fix maju.case.agt hasbi dss

44
BAB I STATUS PEDIATRIK I. IDENTIFIKASI Nama : An. V Umur :7 Bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Berat badan : 7 kg Panjang badan : 67 cm Lingkar Keala : !" cm Agama :#slam Bangsa :#nd$nesia Alamat :%alam k$ta &'( : )* N$+ember ),*! *!:* /#B0 II. ANAMNESIS All$anamnesis dilakukan tanggal )* N$+ember ),*!1 diberikan $le2 ibu asien0 Keluhan utama : Kaki dan tangan dingin Keluhan tambahan : 3elisa21 %emam Riwayat Perjalanan Penyakit (ejak enam 2ari (&'( asien mengalami demam 4ang mendadak tinggi menerus1 su2u diukur 5 16 $ 1 kejang -01 batuk 801 ilek 801 sesak naas -01 mua munta2 -01 gusi berdara2 -01 mimisan -01 bintik kemera2an di kulit -01 BAB tidak ada kelu2an. Kemudian asien diba9a ber$bat ke (.A1 diberi $ macam1 batuk dan ilek sembu21 namun demam tinggi masi2 ada. %emam dirasakan terus menerus. Pasien masi2 mau makan dan minum. iga 2ari (&'( asien masi2 mengalami demam tinggi1 kejang -01 batuk 8 801 sesak naas -01 mual 801 munta2 -01 gusi berdara2 -01 mimi kemera2an di kulit -01 BAB dan BAK tidak ada kelu2an1 asien mulai tidak na; makan1 asien kembali diba9a ber$bat ke (.A dan dilakukan emeriksa didaatkan 2asil <b: *51* gr=dl1 Leuk$sit: *. ,,=mm 5 1 r$mb$sit: 75.,,,=>l1 <emat$krit 5 ?. Pasien kemudian dira9at di '( (9asta selama 5 2ari. (elama dira9at1 as *

Upload: dimas-alphiano

Post on 01-Nov-2015

254 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mnmn

TRANSCRIPT

BAB I

STATUS PEDIATRIKI. IDENTIFIKASI

Nama : An. V

Umur: 7 Bulan

Jenis Kelamin: Laki-laki

Berat badan: 7 kg

Panjang badan: 67 cm

Lingkar Kepala: 45 cm

Agama: Islam

Bangsa: Indonesia

Alamat: Dalam kota

MRS: 21 November 2014 (14:18 WIB)II. ANAMNESIS

(Alloanamnesis dilakukan tanggal 21 November 2014, diberikan oleh ibu pasien)

Keluhan utama: Kaki dan tangan dingin

Keluhan tambahan: Gelisah, Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6oC, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian pasien dibawa berobat ke Sp.A, diberi obat racikan 1 macam, batuk dan pilek sembuh, namun demam tinggi masih ada. Demam dirasakan terus menerus. Pasien masih mau makan dan minum.

Tiga hari SMRS pasien masih mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien mulai tidak nafsu makan, pasien kembali dibawa berobat ke Sp.A dan dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl, Leukosit: 1.900/mm3, Trombosit: 73.000/l, Hematokrit 39%. Pasien kemudian dirawat di RS Swasta selama 3 hari. Selama dirawat, pasien mendapatkan terapi infus RL 2 kolf, Nacl 0,9% setengah kolf, Aminosteril 6% 100cc, Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol sirup dan Vitamin.

Dua hari SMRS, pasien masih demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak sesak napas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi. Kejang (-), mual (+), muntah (-), bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB darah atau BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien mulai gelisah.

