gangguan somatisasi

16
Gangguan Somatisasi Suzan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] P E N D A H U L U A N Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis).Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna,gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yangberlebihan. 1 Gangguan ini merupakan pasien-pasien yang terutama menunjukkan keluhan somatis yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, anxietas ataupenyakit medis. Ada dua gangguan yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform:pertama, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang adamerupakan bukti adanya penyakit (hipokondriasis) atau deformitas (dismorfofobia), dankedua, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran tentang gejala somatik itu sendiri(antara lain gangguan somatisasi, disfungsi autonomikk persisten, dan gangguan nyerisomatoform persisten). 2 1

Upload: suzan-lai

Post on 26-Nov-2015

106 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

psik

TRANSCRIPT

Gangguan SomatisasiSuzan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Email : [email protected]

P E N D A H U L U A N

Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis).Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna,gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yangberlebihan.1 Gangguan ini merupakan pasien-pasien yang terutama menunjukkan keluhan somatis yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, anxietas ataupenyakit medis. Ada dua gangguan yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform:pertama, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang adamerupakan bukti adanya penyakit (hipokondriasis) atau deformitas (dismorfofobia), dankedua, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran tentang gejala somatik itu sendiri(antara lain gangguan somatisasi, disfungsi autonomikk persisten, dan gangguan nyerisomatoform persisten).2Gambaran somatisasi telah dikenal sejak zaman mesir kuno. Nama awal untukgangguan somatisasi adalah histeria, suatu kedaan yang secara tidak tepat diperkirakanhanya mengenai wanita. Kata histeria didapatkan dari bahasa yunani untuk rahim hystera.1,2

P E M B A H A S A N

Anamnesis

1. Identitas pasien Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur-pendidikan-pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. 2. Riwayat penyakitnya sekarang bagaimana keluhan utama dan perjalanan penyakitnya. Pada umumnya, hal yang perlu diketahui mengenai keluhan sakit mencakup : Lamanya keluhan berlangsung Bagaimana terjadinya gejala : mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus, hilang timbul. Berat-ringannya keluhan dan perkembangannya : apakah menetap, cenderung bertambah berat, atau cendurung berkurang. Terdapat hal yang mendahului keluhannya.3. Riwayat penyakit dahulu Apakah keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan atau sudah pernah sebelumnya.4. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien yang menderita keluhan yang sama. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.5. Lingkungan sosial ekonomi

Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik 2. Pemeriksaan penunjang EkG, abdominal USG and stomach contrastX ray photos, thoracic X ray photos Laboratorium : complete blood, urine and feces laboratory examination Gangguan somatisasi sebenarnya tidak mengalami gangguan pada tubuhnya, namun karena pemikirannya yang berlebihan membuat dia merasakan symptoms. Karena tubuhnya sama sekali tidak mengalami gangguan, sehingga hasil pemeriksaan fisiknya normal.

Working diagnosis

Gangguan somatisasi

Gangguan somatisasi atau yang juga dikenal sebagai Briquets Syndrome dicirikan dengan berbagai gejala somatik yang bermacam-macam (multipel), berulang dan seringberubah-ubah yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik maupun laboratorium.Gejala-gejala fisik tersebut umumnya telah berlangsung beberapa tahun sebelum pasiendatang ke psikiater. Keluhan yang diutarakan pasien dapat meliputi berbagai sistem organseperti gastrointestinal, seksual, saraf, dan bercampur dengan keluhan nyeri.Gangguan ini bersifat kronis dan berkaitan dengan stressor psikologis yang bermakna,sehingga menimbulkan hendaya di bidang sosial dan okupasi serta adanya perilaku mencaripertolongan medis yang berlebihanCiri utama gangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiater. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negatif.

