fiqih x

89

Upload: miftahul-khaer

Post on 29-Jun-2015

362 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fiqih X
Page 2: Fiqih X

Fiqih Kelas X 1

BAB I

HUKUM ISLAM

A. MACAM-MACAM HUKUM ISLAM

Secara garis besar para ulama membagi hukum menjadi dua macam, yaitu

hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi adalah:

“segala ketentuan Allah dan Rasul-Nya yang berhubungan langsung dengan

perbuatan orang mukallaf, baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk

melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk

memberi kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak berbuat”

Sedangkan yang dimaksud dengan hukum wadh’i adalah:

“segala ketentuan hukum yang mengatur tentang sebab, syarat dan mani’

(sesuatu yang menjadi penghalang untuk melakukan hukum taklifi”

Hukum Taklifi

Hukum taklifi mempunyai lima macam hukum , yaitu:

1. Wajib (Fardhu)

Adalah segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk

dilaksanakan oleh orang mukallaf. Apabila dilaksanakan akan mendapat

pahala dari Allah SWT, begitupun sebaliknya apabila tidak dilaksanakan

akan diancam dengan dosa. Hukum wajib ini dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu

a) Wajib (fardhu) ‘Ain. Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada orang

yang berakal baligh (mukallaf) tanpa terkecuali. Kewajiban ini tidak

dapat gugur kecuali dilakukan oleh dirinya sendiri. Seperti kewajiban

melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam, melaksanakan puasa

di bulan ramadhan dan melaksanakan haji bagi yang mampu.

b) Wajib (fardhu) Kifayah. Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada

seluruh orang mukallaf, namun bilamana ada sebagian umat Islam yang

melaksanakannya maka kewajiban itu sudah dianggap terpenuhi,

Page 3: Fiqih X

Fiqih Kelas X 2

sehingga orang yang tidak ikut melaksanakannya tidak lagi diwajibkan

untuk mengerjakannya.

Misalnya, pelaksanaan shalat jenazah merupakan kewajiban seluruh

umat Islam, tetapi sudah dianggap mencukupi bilamana sudah ada yang

melaksanakan oleh sebagian anggota masyarakat. Namun, bila tidak

ada seorang pun yang mengerjakannya maka seluruh umat Islam

diancam dosa.

Fardhu kifayah dapat berubah statusnya menjadi fardhu ‘ain, apabila di

satu negeri (tempat, kota atau desa) tidak ada lagi orang yang mampu

melaksanakannya selain dia. Misalnya, bila di sebuah desa hanya ada

seorang dokter, maka untuk melayani kesehatan desa tersebut menjadi

fardhu ‘ain atas diri dokter tersebut.

2. Mandub (Sunnah)

Menurut bahasa mandub adalah sesuatu yang dianjurkan. Sedangkan

menurut istilah adalah suatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah dan

Rasu-Nya, dimana akan diberi pahala orang yang melaksanakannya, namun

tidak dicela orang yang tidak melaksanakannya.

Hukum sunnah terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:

a) Sunnah Muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Yaitu perbuatan

yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan jarang ditinggalkannya.

Seperti shalat sunnah dua rakaat sebelum fajar.

b) Sunnah Ghairu Muakkad (sunnah biasa). Yaitu sesuatu yang dilakukan

Rasulullah, namun tidak menjadi kebiasaannya. Misalnya, shalat

sunnah dua kali dua rakaat (empat rakaat satu salam) sebelum shalat

dhuhur.

c) Sunnah Zawaid. Yaitu mengikuti kebiasaan sehari-hari Rasulullah

sebagai manusia. Misalnya, sopan santunnya dalam makan, minum dan

tidur. Mengikuti Rasulullah dalam masalah-masalah tersebut hukumnya

adalah sunnah, namun tingkatannya di bawah dua macam sunnah di

atas dan yang lebih kuat adalah macam sunnah yang disebut pertama.

Page 4: Fiqih X

Fiqih Kelas X 3

3. Haram

Kata haram secara etimologi berarti sesuatu yang dilarang mengerjakannya.

Secara terminologi, kata haram mempunyai arti “sesuatu yang dilarang oleh

Allah dan Rasul-Nya, dimana orang yang mengerjakan larangan tersebut

dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan orang yang

meninggalkannya karena mentaati Allah dan Rasul-Nya diberi pahala.”

4. Makruh

Secara bahasa makruh adalah sesuatu yang dibenci. Menurut istilah, makruh

adalah sesuatu yang dianjurkan syariat untuk tidak melakukannya, dimana

bila tidak dikerjakan mendapat pujian dan bila dikerjakan tidak berdosa.

Misalnya, menurut Imam Hambali makruh hukumnya berkumur dan

memasukkan air ke dalam hidung secara berlebihan ketika berwudhu di

siang hari bulan Ramadhan, karena dikhawatirkan air akan masuk ke rongga

kerongkongan dan tertelan sehingga dapat membatalkan puasa.

5. Mubah

Mubah adalah sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan oleh syara’. Menurut

sebagian ulama istilah mubah sama pengertiannya dengan halal atau jaiz.

B. SUMBER HUKUM ISLAM

Sumber hukum Islam adalah sumber atau acuan dalam menetapkan hukum-

hukum dalam Islam, dan kita sebagai seorang muslim wajib berpegang teguh padanya.

Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa ayat 59, yang berbunyi:

$ pκš‰ r'̄≈tƒ tÏ% ©!$# (# þθ ãΨ tΒ#u (#θãè‹ÏÛr& ©! $# (#θãè‹ÏÛr& uρ tΑθß™§9 $# ’ Í<'ρ é&uρ Íö∆ F{$# óΟ ä3ΖÏΒ ( βÎ*sù ÷Λäôãt“≈uΖs? ’ Îû &ó x« çνρ –Šã sù ’ n< Î) «! $# ÉΑθ ß™§9 $# uρ βÎ) ÷ΛäΨ ä. tβθ ãΖÏΒ÷σ è? «! $$ Î/ ÏΘ öθu‹ø9 $# uρ ÌÅzFψ$# 4 y7Ï9≡sŒ ×�ö! yz ß |¡ ôm r&uρ ¸ξƒÍρ ù' s? ) :������(

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri

(pemimpin) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah masalah tersebut kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah), jika

kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)

Page 5: Fiqih X

Fiqih Kelas X 4

Berikut perincian sumber hukum Islam.

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan objek pertama dan utama dalam memecahkan

permasalahan suatu hukum. Menurut bahasa, al-Qur’an berarti bacaan;

sedangkan menurut istilah, al-Qur’an adalah kalam (perkataan) Allah yang

diturunkan-Nya dengan perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW

dengan bahasa Arab serta dianggap beribadah apabila membacanya.

Al-Qur’an mulai diturunkan di Mekkah pada tahun 611 M, dan berakhir di

Madinah pada tahun 633 M (dengan jarak waktu kurang lebih 22 tahun beberapa

bulan). Oleh karena itu, turunnya al-Qur’an mempunyai dua periode, yaitu

periode Mekkah (sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, yang disebut dengan

ayat-ayat Makiyyah) dan periode Madinah (setelah Rasulullah hijrah ke

Madinah, yang disebut dengan ayat-ayat Madaniyyah).

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam mempunyai banyak hukum-

hukum dan ajaran-ajaran yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim. Namun,

secara umum al-Qur’an mengandung tiga ajaran pokok, yaitu:

a) Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan aqidah (keimanan) yang

membicarakan tentang hal-hal yang wajib diyakini (disebut juga sebagai

doktrin aqidah). Seperti masalah tauhid, Malaikat, kenabian, kitab-kitab-

Nya, hari akhir dan sebagainya.

b) Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akhlaq, yaitu hal-hal yang harus

dijadikan perhiasan diri oleh setiap mukallaf (disebut juga sebagai doktrin

akhlaq).

c) Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan

dengan amal perbuatan mukallaf (disebut juga sebagai doktrin

syari’ah/fiqih). Dari hukum-hukum amaliyah inilah timbul dan

berkembangnya ilmu fiqih.

Hukum-hukum amaliyah dalam al-Qur’an terdiri dari dua cabang, yaitu hukum-

hukum ibadah (yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, � ���� ���� ��)

Page 6: Fiqih X

Fiqih Kelas X 5

dan hukum-hukum mu’amalah (yang mengatur hubungan antar manusia, ���� ��

����� ����).

2. Sunnah

Kata sunnah secara bahasa berarti perilaku seseorang tertentu, baik perilaku

yang baik atau yang buruk. Sedangkan secara istilah ushul fiqih, sunnah berarti

segala perilaku Rasulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa

ucapan (sunnah qauliyyah), perbuatan (sunnah fi’liyyah) atau pengakuan

(sunnah taqririyyah).

Contoh sunnah qauliyyah dalam sabda Rasulullah SAW,

�� �� �� �� ��� �� �� � ��� �� �! �" �# �$ �% �& � �' �( � � ) �� �( �* + �, �$ �( �- �. �/ �! ) �" �0 �1 �2 �# �, �0 1 �2 �# (+3�� �� 4,#)

Dari Ubadah bin Samit, sesungguhnya Rasulullah SAW menetapkan bahwa

tidak boleh melakukan kemudharatan dan tidak boleh pula membalas

kemudharatan dengan kemudharatan. (HR. Ibnu Majah)

Contoh sunnah fi’liyyah tentang rincian tata cara shalat sebagai berikut,

�� � �� � �� �5 �2 �. �&� �! �" �# �$ �% �& � �' �( � � ) �� �( �* + �, �$ �( �- �. �&� �! �' �( �6 ) �5 �# � �! �7 � �! �' �8 9� �7 �� :( �% �" �0 �! �;< �=) �! �� >? �7 @� �( � ) �( �* A� �, �0 �;< �= A#� �� �B � ��� �C �;* �2 �! �" �0 ��D :2 �, �E �( �% �F �G� �5 H �, �0 �C �2 �, �;� �=(I#�J�� 4,#) �

Dari Ibnu Umar berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Saya shalat

seperti sahabat-sahabatku melaksanakan shalat, aku tidak melarang seseorang

di antara mereka shalat, baik siang maupun malam sesuai yang dikehendakinya,

kecuali mereka sengaja shalat pada saat terbit dan tenggelamnya matahari.

(HR. Bukhari)

Sedangkan contoh sunnah taqririyyah (pengakuan) ialah pengakuan Rasulullah

atas perilaku para sahabatnya. Misalnya, di masa Rasulullah ada dua orang

sahabat dalam suatu perjalanan. Ketika akan shalat mereka tidak menemukan

air, lalu mereka bertayamum dan mengerjakan shalat. Kemudian mereka

menemukan air sedangkan waktu shalat masih berlanjut. Lalu salah seorang di

antara keduanya mengulangi shalatnya dan yang lain tidak. Ketika mereka

melaporkan hal tersebut pada Rasulullah, beliau membenarkan kedua praktik

Page 7: Fiqih X

Fiqih Kelas X 6

tersebut. Kepada yang tidak mengulangi shalatnya beliau berkata: “Engkau telah

melakukan sunnah, dan telah cukup bagimu shalatmu itu”. Dan kepada yang

mengulangi shalatnya beliau berkata pula: “Bagimu pahala dua kali lipat ganda”

(Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai)

Dalam al-Qur’an berbagai ayat memerintahkan agar kaum muslimin untuk

mentaati (QS. An-Nisa: 59) dan meneladani sikap dan sifat dari Rasulullah (al-

Ahzab: 21), bahkan Allah pun memuji Rasulullah sebagai seorang yang agung

akhlaknya (al-Qalam: 4). Di samping itu, Allah menilai bahwa orang yang

mentaati Rasulullah sama dengan dia mentaati Allah SWT, seperti dalam ayat:

¨Β Æì ÏÜムtΑθ ß™§9 $# ô‰s) sù tí$sÛr& ©! $# ( tΒuρ 4’ ¯< uθ s? !$yϑsù y7≈oΨ ù=y™ö‘ r& öΝÎγøŠ n=tæ $ZàŠÏ! ym :�����)KL( Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan

barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu

untuk menjadi pemelihara mereka. (QS. An-Nisa: 80)

Sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, sunnah mempunyai fungsi

sebagai bayan (penjelasan) atau tabyiin (menjelaskan) ayat-ayat hukum dalam

al-Qur’an, seperti yang ditunjukkan dalam surat an-Nahl ayat 44:

ÏM≈uΖÉi* t7ø9 $$ Î/ Ìç/ –“9 $# uρ 3 !$ uΖø9 t“Ρ r&uρ y7ø‹s9 Î) t ò2Ïe%!$# tÎi t7çFÏ9 Ĩ$ ¨Ζ=Ï9 $ tΒ tΑ Ìh“çΡ öΝÍκö. s9 Î) öΝßγ̄=yè s9 uρ šχρ ã ©3x! tG tƒ

:�8��)MM( Kami telah menurunkan kepadamu al-Qur’an agar kamu menjelaskannya

kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka,dan supaya kamu

memikirkannya. (QS. An-Nahl: 44)

Ada beberapa bentuk fungsi sunnah terhadap al-Qur’an, yaitu:

a) Menjelaskan isi al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat yang

bersifat global. Misalnya pada sunnah fi’liyyah, Rasulullah menjelaskan tata

cara melakukan shalat yang diwajibkan dalam al-Qur’an pada hadits yang

diriwayatkan Bukhari dari Abu Hurairah.

b) Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas suatu kewajiban yang

disebutkan pokok-pokoknya di dalam al-Qur’an. Misalnya masalah li’an.

c) Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam al-Qur’an. Contohnya:

hadits riwayat al-Nasai dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda

Page 8: Fiqih X

Fiqih Kelas X 7

mengenai keharaman memakan binatang buruan yang mempunyai taring

dan burung yang mempunyai cakar.

3. Ijtihad

a) Ijma’

Secara bahasa Ijma’ berarti “kebulatan tekad terhadap suatu persoalan” atau

“kesepakatan tentang suatu masalah”. Menurut istilah Ushul Fiqih, ijma’ adalah

sebuah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Islam tentang hukum

syara’ pada satu masa setelah Rasulullah wafat.

Para ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa Ijma’ akan diakui sebagai dalil atau

landasan hukum apabila dalam pembentukan ijma’ mempunyai landasan syara’

(sanad ijma’) yang berupa al-Qur’an dan Sunnah.

Contoh ijma’ yang dilandaskan atas al-Qur’an: kesepakatan para ulama atas

keharaman menikahi nenek dan cucu perempuan (surat an-Nisa: 23). Para ulama

sepakat bahwa yang dimaksud dengan kata ummahat (para ibu) dalam ayat

tersebut mencakup ibu kandung dan nenek; dan kata bannat (anak-anak

perempuan) mencakup anak dan cucu perempuan.

Contoh ijma’ yang dilandaskan atas Sunnah: kesepakatan ulama bahwa nenek

menggantikan ibu apabila ibu kandung dari si mayit sudah meninggal dunia

dalam hal mendapat harta warisan. Sebagaimana yang disebut dalam hadits yang

artinya:

Dari Ibnu Umar berkata, ada seorang nenek, yaitu ibu kandung ibu dan ibu

kandung bapak yang datang kepada Abu Bakar (menanyakan sesuatu), maka

Abu Bakar bertanya kepada orang-orang dan al-Mughirah bin Syu’aibah lah

yang bisa memberi tahu bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW memberikan

bagian warisan kepada nenek se per-enam. (HR. Tirmidzi)

b) Qiyas

Qiyas atau analogi menurut bahasa adalah “mengukur sesuatu dengan sesuatu

yang lain untuk diketahui adanya persamaan antara keduanya”. Sedangkan

menurut istilah Ushul Fiqh, qiyas adalah “menghubungkan (menyamakan

Page 9: Fiqih X

Fiqih Kelas X 8

hukum) sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada

ketentuan hukumnya, karena adanya persamaan ‘illat antara keduanya”.

Qiyas merupakan salah kegiatan ijtihad yang tidak ditegaskan dalam al-Qur’an

dan Sunnah. Adapun qiyas dilakukan seorang mujtahid dengan meneliti alasan

logis (‘illat) dari rumusan hukum itu, setelah itu diteliti pula keberadaan ‘illat

yang sama pada masalah lain yang tidak termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah

Rasulullah. Bila benar adanya kesamaan ‘illat, maka keras dugaan bahwa

hukumnya juga sama. Begitulah yang dilakukan pada setiap praktik qiyas.

Para ulama Ushul Fiqh menganggap qiyas sah dijadikan dalil hukum dengan

berbagai argumentasi, antara lain:

� Surat an-Nisa ayat 59:

$ pκš‰ r'̄≈tƒ tÏ% ©!$# (# þθãΨ tΒ# u (#θãè‹ÏÛr& ©! $# (#θãè‹ÏÛr& uρ tΑθ ß™§9 $# ’ Í<'ρ é&uρ Íö∆ F{ $# óΟ ä3ΖÏΒ ( βÎ*sù ÷Λäôãt“≈uΖs? ’ Îû &ó x«

çνρ –Šã sù ’ n< Î) «!$# ÉΑθß™§9 $# uρ βÎ) ÷ΛäΨ ä. tβθ ãΖÏΒ÷σ è? «!$$ Î/ ÏΘöθ u‹ø9 $#uρ Ì Åz Fψ$# 4 y7Ï9≡sŒ ×�ö! yz ß|¡ ôm r& uρ ¸ξƒÍρù' s? ) :������(

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri

(pemimpin) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah masalah tersebut kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah),

jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu

lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)

Ayat ini menunjukkan bahwa jika ada perselisihan pendapat di antara ulama

tentangn hukum suatu masalah, maka jalan keluarnya dengan

mengembalikannya kepada al-Qur’an dan Sunnah, yaitu dengan melakukan

qiyas.

� Hadits yang berisi dialog antara Rasulullah dan Muaz bin Jabal ketika akan

dikirim menjadi Hakim di Yaman. Dalam hal ini Mu’az menjawab

pertanyaan Rasulullah tentang cara memutuskan (menetapkan) hukum di

Yaman, apabila suatu permasalahan tidak didapatkan dalam al-Qur’an dan

Sunnah. Dan Mu’az pun menjawab ia akan berijtihad sendiri jika suatu

hukum tidak ditemukan dalam kedua sumber tersebut. Mendengar jawaban

tersebut Rasulullah berkomentar dengan mengatakan: “Segala puji bagi

Page 10: Fiqih X

Fiqih Kelas X 9

Allah yang telah memberi taufiq atas diri utusan dari Rasulullah” (HR.

Tirmidzi).

c) Fatwa

Fatwa yang mempunyai arti dari bahasa Arab, yaitu I%NO, yang berarti nasihat,

petuah, jawaban atau pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah

keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan

yang diakui otoritasnya, dan disampaikan oleh seorang mufti atau ulama, sebagai

tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa

(mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa

tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya.

Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai suatu keputusan tentang persoalan

ijtihadiyah yang terjadi di Indonesia, guna dijadikan pegangan dalam

pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia.

C. MADZHAB EMPAT

A. Madzhab Hanafiyyah

Mazhab Hanafi ialah salah satu mazhab fiqh dalam Islam Sunni. Mazhab ini

didirikan oleh Imam Abu Hanifah dan terkenal sebagai mazhab yang paling

terbuka kepada ide modern. Mazhab ini diamalkan terutama sekali di kalangan

orang Islam Sunni Mesir, Turki, anak-benua India, Tiongkok dan sebagian

Afrika Barat, walaupun pelajar Islam seluruh dunia belajar dan melihat

pendapatnya mengenai amalan Islam. Mazhab Hanafi merupakan mazhab

terbesar dengan 30% pengikutnya di seluruh dunia.

Biografi Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli

Abu Hanifah bin Nu'man bin Tsabit Al-Taimi Al-Kufi. Lahir di Irak pada tahun

80 Hijriah (699 M), tepat pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, Abdul Malik

bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena

Page 11: Fiqih X

Fiqih Kelas X 10

kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta

menjauhi perbuatan dosa dan keji. Dan mazhab fiqihnya dinamakan Madzhab

Hanafi.

Gelar ini merupakan berkah dari doa Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu

saat ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti) untuk berziarah ke kediaman

Ali r.a yang saat itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian politik yang

mengguncang ummat islam pada saat itu. Ali r.a mendoakan agar keturunan

Tsabit kelak akan menjadi orang-orang yang utama di zamannya, dan doa itu

pun terkabul dengan hadirnya Imam Hanafi. Namun tak lama kemudian ayahnya

meninggal dunia.

Dengan segala kecemerlangan otaknya, pada masa remaja Imam Hanafi

telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang

berkaitan dengan hukum islam. Kendati beliau anak seorang saudagar kaya

namun beliau sangat menjauhi hidup mewah, begitu pun setelah beliau menjadi

seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang

untuk kepentingannya sendiri.

Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga

mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah

mengantarkannya sebagai ahli fiqh. Dan keahliannya itu diakui oleh ulama-

ulama di zamannya, seperti Imam Hammad bin Abi Sulaiman yang

mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid

muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’I, “Abu Hanifah

adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh.”

Karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum Islam, Imam

Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung

para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum-hukum Islam serta

menetapkan hukum-hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang-

undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut. Jumlah hukum

yang telah disusun oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu; 38 ribu diantaranya

berkaitan dengan urusan agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan dunia.

Page 12: Fiqih X

Fiqih Kelas X 11

Metodologi Fiqh Abu Hanifah

Metode yang digunakan oleh madzhab Hanafi dalam penetapan hukum

(istinbat) Fiqh berdasarkan pada tujuh hal pokok:

a) Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.

b) Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal-hal yang global yang ada

dalam al-Qur’an.

c) Fatwa sahabat (aqwalus shahabah), karena mereka semua menyaksikan

turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzul-nya serta asbabul khuruj-nya

hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki

kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.

d) Qiyas (analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam

al-Qur’an, Hadis maupun aqwalus shahabah.

e) Istihsan, yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju

hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya qiyas atau qiyas

tersebut berlawanan dengan Nash.

f) Ijma’, yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu

masa tertentu.

g) ‘Urf, yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang

tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada

masa sahabat.

Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al-

‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.

B. Madzhab Malikiyyah

Mazhab Maliki adalah satu dari empat mazhab fiqih atau hukum Islam

dalam Sunni. Dianut oleh sekitar 15% umat Muslim, kebanyakan di Afrika

Utara dan Afrika Barat. Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas.

Mazhab ini kebanyakan dianut oleh penduduk Tunisia, Maroko, al-Jazair,

Mesir Atas dan beberapa daerah taslim Afrika. Mazhab ini menjadi dasar hukum

di Arab Saudi.

Page 13: Fiqih X

Fiqih Kelas X 12

Biografi Imam Malik

Imam malik bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin

Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-

Asbahi. Lahir di Madinah pada tahun 712-796 M. Berasal dari keluarga Arab

yang terhormat dan berstatus sosial yang tinggi, baik sebelum datangnya Islam

maupun sesudahnya. tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek

moyangnya menganut Islam mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir

adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun ke dua

Hijriah.

Kakek dan ayahnya termasuk ulama hadis terpandang di Madinah. Oleh

sebab itu, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk

mencari ilmu, karena beliau merasa Madinah adalah kota sumber ilmu yang

berlimpah dengan ulama-ulama besarnya. Imam Malik menekuni pelajaran hadis

kepada ayah dan paman-pamannya. Beliau juga pernah berguru pada ulama-

ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nu’aim, Ibnu Syihab al-Zuhri, Abu Zinad,

Hasyim bin Urwa’, Yahya bin Said al-Anshari, Muhammad bin Munkadir,

Abdurrahman bin Hurmuz dan Imam Ja’far as-Shadiq.

Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan

dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat Khalifah, mulai dari al-Mansur, al-

Mahdi, Harun ar-Rasyid dan al-Makmun pernah jadi muridnya, bahkan ulama-

ulama besar seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba

ilmu darinya. Menurut sebuah riwayat disebutkan bahwa murid Imam Malik

yang terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri pengajaran Imam malik adalah

disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid terhadap gurunya.

Karya Imam malik terbesar adalah bukunya yang berjudul al-Muwatha’,

yaitu kitab fiqh yang berdasarkan himpunan hadis-hadis pilihan. Menurut

beberapa riwayat mengatakan, bahwa kitab al-Muwatha’ tersebut tidak akan ada

bila Imam Malik tidak dipaksa oleh Khalifah al-Mansur sebagai sanksi atas

penolakannya untuk datang ke Baghdad, dan sanksinya adalah mengumpulkan

hadis-hadis dan membukukannya. Awalnya Imam Malik enggan untuk

melakukannya, namun setelah dipikir-pikir tak ada salahnya melakukan hal

tersebut. Akhirnya lahirlah al-Muwatha’ yang ditulis pada masa khalifah

Page 14: Fiqih X

Fiqih Kelas X 13

Al-Mansur (754-775 M) dan selesai di masa khalifah al-Mahdi (775-785 M).

Semula kitab ini memuat 10.000 hadis, namun setelah diteliti ulang, Imam Malik

hanya memasukkan 1.720 hadis. Selain kitab tersebut, beliau juga mengarang

buku al-Mudawwanah al-Kubra.

Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan

Mazhab fiqihnya di kalangan sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki.

Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di dalam menetapkan

hukum.

Metodologi Imam Malik

Mazhab ini berpegang pada :

a) Al-Qur'an

b) Hadits Rasulullah yang dipandang sah

c) Ijma' ahlul Madinah. Terkadang menolak hadits yang berlawanan atau

yang tak diamalkan ulama Madinah

d) Qiyas

e) Al-Maslahah al-Mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau

dilarang oleh dalil tertentu)

C. Madzhab Syafi’iyyah

Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-

Syafi’i. Lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M). Berasal

dari keturunan bangsawan Quraisy dan masih merupakan keluarga jauh dari

Rasulullah SAW. Dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf

(kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi

Thalib r.a.

Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah

menuju Palestina. Setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke

rahmatullah. Kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi

yang sangat prihatin dan seba kekurangan. Pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya

kembali ke Mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari

ibu dan keluarganya secara lebih intensif.

Page 15: Fiqih X

Fiqih Kelas X 14

Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat al-Qur’an dengan

lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam al-Qur’an dalam perjalanannya dari

Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab al-Muwattha’ karangan

Imam Malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala.

Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun Badui Bani

Hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan

belajar fiqih dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat

itu, yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang

membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi

mufti kota Mekkah.

Namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena

semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau

mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak

jumlahnya, sama dengan banyaknya para murid beliau.

Meskipun Imam Syafi’i menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun

beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum, karena inti pemikirannya

terfokus pada dua cabang ilmu tersebut. Karena pembelaannya yang besar

terhadap sunnah Nabi maka beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah

Nabi). Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat

tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i

menyetarakan kedudukan sunnah dengan al-Qur’an dalam kaitannya sebagai

sumber hukum Islam. Karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan

oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh

Nabi dari pemahamannya terhadap al-Qur’an. Selain kedua sumber tersebut (Al

Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga

menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.

Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu kitab al-Risalah, al-Umm yang

mencakup isi beberapa kitabnya. Selain itu juga buku al-Musnad yang berisi

tentang hadis-hadis Rasulullah yang dihimpun dalam kitab al-Umm serta ikhtilaf

al-hadis.

Page 16: Fiqih X

Fiqih Kelas X 15

D. Madzhab Hanabilah (Hanbali)

Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal

bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin

Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah adz-Dzuhli asy-

Syaibaniy. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma’d

bin ‘Adnan. Yang berarti bertemu nasab pula dengan nabi Ibrahim. Ketika beliau

masih dalam kandungan, orang tua beliau pindah dari kota Marwa, tempat

tinggal sang ayah, ke kota Baghdad. Di kota itu beliau dilahirkan, tepatnya pada

bulan Rabi’ul Awwal – menurut pendapat yang paling masyhur – tahun 164

H/780 M. Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun,

ketika beliau baru berumur tiga tahun.

Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat itu,

kota Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan

manusia yang berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta penuh dengan

beragam jenis ilmu pengetahuan. Di sana tinggal para qari’, ahli hadits, para

sufi, ahli bahasa, filosof, dan sebagainya. Setelah itu, ia mengunjungi para ulama

terkenal di berbagai tempat seperti Kufah, Basrah, Syam, Yaman, Mekkah dan

Madinah. Beberapa gurunya antara lain Hammad bin Khalid, Ismail bil Aliyyah,

Muzaffar bin Mudrik, Walin bin Muslim dan Musa bin Tariq. Dari merekalah

Hanbali muda mendalami fikih, hadits, tafsir, kalam dan bahasa. Karena

kecerdasan dan ketekunannya, Hanbali dapat menyerap semua pelajaran dengan

baik.

Kecintaannya kepada ilmu begitu luar biasa. Karenanya, setiap kali

mendengar ada ulama terkenal di suatu tempat, ia rela menempuh perjalanan

jauh dan waktu lama hanya untuk menimba ilmu dari sang ulama. Menurut putra

sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Hanbali hafal hingga 700.000 hadits di

luar kepala. Hadits sejumlah itu, diseleksi secara ketat dan ditulisnya kembali

dalam kitab karyanya al-Musnad. Dalam kitab tersebut, hanya 40.000 hadits

yang dituliskan kembali dengan susunan berdasarkan tertib nama sahabat yang

meriwayatkan. Umumnya hadits dalam kitab ini berderajat shahih dan hanya

sedikit yang berderajat dha’if.

Page 17: Fiqih X

Fiqih Kelas X 16

Pada awalnya madzhab Hanbali hanya berkembang di Baghdad. Baru pada

abad ke-6 H, madzhab ini berkembang di Mesir. Perkembangan pesat terjadi

pada abad ke-11 dan ke-12 H, berkat usaha Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan Ibnu

Qayyim (w. 751 H). Kedua tokoh inilah yang membuka mata banyak orang

untuk memberikan perhatian pada fikih madzhab Hanbali, khususnya dalam

bidang muamalah. Kini, madzhab tersebut banyak dianut umat Islam di kawasan

Timur Tengah. Hasil karya Imam Hanbali tersebar luas di berbagai lembaga

pendidikan keagamaan. Beberapa kitab yang sampai kini jadi kajian antara lain

Tafsir Al-Qur'an, An-Nasikh wal Mansukh, Jawaban Al-Qur'an, At-Tarikh, Taat

ar-Rasul, dan al-Wara. Kitabnya yang paling terkenal adalah Musnad Ahmad

bin Hanbal.

D. ITTIBA’, TAQLID, TARJIH DAN TALFIQ

1. Ittiba’

Ittiba’ adalah bentuk mashdar dari kata ittaba’a, yang berarti mengikuti,

menyusul, mencari, meneladani dan mencontoh. Dikatakan apabila ittiba’

kepada al-Qur’an berarti mengikuti dan mengamalkan kandungan al-Qur’an.

Dan ittiba’ kepada Rasul SAW berarti meneladani, mencontoh dan mengikuti

jejak Rasulullah.

Sedangkan menurut istilah syar’I, ittiba’ adalah meneladani dan mencontoh

Nabi SAW di dalam keyakinan, perkataan, perbuatan dan di dalam perkara-

perkara yang ditinggalkannya. Ittiba’ kepada Nabi SAW di dalam keyakinan

akan terwujud dengan meyakini apa yang diyakini oleh Nabi SAW sesuai

dengan bagaimana beliau meyakininya – apakah merupakan kewajiban,

kebid’ahan ataukah merupakan pondasi dasar agama atau yang membatalkan

dan merusak kesempurnaannya – dengan alasan karena beliau meyakininya.

Ittiba’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perkataan akan

terwujud dengan melaksanakan kandungan dan makna-makna yang ada

padanya. Bukan dengan mengulang-ulang lafadz dan nashnya saja, tetapi dengan

mengamalkannya juga. Sebagai contoh sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa

sallam:

P�(�'�! Q%�5�N�;7�!�# � �5�6 %:(�'

Page 18: Fiqih X

Fiqih Kelas X 17

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”

Ittiba’ kepadanya adalah dengan melaksanakan shalat seperti shalat beliau.

Contoh untuk menjelaskan ittiba’ di dalam perbuatan; Jika kita ingin meneladani

Nabi SAW di dalam puasa beliau maka kita harus berpuasa sebagaimana tata

cara puasa yang dianjurkan oleh Nabi SAW, yaitu menahan diri dari segala hal

yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar shadiq sampai terbenamnya

matahari, dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Taqlid

Taqlid secara bahasa adalah meletakkan “qiladatun” (kalung) ke leher. Adapun

taqlid menurut istilah adalah mengikuti perkataan yang tidak ada hujjah-nya

(dalilnya). Adapun pembagian taqlid serta penjelasan hukum setiap bagian itu

adalah sebagai berikut:

a. Taqlid orang yang memiliki kemampuan berijtihad kepada seorang ulama

setelah tampak pada dirinya kebenaran berdasarkan dalil-dalil yang ada

dari Nabi saw, maka dalam hal ini tidak diperbolehkan baginya untuk

bertaqlid kepada orang yang bertentangan dengan apa yang telah

didapatnya itu (berupa kebenaran) berdasarkan ijma’ ulama.

b. Taqlid orang yang telah memenuhi kemampuan berijtihad kepada seorang

mujtahid lain sebelum dirinya mendapatkan hukum syar’i melalui

ijtihadnya, maka diperbolehkan baginya untuk bertaqlid kepada mujtahid

lainnya, sebagaimana dikatakan Syafi’i, Ahmad dan sekelompok ulama

dan ini merupakan pendapat yang paling tepat, dikarenakan dirinya

memiliki kemampuan untuk mendapatkan hukum syar’i maka dirinya

dibebankan untuk melakukan ijtihad untuk mengetahui hukum syar’i di

dalam permasalahan itu.

c. Taqlid seorang yang tidak memiliki kemampuan untuk menelaah dalil-

dalil dan mengeluarkan hukum-hukum darinya kepada seorang yang alim

yang telah memenuhi kemampuan ijtihad terhadap dalil-dalil syar’I, maka

ini diperbolehkan.

Page 19: Fiqih X

Fiqih Kelas X 18

# þθ è=t↔ó¡ sù Ÿ≅ ÷δr& Ì ò2 Ïe%!$# βÎ) óΟçFΖä. Ÿω šχθßϑn=÷è s? :��*�<R)S( Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu

tiada Mengetahui. (QS. Al Anbiya : 7)

d. Taqlid kepada orang-orang yang menentang syariat Islam, seperti nenek

moyang, tuan-tuan, pemimpin-pemimpin ashobiyah atau mengikuti hawa

nafsu, maka taqlid yang seperti ini adalah diharamkan menurut ijma’

ulama. Allah SWT berfirman:

# sŒÎ)uρ Ÿ≅ŠÏ% ãΝßγs9 (#θãèÎ7®? $# !$ tΒ tΑ t“Ρ r& ª!$# (#θä9$s% ö≅t/ ßìÎ6 ®KtΡ !$tΒ $ uΖø‹x! ø9 r& ϵ ø‹n=tã !$tΡ u!$t/# u 3 öθ s9 uρr& šχ%x.

öΝèδäτ!$ t/# u Ÿω šχθè=É) ÷è tƒ $ \↔ø‹x© Ÿωuρ tβρ߉ tGôγtƒ :�2T��)USL( Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah

diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya

mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang

kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang

mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat

petunjuk?" (QS. Al Baqarah : 170)

3. Tarjih

Menurut bahasa tarjih adalah membuat sesuatu cenderung atau mengalahkan.

Menurut istilah ushul fiqh, tarjih adalah menguatkan salah satu dari dua dalil

yang dzanni (dugaan) untuk dapat diamalkan.

Berdasarkan definisi di atas, diketahui bahwa dua dalil yang bertentangan dan

akan di-tarjih salah satunya itu sama-sama dzanni (masih samar). Berbeda

dengan itu, menurut kalangan Hanafiyyah, dua dalil yang bertentangan yang

akan di-tarjih salah satunya itu bisa jadi sama-sama qath’I (pasti), atau sama-

sama dzanni (samar). Oleh sebab itu, mereka mendefinisikan tarjih sebagai

upaya mencari keunggulan salah satu dari dua dalil yang sama atas yang lain.

Dalam definisi itu tidak dibatasi dengan dua dalil yang dzanni saja.

4. Talfiq

Ialah mengikut pendapat (bertaklid) satu imam dalam satu masalah, kemudian

bertaklid kepada imam lain dalam masalah lain. Contoh, mengambil wudhu

mengikuti cara Hanafi dan shalatnya mengikuti cara Syafiii. Ataupun, pada hari

ini dia shalat mengikuti pendapat Syafi’i dengan membaca bismillah, esoknya

Page 20: Fiqih X

Fiqih Kelas X 19

dia shalat mengikut pendapat Hanafi dengan tidak membaca bismillah. Hal

inilah yang dikatakan sebagai talfiq.

Kebanyakkan ulama membagi talfiq menjadi dua macam:

a. Mengambil pendapat yang paling ringan di antara mazhab-mazhab dalam

beberapa masalah yang berbeda. Contoh: Berwudu mengikuti madzhab

Hanafi dan shalat mengikuti madzhab Maliki.

Apa hukumnya? Menurut para ulama, talfiq dengan cara begini itu

dibenarkan, karena dia mengamalkan pendapat yang berbeda dalam dua

masalah yang berbeda, wudhu dan shalat.

Talfiq begini dibenarkan dalam bidang ibadah dan muamalat sebagai

keringanan dan rahmat dari Allah Taala terhadap umat Muhamad.

Contoh lain, Ali berwudhu menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh

Syafi’i. Pada waktu lain dia berwudhu menurut syarat-syarat yang

ditetapkan oleh Hanafi.

Talfiq seperti ini dibenarkan karena wudhu pertama yang menurut syarat

Syafi’i telah selesai dan digunakan untuk satu ibadah hingga selesai.

Kemudian wudhu keduanya menurut Hanafi juga selesai dan digunakan

untuk tujuan tertentu hingga selesai. Jelasnya ia dilakukan, sekalipun

masalahnya sama tetapi dalam peristiwa yang berbeda.

b. Mengambil pendapat yang paling ringan di antara mazhab-mazhab dalam

satu masalah. Talfiq begini tidak benarkan.

Contoh, Ali bernikah tidak menggunakan wali karena ikut Hanafi. Dia tidak

memakai dua saksi karena mengikuti pendapat Maliki.

Pernikahan seperti ini adalah batal/tidak sah.

Page 21: Fiqih X

Fiqih Kelas X 20

BAB II

THAHARAH (BERSUCI)

A. PENGERTIAN DAN DALILNYA

Pengertian Thaharah

Secara etimologi, kata thaharah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata

�2�=�E V �2�=�W�7– >2 �=�E– >��#��=�E yang berarti suci, lawan dari haid. Seorang wanita

dikatakan suci apabila dia sudah selesai masa haidnya. Pengertian kata �2�=�E ini

tergambar dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

) ...�,�2�=�E��O �>;����3 �-�N���6 �" Z�, :�?[�\]( Jika kamu junub (berhadats besa) maka bersucilah… (QS. Al-Maidah: 6)

Kesucian ini tidak hanya berarti suci dari haid saja, tetapi juga suci dari najis dan

kotoran bathin, seperti kesucian diri dari perbuatan keji dan kesucian dari akhlak yang

tercela.

Menurut istilah fiqh, thaharah adalah:

���̂ ��� �_����̀ ��� �_�O�# a�2:;N�� � + 5 �b�� �_�O�# �,�! ���5��� � Ac�$���d �,�! Ae�?�� �� � ��f����g�� � �5�* O ����,

Menghilangkan hadats atau najis yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah

sejenisnya dengan air, atau menghilangkan hukumnya (hadats dan najis) dengan tanah

Dengan kata lain, thaharah merupakan keadaan yang terjadi sebagai akibat

hilangnya hadats atau najis. Oleh karena itu, bersuci itu ada dua bagian yaitu:

1. Bersuci dari hadats (sesuatu yang ada (menempel) pada badan). Seperti mandi,

mengambil air wudhu dan tayamum.

2. Bersuci dari najis (sesuatu yang menempel pada badan, pakaian dan tempat).

Dalil Thaharah

Banyak sekali dalil-dalil yang menganjurkan atau memerintahkan untuk bersuci,

terutama dalam firman Allah SWT. Di antaranya adalah:

Surat al-Baqarah ayat 222:

Page 22: Fiqih X

Fiqih Kelas X 21

���7 2�=�W�N�5�� :h �i �, � �j ��%�;N� :h �i � � �" Z ) :�2T��kkk( Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan membersihkan

diri (bersuci). (QS. Al-Baqarah: 222)

Surat al-Maidah ayat 6:

..�,�2�=�E��O �>;����3 �-�N���6 �" Z�,) . :�?[�\]( Jika kamu junub (berhadats besa) maka bersucilah… (QS. Al-Maidah: 6)

B. ALAT BERSUCI

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa bersuci bisa dikatakan sah apabila

dilakukan air dan tanah. Oleh karena itu, air dan tanah merupakan alat atau sarana untuk

bersuci. Air dipergunakan untuk berwudhu atau mandi junub, sedangkan tanah dapat

dipergunakan untuk bertayamum (sebagai ganti dari wudhu atau mandi ketika tidak

ditemukannya air). Dan kedua sarana ini digunakan untuk bersuci dari hadats kecil atau

hadats besar.

