstem encephalitis (BBE), jenis lain dari Guillain-Barr syndrome. Ditandai oleh acute onset ophthalmoplegia, ataxia, gangguan kesadaran, hyperreflexia or Babinskis sign (Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit monofasik atau sering relaps. Gangguan patologi terutama di batang otak, pons, midbrain, dan medulla. Meski pada fase awal terlihat parah prognosis baik. Diagnosis dengan MRI.Sebagian pasien BBE mempunyai hubungan dengan axonal Guillain-Barr syndrome, menjadi indikasi bahwa kedua penyakit ini mempunyai kesamaan.Pada GBS terjadi gangguan pada saraf tepi sehingga kekuatan kedua tungkai dan ekstremitas dapat terkena. (menkes JH,2000)

2. Epidemiologi GBS Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun.Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. Angka kematian rata-rata adalah 2-6%, yang secara umum disebabkan akibat komplikasi dari ventilasi, henti jantung, emboli paru, sepsis, bronkospasme, pneumotoraks, dan ARDS. Lebih dari 75 % penderita mengalami perbaikan sempurna atau hampir sempurna tanpa defisit neurologi atau hanya kelelahan dan kelemahan distal yang minimal. Sedangkan sebagian penderita yang lain, membutuhkan bantuan ventilasi akibat dari kelemahan bagian distal yang berat.Sekitar 15 % penderita berakhir dengan gejala sisa berupa defisit neurologi.(Wilkinson I,2005)3. Etiologi GBSEtiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: Infeksi : Misal radang tenggorokan atau radang lainnya. Vaksinasi : Rabies, Swine flu Pembedahan Penyakit sistematik: keganasan systemic lupus erythematosus tiroiditis penyakit Addison Kehamilan atau dalam masa nifasGBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Dimana faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus dengan Campylobacter Jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyaipersamaan dengan struktur biokimia myelin pada radik, sehingga antibody yang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga menyerang myelin.

( Adams RD,2005) Faktor Risiko GBSSiapapun dapat mengembangkan GBS. Namun, lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Insiden GBS meningkat seiring bertambahnya usia dan orang-orang lebih dari 50 tahun memiliki risiko lebih besar untuk mengembangkan GBS. 4. Patofisiologi Meningitis

5. Manifestasi Klinis GBS Tanda dan gejala GBS menurut Munandar : GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi. Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy. Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions). ( Munandar, 2009) Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas :a. Abnormalitas motorik (kelemahan) Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden kelengan 10% dimulai dengan kelemahan lengan Walaupun jarang,kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial) Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanyabilateral Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus.b. Abnormalitas sensorik Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove &stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya Nyeri bisa berupamialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan, tersetrum Ataksia sensorik karena proprioseptifterganggu Variasi : parestesi wajah & trunkusc. Disfungsi Otonom Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal Retensi urine

Gambar 1 : Fase Perjalanan Klinis

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna : 1. Fase ProdromalFase sebelum gejala klinis muncul2. Fase Laten Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yangmendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis. Lama : 1-28 hari, rata-rata 9 hari 3. Fase Progresif Fase defisit neurologis (+) Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg bertambah berat sampai maksimal) Perburukan > 8 minggu disebut chronic inflammatory-demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)4. Fase Plateau Kelumpuhan telah maksimal dan menetap Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg55. Fase Penyembuhan Fase perbaikan kelumpuhan motorik beberapa bulan

6. Pemeriksaan Diagnostik GBSa. Pemeriksaan LCS Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 1,5 g/dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 ( albuminocytologic dissociation).b. Pemeriksaan EMG Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.c. Pemeriksaan MRI atau CT ScanPemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus SGB. Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit. Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.d. Pemeriksaan DarahPada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis, eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.e. Elektrokardiografi (EKG) Menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.f. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) Menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).g. Pemeriksaan patologi anatomiUmumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya. h. Spinal tap (tusuk lumbalis)/(lumbar puncture)Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal tulang belakang di daerah (lumbar. Cairan cerebrospinal kemudian diuji untuk jenis tertentu perubahan yang biasanya terjadi pada orang yang memiliki sindrom Guillain-Barre. Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Jika memiliki GBS, tes ini dapatmenunjukkan peningkatan jumlah protein dalam cairan tulang belakangtanpa tanda infeksi lain. ( Stoll BJ, 2004)