Lima jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak gelisah. Orang tua pasien tidak ingat kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien dirujuk ke IGD RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sesak napas sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat penyakit DBD di dalam keluarga dan lingkungan sekitar ada

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan: Aterm

Partus

: Spontan

Ditolong Oleh: Bidan

Tanggal

: 09 April 2014

Berat badan

: 2800 gr

Panjang Badan: 46 cm

Riwayat Makanan

ASI:Sejak lahir hingga sekarang (12-15x/hari)

Susu Formula:Belum diberikanBubur Susu:Sejak usia 6 bulan hingga sekarang (3x/hari), satu mangkuk kecil setiap kali makan

Lain-lain:Belum diberikan

Kesan:Asupan makanan cukup

Riwayat Vaksinasi

BCG: Skar (+)

Polio:(Polio 1, Polio 2, Polio 3)DPT-HB:(DPT-HB 1, DPT-HB 2, DPT-HB 3)Campak:(-)Kesan:Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik

Pertumbuhan

BB/U:0 s/d -2SD

PB/U:0 s/d -2SD

BB/PB:-1SD s/d -2SD

Kesan:Status gizi baik

Perkembangan

Usia 4 bulan:Tengkurap

Usia 7 bulan:Duduk dengan bantuan

Kesan:Pertumbuhan sesuai usiaIII. PEMERIKSAAN FISIK(Dilakukan tanggal 21 November 2014)Pemeriksaan Fisik UmumKeadaan Umum: Tampak sakit beratKesadaran: E4M3V4Tekanan Darah: 70/50 mmHgNadi

: 156 kali/menit, reguler, isi dan tegangan kurangPernapasan: 68 kali/menit

Suhu

: 39,1 oC

Berat badan: 7 kg

Tinggi badan: 67 cm

Lingkar Kepala: 45 cmKeadaan Spesifik

Kepala

Mata

: mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, 3 mm/3 mmHidung: sekret tidak ada, napas cuping hidung ada

Telinga: Tidak dilakukan pemeriksaanMulut: Sianosis sirkumoral tidak ada

Tenggorok : Dinding faring tidak hiperemis, T1-T1, tenang, tidak hiperemis

Leher

: perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat, kaku kuduk tidak ada, Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)Thorax

Paru-paru

Inspeksi: Statis dan dinamis simetris, retraksi ada (intercostae)

Palpasi : Strem fremitus kanan = kiriPerkusi: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi: Vesikuler (/ ), ronkhi basah halus (+/+) di basal, wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi: Pulsasi, iktus cordis, dan voussour cardiaque tidak terlihatPalpasi : Thrill tidak teraba

Perkusi: Jantung dalam batas normalAuskultasi: HR = 156 kali/menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada,

bunyi jantung I dan II normalAbdomen

Inspeksi: Cembung

Auskultasi: Bising usus (+) normalPalpasi : Lemas, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae, tepi tajam, permukaan

rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan, lien tidak teraba,

turgor kulit segera kembaliPerkusi: Timpani

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Ekstremitas

Superior: Akral dingin (+), pucat (+), sianosis (-), edema (-), petechie (-), CRT 5 detik), yang pada keadaan normal biasanya dapat terisi dalam 2-3 detik. Cara pengukuran pengisian ulang kapiler ini yaitu dengan menekan ujung jari(kuku) hingga pucat (kurang lebih selama 5 detik), kemudian dilepas dan dihitung waktunya pada saat ujung jari(kuku) menjadi merah kembali. Pada pasien dengan fase awal syok distributif (anafilaksis, sepsis) akan terjadi vasodilatasi, sehingga kulit akan teraba hangat, denyut nadi akan teraba kuat dan terdapat pengisian ulang kapiler yang cepat (1-2 detik). Pada keadaan ini, perfusi kulit tidak dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosis, sehingga harus dicari gangguan metabolik lain seperti lactoacidosis, hal ini dapat mendukung bahwa telah terjadi gangguan DO2.

3. Fungsi sistem organ lain

Pada ginjal dengan perfusi normal, dapat mengeluarkan 1-2 ml urin/kgBB/jam atau lebih. Kerusakan ginjal dapat disebabkan karena kerusakan awal pada keadaan iskemik-hipoksik, sehingga terjadi acute tubular necrosis (ATN). Sehingga dapat dikatakan bahwa output urin tidak spesifik untuk menentukan kelayakan perfusi dan volume intravaskuler.