Air dan Macam-Macamnya

Air sebagai sarana thaharah terbagi ke dalam beberapa macam, yaitu:

1. Air yang suci dan mensucikan (air mutlak). Yaitu air yang suci zatnya dan dapat

mensucikan hadats atau najis, seperti air hujan, air sumur, air salju, air mata air,

air sungai, air laut dan air embun. Berkaitan dengan air jenis ini, Allah SWT

berfirman:

$ uΖø9 t“Ρ r&uρ z ÏΒ Ï!$yϑ¡¡9 $# [!$ tΒ # Y‘θ ßγsÛ ) :"�.2l�MK( Dan Dia (Allah SWT) yang telah menurunkan air yang suci dari langit. (QS. Al-

Furqon: 48)

ãΑ Íi”t∴ ãƒuρ Νä3ø‹n=tæ z ÏiΒ Ï!$ yϑ¡¡9 $# [ !$tΒ Νä. t ÎdγsÜ ã‹Ïj9 ϵ Î/ ) :&�l<RUU( Dan (Dia) menurunkan bagimu air dari langit supaya kamu menyucikan

dengannya. (QS. Al-Anfal: 11)

�� �� �! � 9 �f �2 �;7 �2 �� �# 1 �P �� �� �� �+ �! �" ��� � m �' �)( �� �� �( �* + �, �$ �( �- �. �&� �f ... �% �W� �= �% �# �� �n� �4

�o :� �� �* �N; �N; �+ (p*8' q7?� rf Ir�s� &�., c�5t 4,#) Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi SAW bersabda: … dia (laut) suci airnya

dan halal bangkainya. (HR. al-Khamsah)

Page 23: Fiqih X

Fiqih Kelas X 22

Air akan tetap suci-mensucikan apabila air tersebut tidak mengalami perubahan

dengan kehilangan keadaan atau sifatnya, baik perubahan pada salah satu dari

sifat air yang tiga (warna, rasa dan bau). Apabila mengalami perubahan maka

air tersebut sudah berubah dari bentuk air yang suci-mensucikan. Perubahan itu

adalah sebagai berikut:

a. Berubah dengan sebab tempatnya. Seperti air yang tergenang atau mengalir

di batu belerang.

b. Berubah karena tidak mengalir, seperti air kolam.

c. Berubah karena suatu yang terjadi padanya, seperti berubah karena ikan

atau lainnya.

d. Berubah dengan sebab tanah yang suci atau segala perubahan yang sukar

memeliharanya, seperti berubah oleh sebab daun-daunan yang jatuh dari

pohon yang berdekatan dengan tempat air tersebut.

2. Air suci tapi tidak mensucikan. Adalah air yang zatnya suci tetapi tidak sah

untuk dipakai bersuci. Yang termasuk ke dalam bagian ini adalah:

a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya dengan sebab bercampur dengan

suatu benda yang suci (selain dari perubahan di atas), seperti air kopi, air teh

dan sebagainya.

b. Air sedikit yang kurang dari dua qullah1, sudah terpakai untuk mengangkat

hadats atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air tersebut tidak

berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.

c. Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari

lekukan pohon kayu (air nira), air kelapa dan lain sebagainya.

3. Air najis. Air yang termasuk bagian ini ada dua macam, yaitu:

a. Sudah berubah salah satu sifatnya dengan kejatuhan najis. Air ini tidak

boleh dipakai lagi, baik itu airnya banyak atau sedikit, hukumnya sama

seperti najis.

1 Banyaknya air dua qullah apabila tempatnya persegi empat, maka panjang 1 ¼ hasta, lebar 1 ¼ hasta

dan dalamnya 1 ¼ hasta. Apabila tempatnya bundar maka garis tengahnya 1 hasta, dalamnya 2 ¼ hasta

dan keliling 3 1/7 hasta.

Page 24: Fiqih X

Fiqih Kelas X 23

b. Air najis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Kalau air ini sedikit

(kurang dua qullah) maka air ini tidak boleh dipakai. Tapi apabila air itu

banyak (dua qullah atau lebih), selama air itu tidak berubah sifat-sifatnya,

maka air itu hukumnya suci-mensucikan. Sabda Rasulullah SAW:

�. �&� �# �$ �% �& � �' �)( �� �� �( �* + �, �$ �( �- Z : �u �6 �"� �� �5 ��� �;. �(; �;N �j ��v �;7 �� �w �� �+ �B �P �� 4,#)(c�5t

Rasulullah SAW bersabda: apabila air itu cukup dua qullah tidaklah

dinajisi sesuatu apapun. (HR. Lima ahli hadits)

4. Air yang makruh dipakai untuk bersuci. Seperti air terjemur oleh matahari (air

musyammas) dalam bejana (selain bejana emas dan perak), air ini makruh

dipakai untuk badan dan pakaian karena dapat merusaknya. Kecuali air yang

terjemur di tanah sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka yang bukan bejana

yang mungkin akan berkarat.

Bersuci dengan Tanah

Tanah merupakan salah satu alat atau sarana untuk bersuci selain air. Tanah

dapat digunakan untuk bersuci apabila di sekeliling kita tidak ditemukan air untuk

bersuci, baik itu untuk berwudhu ataupun mandi junub. Seseorang yang bersuci dengan

tanah disebut orang yang bertayamum. Allah SWT berfirman:

βÎ)uρ ΛäΨ ä. # yÌ ó£∆ ÷ρ r& 4’n?tã @ x!y™ ÷ρ r& u!$ y_ Ó‰tn r& Νä3Ψ ÏiΒ z ÏiΒ ÅÝÍ←!$ tó ø9 $# ÷ρr& ãΛäó¡yϑ≈s9 u!$ |¡ ÏiΨ9$# öΝn=sù (#ρ߉Åg rB [!$tΒ (#θßϑ£ϑ u‹tFsù

# Y‰‹Ïè|¹ $ Y7ÍhŠsÛ (#θßs |¡øΒ $$ sù öΝä3 Ïδθã_ âθÎ/ öΝä3ƒÏ‰ ÷ƒr& uρ ) :�����Mx( Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau ingin buang air besar atau menyentuh

wanita, lalu kamu tidak memperoleh air maka bertayamumlah dengan tanah yang

bersih. Sapulah muka dan kedua tanganmu. (QS. An-Nisa: 43)

�� �� �! � 9 �! �� ��� �c �! �" �� � m� �' �)( �� �� �( �* + �, �$ �( �- �. �&� �3 : g �( � �� �;� � � �R �# �y �6 :( ��= �� �� w >? �, �;z �2 �;� �;N �= � �E �= �% >#(?{! 4,#)

Dari Abu Umamah bahwa Nabi SAW bersabda: dijadikanlah bagi kita bumi dan semua

isinya sebagai tempat sujud dan tanahnya suci. (HR. Ahmad)

Mengenai tayammum akan dijelaskan pada bab tersendiri.

Page 25: Fiqih X

Fiqih Kelas X 24

C. HADATS DAN NAJIS

Hadats

Hadats terdiri dari dua macam, yaitu:

a. Hadats Kecil, yaitu suatu keadaan seseorang yang dapat disucikan dengan

cara berwudhu atau tayamum (sebagai ganti dari wudhu’). Orang yang tidak

berwudhu disebut berhadats kecil.

b. Hadats Besar, yaitu suatu keadaan seseorang yang harus disucikan dengan

cara mandi junub atau tayamum (sebagai ganti dari mandi). Seperti yang

terjadi pada orang yang sedang junub dan wanita haid.

Najis

Benda-benda najis yang harus dihindari dan disucikan baik ketika shalat, makan,

minum atau lain sebaginya, adalah sebagai berikut:

- Air kencing (bawl)

- Kotoran (ghaith)

- Air mani

- Anjing dan babi

- Darah

- Minum keras

- Bangkai

- Orang kafir, baik ahlul kitab atau bukan, Nashibi (orang yang memusuhi

keluarga Rasulullah dan para pengikutnya), Khariji (kaum Khawarij)

Jika pakaian, kain atau bejana dan yang lainnya terkena najis maka wajib

disucikan oleh air yang suci-mensucikan.

Apabila seseorang telah buang air kecil, maka dianjurkan untuk meng-istibra’-

kan tempat keluar air kencing, kemudian dibersihkan dengan air sebanyak dua kali. Dan

apabila telah buang air besar, maka tempat keluar harus dicuci hingga bersih.

Kaifiat (cara) Mensucikan Najis

Cara untuk mensucikan benda yang terkena najis dibagi tiga berdasarkan bentuk

najisnya, yaitu

Page 26: Fiqih X

Fiqih Kelas X 25

1. Najis Mughaladhah (berat). Adalah sesuatu yang terkena anjing. Cara

mensucikannya adalah dibasuh tujuh kali, dan satu kali di antara tujuh

basuhan itu hendaklah airnya dicampur dengan tanah. Rasulullah SAW

bersabda:

+(�|7 "! h(b� +*O }�, uZ -6?�! ��<Z #%=E :-($, +*(� � )(' m�� &�.(-(�� 4,#) as��� �f 0 ,! ~2� _�$

Cara mensucikan bejana apabila dijilat anjing hendaklah dibasuh tujuh kali

dan hendaklah dicampur dengan tanah (pada salah satu tujuh basuhan

tersebut). (HR. Muslim).

2. Najis Mukhaffafah (ringan), seperti kencingnya anak laki-laki yang belum

makan-makanan selain dari susu ibunya. Cara mensucikan najis ini adalah

dengan memercikkan air atas benda yang terkena najis tersebut, meskipun

tidak mengalir. Adapun apabila mensucikan kencingnya anak perempuan

yang belum makan makan-makanan selain dari susu ibunya adalah

membasuh sampai air tersebut mengalir di atas benda yang terkena najis itu,

sehingga hilangnya zat dan sifat najis tersebut, sebagaimana mencuci

kencing orang dewasa.

3. Najis Mutawasitthah (pertengahan), yaitu najis yang berbeda dengan dua

macam najis di atas. Najis ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Najis Hukmiyah, yaitu najis yang tidak lagi nyata zatnya, baunya,

rasanya dan warnanya. Seperti kencing yang sudah kering, sehingga

sifat-sifat hilang. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air di

atas benda yang terkena najis tersebut.

b. Najis ‘Ainiyah, yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa atau baunya;

kecuali warna atau bau yang sangat sukar hilang, maka sifat ini

dimaafkan. Cara mensucikannya adalah dengan menghilangkan zat,

rasa, warna dan baunya najis tersebut.

Ada beberapa jenis najis yang dimaafkan dalam shalat, yaitu:

a. Darah yang melekat di badan atau pakaian, baik karena penyakit atau luka biasa,

tetapi keduanya tetap dianjurkan untuk dibersihkan dari badan dan pakaian.

Tolak ukur pemaafan terhadap darah tersebut adalah: pertama, sulitnya

Page 27: Fiqih X

Fiqih Kelas X 26

mensucikan anggota badan atau mengganti pakaian yang terkena darah; kedua,

tidak menyulitkan tetapi memberatkan kepada pelakunya. Contoh, darah wasir

atau luka dalam apabila muncul kepermukaan.

b. Lebar darah hanya selebar bulatan (ujung) jari telunjuk, dan darah tersebut darah

haid, nifas, istihadhah, darah bangkai atau darah binatang buas. Apabila letak

darah tersebut terpencar-pencar, baik di badan atau pakaian, maka dapat

dimaafkan apabila jumlah keseleruhannya tidak melebihi lebar bulatan itu.

c. Apabila darah tersebut melekat pada pakaian, dimana shalat akan dianggap sah

tanpa mengenakannya, atau shalat dianggap batal apabila mengenakannya.

d. Benda najis yang sudah menyatu dalam tubuh manusia. Seperti darah yang

sudah ditransfusikan, arak yang sudah diminum, benang najis (saat operasi) yang

sudah dijahitkan.

e. Pakaian orang yang tugasnya selalu merawat bayi, baik dia selaku ibu bayi

tersebut atau sebagai juru rawat (baby sitter). Hal ini diperbolehkan, walaupun

untuk lebih utamanya dia mandi.

D. Darah yang Keluar Dari Rahim Wanita (Haid, Istihadhah dan Nifas)

HAID

Darah Haid (menstruasi) adalah darah yang keluar bersamaan dengan dorongan

dan rasa panas. Darah tersebut datang pada wanita setiap bulannya (datang

bulan) dengan warna merah agak kehitam-hitaman. Adapun lamanya antara tiga

sampai sepuluh hari. Apabila kurang dari tiga hari atau lebih dari sepuluh tidak

lagi disebut darah haid.

��;7! �2G� 42�6!, ��;7! c�^� �*o "%b7 �� �.! ,�^�� +*(� ����� ���� &�., Imam as-Shadiq berkata: masa paling singkat haid adalah tiga hari dan paling

lama ialah sepuluh hari. Apabila kurang satu jam dari tigas hari dinamakan

istihadhah dan tidak dinakaman haid lagi. Begitu pula halnya kalau lebih dari

sepuluh hari.

ISTIHADHAH

Darah istihadhah adalah darah yang keluar selain pada hari-hari haid dan tidak

memiliki sifat-sifat seperti darah haid. Keluarnya darah tersebut tidak memiliki

Page 28: Fiqih X

Fiqih Kelas X 27

batas waktu, adapun warnanya juga merah kekuning-kuningan dan dapat terjadi

kapan saja.

Wanita yang mengeluarkan darah istihadhah dalam ukuran banyak dia wajib

mandi lima kali dalam sehari pada setiap akan melakukan shalat (apabila dia

memisahkan setiap shalat pada waktunya masing-masing) atau tiga kali dalam

sehari (apabila dia menjama’ antara dhuhur dengan ashar dan maghrib dan isya).

Kalau yang keluar darah istihadhah berukuran sedang, dia harus mandi sekali

sehari sebelum melakukan shalat shubuh, dan setelah mandi harus memkai kapas

pembalut kemudian mengambil wudhu.

Adapun bagi wanita yang mengeluarkan darah istihadhah sedikit, hanya

diharuskan memperbaharui wudhu setiap akan melakukan shalat dengan

didahului membersihkan darah yang ada dan mengganti kapas pembalutnya.

Jika dilihat dari bentuk keluarnya, ketiga jenis darah istihadhah ini dapat dibagi

menjadi dua macam, yaitu: pertama, keluarnya darah hanya sesaat; kedua,

keluarnya darah terus menerus tidak ada henti.

Untuk macam yang pertama, cara yang harus dilakukan sebelum melakukan

shalat adalah menunggu sampai berhentinya darah yang keluar. Setelah itu

wudhu (untuk yang sedikit), atau mandi sekali sehari pada waktu fajar (untuk

yang sedang), atau tiga kali sehari (untuk yang banyak). Kemudian

membalutnya dengan kapas baru kemudian mengerjakan shalat.

Bagi yang mengalami bentuk kedua, diharuskan wudhu (bagi yang sedikit), atau

mandi (bagi yang banyak dan sedang) pada saat masuknya waktu shalat.

Kemudian diwajibkan meletakkan air di sampingnya saat melakukan shalat,

guna untuk mengulang wudhu setiap darah keluar dipertengahan shalat, dengan

tetap melanjutkan shalatnya (baik keadaannya maupun bilangan rakaatnya).

Misalnya, ketika saat berdiri atau sujud darah keluar, dia harus berwudhu

terlebih dahulu kemudian kembali berdiri dan sujud (untuk melanjutkan shalat).

Begitu pula hukumnya bagi orang yang terkena penyakiy diare atau kencing

yang berkesinambungan (beser).

NIFAS

Page 29: Fiqih X

Fiqih Kelas X 28

Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan, warnanya sepertinya darah

segar (merah kekuning-kuningan) yang dimulai dari keluarnya janin. Adapun

jangka waktunya ada yang singkat (yaitu saat keluarnya janin tidak disertai

dengan keluarnya darah, dalam hal ini wanita tersebut boleh langsung mandi

besar), dan paling lamanya adalah sepuluh hari. Untuk lebih baiknya setelah hari

kesepuluh dia merangkap dua pekerjaan, yaitu:

Pertama, sebagai seorang yang sedang nifas, dengan tidak menyentuh al-Qur’an

atau berdiam di masjid.

Kedua, sebagai orang yang sedang istihadhah, dengan tetap melakukan shalat

lima waktu sampai hari kedelapan belas. Setelah itu apabila ia masih

mengeluarkan darah, dia hanya melakukan pekerjaan sebagai orang istihadhah

(wajib shalat dan boleh menyentuh al-Qur’an atau berdiam di masjid). Jadi pada

hari kesebelas sampai kedelapan belas dia tetap diharuskan shalat seperti

biasanya, tetapi dia dilarang untuk menyentuh tulisan-tulisan al-Qur’an atau

berdiamdi masjid.

qb� <�6 �� �=��;7! �^�� �� �bz ���l�� �^�� +*(� ����� ���� &�.c1�8N�\ �5� �5gz, ��|z � (�=/*� j� �!) �=*O

Imam as-Shadiq berkata: wanita-wanita yang sedang nifas (bersalin) dilarang

mengerjakan shalat selama masa haidnya (tiga sampai sepuluh hari). Setelah

dia diwajibkan mandi sebagai mandi janabat, namun jika darah masih keluar

maka diharuskan baginya untuk mengerjakan pekerjaan yang dibolehkan bagi

orang yang sedang istihadhah (tanpa melakukan shalat).

Page 30: Fiqih X

Fiqih Kelas X 29

BAB III

TATA CARA BERSUCI

A. ISTINJA’

Secara etimologi, istinja’ berasal dari kata �% �w���, yang artinya adalah benda yang

keluar dari perut. Kata )�w���;N �$ berarti membasuh dengan air atau menyapu dengan batu.

Secara terminologi, istinja’ adalah menghilangkan najis yang keluar dari qubul

atau dubur, baik dengan membasuh maupun dengan menyapu atau menyeka. Secara

khusus membersihkan najis dengan batu atau benda-benda keras lainnya disebut

istijmar.

Hukum istinja’ adalah wajib, demikian menurut pendapat jumhur ulama.

Kewajiban itu terjadi apabila najis keluar melewati tempatnya (qubul atau dubur).

Dengan kata lain istinja’ diwajibkan setelah buang air kecil dan besar. Alasannya

adalah:

t“ ô_ ”9 $#uρ öàf ÷δ$$sù :2�?\)( Dan segala kotoran itu hendaklah engkau jauhi. (QS. Al-Mudatstsir: 5)

hWN�*(O �[�|� �Z -6?�! hfu uZ :&�. -($, +*(� � )(' m�� "! cG[�� ��

(�,� %�! 4,#) +�� ��� ���O #�w�! c�^��

Dari Aisyah ra. bahwa Nabi SAW bersabda: apabila salah seorang kamu pergi

buang air besar, maka hendaklah dibaguskan (dihilangkan) dengan tiga batu.

Sesungguhnya hal itu memadai. (HR. Abu Daud)

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, kewajiban istinja’ hanya ketika terjadi pada

waktu buang air kecil atau besar. Tetapi, hukumnya menjadi sunnah muakkad apabila

membersihkannya bagi laki-laki maupun perempuan ketika hendak melaksanakan

Page 31: Fiqih X

Fiqih Kelas X 30

shalat, meskipun ia tidak buang air kecil atau besar, karena seseorang tidak ada yang

mengetahui secara pasti apa yang terjadi pada kedua saluran itu.

Membasuh atau menyapu kedua tempat keluar najis itu tidak ada ketentuan

jumlahnya; yang menjadi tujuan dari membasuh atau menyapu itu adalah tercapainya

kebersihan. Hal itu dapat tercapai dengan satu, dua atau tiga kali sapuan, kalau perlu

lebih dari itu lebih baik.

Hukum ber istinja’ dengan tulang dan tahi binatang , menurut para fuqaha,

adalah makruh tahrim. Sesuai sabda Nabi SAW:

4,#) �2g� ,! -�g� p5�N7 "! -($, +*(� � )(' m�� )� � ?�� �� 2��3 ��

(?3,�%�!, -(��, ?{!

Dari Jabir bin Abdullah, Nabi SAW melarang seseorang untuk mengusap

(beristinja’) dengan tulang atau tahi binatang. (HR. Ahmad, Muslim dan Abu

Daud)

Begitu juga makruh hukumnya (makruh tahrim) ber istinja’ dengan batu bata,

tembikar, kaca, makanan manusia atau hewan dan semua benda-benda yang bermanfaat.

Rukun, Sunnah dan Makruh Istinja’

Rukun istinja’ adalah sebagai berikut:

1. Mustanji’, yaitu orang yang ber-istinja’.

2. Mustanji’ bih, yaitu alat untuk ber-istinja’. Seperti air dan batu.

3. Mustanji’ minhu, yaitu najis yang keluar dari dua jalan.

4. Qubul atau dubur yang akan dibasuh

Sunnah ber istinja’ adalah sebagai berikut:

1. Ber-istinja’ dengan batu atau daun-daunan (benda yang keras dan dapat

menyerap) yang tidak terhormat.

2. Membersihkan sebanyak tiga kali (bagi golongan Hanafiyah dan

Malikiyah).

3. Tidak ber-istinja’ dengan tangan kanan kecuali ada udzur.

Page 32: Fiqih X

Fiqih Kelas X 31

4. Istinja’ di tempat yang tertutup.

5. Orang yang ber-istinja’ dengan air hendaklah menggosokkan tangannya ke

tanah kemudian dibasuh dengan sabun atau yang lainnya.

