fl.unud.ac.idfl.unud.ac.id/block-book/hi/course materials/course... · web viewkelemahan: (1) jika...

48
1. Pengertian, Batasan, dan Istilah Hukum Internasional Bab ini akan menjelaskan pengertian Hukum Internasional, dimana penegasan pengertian yang akan dirumuskan dalam suatu batasan (definition) mengenai Hukum Internasional, bukanlah bermaksud menjelaskan sifat hakikat hukum internasional dalam sebuah kalimat melainkan untuk dipergunakan sebagai pegangan dalam pembahasan selanjutnya. Hukum Internasional: pengertian dan batasan Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Yang dimaksud dengan istilah Hukum Internasional dalam pembahasan ini adalah Hukum Internasional Publik yang harus kita bedakan dari Hukum Perdata internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing- masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya). Hukum Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: (i) negara 1

Upload: vuongdang

Post on 03-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1. Pengertian, Batasan, dan Istilah Hukum Internasional

Bab ini akan menjelaskan pengertian Hukum Internasional, dimana penegasan pengertian yang akan dirumuskan dalam suatu batasan (definition) mengenai Hukum Internasional, bukanlah bermaksud menjelaskan sifat hakikat hukum internasional dalam sebuah kalimat melainkan untuk dipergunakan sebagai pegangan dalam pembahasan selanjutnya.

Hukum Internasional: pengertian dan batasan

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.

Yang dimaksud dengan istilah Hukum Internasional dalam pembahasan ini adalah Hukum Internasional Publik yang harus kita bedakan dari Hukum Perdata internasional.

Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.

Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).

Hukum Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: (i) negara dengan negara; (ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

Istilah Hukum Internasional

Banyaknya istilah lain yang digunakan selain istilah Hukum Internasional seperti istilah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara terkadang dapat menyebabkan kebingungan bagi penggunanya, oleh karena itu perlu dibahas lebih lanjut pengertian dari istilah-istilah tersebut.

Istilah hukum bangsa-bangsa (law of nations, droit de gens, Voelkerrecht) berasal dari istilah hukum Romawi Ius Gentium yang berarti kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan antara orang Romawi dengan orang bukan Romawi dan bukan Romawi satu sama lain.Kemudian mulai dibedakan benar dengan hubungan antar individu dengan menggunakan istilah ius inter gentes.Istilah terakhir

1

inilah yang memiliki arti hukum antarbangsa yang kemudian menandakan permulaan lahirnya hukum internasional sebagai suatu lapangan hukum tersendiri.

Istilah hukum antarbangsa (kerajaan) pada dasarnya sama dengan istilah hukum antarbangsa (republik), sementara negara modern pada hakikatnya adalah negara kebangsaan (nation state) sehingga istilah hukum internasional lebih tepat digunakan dalam pembahasan selanjutnya , selain itu istilah ini merupakan istilah yang paling mendekati kenyataan dilapangan baik dalam sifat hubungan dan masalah yang menjadi objek bidang hukum ini.

Lebih lanjut dapat ditinjau perbedaan dari istilah-istilah yang digunakan antara lain sebagai berikut:

Hukum Bangsa-bangsa akan dipergunakan untuk menunjuk pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu, berdasarkan sifatnya hukum ini belum dapat dikatakan mengatur hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa.

Hukum Antarbangsa atau Hukum Antarnegara akan dipergunakan untuk menunjuk pada kompleksitas kaidah dan asas yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak munculnya negara dalam bentuk modern sebagai negara nasional (nation state).

Hukum Internasional (publik) selain mengatur hubungan antar negara, mengatur pula hubungan antara negara dengan subjek hukum lainnya bukan negara dan antara subjek hukum bukan negara satu sama lain.

Bentuk Perwujudan Khusus Hukum Internasional: Hukum Internasional Regional dan Hukum Internasional Khusus (special)

Di dalam Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : (1) Hukum Internasional Regional : Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum. (2) Hukum Internasional Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaidah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

Hukum Internasional dan Hukum Dunia (World Law)

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat

2

internasional yang sederajat. Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.

Hukum Internasional merupakan tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.Anggota masyarakat internasional tunduk kepada hukum internasional sebagai tertib hukum yang mereka terima sebagai perangkat kaidah dan asas yang mengikat dalam hubungan antar anggota masyarakat ijnternasional.

Hukum Dunia (Weltstatsrecht) merupakan negara dunia yang secara hirarki negara dunia berdiri diatas negara-negara nasional, dimana tertib hukum dunia merupakan suatu tertib hukum subordinasi.

Kedua tertib hukum diatas, baik koordinasi maupun subordinasi mempunyai kemungkinan untuk dijalankan secara bersamaan. Hal ini dapat dilihat dari terwujudnya sekumpulan kaidah-kaidah hukum perdagangan internasional yang bersumber pada Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) pada tahun 1994.

Dengan adanya perjanjian ini, dapat dikatakan negara-negara di dunia telah menyerahkan sebagian kedaulatan ekonominya mengenai perdaganganinternasional secara full compliance, pada kaidah-kaidah hukum internasional sebagaimana diatur oleh WTO, termasuk penyelesaian perselisihan perdagangan yang lebih efektif.

Lebih dari 125 negara telah menjadi anggota WTO, Indonesia pada 2 November 1994 telah menyetujui menjadi negara peserta pada Perjanjian Pembentukan WTO Dengan Undang-undang No.7 Tahun 1994.

2. Masyarakat dan Hukum Internasional

Hukum Internasional terbentuk dari adanya suatu masyarakat internasional yang diatur oleh tertib hukum tersebut, dapat pula dikatakan bahwa landasan sosiologis bidang hukum ini adalah adanya masyarakat internasional.

Masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis Hukum Internasional

Masyarakat Internasional pada hakikatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia secara kompleks yang terdiri dari berbagai ragam masyarakat yang terjalin dengan erat.

Syarat terbentuknya Masyarakat Internasional adalah adanya sejumlah negara dan kebutuhan negara-negara itu untuk mengadakan hubungan satu sama lain.

Pertanyaan yang timbul sekarang adalah mengapa diantara adanya hubungan antar manusia atau antar kelompok manusia ini, hubungan resmi antar negara-negaralah yang menonjol dan yang menjadi urusan utama Hukum Internasional ?Hal ini karena secara politis-yuridis, negara dengan kekuasaan teritorialnya

3

yang mutlak dan monopoli dalam penggunaan kekuasaan, merupakan pelaku primer dalam masyarakat internasional.

Unsur –unsur dalam masyarakat internasional diantaranya adalah adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia, adanya asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab yang merupakan penjelmaan dari hukum alami(natuurrecht) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia untuk hidup berdampingan secara damai sesuai dengan akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya (instinct for survival).

Sebagai contoh, adanya perbedaan kepentingan yang berdasarkan pada pandangan falsafah politik yang berlainan antara negara demokrasi barat dan negara sosialis timur bukanlah penghalang bagi kedua negara untuk bias hidup berdampingan secara damai.

Hakikat dan Fungsi Kedaulatan Negara dalam Masyarakat Internasional

Kedaulatan merupakan suatu sifat dan ciri yang hakiki dari suatu negara.

Kedaulatan (Souvereignity) berasal dari kata latin superanus yang berarti yang teratas.

Negara dikatakan berdaulat atau souvereign karena negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi, negara tidak mengakui adanya kekuasaan tertinggi lainnya, negara mempunyai monopoli kekuasaan.

Pengertian kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi kemudian menimbulkan banyak kesalahan persepsi sehingga timbul pendapat bahwa kedaulatan negara adalah penghalang bagi pertumbuhan masyarakat internasional dan bagi perkembangan hukum internasional yang mengatur kehidupan masyarakat internasional.

Pendapat seperti itu dapat dikatakan benar apabila masyarakat internasional atau hukum yang mengaturnya merupakan masyarakat atau negara dunia yang tunduk kepada pemerintahan dunia. Namun pada kenyataannya masyarakat internasional yang terbentuk sekarang ini adalah masyarakat internasional yang berasal dari negara-negara di dunia yang bebas satu dari lainnya.

Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi memiliki batasan-batasan penting yang mengikat yaitu kekuasaan terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu dan kekuasaan itu berakhir dimanan kekuasaan suatu negara lain dimulai.

Bahwa kedaulatan suatu negara terbatas dan bahwa batas ini terdapat dalam kedaulatan negara lain merupakan konsekuensi yang logis dari paham kedaulatan itu sendiri.

Paham Kedaulatan tidak perlu bertentangan dengan keberadaan masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri atau merdeka, demikian juga halnya dengan hukum unternasional yang mengatur masyarakat internsional tersebut.

