fiqih. doc

29
Tugas Mandiri Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah : FIQIH Dosen : Norwili, M.HI Disusun oleh : Muhammad Sukma Rohim (0801130133) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PALANGKARAYA JURUSAN TARBIYAH PRODI FISIKA TAHUN 2009

Upload: m-sukma-rohim

Post on 14-Jun-2015

5.058 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: FIQIH. doc

Tugas Mandiri

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah : FIQIHDosen : Norwili, M.HI

Disusun oleh :

Muhammad Sukma Rohim

(0801130133)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN) PALANGKARAYA

JURUSAN TARBIYAH PRODI FISIKATAHUN 2009

Page 2: FIQIH. doc

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alah SWT karena berkat rahmat

dan karunia-Nya makalah yang berjudhal itu hampir tidak pernah ul “JINAYAH”

ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang di tentukan.

Sekilas pembahasan tentang fiqih Jinayah (hukum pidana Isalam) sering

menyiratkan kesan kejam . Hukum potongan tangan, rajam, qishash, dan jilid

sering dijadikan alasan dibalik kesan tersebut, sekalipun dalam kenyataan, hal itu

hampir tidak pernah dilakukan dalam sejarah hukum pidana islam.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dari mata

kuliah FIQIH, yang mana dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian

jinayah, hudud, qishash, dan ta’zir beserta macam dan hikmahnya. Kami juga

menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu segala kritik dan

saran yang sifatnya membangun selalu kami harapkan dari para pembaca. Kami

berharap agar makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Palangkaraya, Desember 2009

\\

Penulis

Page 3: FIQIH. doc

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN

KATA PENGANTAR........................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................

B. Batasan Masalah......................................................................

C. Tujuan Penulisan......................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian jinayah....................................................................

B. Pengertian hudud, macam, dan hikmahnya.............................

C. Pengertian Qishash, macam, dan hikmahnya..............................

D. Pengertian Ta’zir, macam, dan hikmahnya..............................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................

B. Saran..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: FIQIH. doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama dengan adanya manusia.

Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Disisi lain

manusia ingin tentram, tertib, damai, dan berkeadilan. Artinya, tidak diganggu

oleh perbuatan jahat. Untuk itu, semua muslim wajib mempertimbangkan dengan

akal sehat setiap langkah dan perilakunya, sehingga mampu memisahkan antara

perilaku yang dibenarkan,( halal ) dengan perbuatan yang disalahkan ( haram ). Di

dalam ajaran islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya

preventif dan represif dijelaskan di dalam fiqih Jinayah.

Dalam makalah ini diajukan beberapa hal yang menyangkut pelanggaran

dan sangsi sesuai dengan perbuatannya itu. Maka dari itu didalam makalah ini

akan dibahas mengenai Qishash, Hudud, Ta’zir “Hukuman-hukuman”. Setelah

mengetahu berbagi macam hukuman yang diakibatkan atas pelanggaran seseorang

maka diharapkan akan muncul suatu hikmah dan tujuan kenapa hukuman itu ada

dan dilaksanakan.

B. Batasan Masalah

. Dalam upaya menspesifikan masalah dalam makalah ini perlu adanya batasan

masalah yang akan diuraikan. Masalah yang akan dibahas adalah apa hikmah dan

tujuan hukuman-hukuman (jarimah) dalam pidana. PENGERTIAN, MACAM-

MACAM HUKUM SERTA HIKMAHNYA

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :

Mengetahui pengertian jinayah, serta pengertian hudud, qishash, dan ta’zir

beserta macam dan hikmahnya.

1

Page 5: FIQIH. doc

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jinayah

Jinayah adalah tindakan kriminal atau tindakan kejahatan yang

mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.

Secara bahasa kata jinaayaat adalah bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal

dari janaa dzanba yajniihi jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim

mashbar (kata dasar), kata jinaayah dijama’kan karena ia mencakup banyak jenis

perbuatan dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik

disengaja ataupun tidak. Menurut istilah syar’i, kata jinaayah berarti menganiaya

badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau membayar. Fiqih

Jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan kriminal

yang dilakukan oleh orang mukallaf sebagai hasil pemahaman atas dalil yang

terperinci.