7. Penatalaksanaan GBSa. FisioterapiPenatalaksanaan fisioterapi pada penderita GBS harus dimulai sejak awal,yaitu sejak kondisi pasien stabil. Oleh karena perjalananan penyakit GBS yang unik, ada dua fase yang perlu diperhatikan dalam memberikan fisioterapi. Yang pertama adalah fase ketika gejala masih terus berlanjut hingga berhenti sebelum kondisi pasien terlihat membaik. Pada fase tersebut yang diperlukan adalah mempertahankan kondisi pasien, meskipun kondisi pasien akan terus menurun. Sedangkan yang kedua adalah pada fase penyembuhan, ketika kondisi pasien membaik. Pada fase ini pengobatan fisioterapi ditujukan pada penguatan dan pengoptimalan kondisi pasien. Pada fase pertama penekanan pada semua problem menjadi sangat penting. Sedangkan pada fase kedua hanya problem muskuloskeletal dan kardiopulmari yang menjadi penekanan. Secara keseluruhan penatalaksanaan fisioterapi ditujukan pada pengoptimalan kemampuan fungsional. 1. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Problem MuskuloskeletalPada fase pertama yang perlu diberikan adalahmempertahankan kekuatan otot, panjang otot, luas gerak sendi (LGS), tanpamelupakan bahwa kondisi pasien masih akan terus memburuk dalam waktumaksimal 2 minggu. Bila panjang otot dan LGS terus terjaga pada fase pertama, fisioterapipada fase kedua ditekankan peningkatan kekuatan otot, dengan tetapmemperhitungkan jumlah motor unit yang kembali bekerja.2. Penatalaksanaan pada masalah kekuatan ototPada fase pertama, program awal yang bisa diberikan adalah latihan aktif,bila memungkinkan. Bila penderita tidak mampu menggerakkan sendirianggota badannya, sebaiknya bantuan diberikan (=aktif asistif). Bila kemudiankondisi kelemahan otot sangat menonjol, latihan pasif harus diberikan; artinya fisioterapis yang menggerakkan angota badan penderita. Penatalaksanaan pada fase kedua tidak jauh berbeda dengan fase sebelumnya. Sasaran utama pada fase ini adalah peningkatan kekuatan otot.Meskipun demikian latihan yang diberikan masih harus tidak boleh terlaluberat, karena jumlah motor unit yang aktif terbatas. Program latihan aktifseharusnya ditingkatkan bila penderita sudah mampu melakukan latihan aktifdan memenuhi LGS normal tanpa kesulitan. Latihan kemudian meningkatmenjadi aktif resistif, artinya menggunakan beban unntuk meningkatkankekuatan otot.3. Penatalaksanaan pada Luas Gerak Sendi (LGS)Bersamaan dengan digerakkannya otot anggota tubuh penderita, bisa dikatakan semua sendi sudah digerakkan. Hanya perlu diingat bahwa pada fasepertama, otot penderita GBS biasanya tidak mampu menggerakkan LGS secara penuh. Oleh karenanya fisioterapis perlu membantu penderita untukmenggerakkan sendi sesuai dengan luas gerak sendi yang normal, minimal yang fungsional. Sama seperti memberikan latihan untuk otot, menggerakkan sendi sebaiknya juga dilakukan secara sistematis supaya tidak ada yang tertinggal. Sesudah gerakan aktif setiap sendi oleh penderita, sebaiknya ditambahkan 2 sampai 3 kali gerakan sendi oleh fisioterapis dalam LGS maksimal untukmempertahankan LGS. Berbeda dengan program untuk kekuatan otot, untukmempertahankan sendi sama pada fase pertama dan kedua.4. Penatalaksanaan pada Panjang OtotPada saat melakukan latihan untuk mempertahankan LGS, sebagian besar otot juga terpelihara panjangnya. Kecuali beberapa otot yang panjangnya melewati dua sendi. Untuk otot-otot tersebut, perlu gerakan khusus untukmempertahankan panjangnya. Otot-otot seperti quadricep, iliotibial band,sartorius adalah contoh otot yang melewati dua sendi. Otot-otot tersebut penting dalam kegiatan sehari-hari, misalnya duduk, bersila atau bersimpuh. Sehingga bila panjang ototnya tidak terpelihara, maka akan berpengaruh pada aktivitas penderita bila sembuh nanti.5. Penatalaksanaan pada Problem Kardiopulmonari6. Penatalaksanaan pada Kemampuan Ekspansi Dada Berbeda dengan masalah muskuloskeletal yang lain, latihan pasif tidakbisa dilakukan dengan mudah. Latihan pasif hanya bisa dilakukan dengan bantuan ventilator atau manual hyperinflation. Dengan terpenuhinya volume sesuai dengan kapasitas vital, maka pertukaran gas dalam alveoli menjadi meningkat dan mampu memenuhi kebutuhan ventilasi. Selain itu juga memelihara kelenturan jaringan-jaringan lunak disekitarnya, sehingga LGS persendian disekitar tulang rusuk terpelihara.7. Penatalaksaaan pada Pembersihan Saluran Pernafasan Pada fase awal, pada penderita GBS dengan kelemahan otot pernafasanyang menonjol, pembersihan saluran pernafasan bisa dilakukan dengan bantuan ventilator atau manual hyperinflation. Dengan teknik tertentu, maka panjang ekspirasi bisa diperpendek, sehingga kecepatan udara yang keluar pada waktu ekspirasi bisa meningkat. Dengan demikian sekresi saluran pernafasan bisa dikeluarkan. Selain menggunakan bantuan ventilator danmanual hyperinflation, bisa dilakukan postural drainage untuk membantu memindahkan sekresi dari saluran pernafasan yang distal ke yang lebih proksimal.8. Penatalaksanaan pada Gangguan MenelanPada fase pertama tidakbanyak fisioterapi yang bisa dilakukan. Tetapi pada fase ke dua program fisioterapi yang bisa diberikan adalah segera memberikan latihan batuk, bila otot-otot pernafasan sudah bertambah kuat. Sehingga pada saatnya penderita belajar menelan, resiko masuknya benda asing ke saluran pernafasan sudah teratasi.9. Penatalaksanaan pada Problem Saraf Otonomik10. Penatalaksanaan pada Problem Sensasi Bila rasa nyeri disebabkan oleh kuranngnya gerakan sendi,tindakan yang bisa dilakukan adalah peregangan lebih lanjut, atau lebih spesifik bisa dilakukan manipulasi atau mobilisasi pada tulang belakang tertentu. Perubahan posisi harus selalu dilakukansebagai usaha pencegahan. Idealnya perubahan posisi dilakukan setiap 2 jam,dan setiap penonjolan tulang harus selalu mendapat perhatian.b. Plasma exchange therapy (PE) Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchangec. Imunoglobulin IV Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg.d. Kortikosteroid Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Tetapi, digunakan pada SGB tipe CIDP. (Wilkinson, 2005)

