fiqih dakwah

368
Fikih Dakwah Dr. Akhmad Alim Pustaka Ulil Albaab

Upload: bahrum-subagia

Post on 25-Dec-2014

5.049 views

Category:

Documents


64 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Fiqih dakwah

Fikih Dakwah

Dr. Akhmad Alim

Pustaka Ulil Albaab

Page 2: Fiqih dakwah

i

Fikih

Dakwah Dr. Akhmad Alim

Page 3: Fiqih dakwah

ii

Judul

Fikih Dakwah Penulis Dr. Akhmad Alim Penyunting Bahrum Subagia Perwajahan Isi Tim Ulil Albaab Penata Letak TimUlil Albaab Desain Sampul Abu Aisyah Penerbit Pustaka Ulil Albaab Bogor: JL. KH. Sholeh Iskandar Km.2. Bogor 16162 Telp. 085813405685 e-mail: [email protected] cetakan pertama 2013 M/ 1434H

Page 4: Fiqih dakwah

iii

Kata Pengantar

Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah, yang

kita menyanjung-Nya, memohon pertolongan dan

pengampunan dari-Nya serta bertaubat kepada-Nya.

Kita berlindung kepada-Nya dari keburukan jiwa-jiwa

dan kejelekan amal-amal. Barangsiapa yang Allah

berikan petunjuk kepada-Nya, maka tidak ada

seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan

barangsiapa yang Allah leluasakan kepada kesesatan

Page 5: Fiqih dakwah

iv

maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya

petunjuk.

Kita bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq

untuk disembah kecuali Allah semata, yang tidak ada

sekutu atas-Nya. Kita juga bersaksi bahwa Rasulullah

Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang Allah

Ta’ala utus beliau dengan petunjuk dan agama yang haq,

yang Allah menangkan dari semua agama.

Kemudian, beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

menyampaikan risalah, memenuhi amanat dan

memberikan nasehat bagi ummat. Beliau berjihad di

jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Beliau

meninggalkan ummatnya dalam keadaan yang terang

benderang, malamnya bagaikan siangnya dan tidak ada

yang berpaling darinya kecuali akan binasa.

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan

kepada beliau, keluarga beliau dan sahabat beliau, serta

siapa saja yang mengikuti mereka dengan lebih baik

sampai hari kiamat. Amma Ba’du.

Page 6: Fiqih dakwah

v

Dakwah ibarat cahaya yang menerangi kehidupan

menuju jalan yang lurus (sirath al-mustaqim), menuntun

manusia dari kegelapan menuju terang benderang, dari

bid’ah menuju sunah, dari maksiat menuju taat, dari

syirik menuju tauhid, dan dari kedzaliman menuju

keadilan.

“Allah adalah wali/penolong bagi orang-orang yang

beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-

kegelapan menuju cahaya. Adapun orang-orang kafir

maka penolong-penolong mereka adalah thaghut, yang

mereka itu mengeluarkan mereka dari cahaya menuju

kegelapan-kegelapan. Mereka itulah para penghuni

neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah:

257)

Dakwah ke jalan Allah Ta’ala merupakan ibadah

yang paling mulia di sisi Allah. Perkataan menuju jalan-

Page 7: Fiqih dakwah

vi

Nya juga sebaik-baik jalan, sebagaimana Allah

firmankan.

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada

orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal

yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk

orang-orang yang menyerah diri?” (QS Fushshilat: 33)

Pahala besar yang Allah telah menyediakan bagi

para da’i. Pahala tersebut akan senantiasa mengalir dan

berlipat ganda di sisi Allah. Hal itu telah dikabarkan oleh

kekasih Allah yang tercinta Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka

ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang

Page 8: Fiqih dakwah

vii

mengikutinya tanpa mengurangi pahala orang yang

mengikutinya tersebut sedikitpun.” (HR. Muslim)

Sahl bin Sa’d Radhiyallahu 'anhu mengabarkan

bahwa suatu hari Nabi berkata kepada Ali Radhiyallahu

'anhu, pada saat beliau mengutusnya untuk memerangi

orang-orang Yahudi di Khaibar.

“Berjalanlah dengan pelan sehingga engkau

mengepung mereka pada halaman benteng mereka,

kemudian serulah mereka kepada Islam, dan

beritahukanlah apa yang wajib mereka tunaikan berupa

hak-hak Allah atas mereka, demi Allah, sungguh jika ada

salah seorang di antara mereka yang mendapat petunjuk

karena dirimu maka hal itu lebih baik bagimu daripada

seekor unta yang merah.” (HR. Muslim)

Berdakwah merupakan jalannya para nabi dan rasul,

dan jalannya orang-orang yang mengikuti mereka dari

para ulama dan para du’at yang istiqamah melakukan

perubahan kepada tauhidullah. Allah Azza wa Jalla

berfirman.

Page 9: Fiqih dakwah

viii

“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan

izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” (QS al-

Ahzab: 46)

Singkatnya, dakwah merupakan bagian yang amat

penting dalam kehidupan umat saat ini. Lebih-lebih di

zaman modern, tatkala kebanyakan manusia kehilangan

makna kehidupan, akibatnya kejiwaan mereka mudah

rapuh, kegersangan spiritual, rusaknya akhlak,

maraknya pezinaan, tersebarnya kedzaliman, dan

sederet tindakan kemunkaran lainnya. Dari sini, tampak

jelas bahwa Dakwah memiliki peran yang besar dalam

memperbaiki kehidupan, dan merupakan seruan menuju

jalan kehidupan yang lurus yang diridhai oleh Allah

Subhanahu wa Ta'ala.

Buku ini adalah sebuah langkah dalam jalan

Dakwah. Di dalamnya akan dijelaskan tentang banyak

hal yang berkaitan dengan fikih dakwah, yang mencakup

subjek dakwah (dai), objek dakwah (mad’u), materi

dakwah, metode dakwah, dan wasilah dakwah. Semoga

Page 10: Fiqih dakwah

ix

buku sederhana ini bermanfaat dan menjadi bekal bagi

para pendakwah di jalan Allah. Amiin

Page 11: Fiqih dakwah

x

Daftar Isi kata Pengantar ..............................................................................iii

Bab I Urgensi Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar ............................ 1

A. Risalah Dakwah Islam .................................................. 1

B. Urgensi Dakwah ............................................................. 8

C. Keutamaan Dakwah .................................................... 17

D. Pengertian Dakwah ..................................................... 29

E. Hukum Berdakwah Kepada Allah Subhanahu wa

Ta'ala ..................................................................................... 34

F. Tujuan Dakwah ............................................................ 39

G. Kategori Obyek Dakwah dan Cara Berdakwah

Kepada Mereka .................................................................... 47

H. Tantangan dan Problematika Dakwah ................... 59

I. Ta’awun Dalam Dakwah ............................................. 78

BAB II Akhlak Pendakwah ...................................................... 85

A. Al-Ikhlas ........................................................................ 87

B. Siddiq ............................................................................. 98

C. Amanah ........................................................................ 106

D. Yakin Diri .................................................................... 116

E. Sabar ............................................................................ 120

F. Lemah Lembut (Ar-rifqu)......................................... 129

G. Tawadhu’(rendah hati) ............................................ 134

H. Kasih Sayang (Ar-Rahmah) ...................................... 143

I. Istiqamah .................................................................... 151

Page 12: Fiqih dakwah

xi

BAB III Metodologi Dakwah Dengan Hikmah ..................... 164

A. Makna Hikmah ........................................................... 169

B. Keutamaan Hikmah .................................................. 178

C. Rukun Dakwah Bilhikmah ....................................... 180

D. Contoh Dakwah Dengan Hikmah Dalam Al-Qur’an

dan Al-Hadist ...................................................................... 188

E. Ushlub Hikmah ........................................................... 197

Bab IV Targhib Dan Tarhib Dalam Dakwah ...................... 232

A. Keutamaan Metode Targhib dan Tarhib ............... 232

B. Makna Targhib ........................................................... 240

a. Targhib Dalam Al-Qur’an ..................................... 242

b. Targhib Dalam Hadist ........................................... 249

C. Makna Tarhib ............................................................. 264

a. Tarhib Dalam Al-Qur’an ....................................... 265

b. Tarhib dalam Hadist ............................................. 269

D. Ruang Lingkup Dakwah Targhib dan Tarhib ....... 273

E. Kaedah (Dhawabit) Targhib dan Tarhib............... 281

BAB V Media Dakwah (Wasilah Dakwah) ........................... 285

A. Urgensi Media Dakwah ............................................. 286

B. Pengertian Media Dakwah ....................................... 291

C. Macam-Macam Media Dakwah ............................... 292

1. Media lisan .............................................................. 295

2. Media tulisan .......................................................... 298

Page 13: Fiqih dakwah

xii

3. Media visual ............................................................ 308

4. Media auditif ........................................................... 312

5. Media audio visual................................................. 315

6. Media akhlak .......................................................... 319

7. Media harta ............................................................. 327

Page 14: Fiqih dakwah

0

BAB I

URGENSI AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR

A. Risalah Dakwah Islam

Islam adalah agama sempurna, yang dengannya

Allah memuliakan manusia. Dengan Islam pula

terwujudnya kebahagian manusia di dunia dan akhirat.1

Allah berfirman:

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu

agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat Ku,

dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu.” (QS.

Al-Ma'idah: 3)

Kebutuhan umat kepada Islam seperti butuhnya

jasad kepada ruh. Ketika jasad kehilangan ruh, maka

1Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam:

Da‟wah Kepada Allah, Rabwah: Pustaka Islamhouse, 2009, hlm.4

Page 15: Fiqih dakwah

1

jasad tersebut ikut menjadi rusak dan busuk; begitu

pula dengan umat ini, ketika dia kehilangan agamanya

maka hancurlah umat ini.2

"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam,

maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)

daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang

yang rugi." (QS. Ali Imron: 85).

Dari Abu Hurairah dari rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda:

"Demi yang jiwa Muhammad ada di Tangan Nya,

tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi atau

2Ibid, hlm.29

Page 16: Fiqih dakwah

2

Nashroni yang mendengar tentang aku, kemudian ia

mati sementara dirinya tidak beriman dengan risalah

yang aku bawa, maka ia termasuk penghuni neraka."

(HR. Muslim)

Rahmat Allah begitu luas meliputi segalanya, dan di

antara rahmat Allah terhadap para hamba-Nya yang

paling agung adalah Dia mengutus para rasul, untuk

menyampaikan risalah keislaman. Supaya, mereka

mendapat cahaya hidayah dan terhindar dari jalan yang

sesat.

"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada

orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di

antara mereka seorang rasul dari golongan mereka

sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat

Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan

kepada mereka al kitab dan al hikmah. Dan sesungguhnya

sebelum (kedatangan nabi) itu, mereka adalah benar-

Page 17: Fiqih dakwah

3

benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Ali Imron:

164)

Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari

Allah, dan kitab yang menerangkan dengan kitab itulah

Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan

Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula)

Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita

kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya,

dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (QS. Al-

Ma'idah: 15-16)

Dari para rasul yang membawa risalah, Allah telah

memilih Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

sebagai rasul terbaik dan sekaligus penutup dari para

rasul. Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

membawa Islam yang haq bagi seluruh manusia,

menyampaikan risalah, menunaikan amanat yang

Page 18: Fiqih dakwah

4

dibebankan kepadanya, menasehati umat, dan berjihad

di jalan Allah, meninggalkan umat Islam dalam keadaan

terang, siangnya sebagaimana malamnya, dan tidaklah

orang yang berpaling (dari risalahnya) kecuali ia akan

binasa.

"Perkara Islam pasti akan sampai kepada apa-apa

yang liputi oleh siang dan malam, dan Allah tidak akan

meninggalkan rumah baik di kota atau di desa kecuali

Dia akan menyampaikan kepada mereka perkara agama

ini, dengan memuliakan orang yang mulia atau

menghinakan orang yang terhina, yaitu sebuah

kemuliaan di mana Allah akan meniggikan Islam

dengannya dan kehinaan di mana Allah akan

menghinakan kekafiran dengannya." (HR. Muslim)

Risalah Islam menebarkan rahmat untuk seluruh

alam, tanpa membeda-bedakan antara suku, bangsa dan

Page 19: Fiqih dakwah

5

golongan. Semuanya sama di sisi Allah, yang

membedakan mereka adalah ketaqwaannya.

”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan

kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya

orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-

Hujurat: 13)

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan

untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-

Anbiya': 107)

Allah berfirman:

Page 20: Fiqih dakwah

6

"Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada

umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita

gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi

kebanyakan manusia tiada mengetahui." (QS. Saba': 28)

Risalah Dakwah Islam akan tetap dan terus eksisis

sampai hari kiamat, akan tetap ada sekelompok dari

umat Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang

selalu dan terus menjalankan syariat agama ini, hingga

datang ketentuan dari Allah dan mereka tetap seperti

itu.

"Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang

menjalankan perintah Allah, tidak memadhoratkan

mereka orang yang menyelisihinya sampai datang

Page 21: Fiqih dakwah

7

ketentuan Allah dan mereka tetap tampak seperti itu di

tengah-tengah manusia." (Muttafaq alaihi)

B. Urgensi Dakwah

Sebagus apa pun sebuah agama atau ajaran, tidak

akan memiliki arti dan manfaat jika hanya tersimpan

dalam ide dan pikiran pemiliknya, tanpa disebarkan dan

disiarkan kepada orang lain. Semuanya akan tinggal

menjadi puing-puing yang tidak bernilai dan tidak

bermanfaat. Karena itu, penyebaran dan penyiaran Islam

sebagai petunjuk hidup yang autentik, komprehensip,

dan rasional adalah salah satu dari inti perintah penting

Allah Subhanahu wa Ta'ala.3

Islam dan dakwah adalah dua hal yang tak

terpisahkan. Islam tidak akan mungkin maju

berkembang, bersyi’ar dan bersinar tanpa adanya upaya

dakwah. Semakin gencar upaya dakwah dilaksanakan

semakin bersyi’arlah ajaran Islam, begitu sebaliknya,

semakin kendor upaya dakwah semakin redup pulalah

cahaya Islam dalam masyarakat. Laisa al-Islam illa bi al-

3Ramli Abdul Wahid, Urgensi Jaringan Da‟wah Di EraGlobal,

www.dewanda’wah.com

Page 22: Fiqih dakwah

8

Dakwah, demikianlah sebuah kata bijak

mengungkapkan. Ajaran Islam yang disiarkan melalui

dakwah dapat menyelamatkan masyarakat pada

umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada

kehancuran.4

Dakwah merupakan ruh kehidupan agama Islam.

Islam tidak akan tegak tanpa dakwah. Dengan dakwah

ini, semua perkara yang ma’ruf akan terealisasikan,

demikian juga perkara yang munkar akan terhapuskan.

Jika amar ma’ruf dan nahi munkar tegak di tengah-

tengah masyarakat, berarti tatanan kehidupan

bermasyarakat akan tegak dibagun di atas aturan Allah,

sehingga tatanan kehidupan masyarakat yang Islami

akan terwujud nyata.

Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar, merupakan

benteng pertahanan Islam untuk tetap eksis di muka

bumi ini. Dengan dakwah Islam ini akan mampu

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

lingkungan, dalam arti memberi dasar filosofi, arah,

dorongan dan pedoman perubahan masyarakat sampai

4Moh. Ali Aziz, Ilmu Da‟wah, Ed. I, Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 37

Page 23: Fiqih dakwah

9

terbentuknya realitas sosial baru, yaitu masyarakat

Islami yang mengemban amanah Allah sebagai

khalifatullah di muka bumi ini.

Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar

(menyuruh berbuat yang ma’ruf dan melarang

kemungkaran) menempati kedudukan yang agung. Di

mana para ulama menganggapnya sebagai penopang

rukun-rukun Islam. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla

telah mengedepankan perkara ini atas keimanan dalam

firman-Nya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan

untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan

mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

(Ali Imran:110)

Imam Qurthubi berkata bahwa ayat ini

menunjukkan sebuah pujian bagi umat ini selama

Page 24: Fiqih dakwah

10

mereka menegakkan perintah yang disebutkan di dalam

ayat tersebut dan mereka bersifat seperti itu. Namun,

jika meraka meninggalkan usaha untuk merubah

kemungkaran bahkan bersekongkol dengan kekejian

tersebut maka hilanglah pujian tersebut, dan mereka

akan menoreh celaan dan hal itu sebagai sebab

kehancuran mereka”.5

Lebih dari itu, dalam surat at-Taubah, Allah Azza wa

Jalla mengedepankan penegakan amar ma’ruf dan nahi

munkar atas penegakkan shalat dan membayar zakat.

Allah Ta’ala berfirman.

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan

perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi

penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh

(mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang

mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan

5 Al-Qurthubi, Al-Jami‟ liahkamil Qur‟an, Vol.4, hlm.173

Page 25: Fiqih dakwah

11

mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu

akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha

Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah: 71)

Konteks at-taqdim (pengedepanan lafaz) amar

ma’ruf dan nahi munkar atas shalat dan zakat dalam ayat

tersebut, ini bertujuan untuk menerangkan mengenai

betapa agungnya perkara wajib ini, sekaligus untuk

menjelaskan betapa urgensinya dalam kehidupan

individual, masyarakat maupun berbangsa.

Implementasi dan penegakkannya dapat membaikkan

umat, membawa kebaikan yang banyak dan menekan

tingkat kejahatan, meminimalisir kemungkaran.

Sebaliknya dengan ditinggalkannya perkara ini,

menimbulkan akibat-akibat yang mengerikan, berbagai

bencana besar, kejahatan yang merajalela, perpecahan

umat, hati-hati yang mengeras atau bahkan mati,

munculnya perbuatan-perbuatan nestapa dan semakin

merebak luas, vokalnya suara-suara kebatilan, serta

maraknya kemungkaran.6 Hal itu sebagaimana yang

telah diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an mengenai

6Abdul Malik Al-Qasim, Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar, Rabwah:

Pustaka Islamhouse, 2009, hlm.4

Page 26: Fiqih dakwah

12

Bani Isra’il yang meninggalkan penegakan amar ma’ruf

dan nahi munkar, akibatnya kemuliaan mereka terhapus,

bahkan Allah menggantikannya dengan laknat dan

murka atas perbuatan merekaAllah, sebagaimana firman

Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

ۥ

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel

dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian

itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui

batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang

tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya

amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu

melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong

dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya

amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri

Page 27: Fiqih dakwah

13

mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan

mereka akan kekal dalam siksaan. (Al-Ma’idah: 78-80)

Di sebutkan dalam hadits, bahwa Nabi Muhammad

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memberikan peringatan

keras terhadap umatnya yang meninggalkan amar

ma’ruf dan nahi munkar.

“Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya, hendaklah

kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah

kemungkaran. Atau (jika tidak) nyaris Allah (akan)

mengirimkan siksaan (segera) atas kalian sebab (telah

mengabaikan)nya, kemudian kalian berdoakepada-Nya

namun (doa kalian) tidak dikabulkan.” (Muttafaqun

‘Alaihi)

Ketika Ummul Mukminin Zainab Radhiyallahu ‘Anha

bertanya:

Page 28: Fiqih dakwah

14

“Apakah kita akan binasa, sementara di tengah-

tengah kita masih ada orang-orang yang soleh?.” Maka

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Iya,

ketika keburukan telah marak.” (HR. Bukhari)

Uraian hadist-hadist di atas telah menjelaskan pada

kita, bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar harus tegak

bersamaan, terintegrasi dalam satu kesatuan utuh, yang

tidak boleh dipisah-pisahkan. Artinya, tidak dibenarkan

orang yang hanya beramar ma’ruf dan tidak mau

menegakkan nahi munkar, demikian juga sebaliknya,

tidak dibenarkan pula orang yang mau melaksanakan

nahi munkar, tetapi tidak mau menegakkan amar ma’ruf.

Jadi, dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar adalah satu

paket yang terintegrasi. At-Thufi mengatakan bahwa

amar ma’ruf dan nahi munkar adalah inti agama Islam,

amar ma’ruf adalah separoh agama, sedangkan

Page 29: Fiqih dakwah

15

separohnya lagi terdapat pada nahi munkar, keduanya

adalah kesatuan yang utuh yang tak terpisahkan.7

Amar ma’ruf dan nahi munkar memiliki peran yang

amat penting dalam menjaga stabilitas kehidupan

bermasyarakat. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh

Imam Bukhari, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

menggambarkan masyarakat yang menegakkan amar

ma'ruf dan nahi mungkar, dan masyarakat yang tidak

melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, dengan

perumpamaan para penumpang kapal yang mengundi

tempat di kapal, sebagian mendapat tempat di atas dan

sebagian mendapat tempat di bawah, orang-orang yang

bertempat di bawah apabila ingin mengambil air,

mereka harus melewati orang-orang yang ada di bagian

atas, maka mereka berkata, “Kalau saja kita melubangi

kapal agar tidak mengganggu orang di atas.” Jika orang-

orang yang berada di atas kapal membiarkan kemauan

mereka yang di bawah, maka akan binasa semua, dan

jika mereka dihalangi maka semuanya akan selamat.

7At-Thufi, At Ta‟yin fi Syarhil Arba‟in, hlm. 292

Page 30: Fiqih dakwah

16

Ini adalah gambaran indah bagi pengaruh amar

ma'ruf dan nahi mungkar dalam masyarakat. Dari hadits

tersebut, jelas bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar

bisa menyelamatkan orang-orang lalai, ahli maksiat dan

juga yang taat dan istiqamah. Sikap diam atau tidak

peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar

merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak

hanya mengenai orang-orang yang bersalah saja, akan

tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk,

yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik.8

C. Keutamaan Dakwah

Dakwah ke jalan Allah Ta’ala merupakan ketaatan

yang paling mulia dan qurobah yang paling agung.

Terdapat banyak keutamaan-keutamaan dalam dakwah,

di antaranya:

1. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar

merupakan risalah agung para rasul ‘Alaihimus

Salam.

8Muhammad Ali al-Hasyimi, Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam

Masyarakat Muslim, Rabwah: Pustaka Islamhouse, 2009, hlm.4

Page 31: Fiqih dakwah

17

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul

pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):

"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut

itu." (An-Nahl: 36)

2. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar termasuk

dalam ciri-ciri orang-orang beriman.

“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat,

yang beribadat, yang memuji (Allah), yang

melawat, yang ruku`, yang sujud, yang menyuruh

berbuat ma`ruf dan mencegah berbuat mungkar

dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan

gembirakanlah orang-orang mu'min itu." (At-

Taubah: 112)

Page 32: Fiqih dakwah

18

3. Sebaliknya, orang-orang yang meninggalkan

dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar berarti

termasuk dalam golongan orang munafik.

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan,

sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama,

mereka menyuruh membuat yang munkar dan

melarang berbuat yang ma`ruf dan mereka

menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa

kepada Allah, maka Allah melupakan mereka.

Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-

orang yang fasik. (At-Taubah: 67)

4. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar termasuk

dalam karakteristik orang-orang shalih.

Page 33: Fiqih dakwah

19

“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu

ada golongan yang berlaku lurus, mereka

membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di

malam hari, sedang mereka juga bersujud

(sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan

hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang

ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar dan

bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai

kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang

saleh.” (Ali Imran:113-114)

5. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar adalah

pilar kejayaan dan kebaikan umat Islam.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan

untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf,

Page 34: Fiqih dakwah

20

dan mencegah dari yang munkar, dan beriman

kepada Allah.” (Ali Imran: 110)

6. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar dapat

meneguhkan kedudukan umat Islam di muka

bumi.

“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan

kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka

mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,

menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah

dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-

lah kembali segala urusan.” (Al-Hajj: 41)

7. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar

merupakan sebab-sebab turunnya pertolongan

Allah.

Page 35: Fiqih dakwah

21

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang

menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah

benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. 041.

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan

kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka

mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh

berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari

perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah

kembali segala urusan.” (Al-Hajj: 40-41)

8. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar adalah

pokok dari semua kebaikan.

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-

bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang

Page 36: Fiqih dakwah

22

yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau

berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian di

antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat

demikian karena mencari keredhaan Allah, maka

kelak Kami memberi kepadanya pahala yang

besar. (An-Nisa: 114)

9. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar adalah

bagian dari sedekah jariyah yang akan selalu

mengalir pahala kebaikannya.

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk,

baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang

mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala

mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)

10. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar termasuk

faktor yang dapat menggugurkan dosa-dosa.

Page 37: Fiqih dakwah

23

“Fitnah (bencana) seorang pria terletak pada

istrinya, hartanya, dirinya, anaknya dan

tetangganya. Dapat ditebus dengan Puasa, shalat,

sedekah, amar ma’ruf dan nahi munkar.” (HR.

Ahmad)

11. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar dapat

menghilangkan adzab dan murka Allah.

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan

membinasakan negeri-negeri secara lalim, sedang

penduduknya orang-orang yang berbuat

kebaikan.” (QS. Hud: 117)

Page 38: Fiqih dakwah

24

“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang

tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim

saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah

amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfal:25)

Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘Anhu secara marfu’:

“Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya,

hendaklah kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf

dan mencegah kemungkaran. Atau (jika tidak)

nyaris Allah (akan) mengirimkan siksaan (segera)

atas kalian sebab (telah mengabaikan)nya,

kemudian kalian berdoa kepada-Nya namun (doa

kalian) tidak dikabulkan.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Ketika Ummul Mukminin Zainab Radhiyallahu

‘Anha bertanya:

Page 39: Fiqih dakwah

25

“Apakah kita akan binasa, sementara di tengah-

tengah kita masih ada orang-orang yang soleh?.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

bersabda, “Iya, ketika keburukan telah marak.”

(HR. Bukhari)

12. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

senantiasa mendo’akan bagi orang yang

menyampaikan risalah dakwah.

“Allah akan memberikan cahaya kepada wajah

seseorang yang mendengarkan ucapanku, lalu ia

menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar.

Maka boleh jadi di antara yang disampaikan

kepada mereka itu ada yang lebih mengerti

Page 40: Fiqih dakwah

26

daripada yang mendengarkan (langsung dariku).”

(HR. Tirmidzi)

13. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar dapat

menghilangkan segala macam kedzaliman di

muka bumi

“Demi Allah, hendaklah kamu menyuruh berbuat

yang ma'ruf dan melarang kemungkaran,

menghentikan orang yang berbuat zhalim, dan

memalingkannya (kembali) kepada kebenaran,

atau memperketat (geraknya hanya) pada

(lingkup) kebenaran. Atau (jika tidak dilakukan)

kelak Allah akan mempertentangkan hati

sebagian kalian dengan sebagian yang lainnya,

kemudian Dia melaknat kalian sebagaimana Dia

telah melaknat mereka (Bani Isra’il)” (HR. Abu

Dawud)

Page 41: Fiqih dakwah

27

14. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar adalah

bagian dari jihad fii sabilillah.

Sahabat bertanya kepada Nabi Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam, “Jihad apa yang paling utama?” Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,

“Perkataan yang benar (dakwah) kepada

penguasa yang dzalim.” (HR. Ahmad)

15. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar akan

mendapat pahala yang sangat besar

Dari Sahl bin Sa'ad, bahwa Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali bin Abu

Thalib di Hari Khaibar.