Sebagai suatu akibat dari paham kedaulatan yang terbatas adalah adanya kemerdekaan (independence) yang berarti negara berdaulat itu adalah negara yang merdeka satu dari yang lainnya dan adanya paham persamaan derajat (equlity) yang berarti antar negara memiliki kesamaan derajat satu dari yang lainnya.

4

Sehingga ketiga konsep tersebut yaitu kedaulatan, kemerdekaan, dan persamaan derajat dapat berjalan bersama tanpa saling bertentangan, bahkan kemerdekaan dan persamman derajat negara merupakan perwujudan dan pelaksanaan dari pengertian kedaulatan dalam arti yang wajar.

Tunduknya suatu negara yang berdaulat atau tunduknya paham kedaulatan pada kebutuhan pergaulan masyarakat internasional merupakan syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat internasional yang teratur. Bahwa kehidupan suatu masyarakat internasional yang teratur hanya dapat terwujud dengan adanya hukum internasional, maka secara otomatis kedaulatan harus tunduk kepada hukum internasional.

Masyarakat Internasional dalam Peralihan

Saat ini masyarakat internasional sedang mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok yang perlu diperhatikan.

Perubahanpertama yang besar dan pokok adalah perubahan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses yang sudah dimulai pada permulan abad ke XX ini telah merubah pola kekuasaan politik di dunia ini dari satu masyarakat internasional yang terbagi dalam beberapa masyarakat besar yang masing-masing mempunyai daerah jajahan dan lingkungan pengaruhnya menjadi satu masyarakat bangsa-bangsa yang terdiridari banyak sekali negara medeka.Proses ini merupakan proses yang wajar, yang pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan masyarakat internasional dalam arti yang sebenarnya.

Perubahan penting yang terjadi dalam konsep ilmu hukum yang berkenaan dengan perjanjian, kewajiban negara (responsibility of state), nasionalisasi, hukum laut publik, harus dilihat sebagai proses pertumbuhan ke arah hukum internasional yang wajar, bebas dari berbagai konsep dan lembaga yang menggambarkan atau merupakan akibat dominasi bangsa-bangsa oleh beberapa bangsa di dunia ini.

Perubahan kedua yang juga cukup penting peranannya bagi masyarakat internasional dan huku internasional yang mengaturnya adalah kemajuan teknologi. Kemajuak teknik dalam hal perhubungan semakin mempermudah perhubungan yang melintasi batas negara. Kemajuan teknik dalam bidang persenjataan menimbulkan permasalahan baru yang menyebabkan perlunya ditinjau kemabali ketentuan mengenai hukum perang.Dalam bidang pengolahan kekayan alam, menyebabkan berbagai perubahan besar dalam konep hukum laut dan timbulnya konsep baru untuk dapat mengikutu perkembangan yang pesat ini.

Perubahan ketiga adalah berbagai perubahan yang terjadi dalam struktur organisasi masyarakat internasional.Perubahan ini sangat penting karena berakibat langsung terhadap struktur masyarakat internasional yang didasarkan atas negara yang berdaulat.Perkembangan penting yang terjadi sebagai akibat dari perubahan ini adalah munculnya berbagai organiasasi internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara.

Di lain pihak, ada perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu dalam beberapa hal tertentu.Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya satu

5

masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antarnegara sehingga dapat tercipta hukum internasional sebagai hukum koordinasi, timbul pula suatu kompleks kaidah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi. Terjadinya suatu proses pemusatan kekuasaan dan wewenang pada organisasi-organisasi internasional lepas dari negara-negara menyebabkan masyarakat internasional kini tidak lagi identik dengan masyarakat antar negara. Perkembanagan inilah yang mempunyai akibat bagi sistematik pembahasan hukum internasional.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah dapatkah kita terus menggunakan cara pendekatan yang didasarkan atas hukum internasional yang tradisional yakni yang didasarkan atas negara yang berdaulat, merdeka dan persamaan derajat negara-negara, ataukan diperlukan suatu cara pendekatan lain yang menggambarkan perkembangan baru yang disebutkan diatas, terutama timbulnya beberapa lembaga internasional sebagai subjek hukum internasional?

3. Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya.

Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Interansional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.

Sebelumnya, perlu dilihat terlebih dahulu ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa pada zaman dahulu :

Di dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaidah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya. Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

Dalam Kitab Perjanjian Lama, hukum kuno kebudayaan Yahudi, dikenal ketentuan mengenai perjanjian perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Dalam hukum perang masih dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, dalam hal ini penyimpangan ketentuan perang diperbolehkan.

Lingkungan kebudayaan lainnya yang juga sudah mengenal aturan yang mengatur hubungan antara berbagai kumpulan manusia adalah lingkungan kebudayaan Yunani yang hidup dalam negara-negara kota. Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.

Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.

6

Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.

Disamping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktekan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktek Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.

Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah : (1) Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa . (2) Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci. (3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing. (4) Kemerdekaan negara Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.

Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Ciri masyarakat Internasional yang terdapat di Eropa yang dasarnya diletakkan oleh Perjanjian Westphalia. Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi susunan masyarakat Internasional yang baru ini dari susunan masyarakat Kristen Eropa pada zaman abad pertengahan : (1) Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat. (2) Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat. (3) Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja. (4) Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil oper pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi. (5) Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan

7

negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini. (6) Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional. (7) Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.

Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internsional.

Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasionalnya atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskannya dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktek negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.

Selain Hugo Grotius ada pula Sarjana yang menulis Hukum Internasional: - Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes. - Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaidah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka. - Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi

4. Hakikat dan Dasar Berlakunya Hukum Internasional

Dasar Berlakunya HI

Terdapat anggapan bahwa ciri suatu sistem hukum positif yang efektif adalah adanya badan legislatif, kehakiman dan polisi. HI tidak memiliki ciri ini, maka timbul pertanyaan “apa dasar berlakunya HI?”

Terdapat berbagai teori mengenai hal tersebut:

Teori Hukum Alam. Hugo Grotius, Emmerich Vattel. Hukum adalah kesatuan kaedah yang diilhamkan alam pada akal manusia. Menurut aliran ini HI mengikat karena merupakan hukum alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa, atau negara tunduk HI karena HI adalah bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Kelemahan teori terdapat pada sifatnya yang sangat subyektif terutama kaidah-kaidah moral dan keadilan.

Teori Kehendak Negara. Zorn, Hegel, George Jellineck (Selbst-limitation theorie). Menurut teori ini, pada dasarnya negara yang merupakan sumber segala hukum dan HI mengikat suatu negara atas kemauan sendiri negara tersebut. ZORN: HI tidak lain adalah HTN yang mengatur hubungan luar (negeri) suatu negara. Kelemahan teori ini, mereka tidak dapat menerangkan secara memuaskan, bagaimana caranya HI yang bergantung pada kehendak negara, dapat mengikat negara itu, atau bagaimanakah jika suatu

8

negara membatalkan secara sepihak untuk terikat pada HI, bagaimanakah suatu negara baru, sejak pertama kali muncul dalam masyarakat internasional langsung terikat pada HI.

Teori Kehendak Bersama. Triepel. Menurut teori ini HI mengikat negara, bukanlah karena kehendak negara satu persatu melainkan karena kehendak bersama negara-negara, yang lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara.

Mazhab Wiena. Hans Kelsen. Kekuatan mengikat suatu kaidah HI didasarkan pada suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya, yang pada akhirnya sampai pada puncak piramida kaidah hukum tempat terdapatnya kaidah dasar (grundnorm). KELSEN: asas pacta sunt servanda adalah grundnorm HI. Grundnorm apa dasar mengikatnya? Menurut teori ini, grundnorm adalah terlepas dari persoalan hukum yang tidak dapat diterangkan, dan dikembalikan pada nilai-nilai kehidupan manusia di luar hukum, seperti rasa keadilan dan moral---kembali lagi pada teori hukum alam.

Mazhab Perancis. Fauchile, Scelle, Duguit. Teori ini mendasarkan kekuatan mengikat HI pada faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan sebagai fakta kemasyarakatan (fait social). Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki hasrat untuk bergabung dengan manusia lain dan memiliki kebutuhan akan solidaritas. Hal tersebut juga dimiliki bangsa-bangsa. Jadi kekuatan mengikat adalah mutlak untuk terpenuhinya kebutuhan manusia untuk hidup bermasyarakat.

5. Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Terdapat 2 pandangan mengenai HI, yaitu

1) Voluntarisme

Bahwa berlakunya HI terletak pada kemauan negara. Berdasarkan pandangan ini maka muncul paham dualisme yang melihat bahwa HI dan HN merupakan dua perangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah. Paham ini pelopornya adalah Triepel (Jerman) dan Anzilotti (Italia).

