gastritis
DESCRIPTION
internaTRANSCRIPT
REFERAT
GASTRITIS
ILMU KESEHATAN ANAK
Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan KlinikLab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSD dr. Soebandi Jember
Disusun oleh:
Firda Amalia
NIM. 10700057
Dokter Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. B. Gebyar Tri Baskara, Sp.A
dr. Ramzy Syamlan, Sp.A
dr. Saraswati, Sp.A
dr.Lukman Oktadianto, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SMF/LAB ILMU KESEHATAN ANAK
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2015
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2
PENDAHULUAN........................................................................................... 3
DEFINISI......................................................................................................... 3
EPIDEMIOLOGI .......................................................................................... 4
ETIOLOGI
GASTRITIS AKUT ......................................................................... 4
GASTRITIS KRONIK .................................................................... 5
PATOGENESIS ............................................................................................. 6
MANIFESTASI KLINIS ............................................................................... 8
PENEGAKAN DIAGNOSA ......................................................................... 9
DIAGNOSIS BANDING ............................................................................... 12
PENATALAKSANAAN ................................................................................ 12
PENCEGAHAN ............................................................................................. 14
KOMPLIKASI ............................................................................................... 15
PROGNOSIS .................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
2
Pendahuluan
Gastritis merupakan inflamasi atau infeksi pada mukosa lambung
yang dapat disebabkan oleh ketidakteraturan diet, infeksi bakteri atau virus,
reaksi dari kafein, alkohol atau obat-obatan.1Gastritis dapat dibedakan menjadi
gastritis akut dan gatritis kronik. Kebanyakan anak-anak dengan gastritis kronik
mengalami inflamasi sekunder atau ulkus mukosa.
Dewasa ini, infeksi Helicobacter pylori diketahui menjadi penyebab
tersering dari gastritis kronik (gastritis antrum) atau ulkus duodenum. H. Pylori
dapat menyebabkan gastritis pada anak yang terinfeksi dengan manifestasi klinis
yang tidak spesifik.2 Di negara berkembang, prevalensi infeksi H.pylori pada
anak-anak berusia di bawah 10 tahun besarnya sekitar 80% sedangkan di negara
maju sekitar 10%.3
Definisi
Gastritis merupakan proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung, yang secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrat sel-
sel radang pada daerah tersebut.4,5 Gastritis dapat dibedakan menjadi gastritis
akut dan gatritis kronik. Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan
mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial.
Gastritis kronik adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat
menahun, yang diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu gastritis infeksius, dan
gastritis non-infeksius.5
Epidemiologi
Suatu penelitian di Kanada menunjukkan data kasus gastritis pada
anak tercatat 1 dari 2500 pasien anak yang masuk ke rumah sakit.6Pada penelitian
yang dilakukan pada rumah sakit San Jose ditemukan bahwa H. pylori merupakan
penyebab tersering gastritis kronik pada anak. Prevalensi infeksi H. pylori di
3
kalangan anak-anak tercatat 60-90% bergantung status sosial ekonomi dan
kesehatan.4
Di negara berkembang, prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak
berusia dibawah 10 tahun besarnya sekitar 80%, sedangkan di negara maju
prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak prasekolah dan sekolah dasar besarnya
sekitar 10%.3,7 Di Jakarta, prevalensiinfeksi H. pylori berdasarkan pemeriksaan
serologi pada150 murid Sekolah Dasar didapatkan angka sebesar27% dan 90%
dari mereka yang mempunyai seropositif ditemukan H. pylori pada lambungnya.2
Faktor risiko infeksi H. Pylori di antaranya lahir di negara
berkembang, status ekonomi lemah, lingkungan yang padat dan sanitasinya
kurang bersih, hidup dalam keluarga besar, serta mereka yang sering terpajan
dengan isi lambung orang yang terinfeksi H. Pylori (misalnya perawat, ahli
endoskopi). Terdapat 3 kemungkinan cara penularan penyakit ini, yaitu transmisi
feka-oral, oral-oral, dan kemungkinan terakhir adalah iatrogenik. 7,8
Etiologi
Gastritis Akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti konsumsi jenis
obat (seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS), bakteri (seperti H. pylori (paling
sering), H. heilmanii, Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species,
E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis), virus (Sitomegalovirus dan herpes), jamur
(seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan Phycomycosis), stres akut, radiasi, alergi atau
intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma
langsung.1,5
Gastritis kronik
Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui,
tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis
kronik, yaitu: infeksi dan non infeksi.5
A. Gastritis infeksi
1. H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan penyebab
utama dari gastritis kronik.4,5,7
4
Helicobacter pylori adalah bakteri gramnegatif berbentuk batang
atau kokoid (beberapakepustakaan menyebutnya spiral atau seperti
huruf“S”), mempunyai flagel yang memungkinkanbakteri ini memiliki
daya motilitas tinggi, danbersifat mikroaerofilik. Tempat yang sesuai
didalam tubuh manusia adalah antrum.H.pylori dapatberkonversi dari
bentuk batang ke bentuk kokoid.Secara biokimiawi, H.pylori
memproduksienzim urease. Enzim ini mengkatalisis proseshidrolisis urea
yang terdapat pada mukosa lambungmenjadi amonia dan CO2. Amonia
diduga berperansebagai mekanisme pertahanan hidup H.pyloridalam
lingkungan asam.3,7
Gambar 1. Bakteri Helicobacter pylori
2. Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis
3. Infeksi parasit.
4. Infeksi virus (sitomegalovirus dan herpes).
B. Gastritis non-infeksi5
1. Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam
empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin.
2. Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan
ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder
dari terapi obat-obatan.
3. Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai
penyakit, meliputi penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus,
penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit
granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma,
5
Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas,
Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang
berhubungan dengan kanker lambung.
4. Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri
radiasi pada lambung
Patogenesis
Mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid,
prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak
maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan
diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat
berdifusi balik kedalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil,
yang mengakibatkan tercadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung.6
Mukosa gaster sebenarnya sangat terlindungi dari infeksi bakteri.
Tetapi kumah H. pylori sangat pandai melakukan adaptasi terhadap hal ini,
dengan caranya yang unik dapat masuk ke dalam lapisan mukus, kemudian
melakukan perlekatan dengan sel epitel, evasi respon imun dan akhirnya terjadi
kolonisasi dan transmisi persisten.3
Setelah masuk gaster, bakteri ini harus melawan aktivitas asam
untuk masuk ke lapisan mukus. Langkah awal penting pada proses infeksi ini
adalah motilitas bakteri dan produksi ensim urease yang dapat mengkatalisis
proses hodrolisis urea yang terdapat pada mukosa lambung menjadi amonia dan
karbondioksida. Amonia ini berperan sebagai mekanisme pertahanan hidup H.
pylori dalam lingkungan asam.3,7
6
Gambar 2. Proses masuknya H. pylori ke lapisan mukus lambung
H. pylori dapat terikat erat pada sel epitel dengan adanya beberapa
komponen yang berada pada permukaan bakteri. Setelah melekat, sebagian besar
strain H. pylori dapat memproduksi vacuolating cytotoxin (VacA, suatu
eksotoksin). Toksin ini masuk ke dalam membran sel epitel dan menyebabkan
keluarnya bikarbonat dan anion organik yang diperlukan untuk nutrisi bakteri.
Selain itu, VacA ini juga mempunyai target pada membran mitokondria yang
menyebabkan terjadinya apoptosis.7
Sebagian besar strain H. pylori mempunyai cag pathogenicity
island (cag-PAI), suatu urutan DNA sepanjang 40 kB yang di dalamnya
mengandung 40 gen, salah satu di antaranya adalah cytotoxin-associated gen A
(cagA).9 Suatu penelitian memperlihat bahwa cagA ini terlibat pada proses
induksi kemokin pro-inflamasi yang dilepaskan oleh sel. Setelah melekat pada sel
epitel, cagA ini terfosforilasi dan menyebabkan terjadinya respon seluler dan
produksi sitokin oleh sel epitel gaster. H. pylori menyebabkan continous gastric
inflammation pada setiap individu yang terinfeksi. Respon inflamatori ini terdiri
dari rekrutmen netrofil yang kemudian diikiuti oleh sel limfosit B dan T, sel
plasma, makrofag, dan kemudian terjadi rusaknya sel epitel. Sel epitel gaster yang
terinfeksi oleh H. pylori terdapat peningkatan sitokin interleukin-1B, interleukin-
2, interleukin-6, interleukin-8, dan tumor necrosis factor. Interleukin-8 merupakan
kemokin yang poten untuk aktivasi neutrofil. Infeksi H. pylori ini dapat
menyebabkan pula terjadinya respon humoral sistemik dan mukosa. Produksi
antibodi ini tidak mengakibatkan eradikasi bakteri tetapi menyebabkan kerusakan
7
jaringan. Sebagian penderita dengan H. pylori mempunyai autoantibodi terhadap
H+/K+-ATP-ase sehingga menyebabkan atrofi corpus gaster. Pada saat terjadi
inflamasi ini apabila respon Th1 yang lebih dominan akan menyebabkan
peningkatan produksi interleukin-8, dan ditambah dengan apoptosi akan
mengakibatkan infeksi persisten H. pylori.7,10
Gambar 3. Patogenesis infeksi H. Pylori
Manifestasi Klinis
Anak-anak yang menderita gastritis dapat menunjukkan gejala
seperti mual, muntah, nyeri dan kram perut, nafsu makan hilang, demam, lemah,
nyeri dada yang tajam dan mengganggu, rasa asam di mulut dan kembung.1
Secara klinis, sulit membedakan gastritis yang terinfeksi H.