Page 42: Fiqih dakwah

28

"Berjalanlah dengan tenang kemudian serulah

mereka untuk masuk Islam, dan beritahukan

kepada mereka beberapa kewajiban atas mereka,

demi Allah seandainya Allah memberikan

hidayah kepada seseorang dengan perantaraan

kamu, itu lebih baik bagimu daripada onta

merah.” (HR.Bukhari dan Muslim)

16. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar adalah

barometer keimanan.

Dari Abu Sa’id Al Khudry Radhiyallahu 'anhu

berkata, saya mendengar Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa di

antara kamu yang melihat kemungkaran, maka

hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan

tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia

Page 43: Fiqih dakwah

29

merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika

tidak mampu hendaklah ia merubah dengan

hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.”

Dalam riwayat lain, “Tidak ada sesudah itu

(mengingkari dengan hati) keimanan sebesar biji

sawi (sedikitpun)” (HR. Muslim)

D. Pengertian Dakwah

Kata Dakwah berasal dari bahasa Arab ( -دعو –دعا

:yang memiliki banyak makna, di antaranya adalah ,(دعوة

1. Bermakna an-nida’, yaitu panggilan.

2. Bermakna mengajak kepada sesuatu, atau

mendorong orang lain untuk melakukan apa yang

kita anjurkan.

3. Bermakna mengajak pada suatu hal agar diyakini

dan di dukung.

4. Bermakna munajat atau do’a.9

Adapun Dakwah secara istilah menurut Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyyah: "Dakwah adalah mengajak

9Taufiq Yusuf Al-Wa’iy, Fiqih Da‟wah Ilallah, Jakarta: Penerbit Al-

I’Tishom, 2011, hlm.7-8

Page 44: Fiqih dakwah

30

(manusia) kepada keimanan dengan-Nya, dan

mengimani dengan apa yang di bawa oleh para Rasul-

Nya, membenarkan apa yang para Rasul kabarkan serta

menta'ati semua yang di perintahkannya".10

Syekh Ali Mahfudz memberikan pengertian Dakwah

adalah sebagai berikut:

“Mendorong manusia atas kebaikan dan petunjuk

dan menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari

kemungkaran guna mendapatkan kebahagiaan

hidup di dunia dan di akhirat.”11

Dr. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah berpendapat

bahwa yang dimaksud dengan dakwah adalah mengajak

manusia untuk masuk ke dalam agama Islam serta

mengajak kepada mereka untuk mengerjakan keharusan

10

Maj'mu Fatawa Ibnu Taimiyyah 15/157. 11

Syekh Ali Mahfudz, Hidayah Mursyidin ila Turuqi al-Nash wa al-

Khatabah, Beirut: Dar al-Ma’arif, tth. hlm. 1.

Page 45: Fiqih dakwah

31

yang ada di dalam syar'iat islam dengan sarana-sarana

yang di bolehkan secara syar'i.12

Sedangkan para ulama mu'ashiroh (kotemporer)

memberi pengertian tentang dakwah ini dengan

mengatakan, "Dakwah adalah menyampaikan agama

Islam kepada manusia secara umum serta mengajarkan

kepada mereka kandungan yang ada sehingga mereka

mau mempraktekkan dalam kehidupan sehari-

harinya."13

Adapun Imam Thabari memberikan pengertian yang

lebih ringkas dan penuh makna tentang dakwah dengan

menyatakan: "Dakwah adalah mengajak manusia kepada

agama Islam baik dengan perkataan atau pun amal

perbuatan".14

Dari paparan para ulama di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa istilah dakwah mencakup pengertian

sebagai yang berikut:

12

Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar Keberhasilan

Seorang Da‟i, Rabwah: Pustaka Islamhouse, 2012, hlm.15 13

al-Madkhul ilaa Ilmu Da'wah hal: 17. 14

Tafsir ath-Thabari 11/53.

Page 46: Fiqih dakwah

32

1. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang

bersifat menyeru atau mengajak orang lain untuk

beriman dan mengamalkan ajaran Islam.

2. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran

agama Islam dari seseorang kepada orang lain

yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk

menegakkan yang ma’ruf dan menghapus yang

munkar.

3. Dakwah adalah suatu proses islamisasi

kehidupan, baik individu maupun masyarakat,

sehingga output yang diharapkan adalah

terwujudnya individu dan masyarakat yang

islami.

4. Dakwah adalah mengajak manusia kepada jalan

yang benar menuju tauhidullah untuk

kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan di

akhirat.

5. Dakwah adalah bagian dari jihad fii sabilillah

dalam rangka menyadarkan dan meningkatkan

pemahaman umat terhadap ajaran Islam secara

komprehensip guna mengubah worldview agar

sesuai dengan pandangan Islam.

Page 47: Fiqih dakwah

33

E. Hukum Berdakwah Kepada Allah Subhanahu

wa Ta'ala

Allah telah menjelaskan seluruh hukum-hukum

syariat secara global di dalam Al-Qu’ran, lalu dijelaskan

secara terperinci oleh rasulullah dalam Al-Hadist.

Adapun Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yang

menunjukkan wajibnya berdakwah kepada Allah

Subhanahu wa Ta’ala adalah sangat banyak.

Dalil-dalil dari Al-Qur’an

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan

umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada

yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka

adalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)

Page 48: Fiqih dakwah

34

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka

dengan cara yang lebih baik.” (An-Nahl: 125)

“Dan serulah mereka ke (jalan) Rabbmu, dan

janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang

mempersekutukan Rabb. (Al-Qashash: 87)

“Katakanlah:"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-

orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah

dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada

termasuk orang-orang yang musyrik". (Yusuf: 108)

Page 49: Fiqih dakwah

35

“Dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan

janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang

mempersekutukan Tuhan.” (Al-Qashshash: 87)

Dalil-dalil dari Al-Hadist

“Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya, hendaklah

kamu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah

kemungkaran. Atau (jika tidak) nyaris Allah (akan)

mengirimkan siksaan (segera) atas kalian sebab (telah

mengabaikan)nya, kemudian kalian berdoakepada-Nya

namun (doa kalian) tidak dikabulkan.” (Muttafaqun

‘Alaihi)

Page 50: Fiqih dakwah

36

Dari Abu Sa’id Al Khudry Radhiyallahu ‘anhu

berkata, saya mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang

melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah

(mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu

hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya,

jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya,

dan itulah keimanan yang paling lemah.” Dalam riwayat

lain, “Tidak ada sesudah itu (mengingkari dengan hati)

keimanan sebesar biji sawi (sedikitpun).” (HR. Muslim)

"Yang mendengar supaya menyampaikan kepada

yang tidak hadir, karena bisa jadi yang menyampaikan

itu lebih paham dari yang mendengar." (HR.Muttafaq

alaihi)

Page 51: Fiqih dakwah

37

"Sampaikanlah dariku walau satu ayat, dan tidaklah

mengapa untuk mengambil hadist dari bani israil, dan

barangsiapa yang berbohong atas namaku, maka

bersiap-siaplah menempati api neraka." (HR. Bukhari)

Dari Sahl bin Sa'ad bahwa Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali bin Abu Thalib

Radhiyallahu 'anhu di Hari Khaibar.

"Berjalanlah dengan tenang kemudian serulah

mereka untuk masuk Islam, dan beritahukan kepada

mereka beberapa kewajiban atas mereka, demi Allah

seandainya Allah memberikan hidayah kepada

seseorang dengan perantaraan kamu, itu lebih baik

bagimu daripada onta merah.” (HR. Bukhari dan

Muslim)

Page 52: Fiqih dakwah

38

Dapat dipahami secara pasti (qath’i) dari uraian

dalil-dalil di atas, bahwa dakwah amar ma’ruf dan nahi

munkar adalah sebuah kewajiban. Kewajiban ini tidak

hanya berlaku bagi para ulama saja, tetapi juga berlaku

bagi setiap mukallaf yang mengaku bahwa dirinya

adalah seorang muslim. Dengan demikian, setiap muslim

adalah da’i yang berkewajiban untuk mengambil bagian

dari dunia dakwah. Tentu saja, sesuai kadar kemampuan

masing-masing, karena Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

telah membuat satu rumusan yang sudah baku, yaitu

sampaikan dariku walau satu ayat (ballighu a’nni walau

ayah).15

F. Tujuan Dakwah

Setiap kegiatan dalam bentuk apapun senantiasa

memiliki tujuan, sebab kegiatan atau tindakan yang tidak

memiliki tujuan akan menjadi kurang berarti, terlebih

pada kegiatan dakwah. Dalam proses penyelenggaraan

dakwah, ‘tujuan’ memiliki peranan yang amat penting

dan sentral. Karena, pada tujuan itu dilandaskan segenap

15

Taufiq Yusuf Al-Wa’iy, Fiqih Da‟wah Ilallah, Jakarta: Penerbit Al-

I’Tishom, 2011, hlm.52

Page 53: Fiqih dakwah

39

tindakan dan dasar bagi penentuan sasaran dan strategi

atau kebijaksanaan serta langkah-langkah operasional

dakwah.16

Tujuan dakwah adalah menegakkan agama Allah di

muka bumi ini dan mengislamkan kehidupan, baik

kehidupan individu maupun masyarakat. Sehingga, dari

dakwah itu tercapailah individu dan masyarakat yang

bertauhid.

Tauhid ini merupaka pokok dinul Islam dan tujuan

dakwah para rasul, sejak diutusnya rasul pertama

sampai rasul yang terakhir. Mereka semua

diperintahkan oleh Allah untuk mendakwahkan tauhid.

Dengan tauhid, umat akan menjadi kuat dan terbebas

dari semua perbudakan serta belenggu keyakinan yang

menghalangi kemajuan berfikir dan produktifitas amal

sholeh.

Aqidah kuat yang menghujam di hati akan

melahirkan buah cinta, takut, harapan serta ketundukan

yang tinggi terhadap Allah, dan ikatan hati yang kuat

16

Abdul Rosyad Saleh, Manajemen Da‟wah Islam , Cet. III; Jakarta:

Bulan Bintang, 1993, hlm. 19.

Page 54: Fiqih dakwah

40

sesama kaum mukminin, serta semangat beramal

sholeh.17 Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Allah

dalam firmannya.

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum

kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:

bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,

maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (Al-

Anbiya': 25)

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat

itu seorang rasul (mereka mengatakan kepada kaumnya):

Ibadahlah kepada Allah dan jauhi thaghut” (An Nahl:

36)

17

Muhammad Jamil Zainu, Aqidah Setiap Mukmin, Pustaka Abu

Salma, 2007, hlm.4

Page 55: Fiqih dakwah

41

“Siapa yang kufur terhadap thaghut dan beriman

kepada Allah, maka dia itu telah berpegang teguh kepada

buhul tali yang sangat kokoh (Laa ilaaha ilallaah)” (Al-

Baqarah: 256)

“…(Hak) hukum itu tidak lain adalah milik Allah. Dia

memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali

kepadaNya. Itulah dien yang lurus” (Yusuf: 40)

“Mereka (orang-orang Nashrani) telah menjadikan

para Ahbar (ahli ilmu/ulama) dan para Rahib (ahli

ibadah) sebagai Arbaab (tuhan-tuhan) selain Allah. Juga

Al Masih putera Maryam, padahal mereka tidak

diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Tuhan

Page 56: Fiqih dakwah

42

Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan Yang Haq kecuali Dia.

Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (At

Taubah : 31)

“Dan mereka itu tidak diperintahkan kecuali untuk

beribadah kepada Allah seraya memurnikan seluruh

ketundukan kepada-Nya” (Al-Bayyinah: 5)

Para nabi itu bersaudara dan agama mereka satu

(tauhid). (HR. Buhari dan Muslim)

“Manusia itu dulunya adalah umat yang satu.

(Setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para

nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan

bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi

Page 57: Fiqih dakwah

43

Keputusan di antara manusia tentang perkara yang

mereka perselisihkan.” (Al-Baqarah: 213)

Dari uraian ayat dan hadist di atas, tampak jelas

bahwa hakikat tujuan dakwah adalah menyeru manusia

untuk mentauhidkan Allah, dan tidak menyekutukan-

Nya. Dengan demikian, dakwah akan diarahkan untuk

islamisasi kehidupan. Dalam islamisasi kehidupan ini

dapat diperinci lebih lanjut dalam hal-hal berikut ini:

1. Mengajak orang-orang non Islam untuk memeluk

ajaran Islam (mengislamkan orang-orang non

Islam).

“Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang

kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku

menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian

pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan

Page 58: Fiqih dakwah

44

katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi

Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi:

"Apakah kamu (mau) masuk Islam?" Jika mereka

masuk Islam, sesungguhnya mereka telah

mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling,

maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan

(ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan

hamba-hamba-Nya.” (Ali Imran: 20)

"Tetapi mengapa mereka (orang-orang kafir)

mengakatan: "Dia Muhammad mengada-

adakannya. Sebenarnya al quran itu adalah

kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar

kamu memberi peringatan kepada kaum yang

belum datang kepada mereka orang yang

memberi peringatan sebelum kamu; mudah-

mudahan mereka mendapat petunjuk." (As-

Sajdah: 3)

Page 59: Fiqih dakwah

45

2. Mengislamkan orang Islam, artinya meningkatkan

kualitas iman, Islam, dan ihsan kaum muslimin,

sehingga mereka menjadi orang-orang yang

mengamalkan Islam secara keseluruhan (kaffah).

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke

dalam Islam secara keseluruhannya, dan

janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.

Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata

bagimu. (Al-Baqarah: 208)

3. Menyebarkan kebaikan (amar ma’ruf) dan

mencegah kemaksiatan (nahi munkar) yang akan

menghancurkan sendi-sendi kehidupan individu,

masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang

tenteram dan penuh keridhaan Allah Subhanahu

wa Ta'ala.

Page 60: Fiqih dakwah

46

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan

umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh

kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang

munkar, merekalah orang-orang yang beruntung."

(Ali Imran: 104)

4. Membentuk individu dan masyarakat yang

menjadikan Islam sebagai pegangan dan

pandangan hidup dalam segala sendi kehidupan

baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.18

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-

benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-

orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh

dan nasehat menasehati, supaya mentaati

kebenaran dan nasehat-menasehati supaya

menetapi kesabaran." (Al-Ashr: 1-3)

18

Moh. Ali Aziz, Ilmu Da‟wah, Ed. I, Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 69

Page 61: Fiqih dakwah

47

G. Kategori Obyek Dakwah dan Cara

Berdakwah Kepada Mereka

Manusia sebagai obyek dakwah memiliki karakter

yang berbeda-beda karena keanekaragaman, perbedaan

pengetahuan, serta amalan mereka itulah maka hukum

derdakwah kepada merekapun berbeda.

Dari Abu Musa Radiyallahu ‘anhu berkata,

“Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

"Perumpamaan apa yang diutuskan Allah kepadaku

yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang

mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang gembur yang

dapat menerima air (dan dalam riwayat yang mu'allaq

disebutkan bahwa di antaranya ada bagian yang dapat

menerima air), lalu tumbuhlah rerumputan yang banyak.

Daripadanya ada yang keras dapat menahan air dan

dengannya Allah memberi kemanfaatan kepada manusia

lalu mereka minum, menyiram, dan bertani. Air hujan itu

mengenai kelompok lain yaitu tanah licin, tidak dapat

menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput.

Demikian itu perumpamaan orang yang pandai tentang

agama Allah dan apa yang diutuskan kepadaku

Page 62: Fiqih dakwah

48

bermanfaat baginya. Ia pandai dan mengajar. Juga

perumpamaan orang yang tidak menghiraukan hal itu,

dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah yang saya

diutus dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka dari itu, kategori obyek Dakwah mencakup

hal-hal berikut ini:19

1. Orang yang kurang dalam keimanannya serta

bodoh dalam masalah hukum, maka kita harus

bersabar atas celaannya, dan kita terus menyeru

serta mengajarkan kepadanya dengan penuh

kelembutan dan kasih sayang, membimbing

dengan penuh perhatian, sebagaimana perilaku

Rasululllah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kepada

orang arab baduwi.

Dari Anas bahwasanya ia berkata:

19

Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam:

Da‟wah Kepada Allah, Rabwah: Pustaka Islamhouse, 2009, hlm.50

Page 63: Fiqih dakwah

49

"Ketika kami berada di mesjid bersama

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, datanglah

seorang badui kemudian kencing di dalam masjid.

Maka para shahabatpun membentak, ‘mah mah’

(Sebuah ungkapan bermakna membentak)” Anas

bercerita, “Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam bersabda, ‘Janganlah marah kepadanya,

biarakanlah dia.’ Maka para sahabat pun

meninggalknnya, sehingga ia meneruskan

kencingnya sampai tuntas. Kemudian Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam memanggil dan

menasehatinya, ‘Sesungguhnya mesjid ini tak

pantas untuk kencing di dalamnya, atau buang

kotoran, sesungguhnya mesjid ini adalah tempat

untuk mengingat Allah, sholat dan memabca Al-

Page 64: Fiqih dakwah

50

Qur'an.” Atau sebagaimana yang disabdakan oleh

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Lalu,

beliau memerintahkan seorang lelaki untuk

mengambil seember air lalu dituangkan pada

tempat kencingnya". (HR. Muslim)

2. Orang yang kurang dalam sisi keimanannya dan

kurang dari segi keilmuan serta hukum syar'i,

menyeru orang yang seperti ini harus dengan

hikmah, memberikan nasehat dengan cara yang

baik, supaya keimanannya bertambah, taat

kepada Rabbnya, dan bertaubat atas dosa-

dosanya.

Page 65: Fiqih dakwah

51

Dari Abu Umamah ia berkata, “Seorang pemuda

belia datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam, kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah,

berilah izin kepada saya untuk berzina!’ Maka

para sahabat pun berdiri menghamprinya dan

memarahi pemuda tersebut, ‘Mah..mah...’

(Sebuah ungkapan bermakna memarahi dan

membentak) Lalu Rasulullah memerintahkan,

‘Suruhlah kemari,’ lalu lelaki tersebut mendekat.

Dan dia pun duduk. Lalu, Rasulullah bertanya

kepadanya, ‘Apakah engkau senang jika hal itu

(zina) terjadi pada ibumu?’ Tegas Rasulullah.

‘Tentu tidak, Demi Allah saya menjadi tebusan

bagimu.’ Jawabnya. ‘Orang lainpun tidak senang

jika hal itu terjadi pada ibu mereka.’ Tegas

Rasulullah. ‘Apakah engkau senang jika zina itu

Page 66: Fiqih dakwah

52

terjadi pada anak perempuanmu?’ Tegas

Rasulullah. ‘Tentu tidak, Demi Allah saya menjadi

tebusan bagimu.’ Jawabnya. ‘Orang lainpun tidak

senang jika hal itu terjadi pada anak perempuan

mereka. Apakah engkau senang jika zina itu

terjadi pada saudarimu?’ Tegas Rasulullah. ‘Tentu

tidak, Demi Allah saya menjadi tebusan bagimu.’

Jawabnya. "Orang lainpun tidak senang jika hal

itu terjadi pada saudari mereka. Apakah engkau

senang jika zina itu terjadi pada bibimu (dari

pihak bapak)?’ Tegas Rasulullah. ‘Tentu tidak,

Demi Allah saya menjadi tebusan bagimu.’

Jawabnya. ‘Orang lainpun tidak senang jika hal itu

terjadi pada bibi mereka." Tegas Rasulullah.

"Apakah engkau senang jika zina itu terjadi pada

bibimu (dari pihak ibu)?’ Tegas Rasulullah. ‘Tentu

tidak, Demi Allah saya menjadi tebusan bagimu.’

Jawabnya. ‘Orang lain pun tidak senang jika hal

itu terjadi pada bibi mereka.’ Tegas Rasulullah.

Lalu Rasulullah meletakkan tangan Beliau pada

dirinya lalu berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah dosanya,

sucikan hatinya dan jagalah kemaluannya.’

Page 67: Fiqih dakwah

53

Akhirnya, pemuda tersebut tidak melirik

sedikitpun kepada zina.” (HR. Ahmad bin

Hambal)

3. Orang yang kuat imannya dan bodoh dalam

hukum syar'i. Orang seperti ini didakwahi secara

langsung dengan menjelaskan hukum serta dalil

syar'inya, dijelaskan tentang bahaya perbuatan

maksiat, dihilangkan segala kemunkaran yang

terjadi pada dirinya.

Dari ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu bahwasanya

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melihat

pada tangan seorang shahabatnya terdapat cincin

dari emas, maka beliau segera melepaskan dan

melemparkannya, kemudian bersabda:

Page 68: Fiqih dakwah

54

“Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melihat

sebuah cincin yang melilit pada tangan seorang

lelaki, maka beliau serta merta mencabut lalu

melemparnya, dan bersabda, ‘Salah seorang di

anatara kalian secara sengaja mencari bara dari

api neraka dan menjadikannya di tangannya.’

Dikatakan kepada lelaki tersebut setelah

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

meninggalknannya, ‘Ambillah cicinmu itu dan

manfaatkanlah dia.’ Lelaki itu menjawab, ‘Aku

tidak akan mengambil sesuatu yang telah

dicampakkan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam." (HR. Muslim)

4. Orang yang kuat keimanannya serta mengerti

hukum-hukum syar'i. Maka tidak ada alasan

baginya, pengingkaran (terhadap maksiat yang

dilakukannya) lebih tegas dan menghadpainya

dengan cara yang lebih keras dibanding dengan

orang-orang yang sebelumnya, agar dirinya tidak

menjadi contoh bagi yang lainnya dalam

bermaksiat. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam telah mengasingkan tiga orang

Page 69: Fiqih dakwah

55

shahabat selama limapuluh hari karena telah

menyelisihi perintah Rasul Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam, yaitu tidak ikut berperang dalam perang

tabuk. Rasul memerintahkan orang-orang supaya

menjauhi mereka (dengan tidak berbicara dengan

mereka), peristiwa ini terjadi tatkala para

shahabat pergi keluar dari kota Madinah untuk

berjihad dalam perang tabuk, padahal ketiga

orang shahabat tersebut tidak mempunyai

halangan apapun dan mereka adalah orang yang

sempurna dalam keimanan dan keilmuannya.

Akhirnya, Allah menerima taubat mereka. Mereka

adalah: Hilal bin Umayyah, Murarah bin Rabi' dan

Kaab bin Malik (semoga Allah meridhai mereka).

Kisah tentang mereka ini lebih jelasnya lagi ada

dalam shahih Bukhori dan Muslim.

"Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan

(penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi

Page 70: Fiqih dakwah

56

telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi

itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula

terasa) oleh mereka, serta mereka telah

mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari

(siksa) Allah, melainkan kepada Nya saja.

Kemudian Allah menerima taubat mereka agar

mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya

Allah lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha

Penyayang." (Al-Taubah: 118)

5. Orang yang awam dalam keimanan serta awam

dalam hukum syar'i. Dia diajak kepada tauhid dan

laa ilaha ilallah, dikenalkan kepadanya nama

Allah dan sifat-sifat-Nya yang agung, diterangkan

pula baginya janji-janji Allah dan ancaman-

ancaman-Nya, kenikmatan-kenikmatan yang

diberikan serta karunia-Nya. Dijelaskan pula

baginya keagungan dan kekuasaan Allah, hanya

Dialah yang menguasai semua urusan dan

perkara seluruh makhluk. Kemudian ketika

keimanannya telah merasuk dan kokoh, maka

diajarkan baginya secara bertahap tentang sholat,

zakat, puasa dan seterusnya.

Page 71: Fiqih dakwah

57

"Bahwasanya Rasulullah ketika mengutus Mu'adz

menuju Yaman, beliau berpesan, ‘Sesungguhnya

engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, maka

hendaklah ajakan yang pertama bagi mereka

adalah menyembah Allah, maka apabila mereka

telah mengetahui Allah maka beritahukan kepada

mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada

mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam,

apabaila mereka mengerjakannya maka

beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah

mewajibkan atas mereka zakat harta yang

dibagikan kepada orang-orang fakir dari kalangan

mereka, dan apabila mereka mentaati perintah

tersebut, maka ambillah harta zakat tersebut dan

Page 72: Fiqih dakwah

58

jagalah bagian harta yang mahal milik mereka.’"

(HR. Bukhari)

H. Tantangan dan Problematika Dakwah20

Dalam memenuhi panggilan dakwah, para da’i atau

juru dakwah akan berhadapan dengan permasalahan

atau problematika yang menghambat keberhasilan

dakwah itu sendiri, dalam kenyataannya problematika

itu sudah menjadi suatu keniscayaan, sudah merupakan

sunnatullah, tidak ada keberhasilan tanpa melewati

rintangan.

Problema tersebut muncul sebagai akibat cara atau

sikap umat Islam dalam memandang dan merealisasikan

ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Aisha B. Lemu

menyebutkan tiga pola sikap beragama umat Islam, yaitu

20

- Dr. Ibdalsyah, Problematika Dakwah Islam, Makalah

disampaikan pada Training Pelatihan Khatib Majelis Ta’mir Masjid Al-

Hijri II Universitas Ibn Khaldun Bogor, 22-23 Rajab 1426 H/27-28

Agustus 2005 M.

Page 73: Fiqih dakwah

59

yang semberono (laxity), yang moderat (moderation)

dan yang ekstrim (extremism).21

Laxity yaitu sikap semberono dan lengah yang

menyebabkan kegagalan untuk menunaikan ajaran

dasar, pengabaian kewajiban beribadah dan kelalaian

untuk tunduk kepada petunjuk moral dari syari’ah

dalam berbagai-bagai aspek kehidupan Islam, keadaan

ini melahirkan problematika tersendiri yang mesti

disikapi dengan bijak, penuh hikmah dan lapang dada.

Beberapa penyebab dari sikap semberono ini adalah

kerena kurang informasi mengenai Islam, baik prinsip-

prinsip moral maupun prinsip-prinsip perintah dan

larangan, kurang mendapat bimbingan, kondisi sosial

masyarakat yang tidak kondusif, serta budaya yang jauh

dari nilai-nilai Islam.

Moderation yaitu sikap moderat dalam beragama

dengan melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi

segala larangan petunjuk moral-Nya, memahami serta

mengamalkan prinsip-prinsip dasar Islam dalam setiap

21

Aisha B. Lemu, Laxity, Moderation and Extremism, Herndon

USA: IIIT, 1993, hlm.1

Page 74: Fiqih dakwah

60

situasi yang muncul tanpa berlebih-lebihan,

melakukannya sesuai dengan tuntunan dan sesuai

dengan kemampuan, tidak memaksa diri yang sampai

menimbulkan kesulitan.

Extremisme, yaitu sikap beragama yang jauh dan

melampai nilai-nilai agama, baik dalam pemikiran, sikap

dan perilaku yang diungkapkan dalam bentuk ghuluw

(berlebih-lebihan), dan tasydîd (mempersulit diri, dan

fanatik). Sikap beragama yang ekstrim ini melahirkan

sikap tidak sabar dan tidak ada toleransi, serta seringkali

merugikan orang lain kerena ingin benar sendiri,

disamping itu mempunyai rasa kecurigaan yang tinggi

terhadap orang lain.

