fraktur lumbal
TRANSCRIPT
0
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR LUMBAL
DI RUANG MELATI 3 RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Disusun oleh :
Apri Nur Wulandari
08/267882/KU/12756
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
1
FRAKTUR VERTEBRA (LUMBAL)
I. Konsep Fraktur Lumbal
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Faktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya. Jika tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh, seperti dapat mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. (Brunner and
Suddarth, 2002).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Gejala – gejala fraktur tergantung pada
sisi, beratnya dan jumlah kerusakan pada struktur lain, biasanya terjadi pada orang dewasa
laki-laki yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasan.
Fraktur lumbal adalah kerusakan pada tulang belakang berakibat trauma, biasanya terjadi
pada orang dewasa laki-laki yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasan.
Fraktur lumbal biasanya merupakan fraktur karena trauma indirek dari atas dan dari bawah, di
mana hal ini dapat menimbulkan fraktur stabil dan tidak stabil.
B. Jenis Fraktur
1. Fraktur Komplet
Adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari
posisi normal
2. Fraktur Tidak komplet
Yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur Tertutup ( simpel)
Yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur Terbuka (komplikata atau kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit adau membran mukosa sampai ke patahan
tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi:
a. Grade I dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm
b. Greade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
2
c. Grade III mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi yang sangat terkontaminasi
dan merupakan yang paling berat.
Fraktur juga dogolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang: fraktur brgeser atau
tidak bergaser. Berikut adalah berbagai jenis kusus fraktur:
a. Green stick. Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya
membengkok.
b. Trasfersal. Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c. Oblik, fraktur membetuk sudut denga membentuk garis tengah tulang (lebih tidak
stabil daibanding transfersal).
d. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
e. Kominutiv, fraktur dalam tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
f. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan wajah).
g. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang
belakang).
h. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metstasis tulang, tumor).
i. Avolsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya.
j. Epifiseal, fraktur melalui ipifisis.
k. Impaksi, fraktur dimana tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
C. Etiologi
Menurut Brunner and Suddart (2002) penyebab fraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung merupakan utama yang sering menyebabkan fraktur. Fraktur tersebut
terjadi pada saat benturan dengan benda keras.
2. Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan dapat
mengakibatkan dislokasi atau fraktur.
3. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian, kecelakaan
lalu lintas dan sebagainya.
3
4. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang.
5. Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan “Body Mekanik” yang salah seperti
mengangkat benda berat.
D. Patofisiologi
1. Perjalanan Penyakit
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus vertebra yang
saling berdekatan. Diantaranya korpus vertebra mulai dari vertebra sevikalis kedua
sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk
sendi fibrokartilago yang lentur antara korpus pulposus ditengah dan annulus fibrosus di
sekelilingnya. Nucleus pulposus merupakan rongga intervertebralis yang terdiri dari
lapisan tulang rawan dalam sifatnya semigelatin, mengandung berkas-berkas serabut
kolagen, sel – sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan.
Zat-zat ini berfungsi sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang
berdekatan, selain itu juga memainkan peranan penting dalam pertukaran cairan antara
discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
Apabila kontuinitas tulang terputus, hal tersebut akan mempengaruhi berbagai
bagian struktur yang ada disekelilingnya seperti otot dan pembuluh darah. Akibat yang
terjadi sangat tergantung pada berat ringannya fraktur, tipe, dan luas fraktur. Pada
umumnya terjadi edema pada jaringan lunak, terjadi perdarahan pada otot dan
persendian, ada dislokasi atau pergeseran tulang, ruptur tendon, putus persyarafan,
kerusakan pembuluh darah dan perubahan bentuk tulang dan deformitas. Bila terjadi
patah tulang, maka sel – sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
yang patah dan jaringan lunak disekitar tulang tersebut biasanya juga mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul dapat setelah fraktur.
4
Pathway
E. Manifestasi Klinik
1. Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa sakit bila digerakkan dan adanya spasme
otot paravertebra. Bila kepala ditekan ke bawah terasa nyeri.
2. Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui
adengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi
denga baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulag tempat
melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan bawah tempat fraktur.