4. Status asam basa

Adanya asidosis metabolik atau penurunan serum bikarbonat dapat membatu untuk mendiagnosa syok. Asidosis metabolik dapat timbul karena hilangnya serum bikarbonat seperti pada diare, yang dapat terjadi bersamaan dengan syok dan dehidrasi. Dengan dilakukannya pengukuran level serum laktat, maka dapat diketahui kehilangan bikarbonat akibat asidosis laktat karena syok2.8 Monitoring

Monitoring yang dilakukan pada syok meliputi monitoring hemodinamik respirasi dan metabolik. Yang harus di ketahui pada syok:

1. PaO2 -> diperlukan monitoring terutama pada PaO2 karena oksigenasi jaringan

2. Asam Laktat -> asam laktat meniggi pada sepsis hiperdinamik dan kelainan enzim piruvat dehidrogenase. Asam laktat ini meninggi 12 jam setelah terjadinya syok dan juga indikasi terjadinya MOSF3. Indeks transport O2 -> dapat di catat dengan mengetahui kardiak indeks DO2 dan VO2 yang harus di pertahankan di atas 2,1 l/mnt/m tubuh4. Tekanan Vena sentral (CVP) -> penting untuk mengevakuasi syok sedini mungkin.peninggian CVP dapat terjadi karena peninggian volume intravaskuler, peninggian vasomotor, peninggian tekanan torakis dan peninggian compliance dari ventrikel kanan

5. Tekanan darah -> evaluasi tekanan darah lebih bermakna dari pada hanya sekali mengukur tekanan darah6. Produksi urin ->produksi urin normal pada org dewasa 0,5 cc/kg/jam , pada anak 1-2 cc/kg/jam7. Pulse oksimeter -> Oksigenasi jaringan di tentukan oleh perfusi , kadar Hb dan saturasi oksigen yang dapat di monitor dengan pulse oksimeter, digunakan secara rutin untuk menilai syok.Monitoring yang dilakukan :

1. Non Invasif : yakni memonitor tanda tanda vital, tekanan darah, nadi , PaO2, jumlah urin, ECG, intake serta output.2. Invasif : monitoring meliputi kateterisasi arteri,CVP, dan kateter pulmonalis.3. Metabolik : asam laktat

2.9 Tatalaksana Syok

Pengenalan awal akan syok membutuhkan pemahaman tentang kebiasaan anak yang normal dan keadaan anak yang memang menderita shock. Pucat ringan, ekstremintas dingin, mengantuk ringan atau acuh terhadap sekitar, takikardia yang taksesuai dan factor lain seperti cemas, demam dan hal lain yang penting sering terabaikan. Oliguria adalah tanda yang penting, anak dengan trauma berat atau sepsis membutuhkan pemasangan kateter untuk menghitung secara cermat cairan yang keluar dan kebutuhancairan secara akurat. Nilai normal nadi dan tekanan darah berbeda untuk tiap umur, terkadang nilai normal sering tak sesuai dengan panduan ketika anak mengalami distress.

Pada tahap awal, syok memerlukan penanganan yang segera untuk mempertahankan hidup, bagaimanapun penanganan shock tergantung seberapa cepat untuk bisa mendapat pertolongan di rumah sakit.Pertolongan awal syok:1. Segera beri pertolongan, jika pasien masih sadar tempatkan dengan nyaman2. Jika pasien sendiri, cari pertolongan, atau meminta seseorang mencari pertolongan dan seseorang menjaga pasien3. Pastikan jalan nafas dan pernafasan baik.4. Lindungi pasien dengan jaket tapi jangan terlalu rapat agar tidak terjadi vasodilatasi5. Jangan beri minum6. Siapkan untuk cardiopulmonary resuscitation7. Berikan banyak informasi ketika ambulan datang

Tatalaksana syok dimulai dengan tindakan umum untuk memulihkan perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini tidak tergantung pada penyebab syok. Diagnosa harus segera dibuat sehingga dapat diberikan pertolongan sesuai dengan kausa.

Tujuan utama adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi terutama di otak, jantung dan ginjal. Tanpa memandang etiologi syok, oksigenasi dan perfusi jaringan dapat diperbaiki dengan memperhatikan 4 variabel ini:

1. Ventilasi dan oksigenasi ( Airway dan Breathing )

a. Memperbaiki jalan napas, ventilasi buatan dan oksigen 100%b. Akses vena dan pemberian cairan diberikan bersamaan dengan oksigen 100%.