Diantara sebab-sebab ekstrimitas ini menurut Aisha

B. Lemu adalah:

1. Kurangnya ilmu pengetahuan dan wawasan

tentang tujuan, spirit (ruh) dan esensi yang

mendasari keimanan dalam ajaran Islam.

2. Kurang memahami realitas, sejarah dan

sunnatullah yang berlaku.

Page 75: Fiqih dakwah

61

3. Sikap lengah dan kurang hati-hati terhadap nilai-

nilai Islam.

4. Akibat tekanan dan penindasan yang dilakukan

oleh rejim yang berkuasa untuk mengekalkan

kepentingan politiknya.22

Dalam mengantisipasi sikap ekstrim dalam

beragama ini diperlukan komitmen yang murni terhadap

Islam, dan memperdalam wawasan dalam memahami

dan menafsirkan makna-makna yang terkandung di

dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Dalam memandang problematika dakwah ini, dapat

dikategorikan kepada problematika yang bersifat

internal, artinya problematika yang muncul dari diri juru

dakwah itu sendiri dan problematika eksternal, yaitu

problematika yang dihadapi oleh juru dakwah dari luar

dirinya, realitas yang terjadi pada lingkungan

masyarakatnya.

1. Problematika Internal

22 Ibid. hlm. 11 – 15.

Page 76: Fiqih dakwah

62

Da’i sebagai pengemban dakwah mempunyai

problematika yang muncul dari internal diri da’i itu

sendiri, namun dampaknya akan terasa dan sangat

berpengaruh dalam kehidupan sosial dan masyarakat.

Di antara problematika dakwah menurut Muhammad

Al-Ghazali, di antaranya, yaitu:

(a) Tidak memiliki profesionalitas23

Di era modern ini professionalitas sudah menjadi

tuntutan dan keniscayaan, kerena menyangkut

skill dan ketrampilan dalam memahami lapangan

dakwah dan dituntut juga untuk menerapkan

formula-formula dakwah yang sesuai dengan

situasi dan kondisi, sehingga misi dan visi

dakwah dapat terwujud dalam realitas, tidak

mengawang di alam idea. Oleh kerena itu juru

dakwah dituntut melengkapi dirinya dengan

kemahiran retorik dan memahami psikologi

massa serta wawasan yang luas, baik dalam

dakwah melalui lisan maupun tulisan. Namun

23

Muhammad Al-Ghazali, Kayfa Nafham al-Islâm. hlm. 21

Page 77: Fiqih dakwah

63

dalam kenyataannya para da’i keterbatasan

kemampuan tersebut kerena beberapa faktor, di

antaranya; (a) tingkat pengalaman dan

pendidikan yang belum memadai. (b) perhatian

dan waktu yang terbatas, sehingga tugas dakwah

hanya merupakan tugas sampingan.

(b) Aplikasi dakwah yang tidak disertai dengan

hikmah (wisdom)24

Kebijaksanaan dan kepiawaian da’i dalam

menyampaikan pesan-pesan dakwah sangat

urgen dan diperlukan sekali, sehingga tidak

menimbulkan benturan-benturan yang akan

menghilangkan mutu dan nilai dari dakwah itu

sendiri. Dakwah yang tidak disampaikan dengan

hikmah akan menimbulkan persoalan-persoalan

baru yang sebetulnya dapat dihindari atau tidak

perlu terjadi, misalnya melahirkan keresahan di

kalangan masyarakat, sehingga timbulah sikap

antipati terhadap dakwah Islam itu sendiri.

24

Ibid

Page 78: Fiqih dakwah

64

Islam adalah agama yang mengutamakan

keharmonisan dan keseimbangan (tawâzun),

kalau diperhatikan nash-nash Al-Qur’an

menyebut Islam dengan jalan yang lurus atau al-

dîn al-qayyimah (Al-Bayyinah: 5), baik dari

perspektif aqidah, ibadah, maupun sikap atau

perilaku. Jalan ini jauh dari kesesatan dan

kemarahan Allah, inilah yang disebut ummat

wasatha, yaitu umat yang adil, lurus dan menjadi

saksi bagi umat-umat terdahulu (Al-Baqarah:

143)

Sikap melampau batas ini disebut dengan ghuluw

(melampaui batas), tanatthu’ (melebihi kapasitas

diri) dan tasydîd (menyusahkan diri). Al-ghuluw

ini disebutkan dalam sebuah hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam

musnadnya, An-Nasa’i dan Ibn Majah, Rasulullah

bersabda:

“Hindarkanlah daripadamu sikap ghuluw

(melampau batas) dalam agama, kerena

Page 79: Fiqih dakwah

65

sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah

binasa kerenanya”.25

Orang-orang terdahulu yang disebut oleh hadits

tersebut adalah umat nashrani yang melampai

batas dalam melaksanakan ajaran-ajaran

agamanya, dan Allah melarang mereka

melakukan perbuatan yang melampaui batas itu

(Al-Nisa’:171)

Larangan tanaththu’ diriwayatkan oleh Imam

Muslim dalam shahihnya, bahwa Rasulullah

bersabda:

« Binasalah kaum al-mutanaththi’un (melebihi

kapasitas diri), Rasulullah mengulang-ulang

kalimat ini sampai tiga kali ».26

25

Yusuf al-Qardhawi, Islam Ekstrim, terj. (Bandung: Mizan,

1991), hlm. 17.

Page 80: Fiqih dakwah

66

Pengulangan kalimat yang dilakukan oleh

Rasulullah menunjukkan betapa berbahayanya

sikap berlebih-lebihan ini, salah satu dampaknya

adalah memberikan kesan bahwa ajaran Islam itu

memberatkan, pada hal Allah menginginkan

kemudahan bagi hamba-Nya (Al-Baqarah: 185)

Begitu juga sifat tasydîd atau menyusahkan diri

dilarang oleh Rasulullah dalam sebuah hadits

yang diriwayatkan Abu Ya’la dalam musnadnya,

yaitu Rasulullah bersabda:

”Janganlah kamu memberatkan dirimu, nanti

Allah memperberat atas kamu, suatu kaum telah

memberati diri mereka sendiri sehingga Allah

memperberat atas mereka. Lihatlah sisa-sisa hal

itu sepeti cara hidup para pendeta Nashrani..27

26

Imam al-Nawawi, Riyâdh al-Shâlihîn, (Jaddah: Dar al-Qiblah

lil-Tsaqafah al-Islamiyah, 1990), hlm.93. 27

Yusuf al-Qardhawi, Islam Ekstrim, hlm. 19

Page 81: Fiqih dakwah

67

Betapa Rasulullah melarang dengan tegas sikap

melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam

beragama kerena memang tidak sesuai dengan

karakter ajaran Islam yang memberi kemudahan

bagi umatnya, Islam diturunkan Allah bukan

untuk mendatangkan kesulitan bagi umatnya,

tapi sebagai rahmat bagi kehidupan manusia.

(c) Tidak ikhlas28

Dalam menebarkan dakwah Islam, sifat

keikhlasan ini sangat fundamental dan

menentukan keberhasilan. Sebab, dakwah yang

disampaikan melalui hati yang ikhlas akan

diterima pula oleh hati yang ikhlas. Tetapi, jika

dakwah sudah dimotivasi oleh kepentingan-

kepentingan lain, atau ambisi pribadi, maka

dakwah tidak akan mencapai sasarannya. Seruan

dakwah menjadi kehilangan ruhnya, tidak

membekas di hati, masuk telinga kanan keluar

telinga kiri.

28

Muhammad al-Ghazali,Kayfa Nafham al-Islâm, hlm.21

Page 82: Fiqih dakwah

68

Hati yang tidak ikhlas akan melahirkan sikap

lemah semangat jika harapan-harapan juru

dakwah tidak tercapai. Sifat ini disebut futhûr

(kejenuhan) atau akan melahirkan sikap over-

acting juru dakwah manakala didepan matanya

menunggu keuntungan materi dan popularitas.

(d) Sikap tidak mau berkorban29

Sikap tidak mau berkorban ini, baik berkorban

waktu atau materi, merupakan refleksi dari

ketidak ikhlasan hati juru dakwah. Dia hanya

berfikir dalam perspektif keuntungan diri

pribadinya. Keadaan ini akan menyebabkan si

juru dakwah mengalami kondisi futûr atau

kebosanan dalam menjalankan dakwah.

Konsekwensi dari penyakit ini akan melahirkan

dualisme dari sikap juru dakwah. Berbeda antara

perilaku dengan apa yang disampaikan, tidak

sama antara kata dan sikap, terjadi dualisme

dalam diri seorang da’i, di mana orang

mendengarkan taushiyah agama, pesan-pesan

29

Ibid

Page 83: Fiqih dakwah

69

ketaqwaan dari bibir seorang da’i. Namun,

ironisnya sikap dan perilaku da’i tersebut tidak

mencerminkan apa-apa yang dia ucapkan, terjadi

dikotomi di dalam diri da’i, perilakunya tidak

seperti apa yang diucapkan.30 Bahkan bisa

menimbulkan penyakit yang lebih fatal, yaitu sifat

apatis, putus asa, dan merasa kalah dan tidak

mampu sebelum berjuang, seiring dengan wabah

ini faham tasawuf menebar dalam kehidupan

umat Islam, kaidah-kaidah hukum telah binasa,

begitu pula dengan metode pendidikan.31

(e) Kebekuan intelektual32

Sifat ini mengakibatkan juru dakwah ketinggalan

informasi. Sehingga, terjadilah kesenjangan

dalam penyampaian dakwahnya, tidak sesuai

antara idea yang disampaikan dengan realitas,

setidaknya dakwahnya tidak mengenai sasaran

yang diharapkan. Atau, dakwahnya tidak mampu

menjawab persoalan umat. Beberapa kelemahan

30

Ibid, hlm. 32. 31

Ibid, hlm. 44. 32

Ibid.

Page 84: Fiqih dakwah

70

da’i yang disebutkan oleh Muhammad Al-Ghazali,

yaitu:

1) Da’i yang menghafal beberapa topik khutbah

untuk disampaikan, tanpa memperhatikan

situasi dan kondisi audiens (al-mad’u).

2) Da’i yang hanya fokus pada keindahan kata

dan bahasa, lalu menyampaikan pada satu

dua pertemuan.

3) Da’i yang menyampaikan beberapa topik

yang berbeda, mencampuradukan dengan

cerita-cerita yang tidak ada relevansinya,

sehingga ada kesan kacau balau dalam

paparan ceramahnya.

Muhammad Al-Ghazali menyebut da’i tersebut

dengan da’i yang kurang informasi dan tukang

hafal mahfuzhat.33 Peran utama da’i adalah

sebagai problem solver (mencari solusi) terhadap

masalah-masalah umat, oleh kerena itu agar

33

Muhammad al-Ghazali, Ma‟allah. hlm. 190.

Page 85: Fiqih dakwah

71

peran ini terlaksana, maka dituntut da’i yang

mempunyai wawasan yang luas dalam

memahami Al-Qur’an, Sunnah, serta sirah

(biografi) kehidupan dan perjuangan Rasulullah

dengan para sahabatnya. Kelebihan Muhammad

Al-Ghazali dalam menyampaikan dakwahnya,

materinya selalu hidup dan aktual serta mampu

menjawab permasalahan semasa, dan

kontemporer.

(f) Penyampaian yang humoristik

Da’i yang menyampaikan pesan-pesan dakwah

melalui humor yang memancing tertawa hadirin,

terkesan mendangkalkan nilai-nilai agama

Islam.34 Sebetulnya, humor itu perlu dalam

rangka menghilangkan kejenuhan pendengar,

tentu dilakukan sekedarnya saja, tidak berlebih-

lebihan. Tetapi, apabila dilakukan mulai dari awal

ceramah sampai selesai, maka dakwah bukan lagi

menyampaikan kebenaran, tetapi lebih kepada

34

Muhammad al-Ghazali, Kayfa Nafham al-Islâm, hlm. 84

Page 86: Fiqih dakwah

72

hiburan. Tentunya, visi dan misi dakwah tidak

akan tercapai.35

Diantara solusi untuk mengatasi

problematika internal yang dialami oleh juru

dakwah tersebut, yaitu :

1) Para juru dakwah berusaha merasakan

keindahan kebenaran, sebagaimana

merasakan kekaguman terhadap ayat-ayat

al-Qur’an.

2) Berkompetisi dalam mencapai

kesempurnaan jiwa dengan meningkatkan

intensitas ibadah dan jihad.

3) Menjunjung nilai-nilai ukhuwah Islamiyah.

4) Menegakkan nilai-nilai keadilan, kebebasan

(kemerdekaan berpendapat), dan

persamaan (tidak merasa diri lebih baik dari

orang lain).

5) Bergairah dan antusias dalam

mengembangkan potensi berfikir dan

mendalami keilmuan Islam.36

35

Ibid

Page 87: Fiqih dakwah

73

2. Problematika Eksternal

Diantara problema eksternal dalam dakwah

yaitu:

a) Keterbelakangan budaya atau peradaban37

Indikator keterbelakangan ini terlihat nyata dari

kondisi umat sekarang ini. Di mana, kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi bukan menjadi

milik sendiri, tetapi merupakan hasil impor dari

negara non Muslim, seperti Amerika dan Eropa.

Jadi, umat Islam statusnya sebagai konsumen

yang sudah tentu akan selalu tertinggal dari

negara-negara produsen kemajuan ilmu dan

teknologi tersebut. Umat Islam statusnya sebagai

yang ditentukan bukan yang menentukan,

keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan tanpa ada

respon dan usaha preventif dalam upaya

menanggulangi ketertinggalan dan

keterbelakangan.

36

Ibid, hlm. 23 37

Muhammad al-Ghazali, Humu Da‟iyah, hlm. 142

Page 88: Fiqih dakwah

74

b) Kebobrokan Politik38

Kebobrokan politik ini ditandai dengan

pemerintahan yang diktator, terdapat jurang

pemisah antara penguasa dengan rakyat, sang

penguasa akan hidup dengan segala macam

kemewahan, disisi lain rakyat hidup dalam segala

keterbatasan, bahkan berkekurangan, ketidak

adilan hukum menjadi fenomena dari

pemerintahan yang korup, di sana-sini terjadi

penindasan kaum kaya terhadap yang lemah.

Muhammad Al-Ghazali berpendapat, bahwa ada

tiga faktor penyebab kecacatan politik Islam,

yaitu:

1. Kekeliruan dalam memahami makna syura,

dan ketidak mengertian dalam

penerapannya dalam bidang hukum.

2. Kebutaan terhadap peristiwa-peristiwa

buruk yang menimpa umat Islam selama

berabad-abad yang panjang di bawah

38

Ibid, hlm. 144

Page 89: Fiqih dakwah

75

pemerintahan diktator, di samping tidak

adanya majlis syura.

3. Ketidak tahuan tentang dasar-dasar

kemanusiaan yang menjadi tumpuan

peradaban modern.39

Dalam hal ini Muhammad Al-Ghazali menilai

bahwa umat harus berfikir kritis dan rasional,

terutama dalam memahami politik Islam diera

modern ini, peristiwa-peristiwa masa lalu harus

dijadikan pelajaran berharga sehingga tidak

terulang lagi.

c) Keterbelakangan Ekonomi40

Kondisi ini ditandai oleh sistem ekonomi ribawi

yang mendominasi kehidupan umat Islam.

Sistem ini telah menjauhkan kehidupan umat dari

nilai-nilai keberkahan dan kemanusiaan. Yang

dominan adalah penjajahan dan dominasi

pemodal besar terhadap pemodal kecil atau

lemah.

39

Ibid. 40

Ibid, hlm. 146

Page 90: Fiqih dakwah

76

Sistem Kapitalisme pun turut menggerogoti

perekonomian umat Islam. Di mana, modal hanya

beredar di antara orang- orang kaya saja.

Kelanjutan dari kondisi ini menyuburkan pola

kehidupan materialisme. Standar kehidupan

diukur dengan kemapanan ekonomi, sehingga

pola pikir yang terbentuk adalah pola

mementingkan diri sendiri, tidak peduli dengan

apa yang terjadi pada orang lain.

Jurang pemisah antara yang kaya dengan yang

miskin semakin lebar. Pengelolaan zakat masih

belum terlaksana dengan baik, kerena lembaga-

lembaga zakat belum memiliki manajemen yang

rapi. Ditambah lagi, kesadaran berzakat yang

masih kurang di kalangan kaum Muslimin

akibatnya pengelolaan harta zakat masih belum

maksimal, dan belum tersalurkan dengan baik.

d) Keterbelakangan Sosial41

41

Ibid, hlm. 149

Page 91: Fiqih dakwah

77

Kondisi keterbelakangan sosial terlihat dari

pelecehan terhadap wanita. Di mana, wanita

diposisikan sebagai kelompok marginal yang

mesti tunduk pada kemauan lelaki, sehingga

eksploitasi wanita dalam berbagai bidang sangat

terasa sekali. Wanita hanya sebagai pemuas hawa

nafsu dengan semakin maraknya praktek

prostitusi. Kerapuhan institusi keluarga yang

ditandai dengan kehidupan keluarga yang tidak

bahagia (broken home), banyak anak-anak yang

terlantar pendidikannya, sehingga melahirkan

problema sosial secara umum.

I. Ta’awun Dalam Dakwah42

Salah satu tugas utama kaum muslimin, apapun

posisi, jabatan, kedudukan, dan keahliannya adalah

melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar (dakwah)

dalam pengertian yang seluas-luasnya. Amar ma’ruf nahi

munkar bukanlah hanya sebatas dengan perkataan dan

pernyataan saja, akan tetapi terlebih lagi dengan

42

- Didin Hafidhuddin, Membangun Konsep Alternatif , Republika,

kolom HIKMAH.

Page 92: Fiqih dakwah

78

tindakan, perbuatan, dan contoh-contoh kongkret dalam

realitas kehidupan.

Memberikan solusi dan jalan keluar terhadap

berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat, merupakan salah satu kunci utama

keberhasilan pelaksanaan tugas amar ma’ruf nahi

munkar. Kemandegan dan kebuntuan, bahkan

kecenderungan degradasi yang menghancurkan bangsa

dan negara saat ini hendaknya menjadi salah satu

prioritas utama untuk dipecahkan dalam kegiatan

dakwah tersebut. Artinya, dakwah dalam bidang

muamalah merupakan sebuah keniscayaan yang harus

dilakukan dengan penuh kesungguhan. Konsep-konsep

alternatif untuk memecahkan masalah bangsa, yang

bersumberkan nilai-nilai Ilahiyyah harus dilakukan.

Sebab kita yakin hanya dengan nilai-nilai tersebutlah,

masalah bangsa dan negara sedikit demi sedikit bisa

dipecahkan.

Keberhasilan melahirkan konsep alternatif dan

mengimplemen-tasikannya di tengah-tengah kehidupan,

hanyalah mungkin terjadi bila dilaksanakan dalam

Page 93: Fiqih dakwah

79

tatanan kebersamaan dan kejamaahan serta dalam

barisan yang rapi dan teratur. Sinergi, taawwun, dan

koordinasi antar berbagai elemen umat yang dilandasi

sikap saling menghargai dan saling membutuhkan

merupakan sebuah kebutuhan. Rahmat dan pertolongan

Allah yang sangat kita butuhkan, hanyalah akan turun

jika Al Wala (saling tolong-menolong) terjadi antara

sesama orang-orang yang beriman. Perhatikan Firman

Allah dalam Al-Qur'an, surat At-Taubah ayat 71.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan

perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi

penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh

(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,

mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat

pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat

oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana.”

Page 94: Fiqih dakwah

80

Ayat di atas mengisyaratkan kepada kita agar

senantiasa berta’awun dalam melakukan amar makruf

nahi munkar. Ta’awun ini akan menguatkan barisan

kaum muslimin di medan dakwah. Tanpa ta’awun, sudah

dapat dipastikan bahwa barisan dakwah akan terpecah

belah, dan mudah dikalahkan oleh musuh-musuh

dakwah. Oleh karenanya, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam memerintahkan kita agar tetap dalam satu

barisan dakwah, dan menjauhi perpecahan. Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

“Hendaklah kalian tetap dalam satu jamaah, dan

jauhilah perpecahan, karena sesungguhnya setan

bersama orang yang sendirian, dan dia lebih menjauhi

dari dua orang, dan siapa ingin dirindukan syurga, maka

hendaklah ia tetap dalam satu jamaah.” (HR. Ahmad)

Sebaliknya, jika yang terjadi pertentangan,

perseturuan, dan saling berbantahan antara sesama

komponen umat, karena hanya ingin mendapatkan

Page 95: Fiqih dakwah

81

materi, jabatan, dan kedudukan yang sifatnya sesaat dan

fatamorganis untuk memuaskan pribadi dan

kelompokknya, maka kehancuranlah yang akan

dirasakan oleh kaum muslimin. Konsep-konsep

alternatif yang aplikatif tidak mungkin bisa diwujudkan

apalagi direalisasikan, karena terkurasnya energi dan

kekuatan untuk menghadapi pertentangan tersebut.

Perhatikan Firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-

Anfaal, ayat ke-46.

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan

janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan

kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan

bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang

yang sabar.”

Karena itu membagun sinergi dan taawwun antar

sesama kaum muslimin merupakan hal yang sangat

mendesak untuk segera direalisasikan, agar konsep-

Page 96: Fiqih dakwah

82

konsep alternatif yang aplikatif dalam memecahkan

berbagai persoalan umat Islam dapat segera

diwujudkan. Sebab, dengan berta’awun, kesuksesan dan

kemenangan dakwah akan mudah diraih oleh kaum

muslimin. Hal itu sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah

dalam firmannya.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan

perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi

penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh

(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,

mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat

pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat

oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana.” Allah menjanjikan kepada orang-orang

mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga

Page 97: Fiqih dakwah

83

yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka

di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus

di surga ´Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu

adalah keberuntungan yang besar.” (At-Taubah: 71-72)

Ayat tersebut, secara jelas menyebutkan bahwa

kemengangan akan diraih oleh kaum muslimin, setelah

mereka mau melaksanakan konsep jamaah dalam

kehidupan dakwahnya.

Page 98: Fiqih dakwah

84

BAB II

AKHLAK PENDAKWAH

Sesungguhnya da'i yang mengajak kepada

kebenaran bagaikan menara tinggi yang bisa di lihat dari

kejauhan sehingga dapat menjadi petunjuk bagi orang

yang sedang tersesat atau kebingungan. Dirinya

bagaikan tempat berteduh yang sejuk bagi orang yang

sedang kepanasan dari teriknya sinar matahari atau bagi

orang yang sedang dalam perjalanan, yang dengan itu

maka dirinya bagaikan titik yang terkumpul bagi para

mad'u (obyek Dakwah).43

Oleh karena itu, seseorang yang telah bertekad

untuk berdakwah di jalan Allah, sudah seharusnya

membekali dirinya dengan Akhlak mulia. Sebab, dengan

Akhlak ini masyarakat yang menjadi obyek dakwahnya

akan melihat dan mencontoh dari apa yang

didakwahkannya. Tanpa akhlak, seorang da’i akan

tercela di jalan dakwah yang ditekuninya. Hal ini

sebagaimana Allah berfirman kepada Nabi-Nya Syu’aib,

43

Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar Keberhasilan

Seorang Da‟i, Rabwah: Pustaka Islam House, 2012 , hlm.139

Page 99: Fiqih dakwah

85

agar dalam berdakwah seorang da’i harus senantiasa

memberikan keteladanan yang baik sehingga membawa

perubahan kearah yang positif di tengah-tengah

masyarakat,

“Dan aku tidak bermaksud menyalahi kalian (dengan

mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud

kecuali (mendatangkan) kebaikan semampuku.” (Hud:

88)

Allah juga berfirman:

“Siapakah yang lebih baik ucapannya dibandingkan

orang yang Berdakwah ke jalan Allah dan beramal

shalih?”. (Fushshilat: 33)

Allah juga berfirman:

Page 100: Fiqih dakwah

86

“Katakanlah (wahai Muhammad) inilah jalanku,

(yaitu) saya Berdakwah ke jalan Allah di atas Bashîrah,

(ini adalah jalan)ku dan orang-orang yang mengikutiku.

Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk kaum

musyrikin.” (Yusuf: 108)

Dengan demikian, akhlak da’i sangat penting untuk

dimiliki oleh setiap pendakwah, karena hal itu memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas dakwah

yang diembannya.

Sifat-sifat dan akhlak bagi pendakwah (da’i) tersebut

akan dijelaskan dalam uraian sebagaimana berikut:

A. Al-Ikhlas

Ikhlas dalam berdakwah adalah pilar dari dakwah

para Nabi dan Rasul terdahulu. Mereka berdakwah di

jalan Allah tanpa mengharapkan imbalan duniawi dari

kegiatan dakwah yang mereka jalankan, tidak pula

Page 101: Fiqih dakwah

87

karena kedudukan dan jabatan sosial di masyarakat.

Akan tetapi, dakwah mereka hanya semata karena Allah

dan untuk menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini.

Hal itu tampak jelas dalam firman Allah berikut ini,

“Wahai kaumku, aku tidak meminta kepada kalian

atas Dakwahku ini upah/bayaran.” (Hud: 51)

“Wahai kaumku, aku tidak meminta kepada kalian

atas Dakwahku ini harta.” (Hud: 29)

Ikhlas secara bahasa (lughah) memiliki beberapa

makna, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Al-Tashfiyah, Al-tanqiyah, Al-Tahdzib , yaitu

memurnikan sesuatu dari segala macam

campuran.

2. Al-Tauhid, yaitu mengesakan

3. Al-Takhshish, yaitu mengkhususkan

Page 102: Fiqih dakwah

88

4. Al-Najah, yaitu selamat dari sesuatu.

5. Al-Ihsan, yaitu memperbaiki dan

menyempurnakan.44

Adapun secara istilah, para ulama berbeda redaksi

(ibarah) dalam menggambarkanya, tetapi pada intinya

sama. Ada yang berpendapat, ikhlas adalah memurnikan

tujuan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah mengesakan

Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang

berpendapat, ikhlas adalah menyelamatkan ibadah dari

pamer (riya’) kepada makhluk. Ada pula yang

berpendapat, ikhlas adalah mensucikan amal dari sifat

ujub, dan segala macam penyakit hati (afat al-qulub).45

Al Harawi mengatakan, “Ikhlas ialah membersihkan

amal dari setiap noda.” Ulama Yang lain berkata,

“Seorang yang ikhlas ialah seorang yang tidak mencari

perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki

44

Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-Shihah, Madinah

Munawarah: Dar Al-thaibah, 1987, hlm. 184, Ibn Faris, Mu‟jam maqayis Al-

Lughah, Libanon: Dar Al-Fikr, 1415 H., hlm.327, hlm.6, Ibn Hajar Al-

Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418 H., Vol. 10, hlm.589 45

Abdul Lathif, Al-Ikhlash Wa Al-Syirk Al-Ashghar, Darul Wathan,

1412 H., www.alabdullatif.islamlight.net, hlm.5, Al-Ghazali, Ihya‟ Ulum Al-

Din, Beirut: Al-Maktabah Al-Ashriyah, 1420 H., Vol.4, hlm.502

Page 103: Fiqih dakwah

89

hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya

manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun

hanya seberat biji sawi (dzarrah)”.46

Sementara, Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

“Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. Dan

beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah,

apabila Allah menyelamatkan kamu dari keduanya”.47

Sa’id bin Zubair mengatakan, “ikhlas adalah mensucikan

diri dalam melakukan amal dari segala sifat riya, dan

menjadikan amalan ibadah hanya karena Allah”.48

Al-Qurthubi berkata, ”Ikhlas adalah memurnikan

amalan ibadah dari campuran kepentingan duniawi”.49

Ibn Hajar Al-Ashqalani berkata, “Ikhlas bermakna ihsan,

yaitu seseorang melakukan amal ibadah, seakan-akan Ia

46

Ibid 47

Ibn Qayyim, Madarijus Salikin, Kairo: Darul Hadits, Vol.2, hlm.95-

96 48

Al-Marwazi, Ta‟dzim Al-Shalat, Madinah Munawarah: Maktabah

Al-Dar, 1406 H., Vol. 2, hlm.566 49

Al-Qurthubi, Al-Jami‟ li Ahkam AL-Qur‟an, Kairo: Dar Al-Hadist,

1414 H., Vol.2, hlm.151

Page 104: Fiqih dakwah

90

melihat Allah, atau merasa bahwa dirinya selalu dilihat

oleh Allah”.50

Dari uraian singkat pendapat para ulama di atas,

dapat dikatakan bahwa ikhlas adalah seseorang berniat

dengan amal ibadahnya, hanya untuk mendekatkan

dirinya kepada Allah semata, bukan karena mencari

pujian manusia, atau mencari kepentingan duniawi.