6. Menyeka tempat duduk sebelum berdiri.

7. Mendahulukan ber-istinja’ pada qubul kemudian dubur.

Beberapa hal yang memakruhkan istinja’ adalah sebagai berikut:

1. Menghadap dan membelakangi kiblat.

2. Buang air kecil atau besar ke dalam air, sekalipun air itu mengalir.

3. Istinja’ di pinggir sungai, sumur, kolam, mata air, di bawah pohon kayu

yang berbuah atau tanaman lainnya dan di tempat-tempat peristirahatan.

4. Istinja’ di samping masjid, musholla, kuburan dan di jalan yang dilalui

manusia.

5. Buang air kecil atau besar dalam keadaan berdiri atau tidak berpakaian

tanpa udzur.

6. Istinja’ di tempat mandi atau beruduk

B. ISTIJMAR

Istijmar adalah ber-istinja’ dengan menggunakan batu atau benda-benda sejenis

lainnya, dengan sekurang-kurangnya tiga buah batu atau tiga penjuru dari sebuah batu

dengan syarat najis yang hendak dibersihkan itu tidak kering; najis tidak merebak ke

bagian lain; najis tidak bercampur dengan najis yang lain. Apabila tidak dapat

memenuhi syarat-syarat tersebut, maka hendaklah menggunakan air.

Sabda Rasulullah SAW:

(-(��, I#�J�� 4,#) 2z, 25wN�*(O -6?�! 25wN$ uZ

Apabila seseorang dari kamu ber-istinja’ dengan batu (istijmar), maka

hendaklah ganjil. (HR. Bukhari-Muslim)

e^� �� �.�� Pw�N�< "! -($, +*(� � )(' � &%$# �;<�� :"�5($ &�.

(-(�� 4,#) #�w�!

Page 33: Fiqih X

Fiqih Kelas X 32

Salman bekata: Rasulullah SAW telah melarang kita ber-istinja’ dengan kurang

dari tiga buah batu. (HR. Muslim)

Dalam hadits ini disebutkan bahwa ber-istijmar sekurang-kurangnya dengan tiga

buah batu atau satu batu yang mempunyai tiga sudut. Yang dimaksud dengan batu di

sini adalah setiap benda yang keras, suci dan kesat (kasar), seperti kayu, tembikar dan

sebagainya. Adapun benda yang licin, seperti kaca, tidak sah buat istinja’, karena tidak

dapat menghilangkan najis. Demikian pula benda-benda yang dihormati, seperti

makanan dan sebagainya, karena mubadzir.

C. WUDHU

Wudhu secara etimologi berarti kebersihan ( �c�O������). Kata �%1�%��, dengan

dhammah ,%� adalah nama bagi suatu perbuatan, yaitu menggunakan air bagi anggota

badan tertentu. Sedangkan �%1�%�, dengan fathah ,%� adalah nama air yang dipakai

untuk berwudhu.

Secara terminologi, Wahbah Zuhaily, seorang ahli fiqh, mendefinisikan wudhu

dengan:

F2G� � c'%�� cl' )(� cg�#R ��/�R � #%=E ��� &�5gN$Z

Memakai air yang suci pada anggota badan yang empat (muka, dua tangan,

kepala dan dua kaki) berdasarkan sifat yang ditentukan oleh syara’

Pada dasarnya hukum wudhu adalah wajib, dan disyari’atkan berdasarkan

firman Allah SWT:

Page 34: Fiqih X

Fiqih Kelas X 33

$pκ š‰ r'¯≈ tƒ š Ï%©!$# (#þθ ãΨtΒ#u #sŒÎ) óΟçF ôϑè% ’ n< Î) Íο 4θ n=¢Á9 $# (#θ è=Å¡ øî$$sù

öΝ ä3 yδθ ã_ãρ öΝä3tƒ ω ÷ƒ r&uρ ’ n< Î) È,Ïù# tyϑø9 $# (#θ ßs |¡øΒ$#uρ öΝ ä3Å™ρ âãÎ/

öΝ à6 n=ã_ ö‘r&uρ ’ n<Î) È÷t6 ÷è s3 ø9 $# 4 :�?[�\)]( Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu hendak mendirikan shalat maka

basuhlah mukamu, tanganmu sampai siku, dan sapulah kepala dan kakimu

sampai mata kaki. (QS. Al-Maidah: 6)

Fardhu Wudhu

Berdasaarkan surat al-Maidah ayat 6, yang menjadi fardhu wudhu hanya empat,

yaitu:

1. Membasuh muka. Membasuh adalah mengalirkan air ke anggota badan yang

dibasuh dengan menyiramnya, paling kurang dua kali siram. Batas

membasuh muka adalah antara tempat yang biasa tumbuh rambut di dahi

sampai dagu, atau mulai dari atas kening sampai ke bawah dagu. Dan batas

lebarnya antara dua anak telinga kiri dan kanan.

2. Membasuh dua tangan hingga siku. Menurut jumhur ulama, hukum

membasuh siku adalah wajib seperti halnya membasuh pergelangan. Karena

kata �Z dalam ayat mengandung arti _� (bersamaan). Dengan demikian

pengertian ayat adalah “basuhlah tanganmu bersamaan dengan siku”. Orang

yang terpotong tangannya sampai siku, maka wajib membasuh ujung tulang

lengannya (siku) yang masih ada. Tetapi kalau yang terpotong itu di atas

siku, maka disunnahkan membasuh lengannya yang masih tersis, jumhur

ulama berpendapat bahwa bila seseorang memakai cincin, maka wajib

menggerak-gerakkannya pada saat membasuh, berdasarkan hadits berikut:

� )(' m�� "�6 _O# �� �� +3�� �� 4,#) +N��� ��2� �;1%z uZ -($, +*(� (�W.#?�,

Page 35: Fiqih X

Fiqih Kelas X 34

Dari Ibu Rafi’, bahwa Nabi SAW apabila berwudhu beliau menggerakkan

cincinnya. (HR. Ibn Majah dan al-Daruquthni)

3. Menyapu kepala. Yang termasuk kepala adalah tempat tumbuh rambut yang

biasa mulai dari atas kening sampai kepada tengkuk (bagian belakang

kepala), termasuk ke dalamnya pelipis yang terletak antara mata dan telinga.

Rasulullah bersabda:

��.�O +7?*� +$!# p�� -($, +*(� � )(' � &%$# "! ?7� �� �?�� ��

u � +$!# �?T� !?� 2��!, �5� +�� !?� Ir� "�b\ �Z ���# � 4�l. �Z �5� hf

(c��5� 4,#)

Dari Abdullah bin Zaid, bahwa Rasulullah SAW menyapu kepalanya

dengan kedua kedua tangannya, lalu beliau mengedapan dan

mengebelakangkannya yang dimulai dari kepala bagian depan. Kemudian

beliau melangsungkan ke tengkuknya dan mengembalikannya ke tempat

semula. (HR. al-Jama’ah)

4. Membasuh dua kaki hingga mata kaki. Nabi SAW bersabda:

2�! �56 +$!# p�` � ...&�. -($, +*(� )(' � &%$# "! c��� �� ,25� ��

2�! �56 jN�gb� �Z +*�?. ��|7 � �(?{! 4,#) �

Dari Amr bin ‘Absah…. Kemudian dia menyapu kepalanya sebagaimana

diperintah Allah, kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga mata kaki

sebagaimana diperintahkan Allah. (HR. Ahmad)

Sunnah Wudhu

1. Membaca bismillah pada permulaan wudhu

2. Membasuh dua telapak tangan sampai pergelangan

3. Berkumur-kumur

4. Memasukkan air ke hidung (istinsyaq)

5. Menyapu seluruh kepala

6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam

Page 36: Fiqih X

Fiqih Kelas X 35

7. Mendahulukan anggota badan kanan daripada kiri

8. Membasuh tiap-tiap anggota tiga kali

9. Berturut-turut antara antara anggota satu dengan lainnya

Batal Wudhu

Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu seseorang adalah sebagai berikut:

1. Keluar sesuatu dari dua pintu atau salah satu dari keduanya

2. Hilang akal

3. Bersentuh kulit laki-laki dengan kulit perempuan

4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan (baik

kemaluan sendiri maupun kemaluan orang lain)

D. MANDI JUNUB

Mandi menurut bahasa adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia

dengan cara mengalirkan air ke badannya. Dalam bahasa Arab disebut dengan al-gusl

( �� ���|��). Pengertian al-gusl juga mencakup kepada air yang dipergunakan untuk mandi.

Adapun menurut istilah, mandi adalah menggunakan (mengalirkan) air yang suci

untuk seluruh badan dengan cara yang ditentukan oleh syara’.

Para ahli fiqh telah menetapkan beberapa hal yang mewajibkan mandi, yaitu:

1. Jima’ (bersetubuh), disebut juga dengan bertemu dua khitan (laki-laki dan

perempuan)

2. Keluar air mani (sperma). Baik keluarnya sebab mimpi atau sebab lain, dengan

sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.

3. Meninggal dunia. Fardhu kifayah hukumnya bagi orang Islam yang masih

hidup untuk memandikan orang Islam yang meninggal dunia. Kecuali orang

yang mati syahid.

4. Haid.

5. Nifas.

E. TAYAMUM

Page 37: Fiqih X

Fiqih Kelas X 36

Secara etimologi, tayamum berarti menyengaja. Dalam terminologi fiqh

diartikan dengan menyampaikan tanah ke muka dan dua tangan sebagai ganti dari

wudhu dengan syarat-syarat tertentu.

Tayamum disyari’atkan berdasarkan firman Allah SWT:

βÎ)uρ Λ äΨä. #yÌ ó£∆ ÷ρ r& 4’ n?tã @x!y™ ÷ρ r& u !$y_ Ó‰ tnr& Νä3ΨÏiΒ z ÏiΒ ÅÝÍ←!$tó ø9 $#

÷ρ r& ãΛäó¡ yϑ≈s9 u!$ |¡ÏiΨ9 $# öΝ n=sù (#ρ ߉ Åg rB [!$tΒ (#θ ßϑ£ϑu‹tF sù #Y‰‹Ïè |¹ $Y7ÍhŠsÛ

(#θ ßs |¡øΒ$$sù öΝ ä3 Ïδθ ã_ âθ Î/ ö :�����)Mx( Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau datang kepadamu buang air

atau menyentuh wanita, lalu kamu tidak memperoleh air maka

bertayamumlah dengan tanah yang bersih. Sapulah muka dan kedua

tanganmu. (QS. An-Nisa: 43)

Sebab-sebab yang Membolehkan Tayamum

Ada beberapa sebab yang membolehkan tayamum adalah sebagai berikut:

1. Udzur (halangan) karena sakit. Kalau ia memakai air akan bertambah

sakitnya atau lambat sembuhnya.

2. Karena dalam perjalanan.

3. Karena tidak ada air.

Syarat Tayamum

Berikut adalah syarat-syarat tayamum.

1. Sudah masuk waktu shalat.

2. Sudah diusahakan untuk mencari air tetapi tidak ditemukan air tersebut,

sedangkan waktu shalat sudah tiba.

3. Dengan tanah atau debu yang suci.

4. Menghilangkan najis. Berarti sebelum melakukan tayamum hendaklah ia

bersuci dari najis.

Rukun Tayamum

Page 38: Fiqih X

Fiqih Kelas X 37

Berikut rukun (fardhu) tayamum.

1. Niat.

2. Menyapu muka dengan tanah atau debu.

3. Menyapu kedua tangan sampai siku dengan tanah atau debu.

4. Tertib.

Page 39: Fiqih X

Fiqih Kelas X 38

BAB IV

SYAHADATAIN

Syahadat merupakan asas dan dasar bagi rukun Islam lainnya. Syahadat

merupakan ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam. Syahadat sering juga disebut

dengan Syahadatain ( �j�;z �?�=�B), karena terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat 0 "! ?=B!

� 0Z +�Z (syahadat tauhid) dan kalimat � &%$# ?5� "! ?=B! (syahadat Rasul).

A. SYAHADAT TAUHID

Kalimat pertama dalam kalimat syahadat menunjukkan pengakuan tauhid.

Artinya, seorang muslim hanya mempercayai dan meyakini bahwa Allâh sebagai satu-

satunya Tuhan di muka bumi ini. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi

motivasi atau menjadi tujuan seseorang. Jadi dengan mengikrarkan kalimat pertama,

seorang muslim memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allâh-lah sebagai tujuan,

motivasi, dan jalan hidup baginya.

Kalau kita tinjau makna kalimat � 0Z +�Z 0 dalam syahadat tauhid, sebenarnya

mengandung dua makna, yaitu makna penolakan terhadap segala bentuk persembahan

selain Allah; dan makna menetapkan bahwa satu-satunya Tuhan yang wajib disembah

hanyalah Allah semata. Berkaitan hal ini Allah SWT berfirman:

óΟn=÷æ$$sù …çµ ¯Ρr& Iω tµ≈ s9Î) �ω Î) ª!$# :?5�)U�( Maka ketahuilah bahwasannya tidak ada tiada Tuhan selain Allah (QS.

Muhammad : 19)

Berdasarkan ayat ini, maka perlu diketahui bahwa makna syahadat tauhid adalah

wajib dan harus didahulukan daripada rukun-rukun Islam lainnya. Disamping itu Nabi

Muhammad SAW pun menyatakan bahwa “Barang siapa yang mengucapkan lafadz 0

� 0Z +�Z dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga” (HR. Ahmad)

Page 40: Fiqih X

Fiqih Kelas X 39

Kalimat � 0Z +�Z 0 bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama tidak

membatalkannya dengan aktivitas kesyirikan.

B. SYAHADAT RASUL

Kalimat kedua menunjukkan pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan

Allâh. Oleh karena itu, kalimat kedua ini dinamakan sebagai syahadat Rasul. Dengan

mengikrarkan kalimat ini seorang muslim memantapkan diri untuk meyakini bahwa

ajaran Allâh seperti yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. Seperti

misalnya meyakini hadist-hadis Rasulullah SAW. Termasuk di dalamnya adalah

mempercayai dan meyakini bahwa tidak ada nabi lagi yang diutus setelah Nabi

Muhammad SAW.

C. KANDUNGAN KALIMAT SYAHADAT

Dua kalimat syahadat mempunyai beberapa kandungan di dalamnya, di

antaranya adalah sebagai berikut:

� Ikrar. Dalam kalimat syahadat mengandung makna ikrar, yaitu suatu

pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Ketika kita

mengucapkan kalimat syahadat, maka kita memiliki kewajiban untuk

menegakkan dan memperjuangkan apa yang telah kita ikrarkan itu.

� Sumpah. Syahadat juga mempunyai makna sebagai sumpah. Seseorang yang

bersumpah, berarti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam

mengamalkan sumpahnya tersebut. Artinya, seorang muslim itu telah siap dan

bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam.

� Janji. Syahadat juga berarti janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang

yang berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap

semua perintah Allah SWT, yang terkandung dalam al-Qur'an maupun

Sunnah Rasul.

D. MAKNA SYAHADAT BAGI MUSLIM

Bagi penganut agama Islam, Syahadat memiliki makna sebagai berikut:

Page 41: Fiqih X

Fiqih Kelas X 40

1. Pintu masuk menuju islam. Syarat sahnya iman adalah dengan

mengucapkan, meyakini dan mengamalkan dua kalimat syahadat.

2. Intisari ajaran islam. Pokok dari ajaran Islam adalah syahadatain,

sebagaimana ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu.

3. Pondasi iman. Syahadat merupakan pondasi bagi bangunan, yang bernama,

iman dan Islam.

4. Pembeda antara muslim dengan kafir. Hal ini berkenaan dengan hak-hak

dan kewajiban-kewajiban syariat yang akan diterima atau ditanggung oleh

seseorang setelah dia mengucapkan dua kalimat syahadat.

5. Jaminan masuk surga. Allah SWT telah memberi jaminan surga kepada

orang yang telah mengucapkan, meyakini dan mengamalkan dua kalimat

syahadat.

E. SYARAT SYAHADAT

Syarat syahadat adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya maka yang

disyaratkannya itu tidak sempurna. Jadi jika seseorang mengucapkan dua kalimat

syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, maka syahadat itu tidak sah.

Syarat syahadat ada tujuh, yaitu:

1. Pengetahuan. Seseorang yang bersyahadat harus memiliki pengetahuan

tentang syahadat yang akan diucapkannya. Dia wajib memahami isi dari dua

kalimat yang dinyatakannya itu, serta bersedia menerima konsekuensi

ucapannya.

2. Keyakinan. Seseorang yang bersyahadat harus mengetahui dan meyakini

dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap

makna tersebut.

3. Keikhlasan. Ikhlas berarti bersihnya hati dari segala sesuatu yang

bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan syahadat yang bercampur

dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan diterima oleh Allah SWT.

4. Kejujuran. Kejujuran adalah kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.

Pernyataan syahadat harus dinyatakan dengan lisan, diyakini dalam hati, lalu

diaktualisasikan dalam amal perbuatan.

Page 42: Fiqih X

Fiqih Kelas X 41

5. Kecintaan. Kecintaan berarti mencintai Allah dan Rasul-Nya serta orang-

orang yang beriman. Cinta juga harus disertai dengan amarah yaitu

kemarahan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan syahadat. Atau

dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang menyalahi sunnah Rasulullah

SAW.

6. Penerimaan. Penerimaan berarti penerimaan hati terhadap segala sesuatu

yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan

ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak

ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang

dari syariat Islam. Artinya, bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain kecuali

Al Qur'an dan Sunnah Rasul.

7. Ketundukan. Ketundukan yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah

dan Rasul-Nya secara lahiriyah. Artinya, seorang muslim yang bersyahadat

harus mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-

Nya. Perbedaan antara penerimaan dengan ketundukan yaitu bahwa

penerimaan dilakukan dengan hati, sedangkan ketundukan dilakukan dengan

fisik. Oleh karena itu, setiap muslim yang bersyahadat selalu siap

melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupannya.

Page 43: Fiqih X

Fiqih Kelas X 42

BAB V

KEWAJIBAN SHALAT

A. Pengertian dan Sejarah Shalat

Pengertian Shalat

Arti shalat menurut bahasa adalah do’a dengan kebaikan. Allah SWT berfirman:

Èe≅|¹uρ öΝ Îγ ø‹n=tæ ( ) :c�%N�ULx( Dan bershalatlah untuk mereka (QS. Al-Taubah: 103)

Sedangkan pengertian shalat menurut istilah para ahli fiqh adalah

Ac�'�%����� �� [�2�G � -�* ( ���N�� � �c�5�N�N��� �� � �b�N�� � �c�8�N�N �l�� �&��g�;O�!�, �&�%�;.�!

Perkataan (bacaan-bacaan) dan perbuatan (gerakan-gerakan) yang diawali

dengan takbir dan diakhiri (ditutup) dengan salam dengan syarat-syarat

tertentu.

Pengertian ini mencakup semua shalat yang diawali dengan takbiratul ihram dan

diakhiri dengan salam. Oleh karena itu sujud tilawah tidaklah termasuk dalam

pengertian ini, karena sujud ini dilakukan pada waktu mendengar ayat sajdah yang

menyebabkan seseorang melakukan sujud tanpa menggunakan takbir dan salam.

Menurut Malikiyah dan Hanabilah, karena mereka mendefinisikan shalat dengan

pengertian bahwa shalat merupakan qurbah fi’liyah (mendekatkan diri kepada Allah

dalam bentuk tindakan atau perbuatan) yang mempunyai takbiratul ihram dan salam,

atau sujud saja.2

Sejarah Diwajibkannya Shalat

2 Yang dimaksud dengan qurbah adalah sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan

yang dimaksud dengan fi’liyah adalah mencakup segala tindakan atau perbuatan anggota badan seperti

ruku’ dan sujud; dan perbuatan lisan seperti membaca dan bertasbih; serta perbuatan hati seperti

khusyu’ dan khudu’ (sikap tunduk). Hanafiyah dan Syafi’iyah tidak berbeda pendapat dengan mereka

dalam makna ini. Akan tetapi perbedaan mereka hanyalah dalam penamaan sujud sebagai shalat

syar’iyah. Dan perkara itu tidaklah sulit (tidak prinsip).

Page 44: Fiqih X

Fiqih Kelas X 43

Shalat merupakan suatu perbuatan untuk memuliakan Allah yang menjadi suatu

tanda syukur kaum muslimin sebagai seorang hamba dengan gerakan dan bacaan yang

telah diatur khusus oleh Nabi Muhammad Saw yang tidak boleh dirubah kecuali ada

ketentuan-ketentuan yang memang memperbolehkannya. Misalnya jika sakit boleh

shalat dengan cara duduk, berbaring hingga hanya dengan kedipan mata saja.