pyloridengan yang tidak terinfeksi H. pylori. Sebagian besar kasus infeksi H.
pylori pada anak bersifat asimtomatis. Berbagai manifestasi klinis akibat infeksi
H. pylori pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti seperti sakit perut berulang di
daerah epigastrium, mual, dan muntah. Gejala seperti sakit perut, muntah-muntah,
hematemesis dapat dikaitkan dengan infeksi H. pylori. Beberapa gejala klinis di
luar saluran cerna yang pernah dilaporkan pada anak terinfeksi H. pylori adalah
anemia defisiensi besi, pusing, dan alergi makanan. Infeksi H. pylori dihubungkan
pula dengan gangguan tumbuh kembang anak dan kejadian limfoma (mucosa
associated lymphoid tissue/MALT) di kemudian hari.3,7
8
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis gastritis utamanya gastritis akibat infeksi H. pylori
terdiri atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri
atas pemeriksaan noninvasif dan invasif.
Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala seperti mual, muntah, nyeri dan
kram perut, nafsu makan hilang, demam, lemah, nyeri dada yang tajam dan
mengganggu, rasa asam di mulut dan kembung. Sementara kecurigaan adanya
infeksi H. pylori apabila dari anamnesis ditemukan adanya gejala seperti sakit
perut berulang di daerah epigastrium, hematemesis serta beberapa gejala klinis di
luar saluran cerna seperti anemia defisiensi besi, pusing, dan alergi makanan.1,3
Pemeriksaan Fisik
Dari penampakan klinis, pasien dengan gastritis akan terlihat pucat, lemah,
keringat dingin dan apabila dalam keadaan berat, pasien dapat saja mengalami
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan tanda vital dapat ditemukan takikardi,
takipnea, dan peningkatan suhu tubuh. Nyeri tekan pada regio epigastrik
merupakan temuan klinis khas pada pemeriksaan fisik pasien dengan gastritis.1,3
Metode Non Invasif
Tes serologi merupakan teknik non-invasif pertama yang dipakai untuk
mendeteksi anti H. pylori IgG pada serum penderita. Pemeriksaan serologi IgG H.
pylori murah dan nyaman, serta memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 79%.
Adanya infeksi mukosa lambung karena H. pylori menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar IgG dan IgA dalam serum dan peningkatan kadar sekretori IgA
dan IgM dalam perut. Pemeriksaan ELISA merupakan metodeyang mudah
dilakukan dan cukup sensitif. Pemeriksaan ini baik digunakan sebagai uji saring
dan studiepidemiologi. Respon IgG terhadap infeksi H.pyloridapat tetap positif
sampai 6 bulan setelah eradikasi.Oleh karena itu, cara ini tidak dianjurkan
sebagaipemantau hasil eradikasi.3,7,11
Uji C-urea nafas didasarkan pada kenyataan bahwa kuman H. pylori
memproduksi urease. Urease adalah enzym yang memecah urea menjadi amonia
9
dan CO2. Pemeriksaan uji ureasepernafasan menggunakan 13C & 14C labeled
urea meal. Bahan tersebut ditelan oleh pasien. Urea akan dihidrolisis menjadi
amonia dan bikarbonat yang terlabel. Bikarbonat yang terlabel akan dibawa ke
paru dan diekskresi dalam udara napas sebagai CO2 yang dapat diukur. Uji ini
bersifat semikuantitatif. Uji C-urea nafas merupakan uji diagnostik yang realibel
dan merupakan pilihan pertama dan dapat digunakan sebagai evaluasi terapi.