2. Curah jantung dan volume darah di sirkulasi ( Cirkulasi ). Resusitasi cairan dan pemberian obat vasoaktif merupakan metode utama untuk meningkatankan curah jantung dan mengembalikan. Perfusi organ vital.

a. Resusitasi cairan:1) Pada syok hipovolemik apapun penyebabnya, resusitasi cairan dimulai dengan cairan kristaloid (Rl atau garam fisiologis) sebanyak 20 ml/kg secepatnya. Bila tidak terlihat perbaikan (frekuensi jantung masih tinggi, perfusiperifer jelek, kesadaran belum membaik) dan dicurigai masih terjadi hipovolemia diberikan lagi cairan yang sama sebanyak 20 ml/kg dan pasien dievaluasi kembali. Syok kardiogenik dan obstruksi harus dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan setelah resusitasi cairan. Sebagian besar pasien dengan syok hipovolemik akan menunjukkan perbaikan terhadap pemberian cairan 40 ml/kg.2) Pada syok septik, resusitasi cairan berguna untuk mengembalikan volume intravaskular. Jenis cairan masih konroversial, cairan kristaloid dapat menyebabkan edema paru akibat penurunan tekanan onkotik intravaskular dan memperberat kebocoran kapiler. Sedangkan cairan koloid, walaupun dapat mempertahankan tekanan onkotik pada akhirnya dapat merembes ke ruang interstisial akibat hilangnya integritas vaskular. Resusitasi pada syok septik memerlukan kombinasi cairan kristaloid dan koloid untuk mengembalikan perfusi yang adekuat.3) Pada syok distributif, pemberian cairan kristaloid yang cepat telah terbukti menyelamatkan jiwa pasien.4) Pada syok endokrin gangguan yang terjadi diperbaiki. Hipotiroid membutuhkan levothyroxine, pada hyperthyroid produksi hormon thyroid dihambat oleh sitostatika seperti methimazole (tapazole) atau PTU (propylthiouracil). Insufisiensi adrenal diobati dengan suplemen kortikosteroid.b. Obat vasoaktifAda beberapa obat yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam penanganan syok bila resusitasi cairan belum cukup untuk menstabilkan system kardiovaskular. Obat inotropik meningkatan kontraktilitas miokard dan obat kronotropik meningkatkan frekuensi jantung. Obat vasoaktif yang paling banyak digunakan adalah golongan amin simpatomimetik yaitu golongan katekolamin, epinefrin, norepinefrin, dopamine endogen, dobutamin, dan isoproternol sintetis. Obat ini bekerja merangsang adenilsiklase yang menyebabkan terjadinya sintetis AMP siklik, aktifasi kinase protein, fosforilasi protein intrasel, dan peningkatan kalsium intrasel. Obat tersebut bekerja memperbaiki tekanan darah dengan konsekuensi peningkatan resistensi vaskuler dan penurunan aliran darah. Obat vasoaktif ini diberikan bila pemberian cairan danoksigenasi alveolar telah maksimal.Beberapa obat vasoaktif yang dapat diberikan berikut dosisnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.Dosis dan efek klinis beberapa obat vasoaktifObatDosis

Efek klinis

Dobutamin

2-20 g/kg/menitMemperbaiki konraktilitas miokard

Berguna pada gagal jantung dengan syok

Dopamine2-20 g/kg/menitDosis rendah (4-5 g/kg/menit): memperbaiki aliran darah ginjal

