fraktur
TRANSCRIPT
REFERATKOMPLIKASI FRAKTUR
Disusun oleh :
Merry Safitry A G1A211075Qonita Wachidah G1A211076
Pembimbing :
dr. Bambang Agus Teja K., Sp.OT
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANSMF BEDAH RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul :
Komplikasi Fraktur
Disusun oleh :
Merry Safitry A G1A211075Qonita Wachidah G1A211076
Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMengikuti Ujian Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman PurwokertoDi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto, 21Desember 2012
Pembimbing:
dr. Bambang Agus Teja K., Sp.OT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam suatu kejadian fraktur dapat terjadi berbagai komplikasi baik yang
dikarenakan cedera itu sendiri maupun yang terjadi secara iatrogenik. Komplikasi
ini kebanyakan dapat dicegah dan berhubungan dengan tiga faktor utama, yaitu
tekanan lokal yang berlebihan, traksi yang berlebihan, dan infeksi.
Adanya berbagai macam komplikasi ini menuntut kita untuk lebih
mengetahui tentang penyakit itu sendiri, cara mendiagnosa, penanganannya,
prognosa, komplikasi, dan pencegahan yang dapat kita lakukan untuk kasus-kasus
tersebut. Pengetahuan yang memadai tentang hal-hal tersebut dapat menjadi suatu
panduan saat melakukan penanganan terhadap fraktur untuk meminimalisir risiko
yang bisa menimbulkan komplikasi pada fraktur.
2
BAB II
KOMPLIKASI FRAKTUR
A. Komplikasi Dini
1. Lokal
a. Cedera vaskular yang menyebabkan perdarahan
Biasanya terjadi pada fraktur di sekitar lutut dan siku, fraktur humerus
dan fraktur femur
Manifestasi klinis
1) Parestesia atau baal pada jari kaki atau tangan
2) Tungkai yang cedera teraba dingin, pucat, sedikit sianotik, dan
denyut lemah atau hampir tidak ada
Penatalaksanaan
1) Lepaskan semua pembalut dan bebat
2) Reduksi segera apabila terdapat gambaran radiologi bahwa arteri
tertekan atau berkelok-kelok
3) Perbaikan pembuluh darah secara operatif
b. Cedera viseral yang menyebabkan kerusakan organ, seperti otak, paru,
atau vesica urinaria
c. Sindroma kompartemen (iskemia Volkmann)
Fraktur pada ekstremitas dapat menyebabkan iskemia berat
karena kerusakan arteri besar atau karena peningkatan tekanan
kompartemen osteofascial karena pembengkakan akibat perdarahan
atau edema. Hal ini merupakan lingkaran setan, karena penurunan
aliran kapiler akan menyebabkan iskemia otot yang menyebabkan
edema, sehingga tekanan makin bertambah dan semakin menurunkan
aliran darah kapiler.
Sindroma kompartemen juga dapat diakibatkan oleh cedera
peremukan atau akibat pembebatan yang terlalu ketat. Sindroma
kompartemen yang terjadi pada fraktur tibia dan fraktur antebrachii
memiliki risiko yang lebih besar, terutama jika pasien berusia > 35
tahun.