Keluhan-keluhan fisik yang dirasakan pasien :Kardiovaskuler : berdebar-debar, tengkuk pegal, dan darah tinggiGastro-intestinal : ulu hati sakit, perut sakit, kembung, diare kronisTractus-respiratorius (sistem pernapasan) : sesak nafasMuskulo-skeletal (otot dan tulang) : encok/rematik, pegel-pegel, sakit kepala, kejangDermis (kulit) : gatal-gatal, eksimEndokrin : banyak keringat, sering gugup, gangguan haidTractus Urogenital : mengompol, impoten, nafsu seks berkurang/bertambah

Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal adalah menonjol, dan sering sekali terdapat anxietas dan depresi yang nyata sehingga memerlukan terapi khusus. Pasien biasanya tetapi tidak selalu menggambarkan keluhannya dengan cara yang dramatik, emosional, dan berlebih-lebihan, dengan bahasa yang gamblang dan bermacam-macam. Pasien wanita dengan gangguan somatisasi mungkin berpakaian eksibisionistik. Pasien mungkin merasa tergantung, berpusat pada diri sendiri, haus akan pujian atau sanjungan dan manipulatif.Gangguan somatisasi sering disertai oleh gangguan mental lainnya, termasuk gangguan depresi berat, gangguan kepribadian, gangguan berhubungan dengan zat, gangguan kecemasan umum, dan fobia.

Kriteria diagnosis gangguan somatisasi berdasarkan DSM IV:A. Riayat banyak keluhan fisik dengan onset sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.B. Tiap kriteia berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan.1. Empat gejala nyeri: Riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlebihan (misalnya: kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi).2. Dua gejala gastrointestinal: Riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain dari nyeri (misalnya: mual, kembung, muntah selain dari kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap berbagai jenis makanan).3. Satu gejala seksual: Riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduksi selain dari nyeri (misalnya: indiferensi seksual, disfungsi erektil, atau ejakulasi, menstruasi yang tidak teratur, perdaraahan menstruasi yang berlebih, muntah sepanjang kehamilan).4. Satu gejala pseudoneurologis: Riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguaan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan ditenggorokan, retensi urin, hilangnya sensasi sentuh atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia atau hilangnya kesadaran selain pingsan).C. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau pura-pura).

Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III:1. Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya kelainan fisik yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.2. Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampaak daari perilakunya.

Differensial diagnosis

1. GERDGastro-Esophageal Reflux Disease (GERD) adalah salah satu gangguan pencernaan yang paling umum. Gejala yang paling sering adalah jantung membakar dan ketidaknyamanan di dada.Meskipun gejala of the kondisi bervariasi mereka mungkin dicirikan oleh tiga Kardinal fitur-hati membakar, asam refluks atau regurgitasi di mulut dan kesulitan menelan.GERD gejala lain meliputi: Beberapa pasien mungkin mengalami mual dan beberapa mungkin bahkan muntah karena terus-menerus kembali tekanan pada esofagus. Gigih regurgitasi asam ke tenggorokan dan belakang mulut terutama pada malam hari dapat mengakibatkan gigih batuk kering. Hal ini terjadi karena bagian belakang tenggorokan jengkel. Dalam 6 sampai 10% dari pasien dengan batuk kronis, GERD adalah penyebab. Ada mungkin diulang bersendawa di beberapa individu. Beberapa pasien mengalami brash air atau berlebihan salivation. Nyeri dada dari GERD dapat meniru serangan jantung atau sakit dari angina. Akibat asam ke dalam pipa angin dapat menyebabkan peradangan laring, atau kotak suara. Ini mengarah ke Laringitis dan memanifestasikan sebagai suara serak dan raspy. Jika asam merembes ke dalam saluran, mungkin mengakibatkan memburuknya gejala asma dan menyebabkan mengi. Ini terjadi karena iritasi dari lapisan airways. Terus-menerus efek asam di mulut mengakibatkan membusuk dan erosi dari enamel gigi. Ini adalah lapisan luar keras, putih gigi. Dengan demikian kerusakan gigi dapat dilihat pada pasien GERD. Mungkin ada rasa sakit perut dan kembung di beberapa individu. Pada beberapa pasien akibat asam ke dalam paru-paru mungkin menyebabkan radang paru-paru, abses paru-paru, dan fibrosis paru interstisial. Kebanyakan anak-anak dibawah umur 12 tahun dengan GERD, dan beberapa orang dewasa, memiliki GERD tanpa mulas atau gejala umum lainnya. Sebaliknya, mereka mungkin mengalami batuk kering, gejala asma atau kesulitan menelan

