gangguan antisosial
DESCRIPTION
Gangguan KepribadianTRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan kepribadian antisosial adalah ketidakmampuan untuk
memenuhi norma sosial yang asalnya mengatur banyak aspek perilaku remaja dan
dewasa seseorang.1 Menurut American Psychiatric Association, Gangguan
kepribadian antisosial adalah pola mengabaikan, dan pelanggaran, hak orang lain.2
DSM-IV mendefinisikan gangguan kepribadian antisosial (ASPD) sebagai pola
meresap mengabaikan dan melanggar hak orang lain.3
Kriteria diagnostik utama ASPD termasuk kegiatan kriminal, tipu daya,
impulsif, agresi, kecerobohan, tidak bertanggung jawab, dan ketidakpedulian
terhadap penganiayaan lain.3
Prevalensi ASPD pada populasi umum menunjukkan perbedaan jenis
kelamin yang kuat, dengan insiden yang lebih tinggi pada pria dibandingkan pada
wanita. Menggunakan Jadwal Wawancara Diagnostik (DIS), yang DAS
Epidemiologi (ECA) studi memperkirakan prevalensi ASPD menjadi 4,5% pada
pria dan 0,8% pada wanita. Namun, tingkat prevalensi ASPD cenderung serupa di
seluruh balapan. Misalnya, perkiraan ECA menunjukkan sedikit perbedaan antara
African American dan ras kulit putih (2,3% vs 2,6%, masing-masing),
menunjukkan bahwa ASPD cenderung untuk menyajikan dengan kejadian yang
sama di seluruh ras dan etnis.3
Berbeda dengan penelitian epidemiologi besar dilakukan untuk ASPD,
studi prevalensi psikopati yang kurang dalam jumlah dan ruang lingkup. Yang
penting, perkiraan prevalensi psikopati terutama didasarkan pada sampel
dipenjara, sehingga membuat perbandingan dengan populasi umum ASPD
epidemiologi sulit. Banyak orang dalam pengaturan koreksi memenuhi kriteria
untuk ASPD, dengan demikian, meningkatkan tingkat prevalensi untuk 50 sampai
60% untuk pelanggar dipenjara. Prevalensi psikopati di penjara cenderung
signifikan lebih rendah dibandingkan untuk ASPD, peneliti terkemuka untuk
berpikir bahwa psikopati harus sangat jarang terjadi di populasi umum yang lebih
luas. Namun, perbedaan prevalensi tersebut antara ASPD dan psikopati mungkin
2
indikasi dari mencampuradukkan antara kriteria dan pengaturan pemasyarakatan.
Ia telah mengemukakan bahwa bobot berat kriteria DSMIV ASPD terhadap
perilaku kriminal dan tunggakan mengembang prevalensi ASPD dalam
pengaturan penjara karena sifat dari populasi pemasyarakatan. Selain unsur-unsur
perilaku ASPD, diagnosis psikopati bergantung pada kehadiran beberapa ciri-ciri
kepribadian (misalnya, pesona fasih, kesombongan) yang tidak harus menjadi
intrinsik untuk populasi pemasyarakatan. Karena kriteria ini tumpang tindih
asimetris, tidak mengherankan bahwa 90% dari pelaku dipenjara yang memenuhi
kriteria PCL-R untuk psikopati juga memenuhi kriteria perilaku untuk ASPD,
tapi, sedikitnya 30% dari mereka dengan ASPD juga memenuhi kriteria sifat
untuk psikopati. Mungkin perbedaan insiden diterima secara luas antara ASPD
dan psikopati akan tidak ada lagi (atau bahkan dibalikkan) pada populasi lain di
mana sifat-sifat psikopati manipulasi dan pesona fasih ditekankan, seperti profesi
hukum atau politik.3
Sangat sedikit studi telah secara eksklusif berfokus pada perbedaan ras
atau jenis kelamin prevalensi psikopati. Pada titik ini, ada sedikit bukti bahwa
psikopati ada berbeda-beda di seluruh balapan, meskipun beberapa penelitian
telah melaporkan insiden yang lebih tinggi di Afrika Amerika dibandingkan kulit
putih atau Amerika Eropa. Perbedaan jenis kelamin prevalensi psikopati
umumnya konsisten dengan temuan ASPD, menunjukkan bahwa perempuan
kurang psikopat daripada pria. Perbedaan jenis kelamin yang dikenal dalam aspek
dari FFM mungkin menjelaskan mengapa. Misalnya, Costa et al. melaporkan
bahwa perempuan skor lebih tinggi pada semua aspek keramahan dan
neurotisisme daripada pria, serta pada kehangatan dan emosi aspek positif dari
domain extraversion, dan segi dutifulness dari domain kesadaran. Selain itu,
perempuan skor lebih rendah dibandingkan laki-laki pada kegembiraan mencari
dan aspek ketegasan dari extraversion. Singkatnya, aspek di mana orang psikopat