5
4. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat gesekan
antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat)
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelahb eberapa jam atau hari.
Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur
tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.
F. Komplikasi
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union,
sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen
tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu
dengan sedikit gerakan (non union).
c. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama
dari proses penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku
pada fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan
membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke
otak, paru, ginjal, dan organ lain.
6
g. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak
ditangani segera.
h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan
syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf
karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.
G. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
1) Foto Rontgen Spinal, yang memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang
belakang, atau tulang intervetebralis atau mengesampingkan kecurigaan patologis lain
seperti tumor, osteomielitis.
2) Elektromiografi, untuk melokalisasi lesi pada tingkat akar syaraf spinal utama yang
terkena.
3) Venogram Epidural, yang dapat dilakukan di mana keakuratan dan miogram terbatas.
4) Fungsi Lumbal, yang dapat mengkesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi
adanya darah.
5) Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas) untuk mendukung
diagnosa awal dari herniasi discus intervertebralis ketika muncul nyeri pada kaki
posterior.
6) CT - Scan yang dapat menunjukkan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi discus
intervetebralis.
7) MRI, termasuk pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukkan adanya perubahan
tulang dan jaringan lunak dan dapat memperkuat adanya herniasi discus.
8) Mielogram, hasilnya mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan” dari ruang
discus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.
H. Penatalaksanaan
1. Bila sederhana ( stabil dan tidak ada gejala neurologik):
a. Istirahat di tempat tidur, terlentang dengan dasar keras dan posisi miring ke kiri dan
ke kanan untuk mencegah decubitus selama 2 minggu.
7
b. Bila sakit diberikan analgetik
c. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
d. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
e. Pada fraktur yang stabil jika tidak merasa sakit lagi setelah 2 minggu latih otot-otot
punggung dalam 1-2 minggu, dilanjutkan dengan mobilisasi, belajar duduk, jalan,
memakai brace, dan bila tidak ada apa-apa pasien dapat pulang. Pada fraktur yang
tidak stabil ditunggu lebih lama 3-4 minggu.
2. Bila dengan kelainan neurologik
Kelainan neurologik dapat timbul karena edema, hematomieli, kompresi dari
fraktur, dank arena luksasi tulang belakang. Kelainan dapat komplit dan inkomplit. Jika
pada observasi keadaan neurologis memburuk segera dilakukan operasi dekompresi,
misalnya tindakan laminektomi dan fiksasi tulang belakang, Pada fraktur lumbal dengan
deficit neurologis, indikasi tindakan operatif adalah untuk stabilisasi fraktur, untuk
rehabilitasi dini (duduk, berdiri, dan berjalan). Pada fraktur lumbal dengan defisit
neurologis yang dilakukan tindakan konservatif (tanpa operasi) setelah 6 minggu atau
fraktur kuat, dilakukan mobilisasi duduk/berdiri dengan menggunakan external support
seperti gips Bohler, gips korset, jaket Minerva, tergantung dari tempat fraktur.
Pemasangan gips korset harus meliputi manubrium sterni, simfisis, daerah fraktur, dan di
bawah ujung scapula.
I. Proses Penyembuhan Tulang
a. Tahap Hematoma, Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis Havers
sehingga masuk ke area fraktur setelah 24 jam terbenutk bekuan darah dan fibrin yang
masuk ke area fraktur, terbenuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan
granulasi.
b. Tahap Poliferasi, Pada aerea fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel
yang berubah menjadi fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.
c. Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus, Jaringan granulasi berubah menjadi prakalus.
Prakalus mencapai ukuran maksimal pada 14 sampai 21 hari setelah injuri.
8
d. Tahap Osifikasi kalus, Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum dan
korteks), kalus internal (medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3 sampai
dengan minggu ke-10 kalus menutupi lubang.
e. Tahap consolidasi, Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami proses
tulang sesuai dengan hasilnya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :
a. Usia klien
b. Immobilisasi
c. Tipe fraktur dan area fraktur
d. Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan dengan
tulang kompak.
e. Keadaan gizi klien
f. Asupan darah dan hormon – hormon pertumbuhan yang memadai
g. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
h. Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama.
i. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.
II. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data demografi/ identitas klien
Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan, dan alamat
klien.
b. Keluhan utama
Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung
c. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya adanya
predisposisi seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat pada fraktur
psikologis).
d. Riwayat spiritual
9
Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan bagaimana dalam
menjalankannya.
e. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan membawa benda-
benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis utama lainnya. Orang yang
kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun.
f. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran tinggi badan
2) Pengukuran tanda-tanda vital
3) Integritas tulang, deformitas tulang belakang
4) Kelainan bentuk pada dada
5) Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering, sonor
atau vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana warna dan
produktivitasnya.
6) Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian
kapiler, warna kulit dan temperatur kulit.
7) Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati atau tidak,
apakah limpa membesar atau tidak.
8) Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih karena adanya
immobilisasi.
9) Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
10) Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang dan
keadaan tonus otot.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan, spasme otot,
kerusakan neuromuscular.
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik
d. Resiko Infeksi berhubungan dengan paparan mikroorganisme
e. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
10
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut b/d agen
injury (biologis, kimia,
fisik, psikologis) Definisi :
Sensori yang tidak
menyenangkan dan
pengalaman emosional
yang muncul secara aktual
atau potensial kerusakan
jaringan atau
menggambarkan adanya
kerusakan (Asosiasi Studi
Nyeri Internasional):
serangan mendadak atau
pelan intensitasnya dari
ringan sampai berat yang
dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi
dan dengan durasi kurang
dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
- Laporan secara verbal
atau non verbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk
menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-
hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek,
sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri
sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan
proses berpikir,
penurunan interaksi
NOC :
Kontrol Nyeri
Tingkat Nyeri
Kriteria Hasil :
Mampu
mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan
bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu
mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital
dalam rentang normal
NIC :
Managemen Nyeri
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
11
dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-
ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)
2 Gangguan mobilitas fisik
b.d. nyeri,
ketidaknyamanan,
spasme otot, kerusakan
neuromuscular.
Definisi :
Keterbatasan dalam
kebebasan untuk
pergerakan fisik tertentu
pada bagian tubuh atau satu
atau lebih ekstremitas
Batasan karakteristik :
a. Postur tubuh yang tidak
stabil selama
melakukan kegiatan
rutin harian
b. Keterbatasan
kemampuan untuk
melakukan
NOC : Mobility Level
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3 hari dapat
teridentifikasi Mobility level,
dengan kriteria hasil :
aktifitas fisik meningkat
Melaporkan perasaan
peningkatan kekuatan,
kemampuan dalam
bergerak
Klien bisa melakukan
aktifitas walaupun
dengan dibantu
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
(walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelum/sesudah
latihan dan lihat respon pasien saat
latihan
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
lain tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
12
keterampilan motorik
kasar
c. Keterbatasan ROM
d. Usaha kuat untuk
perubahan gerak
diperlukan
3 Risiko kerusakan
integritas kulit b.d
immobilisasi fisik.
NOC : Risk Control
Dengan kriteria hasil :
Pasien mengerti tentang
faktor risiko yang dapat
menyebabkan kerusakan
integritas kulit
Tanda-tanda vital dalam
batas normal.
Memodifikasi
lingkungan untuk
mengurangi faktor
risiko.
Pressure Management
Memberitahukan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar.
Memonitor status nutrisi pasien.
Memonitor area kulit yang dapat terjadi
kemerahan dan luka.
Melakukan perubahan posisi pada
pasien, minimal setiap 2 jam.
Mengajari pasien ROM aktif dan pasif.
Mengajari pasien tentang faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan integritas kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Voumel 1. Jakarta: EGC
Iowa Outcomes Project. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC): Fourth Edition.
Missouri: Mosby, Inc.
Iowa Outcomes Project. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC): Fifth Edition.
Missouri: Mosby – Year Book, Inc.
Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid 2. Fakultas
Kedokteran UI: Media Aesculapius
North American Nursing Diagnosis Association. 2009. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2012-20014. Philadelphia