hi-hubungan hi dengan hn

25
TUGAS HUKUM INTERNASIONAL Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional Disusun oleh: Nama : Evelyne Theresia NIM : 070200170

Upload: evelyne-theresia

Post on 14-Apr-2016

13 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

HI-Hubungan HI Dengan HN

TRANSCRIPT

Page 1: HI-Hubungan HI Dengan HN

TUGAS HUKUM INTERNASIONALHubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional

Disusun oleh:Nama : Evelyne Theresia NIM : 070200170

Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara

Medan 2011

Page 2: HI-Hubungan HI Dengan HN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas

berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai

perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan

internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga

hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional

dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.

Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan

aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum

antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas

yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.

Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan

yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : (1) Hukum Internasional

regional : Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya,

seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan

kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut

(conservation of the living resources of the sea) yang mula- mula tumbuh di Benua

Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum. (2) Hukum Internasional

Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi

negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan

keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda

dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh

melalui proses hukum kebiasaan.

Page 3: HI-Hubungan HI Dengan HN

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional

yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-

masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan

suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang

sederajat.

Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum

hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut,

baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari

Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan

dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena

sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau

Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan

warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan

penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada

di wilayah Nusantara.

B. Permasalahan

Dalam perkembangan teori-teori hukum, dikenal dua aliran besar mengenai

hubungan antara hukum nasional dengan hukum internasional. Monisme dan

dualisme. Untuk memperjelas hubungan antara hukum Nasional dan Internasional,

maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana

hubungan hukum nasional dan internasional.

Page 4: HI-Hubungan HI Dengan HN

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Internasional

Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang

sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus

ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-

hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :

(a) organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan

lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-

fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau

negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu

atau individu-individu ;

(b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu

dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-

hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara

tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional.

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja

mengartikan “hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-

asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas

negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan

negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain”.

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh

gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional,

yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan

Page 5: HI-Hubungan HI Dengan HN

hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam

pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan

hukumnya.

Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi

menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi

pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.

B. Pengertian Hukum Nasional

Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri

atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat

dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-

hubungan antara mereka satu dengan lainnya.

Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum

hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang

dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,

khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang

merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-

Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut

Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang

perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku

sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari

masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

C. Hubungan Hukum Nasional dan Hukum Internasional

Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional,

merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum

internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah,

Page 6: HI-Hubungan HI Dengan HN

tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya

hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi

menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang

diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.

Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum

nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum

internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk

urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah

dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai

dengan hukum internasional.

Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor

kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat

diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul

dari hubungan antar negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah

hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional

(Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan

tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut

dengan masyarakat sipil.

Oleh karena itu hukum internasional adalah hukum masyarakat

internasional yang mengatur segala hubungan yang terjalin dari person hukum

internasional serta hubungannya dengan masyarakat sipil. Hukum internasional

mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle

of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip

komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu

gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of

reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan

Page 7: HI-Hubungan HI Dengan HN

prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.

Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para

pelangarnya, yang dimaksud implikasi disini ialah tanggung jawab secara

internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu

negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya

sebagai person hukum internasional. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan

unsur- unsur terpenting dari hukum internasional;

(a) Objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara

dan organisasi internasional,

(b) Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan

internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan

hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis negara,

berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri

dan

(c) kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua

kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional dengan

kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti

life service dan adat kebiasaan internasional.

Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu

negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi

penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum

yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.

Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional

demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk

tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan

tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar

Page 8: HI-Hubungan HI Dengan HN

kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus

bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.

Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan

hukum dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum

internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional

yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk

melakukan kompensasi.

D. Esensial Hukum Internasional

Apa yang menjadi kepentingan hukum internasional adalah memberikan

batasan yang jelas terhadap kewenangan negara dalam pelaksanaan hubungan

antarnegara. Hal ini bertolak belakang dengan kepentingan penyelenggaraan

politik internasional yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperbesar

kekuasaan. Karena itu, hukum bermakna memberikan petunjuk operasional

perihal kebolehan dan larangan guna membatasi kekuasaan absolut negara.

Realitanya keterkaitan diantara kedua dimensi hubungan ini berujung

kepada persoalan esensi hukum sebagai suatu kekuatan yang bersifat memaksa.