rendah (lihat Bab 1 Definisi.) Adalah justru orang aspek di mana laki-laki
cenderung skor lebih rendah daripada wanita (misalnya, semua aspek keramahan,
kecemasan, depresi, kesadaran diri dan kerentanan aspek neuroticism; segi
kehangatan domain extraversion, dan segi dutifulness dari domain kesadaran).3
3
Demikian juga, aspek di mana orang psikopat skor tinggi aspek di mana
laki-laki skor lebih tinggi daripada perempuan (misalnya, kegembiraan mencari
dan aspek ketegasan dari extraversion). Artinya, aspek struktur kepribadian umum
yang terlibat dalam psikopati adalah orang yang lebih karakteristik pria daripada
wanita. Dengan demikian, dari sudut pandang kepribadian, perbedaan jenis
kelamin besar di psikopati yang diharapkan.3
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangguan Kepribadian Antisosial
2.2.1. Defenisi
Gangguan kepribadian antisosial adalah ketidakmampuan untuk memenuhi norma
sosial yang asalnya mengatur banyak aspek perilaku remaja dan dewasa
seseorang. Meskipun ditandai dengan tindakan antisosial atau kriminal yang terus
menerus, gangguan ini tidak sama dengan kriminalitas.1
Menurut American Psychiatric Association, Gangguan kepribadian
antisosial adalah pola mengabaikan, dan pelanggaran, hak orang lain.2
DSM-IV mendefinisikan gangguan kepribadian antisosial (ASPD) sebagai
pola meresap mengabaikan dan melanggar hak orang lain. Kriteria diagnostik
utama ASPD termasuk kegiatan kriminal, tipu daya, impulsif, agresi,
kecerobohan, tidak bertanggung jawab, dan ketidakpedulian terhadap
penganiayaan lain.3
2.1.2. Epidemiologi
Prevalensi gangguan kepribadian antisosial adalah 3 persen pada laki-laki dan 1
persen pada perempuan. Gangguan ini paling lazim di daerah perkotaan yang
miskin dan pada penduduk yang sering berpindah di daerah tersebut. Anak laki-
laki dengan gangguan ini datang dengan keluarga yang lebih besar dibandingkkan
dengan anak perempuan dengan gangguan ini. Onset gangguan sebelum usia 15
tahun. Anak perempuan biasanya memiliki gejala sebelum pubertas, dan anak
laki-laki bahkan lebih awal. Di dalam populasi penjara, prevalensi gangguan
kepribadian antisocial dapat mencapai 75 persen. Adanya pola familial lebih
terlihat dari gangguan ini dibandingkan control yang mencapai 5 kali lebih sering
antar kerabat laki-laki derajat pertama.1
5
2.1.3. Diagnosis
Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial dapat mengecoh bahkan klinisi yang
paling berpengalaman. Di dalam wawancara, pasien dapat tampak tenang dan dapat
dipercaya, tetapi dibalik kepalsuan tersebut (atau untuk menggunakan istilah Hervey
Cleckley, topeng kewarasan), terdapat ketegangan, permusuhan, iritabilitas, dan
kemarahan. Wawancara dengan penekanan, berupa pengonfrontasian pasien dengan
ketidakkonsistenan riwayat mereka, mungkin diperlukan untuk mengungkapkan
patologi.1
Pemeriksaan diagnostik harus mencakup pemeriksaan neurologis yang
menyeluruh. Karena pasien sering menunjukkan hasil EEG abnormal dan tanda
neurologis ringan yang mengesankan adanya kerusakan otak minimal di masa anak-
anak, temuan ini dapat digunakan untuk mengonfirmasi kesan klinis. Kriteria
diagnostik DSM-IV-TR disusun pada tabel 2.1.1
2.1.4. Gambaran klinis
Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial sering dapat tampak normal dan
bahkan mempesona serta menyenangkan. Meskipun demikian, riwayat mereka
mengungkapkan banyak area fungsi kehidupan yang terganggu. Berbohong,
membolos, kabur dari rumah, mencuri, berkelahi, penyalahgunaan zat, dan aktivitas
illegal merupakan pengalaman khas yang dilaporkan pasien diawal masa kanak-
kanak. Pasien ini sering menarik simpati klinisi yang berbeda jenis kelamin dengan
aspek penuh warna dan merayu dari kepribadian mereka, tetapi klinisi dengan jenis
kelamin yng sama dapat menganggap mereka manipulative dan menuntut. Pasien
dengan gangguan kpribadian antisosial tidak menunjukkan ansietas atau depresi,
kekuranganlah yang dapat tampak sangat tidak sesusai dengan situasi mereka,
meskipun ancaman bunuh diri dan preokupasi somatik dapat lazim ditemukan.