3
Manifestasi klinis
1) Tanda-tanda iskemia, yaitu Pain, Paraesthesia, Pallor, Paralysis,
dan Pulselessness, namun adanya pulsasi tidak mengeksklusi
diagnosis ini
2) Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kompartemen, yaitu:
a) Pembengkakan ekstremitas atas atau bawah
b) Nyeri lengan atas pada ekstensi jari secara pasif
c) Kemerahan,
3) Perhatikan tanda-tanda gagal ginjal (uremiadengan jumlah ekskresi
urin yang berkurang serta asidosis)
Penatalaksanaan
1) Dekompresi segera kompartemen yang terlibat dengan fasiotomi
terbuka
2) Debridemen seluruh otot yang mengalami nekrosis
3) Mengatasi syok hipovolemik dan oliguria secara cepat
4) Hemodialisis dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
Komplikasi
1) Gagal ginjal akut sebagai akibat sekunder dari rhabdomiolisis
2) DIC
3) Kontraktur Volkmann, terjadi apabila otot yang mengalami infark
digantikan oleh jaringan ikat fibrosa yang tidak elastis
d. Infeksi luka pada fraktur terbuka
Infeksi luka pasca trauma memperlambat penyatuan fraktur dan
meningkatkan risiko untuk terjadinya fraktur ulang
Manifestasi klinis
1) Terdapat riwayat fraktur terbuka atau riwayat perasi pada fraktur
tertutup
2) Luka menunjukkan tanda-tanda inflamasi dan mengeluarkan cairan
seropurulen
Penatalaksanaan
1) Pemberian antibiotik pada semua fraktur terbuka
2) Drainase jaringan di sekitar fraktur pada infeksi akut
4
3) Mobilisasi fraktur dan pembalutan sinus yang mengeluarkan sekret
pada infeksi yang disertai osteitis kronis
2. Sistemik
a. Emboli lemak (Fat Embolism Syndrome/FES)
Emboli lemak merupakan kelainan yang jarang terjadi,
biasanya muncul pada beberapa hari pertama setelah trauma dengan
tingkat mortalitas sebesar 10-20%. Ada beberapa teori yang menjadi
dasar penyebab kelainan ini. Sebuah teori menyebutkan bahwa setelah
terjadi fraktur, butir lemak dari sumsum tulang bergabung dan
membentuk emboli di kapiler pulmo dan otak, dengan diikuti oleh
terpicunya kaskade koagulasi dan agregasi platelet. Teori lain
menyebutkan bahwa asam lemak bebas dilepaskan dalam bentuk
kilomikron akibat perubahan hormonal yang terjadi setelah trauma
atau sepsis. Emboli lemak juga ditemui pada pasien luka bakar hebat,
pasien yang telah menjalani resusitasi kardiopulmoner, transplantasi
sumsum tulang, serta liposuction.
Faktor risiko
1) Fraktur tertutup
2) Fraktur multipel
3) Kontusio pulmo
4) Fraktur tulang panjang/pelvis/costae
Manifestasi Klinis
1) Dispneu dengan onset yang mendadak
2) Takikardi
3) Hipertensi
4) Hipoksia
5) Demam
6) Kebingungan, kejang, koma
7) Petekiae berwarna merah-kecoklatan yang mengenai tubuh bagian
atas, terutama axilla.
Penatalaksanaan
1) Terapi suportif
5
2) Obat-obatan kostikosteroid
3) Stabilisasi fraktur dengan metode operatif
b. Trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT)
Merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada cedera dan
operasi. Trombosis paling sering terjadi pada vena-vena betis, dan
jarang dalam vena-vena proksimal di paha dan pelvis.
Penyebab
Penyebab utama DVT pada pasien pembedahan adalah
hiperkoagulabilitas darah, terutama akibat faktor X oleh tromboplastin
yang dilepas dari jaringan yang rusak
Manifestasi Klinis
1) Gejala lebih sering tersamar
2) Tanda Homans positif (peningkatan nyeri pada dorsiflesi kaki)
pada trombosis betis
3) Edema tungkai bawah kronis dan ulkus kaki (pada trombosis
iliofemoral dan pada 10% pasien trombosis betis)
Penatalaksanaan
1) Bed rest dan pemakaian kaus kaki elastis
2) Antikoagulan (heparin subkutan dosis rendah 5000 IU, tiga kali
sehari)
3) Untuk embolisme paru yang akut dan berat, dilakukan resusitasi
kardiopulmoner, vasopressor untuk menangani syok, dan heparin
dosis tinggi (15.000 IU).