Alasannya:

HI dan HN mempunyai sumber yang berlainan, HN bersumber dari kemauan negara, sedangkan HI besumber pada kemauan bersama masyarakat negara. Kelemahan: Pada dasarnya baik HI maupun HN bersumber dari kemauan negara yaitu kemauan negara untuk mengatur kehidupan masyarakat. Jadi baik HI dan HN bersumber dari kebutuhan manusia untuk hidup teratur dan beradab.

HI dan HN mempunyai subyek hukum yang berlainan. Subyek HN (baik dalam pedaa maupun pidana) adalah orang perorangan, sedangkan subyek HI adalah negara. Kelemahan: Pada kenyataan dewasa ini perorangan pun dapat menjadi subyek HI.

9

HI dan HN memiliki struktur yang berbeda. HN memiliki mahkamah dan organ dalam bentuk yang sempurna, sedangkan HI tidak memiliki hal yang serupa itu. Kelemahan: Perkembangan HN jauh lebih tinggi daripada HI jadi, wajar saja HN memiliki bentuk organ yang lebih sempurna dari HI.

HN tetap berlaku secara efektif meskipun bertentangan dengan HI. Kelemahan: pada kenyataannya seringkali HN tunduk pada HI, pertentangan antara keduanya bukan bukti perbedaan struktural tetapi hanyalah kurang efektifnya HI.

Akibat dari pandangan ini yaitu (1)bahwa tidak akan mungkin dipersoalkan mengenai hirarki antara keduanya, karena menurut paham ini HI dan HN pada hakikatnya tidak saja berlainan dan tidak tergantung satu sama lain, tetapi juga terlepas satu sama lain.(2) Tidak mungkin ada pertentangan diantara keduanya yang mungkin ada hanya penunjukan. (3) HI memerlukan transformasi terlebih dulu untuk dapat berlaku dalam lingkungan HN.

2) Objektivis

Bahwa berlakunya HI terlepas dari kemauan negara. Berdasarkan pandangan tersebut, maka muncullah paham monisme yang melihat HI dan HN merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat dari pandangan ini bahwa antara HI dan HN mungkin ada hubungan hirarki. Paham ini melahirkan 2 teori, yaitu: (1) monisme dengan primat HN dan(2) monisme dengan primat HI.

a. Monisme dengan primat HN

Menurut teori ini HI adalah lanjutan HN untuk urusan luar negeri (penganutnya dinamakan mazhab Bonn yang salah satu pelopornya adalah Max Wenzel).Jadi menurut teori ini HI adalah bersumber dari HN.

Alasannya:

Tidak terdapat satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia.

Dasar HI yang mengatur hubungan internasional adalah terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional, jadi ini adalah wewenang konstitusional. Kelemahan: hanya memandang hukum sebagai hukum tertulis dalam hal ini perjanjian internasional.

b. Monisme dengan primat HI

HN bersumber dari HI yang secara hirarkis lebih tinggi. HN tunduk pada HI dan kekuatan mengikatnya berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari HI. Penganut teori ini disebut dengan Mazhab Vienna. Kelemahan: (1) jika memandang bahwa HN bersumber dari HI, ini artinya HI ada terlebih dulu daripada HN, hal ini tentu saja bertentangan dengan kenyataan sejarah, yang menyebutkan bahwa HN ada lebih dulu daripada HI. (2) wewenang mengadakan pejanjian terletak pada HN.

Kedua paham dualisme dan monisme ternyata tidak mampu menjelaskan hubungan HI dan HN.

10

PRIMAT HI MENURUT PRAKTIK INTERNASIONAL

Pada kenyataannya HI cukup memiliki wibawa terhadap HN, artinya pada umumnya HI ditaati dan pada hakikatnya HN tunduk pada HI.

Praktik:

Setiap negara saat ini saling menghormati batas wilayah negara masing-masing.

Hukum yang mengatur perjanjian internasional antar negara.Pada umunya negara-negara mentati kewajiban-kewajiban yang bersumber dari perjanjian internasional dengan negara lain.

HI yang mengatur kekebalan dan keistimewaan diplomatik ditaati oleh negara-negara yang melakukan hubungan diplomatik dan konsuler.

Perlindungan terhadap orang asing dan hak milik asing yang diberikan oleh HI ditaati oleh negara-negara.

HUBUNGAN ANTARA HI DAN HN MENURUT HUKUM POSITIF BEBERAPA NEGARA

INGGRIS

Dikenal doktrin inkorporasi, artinya HI adalah hukum negara (international law is the law of the land). Doktrin ini pertama kali dikemukakan oleh Blackstone (abad 18). Daya berlaku doktrin ini dibedakan untuk dua hal: (1)hukum kebiasaan internasional dan (2) HI yang tertulis.

Untuk hukum kebiasaan internasional, doktrin ini berlaku dengan 3 pengecualian:

tidak bertentangan suatu undang-undang baik yang lebih tua maupun yang akan ada kemudian.

Sekali ruang lingkup suau ketentuan hukum kebiasaan internasional ditetapkan oleh keputusan mahkamah tertinggi, maka semua pengadilan di bawahnya terikat oleh keputusan itu, walaupun di kemudian hari ternyata kebiasaan tersebut bertenangan dengan HN.

Ketentuan hukum kebiasaan tersebut harus merupakan ketentuan yang umum diterima oleh masyarakat internasional.

Penerapan doktrin inkorporasi di Inggris meliputi dua dalil, yaitu:

Dalil konstruksi hukum, yaitu bahwa undang-undang yang dibuat oleh parlemen harus ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan HI. Artinya, dalam melakukan penafsiran terhadap undang-undang ada pra-anggapan bahwa parlemen tidak berniat melakukan pelanggaran terhadap HI.

Dalil tentang pembuktian suatu ketentuan HI, yaitu bahwa HI tidak memerlukan kesaksian para ahli di pengadilan Inggris.

11

Mengenai hukum yang bersumberkan pada perjanjian (HI tertulis), hukum Inggris menyatakan bahwa perjanjian yang memelukan persetujuan parlemen, memerlukan pula pengundangan nasional, sedangkan perjanjian yang tidak memerlukan persetujuan parlemen dapat berlaku langsung setelah penandatanganan.

Pejanjian yang memerlukan persetujuan parlemen:

Perjanjian yang memerlukan diadakannya perubahan perundang-undangan nasional.

Perjanjian yang menyebabkan perubahan status atau garis batas wilayah negara.

Pejanjian yang mempengaruhi hak sipil WN Inggris.

Pejanjian yang akan menambah beban keuangan negara.

AMERIKA SERIKAT

Juga menganut doktrin inkorporasi. Undang-undang yang dibuat dengan persetujuan DPR (Congress) diusahakan tidak bertentangan dengan HI, namun jika kemudian suau undang-undang baru ternyata bertentangan dengan HI, maka yang harus dimenangkan adalah undang-undang.

Perbedaan AS dengan Inggris tampak jelas dalam hubungan antara perjanjian internasional dengan HN. Di AS perlu atau tidaknya pengundangan secara nasional suau perjanjian internasional ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) apakah bertentangan dengan konstitusi? Dan (2) apakah perjanjian internasional tersebut merupakan golongan self executing treaties atau non self executing treaties?

Jika pengadilan AS menetapkan bahwa suatu perjanjian internasional tidak bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan perjanjian internasional self executing, maka perjanjian tersebut dianggap bagian dari HN AS dan tidak memerlukan pengundangan nasional. Sedangkan jika perjajian internasional tersebut termasuk perjanjian non self executing maka diperlukan pengundangan nasional.

JERMAN dan PERANCIS

Dalam UUD Jerman dan UUD Perancis disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan HI merupakan bagian dari HN Jerman. Ketentuan HI tersebut kedudukannya lebih tinggi daripada UU nasional dan langsung menimbulkan hak dan kewajiban bagi penduduk wilayah federasi Jerman.

Dalam sistem hukum Jerman dan Perancis tidak dipersoalkan transformasi perjanjian internasional ke dalam HN, menurut sistem hukum kedua negara tersebut, pengesahan perjanjian dan pengumuman resmi sudah mencukupi syarat suatu perjanjian internasional merupakan bagian dari HN.

12

INDONESIA

Indonesia terikat dalam kewajiban melaksanakan dan menaati semua ketentuan perjanjian internasional yang telah disahkan (diratifikasi) setelah sebelumnya dikeluarkan undang-undang mengenai pengesahan perjanjian internasional tersebut.

6. Subjek Hukum Internasional

Subjek Hukum Internasional dalam arti yang sebenarnya adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Dapat juga disebut subjek hukum internasional penuh, negara merupakan subjek hukum internasional dalam pengertian ini.