Dengan demikian, seseorang akan selalu memperbaiki

amalannya, dengan cara mentauhidkan-Nya dan tidak

mensyirikkan amalan tersebut kepada selain Allah.

Adapun mengenai dalil-dalil yang menjelaskan

tentang pentingnya ikhlas dalam melakukan amalan

ibadah, khususnya dalam berdakwah, adalah terdapat di

dalam Al-Qur’an dan Al-Sunah.

Dalil-dalil dari Al-Qur’an tentang ikhlas adalah

sebagai berikut:

50

Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh: Dar Al-Salam, 1418

H., Vol. 10, hlm.589

Page 105: Fiqih dakwah

91

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-

nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan

janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan

Rabb- nya. (Al Kahfi: 110)

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya

menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan

kepada-Nya. (Al-Bayyinah: 5)

Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan

supaya menyembah Allah dengan memurnikan

ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.

(Az-Zumar: 11)

Page 106: Fiqih dakwah

92

“Padahal tidak ada seseorangpun memberikan

suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya,

Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena

mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi.”

(Al-Lail: 19 – 20)

“Sesungguhnya kami memberi makanan

kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan

Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu

dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (Al-Insaan:

9)

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di

akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya

dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di

Page 107: Fiqih dakwah

93

dunia kami berikan kepadanya sebagian dari

keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu

bahagianpun di akhirat.” (Asy-Syuuraa: 20)

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan

perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka

balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan

mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-

orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka

dan lenyaplah di akhirat itu”. (QS.Hud: 15-16)

Adapun dalil-dalil dari Al-Sunah tentang ikhlas

adalah sebagai berikut:

Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang

kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam seraya

berkata,”Bagaimanakah pendapatmu (tentang)

seseorang yang berperang demi mencari upah dan

sanjungan, apa yang diperolehnya?” Rasulullah

Page 108: Fiqih dakwah

94

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,”Dia tidak

mendapatkan apa-apa.” Orang itu mengulangi

pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shalallahu

'Alaihi wa Sallam selalu menjawab, orang itu tidak

mendapatkan apa-apa (tidak mendapatkan ganjaran),

kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda:

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal

perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan

(dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah.51

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al

Khathab, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah

bersabda:

51

HR Nasa-i, VI/25 dan sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan

Imam Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-27 no. 9. Dihasankan

oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib, I/106, no. 8

Page 109: Fiqih dakwah

95

“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung

niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan

dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang

hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah

dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)

Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena

dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang

ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai

sebagaimana) yang dia niatkan.” 52

Di dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah,

sesungguhnya Rasulallah saw bersabda, Allah berfirman

(hadits qudsi):

52

HR. Muslim, no:1907

Page 110: Fiqih dakwah

96

“Aku tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang

melakukan suatu amal ibadah yang ia menyekutukan

selain-ku bersama-Ku, niscaya Aku meninggalkannya

dan sekutunya.”53

Jadi, ikhlas merupakan akhlak yang wajib dimiliki

oleh seorang da’i, karena ini merupakan pondasi yang

dibangun di atasnya semua amal ibadah dan ikhlas

merupakan pilar agama yang Allah Ta’ala yang murni

(khalis), yang disucikan dari segala sekutu selain Allah.

Tanpa ikhlas, segala amal Dakwah yang telah dilakukan

akan sia-sia belaka, dan tidak mendatangkan

kemaslahatan bagi umat. Dengan demikian, da’i yang

ikhlas dalam berdakwah, dirinya senantiasa melakukan

segala aktifitas dakwahnya hanya karena mengharap

ridha Allah, dan tidak berharap imbalan dari manusia.

Inilah yang dicontohkan oleh para nabi dan Rasul dalam

berdakwah menyampaikan risalah Allah, sebagaimana

terdapat dalam firman Allah berikut ini:

53

HR. Muslim, no. 29985

Page 111: Fiqih dakwah

97

“Dan (Dia berkata): "Hai kaumku, Aku tiada meminta

harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku.

upahku hanyalah dari Allah.” ( Huud: 29)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Zuhudlah terhadap dunia maka Allah akan

mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang di tangan

manusia maka manusia akan mencintaimu” (HR. Ibnu

Majah)

B. Siddiq

Dari segi bahasa, sidiq berasal dari kata

shadaqa( صدقا -صدق –من صدق : الصدق ) yang memiliki

beberapa arti yang satu dengan yang lain saling

melengkapi, yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn

Qayyim bahwa sidiq bermakna mendapatkan sesuatu

dengan sempurna, tercapainya kekuatan dengan

sempurna, dan bersatunya bagian-bagiannya ( حصول الشء

Kesempurnaan tersebut .(وتمامه ، وكمال قوته ، واجتماع أجزائه

Page 112: Fiqih dakwah

98

tercapai, karena terdapat di dalamnya keteguhan pada

kebenaran, kejujuran, ketulusan, dan kesungguhan.

Dengan demikian lawan kata dari sidiq adalah kadzib,

yaitu dusta, bohong, berkhianat, dan kemunafikan.54

Adapun secara istilah, sidiq adalah

menyempurnakan amal hanya untuk Allah. Hal itu dapat

dicirikan dengan kesesuaian dzahir (amal) dengan

bathin (iman). Karena orang yang dusta (kadzib) tidak

akan dapat menyempurnakan amal, alasannya yaitu

dusta merupakan bentuk kemunafikan sehingga

dzahirnya tidak sama dengan bathinnya.55

Sidiq merupakan salah satu akhlak yang harus

dimiliki oleh seorang da’i. Dengan sifat sidiq ini, seorang

da’i akan senantiasa berjalan di atas kebenaran yang

sempurna. Karena sidiq adalah pilar dari segala

kebaikan yang sempurna, yang memiliki dimensi yang

luas, karena mencakup segala aspek keislaman.56

54

Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Madarij Al-Salikin, Dar Al-Kutub Al-

Arabi, 1996, Bab Al-Manazil 55

-Muhammad Ibn Abdillah Al-Andalusi, Ahkam AL-Qur‟an, Dar Al-

Kutub AL-Ilmiyah, Vol.2, hlm.598 56

Ibid

Page 113: Fiqih dakwah

99

Keutamaan sifat sidiq tersebut dapat kita lihat dalam

penjelasan Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagaimana

berikut:

1. Sifat sidiq adalah perintah Allah yang harus kita

taati dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

hari

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah

kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama

orang-orang yang benar (sidiq). (At-Taubah:

119)

2. Sidiq juga merupakan perintah Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kepada umatnya.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Sufyan

ketika bertemu dengan raja Hirakleus:

Page 114: Fiqih dakwah

100

Apa yang dia perintahkan pada kalian?, Abu

Sufyan menjawab, “Untuk menyembah Allah dan

tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu

apapun, meninggalkan semua ajaran nenek

moyang, mendirikan shalat, bersikap sidiq

(jujur/ benar), sopan santun dan menyambung

tali persaudaraan. (HR.Buhari dan Muslim)

3. Sidiq adalah pilar dari segala kebaikan.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda:

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu,

dari Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa

Page 115: Fiqih dakwah

101

Sallam. bahwasanya beliau bersabda.

“Sesungguhnya sidiq itu membawa pada

kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan pada

surga. Dan seseorang beperilaku sidiq, hingga ia

dikatakan sebagai seorang yang siddiq.

Sementara kedustaan akan membawa pada

keburukan, dan keburukan akan mengantarkan

pada api neraka. Dan seseorang berperilaku

dusta, hingga ia dikatakan sebagai pendusta.”

(HR. Bukhari)

4. Derajat orang yang sidiq sama dengan derajat

para syuhada. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam bersabda:

Barang siapa yang meminta kesyahidan kepada

Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sidiq

(sebenar-benarnya), maka Allah akan

menempatkannya pada posisi syuhada’,

Page 116: Fiqih dakwah

102

meskipun ia meninggal di atas ranjangnya.

(HR.Muslim)

5. Sidiq akan mengantarkan seseorang pada

keberkahan dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda:

Penjual dan pembeli keduanya bebas belum

terikat selagi mereka belum berpisah. Maka jika

benar dan jelas kedua, diberkahi jual beli itu.

Tetapi jika menyembunyikan dan berdusta maka

terhapuspah berkah jual beli tersebut. (HR.

Bukhari dan Muslim)

6. Orang yang sidiq akan mendapatkan ampunan

dan pahala yang besar dari Allah. Dalam al-

Qur’an Allah berfirman:

Page 117: Fiqih dakwah

103

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang

muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min,

laki-laki dan perempuan yang tetap dalam

keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang

benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-

laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan

perempuan yang bersedekah, laki-laki dan

perempuan yang berpuasa, laki-laki dan

perempuan yang memelihara kehormatannya,

laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut

(nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk

mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-

Ahzab: 35)

Page 118: Fiqih dakwah

104

7. Derajat Siddiqin bersama Para Nabi, Syuhada’

dan Shalihin

ا

Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul

(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan

orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah,

yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang

yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan

mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-

Nisa: 69)

8. Sidiq Merupakan Sifat Para Nabi dan Rasul. Allah

berfirman,

“Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di

dalam Al Kitab (Al Qur'an) ini. Sesungguhnya ia

Page 119: Fiqih dakwah

105

adalah seorang yang sangat membenarkan lagi

seorang Nabi.” (Maryam: 41)

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada

mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al

Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang

sangat membenarkan dan seorang nabi.”

(Maryam: 56)

C. Amanah

Amanah secara bahasa bisa bermakna ketaatan,

ibadah, titipan, kepercayaan, dan jaminan keamanan.57

Adapun menurut istilah sebagaimana yang dijelaskan

oleh Syaikh Salim bin ‘Id al Hilali bahwa amanah adalah

sebuah perintah menyeluruh dan mencakup segala hal

yang berkaitan dengan perkara-perkara yang dengannya

seseorang terbebani (untuk menunaikannya), atau ia

dipercaya dengannya. Dengan demikian amanah ini

57

Ibn Atsir, An Nihayah Fi Gharib al Hadits wa al Atsar, tahqiq Khalil

Ma‟mun Syiha, Beirut: Daar al Ma’rifah, 2001, Vol.I, hlm.80

Page 120: Fiqih dakwah

106

meliputi dan mencakup seluruh hak-hak Allah atas

seseorang, seperti perintah-perintahNya yang wajib.

Juga meliputi hak-hak orang lain, seperti barang-barang

titipan yang harus ditunaikan dan disampaikan kepada

si pemiliknya. Sehingga, sudah semestinya seorang (yang

dibebani amanah ini) menunaikan amanah dengan

sebaik-baiknya dengan menyampaikannya kepada

pemiliknya dan Ia tidak boleh menyembunyikan, karena

hal itu akan membawa dampak negatif dan kerusakan

yang besar.58

Amanah adalah sifat mulia yang harus dimiliki oleh

setiap da’i dalam berdakwah di jalan Allah. Sebab

dengan amanah ini risalah dakwah akan tetap terjaga

keasliannya. Dengan demikian Islam akan tetap abadi di

sepanjang zaman, tanpa penyimpangan dan

penyelewengan ajaran di dalamnya. Tanpa amanah,

seorang da’i akan berlaku sesuai dengan keinginan hawa

nafsunya dan kepentingan pragmatis syahwatnya, tanpa

mempertimbangkan aturan syar’i, sehingga yang terjadi

adalah pemalsuan ajaran Islam, sebagaimana yang

58

Salim bin ‘Id al Hilali , Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadh ash

Shalihin, Dammam, Daar Ibn al Jauzi, 1422 H, Vol.I. hlm.288

Page 121: Fiqih dakwah

107

pernah dilakukan oleh Ulama Bani Isra’il terhadap

ajaran Taurat dan Injil.

Terdapat beberapa ayat maupun hadits shahih yang

menerangkan urgensi amanah dan wajib bagi setiap

muslim, khususnya bagi para da’i untuk menunaikan

amanah ini. Di antara ayat-ayat al Qur’an yang

menjelaskan hal itu adalah:

1. Amanah adalah perintah Allah yang harus

ditunaikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

dalam surat an Nisa, ayat ke-58:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

menyampaikan amanat kepada yang berhak

menerimanya…”. Firman Allah Subhanahu wa

Ta’ala dalam surat al Anfal, ayat ke-27:

Page 122: Fiqih dakwah

108

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu

mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan

(juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-

amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang

kamu mengetahui.”. Firman Allah Subhanahu wa

Ta’ala dalam surat al Ahzab, ayat ke-72:

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan

amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,

maka semuanya enggan untuk memikul amanat

itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,

dan dipikullah amanat itu oleh manusia.

Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat

bodoh.” Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam

surat al Baqarah, ayat ke-283:

Page 123: Fiqih dakwah

109

“…Maka hendaklah yang dipercayai itu

menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah

dia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.

2. Amanah adalah perintah Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam, sebagaimana terdapat dalam

sabdanya,

“Tunaikanlah amanah kepada orang yang engkau

dipercaya (untuk menunaikan amanah

kepadanya), dan jangan khianati orang yang

telah mengkhianatimu.” (HR.Tirmidzi)

3. Amanah akan mendatangkan kesuksesan dalam

Berdakwah. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh

Allah tentang Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi

Yusuf, alaihim salam yang memiliki sifat amanah

dalam Berdakwah sehingga menarik simpati

mad’unya,

Page 124: Fiqih dakwah

110

“… Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang

yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya

orang yang paling baik yang kamu ambil untuk

bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi

dapat dipercaya”. (Al Qashash: 26).

“…Aku akan datang kepadamu dengan membawa

singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri

dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-

benar kuat untuk membawanya lagi dapat

dipercaya”. (An Naml: 39)

“… Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);

sesungguhnya aku adalah orang yang pandai

menjaga lagi berpengetahuan”. (Yusuf: 55)

Page 125: Fiqih dakwah

111

4. Amanah adalah sifat mukmin, sementara

khianah adalah sifat munafik. Firman Allah

Subhanahu wa Ta’ala dalam surat al Mu’minun,

ayat ke-8, atau surat al Ma’arij, ayat ke-32:

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-

amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”.

Dan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam,

Dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau

bersabda, “Tanda orang munafiq ada tiga;

apabila berbicara ia berdusta; apabila berjanji ia

menyelisihi janjinya; dan apabila diberi amanah

(kepercayaan) ia berkhianat”. (HR. Bukhari dan

Muslim)

Page 126: Fiqih dakwah

112

5. Amanah adalah pilar keimanan. Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana

diriwayatkan dari Anas bin Malik -radhiyallahu

‘anhu-,

Tidaklah Nabiyullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

berkhutbah kepada kami, melainkan beliau

bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak

memiliki (sifat) amanah, dan tidak ada agama

bagi orang yang tidak menepati janjinya”. (HR

Ahmad)

6. Amanah adalah benteng keamanan, sementara

khianah adalah yang induk dari segala

kehancuran. Hal itu sebagaimana terdapat dalam

hadits Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash -

radhiyallahu ‘anhuma-, Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda,

Page 127: Fiqih dakwah

113

“Sesungguhnya Allah membenci (sifat) keji dan

kekejian. Dan demi (Dzat) yang jiwa Muhammad

berada di tangannya, tidak akan terjadi hari

kiamat sampai orang yang amanah (jujur)

dianggap pengkhianat, dan seorang pengkhianat

dipercaya, sampai muncul (sifat) keji dan

kekejian, pemutusan hubungan silaturahim

(kerabat), dan buruk dalam bertetangga…”. (HR.

Ahmad)

7. Orang yang amanah adalah figur yang memiliki

kepribadian yang kuat dalam mengemban

kepemimpinan. Hal itu sebagaimana dijelaskan

oleh Rasulullah saw dalam hadist berikut ini,

Page 128: Fiqih dakwah

114

“Jika kekuasaan ini terjatuh pada Sa’ad, maka itu

memang haknya. Dan jika tidak, maka hendaknya

salah seorang dari kalian meminta bantuannya,

kerena sesungguhnya aku tidak

menghentikannya dengan sebab kelemahan dan

pengkhianatan”. (HR. Bukhari)

Dan terdapat di dalam Shahih Muslim dari Abu

Dzar -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata:

“Wahai Rasulullah, tidakkah engkau

menjadikanku (seorang pemimpin)?”, lalu

Rasulullah memukulkan tangannya di bahuku,

dan bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya

engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah

amanah, dan ia merupakan kehinaan dan

penyesalan di hari kiamat. Kecuali orang yang

Page 129: Fiqih dakwah

115

mengambilnya dengan haknya, dan

menunaikannya (dengan sebaik-baiknya)”.

Dan terdapat di dalam Shahih Muslim pula,

dari Abu Dzar, sesungguhnya Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

“Wahai Abu Dzar, sesungguhnya aku

memandangmu orang yang lemah, sedangkan

aku mencintai untukmu seperti aku mencintai

untuk diriku. Janganlah kamu menjadi pemimpin

(walaupun terhadap) dua orang (saja)! Dan

janganlah kamu mengatur harta (anak) yatim”.

(HR. Muslim)

D. Yakin Diri

Yakin (yaqin) secara bahasa memiki makna ( العلم

، وتحق ق األمروإزاحة الشك ), yaitu ilmu, hilangnya keraguan

Page 130: Fiqih dakwah

116

dalam diri, teraktualisasinya sesuatu.59 Adapun yakin

secara istilah adalah ( طمأننة القلب، على حققة الشء وتحقق

ب ب، بإزالة كل شك ور Tenangnya hati dalam (التصدق بالغ

menghadapi segala sesuatu masalah, dan

teraktualisasinya keimanan terhadap yang ghaib, dengan

menghilangkan segala keraguan.60 Ulama lain seperti Ibn

Qayyim menjelaskan bahwa yakin dapat ditandai dengan

bersemayamnya ilmu pada diri seseorang, yang dengan

ilmu tersebut menjadikannya tidak berubah haluan dan

tidak ada keraguan dalam hatinya. ( استقرار العلم الذي ال نقلب

ر ف القلب ل وال تغ حو 61.(وال

Sifat yakin sangat penting bagi seorang da’i. Sebab,

dengan keyakinan diri akan manjadikannya bertambah

iman dan senantiasa tabah dalam menempuh jalan

dakwah, sehingga dirinya tidak mudah menyerah dan

tidak pula putus asa. Oleh karenanya dirinya akan

senantiasa optimis terhadap pertolongan Allah. Tanpa

keyakinan diri. sudah dapat dipastikan bahwa kegagalan

dakwah akan berada di tangan seorang da’i. Jadi,

59

Ibn Mandzur, Lisan Al-Arab, Beirut: Dar Al-Shadir, 2005, term (ق) 60

Al-Jurjani, Al-Ta‟rifat, term (اىق) 61

Ibn Qayyim, Madarij Al-Salikin, Kairo: Dar Al-Shofa, 2004, Vol.2,

hlm.125

Page 131: Fiqih dakwah

117

keyakinan diri amat diperlukan bagi seorang da’i dalam

mengemban risalah dakwahnya, agar dakwahnya tetap

berjalan dengan istiqamah, walaupun banyak rintangan

yang menghalanginya.

Keutamaan sifat yakin

1. Yakin adalah sifat para Rasul. Allah berfirman,

Demikianlah, kami perlihatkan kepada Ibrahim

kerajaan langit dan bumi, agar dirinya termasuk

orang-orang yang yakin. (Al-An’am: 75)

2. Yakin diri adalah tanda mendapatkan hidayah

dan keberuntungan. Allah berfirman,

Page 132: Fiqih dakwah

118

“Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al

Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan

Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu,

serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)

akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat

petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah

orang-orang yang beruntung.” (Al-Baqarah: 4-5)

3. Yakin adalah tanda kesempurnaan iman.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah

mereka yang beriman kepada Allah, dan

Rasulnya, kemudian dirinya tidak ragu-ragu.” (Al-

Hujurat: 15)

4. Yakin akan membawa kemenangan dan

kesuksesan dalam Berdakwah.

Page 133: Fiqih dakwah

119

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu

pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk

dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan

adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-

Sajdah: 24)

5. Yakin adalah salah satu kekuatan yang akan

menggerakkan keimanan seseorang untuk rela

menerima segala ketetapan yang telah

ditaqdirkan oleh Allah. Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam dalam do’anya menyebutkan

pentingnya keyakinan diri,

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu

iman yang dengannya engkau membuat hatiku

bahagia, dan keyakinan sehingga aku

mengetahui bahwa tiada yang dapat

menghalangi rizki yang telah engkau bagikan

kepadaku, dan ridha terhadap kehidupan yang

Page 134: Fiqih dakwah

120

telah engkau bagikan kepadaku. (HR. Al-Bazzar

dan Ibn Abi Dunya)

6. Yakin akan membawa pelakunya pada

kebahagiaan dan ketenangan hidup. Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

Sesungguhnya Allah dengan keadilannya telah

menjadikan ketengan dan kebahagiaan pada

ridha dan yakin. (HR. Thabrani dan Baihaqi)

E. Sabar

Medan Dakwah amatlah terjal dan berat, yang

diliputi berbagai tantangan dan rintangan yang akan

menguji keimanan bagi para da’i yang menempuhnya.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam

firmannya,

Page 135: Fiqih dakwah

121

“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-

rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap

pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan)

terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami

kepada mereka.” (Al-An’am: 34)

“Dan sungguh telah diejek beberapa rasul sebelum

kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang

mencemoohkan di antara mereka itu balasan (azdab)

atas ejekan yang mereka lakukan.” (Al-An’âm: 10)

Page 136: Fiqih dakwah

122

Oleh karena itu, seorang da’i haruslah bersabar atas

beratnya dakwah, karena tanpa kesabaran maka seorang

da’i tidak akan mampu konsisten di jalan dakwah.62

Keutamaan Sabar Dalam Berdakwah

1. Orang yang sabar akan diberi pahala tanpa batas

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar

sajalah yang akan dipenuhi ganjaran mereka

tanpa batas.” (Az-Zumar: 10)

2. Mendapatkan kabar gembira langsung dari Allah

“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-

orang yang bersabar.” (Al-Baqarah: 155)

62

Shalih bin Fauzan al-Fauzan , Muhadhoroot fil Aqidah wad Da‟wah

oleh Fadhilatusy Syaikh, Kairo: Shalih bin Fauzan al-Fauzan , 2003, Vol.

III, hlm. 15-21

Page 137: Fiqih dakwah

123

Atha` bin Abi Rabah berkata: Ibnu Abbas pernah

berkata kepadaku, “Maukah aku tunjukkan

kepadamu seorang wanita dari penduduk surga?”

Aku bekata, “Tentu.” Dia berkata:

“Wanita berkulit hitam ini, dia pernah menemui

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam seraya berkata,

“Sesungguhnya aku menderita penyakit epilepsi

dan auratku sering tersingkap (ketika sedang

kambuh), maka berdoalah kepada Allah untukku

(yakni: Agar Dia menyembuhkanku).” Beliau

bersabda: “Jika kamu berkenan, bersabarlah

maka bagimu surga, dan jika kamu berkenan,

maka aku akan berdoa kepada Allah agar Allah

menyembuhkanmu.” Dia berkata, “Kalau begitu

aku akan bersabar.” Wanita itu berkata lagi,

“(Jika penyakitku kambuh maka) auratku

Page 138: Fiqih dakwah

124

tersingkap, karenanya berdoalah kepada Allah

agar (auratku) tidak tersingkap.” Maka beliau

mendoakan untuknya.” (HR. Bukhari dan

Muslim)

3. Sabar akan mendatangkan segala kebaikan

Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu anhu dia

berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam

bersabda:

“Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin,

sungguh semua urusannya baik baginya, yang

demikian itu tidaklah dimiliki seorang pun

kecuali hanya orang yang beriman. Jika mendapat

kebaikan (kemudian) ia bersyukur, maka itu

merupakan kebaikan baginya, dan jika keburukan

menimpanya (kemudian) ia bersabar, maka itu

merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Page 139: Fiqih dakwah

125

4. Orang yang sabar akan selalu mendapat rahmat

dan petunjuk dari Allah

Mereka itu, akan dikurniakan atas mereka

anugerah-anugerah dari Tuhan mereka dan

rahmat, dan mereka itulah orang-orang yang

akan mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157)

5. Allah memberikan pengganti yang lebih baik

kepada orang yang sabar. Hadist diriwayatkan

dari Ummu Salamah,Ia berkata:

“Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu

‘alahi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang

muslim yang tertimpa musibah lalu menyatakan

Page 140: Fiqih dakwah

126

apa yang Allah perintahkan, ‘Innaa lillahi Wa

Inna Ilaihi Raji’un Allahumma’ Jurni fi mushibatie

wa Akhlif li Khairan minha.’ Kecuali Allah

gantikan baginya yang lebih baik.” (HR. Muslim)

6. Sabar adalah ciri orang yang bertaqwa

"Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan,

penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah

orang-orang yang benar (imannya), dan mereka

itulah orang-orang yang bertaqwa". (Al-Baqarah:

177)

7. Allah mencintai orang yang sabar

Page 141: Fiqih dakwah

127

"Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar."

(Ali Imran: 146)

8. Sabar dapat menghapus dosa

"Dari Ummu Al-Ala', dia berkata:" Shalallahu

'Alaihi wa Sallam menjenguk-ku tatkala aku

sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah

wahai Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya

orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan

kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang

menghilangkan kotoran emas dan perak". (HR.

Abu Daud)

9. Balasan terbaik hanya untuk orang yang sabar

Page 142: Fiqih dakwah

128

"Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan

kepada orang-orang yang sabar dengan pahala

yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan."

(An-Nahl: 96)

10. Para malaikat mengucapkan salam kepada orang

yang sabar

"Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat

mereka dari semua pintu, (sambil

mengucapkan):'Salamun 'alaikum bima

shabartum'. Maka alangkah baiknya tempat

kesudahan itu" (Ar-Ra'd: 23-24)

11. Sabar akan mendatangkan kelapangan hidup.

A’isyah radhiyallahu anha berkata,

Page 143: Fiqih dakwah

129

“Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam apabila

melihat apa yang ia sukai menyatakan,

‘Alhamdulillah Alladzi bini’matihi Tatimmu Al

Shalihaat.’ Dan bila melihat (mendapati) sesuatu

yang tidak beliau sukai mengucapkan,

‘Alhamdulillahi ‘Ala Kulli Halin.’” (HR Ibnu Majah

dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al

Jaami’ no. 4727).