Tujuan disyari’atkannya adalah dalam rangka untuk memelihara akal,

jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya meliputi berbagai tindak kejahatan

kriminal, seperti : Pencurian, perzinahan, homoseksual, menuduh seseorang

berbuat zina, minum khamar, membunuh atau melukai orang lain, merusak harta

orang dan melakukan gerakan kekacauan dan lain sebagainya. Di kalangan

fuqaha’, perkataan jinayah berarti perbuatan – perbuatan yang terlarang menurut

syara’1. Selain itu, terdapat fuqaha' yang membatasi istilah jinayah kepada

perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash –tidak

termasuk perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman ta’zir. Istilah lain

yang sepadan dengan istilah jinayah adalah jarimah, yaitu larangan – larangan

syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir.

Dari berbagai pengertian di atas, konsep jinayah berkaitan erat dengan

masalah ”larangan” karena setiap perbuatan yang terangkum dalam konsep

jinayah merupakan perbutan yang dilarang syara’. Larangan ini timbul karena

perbuatan-perbuatan itu mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Oleh

karena itu, dengan adanya larangan, maka keberadaan dan kelangsungan hidup

1 Jazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayah Ed. 2, cet. 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

1

Page 6: FIQIH. doc

bermasyarakat dapat dipertahankan dan dipelihara. Memang ada manusia yang

tidak mau melakukan larangan dan tidak mau meninggalkan kewajiban bukan

karena adanya sanksi , tetapi semta-mata karena ketinggian moralnya –mereka

orang yang akhlaknya mulia. Akan tetapi, kenyataan empirik menunjukan dimana

pun di dunia ini selalu ada orng-orang yang taat karena adanya sanksi, oleh karena

itu jinayah tanpa sanksi tidaklah realistik.

Macam-macam Hukuman

Hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak pidana.

a) Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam al-

Qur’an dan al-Hadist. Maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian:

• Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan kafarah. Misalnya,

hukuman bagi pezina, pencuri, perampok, pemberontak, pembunuh, dan orang

yang mendzihar istrinya.

• Hukman yang tidak ada nashnya, hukuiman ini disebut dengan hukuman ta’zir,

seperti percobaan melakukan tindak pidana, tidak melaksanakan amanah, bersaksi

palsu.

b) Ditinjau dari segi hubungan antara suatu hukuman dengan hukuman yang lain,

hukuman dapat dibagi menjadi empat yaitu:

• Hukuman pokok (al-uqubat al-ashliyah), yaitu hukuman yang sal bagi suatu

kejahatan , seperti hukuman mati bagi pembunuh dan hukuman jilid seratus kali

bagi pezina ghayr muhshan.

• Hukuman pengganti (al-uqubat al- badaliyah), yaitu hukuman yang menempati

empat pokok apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu

alasan hukum diyat bagi pembunuh yang sudah di maafkan qishasnya oleh

keluarga korban atau hukuman ta’zir apabila karena suatu hal hukuman had tidak

dapat dilaksnakan.

• Hukuman tambahan (Al-‘Uqubah Al-Thaba’iyah), yaitu: hukuman yang

dijatuhkan pada pelaku atas dasar mengikuti hukuman pokok, seperti terhalangnya

seorang pembunuh untuk mendapat waris dari harta terbunuh.

• Hukuman pelengkap (Al-‘Uqubat Al-Takmiliyat), yaitu hukuman yang

dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang telah dijatuhkan.

2

Page 7: FIQIH. doc

Jinayah atau jarimah dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan aspek

berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-Quran dan

hadist. Atas dasar ini mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu :

a. jarimah hudud,

b. jarimah qishash, dan

c. jarimah ta’zir.

B. HUDUD

Hudud adalah bentuk jama’ bahasa Arab “hadd”, pada dasarnya hadd berarti

pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain.

Secara bahasa hadd berarti pencegahan. Menurut istilah syara’ hadd adalah

memberikan hukuman dalam rangka hak Allah. Adapun menurut syar’i, hudud

adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk

mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama. Merupakan

sutu peraturan yang bersifat membatasi atau mencegah atau undang-undang dari

Allah berkenaan dengan hal-hal boleh (halal) dan terlarang (haram) serta

hukuman-hukuman yang di jatuhkan kepada pelaku-pelaku kemaksiatan.

Macam-macam hudud dan hukumanya :

1. khamar 5. mencuri

2. zina 6. muharobah

3. qadzaf

4. riddah

1. Khamar

Khamar adalah cairan yang di hasilkan dari peragian biji-bijian atau

buah-buahan dan mengubah sari patinya menjadi alcohol dan menggunakan

katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisah unsur-unsur

tentu yang berubah melalui proses peragian atau Khamr adalah minuman yang

memabukkan. Orang yang minum khamr diberi sangsi dengan dicambuk 40 kali

(Umar bin Khattab 80 kali). Khamr diharamkan dan diberi sangsi yang berat

karena mengganggu kesehatan akal pikiran yang berakibat akan melakukan

3

Page 8: FIQIH. doc

berbagai tindakan dan perbuatan di luar kontrol yang mungkin akan menimbulkan

ekses negatif terhadap lingkungannya.