c. Gas gangren
Luka yang kotor dengan otot mati yang ditutup tanpa debridemen
memadai dapat menjadi sumber infeksi Clostridium welchii. Toksin
yang dihasilkan menghancurkan dinding sel dan menyebabkan
nekrosis jaringan
Manifestasi Klinis
1) Nyeri hebat dan pembengkakan di sekitar luka
2) Sekret berwarna kecoklatan dan berbau khas
6
3) Denyut nadi meningkat tanpa disertai demam
4) Toksemia dan koma
Penatalaksanaan
1) Pencegahan, dengan dekompresi luka dan eksisi seluruh jaringan
nekrosis
2) Oksigen hiperbarik untuk membatasi penyebaran gangren
3) Pada kasus yang parah, amputasi dapat dipertimbangkan
d. Sindroma peremukan (Crush syndrome)
Terjadi bila sejumlah besar massa otot remuk atau jika suatu turniket
dibiarkan terlalu lama. Bila kompresi dilepas, sitokrom C akibat
pemecahan otot dibawa darah ke ginjal dan menyumbat tubulus
Manifestasi Klinis
1) Tidak teraba nadi pada tungkai yang terkena
2) Tungkai merah, bengkak, dan melepuh
3) Sekresi ginjal berkurang disertai uremia dan asidosis
Penatalaksanaan
1) Amputasi untuk tungkai yang remuk hebat dan belum tertangani
selama beberapa jam
2) Untuk oliguria: kurangi asupan cairan dan proteinkurangi
katabolisme protein dengan pemberian neomisin dan steroid
anabolik, pertahankan keseimbangan elektrolit serum.
3) Hemodialisis
B. Komplikasi lanjut
1. Lokal
a. Gangguan proses penyembuhan fraktur (delayed union, malunion,
nonunion)
Penyebab delayed-union
1) Cedera jaringan lunak hebat
2) Suplai darah yang tidak adekuat
3) Infeksi
4) Pembebatan yang tidak adekuat
7
5) Traksi yang berlebihan sehingga menarik tulang terpisah
Manifestasi Klinis delayed-union
1) Rasa nyeri pada lokasi fraktur
2) Fraktur tidak berkonsolidasi
Gambaran X-ray delayed-union
Hanya terdapat progresivitas yang minimal dari pertumbuhan kalus
atau reaksi periosteal
Penatalaksanaan delayed-union
1) Konservatif, dengan gips, traksi, atau bracing
2) Fiksasi internal dan pencangkokan tulang, jika penyatuan tertunda
selama > 6 bulan dan tdk ada tanda-tanda pembentukan kalus
Penyebab non-union
Sama dengan penyebab delayed-union namun ada penyebab lain, yaitu
celah fraktur yang terlalu lebar, serta interposisi periosteum, otot, atau
kartilago.
Manifestasi Klinis non-union
Tidak nyeri pada lokasi fraktur apabila digerakkan
Gambaran X-ray non-union
1) Tidak adanya gambaran kalus
2) Dapat terlihat avaskular (disebut juga sebagai non-union atrofi)
atau memperlihatkan pembentukan tulang yang berlebihan pada
celah fraktur ( disebut juga sebagai non-union hipertrofi).
Penatalaksanaan non-union
1) Konservatif, berupa pembebatan, bracing fungsional, atau
rangsangan listrik
2) Terapi operatif, meliputi:
a) Debridemen untuk mempertahankan vaskularisasi yang sehat
dan bebas infeksi pada sisi fraktur
b) Fiksasi yang sangat kaku untuk mengurangi gerakan dan
menstabilkan fraktur pada non-union hipertrofi
c) Bone grafting untuk menstimulasi pembentukan kalus pada
non-union atrofi
8
Penyebab malunion
1) Fraktur tidak tereduksi secara adekuat
2) Kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadinya
penyembuhan
3) Kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau
kominutif
Manifestasi Klinis malunion
Deformitas rotasional, terutama jika dibandingkan dengan sisi yang
kontralateral
Penatalaksanaan malunion
1) Pada orang dewasa, fraktur direduksi sedekat mungkin dengan
posisi anatomis. Angulasi > 15o pada tulang panjangmembutuhkan
osteotomi dan fiksasi internal
2) Prosedur pemanjangan tungkai pada pemendekan >2,5 cm pada
tungkai bawah
b. Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed
union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota
gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atrofi
tulang berupa osteoporosis dan atrofi otot
c. Kekakuan sendi (joint stiffness)
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Penatalaksanaan
1) Pencegahan, berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi
2) Pembebasan periengketan secara pembedahan, hanya dilakukan
pada kekakuan sendi menetap
d. Kontraktur Volkmann
9
Kontraktur iskemik pada otot tertentu dapat terjadi setelah cedera arteri
atau sindroma kompartemen. Tempat yang sering terkena adalah
lengan bawah, tangan, tungkai bawah, dan kaki
Manifestasi Klinis
1) Deformitas, kekakuan, dan kadang rasa baal
2) Pengecilan otot tungkai yang terkena serta gambaran ’jemari cakar’
Penatalaksanaan
Pelepasan dan pemindahan tendon secara tepat
e. Miositis ossifikans
Merupakan kelainan osifikasi heterotopik otot yang terjadi setelah
cedera, terutama pada dislokasi siku, pukulan pada brakialis, deltoid,
atau kuadriseps.