F. Lemah Lembut (Ar-rifqu)

Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata

dan bertindak serta memilih untuk melakukan cara yang

paling mudah diterima oleh masyarakat (mad’u) yang

didakwahinya. Lemah lembut merupakan salah satu

pilar yang menentukan keberhasilan dakwah yang

diemban oleh seorang da’i. Sebab, dengan kasih sayang

ini akan mendatangkan ta'tsir (kesan) yang positif pada

hati masyarakat (mad’u), sehingga menjadikan mereka

Page 144: Fiqih dakwah

130

rela untuk mengikuti risalah dakwah yang didengarnya.

Sufyan ats-Tsauri berkata,

“Tidak boleh melakukan amar ma’ruf dan nahi

mungkar—memerintahkan kepada yang baik dan

melarang dari yang mungkar—melainkan orang yang

memiliki tiga sifat: lembut dan tidak tergesa dalam

memerintahkan dan melarang, adil dalam

memerintahkan dan adil dalam melarang, serta

mengilmui yang dia perintahkan dan yang dia

larang.”63

Keutamaan Ar-Rifqu

1. Ar-Rirqu adalah sifat terpuji yang dimiliki oleh

Allah untuk dicontoh oleh para hambanya. Dari

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda,

63

Atsar ini dikeluarkan oleh Abu Bakar Al-Marwadzi dalam kitab Al-

Wara‟, no.501

Page 145: Fiqih dakwah

131

“Sesungguhnya Allah Rafiq (Maha Lembut), dan

mencintai rifq/kelembutan, Dia memberikan

pada rifq, apa-apa yang tidak diberikan pada

sikap ‘anaf (keras), dan tidak pula Dia

memberikan pada yang selainnya.” (HR.

Muslim)

2. Ar-Rifqu adalah perhiasan yang membuat indah

bagi sikap seseorang. Dari ‘Aisyah radhiyallahu

‘anha juga, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam bersabda,

“Wajib bagimu untuk berbuat lemah lembut,

berhati-hatilah dari sikap keras dan keji,

sesungguhnya tidaklah sikap lemah lembut ada

pada suatu perkara kecuali akan menghiasinya,

dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, melainkan

Page 146: Fiqih dakwah

132

akan memburukkan perkara tersebut.” (HR.

Muslim)

3. Ar-Rifqu adalah pilar dari segala kebaikan.Dari

Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Barang siapa yang diharamkan baginya rifq,

diharamkan baginya kebaikan seluruhya”. (HR.

Muslim)

4. Ar-Rifqu adalah salah satu wasiat Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kepada umatnya

dalam menyampaikan risalah Dakwah. Dalam

hadis Bukhari dan Muslim dijelaskan bahwa

ketika Rasulullah sh mengutus sahabatnya

dalam suatu urusan, maka beliau bersabda,

Page 147: Fiqih dakwah

133

“Gembirakanlah mereka, jangan bikin lari,

permudah urusan mereka, jangan mempersulit.”

(Muttafaqun ‘alaihi)

5. Lemah lembut adalah sebuah kemutlakan yang

harus dimiliki oleh seorang da’i. Allah berfirman

memerintahkan Musa dan Harun agar berlemah

lembut dalam menyerukan dakwahnya kepada

Fir’aun,

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya

dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-

mudahan ia ingat atau takut". (Thaha: 44)

6. Lemah lembut merupakan tanda penghuni surga.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dia

berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda:

Page 148: Fiqih dakwah

134

“Maukah kalian aku beritahu orang yang

diharamakan atas neraka atau orang yang neraka

diharamkan atasnya? Semua kerabat yang lemah

lembut lagi memberikan kemudahan.” (HR. At-

Tirmizi)

7. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

membenci orang yang perangai kasar. Dari Aidz

bin Amr radhiallahu anhu dari Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda:

“Sesungguhnya sejelek-jelek pengembala ternak

adalah orang yang kasar kepada hewan

gembalaannya.” (HR. Muslim)

G. Tawadhu’(rendah hati)

Page 149: Fiqih dakwah

135

Tawadhu’ (rendah hati) sebagai lawan dari sikap

sombong, pada hakikatnya adalah sikap tunduk dalam

menerima kebenaran dan sikap rendah hati terhadap

manusia sehingga tidak meremehkan mereka. Hal itu

sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dari sahabat Abdullah bin

Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

“Sombong adalah menolak kebenaran dan

meremehkan manusia.” (HR. Muslim)

Tawadhu’merupakan salah satu akhlak yang sangat

terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh

makhluk-Nya. Sebab, aktualisasi dari sikap tawadhu’

kepada Allah terwujud dalam bentuk ketaatan dalam

menerima kebenaran dari Allah yang berupa perintah

dan larangan. Sementara aktualisasi terhadap makhluk

terwujud dalam bentuk sikap rendah hati terhadap

Page 150: Fiqih dakwah

136

sesama manusia, sehingga tidak terjadi bentuk sikap

saling meremehkan diantara mereka.64

Keutamaan Tawadhu’ (rendah hati)

1. Tawadhu’ adalah perintah Allah.

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang

yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang

beriman.” (Asy-Syu'ara:215)

2. Tawadhu’ akan mendatangkan keharmonisan

dalam pergaulan sehari-hari.

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di

antara kamu yang murtad dari agamanya, maka

64

Muhammad Ibn Ahmad Ibn Salim As-Safarayini, Ghada‟ Al-Albab

Fii Syarh Mandzumah Al-Adab, Cordova: Muassasah Qurtubah, hlm.232

Page 151: Fiqih dakwah

137

kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang

Allah mencintai mereka dan merekapun

mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut

terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap

keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad

dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan

orang yang suka mencela...” (Al-Ma`idah: 54)

3. Allah memberi gelar “ibadurrahman”65 kepada

orang yang memiliki sifat tawadhu’

“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih

adalah orang-orang yang berjalan di atas muka

bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil

menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-

kata yang baik.” (Al Furqaan: 63)

65

Ibadurrahman adalah hamba yang dicintai oleh Allah yang maha

penyayang.

Page 152: Fiqih dakwah

138

4. Allah mengangkat derajat orang yang tawadhu’.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

“Tidak ada seseorang yang merendahkan diri

karena Allah kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala

meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)

-

“Tidaklah shadaqah itu mengurangi banyaknya

harta. Tidaklah Allah itu menambahkan pada diri

seseorang sifat pemaaf, melainkan ia akan

bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah

seorang itu merendahkan diri karena Allah,

melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh

Allah ‘azza wajalla.” (HR. Muslim)

5. Tawadhu’ adalah asas keadilan dalam kehidupan

sehingga tidak mendzalimi orang lain. Rasulullah

bersabda,

Page 153: Fiqih dakwah

139

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala

mewahyukan kepadaku: bersifat tawadhu’lah,

sehingga seseorang tidak merasa bangga

terhadap orang lain dan seseorang tidak berbuat

aniaya terhadap orang lain.”66

6. Tawadhu’ adalah ciri dari calon penghuni surga.

“Itulah negeri akhirat yang Kami sediakan bagi

orang-orang yang tidak berambisi untuk

menyombongkan diri di atas muka bumi dan

menebarkan kerusakan.” (Al Qashash: 83)

66

Shahih Muslim, kitab al-Jannah, bab ke-16, no. 64.

Page 154: Fiqih dakwah

140

7. Tawadhu’ adalah tanda orang yang cerdas.

Lukman Al-Hakim pernah berkata kepada

anaknya,

Wahai anakku, hendaknya kamu tawahu’ maka

kamu akan mencadi orang yang cerdas.67

Contoh keteladanan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam dalam tawadhu’

1. Rasulullah saw membantu pekerjaan istri-

istrinya. Dari Al-Aswad bin Yazid An-Nakha’i

rahimahullah berkata bahwa ‘Aisyah

radhiyallahu ‘anha ditanya tentang keadaan

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, apa yang

beliau perbuat di rumahnya. Maka beliau

radhiyallahu ‘anha berkata,

67

Muhammad Ibn Ahmad Ibn Salim As-Safarayini, Ghada‟ Al-Albab

Fii Syarh Mandzumah Al-Adab, Cordoba: Muassasah Qurtubah, hlm.232

Page 155: Fiqih dakwah

141

“Beliau membantu keperluan keluarganya dan

jika datang waktu shalat, beliau berwudhu dan

keluar menegakkan shalat.” (HR. Bukhari dan

Muslim)

2. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dekat

dengan orang miskin. Hal itu tampak jelas dalam

salah satu do’a yang dipanjatkan oleh Rasulullah:

"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan

miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin,

dan giringlah aku (di hari kiamat) dalam

golongan orang-orang miskin." (HR.Tirmidzi)

3. Rasulullah saw dekat dengan hamba sahaya. Dari

Anas radhiyallahu ‘anhu beliau berkisah,

Page 156: Fiqih dakwah

142

“Bahwasanya ada seorang hamba sahaya wanita

dari golongan hamba sahaya wanita yang ada di

Madinah mengambil tangan Nabi shallallahu

‘alaihi wasallam, lalu wanita itu berangkat

dengan beliau ke mana saja yang dikehendaki

oleh wanita itu.” (HR. Al Bukhari)

4. Rasulullah saw mengucapkan salam kepada

anak-anak kecil yang dilaluinya.

Bahwasanya beliau berjalan melalui anak-anak,

kemudian ia memberikan salam kepada mereka

ini dan berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi

wasallam juga melakukan sedemikian.”

(Muttafaq ‘alaih)

Page 157: Fiqih dakwah

143

5. Ketika datang tamu yang terlihat gemetar,

karena takut terhadap beliau, dimana tamu

tersebut mengira bahwa Rasulullah saw adalah

seperti raja-raja di muka bumi, maka beliau

bersabda kepadanya:

“Tenanglah, sesungguhnya aku bukanlah seorang

raja. Aku hanyalah seorang anak dari seorang

perempuan suku Quraisy yang memakan daging

dendeng". (HR. Ibnu Majah)

H. Kasih Sayang (Ar-Rahmah)

Sifat Kasih sayang merupakan sifat yang amat

dicintai oleh Allah Ta’ala, dan sangat dianjurkan oleh

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Sifat ini memiliki

Page 158: Fiqih dakwah

144

dampak positif yang signifikan terhadap suksesnya

suatu dakwah. Hal itu dapat kita lihat dari contoh

dakwah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang

menyebarkan dakwahnya dengan penuh kasih sayang di

tengah-tengah masyarakat kala itu, sehingga menarik

simpati dan dukungan dari para pengikutnya.

Dan tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) kecuali

untuk rahmat bagi sekalian alam.” (Al-Anbiyaa’: 107)

Ayat ini menegaskan bahwa kasih sayang

merupakan salah satu pilar dalam proses dakwah ilallah.

Dengan kasih sayang ini dakwah Islam tersebar ke

seluruh pelosok dunia, baik di Timur maupun di Barat.

Sifat kasih sayang ini memiliki banyak memiliki

keutamaan, diantaranya adalah sebagaimana berikut:

1. Ar-Rahmah(kasih sayang) adalah akhlak

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam

menyampaikan dakwah. Allah berfirman,

Page 159: Fiqih dakwah

145

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul

dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya

penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan

dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi

Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-

Taubah: 128)

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu

berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya

kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali

Imran: 159)

2. Ar-Rahmah (kasih sayang) adalah sifat orang

yang beriman/ Allah berfirman,

Page 160: Fiqih dakwah

146

“Saling merahmati di antara mereka.” (Al-Fath:

29)

3. Ar-Rahmah (kasih sayang) akan mendatangkan

keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari Jarir bin Abdullah radhiallahu anhuma dia

berkata:

4. Ar-Rahmah (kasih sayang) merupakan syarat

untuk mendapatkan rahmat Allah. Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Allah tidak akan menyayangi siapa saja yang

tidak menyayangi manusia.” (HR. Al-Bukhari)

5. Allah hanya menyayangi orang yang

menyebarkan kasih sayang. Rasulullah saw

bersabda,

Page 161: Fiqih dakwah

147

“Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-

hambaNya yang penyayang.” (HR At-Thobrani

dalam al-Mu’jam al-Kabiir)

6. Orang yang menyebarkan kasih sayang akan

disayangi Allah dan disayangi makhluk.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga

bersabda.

“Para pengasih dan penyayang dikasihi dan di

sayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha

pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah

yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati

oleh Dzat yagn ada di langit.” (HR. Abu Dawud)

Page 162: Fiqih dakwah

148

7. Ar-Rahmah (kasih sayang) akan mendatangkan

empati terhadap orang lain. Dari Usamah bin

Zaid radhiallahu anhu dia berkata:

“Kami pernah berada di sisi Nabi Shalallahu

'Alaihi wa Sallam ketika utusan salah seorang di

antara puteri beliau datang untuk memanggil

beliau karena anak laki-lakinya sakit parah. Maka

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda

kepada sang utusan, “Pulanglah engkau ke

Page 163: Fiqih dakwah

149

puteriku, dan beritahukanlah kepadanya bahwa:

Hanya milik Allah yang diambil-Nya, hanya milik-

Nya apa yang diberikan-Nya, dan segala sesuatu

di sisi-Nya telah ada ajal yang ditetapkan.

Suruhlah dia untuk bersabar dan mengharap

pahala.” Tidak berselang lama, puteri beliau

kembali mengutus utusannya disertai sumpah

yang isinya, “Anda harus mendatanginya.” Maka

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berdiri

bersama Sa’ad bin Ubadah dan Muadz bin Jabal.

Lalu cucu beliau itu diserahkan kepada beliau

sedang nafasnya sudah terengah-engah bagaikan

orang yang kelelahan, maka berlinanglah air

mata beliau. Sa’ad bertanya, “Wahai Rasulullah,

(air mata) apa ini?” Nabi menjawab. “Ini adalah

rahmat yang Allah letakkan dalam hati-hati

hamba-Nya. Dan sesungguhnya Allah hanya

menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

8. Orang yang tidak memiliki kasih sayang adalah

orang yang celaka. Dari Abu Hurairah radiallahu

Page 164: Fiqih dakwah

150

‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Rasa kasih sayang tidak akan dicabut kecuali

dari orang yang celaka.” (HR. Abu Daud dan

Tirmizi)

9. Ar-Rahmah (kasih sayang) berbuah syurga. Dari

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda:

Page 165: Fiqih dakwah

151

“Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan lalu

dia merasakan kehausan yang sangat sehingga

dia turun ke suatu sumur lalu minum dari air

sumur tersebut. Ketika dia keluar dia mendapati

seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya

menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu

berkata, “Anjing ini sedang kehausan seperti

yang aku alami tadi”. Maka dia (turun kembali ke

dalam sumur) dan diisinya sepatunya dengan air,

dan sambil menggigit sepatunya dengan

mulutnya dia naik keatas lalu memberi anjing itu

minum. Karenanya Allah berterima kasih

kepadanya dan mengampuninya”. Para sahabat

bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan

dapat pahala dengan berbuat baik terhadap

hewan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam

menjawab, “Terhadap setiap makhluk bernyawa

diberi pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)

I. Istiqamah

Page 166: Fiqih dakwah

152

Definisi dan Keutamaan Istiqamah

Istiqamah secara bahasa bermakna tegak, lurus dan

tidak bengkok (اعتدال). Adapun menurut istilah bermakna

menempuh jalan yang lurus, yakni al-Islam, dengan

menjalankan segala yang diperintahkan oleh Allah, dan

menjauhi larangannya, baik yang lahir maupun yang

batin, dengan tanpa ifrath (ektrim kanan) maupun

tafrith (ektrim kiri). Ibnu Rajab telah menyebutkan

dalam kitabnya Jaami'ul Ulum Wal Hikam, bahwa

istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus, yaitu

(jalan yang lurus tersebut adalah) agama yang tegak

lurus tanpa ada kebengkokan sedikitpun baik ke kiri

maupun ke kanan, yang mencakup di dalamnya semua

perbuatan taat baik yang dhohir (nampak) maupun yang

bathin (tersembunyi), dan meninggalkan seluruh

larangan. Sehingga menjadikan wasiat ini (untuk

istiqomah) merupakan wasiat yang mencakup seluruh

dari cabang agama semuanya".68

Setiap da’i harus memiliki sifat istiqamah ini, sebab

sifat ini akan menjadikannya meraih kebahagian baik

68

Ibn Rajab, Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, Syarah hadist no.21

Page 167: Fiqih dakwah

153

ketika di dunia maupun di akhirat. Dengannya pula

seorang da’i akan meraih kemenangan dalam bergulat

dengan fitnah yang banyak sekali yang mengganggu

jalan dakwahnya, sehingga ia akan tetap konsisten

menekuni jalan dakwah, apapun resiko dan konsekuensi

yang harus dihadapinya, bahkan lebih dari itu,

istiqomah mengakibatkan kesudahan yang baik dari

segala urusanya.69 Allah Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:

"Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap

istiqamahMaka tidak ada kekhawatiran terhadap

mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.

mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka

kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang

telah mereka kerjakan." (Al-Ahqaaf: 13- 14)

69

Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Asyr al-Qawa‟id fii Al-

Istiqamah, Rabwah: Islam House, hlm.6

Page 168: Fiqih dakwah

154

Dalam surat Fushshilat Allah Ta'ala juga berfirman:

" Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:

"Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka

meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan

turun kepada mereka dengan mengatakan:

"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih;

dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang

telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-

pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di

dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu

inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa

yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari

Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang." (Fushshilat: 30-32)

Kaidah Dalam Menempuh Istiqamah

Page 169: Fiqih dakwah

155

Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr,

dalam karyanya, Asyr al-Qawa’id fii Al-Istiqamah

menyebutkan sepuluh kaidah agar setiap da’i tetap

istiqamah dalam menjalankan risalah Dakwahnya,

yaitu:70

1. Kaidah Pertama: Istiqomah adalah anugerah

Ilahiyyah dan hadiah Rabbaniyyah. Allah Ta'ala

berfirman,

" Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan

kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah

kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak

akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari

mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka

melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada

70

Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Asyr al-Qawa‟id fii Al-

Istiqamah, hlm.8-64

Page 170: Fiqih dakwah

156

mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik

bagi mereka dan lebih menguatkan (iman

mereka). Dan kalau demikian, pasti Kami berikan

kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,

Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang

lurus". (An-Nisaa; 66-68)

Maka Hidayah (petunjuk) kepada jalanNya

itu ada ditangan Allah Azza wa Jalla, Allah Ta'ala

berfirman:

"Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah

dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya

niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam

rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan

karunia-Nya. dan menunjuki mereka kepada jalan

yang Lurus (untuk sampai) kepada-Nya." (An-

Nisaa: 175)

Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:

Page 171: Fiqih dakwah

157

" Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga),

dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya

kepada jalan yang Lurus (Islam."(Yunus: 25)

2. Kaidah Kedua: Istiqomah yang hakiki adalah

berpegang diatas manhaj (metode atau cara)

yang tegak dan berjalan di atas jalan yang lurus .

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:

"Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap

istiqamah.." (Al-Ahqaaf: 13)

3. Kaidah Ketiga: Asal dari istiqomah adalah

istiqomahnya hati. Hal itu sebagaimana

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari haditsnya

Anas bin Malik, dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam bahwasannya beliau bersabda, "Tidaklah

Page 172: Fiqih dakwah

158

mungkin keimanannya seorang hamba (bisa

istiqomah) sampai hatinya beristiqomah". (HR

Ahmad dalam musnadnya dan di hasankan

oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 2841)

4. Kaidah Keempat: Istiqomah yang dituntut dari

seorang hamba adalah berusaha untuk selalu

berada pada sebuah keistiqomahan jika tidak

mampu, maka lebih pada apa yang

mendekatinya. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

telah menjadikan satu dari dua perkara ini di

dalam sabdanya, "Sesungguhnya agama itu

adalah mudah, tidak ada seorang pun yang

mempersulit di dalam agama kecuali dia akan

terkalahkan, maka dekatkanlah kepada sunah

dan beri kabar gembira." (HR Bukhari)

5. Kaidah Kelima: Istiqomah itu selalu terkait

dengan perkataan, perbuatan, dan niat.

Diriwayatkan dalam Musnadnya Imam Ahmad

dari hadirtsnya Anas bin Malik bahwasannya

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

"Tidak akan bisa lurus (istiqomah.pent) imannya

seorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak

Page 173: Fiqih dakwah

159

akan bisa lurus hatinya seorang hamba sampai

lisannya lurus". (HR. Ahmad)

6. Kaidah Keenam: Tidak ada istiqomah kecuali

hanya untuk Allah, bersama Allah dan berjalan di

atas perintah Allah. Allah Ta'ala telah berfirman:

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya

menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan

kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang

lurus". (Al-Bayyinah: 5)

7. Kaidah Ketujuh: Bagi seorang muslim walupun

sudah dapat beristiqomah namun jangan sampai

bersandar kepada amalannya. Hal itu

sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh

Imam Bukhari dan Muslim dari haditsnya Aisyah,

dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam beliau

bersabda, "Berusahalah agar (sesuai dengan)

sunah, mendekatlah jika (tidak mampu

mengerjakan seluruhnya) dan berilah kabar

gembira (pada orang lain), sesungguhnya tidak

Page 174: Fiqih dakwah

160

ada seorangpun yang akan masuk surga dengan

sebab amalannya". Maka di katakan kepada

Rasulallah: "Tidak pula engkau wahai Rasulallah?

Beliau menjawab, "Tidak pula saya, kecuali

bahwa Allah telah mengampuni saya dengan

ampunanNya dan rahmatNya". (HR Bukhari

dan Muslim)

8. Kaidah Kedelapan: Buah dari istiqomah di dunia

adalah bisa istiqomah ketika meniti shirot (jalan)

pada hari kiamat nanti. Imam Ibn Qoyyim

mengatakan, "Barangsiapa yang telah diberi

hidayah (petunjuk) di dunia ini kepada shirothol

mustaqim (jalan yang lurus) oleh Allah Azza wa

jalla yang mana Allah Ta'ala telah mengutus

para rasulNya dengannya dan menurunkan

bersama mereka kitab-kitab-Nya, dengan sebab

itu dia akan diberi hidayah ketika meniti shiroth

yang akan mengantarkan kepada surga-Nya dan

negeri balasan. Namun ketetapan seorang hamba

di atas shiroth (jalan yang lurus) ini yang mana

di bentangkan oleh Allah Azza wa jalla di dunia

akan menjadikan tetapnya dia ketika melewati

Page 175: Fiqih dakwah

161

shiroth yang berada di atas neraka jahanam di

akhirat nanti sesuai dengan kadar amalannya,

dan seberapa besar ia didalam (menempuh)

pada jalan yang lurus ini (ketika didunia) maka

begitu pula kadarnya ketika melewati shiroth di

akhirat nanti.

"Tiadalah kamu dibalasi, melainkan (setimpal)

dengan apa yang dahulu kamu kerjakan." (An-

Naml: 90)

9. Kaidah Kesembilan: Penghalang dari

jalanistiqomah adalah syubhat yang

menyesatkan dan syahwat yang melalaikan.

Allah Ta'ala berfirman:

Page 176: Fiqih dakwah

162

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah

jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan

janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang

lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan

kamu dari jalanNya." (Al-An'am: 153)

10. Kaidah Kesepuluh ; Tasyabbuh (menyerupai)

dengan orang-orang kafir termasuk perkara

terbesar yang bisa memalingkan seseorang dari

istiqomah. Allah berfirman,

"Tunjukilah Kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan

orang-orang yang telah Engkau beri nikmat

kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang

dimurkai (yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka

yang sesat (nashrani). (Al-Fatihah: 6-7)

Page 177: Fiqih dakwah

163

Page 178: Fiqih dakwah

164

BAB III

METODOLOGI DAKWAH DENGAN HIKMAH

Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa setiap bidang ilmu

mempunyai metode pembahasan yang harus dipegang

oleh seseorang pengkaji agar dapat memenuhi tuntutan

kajiannya tersebut, dan selanjutnya dapat menghasilkan

suatu kajian yang bersifat ilmiah seperti yang

diharapkan.71 Oleh karena itu kajian tentang fikih

dakwah ini pun harus memiliki metode yang sesuai

dengan ciri-ciri pembahasannya.

Secara harfiyah metode berasal dari bahasa Yunani,

yaitu meta yang berarti menuju, dan hodos yang berarti

jalan atau cara tertentu. Metodos berarti menuju jalan

atau cara tertentu. Dalam arti luas, metode mengandung

pengertian cara bertindak menurut sistem aturan

tertentu.72 Sementara dalam bahasa arab kata metode

diungkapkan dalam bentuk kata thariqah yang berarti

jalan, dan manhaj yang berarti sistem, serta wasilah

71

Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma Dalam Pendidikan Islam

Dan Sains Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, hlm.79 72

Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Ghalia Indonesia,

1984, hlm.10

Page 179: Fiqih dakwah

165

yang berarti perantara. Dari kedua bahasa tersebut

sepertinya tidak terjadi perbedaan makna.73 Menurut

Abuddin Nata metodologi dapat diartikan sebagai cara-

cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan, yaitu perubahan-perubahan kepada

keadan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan

demikian, metode ini terkait dengan perubahan dan

perbaikan.74 Metode dalam kegiatan dakwah adalah

suatu cara yang dipergunakan oleh subyek dakwah

dalam menyampaikan materi atau pesan-pesan dakwah

kepada obyek dakwah.75

Di dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah

diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan

dakwah tercapai. Keberadaan metode ini sangat penting

peranannya. Hal itu, karena suatu pesan walaupun baik

tetapi jika disampaikan melalui metode yang salah atau

tidak tepat, maka pesan dakwah tersebut tidak akan

sampai pada mad’unya. Oleh karena itu, ketepatan

73

lihat Muhammad Fu’ad Abd Baqi, Mu‟jam Al-Mufahras Lii Al-Fadz

Al-Qur‟an, Beirut: Dar Fikr, 1987, hlm.286 74

lihat Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, hlm 22 75

M. Bahri Ghazali, Da‟wah Komunikatif Membangun Kerangka

Dasar Ilmu Komunikasi Da‟wah, Cet. I; Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997,

hlm. 24.

Page 180: Fiqih dakwah

166

dalam menggunakan metode dakwah sangat

mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah.76

Aktivitas dakwah harus memiliki metodologi

(manhaj) yang jelas. Dengan manhaj yang jelas ini, akan

menentukan arah dakwah kearah yang jelas pula.