8. Komplikasi GBS Gagal napas Aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru Pneumonia meningkatkan resiko terjadinya infeksi Trombosis vena dalam, Paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu Kontraktur pada sendi. Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa, tetapi lebih sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnyapada pasien dengan ventilator. Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan GBS. Gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan defisiensi dari fungsi mukosa bronchial. ( Widagdo, 2008)

9. Asuhan Keperawatan GBS PengkajianA. Identitas KlienNama: Tn. Sujarwo TejoUmur: 38 tahunJenis kelamin: Laki-lakiStatus perkawinan: Sudah menikahSumber informasi : istri klienNo. Telepon : 034155667788Alamat : Blimbing, MalangDirawat : Di ruang HCUPekerjaan : Sopir TrukDiagnosa medis: GBSB. Riwayat Kesehatan Saat Ini Keluhan utama : menuturkan 2 hari yang lalu kedua ujung ibu jari kaki klien terasa kesemutan menjalar ke telapak kakinya sampai ke paha. Begitu pula dengan tangannya, klien sulit mengancingkan baju atau bahkan memegang sendok. Keesokan harinya bertambah parah dengan terasa lemas pada kedua tungkai atas bawah dan tidak hilang meskipun istirahat. Klien juga merasa kepala dan punggungnya sakit, mual dan muntah 2x, dada terasa agak sesak. Lama keluhan : 2 hari yang lalu Upaya yang telah dilakukan : tidak terkaji Masa laluKlien mengalami demam, batuk berdahak dan pilek sekitar 2 minggu yang lalu saat mengantar barang ke lampung. Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti klien sebelumnya Faktor pencetus: Klien mengalami demam, batuk berdahak dan pilek sekitar 2 minggu yang lalu saat mengantar barang ke lampung Faktor pemberat: Klien merokok 1 bungkus sehari, kopi 3 gelas sehari, minum air putih 2-3 botol air mineral paling besar, klien pekerja keras, hanya tidur 2 jam sehari saat bekerja.C. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan tanda-tanda vital: TD 120/80 mmHg; N 95x/mnt regular; T: 37 C; P: 28x/mnt Keadaan umum tampak sakit berat. TB 160cm. BB 50kg Kepala: bulat, mesosefalus, rambut tidak mudah rontok. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. Leher: trakea di tengah, tidak ada retraksi; tidak ada pembesaran KBG leher; tidak teraba massa. Dada: simetris. Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bunyi jantung tambahan, ukuran tidak membesar, iktus kordis tidak tampak. Bunyi pernafasan vesikular, ronkhi dan wheezing tidak ada, tidak ada otot bantu napas. Perut: datar, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, tidak terdapat pekak berpindah atau fenomena papan catur. Daerah akral ekstremitas hangat, tidak ada edema, sirkulasi perifer cukup, CRT 2 dtk. Pulsasi a.radialis, a. femoralis, a. poplitea, dan a. dorsalis pedis kiri dan kanan simetris. Pemeriksaan lainnya penampilan sesuai usia, terbaring di tempat tidur. Ekspresi wajah wajar, perhatian baik. Bicara sepatah kata, lemah, jelas. Proses pikir lancar.