Dosis tinggi: efek

Memperbaiki kontraktilitas miokard bila dosis ditingkatkan

Efinefrin0,05-1 g/kg/menit

Dosis rendah: efek

Dosis tinggi: efek

Berguna bila dikombinasi dengan dopamine dosis rendah

Norefinefrin0,05-1 g/kg/menit

Efek sangat kuat

Hipotensi refrakter

Amrinon0,75-4 mg/kg/kali

5-20 g/kg/menitKombinasi dengan katekolamin

Memperbaiki fungsi miokard

Milrinon50-75 g/kg/kali

0,5-1 g/kg/kaliKombinasi dengan katekolamin

Memperbaiki fungsi miokard

Kapasitas angkut oksigen

1. Sebagian besar anak dengan syok tidak memerlukan transfusi darah, tetapi kapasitas angkut oksigen diruang intravaskular harus cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.2. Transfusi darah dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan setelah pemberian cairan isotonik sebanyak 60mL/kg3. Transfusi darah harus diberikan berdasarkan penilaian klinis an tidak berdasarkan kadar hemoglobin4. Pada anak dengan anemia kronis (anemia defisiensi) darah harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian tidak boleh melebihi 5-10mL/kg dalam 4 jam untuk mencegah gagal jantung kongestif, kecuali bila proses kehilangan darah masih berlangsung.Kelainan yang mendasari

1. Pasien dengan syok septik memerlukan antibiotik segera2. Pasien dengan syok hipovolemik dievaluasi terhadap kehilangan cairan melalui saluran cerna atau perdarahan.3. Syok kardiogenik mungkin memerlukan terapi farmakologis untuk menurunkan afterload atau intervensi bedah untuk mengatasi obstruksi4. Syok anafilaktik memerlukan epinefrin, eliminasi penyebab dan antihistamin.2.10 Terapi cairan

Dalam tubuh , faal sel tergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit. Jumlah air dalam tubuh harus di pertahankan dalam batas batas tertentu untuk berlangsungnya metabolisme tubuh dengan baik. Tubuh manusia terdiri atas :

1. Lean body mass (tubuh tanpa lemak), yaitu air (73%), tulang, jaringan bukan lemak.

2. Jaringan lemakCairan tubuh (60%) terdiri atas:

1. Cairan intraseluler 40%

2. Cairan ekstra seluler 20% :

a. cairan interstisial 15%b. plasma darah 5%

Air masuk ke dalam tubuh terutama melalui penyerapan dari saluran pencernaan. air meninggalkan tubuh terutama sebagai air kemih yang dikeluarkan dari ginjal. ginjal bisa mengeluarkan sampai beberapa liter air kemih dalam sehari atau dapat menahannya dengan membuang kurang dari 0,5 l air kemih dalam sehari. Sekitar 1 liter air juga dibuang setiap harinya melalui penguapan dari kulit dan paru-paru. keringat yang berlebihan (misalnya karena latihan berat atau cuaca panas), bisa meningkatkan jumlah air yang hilang melalui penguapan.Dalam keadaan normal, sedikit air dibuang melalui saluran pencernaan. Pada muntah yang berkepanjangan atau diare yang berat, sebanyak 3,84 l air bisa hilang melalui saluran pencernaan. Bila asupan cairan sesuai dengan cairan yang hilang, cairan tubuh akan tetap seimbang. Untuk menjaga keseimbangan cairan, orang sehat dengan fungsi ginjal yang normal dan tidak berkeringat berlebihan, harus minum sedikitnya 1 l cairan/hari. Untuk mencegah dehidrasi dan pembentukan batu ginjal, dianjurkan untuk minum cairan sebanyak 1,5-2 l/hari. Bila otak dan ginjal berfungsi dengan baik, tubuh dapat mengatasi perubahan yang ekstrim dalam asupan cairan. Seseorang biasanya dapat minum cairan yang cukup untuk menggantikan kehilangan air yang berlebihan dan mempertahankan volume darah dan konsentrasi dari garam-garam mineral yang terlarut (elektrolit) dalam darah. Jika seseorang tidak dapat minum air yang cukup untuk menggantikan kehilangan air yang berlebihan (seperti yang terjadi pada muntah berkelanjutan atau diare hebat), maka bisa mengalami dehidrasi.Jumlah air dalam tubuh berkaitan erat dengan jumlah elektrolit tubuh. konsentrasi natrium darah merupakan indikator yang baik dari jumlah cairan dalam tubuh. Tubuh berusaha untuk mempertahankan jumlah total cairan tubuh sehingga kadar natrium darah tetap stabil. Jika kadar natrium terlalu tinggi, tubuh akan menahan air untuk melarutkan kelebihan natrium, sehingga akan timbul rasa haus dan lebih sedikit mengeluarkan air kemih. Sedangkan jika kadar natrium terlalu rendah, ginjal mengeluarkan lebih banyak air untuk mengembalikan kadar natrium kembali ke normal.2.11 Pemberian cairan