Manhaj yang jelas oleh Al-Qur’an disebut sebagai

“bashirah”, yang mencakup tiga hal, yaitu: berilmu

sebelum Berdakwah, bersikap bijak dan lemah lembut

ketika Berdakwah, sabar setelah Berdakwah.77

"Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan

orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada

Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku

tiada termasuk orang-orang yang musyrik.." (Yusuf:

108)

76

Abdul Karim Zaidan, Ushul Al-Da‟wah, Baghdad: Maktabah

Alukah, 1975, hlm.296 77

Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan Fiqih Islam:

Da‟wah Kepada Allah, Rabwah: Pustaka Islamhouse, 2009, hlm.34

Page 181: Fiqih dakwah

167

Terdapat banyak metodologi Dakwah (manhaj)

yang disebutkan dalam Al-Qur`an. Salah satunya adalah

sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. An-Nahl: 125

berikut ini:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan

hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah

dengan mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih

mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat

petunjuk. (An-Nahl: 125)

Ayat ini, menurut Al-Qurtubi, diturunkan di Makkah

ketika Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

diperintahkan untuk menghadapi kekejaman kaum

Quraisy. Allah memerintahkan kepada Nabi Shalallahu

'Alaihi wa Sallam untuk berdakwah, mengajak mereka

kepada agama Allah dan menjalankan syari’at-Nya

Page 182: Fiqih dakwah

168

dengan penuh hikmah, mauidzah hasanah, dan

mujadalah dengan cara terbaik. Pola ini diduga kuat

akan mendorong mereka beriman.78

Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa ada

beberapa alternatif dalam menggunakan metode

dakwah, yaitu dapat berupa metode hikmah

(kebijaksanaan), mau 'izah hasanah (pengajaran yang

baik) dan mujiidalah (perdebatan). Metode tersebut

dapat digunakan sesuai kondisi yang paling tepat guna

menunjang keberhasilan proses dakwah. Al-Fakhr al-

Râzî menyatakan, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya

Allah telah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk

mengajak manusia (kepada jalan Allah) dengan salah

satu dari ketiga metodologi ini, yakni dengan hikmah,

pengajaran yang baik, dan berdebat dengan cara yang

terbaik”.79 Sementara itu, As-Sa’dî menjelaskan bahwa

maksud ayat di atas adalah perintah Allah kepada

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, “hendaklah cara

engkau (Muhammad) mengajak manusia, yang Muslim

78Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Al-

Jami‟ li Ahkam Al-Qur`an, cet ke-1, Beirut: Dar al-Fikr, 1999, Vol.10, hlm.

146. 79

Al-Fakhr al-Razi, Al-Tafsir al-Kabir, cet. ke-1, Beirut: Dar Ihya` al-

Turats al-‘Arabi, 1995, Vol.7, hlm. 286

Page 183: Fiqih dakwah

169

maupun yang kafir, kepada jalan Tuhan-Mu yang lurus

dengan memadukan ilmu dan amal”. 80

Dalam ayat yang lain

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf

seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-

ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan

mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As

Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-

benar dalam kesesatan yang nyata, (Al-Jum’at: 2)

A. Makna Hikmah

Kata hikmah dengan berbagai derivasinya di dalam

Al-Quran ditemukan berulang 210 kali yang tersebar di

dalam 57 surat dan 205 ayat. Sedangkan dalam bentuk

nakiroh maupun ma’rifah hikmah ditemukan berulang

80

‘Abd al-Rahman bin Nashir as-Sa’di, Taysir Al-Karim Al-Rahmân fi

Tafsir Kalam Al-Mannan, Al-Qahirah: Dar al-Hadits, 2002, hlm. 483.

Page 184: Fiqih dakwah

170

sebanyak 20 kali. Secara umum hikmah berarti ilmu dan

bijaksana. Sebuah pendekatan dakwah yang

menggabungkan komitmen ilmu, akhlak dan ketepatan

memilih metode. Hikmah juga lebih dari ilmu, hikmah

adalah ilmu yang sehat, sudah dicernakan, yang berpadu

dengan nilai rasa, sehingga menjadi daya penggerak

untuk melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat.

Kalau dibawa ke bidang dakwah, untuk melakukan suatu

tindakan yang berguna yang efektif'.81 Menurut As-Sa’di,

metode hikmah dalam menyampaikan dakwah adalah

“mengajak setiap individu berdasarkan keadaan dirinya,

tingkat pemahaman, tingkat penerimaan, dan

kemungkinan individu itu untuk mematuhi seruan

dakwah”.82

Termasuk ke dalam cara Berdakwah dengan

hikmah adalah: (a) Berdakwah dengan atas dasar ilmu,

bukan atas dasar kebodohan, sehingga dapat membawa

perubahan kepada yang lebih baik, (b) Berdakwah

dengan cara-cara yang mendekatkan (sasaran dakwah)

81

Muhammad Nasir, Fiqh ad-Da‟wah, International Islamic

Federation of Student Organization, Salimiyah Kuwait, 1981, hlm. 183. 82

Abd al-Rahman bin Nashir as-Sa’di, Taysir Al-Karim Al-Rahmân fi

Tafsir Kalam Al-Mannan, Al-Qahirah: Dar al-Hadits, 2002, hlm. 483.

Page 185: Fiqih dakwah

171

kepada pengertian dan pemahaman agama yang

mendalam; (c) Berdakwah dengan cara-cara yang

memungkinan penerimaan terhadap pesan dakwah

dengan sempurna; dan (d) Berdakwah dengan cara yang

persuasif dan lembut”.83

Ibn Katsir dalam menafsirkan Surah An-Nahl ayat

125 di atas menyatakan, ”Firman Allah tersebut

merupakan perintah kepada Rasul-Nya, Muhammad

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, agar beliau mengajak

manusia kepada Allah dengan hikmah”. Menurut Ibn

Jarir, ”mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah

itu adalah mengajak mereka kepada Allah dengan cara-

cara sebagaimana yang diturunkan Allah kepada beliau

di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, yaitu dengan

pengajaran atau nasihat yang baik, yang mengandung

unsur peringatan dan pelajaran dari kejadian-kejadian

yang menimpa manusia, yang mendorong manusia

berhati-hati dalam menghadapi hukuman Allah”. 84

83

Ibid 84

Imad al-Dîn Abu al-Fida` Ismail bin Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi,

Tafsir Al-Qur`an Al-„Azhim, Beirut: Dar al-Fikr, 198, hlm. 235.

Page 186: Fiqih dakwah

172

Menurut Ibn Asyur, al-hikmah adalah ilmu yang

argumentatif yang bersih dari kekeliruan. Dengan

demikian, Berdakwah dengan hikmah berarti

Berdakwah atas dasar ilmu yang kuat(al-ilm al-

muhkamah), dan jauh dari kebodohan, sehingga dengan

kekuatan ilmu yang argumentatif tersebut dapat

merubah keadaan mad’u menuju perbaikan akhlak,

ibadah dan akidah mereka.85

Menurut As-Syaukani Metodologi Berdakwah

dengan hikmah dapat diringkaskan pada dua hal. Jika

menyampaikan pesan-pesan dakwah itu dengan

menggunakan dalil-dalil yang qath’i yang argumentatif

maka metodologi dakwah tersebut dengan hikmah.

Sebaliknya, jika penyampaian pesan-pesan dakwah itu

dengan menggunakan dalil-dalil yang zhanni, maka

metodologi dakwah tersebut adalah metodologi dakwah

al-maw’izhah al-hasanah, dengan nasihat atau

mengambil pelajaran (ibrah) yang baik.86

85

Ibn A’syur, Al-Tahrir wa Al-Tanwir, Maktabah Dar Al-Sahnun,

Vol.15, hlm.327 86

As-Syaukani, Fath Al-Qadir, Kairo: Dar Al-Ma’rifah, 2004, hlm.807

Page 187: Fiqih dakwah

173

Menurut Al-Baghawi al-hikmah bermakna Al-Qur’an.

Artinya Berdakwah dengan hikmah harus

mencerminkan Al-Qur’an, sehingga dakwah mampu

menaungi individu dan masyarakat dengan cahaya

petunjuk-petunjuk kalamullah.87

Menurut Ar-Raghib al-Ashfahani, al-hikmah adalah

( لعلم والعقلوالحكمة إصابة الحق با ) (Hikmah adalah “bertindak

sesuai dengan kebenaran berdasarkan pengetahuan dan

pemikiran (yang mendalam)”. Hikmah, menurutnya,

terbagi dua bagian. Hikmah yang dimiliki Allah secara

mutlak dinamakan al-hikmah al-ilahiyyah dan hikmah

yang dimiliki manusia dinamakan al-hikmah al-

insaniyyah. Hikmah yang dimiliki Allah secara mutlak

adalah “Allah mengetahui segala sesuatu dengan

pengetahuan yang luas tiada terbatas dan

mewujudkannya dengan sangat teratur demi kebaikan

dan kepentingan makhluk”. Sementara itu, hikmah yang

ada pada diri manusia adalah “pengetahuan yang luas

tentang segala yang wujud (al-maujudat) secara

mendalam kemudian bertindak dan berbuat dengan

87

Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi, Maktabah Dar Al-Thaibah, Vol.5,

hlm.53

Page 188: Fiqih dakwah

174

pemikiran yang mendalam, yakni dengan pengetahuan

akal dan qalbu sehingga menghasilkan kebajikan”.88

Al-Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat

yang lemah lembut”, tanpa adanya kekerasan,

permusuhan dan paksaan.89Dakwah dengan lemah

lembut dan persuasif ini, dalam ayat lain disebut juga

dengan redaksi “ linta” dan “qaulan layinana”. Tercermin

pada perintah Allah kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi

Harun a.s. agar keduanya menggunakan pendekatan

lemah lembut dan persuasif dalam menghadapi Fir’aun

yang kejam dan angkara murka, seperti termaktub pada

ayat Al-Qur`an. Allah berfirman:

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan

kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat

atau takut”.(Q.S. Thaha/20: 44)

88

Al-Raghib al-Ashfahani, Mufradat Alfadh Al-Qur`an, Beirut: Dar al-

Fikr, t.t., hlm. 126 89

Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Al-

Jami‟ li Ahkam Al-Qur`an, cet ke-1, Beirut: Dar al-Fikr, 1999, Vol.10, hlm.

146.

Page 189: Fiqih dakwah

175

Dan juga tercermin dalam perintah Allah kepada

Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam agar

bersikap lemah lembut kepada kaumnya dalam

Berdakwah, sebagaimana termaktub dalam (Q.S. Ali

Imran/3: 159),

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad)

berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya

engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu

maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan

untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan

mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau

telah membulatkan tekad, maka bertawakallah

kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang

bertawakal.” (Ali Imran: 159)

Pada Surah Ali Imran ayat 159 tersebut,

terkandung tujuh unsur dakwah bil hikmah yang

Page 190: Fiqih dakwah

176

diajarkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Shalallahu

'Alaihi wa Sallam dan umatnya, yaitu: 1) Mendasarkan

kegiatan dakwah atas dasar menebar kasih sayang Allah;

2) Senantiasa bersikap lemah lembut dalam menghadapi

umat; 3) Bersikap lapang dada sehingga mudah

memaafkan kesalahan umat; 4) Membangun komunikasi

personal dengan Allah dengan senantiasa memohon agar

Allah mengampuni dosa dan kesalahan umat; 5)

Bermusyawarah dengan umat dalam merencanakan

suatu program aksi; 6) Mengambil keputusan yang tepat

dan mantap dalam bermusyawarah dengan kebulatan

tekad untuk mewujudkannya; 7) Bertawakal kepada

Allah, jika suatu perencanaan sudah dilakukan dengan

cermat dan diputuskan dengan hati yang mantap.

Dari uraian keterangan di atas, dapat disimpulkan

bahwa dakwah dengan hikmah harus mengandung

unsur-unsur berikut ini:

Dakwah dengan hikmah adalah terletak pada

kekuatan argumentasi yang jelas dengan

menggunakan dalil-dalil yang qath’i, yang pasti,

rasional dan mendalam.

Page 191: Fiqih dakwah

177

Dakwah dengan hikmah adalah juga terletak

pada kecerdasan emosi dan spiritual para juru

dakwah (duat).

Dakwah dengan hikmah adalah memilih kata-

kata yang lembut dan persuasif dalam

menyampaikan pesan dakwah.

Dakwah dengan hikmah adalah Berdakwah

dengan melihat kondisi tingkat pemahaman

mad’unya, sehingga dakwah mudah dipahami dan

diikuti.

Kemampuan seseorang untuk dapat Berdakwah

dengan hikmah adalah berasal dari Allah,

sebagaimana disebutkan pada ayat Al-Qur`an:

“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia

kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah,

sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang

banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil

pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai

kemampuan berfikir mendalam”. (Al-Baqarah:

269)

Page 192: Fiqih dakwah

178

B. Keutamaan Hikmah

1. Hikmah adalah metode dakwah yang efektif yang

dapat menarik simpati dari mad’unya. Allah

berfirman,

Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik (An-Nahl:125)

2. Orang yang diberi hikmah berarti ia telah diberi

kebajikan yang banyak.

Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh

telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada

yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-

orang yang berakal. (Al-Baqarah:269)

Page 193: Fiqih dakwah

179

3. Orang yang diberi hikmah dapat dijadikan

teladan

"Tidak boleh bersikap dengki (ghibthah, ingin

meniru) kecuali dalam dua perkara: Seseorang

yang telah diberikan harta oleh Allah, lalu ia

menggunakannya dalam kebenaran, dan

seseorang yang telah diberikan oleh Allah

hikmah, maka ia memutuskan dengannya dan

mengajarkannya." (HR. Bukhari)

4. Hikmah identik dengan makna al-Qur`an,

terkadang dengan arti as-Sunnah atau kenabian.

Karena itulah diriwayatkan dalam beberapa

hadits tentang do'a Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam kepada Abdullah bin Abbas yang

berbunyi semoga Allah mengajarkan kepadanya

hikmah, kitab dan paham dalam agama, dan

Page 194: Fiqih dakwah

180

digabungkan dalam riwayat al-Bukhari dengan

sabda beliau:

"Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah." (HR.

Bukhari)

C. Rukun Dakwah Bilhikmah

Hikmah memiliki tiga rukun yaitu al-ilmu, al-hilmu

(santun), dan al-anah (tidak tergesa-gesa). Adapun

rinciannya adalah sebagai berikut,90

1. Ilmu

Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syar’i.

Hal itu sebagaimana sebagaimana sabda

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam:

90

Sa’id Ibn Khalid Al-Qahthani, Al-Hikmah Fii Al-Da‟wah Ilallah,

Riyadh: Jam’ah Al-Imam Ibn Sa’ud, 1992hlm.43

Page 195: Fiqih dakwah

181

“Sesungguhnya para nabi itu tidak

mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya

mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya

berarti ia telah mengambil bagian yang banyak.”

(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Abu ad-

Darda)

“Maka ilmuilah bahwa sesungguhnya tidak ada

Ilah (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah

ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-

orang mukmin, laki-laki dan perempuan.”

(QS.Muhammad: 19)

Ilmu merupakan rukun hikmah yang paling

pokok. Oleh karena itulah, Allah memilih orang

Page 196: Fiqih dakwah

182

yang berilmu untuk mengemban amanah risalah

dakwah. Allah lberfirman:

“Katakanlah: “Apakah sama antara orang-

orang yang berilmu dengan orang-orang yang

tidak berilmu?” (Az-Zumar: 9)

“Barang siapa yang Allah inginkan kebaikan

untuknya, Dia akan memahamkannya tentang

agama.” (Muttafaqun ‘alaih dari Mu’awiyah)

“Barang siapa menempuh sebuah jalan untuk

mendapatkan ilmu, Allah akan memudahkan

Page 197: Fiqih dakwah

183

baginya jalan menuju ke surga.” (HR. Muslim

dari Abu Hurairah)

“Sungguh, Allah tidak mencabut ilmu dari

manusia dengan sekali ambil dari para hamba-

Nya. Akan tetapi, Dia mencabut ilmu dengan

mewafatkan para ulama. Ketika Dia tidak

menyisakan lagi seorang alim pun di bumi,

manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai

pemimpin. Mereka lalu ditanya dan memberi

fatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan

menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari

Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash)

2. Al-hilmu (santun)

Al-hilmu adalah lapang dada, di mana

seseorang mampu mengendalikan dirinya ketika

marah, dan dan tidak pula tergesa-gesa

Page 198: Fiqih dakwah

184

melampiaskannya.91 Hal itu sebagaimana

diisyaratkan dalam hadist, bahwa Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

“Orang yang kuat bukanlah orang yang

menang dalam pergulatan. Orang yang kuat

adalah orang yang mampu mengendalikan

dirinya ketika marah.” (Muttafaqun alaih)

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu

berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya

kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali

Imran: 159)

91

Ibid hlm.54

Page 199: Fiqih dakwah

185

Demikianlah sifat lapang dada dan jiwa yang

pemurah akan mengantarkan pada sikap rahmat

yang semuanya itu akan mengajak kepada sikap

sabar dan sabar itu akan menuntunnya kepada

sikap pemaaf maka akan menjadikan di balik itu

semua pengaruh positif yang bisa dirasakan oleh

mad’unya, sehingga tertarik untuk mengikuti

risalah dakwah. Allah Ta'ala berfirman:

"Dan tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang

lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu

dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah

menjadi teman yang sangat setia". (Fushshilat:

34)

Sebaliknya, Seorang da'i yang mempunyai

tujuan hati manusia condong kepada kebenaran

dan terisi dengan hidayah maka dia tidak boleh

kaku dan keras hatinya di karenakan kerasnya

hati yang mana hal itu telah di ingkari oleh Islam

Page 200: Fiqih dakwah

186

akan menjadikan keringnya jiwa sehingga

hubungan vertikal kepada Allah (hablum

minallah) dan hubungan sosial kemanusiaan

(hablum minannas) menjadi tidak harmonis.

Tentu ini semua akan menyebabkan kegagalan

dalam menempuh jalan dakwah.92

3. At-ta’anni

At-ta’anni adalah berhati-hati dan tidak

tergesa-gesa dalam bertindak dan mengambil

keputusan. 93

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang

kepadamu orang fasik membawa suatu berita,

maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum

tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan

92

Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar Keberhasilan

Seorang Da‟i, Rabwah: Pustaka Islam House, 2012 , hlm.157 93

Sa’id Ibn Khalid Al-Qahthani, Al-Hikmah Fii Al-Da‟wah Ilallah,

Riyadh: Jam’ah Al-Imam Ibn Sa’ud, 1992hlm.43

Page 201: Fiqih dakwah

187

kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-

Hujurat: 6)

Ayat di atas menjelaskan kepada kita agar

senantiasa waspada, dan tidak tergesa-gesa

dalam mengambil suatu sikap, sampai adanya

tabayun terlebih dahulu. Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi

radhiallahu anuhma berkata: Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sifat hati-hati (waspada) itu dari Allah dan

tergesa-gesa itu godaan dari setan.” (HR. At-

Tirmizi)

Sifat waspada ini amat dipuji oleh Rasulullah

saw dalam sabdanya, bahwa sifat ini adalah

anugerah dari Allah kepada hambanya yang

dipilih. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu

anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wasallam bersabda kepada Asyyaj Abdil Qais:

Page 202: Fiqih dakwah

188

“Sesungguhnya di dalam dirimu ada dua sifat

yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan berhati-

hati.” (HR. Muslim)

D. Contoh Dakwah Dengan Hikmah Dalam Al-Qur’an

dan Al-Hadist

1. Dakwah dengan kata-kata yang lembut

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya

dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-

mudahan ia ingat atau takut." (Thaha: 44)

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu

berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya

kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena

Page 203: Fiqih dakwah

189

itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi

mereka,…(Ali Imran: 159).

2. Lapang dada dan menahan amarah dari ucapan

orang lain yang menyakitkan.

Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa seusai

perang Hunain, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam membagikan ghanimah (harta rampasan

perang). Beliau melebihkan pembagian kepada

beberapa orang. Beliau n memberikan seratus

ekor unta kepada al-Aqra’ bin Habis, sejumlah itu

pula kepada ‘Uyainah. Beliau juga memberikan

bagian ghanimah kepada pemuka orang-orang

badui lebih dari yang lain. Ada seseorang yang

berkomentar, “Demi Allah, sungguh pembagian

ini tidak adil dan tidak ikhlas karena Allah .” Ibnu

Mas’ud lalu berkata, “Demi Allah, sungguh aku

akan melaporkan ucapan ini kepada Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.” Dia kemudian

mendatangi Rasulullah saw dan

memberitahukan ucapan tersebut kepada beliau

Page 204: Fiqih dakwah

190

saw. kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam berkata:

“Siapa lagi yang mampu berbuat adil jika Allah

dan Rasul-Nya tidak berbuat adil? Semoga Allah

merahmati Musa alaihissalam, sungguh dia telah

disakiti (oleh kaumnya) lebih daripada ucapan

ini, tetapi dia bersabar.” (HR. al-Bukhari dan

Muslim)

3. Tetap santun kepada orang yang berbuat kasar.

Anas bin Malik mengatakan, “Aku berjalan

bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam.

Beliau memakai burdah(selimut) dari Najran

yang tebal dan kasar. Tiba-tiba ada seorang

badui menemui beliau dan menarik burdah

beliau dengan keras hingga membekas di

pundak-Nya. Orang itu lalu berkata, ‘Wahai

Muhammad, berilah aku sebagian harta Allah

Page 205: Fiqih dakwah

191

yang ada padamu!, Beliau lalu menoleh

kepadanya sembari tertawa dan memberikan

sesuatu kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Tidak balas dendam terhadap musuh, bahkan

mendo’akan kebaikan untuknya.

Ibnu Mas’ud mengatakan:

“Seakan-akan aku melihat Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam sedang menceritakan seorang

Nabi dari para Nabi yang dipukuli oleh kaumnya

hingga berdarah. Nabi tersebut mengusap darah

dari wajahnya sambil berdoa, ‘Ya Allah,

ampunilah kaumku karena mereka tidak

mengetahui’.” (HR. Muttafaqun alaih).

Dalam sebuah hadits yang panjang disebutkan

bahwa Rasulullah saw berkata kepada Jibril:

Page 206: Fiqih dakwah

192

“Aku justru mengharapkan Allah akan

mengeluarkan dari tulang-tulang sulbi mereka

sebuah generasi yang beribadah kepada Allah

semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu

pun.” (Muttafaqun ‘alaih)

5. Kisah Arab Badui yang Kencing di Masjid.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu

berkata, “Tatkala kami dimasjid bersama

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, tiba-tiba

datang seorang A’rabi (Arab dusun) kencing di

masjid, maka para sahabat menghardiknya, “Mah

mah (yaitu pergi/tinggalkan).” Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, “Jangan kalian

hardik, biarkan dia (jangan putus

kencingnya)”.Parasahabat membiarkan A’rabi

tersebut untuk menunaikan kencingnya,

kemudian Rasulullah memanggilnya. Rasulullah

Page 207: Fiqih dakwah

193

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berkata,

“Sesungguhnya masjid-masjid tidak boleh untuk

kencing, tetapi dipergunakan untuk berdzikir

kepada Allah, shalat dan membaca Al Qur’an.”

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda

kepada para sahabat-sahabatnya, “Sungguh

kalian diutus untuk memudahkan dan tidak

untuk menyulitkan, guyurlah air kencing tadi

dengan satu ember air”.A’rabi itu berkata, “Ya

Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan

jangan Engkau rahmati selain kami”.Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, “Sungguh engkau

telah mempersempit perkara yang luas.”

(Muttafaqun ‘alaihi)

6. Metode Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

dalam Menegur Para Sahabat.

Dari Mu’awiyah bin Al-Hakam ‘Aisyah-Sulami

radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tatkala aku shalat

bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

tiba-tiba ada seseorang yang shalat itu bersin.

Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu mendoakan,

Page 208: Fiqih dakwah

194

“Semoga Allah merahmatimu”.Orang-orang yang

shalat melihat kepadaku dalam rangka

mengingkari. Mu’awiyah mengatakan kepada

mereka, “Kenapa kalian melihatku begitu?”

Orang-orang yang shalat memukulkan tangan-

tangan mereka ke paha-paha mereka dengan

tujuan supaya diam, maka Muawiyah pun diam

tatkala mereka diam sampai selesai shalat.

Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu memuji Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, “Demi ibu bapakku,

aku tidak pernah melihat seorang pengajar

sebelum atau sesudahnya yang paling baik

pengajarannya dibanding beliau, maka demi

Allah, beliau tidak memojokkan aku, tidak

memukulku dan tidak mencelaku.” Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

“Sesungguhnya shalat ini tidak boleh sesuatu

pun padanya yang berupa ucapan manusia,

tetapi shalat itu tasbih, takbir dan membaca Al-

Qur’an”. Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru lepas

dari masa jahiliyah, dan Allah datangkan Islam.

Page 209: Fiqih dakwah

195

Dan sesungguhnya ada di antara kami orang-

orang yang mendatangi dukun yang mereka

mengakui ilmu ghaib”. Rasulullah shallallahu

‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan kamu

mendatangi mereka!” Mua’wiyah radhiyallahu

‘anhu, “Dan di antara kami ada orang-orang yang

ber-tathayur (menganggap sial dengan

sesuatu).”Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda, “Itu adalah sesuatu yang didapatkan

pada dada-dada mereka, maka jangan sampai

menghalangi mereka dari tujuan-tujuan mereka,

karena yang demikian itu tidak berpengaruh,

tidak mendatangkan manfaat mau pun

mudharat.” (HR. Muslim)

7. Kisah Yahudi yang memusuhi Rasulullah saw.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

“Orang-orang Yahudi mendatangi Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ( ام الس

ك Kebinasaan bagimu”. Rasulullah Shalallahu“(عل

'Alaihi wa Sallam bersabda, “Bagi kalian juga”.

‘Aisyah menimpali dengan mengatakan, ( كم بل عل

Page 210: Fiqih dakwah

196

ام و اللعنة الس )“ Tidak hanya kebinasaan, tapi laknat

dan murka Allah juga atas kalian”. Rasul

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Tahan

wahai ‘Aisyah, wajib bagimu untuk lemah

lembut, hati-hati kamu dari sikap keras dan

keji”.‘Aisyahpun bertanya: “Apakah anda tidak

mendengar apa yang mereka ucapkan?”,

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

menjawab: “Apakah kamu tidak mendengar apa

yang aku ucapkan, aku telah membalas mereka

dan itu dikabulkan bagiku dan ucapan mereka

terhadapku tidaklah dikabulkan”. (HR.

Bukhari)

Dalam riwayat Muslim, Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam berkata kepada ‘Aisyah:

“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah Maha Rafiq.

Allah mencintai kelembutan dan memberikan

kepada kelembutan apa yang tidak Allah berikan

Page 211: Fiqih dakwah

197

kepada kekerasan, dan yang tidak Allah berikan

kepada selainnya.” (HR. Muslim)

E. Ushlub Hikmah

1. Memulai dakwah secara bertahap

Sesungguhnya perubahan jiwa dan perpindahannya

dari kebiasaan buruk yang telah mengakar dan

menancap kuat dalam dirinya, menuju kebiasaan baru

yang belum terlintas dalam jiwanya, bukan suatu hal

yang mudah. Dari sini kita membutuhkan waktu yang

cukup untuk mengkondisikannya sesuai dengan risalah

Dakwah yang kita tawarkan. Oleh karena itu, Dakwah

harus dilakukan dengan cara bertahap dalam merubah

sebuah kebiasaan, sehingga mad’u mau menerimanya

dengan hati yang lapang.