2. Zina

Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang

sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan. Sanksi hukum bagi yang

melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi

pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah

melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau dicambuk

100 kali bagi pezina ghoiru mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh

orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan

yang sah.

Adapun dalil terhadap orang yang tidak muhsan ialah firman Allah Swt:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap

seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada

keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman

kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka

disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”(An-Nur :2)

Sabda Rasulullah Saw.:

“perawan dengan bujang yang berzina hendaklah didera seratus kali, dan

diasingkan dari negeri itu selama seratus tahun.”(Riwayat Muslim).

Bahkan tidak hanya zinanya yang haram, melainkan mendekatinyapun

haram, sebagaimana firman Allah SWT :

4

Page 9: FIQIH. doc

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu

perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S al-Isra:32)

Disamping itu, Rasulullah SAW.,bersabda:

“Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kamu bersepi-sepi dengan seorang

perempuan (yang bukan mahram), karena yang ketiga adalah setan.” (HR

Bukhari dan Muslim dari ibn Abas).

Sanksi hukum tersebut baru dapat dijatuhkan apabila sudah terbukti

melakukan perzinahan baik dengan pengakuan, 4 orang saksi atau alat bukti.

Perzinahan diharamkan oleh Islam karena : 1) Menghancurkan garis keturunan

dan putusnya hak waris. 2) Mengakibatkan kehamilan sehingga anak yang terlahir

tersia-sia dari pemeliharaan, pengurusan dan pembinaan pendidikannya. 3)

Merupakan salah satu bentuk dari perilaku binatang yang akan menghancurkan

kemanusiaan. 4) Menimbulkan penyakit yang berbahaya dan menular.

3. Qadzaf

Asal makna qadzaf adalah ramyu melempar, umpamanya dengan batu atau

dengan yang lainya. Menurut istilah adalah menuduh orang melakukan zina.

Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila

tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang

senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan.

Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang

saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat

terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi dan bukti atau

meli’an isterinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari

kiamat.

4. Riddah

Riddah adalah kembali kejalan asal (setatus sebelumnya). Disini yang di

maksud dengan riddah adalah kembalinya orang yang telah beragama Islam yang

5

Page 10: FIQIH. doc

berakal dewasa kepada kekafiran karena kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan

dari oraing lain : baik yang kembali itu laki-laki maupun perempuan.

5. Mencuri

Pencurian adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara diam-diam

dan rahasia dari tempat penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud

untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain secara terang-terangan tidak

termasuk pencurian tetapi Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih

berat dari pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud memiliki

itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain

tanpa izin). Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan akan diazab

diakherat apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar harta terpelihara dari

tangan para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri akan jera dan

memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan pencurian karena

beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan).

Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada pencuri oleh hakim setelah terbukti

bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan alat bukti serta barang yang dicurinya

bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93

gram emas.

6. Muharobah (berbuat kekacauan)

Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang atau sekelompok orang untuk

menciptakan kekacauan, menumpahkan darah, merampas harta, merusak harta

benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang aturan perundang-

undangan. Latar belakang aksi ini bisa bermotif ekonomi yang berbentuk

perampokan, penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau bermotif

politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan

ketertiban umum. Sangsi hukum pelaku muharobah adalah2 :

1. Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya

mengambil atau merusak harta benda.

2 http://www.fkip-uninus.org/index.php/artikel-fkip-uninus-bandung/arsip-artikel/70-fiqih-jinayah

6

Page 11: FIQIH. doc

2. Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang.

3. Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya

melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa

membunuh.

HIKMAH HUDUD

Sejarah telah mebuktikan bahawa hukum HUDUD adalah satu peraturan yg

bijaksana, adil, mampu mengawal kebaikan dan telah memberi jalan keluar kpd

masalah manusia. Di zaman kegemilangan Islam yg lampau orang kafir pun

menerimanya. Bagi orang beriman, hukum HUDUD dirasakan satu anugerah yg

mengandungi nikmat. Kerana ia memberi dua faedah yang besar:

1. Ia seolah-olah pagar yg mengawal tanam-tanaman dari serangan binatang

binatang yg hendak memakannya. Yakni HUDUD membersihkan

masyarakat daripada orang-orang jahat yg mau mengganggu keselamatan

dan kebaikan insaniah dan material yang mereka telah cetuskan.