Subjek Hukum Internasional dalam arti yang lebih luas dan fleksibel adalah pemegang segala hak dan kewajiban yang terbatas.Misalnya, kewenangan mengadakan penuntutan hak yang diberikan oleh hukum internasional dimuka pengadilan berdasarkan suatu konvensi.

Subjek Hukum Internasional dalam Hukum Internasional antara lain Negara, Tahta Suci, Palang Merah Interrnasional, Organisasi Internasional, Individu, Pemberontak dan Pihak Dalam Sengketa (Belligerent).

Untuk dapat disebut sebagai subyek HI, suatu entitas harus memiliki personalitas HI. Sebelumnya, agar suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki personalitas HI harus memiliki beberapa kecakapan tertentu, yaitu:

Mampu mendukung hak dan kewajiban internasional (capable of possessing international rights and duties);

Mampu melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional (endowed with the capacity to take certain types of action on international plane);

Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional (they have related to capacity to treaties and agreements under international law);

Memiliki kemampuan untuk melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional (the capacity to make claims for breaches of international law);

Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu negara (the enjoyment of privileges and immunities from national jurisdiction);

Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional (the question of international legal personality may also arise in regard to membership or participation in international bodies).

13

Jenis-jenis Subyek HI

NEGARA. Untuk dapat disebut negara, menurut Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 suatu entitas harus memenuhi syarat-syarat: (1) adanya penduduk yang tetap ,(2) adanya daerah/teritorial yang pasti, (3) adanya pemerintahan dan (4) adanya kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain. Pada negara FEDERAL : kapasitas negara bagian untuk melakukan hubungan internasional tergantung dari sistem distribusi kekuasaan yang dianut oleh negara federal tersebut. Contoh Republik Byelo Russia dan Ukraina dapat menjadi anggota PBB, demikian juga dengan sistem yang dianut Australia. Sedangkan sistem yang dianut AS; hanya pemerintah federal yang dapat bertindak keluar.

TAHTA SUCI VATICAN. Merupakan subyek HI dalam arti penuh dan sejajar kedudukannya dengan negara lain. Hal ini terjadi setelah diadakannya Perjanjian Lateran pada tanggal 11 Februari 1929 antara Italia dan Tahta Suci, yang isinya adalah mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Tahta Suci dan memungkinkan didirikannya negara Vatican, dan berdasarkan perjanjian tersebut Negara (Tahta Suci) Vatican dibentuk dan diakui sebagai subyek HI. Saat ini Tahta Suci memiliki perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang sejajar kedudukannya dengan perwakilan diplomatik negara-negara lain.

PALANG MERAH INTERNASIONAL. Adalah subyek HI yang bersifat terbatas yang lahir karena sejarah, yang kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi Palang Merah. Saat ini PM Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subyek HI walaupun dalam ruang lingkup yang sangat terbatas.

ORGANISASI INTERNASIONAL. Baru diakui sebagai subyek HI setelah adanya advisory opinion yang diberikan oleh MI. Ketika itu PBB meminta pendapat hukum dari MI terkait masalah terbunuhnya Pangeran Bernadotte dari Swedia yang bertindak sebagai mediator PBB di Israel pada tahun 1948, yaitu tentang apakah PBB mempunyai kemampuan hukum untuk mengajukan klaim ganti rugi terhadap pemerintah de yure atau de facto yang bertanggung jawab. MI secara tegas menyatakan bahwa organisasi internasional adalah subyek HI dan mampu mendukung hak –hak dan kewajiban-kewajiban internasional, dan juga bahwa organisasi internasional memiliki kapasitas untuk mempertahankan hak-haknya dengan melakukan tuntutan internasional.

INDIVIDU. Tahap terpenting pengakuan individu sebagai subyek HI adalah ketika adanya penuntutan penjahat-penjahat perang di hadapan MI yang diadakan khusus untuk itu oleh negara-negara sekutu yang menang perang. Dalam proses peradilan yang diadakan di Nurnberg dan Tokyo, para penjahat perang tersebut dituntut sebagai individu untuk perbuatan yang diklasifikasikan sebagai : (1) kejahatan terhadap perdamaian; (2) kejahatan terhadap perikemanusiaan; (3) pelanggaran terhadap hukum perang; dan (4) permufakatan jahat untuk mengadakan perang. Dengan adanya peradilan Nurnberg dan Tokyo tersebut maka seseorang dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu atas kejahatan perang yang dilakukannya.

PEMBERONTAK DAN PIHAK DALAM SENGKETA. Dalam hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam beberapa keadaan tertentu. Personalitas internasional pihak-pihak dalam sengketa sepenuhnya tergantung pada pengakuan.

14

7. Sumber Hukum Internasional

Mempunyai dua arti :

1. Sumber HI dalam arti Material :

yang dipersoalkan adalah apa sebabnya hukum itu mengikat/ apa yang menjadi dasar kekuatan mengikat, dalam hal ini HI.

2. Sumber HI dalam arti Formal :

Sumber di mana dapat ditemukan ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan dalam suatu persoalan konkrit sebagai suatu kaidah hukum.

Yang akan kita bicarakan adalah Sumber HI dalam arti Formal, yaitu yang terdapat dalam :

a. Pasal 7 Konvensi Den Haag XII 18 Oktober 1907, yang mendirikan MI Perampasan Kapal Di Laut (sampai saat ini tidak pernah dibentuk);

b. Pasal 38 (1) Statuta MI 26 Juni 1945, yang terdiri :

Perjanjian Internasional baik yang bersifat umum atau khusus yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh pihak-pihak dalam sengketa;

Kebiasaan internasional

Prinsip Hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab;

Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana.

Yang akan kita bicarakan hanyalah butir b saja.

Klasfikasi Sumber HI dalam arti Formal:

1. Sumber Hukum Utama / Primer :

Perjanjian Internasional

Kebiasaan Internasional

Prinsip Hukum Umum

2. Sumber Hukum Tambahan / Subsider, yaitu Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana. Dapat digunakan untuk membuktikan adanya kaidah HI tentang suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer.

Mana yang lebih Penting dari ketiga sumber HI Primer?

15

1. Ditinjau dari sudut sejarah, maka KI adalah sumber Hi yang tertua;

2. Ditinjau dari kenyataannya, semakin luas dan banyaknya persoalan dewasa ini yang diatur dalam PI, maka PI yang terpenting;

3. Ditinjau dari sudut fungsinya dalam perkembangan hukum, maka Prinsip Hukum Umum adalah sumber HI terpenting, karena memberi kebebasan bagi Mahkamah Internasional untuk membentuk atau menemukan kaidah hukum yang baru, dan kemudian mengembangkannya.

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Adalah perjanjian yang dilakukan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu.

Macam-macam Perjanjian Internasional :

a. Berdasarkan tahap pembentukan dan materi yang diatur, ada 2 macam yaitu :

1. PI yang melalui 3 tahap pembentukan, yaitu : perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Digunakan untuk hal-hal yang sangat penting, misalnya, yang mempengaruhi haluan politik dalam negeri dan luar negeri. Menurut Mochtar Kusumaatmadja disebut Traktat.

2. PI yang melalui 2 tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatanganan. Digunakan untuk hal-hal yang kurang penting. Menurut Mochtar Kusumaatmadja disebut Persetujuan.

b. Berdasarkan jumlah peserta, yaitu :

1. Perjanjian Bilateral

2. Perjanjian Multilateral.

c. Berdasarkan fungsi, ada 2 yaitu :

1. Treaty Contract, adalah perjanjian dalah hukum perdata yang hanya akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak penanda tangan. Perjanjian tersebut semata-mata mengenai pihak-pihak dalam perjanjian, yang tidak berkepentingan tidak dapat ikut serta dalam perjanjian tersebut.

2. Law Making Treaties, adalah perjanjian yang meletakkan kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Perjanjian tersebut selalu terbuka bagi para pihak yang tidak ikut dalam perjanjian, karena yang diatur dalam perjanjian tersebut adalah mengenai seluruh anggota masyarakat internasional.

Keberatan Mochtar Kusumaatmadja :

16

1. Secara yuridis, menurut bentuknya setiap perjajian baik yang Treaty Contract maupun Law Making Treaties adalah suatu kontrak, yaitu perjanjian antara para pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para peserta.