D. Pemeriksaan neurologis GCS 456, kaku kuduk tidak. Pemeriksaan sistem saraf cranial: saraf cranial I-IV, VI, VIII-XII normal, saraf V penurunan sensasi ki/ka, saraf VII daya perasa menurun. Pemeriksaan system motorik: kekuatan otot atas ki-ka 2-2 dan bawah ki-ka 1-1. Pemeriksaan system sensoris: ka-ki, hiperestesi pada raba, suhu, dan nyeri. Pemeriksaan reflex: fisiologis bisep trisep hiporefleks, patologis babinski, chaddok, Hoffman, laseque, kernig tidak ditemukan.E. Pemeriksaan laboratorium GDS : 81 g/dl; Natrium : 138 mEq/l; Kalium : 4,1 mEq/l;Chlorida : 97 mEq/l Hb 15,3 g/dl ; RBC 5,41 juta/mm3; WBC 6400/mm3; Plt 142000/mm3; ureum 33 mg/dl; creatinin 0,5 mg/dl; asam urat 5,1 mg/dl; GDP 128 mg/dl; kolesterol total 155 mg/dl; HDL 38 mg/dl; LDL 106 mg/dl; trigliserida 55 mg/dl; SGOT 20 mg/dl; SGPT 22 mg/dl. Hasil Brain CT-Scan kesan tidak ada kelainan Hasil X-foto tulang kesan tidak ada kelainan

F. Terapi : IVFD RL 14 tts/mnt O2 3-4 L/mnt Methylprednisolon 3x500 mg iv Ranitidin 2x1amp iv Vitamin B12 2x1amp iv IVIG 0,4gr/kgbbG. Usulan pemeriksaan penunjang Rencana lumbal pungsi

Analisa DataDataEtiologiorik klien uk)n produksi sekret kat hunian rumah sakit terbanyak di bawah penyakit gangguan mental 65 tahun ditaksir terMasalah Keperawatan

DS: Istri klien menuturkan 2 hari yang lalu kedua ujung ibu jari kaki klien terasa kesemutan menjalar ke telapak kakinya sampai ke paha. Begitu pula dengan tangannya, klien sulit mengancingkan baju atau bahkan memegang sendok. Istri klien mengatakan keadaan klien pada keesokan harinya bertambah parah dengan terasa lemas pada kedua tungkai atas bawah dan tidak hilang meskipun istirahat Lidah klien lemas sehingga menyebabkan klien tidak nafsu makan DO: RR : 28x/mnt saraf V penurunan sensasi ki/ka hiperestesi pada raba, suhu, dan nyeri Pemeriksaan reflex: fisiologis bisep trisep hiporefleksPilek dan batuk berdahakRespon antibodi terhadap virusAutoantibodi pada sistem syaraf tepiPenimbunan antigen antibodi pada pembuluh darah syaraf tepiAktivitas makrofagDemyelinisasi sistem syaraf tepiGBSGangguan syaraf perifer dan neuromuskularKesemutan (prestesia)Kelemahan otot kaki dan tangan dan lidahKelemahan fisik umumHAMBATAN MOBILITAS FISIK