Banyak contoh dalam Al-Qur’an yang

mengisyaratkan tentang urgensi dakwah dengan cara

bertahap. Contohnya dalam masalah pengharaman

khamr dan riba. Al-Qur’an mengharamkannya secara

Page 212: Fiqih dakwah

198

bertahap,sehingga masyarakat (mad’u) tidak terkejut

dengan hukum baru ini, padahal sebelumnya, khamr dan

riba adalah bagian dari keseharian mereka.

Berikut ini adalah empat tahapan pengharaman

khamr dan riba:

a. Tahap pengharaman khamr

Tahap Pertama: Al-Qur’an menceritakan tentang

kebiasaan masyarakat yang menjadikan khamr

sebagai bagian dari gaya hidup mereka dan

sumber rizki mereka.

“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat

minuman yang memabukkan dan rezki yang baik.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat tanda bagi orang yang

memikirkan.” (An-Nahl: 67)

Page 213: Fiqih dakwah

199

Tahap Kedua: Al-Qur’an mengajak berfikir, agar

manusia membandingkan tentang manfaat dan

madharat Khamar.

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan

judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat

dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia.

Tapi dosa keduanya lebih besar dari

manfaatnya....” (Al-Baqarah: 219)

Tahap Ketiga: Al-Qur’an mulai memberikan

peringatan(warning), agar manusia menjauhi

khamr ketika shalat.

Page 214: Fiqih dakwah

200

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

shalat dalam keadaan mabuk, sehingga kamu

mengerti apa yang kamu ucapkan?” (An-Nisa: 43)

Tahap Keempat: Al-Qur’an mengharamkan

khamr secara mutlak ketika kondisi masyarakat

telah siap untuk menerima larangan Allah.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya

khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi

nasib dengan panah adalah perbuatan

kejitermasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90)

b. Tahap pengharaman riba:

Tahap Pertama: Al-Qur’an menceritakan tentang

kebiasaan masyarakat yang menjadikan riba

sebagai bagian dari gaya hidup mereka dan

sumber rizki mereka.

Page 215: Fiqih dakwah

201

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan

agar dia bertambah pada harta manusia, maka

riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa

yang kamu berikan berupa zakat yang kamu

harapkan wajah Allah, maka (yang berbuat

demikian) itulah orang-orang yang melipat

gandakan (pahalanya)”. (Ar-Rum: 39)

Tahap Kedua: Al-Qur’an mengajak berfikir, agar

manusia membandingkan akibat transaksi riba.

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi,

Kami haramkan atas mereka (memakan

makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) telah

dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka

Page 216: Fiqih dakwah

202

banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,

dan juga disebabkan karena mereka memakan

riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang

daripadanya, dan karena mereka memakan harta

orang dengan jalan yang batil. Kami telah

menyediakan untuk orang-orang yang kafir di

antara mereka itu siksa yang pedih.” (An-Nisa`:

160-161)

Tahap ketiga: Al-Qur’an mulai mengharamkan

riba, namun masih secara parsial.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

memakan riba dengan berlipat ganda dan

bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu

mendapat keberuntungan.” (Ali ‘Imran: 130)

Page 217: Fiqih dakwah

203

Tahap keempat:Pengharaman secara

keseluruhan (mutlak) bahwa semua riba besar

atau kecil semuanya diharamkan.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak

dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang

yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)

penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,

adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,

padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Orang-orang yang telah

sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lalu

terus berhenti (dari mengambil riba), maka

baginya apa yang telah diambilnya dahulu

(sebelum datang larangan); dan urusannya

Page 218: Fiqih dakwah

204

(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi

(mengambil riba), maka orang itu adalah

penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya”. (Al-Baqarah: 275)

2. Memperhatikan situasi dan kondisi mad’u

Setiap individu memiliki perbedaan satu dengan

yang lainnya, dalam masalah keilmuan, pemahaman,

kebiasaan, karakter, dan adat istiadat. Maka semua itu di

butuhkan perhatian khusus oleh da'i, agar dakwah yang

disampaikan kepada mereka tidak salah sasaran. Paling

tidak ada tiga tipe karakter mad’u yang harus menjadi

perhatian oleh para da’i, yaitu:

1) Di antara mereka ada orang yang senang kepada

kebaikan namun dirinya lalai dan enggan untuk

menempuh jalan kebaikan tersebut, sehingga di

butuhkan dakwah dengan penuh hikmah.

2) Di antara mereka ada yang menentang kepada

kebenaran dan menyibukan dirinya dengan yang

lain, maka orang seperti ini di butuhkan kepada

nasehat dengan cara yang baik, dengan cara targhib

Page 219: Fiqih dakwah

205

(anjuran) dan tarhib (ancaman) dan menjelaskan

balasan bagi orang yang mau berpegang pada

kebenaran bahwa nantinya akan mendapat kebaikan

yang di segerakan di dunia maupun di akhirat, dan

juga akibat dari orang yang menyelisihi kebenaran

bahwa nantinya akan berada dalam kerugian dan

kebinasaan.

3) Adapun kelompok yang ketiga dari kalangan manusia

adalah orang yang memiliki kerancuan pemikiran

dan syubhat yang menghalangi dirinya dari

kebenaran, maka yang ini dibutuhkan kepada

munaqasyah (diskusi) dan debat dengan cara yang

baik sampai dirinya paham dan bersih dari

karancuan tersebut.94

Salah satu contoh yang dapat kita teladani dari

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah perhatian

beliau terhadap kondisi dan karakter mad’u yang

menjadi objek dakwah-Nya. Hal itu bisa kita lihat

dalam hadist bahwa bahwa beliau pernah di minta

wasiat dan nasehat oleh beberapa sahabatnya, maka

94

Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar Keberhasilan

Seorang Da‟i, Rabwah: Pustaka Islam House, 2012 , hlm.163

Page 220: Fiqih dakwah

206

beliau mengatakan pada salah seorangnya: "Jangan

marah", nasehat ini diulang sebanyak tiga kali, sebab

nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengetahui bahwa

mad’u tersebut memiliki karakter pemarah sehingga

nasehat yang paling tepat untuk orang tersebut

adalah mengendalikan marah. (HR Bukhari)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu

‘anhu, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, “Berilah saya nasihat.”

Beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Jangan

marah.” Lelaki itu terus mengulang-ulang

permintaannya dan beliau tetap menjawab, “Jangan

marah.” (HR. Bukhari)

Sementara kepada orang berikutnya yang

meminta nasehat, maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam mengatakan padanya:

Page 221: Fiqih dakwah

207

Dari sufyan bin Abdillah As-Tsaqafi berkata: aku

berkata kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam, ya Rasulullah berilah aku nasehat yang belum

pernah aku tanyakan kepada orang selain engkau!,

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Katakan saya beriman kepada Allah kemudian

istiqomahlah". Nasehat ini tepat untuk orang

tersebut dan sesuai dengan kondisi keimannannya.”

(HR Muslim)

Sementara kepada yang lainnya, Nabi Shalallahu

'Alaihi wa Sallam mengatakan:

Page 222: Fiqih dakwah

208

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya

kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan

kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang

senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur,

akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang

selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena

kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan

kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang

senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga

akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang

pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari ketiga hadist di atas, kita dapat melihat

jawaban Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam yang

berbeda-beda atas jawaban nasehat si penanya. Hal

itu karena beliau memperhatikan keadaan penanya

secara khusus yang mana beliau mengetahui

kebutuhan yang diperlukan bagi masing-masing

penanya, tingkat pemahamannya dan yang layak

baginya, maka beliau memberi wasiat yang saling

berbeda yang sesuai pada masing-masing penanya.

Page 223: Fiqih dakwah

209

4) Memprioritaskan yang ushul (pokok) dari yang furu’

(cabang)

Maksud dari prioritas utama dari yang penting

dan yang paling penting adalah dengan mengetahui

tingkatan amalan apa yang akan di kerjakan sehingga

bisa menempatkan sesuai pada tempatnya, maka

sesungguhnya metode Islam telah membikin bagi

setiap amalan itu ada batas dan kadar kemampuan

seseorang dalam mengerjakannya. Demikian itu,

sebagaimana yang telah di jelaskan oleh Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, bahwa imam memiliki

banyak cabang yang bertingkat-tingkat. Dari cabang

tersebut ada prioritas yang penting dan yang

terpenting.

Abu Hurairah Radhiallohu ‘anhu mengatakan bahwa

Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda “Iman

Page 224: Fiqih dakwah

210

memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh

cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan

'La ilaha illallah' (tauhid), dan yang paling rendah

adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan.

Dan malu adalah salah satu cabang iman." (HR.

Bukhari)

Suatu hal yang lazim bagi seorang da'i untuk

mengetahui bahwa ushul (pokok) itu harus lebih

dulu ada dari pada cabangnya, sebagaimana juga

kewajiban itu harus lebih di dahulukan dari pada

sunah, dan kewajiban yang sifatnya fardhu 'ain juga

harus di dahulukan dari kewajiban yang sifatnya

fardhu kifayah, sedangkan fardhu kifayah yang di

dalamnya ada ketidak mampuan secara dhohir itu

lebih utama untuk di kerjakan sendiri dari pada

menyerahkan kepada orang lain dari kalangan kaum

muslimin. Hal itu sebagaimana dicontohkan oleh

Nabi saw dalam prioritas amalan yang terdapat

dalam hadist berikut ini,

Page 225: Fiqih dakwah

211

“Seorang Arab Badui pernah datang kepada

Rasulullah dalam keadaan rambutnya yang kusut.

Arab Badui itu berkata; wahai Rasulullah,

beritahulah aku tentang shalat apa saja yang wajib

aku kerjakan!. Rasulullah bersabda; shalat lima

waktu, kecuali jika engkau ingin menambahnya

dengan melaksanakan shalat sunnah. Sang Arab

badui kembali bertanya; bagiamana dengan puasa

yang wajib aku kerjakan. Beliau bersabda; puasa di

bulan Ramadhan, kecuali jika engkau ingin

melaksanakan puasa-puasa sunnah. Sang Arab badui

kembali bertanya; beritahulah aku tentang zakat

Page 226: Fiqih dakwah

212

yang wajib aku keluarkan. Maka Rasulullah pun

mengajarinya tentang beberapa jenis syari’at agama.

Kemudian sang Arab badui berkata; demi Allah, aku

tidak akan menambah dan tidak pula mengurangi

sedikitpun dari kewajiban-kewajibanku. Mendengar

pernyataan itu, Rasulullah bersabda; sungguh

beruntung orang tersebut atau sungguh ia akan

masuk surga bila ia menepati perkataannya. (HR.

Bukhari)

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam suatu saat mengutus

Mu’adz Radhiyallahu’anhu menuju Yaman, maka

beliau berpesan, “Ajaklah mereka kepada syahadat

laa ilaaha illallaah dan bersaksi bahwa aku adalah

Page 227: Fiqih dakwah

213

utusan Allah. Kemudian apabila mereka telah

menaatinya maka beritahukanlah kepada mereka

bahwa Allah mewajibkan kepada mereka

mengerjakan shalat lima waktu pada setiap sehari

semalam. Kemudian apabila mereka telah

menaatinya maka beritahukanlah kepada mereka

bahwa Allah juga mewajibkan kepada mereka

sedekah/zakat dalam harta mereka yang diambil dari

orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada

orang-orang miskin di antara mereka.” (HR. Bukhari

dalam Kitab az-Zakah bab wujub zakah)

Hadist tersebut secara tegas menyebutkan

prioritas amalan ibadah, mana yang harus

didahulukan dan mana yang diakhirkan, mana yang

ushul (pondasi) dan mana yang furu’(cabang),

karena kebutuhan yang sangat pokok itu adalah

merupakan pondasi, sedangkan yang lainya di

bangun di atasnya, seperti halnya sifat maka dia

adalah bagian dari yang di sifatinya atau cabang yang

merupakan bagian dari pokoknya.

Page 228: Fiqih dakwah

214

Berangkat dari situ, seorang da'i dapat

memetakkan objek dan materi Dakwah yang akan

disampaikan, sehingga dakwah berjalan secara

efektif dan efesien. Jika telah tahu bahwa mad’u

telah mengetahui dan memahami pokok-pokok iman

secara umum, maka baginya tinggal mengutamakan

dan memfokuskan kepada mereka untuk memahami

terhadap kandungan yang ada dalam keimanan dan

akibatnya serta merelevansikan dengan kenyataan

hidup sehari-hari, dan ini bisa jadi lebih utama dan

lebih bermanfaat bagi mereka dari hanya sekedar

menambah permasalahan-permasalahan fikih serta

cabang-cabangnya yang terkadang tidak di perlukan

kecuali oleh para penuntut ilmu bahkan terkadang

hanya di butuhkan oleh para spesialisnya

(mutakhossisin).

5) Dakwah dengan cara memberikan kemudahan-

kemudahan kepada mad’unya, dan tidak

mempersulit diluar kemampuannya.

Salah satu ciri dakwah bilhikmah adalah

memberikan jalan termudah kepada mad’u selama

Page 229: Fiqih dakwah

215

tidak bertentangan dengan syara’. Di dalam al-Qur’an

telah dijelaskan bahwa agama Islam itu mudah tidak

sulit, dan Allah tidak menjadikan untuk hambanya

dalam agama suatu kesempitan. Allah berfirman,

Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah

dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah

memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan

untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.

(ikutilah) Agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah)

telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim

dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini,

supaya Rasul itu menjadi saksi atas segenap manusia,

maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan

berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah

Page 230: Fiqih dakwah

216

Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan

sebaik-baik Penolong.” (Al-Hajj: 78)

Di dalam hadist juga telah dijelaskan akan

kemudahan dalam melaksanakan amalan ibadah.

Rasulullah bersabda,

"Sesungguhnya agama adalah mudah, dan tidak

ada seseorang yang melawan agama kecuali

mengalahkannya, maka luruskanlah, dekatkanlah,

dan berilah kabar gembira." (HR. Buhari)

Berilah kemudahan dan janganlah kamu

menysahkan, berilah berita gembira dan janganlah

kamu membuat orang lari. Sesungguhnya kamu

Page 231: Fiqih dakwah

217

diutus memberikan kemudahan dan kamu tidak

diutus untuk menyusahkan. (HR. Buhari dan

Muslim)

Dalam hadist yang lain dari Abdullah bin Mas’ud

Radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda:

“Maukah kalian aku beritahu orang yang

diharamakan atas neraka atau orang yang neraka

diharamkan atasnya? Semua kerabat yang lemah

lembut lagi memberikan kemudahan.” (HR. At-

Tirmizi)

Salah satu contoh kemudahan yang diberikan

oleh Al-Qur’an dalam menjalankan amalan ibadah

adalah sebagaimana yang dialami oleh orang sakit

dibolehkan untuk berbuka puasa dan wajib bagi

mereka untuk meggantinya ketika sembuh. Allah -

ta’ala- berfirman;

Page 232: Fiqih dakwah

218

“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit

atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka

(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang

ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Al-

Baqarah: 184)

Demikian juga dalam masalah shalat, Jika tidak

mampu duduk karena mendapatkan kesulitan ketika

duduk atau mendapatkan madharat, seperti

penyakitnya bertambah parah, maka hendaklah ia

melaksanakan shalat dengan tidur miring. Tata cara

shalat orang sakit seperti itu ditegaskan dalam hadits

sebagai berikut;

Artinya: “Diriwayatkan dari Imran bin Husein ra.,

ia berkata; ”Saya menderita penyakit wasir, lalu saya

bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Page 233: Fiqih dakwah

219

Sallam, maka beliau menjawab: “Shalatlah kamu

sambil duduk. Jika tidak mampu (duduk), maka

hendaklah shalat sambil berbaring.” (HR. Bukhari)

Artinya: “Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib

Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam. beliau bersabda: Orang sakit melakukan

shalat dengan berdiri jika ia mampu berdiri. Jika ia

tidak mampu (berdiri), shalatlah ia dengan duduk.

Jika ia tidak mampu sujud ke tanah (tempat sujud),

maka ia memberi isyarat, dan ia menjadikan

sujudnya lebih rendah (posisi atau caranya) dari

ruku’nya. Jika ia tidak mampu shalat dengan duduk,

maka ia shalat dengan tidur miring ke sebelah kanan

dan menghadap kiblat. Jika tidak mampu tidur

Page 234: Fiqih dakwah

220

miring ke sebelah kanan, maka ia shalat dengan

menghadapkan kedua kakinya ke arah kiblat.” (HR.

Baihaqi dan Daruquthni)

6) Menyampaikan berita gembira sebelum peringatan

Diantara methode Dakwah bilhikmah adalah

methode targhib/ tabsyir dan tarhib/tandzir, yaitu

memberikan kabar gembira dan memberikan

peringatan. Metode ini sering digunakan oleh

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dalam

mendidik sahabat (umat)nya. Bahkan Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam diutus sebagai pemberi

kabar gembira kepada para pengikutnya, memberi

ancaman terhadap musuh-musuhnya, bahkan tugas

para rasul tidak terlepas dari dua sifat ini:

“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu

melainkan untuk memberi kabar gembira dan

memberi peringatan.” (Al-An'am: 48)

Page 235: Fiqih dakwah

221

Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa

metede tabsyir (kabar gembira) lebih didahulukan

dari pada tandzir (memberikan peringatan). Hal itu

supaya masyarakat yang diajak dalam kebaikan

tidak menjauh. Dalam hal itu, Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda:

Berilah kemudahan dan jangan menyusahkan,

berilah kabar gembira dan jangan engkau membuat

orang menghindar. (HR. Bukhari)

Di antara contoh metode tersebut adalah apa

yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam ketika mendapatkan Ummul Ala`

sedang sakit, beliau bersabda kepadanya:

Page 236: Fiqih dakwah

222

"Bergembiralah wahai Ummul 'Ala, maka

sesungguhnya sakitnya seorang muslim

menghilangkan kesalahannya, sebagaimana api

menghilangkan karat besi."95

Dalam hadist yang lain Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda,

"Bergembiralah dan berilah kabar gembira

kepada orang yang berada di belakangmu, bahwa

siapa yang bersaksi bahwa tiada Ilah (yang berhak

disembah) selain Allah , jujur dari hatinya, niscaya ia

masuk surga."96

95

Shahih Jami' no. 37 (Shahih), lihat juga Muhammad Ibn Muflih Al-

Maqdisi, Al-Adab Al-Syar‟iyyah wa Al-Minah Al-Mar‟iyyah, Maktabah

Alam Al-Kutub, tt, hlm.200 96

Shahih al-Bukhari, Kitab Riqaq, bab ke 13, hadits no. 6443

Page 237: Fiqih dakwah

223

Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang

berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan

cahaya yang sempurna di hari kiamat. (HR. Ibn

Majah)

“Perlahanlah, bergembiralah, sesungguhnya di

antara nikmat Allah kepadamu bahwa tidak ada

seorang manusia pun yang shalat pada saat ini selain

kalian." Abu Musa berkata: 'Maka kami pulang

dengan membawa rasa bahagia dengan berita yang

kami dengar dari Rasulullah.” (HR. Bukhari)

Page 238: Fiqih dakwah

224

Barang siapa yang membaca satu huruf Alquran

mendapat pahala satu kebaikan. Satu kebaikan

dilipatgandakan menjadi sepuluh. Saya tidak

mengatakan “Alif Lam Mim” itu satu huruf. Akan

tetapi, alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu

huruf. (HR. Tirmizi)

Dari Salman, ia berkata Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam berkata kepadaku, Setiap orang yang

menyucikan diri pada hari Jumat sebagaimana

diperintahkan, kemudian keluar dari rumahnya

untuk menghadiri salat Jumat, ia diam sampai selesai

salat akan diampuni dosanya sejak Jumat yang lalu.

(HR. Al-Nasa'i)

Setelah tahapan dakwah dengan tabsyir

(memberi kabar gembira) telah terlaksana maka

tahap berikutnya adalah dengan memberikan

Page 239: Fiqih dakwah

225

peringatan (tandzir). Hal itu sebagaimana

dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam dalam sabdanya berikut ini,

Ummu Aiman meriwayatkan bahwa Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. bersabda “Janganlah

kamu meninggalkan salat dengan sengaja karena

orang yang meninggalkan salat dengan sengaja

terlepas dari naungan Allah dan rasul-Nya.” (HR.

Ahmad)

7) Menggunakan bahasa dakwah yang relevan sesuai

dengan kondisi mad’u

Dalam Al-Qur’an terdapat macam-macam bahasa

dakwah yang relevan dengan kondisi mad’u. Tujuan

penggunaan bahasa yang variatif tersebut supaya

risalah dakwah sampai kepada mad’u tepat sesuai

sasarannya. Bahasa dakwah tersebut adalah

Page 240: Fiqih dakwah

226

a) Qaulan baligha (perkataan yang membekas pada

jiwa)

Sebagaimana disebutkan dalam surat an-Nisa 4:

63 yaitu,

“Artinya: Mereka itulah orang-orang yang Allah

mengetahui apa ang di dalam hati mereka. Karena

itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah

mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka

ucapan yang berbekas pada jiwa mereka.” (An-

Nisa: 63)

b) Qaulan layyina (ucapan yang menyejukan, lemah

lembut)

Sebagaimana tercermin pada perintah Allah

kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. agar

keduanya menggunakan pendekatan lemah

lembut dan persuasif dalam menghadapi Fir’aun

Page 241: Fiqih dakwah

227

yang kejam dan angkara murka, seperti

termaktub dalam firman Allah:

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya

dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-

mudahan ia ingat atau takut.” (Thaha: 44)

c) Qaulan maysiura (perkataan yang mudah

difahami, realistis)

Sebagaimana dalam firman Allah,

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang

dekat akan haknya, kepada orang miskin dan

orang yang dalam perjalanan, dan janganlah

kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara

Page 242: Fiqih dakwah

228

boros. Sesungguhnya boros itu adalah saudara-

saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat

ingkar kepada Tuhannya. Dan jika kamu berpaling

dari mereka untuk memperoleh rahmat dari

Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah

kepada mereka perkataan yang pantas. Dan

janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu

pada lehermu dan janganlah terlalu

mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela

dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu

melapangkan rezki kepada siapa yang Dia

kehendaki dan menyempitkannya, sesungguhnya

Dia maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan

hamba-hambanya.” (Al-Isra': 26 - 30)

d) Qaulan karima (perkataan yang baik, mulia)

Sebagaimana firman Allah,

Page 243: Fiqih dakwah

229

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya

kamu jangan menyembah selain Dia dan

hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapamu

dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di

antara mereka berdua atau kedua-duanya sampai

berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka

sekali-kali janganlah kamu mengatakan "ah" dan

janganlah kamu membentak mereka dan

ucapkanlah kepada mereka perkataan yang

mulia.” (Al-Isra: 23)

e) Qaulun sadidun (perkataan yang benar, mengenai

sasaran).

Sebagaimana firman Allah,

Page 244: Fiqih dakwah

230

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah

kepada Allah dan katakanlah perkataan yang

benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu

amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu

dosa-dosamu. Dan barang siapa menta' ati Allah

dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah

mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab:

70 -71)

f) Qaulan hasana (perkataan yang baik)

Sebagaimana firman Allah,

“Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,

dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.

Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali

Page 245: Fiqih dakwah

231

sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu

berpaling.” (Al-Baqarah: 83)

Page 246: Fiqih dakwah

232

BAB IV

TARGHIB DAN TARHIB DALAM DAKWAH

A. Keutamaan Metode Targhib dan Tarhib

Secara psikiologis dalam diri manusia ada potensi

kecenderungan untuk berbuat kebaikan (taqwa) dan

keburukan (fujur). Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh

Allah dalam firmannya,

“Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah

mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang

mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang

yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 7-10)

Menbaca ayat di atas, terlihat jelas bahwa tabiat jiwa

manusia memiliki kecenderungan, baik kecenderungan

yang positif (taqwa) atau kecenderungan negatif (fujur).

Page 247: Fiqih dakwah

233

Menurut Al-Qurthubi kecendeungan jiwa tersebut

merupakan dua jalan pilihan bagi manusia agar memilih

jalan keimanan atau jalan kekufuran, karena Allah telah

memberikan dua jalan tersebut dalam firmannya:97

“Bukanlah telah Kami jadikan baginya dua mata, dan

lidah dan dua bibir? Dan telah Kami tunjukkan

kepadanya dua jalan (jalan iman dan jalan kufur).” (Al-

Balad: 8-10)

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang

lurus: Ada yang bersyukur, namun ada pula yang kafir.”

(Al-Insan:3)

Oleh karena itu dakwah Islam berupaya

mengembangkan manusia dalam berbagai cara, guna

melakukan kebaikan dengan berbekal keimanan.

97

Al-Qurthubi, Al-Jami‟ li Ahkam AL-Qur‟an, Beirut: Dar Al-Fikr,

Vol.10, hlm.68

Page 248: Fiqih dakwah

234

Demikian juga sebaliknya, dakwah Islam juga berupaya

semaksimal mungkin menjauhkan manusia dari

perbuatan buruk dengan berbagai aspeknya. Jadi tabiat

ini perpaduan antara kebaikan dan keburukan, sehingga

tabiat baik harus dikembangkan dengan cara

memberikan imbalan, penguatan dan dorongan.

Sementara tabiat buruk perlu dicegah dan dibatasi

ruang geraknya, dengan cara diberi peringatan dan

ancaman. Jika demikian, maka manusia akan kembali

kepada fitrah semula, yaitu beriman kepada Allah dan

bersih dari segala macam kesyirikan.

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak

mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang

menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi

sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan

yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?”

Page 249: Fiqih dakwah

235

kemudian Abu Hurairah membacakan surat Ar Rum

[30]:30: (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan

manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan

Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tapi

sebagian besar manusia tidak mengetahui ( HR. Bukhari

dan Muslim) di dalam riwayat Muslim yang lain

disebutkan, bahwa Rasullah meriwayatkan hadist Qudsi

dari Rabbnya yang berbunyi:

“Sesungguhnya Aku (Allah) ciptakan hamba-

hambaKu dalam keadaan yang hanif (lurus), dan mereka

didatangi oleh setan sehingga mereka digelincirkan dari

agama mereka, dan mengharamkan atas mereka apa

yang telah Aku (Allah) halalkan atas mereka, dan

diserukan kepada manusia agar menyekutukan Aku.”

(HR. Muslim)

Dari uraian di atas bisa dimengerti bahwa pada

hakikatnya jiwa adalah fitrah karena pada hakikatnya

Page 250: Fiqih dakwah

236

manusia terlahir dalam keadaan fitrah (yuladu a’la

fitrah). Adapun terjadinya fujur (buruk) dan taqwa

(baik) nya, tergantung pengaruh pendidikan dan

lingkungan yang ada di sekitarnya. Ia menjadi baik

karena ada usaha untuk memperbaikinya, dan ia

menjadi buruk karena ada usaha yang mengotorinya,

maka oleh karena itu diperlukan latihan (riyadhah)

untuk selalu menjadikannya baik. Jadi dari sini bisa

ditegaskan bahwa Dakwah pada hakikatnya adalah

untuk membersihkan jiwa dari segala hal yang

mengotorinya, sehingga jiwa tersebut menjadi suci (nafs

thahirah)

“Adapun bagi orang yang takut akan kebesaran

Tuhannya dan menahan dirinya dari menuruti hawa

nafsunya, maka surgalah tempatnya.” (An-Naziat: 40-

41)

Page 251: Fiqih dakwah

237

“Wahai manusia yang berjiwa tenang! Maksudnya

yang telah meyakini kebenaran dengan mutlak

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan senang dan

disenangi. Masuklah dalam kalangan para hamba-Ku!