Penjelasan mereka sendiri mengenai perilaku antisosial mereka membuat hal itu
tampak tidak masuk akal, tetapi isi jiwa mereka mengungkapkan tidak adanya
waham dan tanda lain pikiran yang tidak rasional. Bahkan, mereka sering memiliki
rasa uji realitas yang meningkat dan sering mengesankan pengamat karena memiliki
intelegensi herbal yang baik.1
6
Orang dengan gangguan ini tidak mengatakan hal yang sebenarnya dan tidak
dapat dipercaya untuk melakukan setiap tugas atau patuh pada standar moral
konvensional. Berganti-ganti pasangan, penganiayaan pasangan, penganiayaan anak,
dan menyetir sambil mabuk adalah peristiwa yang lazim terjadi didalam kehidupan
mereka. Temuan yang jelas adalah tidak adanya penyesalan untuk tindakan-tindakan
ini; yaitu, tampaknya mereka tidak memiliki hati nurani.1
7
2.1.5. Kriteria Diagnosis
Tabel 2.1.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Kepribadian Antisosial 1
A.Terdapat pola pervasive tidak menghargai dan melanggar hak orang lain yang
terjadi sejak usia 15 tahun, seperti yang ditunjukkan oleh 3 (atau lebih) hal
berikut :
(1).Gagal mengikuti norma sosial yang ditunjukkan dengan perilaku patuh
hukum, seperti yang ditunjukkan dengan melakukan tindakan berulang yang
dapat menjadi dasar penangkapan.
(2).Penipuan seperti yang ditunjukkan dengan berbohong berulang
menggunakan nama palsu atau melawan orang lain untuk keuntungan atau
kesenangan pribadi.
(3).Impulsivitas atau kegagalan untuk memiliki rencana ke depan.
(4).Iritabilitas dan agresivitas, seperti yang ditunjukkan dengan perkelahian
atau penyerangan fisik berulang.
(5).Mengabaikan keselamatan diri atau orang lain dengan ceroboh.
(6).Terus menerus tidak bertanggung jawab, seperti yang ditunjukkan dengan
kegagalan berulang utnuk mempertahankan perilaku kerja atau menghargai
kewajiban keuangan.
(7).Tidak ada rasa menyesal, seperti yang ditunjukkan dengan bersikap acuh
terhadap atau merasionalisasi perilaku menyakiti, salah memperlakukan atau
mencuri dari orang lain.
B. Orang tersebut setidaknya berusia 18 tahun.
C. Terdapat bukti gangguan tingkah laku sebelum onset usia 15 tahun.
D.Adanya perilaku antisocial tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan
skizofrenia atau episode manic.
Dari American Psychiatric Association. Diagnostik and Statical Manual of Mental Disorder 4th Ed. Text rev : Washington, DC : American Psychiatric Association; copyright 2000, dengan izin.
8
Pedoman Diagnostik PPDGJ-III Gangguan Kepribadian Dissosial 4
Gangguan kepribadian ini biasanya menjadi perhatian disebabkan adanya
perbedaan yang besar antara perilaku dan norma sosial yang berlaku, dan ditandai
oleh :
(a).Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
(b).Sikap yang amat tidak bertangguang jawab dan berlangsung terus menerus
(persistent), serta tidak peduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban sosial.
(c).Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun
tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya.
(d).Toleransi terhadap frustasi sngat rendah dan ambang yang rendah untuk
melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan.
(e).Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman,
khususnya dari hukuman.
(f).Sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi
yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan
masyarakat.
=> Untuk diagnosis paling sedikit 3 dari di atas.
2.1.6. Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian antisosial melibatkan banyak area di dalam kehidupan
seseorang, sehingga dapat dibedakan dengan tingkah laku ilegal. Jika perilaku
antisosial merupakan satu-satunya manifestasi, pasien digolongkan kedalam
kategori keadaan tambahan DSM-IV-TR yang dapat menjadi fokus perhatian
klinis-khususnya perilaku antisosial dewasa. Dorothy Lewis menemukan bahwa
banyak dari orang-orang ini memiliki gangguan neurologis atau gangguan jiwa
yang tidak terdiagnosis atau terabaikan. Yang lebih sulit adalah membedakan
antara gangguan kepribadian antisosial dan penyalahgunaan zat. Jika
penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial dimulai pada masa kanak-kanak dan
berlanjut hingga dewasa, kedua gangguan harus didiagnosis. Meskipun demikian,
jika perilaku antisosial secara jelas adalah akibat dari penyalahgunaan alkohol
9
pramorbid atau penyalahgunaan zat lainnya, diagnosis gangguan kepribadian
antisosial tidak dibenarkan.1
Di dalam mendiagnosis gangguan kepribadian antisosial, klinisi harus
memperhatikan pengaruh yang mengganggu akibat status ekonomi, latar belakang
budaya, dan jenis kelamin. Lebih jauh lagi, diagnosis gangguan kepribadian
antisosial tidak dibenarkan jika retradasi mental, skizofrenia, atau mania dapat
menjelaskan gejala-gejala tersebut.1
2.1.7. Perjalanan Gangguan dan Prognosis
Begitu timbul, gangguan kepribadian antisosial memiliki perjalanan tanpa remisi,
dengan puncak perilaku antisosial biasanya terjadi pada masa remaja akhir.