2. Secara fungsinya, baik Treaty Contract maupun Law Making Treaties adalah Law Making, atau membentuk hukum.

Tahapan Pembentukan Perjanjian Internasional :

1. Perundingan

2. Penandatanganan

3. Ratifikasi.

Berakhirnya Perjanjian Internasional :

1. Karena telah tercapainya tujuan;

2. Karena habis waktu berlakunya;

3. Karena punahnya salah satu pihak dalam perjanjian atau musnahnya obyek perjanjian;

4. Karena adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut;

5. Karena adanya perjanjian antara para pihak yang isinya untuk meniadakan perjanjian terdahulu;

6. Karena dipenuhinya syarat-syarat pengakhiran perjanjian yang termuat dalam perjanjian;

7. Karena diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu pihak, yang disetujui oleh pihak lainnya.

KEBIASAAN INTERNASIONAL

Adalah kebiasaan yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Agar dapat dikatakan sebagai sumber hukum, maka kebiasaan tersebut harus memenuhi untur-unsur :

1. Unsur Material, yaitu kebiasaan itu harus merupakan kebiasaan yang bersifat “umum”. Umum artinya (i)adanya pola tindak yang berlangsung lama tentang hal yang serupa;(ii)harus bertalian dengan hubungan internasional.

2. Unsur Psikologis, kebiasaan tersebut diterima sebagai hukum oleh negara-negara, yang ditandai dengan tidak adanya protes dari negara-negara.

Hubungan PI dengan KI

17

KI dapat menimbulkan kaidah hukum yang kemudian dikukuhkan dalam Konvensi Internasional akan menjadi perjanjian internasional. Sedangkan PI yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama akan menjadi KI.

PRINSIP HUKUM UMUM

Adalah prinsip hukum yang melandasi sistem hukum modern, sistem hukum modern adalah sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat.

“Umum” artinya tidak hanya prinsip yang ada pada HI tetapi juga pada bidang-bidang hukum lainnya.

Arti penting Prinsip Hukum Umum :

1. Dengan adanya sumber hukum ini maka Mahkamah Internasional, tidak dapat menyatakan non-liquet (menolak menangani perkara karena tidak adanya ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai masalah tersebut).

2. Memperkuat kedudukan Mahkamah Internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum.

Sumber Hukum Tambahan

KEPUTUSAN PENGADILAN DAN AJARAN PARA SARJANA

Digunakan untuk membuktikan adanya kaidah HI tentang suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Tidak mengikat, artinya tidak menimbulkan suatu kaidah hukum.

“Pengadilan” berarti pengadilan dalam arti yang luas, meliputi segala macam peradilan baik internasional maupun nasional yang termasuk juga di dalamnya mahkamah dan komisi arbitrase.Walaupun tidak mengikat, keputusan MI mempunyai pengaruh besar dalam perkara HI.

Pendapat atau ajaran para sarjana, penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka, sering dapat dipakai sebagai pegangan dalam menemukan apa yang menjadi Hukum Internasional.

Keputusan badan Perlengkapan organisasi dan lembaga internasional

18

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Konsep Wilayah Dalam HI

Konsep wilayah sangat penting dibicarakan dalam HI:

HI adalah kaidah atau asas hukum yang mengatur persoalan yang melintas batas negara. Salah satu syarat suatu negara adalah wilayah.

Konsep atau paham kedaulatan dibatasi oleh wilayah negara.

Cara-cara perolehan wilayah oleh suatu negara:

AKRESI. Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru disebabkan oleh letusan gunung berapi.

CESSI. Penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang, atau dengan cara-cara yang berbeda, misalnya pembelian Alaska pada tahun 1816 oleh AS dari Rusia, atau ketika Denmark menjual beberapa daerahnya di West Indies kepada AS pada tahun 1916.

OKUPASI. Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan negara manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan. Penguasaan tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan saja tidak cukup kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut mempunyai arti yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka waktu tertentu.

PRESKRIPSI. Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai untuk kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada di bawah kedaulatan negara lain.

ANEKSASI. Perolehan wilayah secara paksa.

PEROLEHAN WILAYAH OLEH NEGARA BARU.

8. Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah dan Yurisdiksi Negara di Laut

Munculnya negara-negara merdeka baru yang berakibat berubahnya peta politik dunia;

19

Terjadinya perkembangan iptek yang sangat pesat;

Semakin bergantungnya negara-negara pada laut sebagai sumber kekayaan hayati (misalkan perikanan) maupun non-hayati (misalkan migas).

KONFERENSI HUKUM LAUT JENEWA1958

Dasar hukumnya adalah Resolusi Majelis Umum PBB No. 1105 (XI) 21 Februari 1957.

Berlangsung dari tanggal 24 Feberuari sampai 27 April 1958.

Dihadiri 86 negara

Menghasilkan 4 Konvensi, yaitu:

Konvensi I tentang Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (Convention on Territorial Sea and Contiguous Zone);

Konvensi II tentang Laut Lepas (Convention on the High Sea);

Konvensi III tentang Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut Lepas (Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Sea);

Konvensi IV tentang Landas Kontinen (Convention on Continental Shelf)

YURISDIKSI. Umum:

Dalam praktek berbeda untuk tiap negara.

Lotus case (1927).

Asas normal: asas territorial yurisdiksi.

Yurisdiksi Teritorial:

Kewenangan negara utk menjalankan yurisdiksi atas orang, benda, perbuatan dan hal-hal yg terjadi di dalam wilayahnya. Ciri penting negara merdeka berdaulat (Lord Macmillan, 1938).

Teritorial, laut teritorial, kapal berkebangsaan negara, dan pelabuhan.

Pelabuhan:

Asas umum: kapal niaga yang memasuki pelabuhan negara asing tunduk kepada yurisdiksi negara tersebut. Pengecualian: keadaan kesukaran.

Perluasan yurisdiksi teritorial:

20

Asas teritorial subyektif: Geneva convention for the suppression of counterfeiting currency (1929) dan Geneva convention for the suppression of the illicit drug traffic (1936).

Asas teritorial obyektif: Lotus case 1927. Perusahaan multinasional.

Yurisdiksi teritorial atas orang asing:

Sejauh mungkin seperti warganegara dari negara teritorial. Tak ada presumsi imunitas.

Akan ada imunitas: Imunitas khusus & Hukum setempat tak sesuai hukum internasional.

Yurisdiksi kriminal teritorial: Kejahatan harus diadili oleh negara yang terganggu/ terlanggar ketertiban sosialnya.

Pembebasan yurisdiksi teritorial: Negara asing & kepala negara asing; Wakil-wakil diplomatik; Kapal-kapal (public ships) negara asing.

Prinsip imunitas yurisdiksional: Par in parem non habet imperium; Resiprositas / komitas; Tindak bersahabat; Konsesi imunitas; Diluar yurisdiksi peradilan.

Aspek: Imunitas terhadap tuntutan peradilan & Imunitas harta benda milik negara asing / kepala negara asing.

Imunitas yurisdiksional agen diplomatik: imunitas mutlak dari yurisdiksi kriminal, kecuali tindakan pribadi.

Yurisdiksi atas kapal umum negara asing: Teori “pulau terapung” (floating island theory) & Teori obyektif.

Angkatan perang negara asing: Imunitas terbatas

Lembaga internasional: Imunitas yurisdiksi teritorial.

Yurisdiksi Individual:

Tergantung kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum.

Prinsip Nasionalitas aktif.

Prinsip Nasionalitas pasif.

Prinsip Perlindungan:

Mendasari kewenangan negara menjalankan yurisdiksi terhadap kejahatan yang mengenai keamanan dan integritasnya atau kepentingan ekonomi yang vital.

Prinsip Universal:

21

Pelanggaran yang terjadi dalam yurisdiksi semua negara di mana saja perbuatannya itu dilakukan. Delik jure gentium.

Contoh: Bajak laut, kejahatan perang, genocide, perdagangan narkotika, perdagangan manusia, pemalsuan uang, terorisme.

Yurisdiksi pesawat terbang:

Konvensi Tokyo 1963; Konvensi Den Haag 1970; Konvensi Montreal 1971.

Terorisme internasional. 11 september 2001

Laut Teritorial dan Jalur Tambahan:

Kedaulatan suatu negara pantai terbentang di luar teritorial darat dan perairan di dalamnya, dan dalam hal negara kepulauan, perairan kepulauan terbentang sampai ke laut teritorial, ruang angkasa di atasnya dan dasar laut serta laporan tanah di bawahnya. Lebar: 12 mil dari garis dasar.

Jalur tambahan (contiguous zone): negara pantai boleh melaksanakan pengawasan dalam jalur tersebut yang penting untuk mencegah pelanggaran atas bea cukai, fiskal, imigrasinya atau hukum dan peraturan kesehatan dalam lingkup teritorium dan laut teritorialnya, serta menghukum pelanggarnya.

Rezim baru UNCLOS:

¢ Selat yang dipakai untuk pelayaran internasional.

¢ Perairan negara kepulauan (archipelagic state).