Perintah shalat sendiri sudah harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi

muda Islam agar kelak dikemudian hari mereka tidak lagi merasa canggung, malu atau

malah tidak bisa melakukannya.

Dalam hadis Nabi SAW, dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya,

berkata :

Rasulullah Saw bersabda: ‘Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat

disaat mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka jika tidak mengerjakannya

saat mereka berumur 10 tahun.’ (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Dari Hadis di atas bahwa mendirikan shalat sudah ditekankan mulai umur tujuh

tahun. Dan bila sampai usia 10 tahun belum juga melaksanakannya, maka kita

seyogyanya mulai memberi penegasan berupa pukulan sampai mereka mau

mendirikannya. Tentu saja pukulan yang dimaksud disini tidak dengan tujuan menyakiti

apalagi sampai pada tingkat penganiayaan, namun sekedar memberi pengajaran dan

peringatan agar mau dan tidak malas untuk shalat.

Perintah tentang diwajibkannya mendirikan shalat tidak seperti Allah

mewajibkan zakat dan lainnya. Perintah mendirikan shalat melalui suatu proses luar

biasa yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, yaitu melalui Isra dan Mi’raj, dimana

proses ini tidak dapat dipahami hanya secara akal melainkan harus secara keimanan.

Sehingga dalam sejarah digambarkan, setelahnya Nabi melaksanakan Isra dan Mi’raj,

umat Islam ketika itu terbagi tiga golongan, yaitu yang secara terang-terangan menolak

kebenarannya itu, yang setengah-tengah dan yang yakin sekali kebenarannya.

Dilihat dari prosesnya yang luar biasa maka shalat merupakan kewajiban yang

utama, yaitu mengerjakan shalat dapat menentukan amal-amal yang lainnya, dan

mendirikan sholat berarti mendirikan agama.

Allah SWT berfirman:

Page 45: Fiqih X

Fiqih Kelas X 44

(#θ ßϑŠÏ% r& uρ nο 4θ n=¢Á9 $# (#θ è?#uuρ nο4θ x. ¨“9$# (#θ ãè x. ö‘$#uρ yìtΒ tÏè Ï.≡§9 $# ) :�2T��43( Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang – orang

yang ruku. (QS. Al-Baqarah: 43)

ÉΟÏ%r& uρ nο 4θ n=¢Á9 $# ( 6χÎ) nο 4θ n=¢Á9 $# 4‘sS ÷Ζ s? Ç∅ tã Ï!$t± ósx! ø9 $# Ìs3Ζßϑ ø9$#uρ 3 ) :c��b<RM(

Dan kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan

keji dan munkar. (QS. Al-Ankabut: 45)

B. WAKTU-WAKTU SHALAT SHALAT FARDHU

Waktu shalat merupakan salah satu dari bagian syarat-syarat shalat. Oleh

karenanya seorang mukallaf tidak wajib melaksanakan shalat kecuali apabila telah

masuk waktu shalat. Apabila waktu shalat telah tiba maka syar’I memerintahkan agar

segera melaksanakan shalat tepat pada awal waktunya.

¨βÎ) nο 4θ n=¢Á9 $# ôMtΡ%x. ’ n?tã šÏΖ ÏΒ÷σ ßϑ ø9$# $Y7≈ tF Ï. $Y?θ è% öθ ¨Β ):����� ULx( Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-

orang yang beriman. (QS. An-Nisa: 103)

Sabda Rasulullah SAW:

(q7?o) � >= N�.�, &�,�! � ���̂ ��� &��5���R� ���/�O�!

Perbuataan yang paling afdhal adalah (mendirikan) shalat pada awal

waktunya.

ÉΟ Ï%r& nο4θ n=¢Á9 $# Ï8θä9 à$ Î! ħ ôϑ¤±9 $# 4’n< Î) È,|¡xî È≅ø‹©9 $# tβ#uöè% uρ Ìôf x! ø9 $# ( ¨βÎ) tβ#uöè% Ìôf x!ø9 $# šχ% x. #YŠθ åκ ô¶tΒ ):�2$� SK(

Page 46: Fiqih X

Fiqih Kelas X 45

Dirikanlah shalat ketika (telah) tergelincirnya matahari sampai gelap malam

dan (dirikan pula shalat) fajar (shubuh). Sesungguhnya shalat fajar itu

disaksikan (oleh malaikat). (QS. Al-Isra’: 78)

Dari potongan ayat surat al-Isra’ di atas sangat jelas bahwa dimulainya waktu

mendirikan shalat adalah saat telah tergelincirnya matahari sampai malam hari dan

diperintahkan pula untuk melaksanakan shalat shubuh ketika fajar mulai menyingsing.

Berikut adalah waktu-waktu shalat fardhu yang telah ditentukan:

a. Waktu shalat Dhuhur: ketika tergelincirnya matahari, sehingga bayangan suatu

benda akan sama panjangnya dengan benda tersebut.

b. Waktu shalat Ashar: sejak habisnya waktu dhuhur (ketika bayangan suatu benda

tidak lagi sama ukurannya dengan benda tersebut) sampai terbenamnya

matahari.

c. Waktu shalat Maghrib: sejak terbenamnya matahari di ufuk barat sampai

hilangnya mega merah.

d. Waktu shalat Isya’: sejak hilangnya mega merah hingga terbitnya fajar shadiq.

e. Waktu shalat Shubuh: ketika terbitnya fajar shodiq di ufuk timur sampai

terbitnya matahari.

C. HIKMAH SHALAT

Shalat adalah kewajiban umat Islam yang paling utama setelah mengucapkan

dua kalimat syahadat. Shalat merupakan pembeda antara muslim dan non-muslim.

Disyari’atkannya shalat dalam rangka mensyukuri nikmat Allah SWT yang sangat

banyak dan mempunyai manfaat yang bersifat religius (keagamaan) dan mengandung

unsur pendidikan bagi individu dan masyarakat.

Dari sudut religius shalat merupakan hubungan langsung antara hamba dengan

Khaliq-nya ( � ���� ���� ��) yang di dalamnya terkandung kenikmatan munajat, pernyataan

‘ubudiyah (penyembahan), penyerahan segala urusan kepada Allah, keamanan dan

ketenteraman serta perolehan keuntungan. Di samping itu, shalat merupakan suatu cara

untuk memperoleh kemenangan serta menahan diri berbuat kejahatan dan kesalahan.

Allah SWT berfirman:

Page 47: Fiqih X

Fiqih Kelas X 46

ô‰ s% yx n=øùr& tβθãΖ ÏΒ÷σ ßϑø9$# � tÏ%©! $# öΝèδ ’Îû öΝÍκ ÍE Ÿξ|¹ tβθãè ϱ≈ yz �

):"%�� \ 1−2( Sungguh menang (bahagia) orang-orang yang berimana yang khusyu’ dalam

shalat. (QS. Al-Mu’minun: 1-2)

Dalam suatu sabda Nabi Muhammad SAW dinyatakan:

�� �� Z �c�g �5����, , �H�5��t �~�%�(��� : �&��. �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' � m��� �"�! ��2�7�2�f 9�! ��

�� �¡�|�;z �v ��;� ���=�;� �;*�;� � �5 � ���#��l�6 c�g �5���(-(�� 4,#) �2 [��� �b

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: shalat yang

lima, (shalat) jum’at sampai (shalat) jum’at (berikutnya) dapat menahan dosa-

dosa yang diperbuat di antaranya selama tidak mengerjakan dosa-dosa besar.

(HR. Muslim)

Secara individu shalat merupakan pendekatan diri kepada Allah SWT,

menguatkan jiwa dan keinginan, semata-mata mengagungkan Allah SWT, bukan

berlomba-lomba untuk dan memperturutkan hawa nafsu dalam mencapai kemegahan

dan mengumpulkan harta. Di samping itu, shalat merupakan peristirahatan diri dan

ketenangan jiwa sesudah melakukan kesibukan dalam menghadapi aktivitas dunia.

(#θ ãΖŠÏè tF ó™ $#uρ Î� ö9¢Á9 $$Î/ Íο 4θ n=¢Á9 $#uρ 4 $pκ ¨ΞÎ)uρ îο u�! Î7s3 s9 �ωÎ) ’ n?tã tÏè ϱ≈ sƒø:$#

) :�2T��M( Dan minta pertolonganlah dengan kesabaran dan shalat. Sesungguhnya shalat

itu sangat berat kecuali bagi orang yang khusyu’. (QS. Al-Baqarah: 45)

Shalat mengajar seseorang untuk berdisiplin dan mentaati berbagai peraturan

dan etika dalam kehidupan dunia. Hal ini terlihat dari penetapan waktu shalat yang

harus dipelihara oleh setiap muslim dan tata tertib yang terkandung di dalamnya.

Dengan demikian orang yang melakukan shalat akan memahami peraturan, nilai-nilai

Page 48: Fiqih X

Fiqih Kelas X 47

sopan santun, ketenteraman dan mengkonsentrasikan pikiran pada hal-hal yang

bermanfaat.

Dari segi sosial masyarakat, shalat merupakan pengakuan aqidah setiap anggota

masyarakat dan kekuatan jiwa mereka yang berimplikasi pada persatuan dan kesatuan

umat. Persatuan dan kesatuan ini menumbuhkan hubungan sosial yang harmonis dan

kesamaan pikiran dalam menghadapi segala problema kehidupan sosial

kemasyarakatan.

Page 49: Fiqih X

Fiqih Kelas X 48

BAB VI

TATA CARA SHALAT

A. SYARAT WAJIB DAN SAH SHALAT

Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, yaitu syarat wajib dan

syarat sah shalat. Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan seseorang wajib

melaksanakan shalat; Sedangkan syarat sah shalat adalah syarat yang menjadikan shalat

seseorang diterima secara syara’, di samping adanya kriteria lain seperti rukun. Berikut

adalah syarat wajib dan sah-nya shalat yang dijelaskan secara rinci:

Syarat Wajib Shalat

Syarat wajib shalat adalah sebagai berikut:

1. Islam.

2. Baligh. Walaupun anak kecil tidak diwajibkan untuk shalat, namun mereka

tetap disunnahkan mengerjakan shalat dalam rangka untuk membiasakan

apabila ia sudah baligh. Bahkan ketika seorang anak tersebut sudah

memasuki usia sepuluh tahun masih enggan melaksanakan shalat Rasulullah

membolehkan untuk memukul anak tersebut dengan tidak

membahayakannya. Rasulullah SAW bersabda:

-f, �^���� -6�0,! ,2� :&�. �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' m�� "! 25� �� � ?�� ��

_3�/\ � -=�*� %.2O, ,j�$ 2G� ��;��! -f, �=*(� -f%�21, ,j�$ _�$ ��;��!

(-6�o, �,� %�!, ?{! 4,#)

Dari Abdullah bin ‘Amr ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Suruhlah

anak-anak kamu melaksanakan shalat pada umur tujuh tahun, dan pukullah

mereka pada umur sepuluh tahun (bila masih enggan) dan pisahkanlah

tempat tidurnya. (HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim)

3. Berakal.

Page 50: Fiqih X

Fiqih Kelas X 49

Syarat Sah Shalat

Adapun syarat sah shalat adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui waktu shalat. Karena shalat harus dilaksanakan tepat pada

waktunya. Allah SWT berfirman:

¨βÎ) nο 4θ n=¢Á9 $# ôMtΡ% x. ’ n?tã šÏΖ ÏΒ÷σ ßϑ ø9 $# $Y7≈ tF Ï. $Y?θ è% öθ ¨Β ) :�����

ULx( Sesungguhnya shalat bagi orang-orang yang beriman mempunyai ketentuan

(ketepatan) waktu. (QS. An-Nisa: 103)

2. Suci dari hadats kecil dan besar. Rasulullah SAW bersabda:

7 0 :&�. �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' m�� "! +�� � P1# 25� �� �� � ��T

(I#�J�� 0Z c��5� 4,#) .#%=E �|� �^'

Dari Ibn Umar ra. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak akan menerima

shalat seseorang yang tidak suci. (HR. al-Jama’ah kecuali al-Bukhari)

3. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis hakiki.

4. Menutup aurat. Seseorang yang shalat disyaratkan menutup aurat, baik

sendiri dalam keadaan terang maupun sendiri dalam keadaan gelap. Allah

SWT berfirman:

(#ρ ä‹ è{ ö/ä3 tGt⊥ƒ Η y‰Ζ Ïã Èe≅ä. 7‰ Éf ó¡ tΒ ) :¢2�RxU( Ambillah (pakailah) perhiasaanmu (pakaianmu) pada setiap masjid

(shalat). (QS. Al-A’raf: 31)

5. Menghadap kiblat. Allah SWT berfirman:

Page 51: Fiqih X

Fiqih Kelas X 50

ô ÏΒuρ ß]ø‹ym |Mô_ tyz ÉeΑuθ sù y7yγ ô_ uρ tôÜx© ω Éf ó¡ yϑø9 $# ÏΘ#tysø9 $# 4 ß] øŠ ymuρ $tΒ óΟçFΖ ä. (#θ —9 uθ sù öΝ à6yδθ ã_ ãρ …çν tôÜx© :�2T��)UL(

Dan walau darimanapun engkau keluar, maka hendaklah engkau hadapkan

mukamu ke arah Masjidil Haram, dan walau dimanapun kamu berada maka

hendaklah kamu hadapkan muka-mukamu ke arahnya. (QS. Al-Baqarah:

150)

6. Niat.

B. RUKUN SHALAT

Rukun shalat adalah bagian-bagian dari pelaksanaan shalat yang apabila

sebagian dari padanya hilang (tidak dilaksanakan) maka secara otomatis shalat tersebut

tidak sah. Berikut adalah pemaparan tentang rukun shalat menurut pendapat masing-

masing madzhab yang empat.

1. Madzhab Hanafi (Hanafiyah)

Rukun-rukun shalat yang mereka sepakati ada empat perkara, dimana rukun-

rukun ini merupakan hakikat shalat. Yang artinya apabila seseorang

meninggalkan satu di antara empat rukun tersebut di saat ia mampu

melakukannya, maka ia tidak disebut melaksanakan shalat dan tidak pula

sebagai seorang yang sedang shalat (mushalli). Rukun-rukun tersebut adalah:

1) Berdiri

2) Ruku’

3) Sujud

4) Bacaan

2. Madzhab Syafi’I (Syafi’iyah)

Mereka menyebutkan bahwa jumlah rukun shalat sebanyak 13, yang terbagi ke

dalam dua bagian yang bersifat qauliyah (bacaan, terdapat lima rukun) dan

fi’liyah (gerakan, terdapat delapan rukun). Berikut adalah rinciannya:

Page 52: Fiqih X

Fiqih Kelas X 51

� Bersifat Qauliyah (bacaan)

a) Takbiratul ihram

b) Membaca surat al-Fatihah

c) Tasyahud

d) Shalawat atas Nabi Muhammad SAW

e) Salam yang pertama

� Bersifat Fi’liyah (gerakan)

a) Niat

b) Berdiri (bagi yang mampu dalam shalat fardhu)

c) Ruku’

d) I’tidal (bangkit dari ruku’)

e) Sujud pertama dan kedua

f) Duduk di antara dua sujud

g) Duduk terakhir

h) Tertib

Thuma’ninah merupakan syarat yang terdapat pada ruku’, I’tidal, sujud dan

duduk. Menurut pendapat yang rajih (kuat), thuma’ninah harus ada, walaupun ia

bukan merupakan rukun tambahan.

3. Madhzab Maliki (Malikiyah)

Mereka berpendapat bahwa rukun shalat itu ada 15 perkara, yaitu

a) Niat

b) Takbiratul ihram

c) Berdiri bagi yang mampu

d) Membaca surat al-Fatihah

e) Berdiri untuk membaca surat al-Fatihah dalam surat fardhu

f) Ruku’

g) Bangkit dari ruku’

h) Sujud

i) Bangkit dari sujud

j) Salam

Page 53: Fiqih X

Fiqih Kelas X 52

k) Duduk sekedarnya

l) Thuma’ninah (menenangkan diri dalam setiap perpindahan gerak dalam

shalat)

m) I’tidal (tegak) dalam masing-masing ruku’ dan sujud

n) Tertib

o) Niat bagi makmum untuk mengikuti imam

4. Madzhab Hambali (Hanabilah)

Mereka berpendapat bahwa jumlah rukun shalat sebanyak empat belas, yaitu:

a) Berdiri dalam shalat fardhu

b) Takbiratul ihram

c) Membaca surat al-Fatihah

d) Ruku’

e) Bangkit dari ruku’

f) I’tidal (tegak)

g) Sujud

h) Bangkit dari sujud

i) Duduk antara dua sujud

j) Tasyahud akhir

k) Duduk untuk tasyahud akhir dan dua salam

l) Thuma’ninah dalam setiap rukun yang bersifat fi’liyah

m) Tertib dalam melaksanakan rukun shalat

n) Mengucapkan salam

C. HAL-HAL YANG DISUNNAHKAN DALAM SHALAT

Ada beberapa perkara yang disunnahkan dalam shalat, di antaranya adalah

sebagai berikut:

1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai ujung jari sama

tingginya dengan telinga dan telapak tangan setinggi bahu serta keduanya

dihadapkan ke kiblat.

2. Mengangkat kedua tangan ketika akan ruku’, berdiri dari ruku’ dan ketika

berdiri dari tasyahud awal, dengan cara seperti di atas.

Page 54: Fiqih X

Fiqih Kelas X 53

3. Meletakkan kedua tangan di bawah dada. Menurut sebagian ulama yang lain

diletakkan di bawah pusar. Rasulullah SAW bersabda:

4?7 )(� �5*� 4?7 _1%O �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' m�� _� *(' 2w� �� �7, ��

(c �̀� �� 4,#) 4#?' )(� I2�*�

Dari Wail bin Hujrin, saya shalat bersama Rasulullah SAW, dan beliau

meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya dan (diletakkan) di atas dada.

(HR. Ibnu Khuzaimah)

4. Melihat ke tempat sujud (ketika tasyahud), selain pada waktu membaca: "! ?=B!

� 0Z +�Z 0, karena ketika itu hendaknya melihat ke telunjuknya.

5. Membaca do’a iftitah sesudah takbiratul ihram dan sebelum membaca al-

Fatihah. Bacaannya adalah:

�� �T< -=(� ,a2|\, �2G\ j� ~?��� �56 ��7�W� j�, �*� ?��� -=(�

£(���� ��7�W� �� �(�C! -=(� ,H<?� �� �*�R a%�� )T;�7 �56 ��7�Wt

(-(��, I#�J�� 4,#) �¤�, ��;\,

Ya Allah, jauhkanlah antaraku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah

menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari

kesalahanku sebagaimana Engkau membersihkan kain putih dan dari kotoran.

Ya Allah, basuhlah kesalahanku dengan air es dan air embun. (HR. Bukhari-

Muslim)

Selain bacaan di atas baca pula bacaan di bawah ini:

Page 55: Fiqih X

Fiqih Kelas X 54

"Z .j62G\ �� �<! �� , �5(�� �l*�� y#R, ~%5�� 2WO Ir(� P=3, =3,

�� �<!, ~2�! ¥�r�, +� ¥72B 0 j\�g� a# � )z�¦, ��*�, )b�<, )z^'

(-(�� 4,#) .j5(��

Aku menghadapkan mukaku ke hadapan Yang Menjadikan langit dan bumi

dengan tunduk menyerahkan diri. Aku bukanlah termasuk orang-orang yang

mempersekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku

adalah milik Allah yang menguasai seluruh alam, yang tidak bersekutu pada-

Nya. Dan dengan itu aku diperintah dan aku termasuk orang-orang yang

menyerah. (HR. Muslim)

6. Membaca ‘amin’ setelah membaca al-Fatihah. Rasulullah bersabda:

�5O j�§ &%T7 ����, j�§ &%Tz cb[^\ "�O j�§ %��TO j��/� 0, ���� &�. uZ

(�����, ?{! 4,#) .+�<u �� �?Tz �� 2lC cb[^\ j��z +;�*��z ¨O,

Apabila imam berkata “Waladh-dhallin” maka hendaklah kamu berkata pula

“Amin”. Maka sesungguhnya malaikat berkata pula “Amin” dan imam juga

berkata “Amin”. Maka barangsiapa yang (berkata) “Amin” bersamaan dengan

“Amin”-nya malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Ahmad

dan Nasai)

7. Membaca surat atau ayat al-Qur’an (bagi imam atau orang yang shalat sendiri)

setelah membaca al-Fatihah di dua rakaat pertama. Pada rakaat pertama surat

atau ayat yang dibaca hendaknya lebih panjang dari yang dibaca pada rakaat

kedua.

8. Mengeraskan bacaan pada waktu shalat shubuh dan pada dua rakaat pertama

shalat maghrib dan isya. Begitu juga pada shalat jum’at, hari raya, tarawih dan

witir di bulan ramadhan.

9. Meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut ketika ruku’.

Page 56: Fiqih X

Fiqih Kelas X 55

10. Membaca tasbih tiga kali ketika ruku’. Lafadznya adalah: (-(�� 4,#) ��©�# �"��8���$

-�* ��g�� “Maha Suci Tuhanku yang Maha Mulia”.

11. Membaca tasbih tiga kali ketika sujud. Lafadznya adalah:

(�,� %�!, -(�� 4,#) �)(���R� ��©�# �"��8���$ “Maha Suci Tuhanku yang Maha

Tinggi”

12. Membaca do’a ketika duduk di antara dua sujud. Lafadznya adalah:

�C �-�=@(��(�,� %�!, Ir�s� 4,#) ��.���#�, ª ? �f�, ª�2�;� �3�, ���{�#�, ��2 l

Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, beri aku kecukupan dan berilah aku

petunjuk serta berilah aku rizki. (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

13. Duduk iftirasy3 (bersimpuh) di semua duduk dalam shalat, kecuali pada duduk

tasyahud akhir.

14. Duduk tawarru’4 pada duduk tasyahud akhir.

15. Salam kedua.

16. Menoleh ke kanan pada salam pertama, sehingga kelihatan pipi sebelah kanan

dari belakang, dan menoleh ke kiri pada salam kedua sehingga kelihatan pipi

sebelah kiri dari belakang. Rasulullah SAW bersabda dari Sa’id ibn Waqas:

�y��*�;� I�2�;7 ���� 4 #����7 �����, + ��* �̀ ���� �-�(���7 �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' : m��� I�#�! � ���6

(-(�� 4,#) 4 ?��

Saya lihat Nabi SAW memberi salam ke kanan dan ke kiri sehingga kelihatan

putih pipi beliau. (HR. Muslim)

D. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

Ada beberapa perkara yang dapat membatalkan shalat, di antaranya adalah

sebagai berikut:

3 Duduk di atas tumit kaki kiri dan telapak kaki kanan ditegakkan serta ujung jari kaki kanan dilipat dan

dihadapkan ke kiblat 4 Seperti halnya duduk iftirasy, tetapi telapak kaki kiri dikeluarkan ke sebelah kanan sehingga pantat

menempel pada tanah

Page 57: Fiqih X

Fiqih Kelas X 56

1. Meninggalkan salah satu rukun atau memutuskan rukun yang belum

sempurna dengan sengaja. Umpama seseorang I’tidal (berdiri dari ruku’)

padahal ruku’-nya belum sempurna.

2. Meninggalkan salah satu syarat shalat.

3. Berbicara selain bacaan shalat dengan sengaja

4. Banyak bergerak selain dari gerakan shalat, dengan tidak mempunyai

keperluan, seperti bergerak tiga langkah atau memukul tiga kali berturut-

turut. Kecuali apabila mempunyai keperluan untuk bergerak ketika adanya

sesuatu yang membahayakan kita. Seperti shalat ketika takut dalam

peperangan (shalatul-Khauf) atau melihat binatang yang akan menggigit.

Rasulullah SAW bersabda:

�)(�' � �&�%�$�# �2���! 4,#) c�*��o�, a�2�T�g�� ��̂ ��� � ��7���% �$�R� ��N�T � �-�(�$�, +�*�(�� � �

(Ir�s�, �,� %�!

Rasulullah menyuruh membunuh kalajengking dan ular ketika shalat. (HR.

Abu Daud dan Tirmidzi)

5. Makan dan minum dalam shalat.

E. SUNNAH SEBELUM SHALAT

1. Adzan

Arti adzan menurut bahasa adalah pemberitahuan. Allah SWT berfirman dalam

surat at-Taubah ayat tiga, yang berbunyi:

×β≡sŒr& uρ š∅ ÏiΒ «!$# ÿÏ& Î!θ ß™ u‘uρ Dan (inilah) suatu pemberitahuan dari Allah dan Rasul-Nya. (QS. At-Taubah:

3)

Sedangkan pengertian adzan menurut syara’ adalah pemberitahuan akan

masuknya shalat dengan sebutan dzikir khusus. Adapun dalil disyari’atkannya adzan

ditegaskan dalam al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.

Page 58: Fiqih X

Fiqih Kelas X 57

Allah SWT berfirman:

$ pκš‰ r'¯≈ tƒ t Ï%©!$# (#þθ ãΖ tΒ#u #sŒÎ) š” ÏŠθ çΡ Íο 4θ n=¢Á=Ï9 ÏΒ ÏΘ öθ tƒ Ïπ yèßϑàf ø9 $#

(#öθ yè ó™ $$sù 4’ n< Î) Ìø. ÏŒ «!$# :cg5�)�( Wahai orang-orang yang berfirman, apabila telah diseur (dikumandangkan

adzan) untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu

mengingat kepada Allah. (QS. Al-Jum’ah: 9)

Rasulullah SAW bersabda:

(q7?o) �-�6�?���! �-�b�� �"�u� �;*�(�;O ���̂ ��� �2�/�� �u Z Apabila (waktu) shalat telah tiba, maka hendaknya ada seorang di antara kamu

yang mengumandangkan untuk kamu sekalian. (HR. Bukhari dan Muslim)

Lafadz Adzan

Adapun lafadz adzan adalah sebagai berikut:

Allah Maha Besar, Allah Maha

Besar

) �2�;� �6�! � �� �2�;� �6�! � �2x(

Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan

selain Allah

) � � �0 Z �+�� Z�0 �"�! �?�= �B�!2x(

Saya bersaksi bahwa Nabi

Muhammad adalah utusan Allah

) � �&�%�$�# >?�5��� �"�! �?�= �B�!2x(

Marilah (mengerjakan) shalat ) ��̂ ��� )�(�� �P��2x( Marilah (menuju) kemenangan ) «�̂ �l�� )�(�� �P��2x( Allah Maha Besar, Allah Maha

Besar

�2�;� �6�! � �� �2�;� �6�! � ��

Tiada Tuhan selain Allah � � �0 Z �+�� Z�0

Page 59: Fiqih X

Fiqih Kelas X 58

Dalam shalat shubuh disunnahkan ditambah dengan lafadz ��%�;�� ���� �2 �;* �� ���̂ ����

sebanyak dua kali setelah melafalkan lafadz «�̂ �l�� )�(�� �P��. Apabila lafadz ini

tidak dibaca, maka adzannya tetap sah tetapi makruh. Demikian pula apabila

melafalkan adzan tidak dengan tarji’ (mengulangi bacaan dua kalimat syahadat),

maka hukum adzannya menjadi makruh.

Hukum Adzan

Para imam madzhab sepakat bahwa hukum mengumandangkan adzan adalah

sunnah muakkad, kecuali madzhab Hanabilah. Mereka berpendapat bahwa

hukum adzan adalah fardhu kifayah, dimana apabila ada seorang yang

melakukannya maka gugurlah kewajiban adzan bagi lainnya.

Syarat-syarat Adzan

Untuk ke-sah-an adzan, ditentukan beberapa syarat sebagai berikut:

1. Berniat. Menurut pendapat Malikiyah dan Hanabilah, bila seseorang

mengumandangkan lafadz adzan dengan tanpa niat dan tujuan maka adzan

tersebut tidak sah; sedangkan menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah, adanya

niat dalam adzan itu tidak disyaratkan, bahkan menurut mereka adzan itu

tetap sah walau tanpa niat.

2. Melafalkan lafadz adzan secara berkesinambungan (tidak memisahkan

antara satu lafadz dengan lafadz lain dengan diam lama ataupun dengan

banyak berbicara.

3. Adzan itu diucapkan dengan bahasa Arab.

4. Adzan dikumandangkan setelah masuknya waktu shalat.

5. Melafalkan lafadz adzan dengan tertib.

Masih ada satu hal yang termasuk syarat adzan yang disepakati oleh para imam

madzhab, yaitu hendaknya adzan dilakukan oleh satu orang atau dilakukan

secara bergantian. Misalnya jika muadzdzin (orang yang adzan)

mengumandangkan sebagian dari adzan kemudian disempurnakan oleh orang

Page 60: Fiqih X

Fiqih Kelas X 59

lain, maka adzan tersebut tidak sah. Begitu juga apabila ada dua orang ataupun

lebih yang secara bergiliran mengumandangkan adzan, dimana masing-masing

orang mengucapkan satu kalimat yang tidak diucapkan oleh lainnya, maka adzan

tersebut tidak sah pula. Sebagian orang mengistilahkan hal itu dengan sebutan

adzan al-Jauq atau adzan Sulthani, yaitu adzan yang dilakukan secara

bergantian.

Syarat-Syarat Muadzdzin

Untuk seorang muadzdzin hendaknya disyaratkan bagi seorang muslim (tidak

sah jika dilakukan oleh selain muslim), berakal (tidak gila, mabuk atau orang

pingsan) dan seorang laki-laki (tidak sah jika dilakukan oleh perempuan ataupun

banci).

2. Iqamah

Yang dimaksud dengan iqamah adalah pemberitahuan bahwa telah siap untuk

mendirikan shalat dengan menggunakan bacaan dzikir khusus. Adapun lafadz iqamah

adalah sebagai berikut5:

�2�;� �6�! � �� �2�;� �6�! � ��

� �&�%�$�# >?�5��� �"�! �?�= �B�! �"�! �?�= �B�! � � �0 Z �+�� Z�0

«�̂ �l�� )�(�� �P�� ��̂ ��� )�(�� �P��

�2�;� �6�! � �� �2�;� �6�! � �� ) ��̂ ��� ����. �?�.2x(

� � �0 Z �+�� Z�0

Hukum Iqamah

Sama halnya dengan hukum pada adzan, hukum iqamah pun sunnah muakkad.

Berbeda dengan Malikiyah yang berpendapat bahwa hukum iqamah adalah

5 Bentuk bacaan ini telah disepakati oleh Madzhab Hanabilah dan Syafi’iyah.

Page 61: Fiqih X

Fiqih Kelas X 60

sunnah ‘ain bagi seorang laki-laki baligh, sunnah kifayah bagi jama’ah laki-laki

dan mandub ‘ain bagi seorang anak kecil dan perempuan (kecuali apabila ia

bersama dengan seorang laki-laki baligh, karena telah cukup dengan keberadaan

seorang laki-laki baligh).

Sunnah Iqamah

Sunnah iqamah sama dengan sunnah dalam adzan, kecuali dalam beberapa hal,

yaitu:

a) Menurut tiga imam madzhab, adzan disunnahkan untuk dikumandangkan di

tempat yang tinggi, sedangkan iqamah tidak. Sedangkan menurut

Hanabilah, sama halnya dengan adzan, iqamah pun dikumandangkan di

tempat yang tinggi, kecuali apabila hal tersebut menyulitkan.

b) Dalam mengumandangkan adzan disunnahkan untuk tarji’ (mengulangi

bacaan dua kalimat syahadat), sedangkan dalam iqamah tidak.

c) Dalam mengumandangkan adzan disunnahkan pelan, sedangkan dalam

iqamah disunnahkan cepat sesuai sesuai dengan kesepakatan tiga imam

madzhab (kecuali Malikiyah).

d) Bagi orang yang mengumandangkan adzan disunnahkan meletakkan ujung

jari telunjuk di lubang telinga sesuai dengan kesepakatan Hanabilah dan

Syafi’iyah.

F. ZIKIR DAN DO’A SETELAH SHALAT

Zikir menurut bahasa adalah mengingat.

Sedangkan menurut istilah zikir adalah mengingat Allah dengan membaca kata-

kata yang baik, seperti Tasbih (� "�8�$), Tahmid (� ?5o), Takbir (¤6! �), Tahlil

(� 0Z +�Z 0) dan lain sebagainya.

Do’a secara bahasa memiliki banyak arti, di antaranya adalah memanggil atau

memohon. Sedangkan secara istilah do’a berarti memohon dan merendahkan diri

kepada Allah dengan membaca lafadz tertentu, baik dalam bahasa arab maupun dengan

bahasa selain arab.

Page 62: Fiqih X

Fiqih Kelas X 61

Di dalam al-Qur’an terdapat banyak anjuran Allah agar hamba-hamba-Nya

selalu mengingat Allah kapan dan dimana pun berada. Seperti yang dianjurkan Allah

dalam surat al-Baqarah ayat 152, yang berbunyi:

þ’ ÎΤρ ãä. øŒ$$sù öΝ ä.öä. øŒr& (#ρ ãà6 ô©$# uρ ’Í< Ÿω uρ Èβρ ãà! õ3s? :�2T��)Uk( Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah

kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku. (QS. Al-Baqarah: 152)

Selain menganjurkan berzikir, Allah juga menganjurkan agar hamba-hamba-Nya

memohon (berdo’a) segala sesuatu yang menjadi hajat (kebutuhan) mereka. Allah SWT

berfirman:

(#θ ãã ÷Š$# öΝ ä3−/ u‘ % Yæ•�|Ø n@ ºπ uŠø!äzuρ 4 …çµ ¯ΡÎ) Ÿω B= Ït ä† š ω tF ÷è ßϑø9$# � Ÿω uρ

(#ρ ߉ Å¡ø! è? †Îû ÇÚ ö‘ F{ $# y‰ ÷è t/ $yγ Ås≈ n=ô¹Î) çνθ ãã÷Š$#uρ $]ùöθ yz $·è yϑ sÛuρ 4 ¨βÎ) |MuΗ÷q u‘ «!$# Ò=ƒ Ìs% š∅ ÏiΒ tÏΖ Å¡ós ßϑ ø9 $# � :¢2�R) V](

Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan kerendahan hati dan suara yang lembut.

Sungguh Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.

Berdo’alah kepada-Nya dengan rasadan penuh harap, sesungguhnya Rahmat

Allah sangat dekat bagi orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raf: 55-56)

Ü=‹Å_ é& nο uθ ôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èβ$ tãyŠ ( (#θ ç6‹Éf tGó¡uŠ ù=sù ’ Í< (#θ ãΖ ÏΒ÷σ ã‹ø9 uρ ’Î1 öΝ ßγ̄=yè s9 šχρ ߉ ä©ötƒ :�2T��)UK](

Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku.

Maka hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar

memperoleh kebenaran (QS. Al-Baqarah: 186)

Page 63: Fiqih X

Fiqih Kelas X 62

Zikir dan Do’a Sesudah Shalat

Ada beberapa macam zikir dan do’a sesudah shalat yang dapat dibaca oleh

setiap muslim. Di antara zikir dan do’a tersebut adalah sebagai berikut:

(-(��, I#�J�� 4,#) �26�, &^� u�7 6#��z �^�� ¥��, �^�� <! -=(�

Ya Allah, Engkaulah pemilik kesejahteraan, dari-Mu lah datangnya

kesejahteraan itu. Engkau Maha Pemberi Berkah. Ya Allah, Tuhan yang Maha

Tinggi dan Maha Murah Hati. (HR. Bukhari-Muslim)

0 -=(� ,27?. �PB �6 )(� %f, ?5o +�, ¥(;\ +� ,+� ¥72B0 4?�, � 0Z +�Z 0

(-(��, I#�J�� 4,#) .?� ¥�� ?� u _l�7 0, g�� �;\ PWg� 0, *W�! �\ _<��

Tidak ada Tuhan selain Allah Zat yang Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-

Nya lah segala kekuasaan dan bagi-Nya lah segala puji dan Dia lah yang Maha

Menguasai segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa

yang Engkau berikan kepada hamba-Mu dan tidak ada yang dapat memberikan

kepada seseorang apa yang telah Engkau halangi. Tidak berguna di hadapan-

Mu kemuliaan seseorang atas diri-Nya. (HR. Bukhari-Muslim)

) � "�8�$xx (×) � ?5oxx (×) ¤6! �xx (× ,+� ¥72B0 4?�, � 0Z +�Z 0

27?. �PB �6 )(� %f, ?5o +�, ¥(;\ +�

Maha Suci Allah (33 x)

Segala puji bagi Allah (33 x)

Maha Besar Allah (33 x)

Tidak ada Tuhan selain Allah, Zat yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Bagi-Nya lah segala kekuasaan dan bagi-Nyalah segala puji. Dia Maha

Menguasai segala sesuatu. (HR. Bukhari-Muslim)

Ketika zikir selesai dibaca kemudian dilanjutkan dengan berdo’a sesuai dengan

apa yang kita inginkan. Berdo’a kepada Allah dapat menggunakan bahasa arab atau

Page 64: Fiqih X

Fiqih Kelas X 63

dengan bahasa selain arab. Namun akan lebih baik apabila berdo’a mengikuti apa yang

sudah dicontohkan oleh Rasulullah ASW. Di antara adalah sebagai berikut:

(?{! 4,#) ¥z���� ���, �2bB, �26u )(� (���!) ­�! -=(�

Ya Allah, tolonglah kami untuk selalu ingat kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu

dan berlaku baik dalam beribadah kepada-Mu. (HR. Ahmad)

�, ?{! 4,#) ^�TN� ^5�, �g$, �.�#, �gO�< �5(� ¥(®$! QZ -=(�(c�*B ��, +3�� �

Ya Allah, aku mohon diberi ilmu yang bermanfaat, rizki yang lapang dan

amalan yang diterima. (HR. Ahmad, Ibn Majah dan Ibn Syaibah).

#��� ar� ��., c��� �2�R �, c��� �*<?� � ��z! ¯��#

Selain ketiga do’a di atas, masih banyak do’a yang bisa dibaca setelah

melaksanakan shalat. Do’a apa yang dimohonkan kepada Allah tergantung kepada

keinginan setiap orang.

Manfaat Zikir dan Do’a

Mengapa kita diperintahkan berzikir dan berdo’a kepada Allah? Kita

diperintahkan berzikir dan berdo’a kepada Allah karena pada hakikatnya kita

merupakan makhluk yang lemah dan selalu membutuhkan tempat bergantung, dan

tempat bergantung itu adalah Allah SWT. Dalam salah satu firman-Nya Allah

menjelaskan manfaat berzikir kepada-Nya, yaitu untuk menentramkan hati. Firman

tersebut berbunyi:

t Ï%©!$# (#θ ãΖ tΒ#u ’ È⌡uΚ ôÜs?uρ Οßγ ç/θè=è% Ìø. É‹ Î/ «!$# 3 Ÿω r& Ìò2 É‹ Î/ «!$# ’È⌡yϑ ôÜs?

Ü>θ è=à)ø9$# :?�2�)kK(

Page 65: Fiqih X

Fiqih Kelas X 64

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka akan menjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan

menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28)

Selain untuk menenteramkan hati, manfaat berzikir kepada Allah adalah sebagai

berikut:

1. Memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

2. Memperoleh ampunan dan pahala yang besar dari Allah.

3. Menjauhkan diri dari siksa Allah.

4. Memperoleh keagungan Rahmat dan Inayah Allah.

5. Melepaskan diri dari penyesalan.

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang berdo’a kepada

Allah antara lain sebagai berikut:

1. Memperoleh naungan Rahmat dari Allah.

2. Melindungi diri dari malapetaka.

3. Memperoleh hasil yang pasti, karena setiap do’a seorang hamba itu dipelihara

dengan baik di sisi Allah. Adakalanya do’a dikabulkan dengan cepat dan

terkadang juga dikabulkan di waktu yang lain.

4. Taat menunaikan kewajiban dan menjauhkan dari maksiat.

5. Menolak bahaya dan meringankan tekanan.

Page 66: Fiqih X

Fiqih Kelas X 65

BAB VII

SHALAT BERJAMA’AH

A. PENGERTIAN, HUKUM DAN URGENSI

Shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan bersama-sama dan salah seorang

di antara mereka mengikuti yang lain (imam). Orang yang diikuti ketika shalat

berjama’ah dan berada di depan disebut imam; dan orang yang mengikuti orang yang di

depan ketika shalat berjama’ah dan berdiri di belakangnya disebut makmum.

Allah SWT berfirman:

#sŒÎ)uρ |MΖ ä. öΝ Íκ. Ïù |Môϑ s%r' sù ãΝ ßγ s9 nο 4θ n=¢Á9 $# öΝ à)tF ù=sù ×πx! Í← !$sÛ Νåκ ÷] ÏiΒ y7tè ¨Β

:�����)ULk( Dan apabila engkau (Rasulullah) beserta mereka ketika dalam peperangan,

sedangkan engkau hendak melaksanakan shalat bersama mereka, maka

hendaklah sebagian dari berdiri untuk shalat bersama engkau. (QS. An-Nisa:

102)

Sabda Rasulullah SAW:

^'(-(��, I#�J�� 4,#) ��3#� �72G�, _��� rl� �^' )(� �/lz c��5� �

Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendiri (dengan ganjaran) 27

pahala. (HR. Bukhari-Muslim)

Tentang hukum melaksanakan shalat berjama’ah para ulama banyak berselisih

pendapat tentangnya. Ada yang mengatakan fardhu ‘ain, fardhu kifayah dan adapula

yang mengatakan sunnah muakkad, dan pendapat terakhir inilah yang menjadi pijakan

yang disepakati para ulama.