Pemeriksaan UBT untuk mengetahuikeberhasilan eradikasi sebaiknya dilakukan
minimal 4 minggusetelah eradikasi untuk menghindari hasil negatif palsuUji ini
memilki nilai sensitivitas sebesar 95-98% dan spesifisitas 98-100%.3,7,8,11
Gambar 4. Uji C-urea Nafas
Stool Antigen Test (SAT) adalah pemeriksaan enzimatik (ELISA) yang dapat
mengidentifikasi antigen H. pylori pada feses. SAT terdiri atas metode poliklonal
dan monoklonal untuk mendeteksi infeksi juga untuk monitoring pasca terapi H.
pylori. Pemeriksaan SAT untuk mengetahui keberhasilan eradikasidilakukan
minimal 4 minggu setelah eradikasi tersebut. Keuntungan pemeriksaan SAT
adalah membedakan infeksi aktif H. pylori dengan paparan, pemeriksaan non-
invasif, penderita lebih nyaman, lebih murah daripada metode lain, mendeteksi
antigen secara langsung, dapat digunakan sebagai alat untuk monitoring sebelum
dan sesudah terapi dan akurasi lebih dari 95%.7,11
Metode Invasif
Pemeriksaan endoskopi direkomendasikan untuk dikerjakan pada kasus
dengan gejala saluran cerna atas yang dicurigai suatu kelainan organik dan bila
10
ditemukan H. pylori pada pemeriksaan endoskopi, maka pasien harus segera
mendapat terapi. Endoskopi merupakan tindakan penting untuk mendapatkan
jaringan untuk pemeriksaan histologi, biakan, atau uji urease. Endoskopi UGI
dengan biposi masih merupakan baku emas diagnosis H. pylori.2,7
Pemeriksaan invasif untuk menemukan adanya infeksi H. pylori dapat
dilakukan dengan 3 cara yakni melalui rapid urease test, pemeriksaan
histopatologi dan kultur.11
Gastric Biopsi Test didasarkan pada aktivitas enzim urease yang memecah
reagen urea tes untuk membentuk amonia. Uji urease dapat mendeteksi infeksi H.
pylori dengan cepat. Uji ini mempunyai nilai spesifisitas yang tinggi, tetapi sangat
tergantung pada ketepatan pengambilan sampel jaringan.2,7,11
Pemeriksaan histopatologi selain dapat menilai derajat inflamasi juga dapat
mengenali morfologi H. pylori. Sensitifitas histologi secara umum 90-95%. Jika
biopsi dilakukan pada posisi kurang lebih 2-3 cm dari kurvatura lambung akan
menunjukkan hasil positif lebih dari 90%.2,7,11
Biakan organisme merupakan cara yang terbaik untuk menegakkan diagnosis
setiap infeksi bakteri termasuk H. pylori. Bakteri ini dapat dibiak dari jaringan
biopsi lambung dan duodenum. Walaupun demikian, biakan masih dianggap
sebagai jenis pemeriksaan yang tidak praktis. Teknik biakan sulit, karena
memerlukan suasana media yang mikroaerofilik (5% oksigen dengan 5-10%
CO2) dan memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini yang menjadi hambatan
bila digunakan sebagai prosedur rutin. Cara ini umumnya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Biakan mempunyai dua keuntungan yaitu kegunaan utama
biakan adalah menentukan jenis antibiotik yang digunakan, sedangkan kegunaan
lain adalah mengisolasi bahan dengan menggunakan kultur. Pemeriksaan ini tidak
diperlukan pada saat awal terapi, tetapi mungkin diperlukan bila terdapat
kegagalan eradikasi sebanyak 2 kali.2,7,11
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari gastritis adalah sebagai berikut:4,8
11
Gastroentritis, biasanya terjadi akibat infeksi virus pada usus. Gejalanya
meliputi diare, kram perut, dan mual atau muntah, juga ketidaksanggupan
untuk mencerna.
Heart burn, rasa sakit seperti terbakar yang terasa di belakang tulang dada
yang biasanya terjadi setelah makan. Hal ini terjadi karena asam lambung
naik dan masuk ke dalam esofagus. Heart burn juga dapatmenyebabkan rasa
asam pada mulut dan terasa sensasi makanan yang sebagian sudah dicerna
kembali ke mulut.