2.11.1 Cairan KristaloidCairan kristaloid yang di gunakan biasanya NaCl 0,9% dan ringer laktat. Cairan kristaloid akan menyebar cepat ke ekstraseluler. Menurut Dillon kehilangan 1cc darah harus di gantikan 3cc kristaloid. Akan tetapi menaiknya permeabilitas kapiler pada syok juga dapat menyebabkan cairan kristaloid keluar dari pembuluh darah. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar ini mempunyai maksud :

1. larutan kristaloid dapat mengurangi gagal ginjal

2. larutan kristaloid dapat mengurangi menurunnya fungsi paru secara progresif secara cepat dari intravaskuler dan interstitial volume dari kristaloid 2-4 kali lebih tinggi dari koloid yang di butuhkan untuk mempertahankan hemodinamik , namun CVP ( central venous pressure ) menjadi berkurang dan cairan berkumpuldi interstitial sehinggamenghambat oksigenasi jaringan, memperlambat penyembuhan luka, mengurangi gerakan gastrointestinal dan daya obstruksi. Pada syok hipovolemik cairan berkumpul, intra vascular, dan pemberian cairan kristaloid dapat mengatasi deficit cairan, karena itu lebih banyak di gunakan kristaloid daripada koloid karena di perlukan cairan terus menerus.

CairanNa+ (mEq/L)K+

(mEq/L)Cl-

(mEq/L)Ca++

(mEq/L)HCO3

(mEq/L)Tekanan osmotik (mOsm/L)

Ringer Laktat1304109328*273

Ringer Asetat1304109328:273

NaCl 0.9%154- 154--308

2.11.2 Cairan KoloidCairan koloid yang dapat di gunakan pada syok adalah hemasel, gelofusin, dekstran 70, hespan, albumin 4,5% dan albumin 20%. Penggunaan cairan koloid yang lebih besar di butuhkan untuk mempertahankan volume plasma untuk meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan oksigen konsumsi, begitu pula dengan cairan koloid dapat di kurangi pengumpulan cairan interstitial dan cairan intravaskular.

Apabila permeabilitas cairan bertambah zat ini keluar dari intravascular dan menyebabkan meningginya tekanan onkotik interstitialdan menyebabkan terjadinya udem. Di samping itu koloid juga menghambat diuresis oleh karena itu masih menjadi pertanyaan penggunaan cairan koloid karena bahayanya terutama bila permeabilitas kapiler bertambah. Dalam keadaan kritis cairan koloid harus di berikan sebanyak kristaloid , yang dapat merupakan cairan :

1. Albumin

2. Dekstran

3. Hemasel

4. HAS ( Human Albumin Solution )1. Albumin

Albumin terdapat sebagai donor plasma. Albumin sama dengan osmotic koloid plasma dengan masa tengah 10 15 hari. Dapat terjadi reaksi anafilaktoid walaupun jarang dan tidak rutin di gunakan. Keadaan hipoalbuminemi dapat bersamaan dengan hipovolemi, edema, dan ascites di berikan albumin 20%.

2. Dekstran

Dekstran merupakan polimer polisakarida dalam dekstrosea 5% atau NaCl 0,9% dengan berat molekul 40.000. dekstran dengan cepat di keluarkan oleh ginjaldan dapat membentuk kompleks dengan fibrinogen sehingga menyebabkan koagulopati. Dua bentuk dekstran : dekstran 40 dan dekstran 70. Dekstran 40 lebih sering di gunakan dan terdapat kemungkinan alergi.3. Hemasel

Hemasel mengandung kalsium 10kali lebih banyak 6,3 mmol/l, dan kalium 5,1mmol/l. pemberian dalam jumlah banyak tidak di anjurkan karena menyebabkan defek koagulasi dan tidak mempengaruhi fungsi ginjal. Pemberian dalam jumlah besar dalam bentuk gelatin kompleks dapat menyebabkan kebocoran pada kapiler dan menyebabkan edema paru.4. HAS ( Human Albumin Solution )