2. Bagi orang-orang yg melakukan kejahatan sama ada sengaja atau tidak,

mereka diberi jalan keluar untuk lepas dari hukuman Akhirat. yang mana

dosa yang sudah dihukum di dunia (secara HUDUD) tidak lagi dihukum di

Akhirat.

Diantara hukuman-Nya yang telah ditetapkan tidak boleh berubah-ubah lagi ialah:

1. Hukuman pancung kepada orang yang tidak sembahyang tiga waktu

berturut-turut tanpa uzur syar’i sesudah dinasihatkan.

2. Hukum qisas yaitu membunuh dibalas bunuh, luka dibalas luka.

3. Hukuman sebat kepada orang yang membuat fitnah.

4. Hukuman rotan 100 kali pada penzina yang belum kahwin, dirajam

sampai mati pada penzina yg sudah kawin.

5. Hukuman rotan 80 kali kpd orang yg menuduh orang berzina tanpa

bukti yang cukup.

6. Rotan 80 kali untuk peminum arak

7

Page 12: FIQIH. doc

Sebenarnya ‘hudud dunia’ ini lebih kejam. Ada orang ditangkap tanpa

dibicara. Hukum hudud bukan bermaksud menyiksa. Ia lebih bermaksud untuk

mendidik orang-orang yang tidak terdidik dengan nasihat dan tunjuk ajar. Bila ia

sakit, malu dan susah, baru dia faham yg sikapnya itu tidak baik dan tidak patut.

Baru dia dapat berfikir tentang perasaan dan keperluan orang lain. Sebagaimana

dia tidak sanggup disusahkan, dimalukan dan disakiti, begitulah orang lain.

Keinsafan ini hanya akan timbul kalau hukuman yg dikenakan benar-benar

menyakitkan dan seimbang.

C. QISHASH

Qishash adalah hukuman yang setimpal atau sama dengan tindak kejahatan

para pelakunya; Membunuh dibunuh lagi, memotong anggota badan dipotong

lagi, melukai dilukai lagi; Melukai orang mungkin bisa tidak diqishash dengan

dilukai lagi tetapi dengan cara bertanggung jawab atas biaya pengobatan jika

dimaafkan oleh korban. Hukuman qishash berlaku bagi orang yang melakukan

tanpa alasan yang dibenarkan syara’; Membunuh orang ketika berperang,

membunuh orang ketika mempertahankan diri, membunuh orang ketika

melaksanakan hukuman qishash seperti para algojo atau regu tembak tidak

dikenai hukum qishash.

Firman Allah SWT.:

“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka

balasannya adalah neraka jahanam, kekal ia didalamnya, dan Allah murka

kepadanya, dan mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar baginya.”

(An-Nisa:93)

Hukuman qishash hanya berlaku bagi pembunuhan yang disengaja itupun

apabila keluarga korban tidak memaafkan3. Apabila keluarga korban memaafkan

maka hukuman qishash tidak dilaksanakan, hanya saja yang bersangkutan wajib

3 Rasjid, Sulaiman.2005.Fiqh islam.Bandung: Sinar Baru algensindo.

8

Page 13: FIQIH. doc

membayar diyat (denda) yaitu menyerahkan 100 ekor unta; 40 diantaranya yang

sedang bunting kepada keluarga korban atau dengan uang yang senilai dengan itu.

Pembunuhan yang tidak sengaja (seperti bermaksud menembak burung tapi

mengenai orang sampai mati), sangsinya adalah kaffarah (pada zaman Nabi saw.

dalam bentuk pembebasan budak belian, untuk saat ini mungkin bisa dalam

bentuk pembebasan orang yang sedang dililit utang, pemberian bea siswa bagi

kaum dhu’afa, pemberian jaminan bagi tahanan politik) Dan jika kaffarah ini tidak

mampu dilakukan bisa mengambil kaffarah lain yaitu berpuasa 2 bulan berturut-

turut atau memberi makan 60 orang fakir miskin. Disamping kaffarah ia dibebani

untuk membayar diyat berupa pemberian 100 ekor unta atau yang senilai

dengannya kepada keluarga korban. Pembunuhan semi sengaja atau pembunuhan

seperti sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang

lain tanpa bermaksud membunuh tetapi hanya melukai saja karena alat yang

digunakan secara biasa tidak akan mengakibatkan kematian, tetapi justru

mengakibatkan matinya seseorang, seperti memukul orang dengan kayu, atau

menempeleng orang tetapi yang dipukul mati karenanya. Sangsi hukum bagi

pembunuh semi sengaja adalah membayar diyat berbentuk penyerahan 100 ekor

unta 40 diantaranya yang sedang bunting kepada keluarga korban.