Zona Ekonomi Eksklusif:

¢ Suatu bidang di luar dan yang berbatasan dengan laut teritorial, yang tidak melampaui 200 mil laut dari garis dasar, darimana lebar laut teritorial itu diukur (yaitu yang 200 mil laut itu tidak diukur dari batas-batas luar laut teritorial).

Landas Kontinen:

¢ Terdiri dari dasar laut dan lapisan tanah sebelah bawah dari wilayah dasar laut yang melampaui laut teritorialnya di seluruh perpanjangan alamiah wilayah daratnya ke pinggir luar batas benuanya, atau sampai sejauh 200 mil dari garis dasar, darimana luas laut teritorial diukur bila pinggir luar batas benua tdk sejauh itu.

Laut Bebas:

¢ Hanya berlaku bagi bagian-bagian laut yang tidak termasuk ZEE, di laut-laut teritorial atau perairan intern negara-negara atau di perairan kepulauan dari negara-negara kepulauan.

¢ Terbuka bagi semua negara, dengan memperhatikan kepentingan negara lain yang juga punya kebebasan.

22

Perbudakan; Pembajakan; Perdagangan Narkotika:

¢ Kewajiban semua negara mencegah perbudakan / pengangkutannya.

¢ Pembajakan: jure gentium. Musuh umat manusia (hostis humani generis)

¢ Kerjasama negara-negara memerangi pengangkutan narkotika / psikotropika

Siaran tidak sah; Pengejaran; Pelestarian:

¢ Kerjasama negara atas siaran tidak sah.

¢ Pengejaran harus memperhatikan rejim laut teritorial, zona tambahan, ZEE, dan laut bebas.

¢ Negara pantai harus menentukan penangkapan sumber daya hayati yang diperbolehkan dalam ZEE.

Pulau; Laut tertutup/setengah tertutup:

¢ suatu bidang tanah yg terbentuk secara alamiah yg dikelilingi air, dan yg berada di atas air pada waktu pasang naik.

¢ Sebuah teluk, basin atau laut yg dikelilingi dua atau lebih negara & yg dihubungkan dengan laut atau lautan oleh saluran keluar yg sempit. Seluruh atau sebagian: laut wilayah & ZEE dua atau lebih negara pantai.

Hak Akses; Kawasan; Perlindungan dan Pengamanan:

¢ Hak akses negara tertutup (land-locked state).

¢ Dasar laut (seabed)& dasar samudera & lapisan tanah di bawahnya.

¢ Perlindungan lingkungan laut dari ancaman polusi

Penyelesaian Sengketa

Sumber: buergenthal dan maier, 1990; shelton, 2006.

Sifat:

Penyelesaian secara damai. Penyelesaian dengan kekuatan. Dasar Pengaturan:

o Article 2 (3) UN Charter, requires all members to: “settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and justice, are not endangered”.

23

o Article 33 UN Charter: “The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their choice”.

Metode Penyelesaian Damai:

Metode Non-yudisial (non-judicial method). Metode semi-yudisial (quasi-judicial method). Metode yudisial melalui pengadilan (Judicial method).

Non-judicial method:

Metode tradisional:o Negosiasi. o Inquiri.o Mediasi.o Konsiliasi.o Kombinasi negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.

Quasi-judicial method:o Arbitrase

Perbedaan dengan adjudikasi lain. Klausa arbitrase/perjanjian arbitrase. Consent to arbitrate. Compromis Komposisi majelis arbitrase. Putusan (award) Hukum yang berlaku (applicable law) dan sumber hukum. Arbitrase internasional.

Judicial method:o Lembaga yudisial internasional yang permanen. International Court of Justice (ICJ).

Contentious jurisdiction. (Yurisdiksi/kewenangan menyelesaikan sengketa) Advisory jurisdiction. (Yurisdiksi/kewenangan memberikan nasehat

hukum/pendapat hukum)

ICJ-Contentious jurisdiction:

Dasar

Asas timbal balik (reciprocity).

Pertimbangan keamanan nasional.

Efek dan pelaksanaan putusan.

24

ICJ-advisory jurisdiction:

Skopa.

Ciri hukum.

Contoh:

1962, keputusan Court tentang biaya-biaya pemeliharaan perdamaian (peacekeeping expenses) di Republic of Congo dan Timur Tengah melahirkan “expenses of the organization” yang dibiayai oleh negara-negara anggota PBB dengan porsi yang ditentukan oleh General Assembly.

Peradilan Internasional lain:

International Criminal Court (ICC)

Court of justice of the European Communities.

European Court of Human Rights.

Inter-American Court of Human Rights.

Semuanya merupakan lembaga peradilan yang bersifat permanen.

Penyelesaian dengan kekuatan (Use of Force):

Jika penyelesaian secara damai gagal.

Penggunaan kekuatan (the use of force).

Pemeliharaan perdamaian oleh PBB (UN Peacekeeping).

Pemeliharaan perdamaian oleh organisasi regional.

Perjanjian pertahanan regional

Penggunaan kekuatan (the use of force):

Pasal 37(1) Piagam PBB.

Kewenangan Dewan Keamanan.

Namibia case, 1971, ICJ adv.op.

Peran Majelis Umum dan Sekretaris Jenderal.

Pembelaan diri (self-defense).

Tujuan kemanusiaan (humanitarian objectives).

25

Pemeliharaan Perdamaian PBB (Peacekeeping):

Kewenangan Dewan Keamanan. Penerapan sanksi. Kasus Uniting for Peace Resolution (1950). Unarmed observer atau personel militer. Dimulai tahun 1948 (Konflik Israel-Palestina). Observer sipil. 1956, pasukan perdamaian pertama: Suez. Keberhasilan dan kegagalan.

o Biaya yang mahal. o Sampai 2004: Terdapat 59.000 personel dalam 16 operasi di seluruh dunia. (1994:

79.000). o 130 negara telah berperan dalam 59 operasi. o Telah jatuh korban: 1.800 peacekeepers.

Peacekeeping oleh organisasi regional: o Dasar: Pasal 52-54 Piagam PBB. o Atas otorisasi dari Dewan Keamanan.

26

1. SUKSESI NEGARA

Negara pengganti (successor state) dan negara yang digantikan (predecessor state).

Pengertian suksesi negara dapat diklsifikasikan menjadi 2, yaitu:

FACTUAL STATE SUCCESSION. Dalam hal bagaimana suksesi negara itu benar-benar terjadi / kejadian-kejadian atau fakta-fakta apa saja yang dapat digunakan sebagai indikator telah terjadinya suksesi negara.

Suatu negara diserap oleh satu negara lain. Jadi disini terjadi penggabungan dua subyek HI. Misalnya penyerahan Korea oleh Jepang tahun 1910.

Suatu negara pecah menjadi beberapa negara yang masing-masing memiliki kedaulatan sendiri-sendiri. Dalam ini terjadi pemecahan suatu subyek HI. Misalnya pecahnya Columbia (1832) menjadi Venezuela, Equador dan New Grenada. Pecahnya Uni Sovyet menjadi beberapa negara merdeka (1991).

27

Gabungan dari bentuk 1 dan 2, yaitu suatu negara pecah menjadi beberpa negara yang kemudian diserap oleh negara-negara disekitarnya. Polandia pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian diserap Rusia, Austria dan Prusia (1795).

Lahirnya negara baru yang sebelumnya merupakan wilayah negara lain atau merupakan jajahan negara lain.

Terjadinya penggabungan dua atau lebih subyek HI atau pemecahan satu subyek HI menjadi beberapa subyek HI (secara disengaja).

LEGAL STATE SUCCESSION. Akibat-akibat hukum suksesi negara. Terutama mengenai pemindahan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari negara yang telah kehilangan identitasnya itu kepada negara atau satuan lain yang menggantikannya. Dalam hal ini ada 2 pendapat, yaitu:

Pendukung common doctrine yang berpendapat bahwa semua hak dan kewajiban dari negara yang digantikan beralih kepada negara yang menggantikan.

Penolak common doctrine, yang berpendapat bahwa semua hak dan kewajiban yang dimiliki suatu negara akan hilang bersamaan dengan lenyapnya negara tersebut.

Kedua pendapat tersebut sama-sama tidak realistis. Pada kenyataannya perubahan hak dan kewajiban itu pasti ada, walaupun tidak seluruhnya.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan kekayaan negara. Kekayaan negara yang meliputi gedung-gedung dan tanah milik negara, alat-alat transport milik negara, dana-dana pemerintah yang tersimpan di bank, pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya beralih kepada negara pengganti.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan kontrak-kontrak konsensional. Menurut HI negara pengganti dianggap berkewajiban untuk menghormati kontrak-kontrak konsensional yang diadakan oleh negara yang digantikan dengan pihak konsensionaris, dengan pengertian bahwa kontrak-kontrak tersebut seharusnya dilanjutkan oleh negara pengganti. Akan tetapi berdasarkan kepentingan kesejahteraan negara, kontrak-kontrak konsensional tersebut dapat diakhiri, dan kepada pihak konsensionaris harus diberikan hak untuk menuntut ganti kerugian yang adil.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan hak-hak privat.