Shalat berjama’ah ini sangat dianjurkan bagi laki-laki dilakukan di masjid,

karena shalat berjama’ah di masjid lebih utama daripada shalat berjama’ah di rumah.

Kecuali shalat sunnah, maka dilakukan di rumah lebih baik, dan bagi perempuan shalat

di rumah lebih baik karena lebih aman bagi mereka.

Rasulullah SAW bersabda:

Page 67: Fiqih X

Fiqih Kelas X 66

I#�J�� 4,#) c�%Nb\ 0Z +;N*� � �2\ �^' �^�� �/O! "�O -bz%*� � ���� �=7!

(-(��,

Hai manusia, shalatlah kamu di rumah masig-masing. Sesungguhnya shalat

bagi perempuan lebih utama dilakukan di rumahnya, kecuali shalat lima waktu.

(HR. Bukhari-Muslim)

(�,� %�! 4,#) �° �� �±%*�, ?3��\ -b[��< %g��0

Janganlah kamu larang para wanita pergi ke masjid. Dan rumah mereka lebih

baik (untuk beribadah). (HR. Abu Daud)

B. SYARAT IMAM DAN MAKMUM

Syarat Imam

Imam adalah seseorang yang memimpin makmumnya dalam rangka menghadap

dan bersujud di hadapan Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu seorang imam

harus bukan orang yang sembarangan dan merupakan orang yang terpilih. Maka

seorang imam haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Baligh. Maka tidak sah makmum kepada seorang anak kecil, walaupun dia

sudah mengerti akan hal-hal najis atau syarat-syarat shalat.

2. Berakal.

3. Adil. Tidak boleh makmum di belakang orang yang fasiq.

4. Fasih dalam membaca al-Qur’an. Sabda Rasulullah SAW.

� %<�6 "�O ,�2wf -=�?.�O �%$ ��2T� � %<�6 "�O "§2T(� -fn2.! �%T� �?TN7

-==TO!, c����� -=5(�! -=� *(O �%$ ��� � %<�6 "�O ,��$ -f¤6�O �%$ �2w°

+<�W($ � "�W(�� h��', +���� � �32� -6?�! ��?TN70, �7?� �

Jadikanlah imam yang mahir (fasih) dalam membaca al-Qur’an. Bila

terdapat orang yang sama fasihnya, maka utamakan siapa yang lebih dahulu

(masuk) Islamnya. Bila tidak diketahui siapa yang lebih dahulu (masuk

Islamnya), maka utamakan yang lebih tua usianya.

Page 68: Fiqih X

Fiqih Kelas X 67

Syarat Makmum

1. Makmum harus berniat mengikuti imam. Adapun imam tidak disyaratkan

untuk berniat menjadi imam, hanya sunnah hukumnya apabila ia berniat

agar ia mendapat pahal berjama’ah.

2. Makmum harus mengikuti imamnya dalam segala gerakannya. Maksudnya

makmum hendaklah takbiratul ihram setelah imam, begitu juga semua

gerakan makmum harus dilakukan setelah gerakan imam. Rasulullah SAW

bersabda:

(-(��, I#�J�� 4,#) %g6#�O _6# uZ, ,¤bO ¤6 u�O +� ² *� ���� �g3 �³Z

Sesungguhnya imam dijadikan imam supaya dia diikuti gerakannya.

Apabila ia takbir hendaklah kamu (makmum) takbir, dan apabila ia ruku’

maka hendaklah kamu (makmum) ruku’ pula. (HR. Bukhari-Muslim)

3. Mengetahui gerakan imam, baik dengan melihat atau mendengar suara

imam.

4. Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat.

5. Tempat berdiri makmum tidak boleh melebihi tempat imam. Bagi orang

yang shalat berdiri diukur dari tumit imam, dan bagi orang yang duduk

diukur dari pinggulnya.

6. Shalat makmum harus sama dengan shalat imam. Artinya, makmum tidak

boleh mengikuti shalat imam yang berbeda dengannya. Apabila makmum

ingin shalat fardhu jangan mengikuti imam yang sedang shalat sunnah.

7. Laki-laki tidak boleh makmum kepada perempuan.

8. Tidak boleh mengikuti shalatnya imam yang tidak sah (batal).

C. HUKUM MAKMUM MASBUQ

Orang yang terlambat jika ingin mendapatkan keutamaan shalat berjama’ah, dia

dapat bergabung dengan orang yang sedang shalat, maka yang ketinggalan ini disebut

makmum masbuq. Makmum masbuq akan mendapatkan rakaat pertamanya jika dia

mendapatkan ruku’ bersama imam.

Page 69: Fiqih X

Fiqih Kelas X 68

Apabila masbuq mendapati imam sebelum ruku’ atau sedang ruku’ dan

makmum tersebut mendapatkan ruku’ yang sempurna bersama imam, maka ia

mendapatkan satu rakaat. Dan apabila dia tidak mendapatkan satu rakaatnya, maka

hendaklah dia menambah kekurangan rakaatnya, jika belum cukup, setelah imam

memberi salam.

Rasulullah SAW bersabda:

?TO F%62� �#�! ��, �®*B �f,?gz 0, ,?w$�O �%w$ � ,́ �^�� -6?�! ��3 uZ

(�,� %�! 4,#) cg62� �#�!

Apabila seseorang di antara kamu datang shalat ketika kami sujud, maka

hendaklah kamu sujud dan janganlah kamu hitung satu rakaat. Dan

barangsiapa yang mendapatkan ruku’ bersama imam, maka ia telah mendapat

satu rakaat. (HR. Abu Daud)

D. HALANGAN SHALAT BERJAMA’AH

Seseorang diperbolehkan tidak melaksanakan shalat berjama’ah apabila:

1. Karena hujan yang menyusahkan perjalanan ke tempat berjama’ah.

� &�. 2��3 �� ��B �� ��*� � &%$# &�TO �;<2W5O 2l$ � � &%$# _� ��32

(-(��, ?{! 4,#) +(�# � -b��

Dari Jabir, dia berkata: kami berjalan bersama Rasulullah, dalam perjalanan

kami kehujanan. Rasulullah bersabda: orang yang hendak shalat, shalatlah

dikendaraannya masing-masing. (HR. Ahmad dan Muslim)

2. Karena angin yang kuat. Sabda Rasulullah SAW:

0! &%T7 "! p72� ~u ��#��� c(*(� � +7���� 2��7 -($, +*(� � )(' m�� "�6

()gO�G� 4,#) -b���# � "%(�7

Pada suatu malam yang dingin dan angin badai, Nabi SAW menyuruh

seseorang agar (berseru) mengatakan: Ketahuilah! Shalatlah kalian di atas

kendaraan kalian. (HR. as-Syafi’i)

Page 70: Fiqih X

Fiqih Kelas X 69

3. Sakit yang menyusahkan berjalan ke tempat berjama’ah. Nabi SAW bersabda:

,#) ���6 ���7! ������ �^�� �2z -($, +*(� � )(' � &%$# y2� �\ I#�J�� 4

(-(��,

Ketika Rasulullah SAW sakit, beliau meninggalkan shalat berjama’ah

beberapa hari. (HR. Bukhari-Muslim)

4. Karena lapar dan haus, sedangkan makanan sudah siap sedia. Begitu juga

ketika sangat ingin buang air besar atau buang kecil.

�. cG[�� �� _O?7 %f 0, ��gE �2/µ �^' 0 -($, +*(� � )(' � &%$# &

(-(��, I#�J�� 4,#) jG�R

Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: Jangan shalat ketika makanan sudah

sedia, dan jangan pula ketika sangat ingin buang air. (HR. Bukhari-Muslim)

5. Karena baru makan makanan yang baunya sukar dihilangkan, seperti bawang,

petai, jengkol dan lain sebagainya.

6. Dan halangan-halangan lain yang membawa kesulitan untuk melaksanakan

shalat berjama’ah.

E. HIKMAH SHALAT BERJAMA’AH

Shalat berjama'ah disamping memiliki keutamaan, kelebihan (fadilah) dan

keistimewaan (maziyah) bila dibandingkan dengan shalat menyendiri (munfarid) juga

mengandung hikmah dan pelajaran (ibrah) bagi orang yang memikirkannya. Dan

barangsiapa yang mengetahui hikmah dan keistimewaan tersebut, maka orang tersebut

telah diberi karunia yang besar dan termasuk orang yang diberi anugerah keimanan oleh

Allah Swt.

Diantara hikmah-hikmah shalat berjama'ah adalah sebagai berikut:

1. Berkumpulnya kaum muslimin dalam shaf-shaf yang teratur di belakang seorang

imam (pemimpin). Hal ini mengisyaratkan bahwa kaum muslimin harus bersatu

karena persatuan merupakan sumber kekuatan dan kejayaan.

Page 71: Fiqih X

Fiqih Kelas X 70

2. Makmum harus mengikuti setiap apa yang dilakukan oleh imam dan apabila

imam lupa atau salah dalam melakukan gerakan shalat, maka makmum harus

mengingatkan sang imam dengan membaca subhanallah bagi laki-laki dan

makmum tidak boleh keluar dari barisan. Hal ini mengajarkan keharusan untuk

patuh dan taat kepada pemimpin selama langkah-langkah yang dilakukannya

benar. Disamping itu, shalat berjama'ah mengajarkan keharusan adanya kontrol

sosial terhadap pemimpin yang salah dan tidak dibenarkan berontak terhadap

suatu kepemimpinan. Dan jika imam batal seperti kentut, maka sang imam harus

legowo dan mundur dari kepemimpinan shalatnya lalu digantikan oleh orang

yang ada dibelakangnya. Hal ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin yang

jelas-jelas melanggar hal yang prinsipil yang telah disepakati dan merugikan

yang dipimpinnya, seperti korupsi, melakukan penghianatan dan lain-lain, maka

ia harus legowo mengundurkan diri dari jabatannya.

3. Dalam shalat berjama'ah tidak ada perbedaan status sosial antara orang kaya

dengan miskin, rakyat jelata dengan pejabat, semuanya sama menghadap kearah

yang sama, melakukan hal yang sama dan berdiri dalam shaf yang sama. Hal ini

mengisyaratkan adanya persamaan derajat dan kedudukan manusia dihadapan

Allah SWT. Nilai keutamaan dan kemuliaan seseorang disisi Allah hanya diukur

dari tingkat ketaqwaannya sehingga setiap orang mu'min memiliki akses dan

kesempatan yang sama untuk memperoleh keutamaan dan kemuliaan disisi

Allah tersebut, asalkan dia bertaqwa.

4. Shalat berjama'ah menjanjikan kebahagian dan kesuksesan karena ketika waktu

shalat tiba, sang muadzdzin menyeru kaum muslimin dengan kalimat: )�(�� �P��

«�̂ �l�� )�(�� �P�� , ��̂ ���, yang mengadung arti “wahai hamba-hambaku hendaklah

kamu sekalian menuju shalat dan kebahagian. Jika kamu sekalian bersegera

menuju shalat dan melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya, maka kamu

akan beruntung, bahagia dan sukses meraih apa yang kamu inginkan dan kamu

cita-citakan”.

Page 72: Fiqih X

Fiqih Kelas X 71

BAB VIII

SHALAT JUM’AT

A. PENGERTIAN DAN HUKUM SHALAT JUM’AT

Shalat jum’at merupakan shalat dua rakaat yang dilaksanakan setelah khutbah

pada waktu shalat dhuhur dan di hari jum’at.

Hukum shalat jum’at adalah fardhu ‘ain, yaitu wajib atas setiap laki-laki dewasa

yang beragama Islam, merdeka dan muqim (menetap). Tetapi shalat jum’at tidak wajib

bagi perempuan, anak-anak, hamba sahaya (budak) dan orang yang sedang dalam

perjalanan (musafir). Allah SWT berfirman:

$ pκš‰ r'¯≈ tƒ tÏ% ©!$# (#þθ ãΖ tΒ#u #sŒÎ) š” ÏŠθ çΡ Íο4θ n=¢Á=Ï9 ÏΒ ÏΘ öθ tƒ Ïπ yè ßϑàf ø9 $# (#öθ yè ó™ $$sù

4’ n<Î) Ìø. ÏŒ «!$# (#ρ â‘sŒuρ yìø‹t7ø9 $# 4 öΝ ä3Ï9≡ sŒ ×� ö! yz öΝ ä3 ©9 β Î) óΟçGΨä. tβθ ßϑn=÷è s?

:cg5�)�( Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu dipanggil (diseru) untuk shalat di

hari jum’at, maka hendaklah kamu segera mengingat Allah dan tinggalkanlah

jual beli. (QS. Al-Jum’at: 9)

Sabda Rasulullah SAW:

�72� ,! m' ,! �!2�,! �%(¦ ?�� cg�#! 0Z c��¶ � -(�� �6 )(� h3, ¨� cg5�

(-6�o , �,� %�! 4,#)

Jum’at itu hak yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam dengan

berjama’ah, kecuali empat macam, yaitu: hamba sahaya (budak), perempuan,

anak-anak atau orang sakit. (HR. Abu Daud dan Hakim)

B. SYARAT SAH DAN WAJIB SHALAT JUM’AT

1. Syarat Sah Shalat Jum’at

Shalat jum’at akan dianggap sah apabila syarat-syarat berikut dilaksanakan,

yaitu:

Page 73: Fiqih X

Fiqih Kelas X 72

a) Hendak dilaksanakan di tempat dimana ia tinggal (tidak sedang dalam

perjalanan)

b) Berjama’ah, karena pada masa Rasulullah SAW shalat jum’at tidak

dilakukan sendiri-sendiri. Menurut sebagian ulama, jama’ah yang ikut

shalat jum’at di suatu masjid sekurang-kurangnya berjumlah 40 orang

laki-laki dewasa yang muqim.

c) Dikerjakan di waktu shalat dhuhur. Rasulullah SAW bersabda:

H5G� &,�z j� cg5� )(�7 -($, +*(� � )(' � &%$# "�6 H<! ��(I#�J�� 4,#)

Dari Anas, Rasululllah SAW shalat jum’at ketika telah tergelincirnya

matahari. (HR. Bukhari)

d) Didahului dengan dua khutbah.

2. Syarat Wajib Shalat Jum’at

Berikut adalah syarat wajib melaksanakan shalat jum’at, yaitu:

a) Islam

b) Baligh (dewasa)

c) Berakal

d) Laki-laki (bukan perempuan)

e) Sehat, tidak sakit

f) Muqim, tidak sedang dalam perjalanan

C. SUNNAH SHALAT JUM’AT

Hal-hal yang sunnah dilakukan dalam pelaksanaan shalat jum’at, yaitu:

1. Disunnahkan mandi sebelum pergi shalat jum’at

2. Berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya, dan lebih baik

memakai baju berwarna putih

3. Memakai wangi-wangian

4. Memotong kuku, menggunting kumis dan mencukur jenggot. Rasulullah SAW

bersabda:

Page 74: Fiqih X

Fiqih Kelas X 73

"! ��. cg5� �%7 +�#�B ·T7, 4#�;l¸! -(T7 -($, +*(� � )(' � &%$# "�6

(ª¤W�, )T=*�� 4,#) �^�� �Z ¹2º

Rasulullah memotong kuku dan menggunting kumisnya pada hari jum’at

sebelum beliau pergi shalat. (HR. Baihaqi dan Thabrani)

5. Berjalan kaki ketika pergi shalat jum’at

6. Hendaklah ia membaca qur’an atau berzikir sebelum khutbah, lebih baik

membaca surat al-Kahfi. Sabda Rasulullah SAW:

-6�o 4,#) jNg5� j� �� #%�� �� +� ��1! c=5� �%7 � �=b� !2. ��

(+88',

Barangsiapa yang membaca surat Kahfi pada hari jum’at, maka cahaya akan

menyinarinya antara kedua jum’at. (HR. Hakim)

7. Hendaklah memperbanyak do’a dan shalawat atas Nabi SAW pada hari jum’at

dan pada malamnya.

D. KHUTBAH JUM’AT

1. Syarat Khutbah

a) Hendaklah kedua khutbah dimulai setelah tergelincirnya matahari (waktu

dhuhur).

b) Jika mampu ketika khutbah hendaklah berdiri.

c) Khatib hendaklah duduk di antara dua khutbah, sekurang-kurangnya

berhenti sebentar.

d) Khutbah hendaklah dilakukan dengan suara yang keras.

e) Hendaklah berturur-turut, baik rukun atau jarak keduanya dengan shalat.

f) Khatib hendaklah suci dari hadats dan najis.

g) Khatib hendaklah menutup aurat.

2. Rukun Khutbah

Rukun dua khutbah adalah sebagai berikut:

Page 75: Fiqih X

Fiqih Kelas X 74

a) Mengucapkan puji-pujian kepada Allah SWT.

b) Mengucapkan shalawat atas Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya.

c) Mengucapkan syahadat. Sabda Rasulullah SAW:

(�,� %�!, ?{! 4,#) ���r� ?*��6 P=O ?=Gz �5*O H*� c�W� �6

Setiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang

terpotong. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

d) Berwasiat (bernasehat) dengan taqwa dan menjelaskan isi khutbah.

e) Membaca ayat al-Qur’an pada salah satu kedua khutbah.

f) Berdo’a untuk mu’minin dan mu’minat pada khutbah kedua.

3. Sunnah Khutbah

Dalam khutbah jum’at, terdapat beberapa hal yang disunnahkan, yaitu:

a) Hendaklah khutbah dilakukan di atas mimbar atau di tempat yang lebih

tinggi.

b) Isi khutbah diucapkan dengan kalimat yang fasih, jelas, mudah

dipahami, sederhana, tidak terlalu panjang dan tidak pula terlalu

pendek.

c) Hendaklah khatib menghadap kepada mustami’ (orang yang

mendengar) khutbah.

d) Membaca surat al-Ikhlas ketika duduk antara dua khutbah.

e) Menertibkan tiga rukun (mulai dari puji-pujian, shalawat dan

berwasiat).

f) Mustami’ hendaklah diam dan memperhatikan khutbah. Sabda

Rasulullah SAW:

I#�J�� 4,#) ~%|� ?TO hWº ����, �< cg5� �%7 ¥����� (. uZ

(-(�� ,

Apabila engkau berbicara kepada temanmu pada waktu shalat jum’at,

maka diamlah sewaktu imam berkhutbah. Maka sesungguhnya telah

gugur jum’atmu. (HR. Bukhari-Muslim)

Page 76: Fiqih X

Fiqih Kelas X 75

g) Khatib hendaklah memberi salam.

E. HALANGAN SHALAT JUM’AT

Halangan (udzur) shalat jum’at adalah salah satu sebab yang menghalangi

seseorang untuk melaksanakan shalat jum’at, yaitu:

1. Karena sakit. Rasulullah SAW bersabda:

,! m' ,! �!2�,! �%(¦ ?�� cg�#! 0Z c��¶ � -(�� �6 )(� h3, ¨� cg5�

(-6�o , �,� %�! 4,#) �72�

Jum’at itu hak yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam dengan

berjama’ah, kecuali empat macam, yaitu: hamba sahaya (budak),

perempuan, anak-anak atau orang sakit. (HR. Abu Daud dan Hakim)

2. Karena hujan sehingga sulit untuk pergi shalat jum’at.

Page 77: Fiqih X

Fiqih Kelas X 76

BAB IX

SUJUD

A. SUJUD SAHWI

Sujud sahwi adalah sujud yang diwajibkan karena terjadinya lupa dalam shalat,

baik karena menambah atau mengurangi kewajiban-kewajiban shalat atau hanya adanya

keraguan (dugaan) akan hal tersebut. Sujud itu dilakukan setelah salam sebanyak dua

kali dengan bacaan:

�+�z��6�2�;��, � �c��{�#�, : m��� � �=:;7�! �¥�*�(�� ���̂ ��� �� ��, � - �� �

Dengan menyebut nama Allah, dan dengan salam kesejahteraan serta Rahmat

dan Berkah-Nya bagimu Nabi.

Hukum sujud sahwi adalah sunnah muakkad untuk imam dan orang yang shalat

sendiri (munfarid), adapun makmum ia wajib mengikuti imamnya untuk melakukan

sujud, dan apabila imam tidak sujud makmum tidak boleh sujud sendiri.