Manifestasi Klinis
Nyeri dan edema jaringan lunak lokal
Penatalaksanaan
Sendi harus diistirahatkan pada posisi fungsional hingga nyeri mereda,
kemudian dimulai gerakan aktif perlahan-lahan
f. Nekrosis avaskular (avascular necrosis/AVN)
Daerah tertentu dikenal memiliki kecenderungan untuk mengalami
iskemia dan nekrosis tulang setelah cedera. Daerah-daerah itu adalah
kaput femoris (setelah cedera pada leher femur atau dislokasi pada
pinggul), bagian proksimal skafoid (akibat fraktur pada pinggangnya),
lunatum (setelah dislokasi), dan talus (setelah fraktur pada lehernya).
Manifestasi Klinis
Tidak ada gejala yang berhubungan dengan nekrosis avaskular, namun
jika fraktur tidak menyatu atau tulang kolaps, dapat menimbulkan
nyeri.
Penatalaksanaan
1) Nekrosis kaput femoris pada pasien lanjut usia arthroplasti
2) Pasien berusia muda realignment
10
3) Berlokasi pada skafoid/talus terapi simptomatik, namun
arthrodesis pada pergelangan kaki/tangan dapat dipertimbangkan.
g. Algodistrofi (atrofi Sudeck)
Definisi
Atrofi Sudeck adalah suatu bentuk distrofi reflek simpatis
Manifestasi Klinis
1) Nyeri yang terus-menerus dan terasa membakar
2) Edema lokal, kemerahan dan teraba hangat
3) Nyeri tekan dan kekakuan pada sendi-sendi yang berdekatan
4) Kulit menjadi pucat dan atrofi
5) Deformitas menetap
Penatalaksanaan
Penanganan atrofi Sudeck meliputi berbagai aspek, yaitu:
1) Rehabilitasi, berupa fisioterapi dan terapi kerja untu k menurunkan
sensitivitas dan secara berangsur-angsur meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas fisik.
2) Terapi psikologis
3) Manajemen nyeri. Hal ini seringkali sulit untuk dilakukan.
Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan obat-
obatan nyeri neuropatik (misalnya amitryptiline, gabapentin,
opioid), steroid, kalsitonin, atau bifosfonat.
2. Sistemik
a. Tetanus
Manifestasi Klinis
1) Kontraksi tonik kemudian menjadi klonik, pada otot rahang dan
muka (trismus dan risus sardonicus), otot dekat luka, kemudian
pada leher dan badan
2) Gangguan diafragma dan otot interkostalis asfiksia
Penatalaksanaan
1) Pembersihan luka yang cepat dan menyeluruh disertai antibiotika
2) Booster toksoid untuk pasien yang sudah diimunisasi
3) Tetanus toksoid untuk pasien yang belum diimunisasi
11
4) Obat-obatan sedasi dan relaksan otot
b. Ketakutan untuk mobilisasi
12
BAB III
KESIMPULAN
1. Fraktur bukan semata-mata kelainan yang terjadi pada tulang, namun
mencakup berbagai aspek lain, baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
2. Penanganan fraktur sesegera dan setepat mungkin penting untuk mencegah
dan meminimalisir komplikasi
13