Qishaash dan hikmahnya

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 178 :

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,

hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang

mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar

9

Page 14: FIQIH. doc

(diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian

itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa

yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih[111].

111]. Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishaash itu tidak

dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang

terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat

diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan

yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak

menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan

menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau

membunuh si pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia

diambil qishaash. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Islam

hampir disyariatkan, pada jaman Jahiliyah ada dua suku bangsa Arab berperang

satu sama lainnya. Di antara mereka ada yang terbunuh dan yang luka-luka,

bahkan mereka membunuh hamba sahaya dan wanita. Mereka belum sempat

membalas dendam karena mereka masuk Islam. Masing-masing menyombongkan

dirinya dengan jumlah pasukan dan kekayaannya dan bersumpah tidak ridlo

apabila hamba-hamba sahaya yagn terbunuh itu tidak diganti dengan orang

merdeka, wanita diganti dengan pria. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2:

178) yang menegaskan hukum qishash 4 .

(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa'id bin Jubair.)

D. TA’ZIR

Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh al qur’an dan hadits

yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang

berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk

tidak mengulangi kejahatan yang serupa5. Penentuan jenis pidana ta’zir ini

4 Jazuli, H.A. 2000. Fiqh Jinayah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada5 Ceramah Materi Kuliah Fiqh Jinayah, Oleh: Enceng Arif Faizal, S.Ag Uin SGD Bandung, Smstr III, 2007

10

Page 15: FIQIH. doc

diserahkan sepenuhnya kepada penguasa (hakim) sesuai dengan kemaslahatan

menusia itu sendiri.

1. Pengertian Ta’zir

Kata ta’zir berasal dari bahasa Arab “التعزير” yang merupakan bentuk masdar dari

kata “ تعزير, يعزر ” ditinjau dari segi bahasa, kata itu bisa berarti ” والنصرة التظيم ”

yakni mengagungkan dan membantu. Kata ta’zir dalam bahsa Arab diartikan

sebagai “penghinaan”. Sedangkan menurut istilah fiqh, Sayid Sabiq

mendefinisikan ta’zir adalah: tindakan edukatif terhadap pelaku perbuatan dosa

yang tidak ada sangsi hadd dan kifaratnya”6. Ahmad hanafi menyatakan bahwa

hukuman ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan atas jarimah-jarimah yang tidak

dijatuhi hukuman yang ditetapkan oleh syariat yaitu jarimah-jarimah hudud dan

qishash-diyat.

2. Macam-macam Ta’zir

Ahmad hanafi menyatakan bahwa hukuman-hukuman tersebut banyak

jumlahnyadari mulai yang paling ringan hingga yang paling berat, yaitu hukuman

yang dilihat dari keadan jarimah serta diri pelaku hukuman-hukuman ta’zir yaitu7:

1. Hukuman Mati

Kebolehan menjatuhkan hukuman mati pada ta’zir terhadap pelaku

kejahatan jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau pemeberantasan

tidak dapat dilakukan kecuali dengan jalan membunuhnya. Hukuman mati ini

hanya diberlakuakn pada jarimah zina, murtad, pemberontakan, pembunuhan

sengaja dan gangguan kemanan masyarakat luas (teroris).

6 Bakri M.K, “Hukum Pidana Islam”, 1989, Solo:Ramadhani7 Abdurrahman Al-Jaziri “Al- Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-‘Arba’ah Jilid V”, 1989, Beirut: Dar Al-Fikr Al-‘Arabi

11

Page 16: FIQIH. doc

2. Hukuman jilid

Jilid merupakan hukuman pokok dalam syari’at islam. Bedanya dengan

jarimah hudud sudah tertentu jumlahnya sedangkan jarimah ta’zir tidak tertentu

jumlahnya.

3. Hukuman penjara

Hukuman penjara dimulai batas terendah yaitu satu hari sampai batas

hukuman seumur hidup. Syafiiyah mengatakan bahwa batas tertinggi adalah satu

tahun, dan ulama lainnya menyerahkan kepada penguasa sampai batas mana lama

kurungannya.