Sebab Sujud Sahwi

Ada beberapa hal yang menyebabkan dilakukannya sujud sahwi, di antaranya

adalah:

1. Ketinggalan tasyahud awal. Sabda Rasulullah SAW:

�-�(�;O �j�;N�g �6�2� �� � �-�6�?���! ����. �u Z :�-�(�$�, +�*�(�� � �)(�' � �&�%�$�# �&��. ��2 �;* |�5�� ���

(?{! 4,#) % �=��� ��»�? �w�$ �?�w���7�, �H (��¼ �̂ �O � >5 [��. �- N;�N �$ " Z�, �H

( �w�*�(�;O �>5 [��. �- N;�N ���7

Dari al-Mughirah, telah bersabda Rasulullah SAW: apabila salah seorang

dari kamu berdiri sesudah dua rakaat tetapi ia belum sempurna berdirinya,

maka hendaklah ia duduk kembali (untuk tasyahud awal). Dan jika ia sudah

berdiri sempurna maka ia jangan duduk kembali, dan hendaklah ia sujud dua

kali (untuk melakukan sujud sahwi). (HR. Ahmad)

2. Kelebihan rakaat atau ruku’ dan sujudnya karena lupa.

Page 78: Fiqih X

Fiqih Kelas X 77

Sabda Rasulullah SAW:

� �?�7 ��! �+�� ���* T�O �>���½ �2 �=:�� �)(�' �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' � m��� �"�! A��%�g ���� ��� ���

I#�J�� 4,#) �j�;z�? �w�$�?�w���O �>���½ � �*�(�' �%����T�;O �¥ ��u ����, �0 �&��T�;O ��̂ ���

(-(��,

Dari Ibnu Mas’ud ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah shalat dhuhur lima

rakaat, maka seseorang bertanya kepada beliau: “apakah engkau sengaja

untuk melebihkan shalat wahai Rasulullah?” Beliau jawab: Tidak. Lalu

mereka yang melihat Nabi shalat berkata: “Engkau telah shalat lima rakaat.”

Maka kemudian beliau sujud dua kali. (HR. Bukhari-Muslim)

3. Karena ragu (syak) bilangan rakaat yang telah dikerjakan. Jika seseorang ragu

apakah rakaat yang sudah dikerjakannya tiga atau empat, maka hendaklah ia

ambil bilangan yang ia yakini. Apabila ia yakin pada bilangan tiga rakaat maka

ia harus tambah satu rakaat lagi dan melakukan sujud sahwi sebelum memberi

salam.

+ z�̂ �' � �-�6�?���! ����B �u Z �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' : m��� �&��. �I # �?��t ?�* g�$ 9�! �����,

# �?�7 �-�(�;O �?�w���7 ��� � �j�T�;N; �$ ��� �)(�� �¾;�*���, �¥�G� «�2�W�7 �-�(�;O �>g�;��#�! ���! �>��̂ �� �)(�' �-�6

(-(��, ?{! 4,#) ��̂ ��� �����;. �j�;z �? �w�$

Dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah SAW telah bersabda: apabila salah

seorang dari kamu dalam shalat, apakah ia sudah mengerjakan tiga atau

empat (rakaat),maka hendaklah ia hilangkan keraguan itu dan diteruskannya

shalat menurut yang ia yakini (bilangan rakaatnya), kemudian ia sujud dua

kali sebelum salam. (HR. Ahmad dan Muslim)

4. Apabila kurang rakaat karena lupa. Sabda Rasulullah SAW,

Page 79: Fiqih X

Fiqih Kelas X 78

�)(���O �P G�g�� ��»�̂ �' I�? �� Z �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' � �&�%�$�# ��� � )�(�' ���2�;7�2�f 9�! ����

��v�, �H�<�! ��v �&��T�;O ¿ � �&�%�$�# ��7 � �* ��< ���! ���̂ ��� ~�2���. �%����T�;O .�-�(�$ ��� �j�;N�g �6�#

��T�;O . �2���T�;z �&�%�E�! �,�! 4 ��%�w�$ ���� � �?�w�$�, �2�;� �6 ��� �-�(�$ ��� ���2�;z ��� �)(���O ���?�T�;N�;O �-�g�;< �%��

(+*(� ¨lN�, 4,#)

Dari Abu Hurairah ra. ia berkata bahwa Rasulullah telah shalat bersama kami

salah satu dari dua shalat siang hari (dhuhur dan ashar). Baru dua rakaat

beliau shalat kemudian ia salam. Mereka bertanya: “Apakah shalatmu di

qashar atau engkau lupa?” Rasulullah menjawab: “shalat saya tidak di

qashar dan tidak pula lupa”. Mereka menjawab: “Ya, engkau telah

melakukannya”. Kemudian Rasulullah menghadap kiblat dan shalat kembali

rakaat yang kurang kemudian salam. Kemudian beliau takbir dan sujud

seperti biasanya atau lebih lama. (HR. Mutafaqun Alaih)

Tata Cara Sujud Sahwi

Niat di dalam hati untuk melaksanakan sujud sahwi, kemudian meletakkan dahi

di atas tempat sujud sambil membaca zikir berikut:

�+�z��6�2�;��, � �c��{�#�, : m��� � �=:;7�! �¥�*�(�� ���̂ ��� �� ��, � - �� �

Dengan menyebut nama Allah, dan dengan salam kesejahteraan serta Rahmat

dan Berkah-Nya bagimu Nabi.

Selain bacaan yang diatas, bacaan ketika sujud sahwi sama dengan bacaan rukun

sujud. Begitu juga bacaan duduk antara dua sujud sama dengan bacaan rukun

duduk antara dua sujud.

Setelah membaca zikir di atas lalu duduk kemudian sujud sekali lagi, kemudian

membaca tasyahud dan salam.

B. SUJUD TILAWAH

Pengertian

Page 80: Fiqih X

Fiqih Kelas X 79

Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan seseorang karena membaca ayat

sajdah, atau mendengar orang lain membaca ayat tersebut, meskipun orang yang

membacanya tidak melakukan sujud. Sujud ini dapat dilakukan ketika sedang shalat

maupun tidak. Sujud tilawah juga termasuk perbuatan yang disunahkan.

Perintah melakukan sujud tilawah dalam Islam berdasarkan pada hadis Nabi

saw. Rasulullah melakukan sujud tilawah apabila membaca atau mendengar ayat-ayat

sajdah.

�&���;N�� �?�w���O ���? �w��� ����§ ���� �!�2�;. �u Z -($, +*(� � )(' : m��� �&��. ���2�;7�2�f 9�! ����

�%�w:��� � �~�2 ��! �, �c����� �+�(�;O �?�w���O ?�w:��� � ����§ ���� �2 ��! ��N�(�;7�, ��7 �&�%�T�;7 ) b���;7 �"��W�*�G� �

� � �*���g�;O (-(�� 4,#) #����

Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda: “Apabila keturunan Adam membaca

ayat sajdah; lalu ia sujud, maka setan menghindar dan menangis seraya

berkata: aduhai celakalah aku, anak Adam (manusia) disuruh sujud, kemudian

ia sujud, maka baginya surga. Dan saya pernah disuruh sujud tapi saya enggan,

maka bagi saya neraka.” (HR. Muslim)

Hadis Nabi yang lain adalah sebagai berikut:

�u ��O �"§�2�T�� ��� �;*�(�� �!�2; �T�;7 �"��6 �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' � m��� �"�! �2 �5�� ��� ���� �2�;� �6 ��? �w���� � �2��

(Ir�s� 4,#) �+�g�� ��< �?�w�$�, �?�w�$�,

Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Nabi saw pernah membaca al-Qur’an di

depan kami, ketika beliau membaca ayat Sajdah beliau takbir lalu sujud, kami

pun sujud pula bersama beliau. (HR. Tirmidzi)

Ayat-Ayat Sajdah

Ayat-ayat Sajdah yang disunahkan melakukan sujud tilawah terdapat pada surat-

surat berikut:

No Surat/Ayat Bacaan Artinya

Page 81: Fiqih X

Fiqih Kelas X 80

1 Al-A’raf : 206 �"�,�?�w ���7 �+���, �+�<�%�8�����7�, ... … dan mereka

menyucikan-Nya dan

hanya kepada-Nya

mereka bersujud

2 Ar-Ra’d:15 &��'�R��, �,�?�|��� � �-��°�̂ ̧ �, ... … (dan sujud pula)

bayang-bayang mereka

pada waktu pagi dan

petang hari

3 An-Nahl:50 �"�,�2��� �;7 ��� �"�%�(�g �l�;7�, ... … dan melaksanakan

apa yang diperintahkan

(kepada mereka)

4 Al-Isra’:109 �>��%�G�� �-�f�?�7 ��7�, ... … dan mereka

bertambah khusyu’

5 Maryam:58 �À* b���, >?�w�$ �,:2�� ... … mereka tunduk sujud

dan menangis

6 Al-Hajj:18 ��¯�G�7 ��� ���g�l�;7 �� �" Z ... … sungguh, Allah

berbuat apa saja yang

Dia kehendaki

7 Al-Hajj: 77 �"�%�8 ( �l�;z �-�b�(�g�� ... … agar kamu beruntung

8 Al-Furqon: 60 >#�%�l�;< �-�f�����, ... … dan mereka makin

jauh lari (dari

kebenaran)

9 An-Naml: 26 -�* ��g�� Á�2�g�� :a�# ... Tuhan yang mempunyai

‘Arsy yang agung

10 As-Sajdah: 15 �"�,� ¤ �b�N ���7 �0 �-�f�, ... … dan mereka tidak

menyombongkan diri

11 Sad: 4 �>���;<�!�, �>g 6�# �2���, ... lalu menyungkur sujud

dan bertaubat

12 Fussilat (Ha Mim

Sajdah: 38)

�"�%�5�® ���7 �0 �-�f�, ... … sedang mereka tidak

pernah jemu

Page 82: Fiqih X

Fiqih Kelas X 81

13 An-Najm: 62 �,�?�����, � �,�?�w�$��O ... maka bersujudlah

kepada Allah dan

sembahlah (Dia)

14 Al-Insyiqaq: 21 ... �"�,�?�w���7 �0 Mereka tidak (mau)

bersujud

15 Al-‘Alaq: 19 �a �s�;.�, �?�w�$�, ... dan sujudlah serta

dekatkanlah (dirimu

kepada Allah)

Tata cara Sujud Tilawah

Berniat untuk melakukan sujud Tilawah dengan mengucapkan takbir kemudian

melakukan sujud satu kali dengan membaca

(Ir�s� 4,#) + z�%�;.�, + ��%�µ �4�2�����, �+�g�� �̈ �B�, �+�T�( �� �� r�( � �P = �3�, �?�w�$

Aku sujud kepada Tuhan yang menjadikan diriku, Tuhan yang membukakan

pendengaran dan penglihatan dengan kekuasaan-Nya. (HR. Tirmidzi)

Syarat Sujud Tilawah

Dalam sujud tilawah mempunyai syarat seperti syarat shalat. Misalnya suci dari

hadats dan najis, menghadap kiblat dan menutup aurat. Ini merupakan pendapat

sebagian ulama, karena menurut mereka sujud tilawah sebagai keadaan dalam

shalat. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa tidak disyaratkan suci dari

hadats dan tidak pula disyaratkan suci pakaian dan tempatnya.

Rukun Sujud Tilawah

Di luar shalat, rukun sujud tilawah adalah:

1. Niat.

2. Takbiratul ihram.

3. Sujud

4. Salam sesudah duduk

C. SUJUD SYUKUR

Page 83: Fiqih X

Fiqih Kelas X 82

Pengertian

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan oleh seseorang karena memperoleh

kenikmatan dari Allah swt atau terhindar dari malapetaka. Sujud syukur ini

dapat dilakukan sewaktu-waktu di luar ibadah shalat. Dalil al-Qur’an yang

menyuruh kita bersyukur terdapat dalam surat Ibrahim ayat 7, sebagai berikut:

È⌡s9 óΟè? öx6 x© öΝä3¯Ρy‰ƒÎ— V{ ( È⌡s9 uρ ÷Λ än öx! Ÿ2 ¨β Î) ’ Î1# x‹tã Ó‰ƒÏ‰ t±s9 :-*f2�Z)S(

sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku akan menambah (nikmat)

kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku

sangat berat. (QS. Ibrahim / 14: 7)

Sedangkan dalil sujud Syukur dari hadis Nabi adalah sebagai berikut:

+ � I�2 �G�� �,�! �4:2���7 �2 ���! �4��;z�! �u Z �"��6 �-�(�$�, +�*�(�� � � �)(�' � m��� �"�! ���2 �b�� 9�! ���� �2��

(Ir�s�, +3�� ��, �,� %�! 4,#) � �2 �b�B >? 3��$

Dari Abu Bakrah, sesungguhnya Nabi saw bila kedatangan urusan yang

menyenangkan atau diberi kabar gembira, maka beliau menunduk bersujud,

karena bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Daud, Ibn Majah dan Tirmidzi)

Setiap orang Islam diperintahkan melakukan sujud Syukur apabila mendapatkan

nikmat dari Allah maupun terhindar dari mara bahaya. Sujud ini merupakan

bentuk pengakuan seseorang atas nikmat yang ia terima dari Allah. Sujud syukur

juga sebagai ungkapan terimakasih seorang hamba kepada Khaliknya. Sujud

Syukur termasuk perbuatan sunah, yakni mendapatkan pahala apabila dilakukan

dan tidak berdosa apabila tidak dilaksanakan.

Tata Cara

Sebelum melaksanakan sujud Syukur, hendaknya kita berniat melakukan sujud

Syukur. Selanjutnya lakukanlah sujud Syukur dimana saja berada. Sujud Syukur

tidak perlu syarat dan rukun seperti sujud dalam shalat. Selain itu, orang yang

Page 84: Fiqih X

Fiqih Kelas X 83

akan melaksanakan sujud Syukur tidak perlu bersuci, baik dari hadas kecil

maupun hadas besar.

Menurut Imam Saukani, “Sujud Syukur tidak disyaratkan berwudhu, suci

pakaian dan tempat sujudnya. Tidak mengucapkan takbir sebagaimana sujud

dalam shalat”.

D. PERBANDINGAN SUJUD TILAWAH DAN SYUKUR

Perbandingan antara sujud tilawah dan sujud syukur adalah sebagai berikut:

1. Syarat dan rukun kedua sujud tersebut sama, begitu juga perselisihan ulama

tentang syarat dan rukun kedua sujud ini.

2. Kedua sujud tersebut hanya satu kali saja.

3. Sujud tilawah disunnahkan dalam shalat dan di luar shalat, tetapi jika sujud

syukur hanya disunnahkan di luar shalat, tidak boleh dilakukan dalam shalat.

Page 85: Fiqih X

Fiqih Kelas X 84

BAB X

SHALAT SUNNAH RAWATIB

A. PENGERTIAN

Rawatib dari segi bahasa diambil dari kata raatibah yang artinya continue atau

terus menerus. Sedangkan menurut pengertian istilah, shalat rawatib adalah shalat

sunnat yang dilakukan sebelum (qabliyah) dan sesudah (ba’diyah) shalat fardhu yang

lima waktu dalam sehari.

Waktu shalat sunnah rawatib adalah mulai dari masuk waktu shalat hingga

iqamah; sementara yang dilakukan setelah shalat, waktunya adalah seusai shalat, hingga

habisnya waktu shalat tersebut.

Fungsi shalat sunnah rawatib adalah untuk menambah serta menyempurnakan

kekurangan dari shalat fardhu.

B. WAKTU DAN BILANGAN SHALAT SUNNAH RAWATIB

Dari segi waktu dan bilangannya, shalat sunnah rawatib dibagi menjadi dua

macam, yaitu shalat sunnah rawatib muakkad (sangat dianjurkan) dan shalat sunnah

rawatib ghairu muakkad (dianjurkan).

Shalat Sunnah Rawatib Muakkad

Yang termasuk ke dalam shalat sunnah rawatib muakkad adalah:

1. Dua rakaat sebelum shalat shubuh (atau biasa disebut dengan shalat fajar).

Rasulullah SAW bersabda:

+�� ?f�gz �?B! �O%�� �� �PB )(� -($, +*(� � )(' m�� �b7 v cG[�� ��

(-(��, I#�J�� 4,#) 2wl� jNg6# )(�

Dari Aisyah ra. tidak ada shalat sunnah yang lebih dipentingkan (dianjurkan)

oleh Nabi SAW selain dua rakaat shubuh. (HR. Bukhari-Muslim).

2. Dua rakaat sebelum shalat dhuhur

3. Dua rakaat sesudah shalat dhuhur

Page 86: Fiqih X

Fiqih Kelas X 85

4. Dua rakaat sesudah shalat maghrib

5. Dua rakaat sesudah shalat isya

Sabda Rasulullah SAW:

jNg6#, 2=�� ��. jNg6# -($, +*(� � )(' � &%$# &�. 25� �� � ?�� ��

2|\ ?g� jNg6#, 2=�� ?g� I#�J�� 4,#) �?|� ��. jNg6#, ��Gg� ?g� jNg6#, a

(-(��,

Dari Abdullah bin Umar berkata: saya ingat bahwa Rasulullah (shalat) dua

rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat sesudah dhuhur, dua rakaat sesudah

maghrib, dua rakaat sesudah isya dan dua rakaat sebelum shubuh. (HR.

Bukhari-Muslim)

Shalat Sunnah Rawatib Ghairu Muakkad

Yang termasuk ke dalam shalat sunnah rawatib ghairu muakkad adalah:

1. Dua rakaat sebelum dan sesudah shalat dhuhur. Apabila ada seseorang yang

shalat sunnah dhuhur empat rakaat sebelum dan sesudah shalat dhuhur maka

Allah akan mengharamkan baginya api neraka. Sesuai dengan sabda Rasulullah

SAW:

_�#!, 2=�� ��. cg6# _�#! )(� ÃO�� �� -($, +*(� � )(' m�� &�. c�*�� �! ��

(Ir�s� 4,#) #��� )(� � +�2� �f?g�

Dari Ummu Habibah, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang

mengerjakan shalat empat rakaat sebelum dhuhur dan empat rakaat

sesudahnya, maka Allah akan mengharamkan baginya api neraka. (HR.

Tirmidzi)

2. Empat rakaat sebelum ashar. Rasulullah SAW bersabda:

4,#) �g�#! 2�g� ��. )(' 2;� � -�# -($, +*(� � )(' m�� &�. 25� �� ��

(Ir�s�

Page 87: Fiqih X

Fiqih Kelas X 86

Dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda: Allah member rahmat kepada seseorang

yang shalat empat rakaat sebelum ashar. (HR. Tirmidzi)

3. Dua rakaat sebelum maghrib. Sabda Rasulullah SAW:

��. %(' a2|\ ��. %(' -($, +*(� � )(' m�� &�. �l|� �� � ?�� ��

(I#�J�� 4,#) ��B �\ c����� � &�. � a2|\

Dari Abdullah bin Mughaffal, Nabi SAW bersabda: Shalatlah kamu sebelum

maghrib, shalatlah sebelum maghrib. Kemudian belliau berkata untuk yang

ketiga kalinya bagi orang yang menghendakinya (shalat sebelum maghrib).

(HR. Bukhari)

C. SHALAT SUNNAH RAWATIB PADA SHALAT JUM’AT

Pada shalat jum’at disunnahkan kepada seluruh orang mukallaf untuk

melaksanakan shalat sunnah dua atau empat rakaat sesudah shalat jum’at. Hal ini sesuai

dengan yang disabdakan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

4,#) +;N*� � jNg6# cg5� ?g� )(�7 "�6 -($, +*(� � )(' m�� "! :25� �� ��

(-(��, I#�J��

Dari Ibnu Umar, bahwasannya Nabi SAW shalat dua rakaat sesudah (shalat)

jum’at di rumah beliau. (HR. Bukhari-Muslim)

-($, +*(� � )(' m�� &�. �272f 9! �� _�#! �f?g� ��*(O cg5� -6?�! )(' uZ

(4�C, -(�� 4,#) ~�g6#

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: apabila salah seorang dari

kamu shalat jum’at, maka shalatlah kamu empat rakaat sesudahnya. (HR.

Muslim dan lainnya)

D. KEUTAMAAN SHALAT SUNNAH RAWATIB

Dalam perihal keutamaan shalat sunnah rawatib, Rasulullah SAW bersabda:

Page 88: Fiqih X

Fiqih Kelas X 87

�� ������ �� �������� �� ����� ��������� ���� ���� � �� �!�� ���"���# $ ����� %&� �'(�� �)(�*&� +�( �,&- .�/�� �0�- ��- &'(

��� &'�� ����&� �� �1�2 ����3��� ��� ��"����� &'�� ��� �3��� ��� 45��

Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib,

karena Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan

membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.

Page 89: Fiqih X

Fiqih Kelas X 88

DAFTAR PUSTAKA

M. Zein, Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2009, Ed. 1

Al-Jaziri, Abdurrahman, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, yang diterjemahkan oleh

H. Chatibul Umam dan Abu Hurairah, Darul Ulum Press, 1996, cet. 2

Husain, Syarif Hidayatullah, Salat dalam Mazhab Ahlul Bait: Kajian al-Qur’an, Hadis,

fatwa & ilmiah, Jakarta: Lentera, 2007

Abu Zahra’, Salat Nabi Saw: Versi Keluarga yang Disucikan, Bandung: Kota Ilmu,

2001

Ritonga, A. Rahman, Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama 2002, cet.

2

Rasyid, H. Sulaiman, Fiqh Islam, Jakarta: At-Thahariyah

Mahfuzh, Hakiki, Junaidi M, Fikih Tsanawiyah Jilid 2, Yogyakarta: Kota Kembang,

2005, cet. 5