HAS di bebaskan melalui ginjal melalui hidrolisis dengan amylase.HAS juga tersimpan dalam RES.2.11.3 Kontroversi Kristaloid versus KoloidPertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi terus merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah di kaji untuk resusitasi cairan ,antara lain : NaCl 0,9%, larutan Ringer laktat, NaCl hipertonik , albumin, fraksi protein murni, plasma beku segar, hetastarch, pentastarch dan dekstran 70.

a. Penganut resusitasi koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang meningkat karena penggunaan zat zat ini adalah mengurangi edema paru. Namun , vaskulatur paru memungkinkan aliran zat dalam jumlah besar, termasuk protein ,di antara ruang iintravaskular dan interstitial.Di pertahankannya tekanan hidrostatik paru pada 40%

Frekuensi JantungTakikardia +Takikardia ++Takikardia/Bradikardi

Volume NadiNormal/MenurunMenurun +Menurun ++

Pengisian KapilerNormal/MeningkatMeningkat +Meningkat ++

KulitDingin, pucatDingin, mottledPucat mati

RRTakipnue +Takipnue ++Sighing respiration

Tingkat Kesadaran Agitasi ringanBerkooperasiBereaksi hanya pada rasa sakit atau tidak responsive

Berdasarkan gejala klinisnya, anak ini telah mengalami syok fase kompensasi yang membutuhkan penatalaksanaan segera untuk mencegah terjadi perburukan.

Tatalaksana syok awal:

O2 2L/menit via nasal kanul IVFD RL 20 cc/kgBB ( 140 cc dalam dua line IVFD, dalam waktu secepatnya, kocor ( kemudian evaluasi, respon (+) TD: 80/60, nadi 135x/menit, isi dan tegangan cukup lanjutkan dengan -> IVFD RL 10 cc/kgBB/ selam 2 jam -> 70 cc/jam (35 tetes/menit, mikro) -> evaluasi ulang tanda-tanda vital, kemudian resusitasi cairan diturunkan bertahap sesuai kondisi Paracetamol 70 mg via NGT tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oC Observasi tanda vital dan diuresis/jam Cek Hb, Ht, Trombosit, PT, apTT, SGOT, SGPT, CRP, ureum, kreatinin, elektrolit Cek Rontgen Thorax ap/lateral

Setelah dilakukan tatalaksana awal, maka dilakukan secondary survey di mana didapatkan: dari anamnesis, diketahui bahwa sejak enam hari SMRS pasien mengalami demam yang mendadak tinggi, terus menerus, suhu diukur 39,6oC, batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien dibawa berobat ke Sp.A, demam tinggi dan terus menerus masih ada. Tiga hari SMRS pasien masih mengalami demam tinggi, kejang (-), batuk (+), pilek (+), sesak napas (-), mual (+), muntah (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), bintik kemerahan di kulit (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien mulai tidak nafsu makan, pasien kembali dibawa berobat ke Sp.A dan dilakukan pemeriksaan darah, didapatkan hasil Hb: 13,1 gr/dl, Leukosit: 1.900/mm3, Trombosit: 73.000/l, Hematokrit 39%. Pasien kemudian dirawat di RS Swasta selama 3 hari. Selama dirawat, pasien mendapatkan terapi infus RL 2 kolf, Nacl 0,9% setengah kolf, Aminosteril 6% 100cc, Ceftriaxone selama 2 hari, Sanmol sirup dan Vitamin. Dua hari SMRS, pasien masih demam tinggi yang terus menerus dan mulai tampak sesak napas. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, atau perubahan posisi. Kejang (-), mual (+), muntah (-), bintik kemerahan di kulit (+) pada paha, gusi berdarah (-), mimisan (-), BAB darah atau BAB hitam (-), tidak mau makan dan minum, pasien mulai gelisah. Lima jam SMRS kaki dan tangan pasien teraba dingin dan pucat, pasien tampak gelisah. Orang tua pasien tidak ingat kapan pasien BAK terakhir. Kemudian pasien dirujuk ke IGD RSMH Palembang. Riwayat penyakit dahulu berupa riwayat sesak napas sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit DBD di dalam keluarga dan lingkungan sekitar ada. Riwayat kehamilan ibu normal dan riwayat kelahiran anak normal, ditolong bidan. Riwayat makanan mendapat ASI sejak lahir hingga sekarang. Bubur susu usia 6 bulan hingga sekarang. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal. Riwayat imunisasi dasar belum lengkap. Status gizi baik. Hasil laboratorium tanggal 21 November 2014 di RSMH adalah Hb 10,1 g/dl, Ht 29%, trombosit 107x 10/L.