Ulkus peptikum, rasa perih dan panas dalam perut terjadi terus-menerus dan
parah, maka hal itu kemungkinan disebabkan karena adanya luka terbuka
dalam lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang menjadi
semakin parah ketika malam hari atau lambung sedang kosong.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada gastritis akut tanpa infeksi H.pylori
pada anak adalah dengan pemberian antasida, istirahat yang cukup hingga gejala
membaik, minum sesering mungkin utamanya susu dan air, hindari makanan yang
pedas, asam dan makanan lain yang dapat memperberat gejala.1
Tata Laksana Infeksi H. pylori
Sampai sejauh ini belum terpapar kesepakatan dari para ahli
gastroenterologi tentang pengobatan infeksi H.pylori pada anak. Beberapa
kelompok ahli merekomendasipengobatan eradikasi H. pylori pada anak
dengandispepsia fungsional dengan uji tapis positif, sedangkankelompok lain
merekomendasi hanya pada anakdengan ulkus. Berbagai jenis obat yang
pernahdigunakan adalah bismut, ranitidin bismut sitrat, H2antagonis, PPI, dan
beberapa antibiotik. Terapi yangdiberikan sebaiknya sederhana, dapat
ditoleransidengan baik, dan memiliki tingkat eradikasi lebih dari80%.Selain untuk
mencegah terjadinya resistensi,penggunaan berbagai jenis obat akan memberikan
hasilyang lebih efektif, karena terdapat mekanisme sinergisdari obat-obat tersebut.
Dilaporkan tingkat eradikasiyang dicapai dengan menggunakan kombinasi 3
jenisobat (PPI, klaritromisin dan amoksisilin) sebesar 87-92%, sedangkan bila
12
hanya menggunakan 2 jenis obat(PPI dan amoksisilin) sebesar 70%.
Kombinasiamoksisilin, bismut, dan metronidazol juga memberikantingkat
eradikasi yang tinggi, yaitu sebesar96%.33 Oleh karena itu, kombinasi 3 jenis
obat yangmenggunakan PPI atau bismut direkomendasikansebagai obat pilihan
pertama. Akan tetapi dalampenggunaannya , PPI lebih mudah diteloransi oleh
anak dibanding dengan bismut. Bismut-salisilat tidakdianjurkan penggunaannya
pada anak berumur dibawah 16 tahun karena ditakutkan terjadinya sindromReye.
Kombinasi obat yang menggunakan PPIternyata memperlihatkan penyembuhan
ulkus yanglebih cepat.2
North American Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology, Nutrition (2000) mencoba merekomendasikan terapi untuk infeksi H.
pylori yang digunakan selama 14 hari.7
Regimen lini pertama, masing-masing diberikan dua kali sehari
selama 10-14 hari:7
Proton pump inhibitor (1-2 mg/kg/hari) + amoxicillin (50 mg/kg/hari) +
clarithromycin (15 mg/kg/hari)
Proton pump inhibitor (1-2 mg/kg/hari) + amoxicillin (50 mg/kg/hari) +
metronidazole (20 mg/kg/hari)
Proton pump inhibitor (1-2 mg/kg/hari) + metronidazole (20 mg/kg/hari)
+ clarithromycin (15 mg/kg/hari)
Di negara Belanda dan Belgia digunakan kombinasi omeprazole
0.6 mg/kg dua kali sehari,amoksisilin 30 mg/kg dua kali sehari, dan klaritromisin
15 mg/kg dua kali sehari, selama 7 hari. Pedoman terapi yang dilaksanakan di
Bagian IlmuKesehatan Anak FKUI/RSCM mengacu kepadaterapi yang diberikan
oleh kedua negara tersebut.2
Kejadian resistensi terhadap amoksisilin rendah,sedangkan
kejadian resistensi terhadapgolonganmakrolid (klaritromisin) dan metronidazol
cenderungmeningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaanobat-obat tersebut.
Pada daerah yang memilikiangka kejadian resistensi terhadap metronidazol
lebihdari 30%, dianjurkan untuk langsung memberikanamoksisilin.Data terakhir
memperlihatkan penggunaanlanzoprazol sebagai PPI. Kombinasi
13
lanzoprazol,amoksisilin/metronidazol, dan klaritromisin memberikantingkat
eradikasi yang cukup baik (87%), tetapipenggunaannya pada anak belum
dilaporkan secaraluas.2
Eradikasi dikatakan berhasil apabila ditemukangambaran histologi
yang normal, atau hasilbiakanjaringan biopsi dan uji urea napas negatif.
Ujidiagnostik yang bersifat non invasif lebih dianjurkan.Sebagai uji baku
digunakan uji urea napas. Evaluasi hasil eradikasi sebaiknyatidak dilakukan
sebelum 4 minggu karena dapat memberikan hasil negatif palsu.