2. HipokondriasisGejala gangguan hipokondriasis: Yakin dirinya telah atau akan menderita penyakit tertentu Tidak mau menerima penjelasan atau nasehat dokter Sangat mencemaskan atau memperhatikan kesehatan Interprestasi berlebihan terhadap sensasi tubuh, gejala fisiologi Keluhan berlebihan konsisten dan menyangkut satu atau dua organ, biasanya gastro intestinal dan kardiovaskuler Datang dengan cemas atau depresi Perbandingan laki dan wanita sama, 4-10% pasien umum Gangguan fungsi ( kandang untuk manipulasi keluarga )

Etiologi

Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi Banyak teori telah diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu:1. Neorologis Pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masukmenyebabkan gangguan pada pemrosesan atensional.2. PsikodinamikSomatisasi merupakan suatu mekanisme pertahanan.3. PerilakuSomatisasi merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorong-pendorong lingkungan melestarikan perilaku sakit yang abnorma4. SosiokulturalCara-cara benar menghadapi emosi dan perasaan-perasaan ditetapkan oleh budaya

Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif, dan kemungkinan somatisasi merupakan suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang memainkan penyebabnya. Pada seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau kelompok faktor berikut dapat ditemukan:

a. Faktor predisposisiTermasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan sosiokultural pasien.Teori bahwa soamtisasi disebabkan oleh pengaturan sistem saraf pusat yangabnormal untuk informasi sensorik yang masuk (inhibisi kortikufugal).b. Faktor pencetusTermasuk peristiwa-peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres (misal: penyakit)dan konflik antar pribadi.c. Faktor penunjangTermasuk interaksi-interaksi antar pasien, keluarga dan dokter dan sistem sosial.Keuntungan finansial dan bentuk-bentuk lain keuntungan sekunder memperkuatsomatisasi, demikian pula faktor-faktor iantrogenik seperti pengujian yang tidak perlu,efek samping obat, dan komplikasi pemeriksaan pemeriksaan invasif.4

Epidemiologi

Prevalensi 0,1 0,5 % dari populasi 5-10% dari pasien yang datang ke dokter umum dan dokter keluarga Wanita > pria (5:1) 1-2% dari populasi wanita Onset pada usia 30 tahun Pendidikan sosial ekonomi rendah Sering ditemukan dengan gangguan jiwa lain.

Patofisiologi

Sebenarnya, patofisiologi dari gangguan somatosis masih belum diketahui dengan jelas hingga saat ini. Namun, gangguan somatoform primer dapat diasosiasikan denganpeningkatan rasa awas terhadap sensasi-sensasi tubuh yang normal. Peningkatan ini dapatdiikuti dengan bias kognitif dalam menginterpretasikan berbagai gejala fisik sebagai indikasipenyakit medis. Pada penderita gangguan somatoform biasanya ditemukan juga gejala-gejalaotonom yang meningkat seperti takikardia dan hipermotilitas gaster. Peningkatan gejalaotonom tersebut adalah sebagai efek-efek fisiologis dari komponen-komponen noradrenergik endogen. Sebagai tambahan, peningkatan gejala otonom dapat pula berujung pada rasa nyeriakibat hiperaktivitas otot dan ketegangan otot seperti pada pasien dengan muscle tension headache.6

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulangdisertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atauada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikanaktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkandengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa,seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalamkasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Komplikasi

i. Komplikasi iatrogenik akibat prosedur diagnostik invasif / prosedur prosedur surgeryii. Ketergantungan pada substansi- substansi pengontrol yang diresepkaniii. Kehidupan yang bergantung pada orang lainiv. Suicide

Penatalaksanaan

Pada gangguan somatisasi, tujuan pengobatannya antara lain:1)Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkanpemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupannyata.2)Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu.3)Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparahkondisi).