Prognosisnya beragam. Beberapa laporan menunjukkan bahwa gejala berkurang
seiring bertambah tuanya usia pasien. Banyak pasien memiliki gangguan
somatisasi dan keluhan fisik multipel. Gangguan depresif, gangguan penggunaan
alkohol, dan penyalahgunaan zat lainnya lazim ditemukan.1
2.1.8. Terapi
Psikoterapi
Jika pasien dengan gangguan kepribadian antisosial dibuat tidak dapat pergi
kemana-mana (contohnya, di rumah sakit), mereka sering menjadi setuju terhadap
psikoterapi. Jika pasien merasa bahwa mereka berada di antara teman senasib,
tidak adanya motivasi untuk perubahan menghilang. Mungkin untuk alasan ini
kelompok menolong diri sediri lebih berguna daripada penjara di dalam
menghilangkan gangguan ini.1
Sebelum terapi dimulai, batasan yang tegas penting diberikan. Terapis
harus mencari cara untuk menghadapi perilaku merusak diri pada pasien. Dan
untuk mengatasi rasa takut pasien akan keintiman, terapis harus mencegah
keinginan pasien untuk lari dari kejujuran seseorang. Dalam melakukannya,
terapis menghadapi tantangan memisahkan kendali dari hukuman dan
memisahkan pertolongan dan konfrontasi dari retribusi dan isolasi sosial.1
10
Farmakoterapi
Farmakoterapi digunakan untuk mengatasi gejala yang memberatkan seperti
ansietas, kemarahan, dan depresi, tetapi karena pasien sering merupakan
penyalahgunaan obat, obat harus digunakan dengan bijaksana. Jika pasien
menunjukkan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, psikostimulan seperti
methylphenidate (Ritalin) dapat berguna. Upaya telah dilakukan untuk mengganti
metabolisme katekolamin dengan obat-obatan dan untuk mengendalikan perilaku
impulsive dengan obat-obat antiepileptic, contohnya, carbamazepine (Tegretol),
Valproate (Depakote), terutama jika bentuk gelombang abnormal ditemukan pada
EEG, β-adrenergik telah digunakan untuk mengurangi agresi.1
11
BAB 3
KESIMPULAN
Gangguan kepribadian antisosial adalah ketidakmampuan untuk
memenuhi norma sosial yang asalnya mengatur banyak aspek perilaku
remaja dan dewasa seseorang.
Prevalensi gangguan kepribadian antisosial adalah 3 persen pada laki-laki
dan 1 persen pada perempuan. Anak perempuan biasanya memiliki gejala
sebelum pubertas, dan anak laki-laki bahkan lebih awal.
Kriteria diagnostik utama termasuk kegiatan kriminal, tipu daya, impulsif,
agresi, kecerobohan, tidak bertanggung jawab, dan ketidakpedulian
terhadap penganiayaan lain.
Pemeriksaan diagnostik harus mencakup pemeriksaan neurologis yang
menyeluruh.
Di dalam mendiagnosis gangguan kepribadian antisosial, klinisi harus
memperhatikan pengaruh yang mengganggu akibat status ekonomi, latar
belakang budaya, dan jenis kelamin.
Begitu timbul, gangguan kepribadian antisosial memiliki perjalanan tanpa
remisi, dengan puncak perilaku antisosial biasanya terjadi pada masa
remaja akhir. Beberapa laporan menunjukkan bahwa gejala berkurang
seiring bertambah tuanya usia pasien.
Farmakoterapi digunakan untuk mengatasi gejala yang memberatkan
seperti ansietas, kemarahan, dan depresi
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock, Buku Ajar
Psikiatri Klinis Edisi-2. Jakarta : EGC, 2010; hal. 375-377.
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders: DSM-5. — 5th ed. DSM 5TM. England: American Psychiatric
Publishing, 2013. pg. 645,659-663.
3. Derefinko Karen J., Widiger, Thomas A. Antisocial Personality Disorder, in
The Medical Basisof Psychiatry 3rd Ed. Geneva: Human Press, 2008. pg. 213-
222.
4. Muslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III.
Jakarta : FK-Unika Atmajaya, 2001; hal. 104.
5. Basic Psychiatry. Personality Disorder. Pg. 240-241. [www.docu-track.com]