Pemeriksaanserologi yang memperlihatkan penurunan kadarantibodi sebesar 50%
sebagai petanda keberhasilaneliminasi bakteri harus dilakukan pada 6
bulansetelah eradikasi.Apabila eradikasi yangdiberikan tidak memberikan hasil
optimal, biakandan uji resistensi diperlukan untuk menentukanjenis antibiotik
selanjutnya.2
Pencegahan
Hanya sekitar 1% penderita yang mengalamiinfeksi H.pylori akan
berkembang menjadi kankerlambung. Untuk itu tidak dapat dibenarkan
untukmelakukan penyaringan dan pengobatan secara luasuntuk individu yang
menderita infeksi H.pylori.Strategi lain untuk mencegah terjadinya
infeksiH.pylori adalah pemberian vaksinasi. Vaksinasiyang potensial untuk
mencegah infeksi H.pylori masih dalam taraf penyelidikan. Namun belumterbukti
vaksinasi dapat mencegah infeksi padamanusia. Di samping itu, mengingat
kecilnyaprevalensi kanker lambung pada individu yangterinfeksi dapat
mengakibatkan tingginya hargavaksin.3
Pencegahan lebih ditujukan untukmenurunkan risiko terjadinya
infeksi H.pylori.Perbaikan status sosioekonomi, gizi dan lingkunganseperti
penyediaan air bersih terbukti mampumenurunkan prevalensi infeksi H.pylori
padaanak.Monitoring kecenderungan kolonisasi danpenyakit gastrointerstinal
bagian atas pada berbagaipopulasi dapat memberikan gambarankecenderungan
terjadinya infeksi H.pylori.3
Komplikasi
14
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik.5
a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik.
b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian
atas, ulkus, perforasi dan anemia.
Komplikasi dari infeksi H.pylori adalah gastritis nodular, ulkus peptikum, kanker
lambung, dan limfoma MALT.8
Gambar 5. Komplikasi gastritis dengan infeksi H. pylori
Prognosis
Kebanyakan penderita gastritis dapat sembuh. Tergantung dari
banyaknya faktor yang mempengaruhi, gejala gastritis dapat kambuh sewaktu-
waktu. Pada umumnya, gastritis dengan gejala minimal dapat berespon baik
dengan terapi yang diberikan.12
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi kasus yang serius bahkan
dapat menjadi kasus darurat yang mengancam jiwa. Adanya gejala yang
berkelanjutan dan perdarahan terus-menerusdapat menjadi tanda bagi praktisi
kesehatan untuk mencari penyebab dasar dari kasus tersebut.12
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Atkins, Jane T. Helicobacter. Dalam : Behrman, Richars E. Nelson : Ilmu
kesehatan Anak Vol 2. Edisi 15. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2012. Hal 988 – 990.
2. Aitmatsier, S. Diet Penyakit Lambung. Dalam : Aitmatsier, S. Penuntun
Diet Edisi Baru. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal : 108 – 116.
3. Blanchard SS, Czinn SJ. Peptic Ulcer Disease in Child. Dalam : Kliegman
RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF (editor). Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia. Aunders Elsevier. 2011
4. Carvalho ED, Nita MH, et al. Gastrointestinal Bleeding. J Pediatric (Rio
J). 2000; (Suppl 1) : S 135 – 146.
5. Chin S. Gastrointestinal Bleeding in Children and Adolescens, Pediatric
Clinical Guideline. Starship Children’s Hospital. 1 – 5.
6. Elsevier 2004. Infectious Disease 2. www.indreference.com.
7. Hyams JS, eds. Pediatric Gastrointestinal Disease. Pathophysuiology,
Diagnosis, Management, Philadelphia. 2010 : 135 – 150.
8. Langer JC. Medications for Gastritis. In : eds. Pediatric Gastrointestinal
Disease. Pathophysuiology, Diagnosis, Management, Philadelphia. 2010 :
160 - 180.
16
9. Milla PJ. Gastritis. In : Pediatric Gastrointestinal Disease.
Pathophysuiology, Diagnosis, Management, Philadelphia. 2010 : 210 -
220.
10. Orenstein SR, Vomiting and Gaster Problems, In : eds. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Pathophysuiology, Diagnosis, Management,
Philadelphia. 2010 : 315 - 330.
11. Wesson DE. Management of Acut Gastritis, In : eds. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Pathophysuiology, Diagnosis, Management,
Philadelphia. 2010 : 288 - 296.
12. Yazbeck S. Gastritis in childhood, In : eds. Pediatric Gastrointestinal
Disease. Pathophysuiology, Diagnosis, Management, Philadelphia. 2010 :
345 - 365.
17