Masalah efektifitas hukum dalam hubungan internasional ini menimbulkan dua

konsekuensi yang secara diameteral saling bertolak-belakang. Pertama, struktur

hukum nasional lebih tinggi dari pada hukum internasional. Pemahaman ini

membawa implikasi hukum internasional terhadap kebijakan domestik suatu

negara akan diukur berdasarkan sistem hukum nasional. Di sini hukum

internasional baru akan berlaku jika tidak bertentangan dengan kaedah hukum

nasional. Agar berlaku, hukum internasional juga perlu diadopsi terlebih dahulu

menjadi hukum nasional, yaitu suatu proses yang dilakukan antara lain melalui

ratifikasi. Dasarnya adalah doktrin hukum pacta sunc servanda di mana perjanjian

berlaku sebagai hukum bagi para pihak. Perjanjian merefleksikan itikad bebas

Page 9: HI-Hubungan HI Dengan HN

yang dicapai secara sukarela oleh subjek hukum internasional yang memiliki

kesetaraan satu sama lain. Sebaliknya, hukum dinilai tidak dapat berfungsi secara

efektif jika tidak ada keinginan negara untuk tunduk di bawah ketentuan yang

diaturnya. Kemudian pemahaman kedua sementara itu mendalilkan bahwa hukum

internasional otomatis berlaku sebagai kaedah hukum domestik yang mengikat

negara tanpa melalui proses adopsi menjadi hukum nasional. Menurut paradigma

ini, hukum internasional merupakan fondasi tertinggi yang mengatur hubungan

antarnegara. Sumber kekuatan mengikat hukum internasional adalah prinsip

hukum alam(costumary) yang menempatkan akal sehat masyarakat internasional

sebagai cita-cita dan sumber hukum ideal yang tertinggi. Terlepas dari ada atau

tidaknya persetujuan ini, secara yuridis negara dapat terikat oleh prinsip hukum

internasional yang berlaku universal atau oleh kaedah kebiasaan internasional.

Customary itu sendiri membuktikan bahwa praktek negara atas sesuatu hal yang

sama dan telah mengkristal, sehingga diakui oleh masyarakat internasional

memiliki implikasi hukum bagi pelanggaran terhadapnya.

E. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.

Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan

dalam hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1

Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang

ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian

dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan

selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip- Prinsip Hukum Internasional mengenai

Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta

agar “semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai

sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak

sampai terganggu”.

Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian

Page 10: HI-Hubungan HI Dengan HN

melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan

kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui

pengadilan dapat ditempuh melalui:

1. Arbitrase Internasional

Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah

pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas

oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku

pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu

cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang

telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang

penting dalam arbitrase adalah;

o perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan

o sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum.

Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya

persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase. Arbitrase

terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang

ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-

orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih

dengan cara lain.

Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator

yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan

perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal

dengan compromis (kompromi) yang memuat;

persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase,

metode pemilihan panel arbitrase,

Page 11: HI-Hubungan HI Dengan HN

waktu dan tempathearing (dengar pendapat),

batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan

prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk

mencapai suatu kesepakatan.

Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase

internasional, antara lain

a. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of

the International Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun

1919,

b. pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional

(International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang

berkedudukan di Washington DC,

c. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for

Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia dan

d. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for

Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir.

2. Pengadilan Internasional

Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat

internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat

permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata

kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara

yang bersengketa.

Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah

institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh

Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ

dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah

Page 12: HI-Hubungan HI Dengan HN

berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan

konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang

baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan

Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional. Menurut Pasal 92

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah

Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-

Bangsa.

Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada

dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang

lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami

perubahan secara signifikan. Secara umum, Mahkamah Internasional

mempunyai kewenangan untuk:

a. Melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara

biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;

b. Memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat

nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang

meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”,

yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan

Tsani, 1990; 217)

Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,

sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam

mengadili perkara, adalah:

Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat

umum, maupun khusus;

Kebiasaan internasional (international custom);

Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh

negara-negara beradab;

Page 13: HI-Hubungan HI Dengan HN

Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang

telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional

tambahan.

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex

aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan

berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar

negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya

final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga

diambil atas dasar suara mayoritas. Yang dapat menjadi pihak hanyalah

negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah

Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu

pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak

yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar

Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan

memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).

Page 14: HI-Hubungan HI Dengan HN

BAB III

KESIMPULAN

Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional,

merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional

dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling

mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional

dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional.

Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum

nasional suatu negara.

Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional

saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu

adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.

Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan

hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum

internasional.

Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan

seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum

yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar

negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur

hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional),

menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang

terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.

Page 15: HI-Hubungan HI Dengan HN

DAFTAR PUSTAKA

Bhakti, Ardiwisastra Yudha. 2003. Hukum Internasional. Bandung: Bunga Rampai,

Alumni.

Burhantsani, Muhammad. 1990. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta :

Penerbit Liberty.

Kelsen, Hans. 2006. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nuansa.

hal. 512-513.

Kusamaatmadja, Mochtar. 1999. Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9.

Jakarta: Putra Abardin.

Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional. Bandung: Alumni. hal. 12-13.

Mauna, Boer. 2003. Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global, Cetakan ke-4. Bandung: PT. Alumni.

Soekanto, Soerjono. 1993. Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung:

Citra Aditya.

Starke , J.G. 1992. Pengantar Hukum Internasional Buku 2. Jakarta: Sinar Grafika.

hal. 98.

Suryokusumo, Sumaryo. 1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus. Bandung:

Alumni.

Wayan, Phartiana I. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Penerbit

Mandar Maju.

Whisnu, Situni FA. 1989. Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum

Internasional. Bandung: Penerbit Mandar Maju.