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial :1)Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama2)Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai3)Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah social

Berikut adalah penanganan pada gangguan somatisasi.1.FarmakoterapiTidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk somatisasi primer. Obat-obat yang yang efektif dalam situasi-situasi sebagai berikut :a. Gejala-gejala spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri kepala, mialgia, danbentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat hilang dengan antidepresan trisiklik.Demikian pula pasien-pasien cemas dengan terapi aprazolam, benzodiazepin, ataubeta-bloker. Walaupun pasien-pasien tersebut tidak memnuhi kriteria gangguanpanik atau kecemasan.b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida)2.Konsultasi psikiatrikKita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan konsultasi atau kepadaseorang dokter ahli jiwa.konsultasi mengakibatkan intervensi psikiatrik jangkapendek selain strategi-strategi penatalaksanaan yang dianjurkan oleh dokter diperawatan primer.Pasien dengan somatisasi kronik berat mungkin mendapatkan perbaikan denganprogram-program terapi rawat inap.3.Strategi penatalaksanaanTerapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan bermanfaat jikadiadaptasi untuk keluhan somatisasi utama. Pasien mungkin perlu dibantu untukmengenali dan mengatasi stresor sosial yang dialami. Terapi kognitif-behavioral, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis padapasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderitagangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stressatau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantangkeyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan caramenyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yangjelasTerapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder(keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan untukmenangani stress, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsimengenai kesehatan atau penampilan seseorang.Terapi ini berusaha untukmembantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilakunyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya.

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik :1)Diberikan hanya bila indikasinya jelas2)Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi3)Anti anxietas dan antidepresan

Prognosis

Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dandurasi gejala yang singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakitorganik, dan tidak ada gangguan kepribadian.Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguansomatisasi dubia ad malam,dan biasanya diperlukan terapi sepanjang hidup.Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir padapercobaan bunuh diri.Bila somatisasi merupakan sebuah topeng atau gangguanpsikiatrik lain, prognosanya tergantung pada prognosis masalah primernya.Gejala-gejala konversi mempunyai prognosis yang lebih baik.Gejala-gejala inimungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan lagi atau beresponsbaik terhadap psikoterapi spesifik

P E N U T U P

Gangguan sonatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik yang ditandai oleh banyak keluhan fisik/gejala somatik yang banyak mengenai sistem organ yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Ciri utama gangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, biasanya sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun, dan menyebabkan disabilitas individu tersebut di masyarahat dan keluarga. Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang bersifat kronik dan progresif umumnya sedang sampai buruk.

Terapi gangguan somatisasi adalah dengan psikoterapi dan terapi psikofarmakologis bila gangguan somatisasi tersebut disertai dengan gangguan penyerta (seperti: depresi, anxietas, gangguan mood).

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, 20022. Annisa, Haris, Hasim, et. all. (2011).Efek / Pengaruh Stress Terhadap Neurofisiologi (Psikosomatis). UPN Veteran. Hal. 73. Mangindaaan L.Buku ajar psikiatri: Diagnosis psikiatrik. Jakarta: Penerbit FKUI; 2010. P. 71-83.4. WHO. Multiaxial of presentation the ICD-10 for use in adult psychiatry: Glossary of Clinical Diagnoses. United States of America: Cambridge University Press; 2007. P. 37.5. Kaplan, H.I., Sadock B.J.: Sinopsis Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: hal:68-73.6. Soeparman, Waspadji, S.: Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FK-UI, Jakarta, 1990, hal:592-3.7. Maslim, R.: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2001, hal:84.

11