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada anak tersebut, mengindikasikan bahwa anak tersebut mengalami syok akibat demam berdarah dengue atau Dengue Syok Sindrom (DSS) berdasarkan kriteria WHO, yaitu:

1. Demam akut terus menerus selama 2-7 hari ( pada pasien selama 6 hari

2. Adanya minimal satu dari manifestasi perdarahan (uji torniquet positif, ekimosis, purpura, petechie, perdarahan pada mukosa, hematemesis, melena) ( pada pasien ditemukan petechie pada paha3. Pembesaran hati ( pada pemeriksaan fisik ditemukan hepar yang teraba 3 jari di bawah arcus costae4. Syok, yang ditandai oleh nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), penurunan tekanan darah hingga tidak terukur, akral dingin, kulit lembab, CRT > 2 detik, dan pasien tampak gelisah ( pada pasien ditemukan keadaan umum gelisah, lethargi, nadi cepat (156 x/menit) dan lemah, serta akral dingin.

5. Kriteria laboratorium :

Trombositopenia (< 100.000/mm3) ( pada pasien Trombosit 42.000/mm3 Hemokonsentrasi (> 20%) ( pada pasien Ht pertama adalah 39%, saat syok, 29%, maka Ht berkurang sebanyak 25,6%, atau lebih dari 20%

Berdasarkan gelajaka klinis dan laboratorium, pasien ini masuk kriteria Dengue Syok Sindrom (DSS). Kemudian segera dilakukan resusitasi dan dirawat inap hingga kondisi pasien stabil. Adapun komplikasi yang bisa terjadi pada pasien ini adalah perdarahan massif, edema paru, kegagalan jantung dan ensefalopati dengue.

Prognosa pada pasien DSS tergantung dari beberapa faktor, berdasarkan pemantauan yang dilakukan pada pasien ini, prognosisnya dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Noisakran, S and Perng, G.C. 2008. Alternate hypothesis on the pathogenesis of dengue hemorrhagic fever (DHF)/dengue shock syndrome (DSS) in dengue virus infection. Exp Biol Med,.233(4):401-8.

2. Tantracheewathorn, T and Tantracheewathorn, S. 2007. Risk factors of dengue shock syndrome in children. J Med Assoc Thai.,90(2):272-7.3. WHO. 2013. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome In The Context of Integrated Management of childhood Illness. WHO/FCH/CAH/05.13.

4. Wahono TD., dkk., Demam Berdarah Dengue. Available at ; http://www.dkk-bpp.com5. Rampengan T.H., Laurentz I.R., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p.136-157

6. Demam Berdarah Dengue. Available at ; www.medicastore.com7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985. p.607-21.

8. Behrman RE., et.al. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.Saunders, Philadelphia.2004

9. Diktat Penyakit Infeksi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. 2003. p. 39-57.10. Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.11. Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.12. Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.13. Http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htmAFTERLOAD

CONTRACTILITY

PRELOAD

HEART RATE

STROKE VOLUME

SYSTEMIC VASCULAR RESPONSE

CARDIAC OUTPUT

BLOOD PRESSURE

Mediator

Syok hipovolemik

Syok kardiogenik

Syok septik

Depresi

Kebocoran

Vasodilator

Kontraktilitas

Preload

Tekanan darah

CO

Terkompensasi

Pengeluaran simpatetik

Vasokonstriksi denyut jantung

CO dan tekanan darah membaik

Iskemia jaringan

CO

Pelepasan mediator

Fungsi sel

Hilangnya autoregulasi

Kematian sel

Kematian

1