Hambatan Mobilitas Fisik

DS : Lidah klien lemas sehingga menyebabkan klien tidak nafsu makan Istri klien mengatakan klien mual dan muntah 2x DO : saraf VII daya perasa menurun TB : 160 cm BB : 50 kgPilek dan batuk berdahakRespon antibodi terhadap virusAutoantibodi pada sistem syaraf tepiPenimbunan antigen antibodi pada pembuluh darah syaraf tepiAktivitas makrofagDemyelinisasi sistem syaraf tepiGBSGangguan fungdsi syaraf kranial VIIParalisis pada otot lidahPenurunan nafsu makanGangguan pemenuhan nutrisi dan cairanKETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHANKetidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan

DS : Isri klien mengatakan dada klien terasa sesak Istri klien mengatakan klien pernah batuk berdahak 2 minggu yang lalu Istri klien mengatakan klien merokok satu bungkus sehari

DO : RR : 28x/mnt Bunyi pernafasan vesikularPilek dan batuk berdahakRespon antibodi terhadap virusAutoantibodi pada sistem syaraf tepiPenimbunan antigen antibodi pada pembuluh darah syaraf tepiAktivitas makrofagDemyelinisasi sistem syaraf tepiGBSGangguan Syaraf Perifer dan neuromuskularParalisis otot pernapasan

Spasme sekresiJalan napassputum Sesak napas batuk Tidak efektif KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPASKetidakefektifan Bersihan Jalan Napas

Daftar Prioritas Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kebiasaan merokok ditandai dengan dada terasa sesak2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai dengan kelemahan pada ekstremitas3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan penurunan nafsu makan Rencana Asuhan Keperawatan1) Diagnosa: Ketidakefektifan Bersihan Jalan NapasTujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, dada klien tidak terasa sesakKriteria hasil: didapatkan skor 4 pada indicator NOCNOC: Respiratory Status : Airway PatencyNoIndicator12345Keterangan1. parah2. berat3. sedang4. ringan5. normal

1Respiratory ratev

2Respiratory rhythmv

3Depth of inspirationv

4Ability to clear secretionsv

5Accumulation of sputumv

NIC: Respiratory monitoringa. monitor rata-rata,kedalaman, irama dan usaha respirasib. catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahanc. monitor suara napasd. monitor pola napase. monitor kelelahan otot diafragmaf. monitor kemampuan pasien untuk batuk efektifg. monitor sekresi respirasi dari pasien

2) Diagnosa: Hambatan Mobilitas FisikTujuan : Dalam waktu 4x24 jam, kelemahan ekstremitas klien membaikKriteria hasil: didapatkan skor 4 pada indicator NOCNOC : MobilityNoIndicator12345Keterangan1. parah2. berat3. sedang4. ringan5. normal

1Koordinasiv6.

2Muscle movementv7.

3Walkingv8.

4Gaitv

9.

NIC: exercise Therapy Ambulationa. Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihanb. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhanc. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cederad. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasie. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADL

3) Diagnosa: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhanTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhiCriteria hasil: didapatkan skor 4 pada indicator NOC

NOC: Nutritional StatusNoIndicator12345Keterangan1. parah2. berat3. sedang4. ringan5. normal

1Nutrient IntakeV

2Food IntakeV

3Fluid IntakeV

4Energy V

5Weight or high ratioV

NIC : Nutrition Monitoringa. BB pasien dalam batas normalb. Monitor adanya penurunan berat badanc. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukand. Monitor mual dan muntahe. Monitor kalori dan intake nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical PublisherDoenges, Marlyn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pedokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta: EGC.Menkes JH, Sarnat HB, Moser FG. Child Neurology 6th Ed. London : Williams & Wilkins, 2000.Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology 8th Ed. USA : McGraw Hill, 2005. Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th Ed. UK : Blackwell Publising, 2005.Munandar A. Laporan Kasus Sindroma Guillan-Barre dan tifus Abdominalis. Web : http:/www.kalbe.co.id/files/14sindromguillanBaree93.pdf/14sindormgullainBaree93.html.2009.Stoll BJ, Kliegman RM. 2004. Behrman Nelson Pediatric Textbook. Pennsylvania : Saunders inc.Widagdo, Wahyu S.kp. M.Kep. Sp.Kom, dkk. 2008. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Penerbit Buku Keperawatan dan Kepribadian; Jakarta.