4. Hukuman pengasingan

Untuk hukuman pengasingan imam ahmad dan syafi’i berpendapat bahwa

masa pengasingan tidak lebih dari satu tahun, sedangkan imam hanafi berpendapat

bahwa hukuman pengasingan boleh melebihi satu tahun, hukuman ini untuk

pelaku kejahtan yang merugukan masyarakat dan khawatir akan menjalar luas.

5. Hukuman salib

Hukuman salib dalam jarimah ta’zir tidak dibarengi atau disertai dengan

kematian, melainkan si tersalib disalib hidup-hidup dan tidak dilarang makan dan

minum, tidak dilarang melakukan wudhu, tetapi dalam melakukan shalat cukup

dengan menggunakan isyarat. Para fuqaha menyebutkan masa penyaliban tidak

lebih dari tiga hari.

6. Hukuman denda

Hukuman denda antara lain dikenakan pada pelaku pencurian buah yang

masih belum masak, maka dikenakan denda dua kali lipat dari harga buah

tersebut. Hukuman denda juga dikenkan untuk orang yang menyembunyikan

barang yang hilang.

12

Page 17: FIQIH. doc

7. hukuman pengucilan

Pada masa rasulullah pernah rasul menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap tiga

orang yang tidak mengikuti perang tabuk selam 50 hari tanpa diajak bicara.

Mereka adalah: Ka’ab Bin Malik, Miroroh Bin Rubai’ah, dan Hilal Bin Umayyah.

8. Hukuman ancaman (tahdid), teguran (tanbih), dan peringatan (al-Wadh’u)

Ancaman merupakan hukuman yang diharaokan akan membawa hasil dan

bukan hanya ancaman kosong. Teguran pernah dilakukan oleh rasulullah kepada

Abu Dzar yang yang memaki-maki orang lain, dengan menghinakan ibunya.

Peringatan juga merupakan bentuk hukman yang diharapkan orang tidak

menjalankan kejahatan atau paling tidak mengulanginya lagi.

3. Orang Yang Berhak Menta’zir8

Dilihat dari haknya hukuman ta’zir sepenuhnya berada ditangan hakim, sebab

hakimlah yang memegang tampuk pemerintahan kaum muslimin. Dalam kitab

subulu salam ditemukan bahwa orang yang berhak melakukan hukman ta’zir

adalah pengausa atau imam namun diperkenankan pula untuk:

1. Ayah; seorang ayah boleh menjatuhkan hukuman ta’zir kepada anaknya

yang masih kecil dengan tujuan edukatif. Apabila sudah baligh maka ayah

tidak berhak untuk memberi hukuman kepada anaknya meskipun anaknya

idiot.

2. Majikan; seorang majikan boleh menta’zir hambanya baik yang berkaitan

dengan hak dirinya maupun hak Allah.

3. Suami; seorang suami diperbolehkan melakukan ta’zir kepada istrinya.

Apbila istrinya melakukan nusyuz.

8 Abd, al-Aziz Amir, 1969. Al-Ta’zir fi al-Syariah, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir, cetakan IV.

13

Page 18: FIQIH. doc

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari paparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan akan hikmah dan tujuan

hukuman dalam tindak pidana dalam hal ini kaitanya jarimah baik itu

qishas/hudud, diyat, maupun ta’zir yang diterapkan dalam jinayah Islam. Yaitu

sebagai berikut:

1. Memelihara jiwa

2. Melindungi keutuhan keluarga yang merupakan unsur utama masyrakat

3. Menjaga reputasi dan kehormatan manusia

4. Memelihara kemaslahatan umum dan menegakkan akhlakuk al-karimah.

5. Membentuk masyarakat yang baik dan yang dikuasai oleh rasa saling

menghormati dan mencintai antara sesama manusia dengan mengetahui

batas-batas hak dan kewajiban masing-masing.

6. Mencegah terjadinya pelanggaran, sehingga kedamaian akan dirasakan

oleh segenap masyarakat.

7. Tindakan edukatif terhadap orang-orang yang berbuat maksiat atau orang-

orang yang keluar dari tatanan peraturan.

B. SARAN

Akhirnya penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam

makalah ini. Baik dari segi kelengkapan materi-materinya dan penulisannya.

14

Page 19: FIQIH. doc

Kepada para pembaca diharapkan koreksinya dan kritikan yang membangun guna

kedepannya pembuatan makalah ini lebih baik.

15