Pada prinsipnya, negara pengganti berkewajiban untuk menghormati hak-hak privat yang telah diperoleh di bawah hukum nasional negara yang digantikan.

Kelanjutan dari hak-hak privat tersebut berlaku selama perundang-undangan baru dari negara penggantinya tidak menyatakan lain, dalam hal ini menghapus dan mengubahnya.

Penghapusan atau pengubahan terhadap hak-hak privat yang telah diperoleh itu tidak boleh bertentangan dengan atau melanggar kewajiban-kewajiban internasionalnya, khususnya mengenai perlindungan diplomatik.

28

Hak-hak privat yang bermacam-macam jenisnya itu, memerlukan pemecahan sendiri-sendiri.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan tuntutan-tuntutan terhadap perbuatan melawan hukum. Dalam hal terjadinya suksesi negara, dan negara yang digantikan telah melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum, maka jika terjadi tuntutan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, sejauh manakah negara pengganti bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan itu? Umumnya sarjana berpendapat bahwa negara pengganti dipandang tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat tort atau delict (perbuatan melawan hukum) yang dilakukan oleh negara yang digantikan.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan utang-utang negara. Apakah negara pengganti berkewajiban untuk menanggung utang-utang atau pasiva-pasiva yang ditinggalkan atau yang dibuat oleh negara yang digantikan?

Jika utang-utang tersebut dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga dan wilayah negara yang digantikankan, maka negara pengganti berkewajiban untuk menanggung utang-tang tersebut. Namun sebaliknya jika utang-utang tersebut digunakan untuk kepentingan segolongan masyarakat tertentu maka negara pengganti tidak berkewajiban untuk menanggung utang-tang tersebut.

Dalam hal suatu negara pecah menjadi beberapa negara yang berdiri sendiri, maka menurut HI, negara pengganti (negara-negara baru) dipandang berkewajiban untuk menerima utang-utang negara yang lenyap itu secara proporsional menurut metode distribusi yang adil. Sedangkan, dalam hal terjadi suksesi negara secara parsial, maka negara yang menggantikan kedaulatan atas wilayah yang terlepas tersebut, dipandang berkewajiban untuk menanggung utang-utang lokal atas wilayah yang bersangkutan.

Suksesi negara dalam hubungannya dengan pengakuan. Bilamana suatu negara telah memberikan pengakuan dan kemudian terjadi suksesi negara terhadap negara yang telah diakui tersebut (negara itu lenyap), bagaimanakah status pengakuan yang diberikan?

Dalam hal terjadi suksesi universal (yang mengakibatkan lenyapnya identitas internasional dari negara tersebut), maka hal itu berarti negara tersebut tidak lagi memiliki kriteria negara menurut HI. Dalam hal demikian, pengakuan dapat ditarik kembali.

Dalam hal terjadi suksesi negara yang bersifat parsial, yang tidak mengakibatkan hilangnya identitas internasional negara yang bersangkutan, maka berlaku asas kontinyuitas. Artinya, pengakuan tersebut dapat diteruskan kepada penguasa baru. Namun dalam hal suksesi tersebut terjadi karena aneksasi (perebutan), di mana suatu negara dianeksasi oleh negara lain dan aneksasi tersebut diakui oleh negara ketiga, jika kepada negara yang telah dianeksasi itu telah diberikan pengakuan sebelumnya, maka pengakuan tersebut harus diperbarui lagi bagi penguasa baru di negara tersebut.

SUKSESI UNIVERSAL DAN SUKSESI PARSIAL

Apakah suksesi tersebut terjadi pada seluruh atau sebagian wilayah negara tersebut.

29

SUKSESI UNIVERSAL. Negara secara keseluruhan dicaplok oleh negara lain, atau suatu negara pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian menjadi negara yang berdiri sendiri atau diserap oleh negara sekitarnya. Pada suksesi jenis ini identitas internasional negara yang bersangkutan lenyap atau berubah karena hilangnya seluruh wilayah.

SUKSESI PARSIAL. Sebagian wilayah negara melepaskan diri dan kemudian menjadi negara yang berdiri sendiri atau menjadi bagian negara lain. Identitas internasional negara yang bersangkutan tidak hilang, sebab yang terjadi hanyalah perubahan dalam luas wilayahnya saja.

SUKSESI NEGARA DAN SUKSESI PEMERINTAHAN

Perubahan dapat terjadi pada bentuk pemerintahan ataupun personalia pemerintahan.

CARA-CARA TERJADINYA SUKSESI NEGARA

FORCEFULL

Revolusi. Perbaikan (secara cepat dan kadang kala keras dan kejam) terhadap tatanan lama yang sudah mapan, termasuk di dalamnya penggantian sistem sosial, religius, politik dan lain-lain.

Perang. Persengketaan antara dua atau lebih negara yang terutama dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata, dengan maksud menaklukkan pihak lawan dan menerapkan syarat-syarat perdamaiannya sendiri (Starke). Memiliki unsur-unsur (Konvensi Den Haag II dan IV):

Merupakan persengketaan yang terutama dilakukan dengan menggunakan kekuatan senjata;

Dilakukan oleh atau antara negara-negara;

Bertujuan untuk menaklukkan pihak lain atau lawannya;

Adanya pemaksaan syarat-syarat perdamaian yang dilakukan oleh pihak yang menang terhadap pihak yang kalah.

Pilihan bagi pihak yang menang:

Menganeksasi atau merebut wilayah negara yang dikalahkan;

Meninggalkan wilayah yang dikalahkan sebagai territorium nullius atau wilayah tanpa pemilik;

Menetapkan suatu subyek HI baru, baik merdeka maupun tidak merdeka di atas wilayah tersebut.

Aneksasi Korea oleh Jepang 1910, anekasasi Ethiopia oleh Italia 1936

30

PEACEFULL. Pecahnya Uni Sovyet 1991 dan bergabungnya Jerman Barat dan Jerman Timur setelah runtuhya tembok Berlin.

2. PENGAKUAN

Hal yang sangat penting artinya dalam hubungan antarnegara, karena setiap negara tidak ingin hidup terisolir. Sebelum mengadakan hubungan yang lengkap dan sempurna, maka harus melalui proses pengakuan terlebih dulu. Dengan adanya pengakuan, berarti negara baru itu dianggap mampu mengadakan hubungan internasional, hal ini adalah syarat penting untuk dapat diakui sebagai subyek HI.

TEORI-TEORI PENGAKUAN

Terbagi ke dalam 3 kelompok besar, yaitu :

1. Teori Deklaratoir (Declaratory Theory/Evidentiary Theory)

Menurut teori ini, pengakuan hanyalah bersifat pernyataan saja, bahwa suatu negara baru telah lahir.Artinya, jika suatu masyarakat politik telah memiliki unsur-unsur kenegaraan, maka dengan sendirinya telah merupakan suatu negara, dan HI secara ipso facto (dengan sendirinya) harus menganggapnya sebagai sebuah negara, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat padanya. Brierly, Erich, Fischer Williams, Tervooren, Schwarzenberger, konv. Montevideo 1933.

2. Teori Konstitutif (Constitutive Theory)

Menurut teori ini, dipenuhinya semua unsur kenegaraan tidak akan dapat secara langsung mengakibatkan masyarakat politik tersebut diterima sebagai suatu negara di tengah-tengah masyarakat internasional. Artinya harus ada pernyataan dari negara-negara lain bahwa masyarakat politik tersebut telah benar-benar memenuhi unsur-unsur kenegaraan. Wheaton, Von Liszt, Moore, Schuman, Lauterpacht.

3. Teori Pemisah

Teori ini memisahkan antara kepribadian internasional (international personality) dan penggunaan hak-hak internasional (international rights)yang melekat pada kepribadian itu.

Menurut teori ini, suatu negara dapat menjadi pribadi internasional tanpa melalui pengakuan, namun untuk menggunakan hak-haknya sebagai pribadi internasional, negara tersebut memerlukan pengakuan dari negara-negara lain. Cavare, Starke, Institute of International Law (di Brusell)

MACAM-MACAM PENGAKUAN

31

1. Pengakuan de facto

Adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan kenyataan, bahwa yang diakui itu telah ada. Dalam hal ini tidak dipersoalkan sah tidaknya secara yuridis.

Pengakuan ini sifatnya sementara, artinya (mungkin) dapat saja berubah jika fakta yang telah terjadi tersebut berubah.

2. Pengakuan de yure

Pengakuan ini baru akan diberikan jika pihak yang akan diakui tersebut memenuhi kriteria-kriteria :

Telah menguasai secara efektif, baik formal maupun substansial wilayah dan rakyat yang berada di bawah kekuasaannya.

Sebagian besar rakyat atau seluruhnya memberikan dukungan penuh, yaitu menerima dan mengakui kekuasaan (dan penguasa) baru tersebut.

Pihak yang akan diakui secara de yure tersebut bersedia untuk menghormati kaidah-kaidah HI.

Dengan adanya pengakuan secara de yure, berarti pihak yang diakui tersebut telah diterima keberadaannya dalam hubungan dan pergaulan internasional/telah diterima sebagai anggota masyarakat internasional.

CARA-CARA PEMBERIAN PENGAKUAN

1. Expressed Recognition

yaitu pengakuan yang diberikan secara tegas dan nyata. Dilakukan dengan cara pengiriman nota diplomatik resmi yang berisi pernyataan resmi bahwa pihak yang memberi pengakuan mengakui pihak yang diberi pengakuan.

2. Implied Recognition

yaitu pengakuan yang diberikan secara implisit, atau dapat disimpulkan dari tindakan-tindakan tertentu dari pihak yang memberikan pengakuan, seperti :

Pembukaan hubungan diplomatik

Kunjungan Kepala Negara

32

Diadakannya perjanjian-perjanjian yang bersifat politik, maupun perjanjian-perjanjian yang menunjukkan adanya pengakuan atas eksistensi pihak-pihak, mis; perjanjian pertahanan keamanan, perjanjian persekutuan militer, perjanjian penetapan garis batas wilayah.

BENTUK-BENTUK PENGAKUAN

1. Pengakuan Negara Baru

Keberadaan suatu negara sebagai subyek HI, tidak akan hilang sepanjang negara tersebut tidak kehilangan salah satu atau beberapa unsur kenegaraannya. Artinya, peristiwa apapun yang menimpa suatu negara, selama tidak menghilangkan salah satu unsur negara, kontinuitas eksistensi negara tidak akan berhenti.mis. perubahan bentuk negara, pergantian pemerintahan atau hilangnya sebagian wilayah negara.

Kelahiran suatu negara baru, akan menimbulkan reaksi dari anggota masyarakat internasional yang lain. Reaksi ini dapat berupa mengakui ataupun menolak untuk memberikan pengakuan terhadap negara baru tersebut. Reaksi ini akan membawa 3 implikasi :

Sikap badan peradilan nasional negara yang sudah memberikan pengakuan.Sikap ini biasanya sejalan dengan sikap pihak eksekutifnya. Artinya, jika pihak eksekutif telah mengakui keberadaan suatu negara baru, maka hal itu berarti pula telah ada pengakuan terhadap negara baru tersebut sebagai negara yang berdaulat, demikian pula yang dilakukan oleh badan peradilannya. Jika suatu saat negara baru tersebut mengeluarkan UU, maka badan peradilan negara yang mengakui tersebut akan menghormatinya sebagai suatu UU nasional suatu negara yang berdaulat.

Sikap badan peradilan nasional negara yang menolak memberikan pengakuan. Ini berarti negara baru tersebut kehadirannya tidak dikehendaki. Hal ini dapat diartikan sebagai penolakan terhadap segala prilaku negara baru tersebut, termasuk keabsahan peraturan per-uu-an nasional yang dibuat negara baru tersebut.

Sikap badan peradilan nasional yang tidak menolak mengakui namun tidak memberikan pengakuan.

2. Pengakuan Terhadap Pemerintah Baru

Pembedaan pengakuan ini dari pengakuan negara adalah sangat penting ditinjau dari segi hubungan dan hukum internasional. Sebab yang melakukan kedaulatan ke luar adalah pemerintahnya. Artinya, pemerintahnyalah bertindak mewakili negaranya dalam pergaulan internasional dengan subyek-subyek HI lainnya. Hal ini juga akan berpengaruh besar terhadap kesediaan pihak ketiga untuk melakukan hubungan internasional. Dalam hal ini pihak ketiga akan berhati-hati dalam memberikan pengakuan terhadap pemerintah baru di suatu negara itu, walaupun eksistensi negaranya sendiri tidak

33

diragukan lagi. Misalnya : Salvador Allende – Chili – 1971 – Marxis – menang dalam Pemilu Demokratis – Diakui negara-negara Komunis – ditentang AS.

3. Pengakuan Terhadap Kaum Pemberontak

Pemberontakan adalah urusan dalam negeri suatu negara. Tujuan Pemberontakan : menggulingkan pemerintah yang sah, memisahkan diri dan membentuk negara sendiri, menuntut etonomi yang lebih luas. HI tidak menentukan hukuman apapun terhadap pemberontak.

Ada 3 istilah pemberontakan :

Revolution (revolusi), bertujuan untuk merombak secara radikal suatu tatanan politis atau sosial yang sudah mapan di seluruh wilayah negara.

Rebellion (rebeli), perjuangan sebagian wilayah negara untuk menggulingkan kekuasaan di wilayah negara lainnya.

Insurrection (pemberontakan), kegiatan yang luas dan tujuannya lebih sempit daripada kedua pengertian di atas.

Lahirnya pengakuan ini didorong oleh rasa kemanusiaan terhadap nasib kaum pemberontak yang menjadi buruan di negaranya, padahal mereka sebenarnya bukanlah penjahat kriminal biasa, melainkan pejuang-pejuang politik yang mengangkat senjata.

Pengakuan ini akan memberikan kedudukan hukum tertentu kepada kaum pemberontak, setidak-tidaknya untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan mereka tidak dianggap semata-mata sebagai pelanggaran hukum belaka.

Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada kaum pemberontak tidak berarti negara tersebut berpihak kepada kaum pemberontak tersebut.

4. Pengakuan Belligerensi

Pengakuan ini sifatnya lebih jelas dan tegas daripada pengakuan pemberontak. Pengakuan ini diberikan jika kaum pemberontak kedudukannya kuat dan seolah-olah sudah memiliki pemerintahan sendiri sebagai tandingan pemerintahan yang sedang berkuasa, seakan-akan ada dua pemerintahan yang sedang bertanding. Negara ketiga akan memberikan pengakuan beligerensi dan kaum pemberontak akan diakui statusnya sebagai belligerent, yang mempunyai konsekuensi :

Kapal-kapal kaum pemberontak diijinkan memasuki pelabuhan negara yang mengakuinya;

Dapat mengadakan pinjaman-pinjaman;

34

Berhak mengadakan penggeledahan terhadap kapal-kapal di lautan serta melakukan penyitaan barang-barang selundupan;

Berhak melakukan blokade

Namun yang terpenting, negara-negara yang memberikan pengakuan beligerensi tersebut harus tetap menjaga netralitasnya. Pengakuan ini sifatnya sementara, karena jika salah satu pihak menang / kalah maka pengakuan ini tidak berlaku lagi.

5. Pengakuan Sebagai Bangsa

Pengakuan terhadap golongan-golongan rakyat yang baru memperjuangkan kemerdekaannya dan berusaha mendirikan negara nasionalnya sendiri yang merdeka dan diakui sebagai subyek HI, atau terhadap golongan rakyat yang sedang membentuk negara mereka sendiri (at the stage of establishing their own state). Akibat hukumnya hampir sama dengan pengakuan beligerensi. Mis : pengakuan sebagai bangsa terhadap Cekoslowakia.

6. Pengakuan Hak-hak Teritorial dan Situasi Internasional Baru

Pengakuan ini berupa penolakan pemberian pengakuan atas hak-hak internasional baru, yang dikemukakan oleh Menlu AS Stimson, oleh karena itu sering disebut Doktrin Stimson.

Lahirnya doktrin ini berkaitan erat dengan Perjanjian Briand-Kellog atau Perjanjian Paris, yang menolak penggunaan peperangan sebagai alat politik nasional dalam hubungan antar negara serta menganjurkan kepada negara-negara agar menyelesaikan persengketaannya dengan cara-cara damai (oleh Jerman, AS, Perancis, Belgia, Inggris, Italia, Jepang, Polandia, Cekoslowakia).

Tahun 1931 Jepang menyerang Manchuria, kemudian Stimson mengirimkan nota kepada Jepang dan Cina, bahwa AS tidak mengakui hak-hak teritorial dan situasi internasional baru yang diakibatkan oleh penyerangan tersebut. Doktrin ini dimaksudkan untuk mencegah digunakannya cara-cara agresi, terutama dalam hal penaklukan suatu daerah.

35

36

37