Dan masuklah ke dalam surga-Ku!” (Al-Fajr: 27-30)

Targhib dan Tarhib dalam khasanah dakwah Islam,

sangat urgen diberlakukan, karena di dalamnya ada

beberapa keutamaannya yang bersifat mendasar, di

antaranya adalah:

1. Bersifat transenden yang mampu mempengaruhi

mad’u secara fitri. Semua ayat yang mengandung

targhib dan tarhib ini mempunyai isyarat kepada

keimanan kepada Allah dan hari akhir

2. Disertai dengan gambaran yang indah tentang

kenikmatan surga atau dahsyatnya neraka.

Page 252: Fiqih dakwah

238

3. Menggugah serta mendidik perasaan

Rabbaniyyah, seperti khauf, khusu’, raja’ dan

perasaan cinta kepada Allah.

4. Kesimbangan antara kesan dan perasaan

berharap akan ampunan dan rahmat Allah.98

Dapat di mengerti bahwa metode targhib dan tarhib

tersebut pada dasarnya berusaha membangkitkan

kesadaran akan keterkaian dan hubungan diri manusia

dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan demikian,

metode ini sangat tepat untuk dikembangkan dalam

dunia dakwah, untuk membentuk kepribadian mad’u

yang utuh lahir dan batin menuju fitrahnya yang

bertuhid.

Metode tarhgib dan tarhib tersebut harus

diberlakukan secara seimbang, agar tidak terjadi

kesenjangan. Targhib berfungsi untuk membangkitkan

motivasi manusia agar taat kepada Allah Subhanahu wa

Ta'ala dan Rasul-Nya. Sementara tarhib berfungsi

sebagai pengendali agar manusia mampu

98

Abdul Rahman An-Nahlawi, Usul Al Tarbiyah Al Islamiyah Wa

Asalibuha Fi Al Bayt Wa Al Madrasah Wa Al Mujtama, Beirut: Daar al Fikr,

, 2001 , hlm 287

Page 253: Fiqih dakwah

239

mengendalikan dirinya dalam menjauhi maksiat serta

segala bentuk kemungkaran yang dilarang oleh Allah

Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.

Penggunaan targhib dan tarhib secara seimbang

mempunyai pengaruh yang signifikan dan lebih efektif

terhadapap respon dakwah mad’u, daripada

menggunakan salah satu di antara keduanya. Alasannya

cukup mendasar, yaitu menggunakan targhib saja, akan

menjadikan mad’u cenderung untuk bersikap pasrah

dalam arti tidak maksimal dalam melaksanakan perintah

kewajiban. Demikian juga, tarhib saja akan menjadikan

manusia bersikap pesimis pada rahmat-Nya sehingga

mudah putus asa dalam menggapai ampunan dan

karunia Allah. Oleh karena itu, posisi targhib dan tarhib

harus diberikan dengan porsi yang seimbang agar tidak

jatuh pada tindakan yang berlebih-lebihan dalam

menjalankan agamanya (ghuluw fii al-din).

Singkatnya, targhib dalam dakwah akan mewariskan

sifat roja’ pada jiwa mad’u. Dengan roja ini, mad’u akan

tumbuh harapan atau cita-cita, sehingga berperan

penting dalam melahirkan optimisme pada diri

Page 254: Fiqih dakwah

240

seseorang. Dengan roja’ manusia akan tetap bertahan

dari segala macam kesulitan, karena disetiap kesulitan

pasti ada kemudahan. Dengan roja’ pula orang yang

berdosa tidak putus asa dalam menggapai rahmat dan

ampunan Allah. Jadi, Roja adalah kekuatan batin yang

mendorong agar senantiasa khusnudzan kepada

anugerah Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sementara tarhib dalam dakwah akan mewariskan

sifat khouf pada jiwa mad’u. Dengan hauf ini, mad’u

akan merasakan keagungan Allah (maqama Rabbihi),

sehingga memunculkan merasakan takut apabila

mendurhakainya. Rasa khauf tersebut akan muncul

ketika seorang hamba menyadari bahwa ancaman Allah

terhadap para pendosa adalah nyata, dan meyakini

bahwa maksiat merupakan bentuk pendurhakaan yang

akan menjauhkan dirinya dari Allah Subhanahu wa

Ta'ala.

B. Makna Targhib

Secara etimologis, kata targhib diambil dari kata

kerja raghaba ( ب (رغ yang berarti mencari sesuatu,

Page 255: Fiqih dakwah

241

berharap, menyukai dan mencintai. Kemudian kata itu

diubah menjadi menjadi kata benda targhib ( ترغب) yang

mengandung makna Suatu harapan utuk memperoleh

kesenangan, kecintaan, kebahagiaan.99

Secara istilah targhib menurut Abdul Karim Zaidan

adalah:

“Janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk

menarik perhatian mad’u agar dapat menerima

kebenaran dan tetap di atasnya.”100

Lebih detail lagi, Abdur Rahman An-Nahlawi

menjelaskan bahwa targhib merupakan janji yang

disertai dengan bujukan yang membuat senang terhadap

suatu yang maslahat, terhadap kenikmatan atau

kesenangan akhirat yang baik dan pasti, serta suka

kepada kebersihan dari segala kotoran, yang kemudian

99

Ibn Faris, Mu‟jam Maqayis Al-Lughah, Beirut Dar Al-Fikr, 1994 ,

hlm.415 100

Abdul Karim Zaidan, Ushul Al-Da‟wah, Beirut: Muassasah Al-

Risalah, 1993, hlm.437

Page 256: Fiqih dakwah

242

dilanjutkan dengan melakukan amal soleh dan

kebajikan dan menghindari diri dari kenikmatan

selintas, temporer yang bermuatan negative atau

perbuatan buruk. Sementara tarhib ialah suatu ancaman

atau siksaan sebagai akibat dari megerjakan hal yang

negatif yang mendatangkan dosa atau kesalahan yang

dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Atau lengah

dalam mejalankan kewajiban yang diperintahkan oleh

Allah Subhanahu wa Ta'ala.101

Metode targhib merupan salah satu metode dakwah

yang efektif dan relevan disepanjang zaman. Metode ini

bertujuan untuk menumbuhkan semangat dan minat

mad’u yang tinggi dalam memenuhi perintah Allah dan

menjauhi larangannya.

a. Targhib Dalam Al-Qur’an

1. Targhib untuk mendapatkan kemenangan dan

pertolongan Allah

101

Abdul Rahman An-Nahlawi, Usul Al Tarbiyah Al Islamiyah Wa

Asalibuha Fi Al Bayt Wa Al Madrasah Wa Al Mujtama, Beirut: Daar al Fikr,

, 2001 , hlm 287

Page 257: Fiqih dakwah

243

“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai

(yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang

dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira

kepada orang-orang yang beriman.” (Al-Shaff: 13)

“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum

kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka

datang kepadanya dengan membawa keterangan-

keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan

pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan

Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang

beriman.” (Ar-Rum: 47)

2. Targhib untuk mendapatkan pahala akhirat

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di

akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan

Page 258: Fiqih dakwah

244

barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia

Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia

dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat.” (Asy-

Syura: 20)

.

“Dan sungguh kehidupan akhirat lebih baik daripada

kehidupan dunia.” (Ad-Dhuha: 4)

3. Targhib untuk mendapatkan cinta Allah

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur

seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang

tersusun kokoh.” (As-Shaff: 4)

Page 259: Fiqih dakwah

245

“Dan sesungguhnya Allah mencintai orang-orang

yang sabar.” (Ali Imran: 146)

“Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya,

baik dalam waktu luang maupun sempit, dan orang-

orang yang menahan amarahny dan memaafkan

kesalahan orang lain. Allah mencintai orang-oang yang

berbuat kebaikan.” (Ali Imran:134)

4. Targhib untuk mendapatkan balasan surga

"Barangsiapa taat kepada Allah dan rasul Nya,

niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang

mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka

kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul Nya

Page 260: Fiqih dakwah

246

dan melanggar ketentuan-ketentuan Nya, niscaya Allah

memasukkkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di

dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (Al-

Nisa’: 13-14)

5. Targhib agar selamat dari adzab neraka

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku

tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan

kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman

kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah

dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi

kamu jika kamu mengetahuinya.” (Al-Shaff:10)

6. Targhib mendapatkan kehidupan yang bahagia

Page 261: Fiqih dakwah

247

“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah , niscaya

akan menjadikan baginya jalan keluar, dan akan memberi

rezki dari arah yang tidak disangka-sangka, dan barang

siapa yang bertawakal kepada Allah , niscaya Allah akan

mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah

menyampaikan urusannya, Allah telah menjadikan

ukuran atas segala sesuatu.” (At-Thalaq: 2-3)

7. Targhib mendapatkan balasan pahala yang

berlipat ganda

“Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan

oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan

Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang

menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus

biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang

Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi

Page 262: Fiqih dakwah

248

Maha Mengetahui.” “Orang-orang yang menafkahkan

hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak

mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan

menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak

menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh

pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran

terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

(Al Baqarah: 261-262)

“Artinya: “Dan perumpamaan orang-orang yang

membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah

dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun

yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan

lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali

lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan

gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa

yang kamu perbuat.” (Al Baqarah: 265)

Page 263: Fiqih dakwah

249

“Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya

di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan

terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi

Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan

tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al Baqarah: 274)

b. Targhib Dalam Hadist

1. Targhib agar mendapatkan kehidupan bahagia

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik

laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,

maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya

kehidupan yang baik dan sesungguhnya Kami beri

balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik

dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97)

2. Targhib dengan balasan akhirat

Page 264: Fiqih dakwah

250

Artinya: “Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu

berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu

‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena

sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai

pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya.” (HR.

Muslim)

3. Targhib dengan dilipatgandakan pahala

“Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu

berkata: “Pelajarilah Al Quran ini, karena sesungguhnya

kalian diganjar dengan membacanya setiap hurufnya 10

kebaikan, aku tidak mengatakan itu untuk الم , akan

tetapi untuk untuk Alif, Laam, Miim, setiap hurufnya

sepuluh kebaikan.” (Atsar riwayat Ad Darimy dan

Page 265: Fiqih dakwah

251

disebutkan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash

Shahihah, no. 660)

“Artinya: “Tamim Ad Dary radhiyalahu ‘anhu

berkata: “Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda: “Siapa yang membaca 100 ayat pada suatu

malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang

malam.” (HR. Ahmad)

Artinya: “Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu

meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam bersabda: “Maukah salah seorang dari kalian jika

dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3 onta

yang hamil, gemuk serta besar?” kami (para shahabat)

menajwab: “Iya”, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

Page 266: Fiqih dakwah

252

bersabda: “Salah seorang dari kalian membaca tiga ayat

di dalam shalat lebih baik baginya daripada

mendapatkan tiga onta yang hamil, gemuk dan besar.”

(HR. Muslim)

Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan

bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama

para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat

kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan

terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan

tersebut maka baginya dua pahala.” (HR. Muslim)

4. Targhib agar mendapatkan balasan syurga

Page 267: Fiqih dakwah

253

Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah Al Anshary

radhiallahuanhuma: Seseorang bertanya kepada

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, seraya berkata,

“Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat

yang wajib, berpuasa Ramadhan, Menghalalkan yang

halal dan mengharamkan yang haram102 dan saya tidak

tambah sedikitpun, apakah saya akan masuk surga?”

Beliau bersabda, “Ya.” (HR. Muslim)

5. Targhib agar mendapatkan cinta Allah

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu

berkata: “Siapa yang ingin mengetahui bahwa dia

mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah jika

1. Maksud mengharamkan yang haram adalah: menghindarinya dan

maksud menghalalkan yang halal adalah: mengerjakannya dengan

keyakinan akan kehalalannya

Page 268: Fiqih dakwah

254

dia mencintai Al Quran maka sesungguhnya dia

mencintai Allah dan rasul-Nya.” (Atsar shahih

diriwayatkan di dalam kitab Syu’ab Al Iman, karya Al

Baihaqi)

Artinya: “Khabbab bin Al Arat radhiyallahu ‘anhu

berkata: “Beribadah kepada Allah semampumu dan

ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan

pernah beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang

lebih dicintai-Nya dibandingkan (membaca) firman-

Nya.” Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Syu’ab Al

Iman, karya Al Baihaqi.

Dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad Assa’idi

radhiallahuanhu dia berkata: Seseorang mendatangi

Page 269: Fiqih dakwah

255

Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam, maka beliau

berakata: Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku sebuah

amalan yang jika aku kerjakan, Allah dan manusia akan

mencintaiku, maka beliau bersabda, Zuhudlah terhadap

dunia maka engkau akan dicintai Allah dan zuhudlah

terhadap apa yang ada pada manusia maka engkau akan

dicintai manusia.” (HR. Ibnu Majah)

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab

radhiallahuanhu, dia berkata, "Saya mendengar

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

Sesungguhnya setiap perbuatantergantung niatnya. Dan

sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan

apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnyakarena (ingin

mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka

hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan

Page 270: Fiqih dakwah

256

siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan

yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin

dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana)

yang dia niatkan. (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Targhib untuk mendapatkan perlindungan dari

Allah

Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas

radhiallahuanhuma, beliau berkata: Suatu saat saya

Page 271: Fiqih dakwah

257

berada dibelakang nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,

maka beliau bersabda: Wahai ananda, saya akan

mengajarkan kepadamu empat perkara: Jagalah Allah,

niscaya Dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia

akan selalu berada di hadapanmu. Jika kamu meminta,

mintalah kepada Allah, jika kamu memohon

pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah.

Ketahuilah sesungguhnya jika suatu umat berkumpul

untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu,

mereka tidak akan dapat memberikan manfaat

sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu,

dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas

sesuatu, niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu

kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu.

Pena telah diangkat dan lembaran telah kering. (HR.

Tirmidzi)

Page 272: Fiqih dakwah

258

Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al ‘Asy’ary

radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam bersabda: Bersuci sebagian dari iman,

Al Hamdulillah dapat memenuhi timbangan, Subhanallah

dan Al Hamdulillah dapat memenuhi antara langit dan

bumi, Shalat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti, Al-

Qur’an dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau

yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat

menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya (dari

kehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkan

dirinya. (HR.Muslim)

7. Targhib mendapan kehidupan yang bahagia

“Sesungguhnya perkara seorang mu’min itu

menakjubkan, karena semua perkara yang dialaminya

adalah baik; jika mendapatkan kesenangan dia

bersyukur, maka hal itu lebih baik baginya, jika

mengalami kesulitan dia bersabar, maka hal itu lebih

Page 273: Fiqih dakwah

259

baik baginya, dan hal seperti itu tidak terdapat kecuali

pada diri seorang mu’min.” (HR. Muslim)

8. Targhib mendapatkan manisnya iman

“Tiga perkara, yang apabila seseorang itu

memilikinya maka dia dengan sebab tiga perkara

tersebut akan mendapatkan manisnya iman, (yaitu)

seorang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dia

cintai dari selain keduanya; dan dia mencintai

saudaranya yang tidaklah dia mencintainya kecuali

karena Allah; serta dia membenci untuk kembali terjatuh

kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya

sebagaimana dia tidak ingin dirinya dilempar ke api.”

(HR. Muslim)

9. Targhib mendapatkan kebajikan

Page 274: Fiqih dakwah

260

Dari Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, dari Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam sebagaimana dia

riwayatkan dari Rabbnya Yang Maha Suci dan Maha

Tinggi: Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan

dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut:

Siapa yang ingin melaksanakan kebaikan kemudian dia

tidak mengamalkannya, maka dicatat di sisi-Nya sebagai

satu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat melakukannya

dan kemudian melaksanakannya maka Allah akan

mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh

ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak.

Dan jika dia berniat melaksanakan keburukan kemudian

dia tidak melaksanakannya maka baginya satu kebaikan

penuh, sedangkan jika dia berniat kemudian dia

Page 275: Fiqih dakwah

261

melaksanakannya Allah mencatatnya sebagai satu

keburukan. (HR. Buhari dan Muslim)

Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata:

Saya berkata: Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang

Page 276: Fiqih dakwah

262

perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam

syurga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau

bersabda, Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang

besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang

dimudahkan Allah ta’ala: Beribadah kepada Allah dan

tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, menegakkan

shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi

haji. Kemudian beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa

Sallam) bersabda, Maukah engkau aku beritahukan

tentang pintu-pintu syurga? Puasa adalah benteng,

Sadaqah akan mematikan (menghapus) kesalahan

sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya

seseorang di tengah malam (qiyamullail), kemudian

beliau membacakan ayat (yang artinya): “ Lambung

mereka jauh dari tempat tidurnya….”. Kemudian beliau

bersabda, Maukah kalian aku bertahukan pokok dari

segala perkara, tiangnya dan puncaknya? aku menjawab:

Mau ya Nabi Allah. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya

adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad. Kemudian

beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahukan sesuatu

(yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki

semua itu? saya berkata: Mau ya Rasulullah. Maka

Page 277: Fiqih dakwah

263

Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda, Jagalah ini

(dari perkataan kotor/buruk). Saya berkata, Ya Nabi

Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita

bicarakan? beliau bersabda, Ah kamu ini, adakah yang

menyebabkan seseorang terjungkal wajahnya di neraka

–atau sabda beliau: diatas hidungnya- selain buah dari

yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka. (HR. Tirmidzi(

10. Mendapat ampunan Allah

Dari Anas Radhiallahuanhu dia berkata, Saya

mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

bersabda, Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam,

sesungguhnya Engkau berdoa kepada-Ku dan memohon

kepada-Ku, maka akan aku ampuni engkau, aku tidak

Page 278: Fiqih dakwah

264

peduli (berapapun banyaknya dan besarnya dosamu).

Wahai anak Adam seandainya dosa-dosamu (sebanyak)

awan di langit kemudian engkau minta ampun kepadaku

niscaya akan Aku ampuni engkau. Wahai anak Adam

sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan

kesalahan sepenuh bumi kemudian engkau menemuiku

dengan tidak menyekutukan Aku sedikitpun maka akan

Aku temui engkau dengan sepenuh itu pula ampunan.“

(HR. Tirmidzi)

C. Makna Tarhib

Tarhib secara bahasa berasal dari kata bahasa arab

yang berarti ancaman atau intimidasi (takhwif).103 (رهب)

Adapun menurut istilah, sebagaimana yang

dikatakan oleh Abdul Karim Zaidan, bahwa tarhib

adalah,

103

Ibn Mandzur, Lisan Al-Arab, term(زب)

Page 279: Fiqih dakwah

265

Tarhib adalah ancaman untuk mengintimidasi

mad’u, karena membangkang atau menolak kebenaran,

atau tidak mau menerima kewajiban yang telah

diperintahkan Allah.104

Metode tarhib merupan salah satu metode dakwah

yang efektif dan relevan disepanjang zaman. Metode ini

adalah penyeimbang dari metode targhib, dimana

bertujuan untuk menumbuhkan rasa takut (khosyah)

pada diri mad’u sehingga menjauhi segala apa yang

dilarang oleh Allah.

a. Tarhib Dalam Al-Qur’an

1. Ancaman amalan ditolak

“Barangsiapa mencari agama selain agama islam,

maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)

104

Abdul Karim Zaidan, Ushul Al-Da‟wah, hlm.437

Page 280: Fiqih dakwah

266

daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang

yang rugi.” (Ali Imran: 85)

2. Ancaman murka Allah dan tidak mendapat

ampunan

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa

syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi

siapa yang dikehendaki-nya.” (An-Nisa’: 48)

3. Ancaman ditutupnya hati

"Apakah mereka tidak merenungkan isi Al Qur'an?

atau adakah hati mereka yang terkunci?"

(Muhammad:24)

Page 281: Fiqih dakwah

267

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang

selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-

Muthaffifin: 14)

4. Ancaman neraka, Allah Ta’ala berfirman

“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan

tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang

mendidih dan ghossaq, sebagai pambalasan yang

setimpal.” (An Naba’: 24-26)

Allah Ta’ala juga berfirman,

“Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya,

(minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang

sangat dingin (ghossaq).” (Shaad: 57)

5. Ancaman kehidupan yang sempit

Page 282: Fiqih dakwah

268

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku,

maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,

dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat

dalam keadaan buta. Berkatalah ia,’Ya Tuhanku,

mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan

buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang

melihat?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah, telah datang

kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya,

dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.’”

(Thaha: 124-126)

6. Ancaman diturunkannya bencana

Page 283: Fiqih dakwah

269

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang

telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan

semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga

apabila mereka bergembira dengan apa yang telah

diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan

sekonyong-konyong, maka ketika itu, mereka terdiam

berputus asa.” (Al-An’am: 44)

“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang

telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang

dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman

mereka yang tiada didiami (lagi) sesudah mereka, kecuali

sebahagian kecil. Dan Kami adalah pewarisnya.” (Al-

Qashash: 58)

b. Tarhib dalam Hadist

1. Ancaman ditolaknya amalan ibadah, jika tidak

sesuai dengan sunah Rasulullah Shalallahu

'Alaihi wa Sallam,

Page 284: Fiqih dakwah

270

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah

radhiallahuanha dia berkata: Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Siapa yang

mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini

yang bukan (berasal) darinya105), maka dia

tertolak. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Ancaman murka Allah bagi siapa saja yang

memusuhi waliyullah

1. Yang dimaksud adalah, perbuatan-perbuatan yang dinilai ibadah

tetapi tidak bersumber dari ajaran Islam dan tidak memiliki landasan yang

jelas, atau yang lebih dikenal dengan istilah bid’ah.

Page 285: Fiqih dakwah

271

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata:

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

Sesungguhya Allah ta’ala berfirman: Siapa yang

memusushi wali-Ku maka telah Aku umumkan

perang terhadapnya. Tidak ada taqarrubnya

seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai

kecuali beribadah dengan apa yang telah Aku

wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku yang selalu

mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil

(perkara-perkara sunnah diluar yang fardhu)

maka Aku akan mencintainya. Dan jika Aku telah

mencintainya maka Aku adalah pendengarannya

yang dia gunakan untuk mendengar,

penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat,

tangannya yang digunakannya untuk memukul

dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika

dia meminta kepadaku niscaya akan Aku berikan

dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya

akan Aku lindungi.“ (HR. Bukhari)

Page 286: Fiqih dakwah

272

3. Ancaman azab Allah bagi siapa saja yang

menyelisihi utusan Allah (Rasulullah)

Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr

radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

Apa yang aku larang hendaklah kalian

menghindarinya dan apa yang aku perintahkan

maka hendaklah kalian laksanakan semampu

kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang

sebelum kalian adalah karena banyaknya

pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan

penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka.

(HR. Bukhari dan Muslim)

4. Ancaman neraka bagi siapa saja yang tidak

beragama Islam

Page 287: Fiqih dakwah

273

"Demi yang jiwa Muhammad ada di Tangan Nya,

tidaklah seseorang dari umat ini baik yahudi atau

nashroni yang mendengar tentang aku, kemudian

ia mati dan tidak beriman kepada risalah yang

aku bawa, maka ia termasuk penghuni neraka."

(HR. Muslim)

D. Ruang Lingkup Dakwah Targhib dan Tarhib

Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-

hambaNya untuk masuk ke dalam agama Islam dan

berpegang teguh denganya serta berhati –hati untuk

tidak menyimpang darinya. Allah juga telah mengutus

Nabi-Nya Muhammad untuk Berdakwah ke dalam hal

ini, dan memberitahukan bahwa barang siapa bersedia

mengikutinya akan mendapatkan petunjuk dan barang

siapa yang menolaknya akan sesat. Di sisi lain, Allah juga

mengingatkan dalam Al-Qur’an untuk menghindari

sebab- sebab kemurtadan, segala macam kemusyrikan

Page 288: Fiqih dakwah

274

dan kekafiran, yang semua itu dapat mengeluarkan

pelakunya dari Islam.106

1. Targhib masuk Islam secara kaffah dan tarhib

murtad

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke

dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut

langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu

musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208)

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam,

maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama

106

Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Nawaqidl Al-Iman, Penerjemah

Abu Azka Faridy, Maktab Da’wah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2010,

hlm.3

Page 289: Fiqih dakwah

275

itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-

orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

“Demi Yang jiwaku di Tangan-Nya, tidak seorangpun

dari umat manusia yang mendengarku; Yahudi maupun

Nasrani, kemudian mati dan tidak beriman dengan

ajaran yang aku bawa melainkan dia adalah penghuni

neraka.” (HR Muslim)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata:

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

“Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena

salah satu di antara tiga perkara: orang yang telah

menikah berzina, jiwa dengan jiwa, dan orang yang

Page 290: Fiqih dakwah

276

meninggalkan agamanya berpisah dari jama’ah.“

(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Targhib iman dan tarhib kufur

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur

dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi

sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada

Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,

nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya

kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang

miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan

orang-orang yang meminta-minta; dan

(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat,

dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang

Page 291: Fiqih dakwah

277

menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-

orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan

dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang

yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-

orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 177)

Dan orang-orang kafir kepada Tuhannya mendapat

adzab jahannam, itulah seburuk-buruk tempat

kembali. Di dalam neraka ada suara yang

mengerikan. Setelah mereka masuk,semua

menggelegar. Begitupula neraka. Ia marah hingga

hampir pecah. (Al Mulk: 6-8)

3. Targhib taat dan tarhib maksiat

Page 292: Fiqih dakwah

278

“Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya

ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang

berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak

mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi

mereka.” (An-Nisa: 80)

“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan

Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya,

niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka

sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang

menghinakan.” (An-Nisa: 14)

4. Targhib tauhid dan tarhib syirik

Page 293: Fiqih dakwah

279

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah

menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar

kamu bertaqwa, Dialah yang menjadikan bumi

sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap

dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia

menghasilkan dengan hujan itu segala tumbuh-

tumbuhan sebagai rezki untukmu, janganlah kalian

menjadikan sekutu bagi Allah, sementara kalian

mengetahuinya.” (Al-Baqarah: 21-22)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa

syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik

bagi siapa yang dikehendaki-nya.” (An-Nisa’: 48)

5. Targhib sosial dan targhib bakhil

Page 294: Fiqih dakwah

280

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan

Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang

dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut

pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan

si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi

Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap

mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-

Baqarah: 262)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya

sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan

rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta

orang dengan jalan yang bathil dan mereka

menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan

orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan

tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka

Page 295: Fiqih dakwah

281

beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan

mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan

emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar

dengannya dahi mereka, lambung dan punggung

mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah

harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu

sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa

yang kamu simpan itu." (At-Taubah: 34-35)

E. Kaedah (Dhawabit) Targhib dan Tarhib107

1. Targhib dan tarhib harus sesuai dengan Al-Qur’an

dan Sunah

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah

radhiallahuanha dia berkata: Rasulullah

shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang

mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang

107

Sulaiman Al-Anazi, Ushlub Al-Targhib Wa Tarhi Fi Al-Qur‟an Wa

Atsaruhu Fi Al-Da‟wah, http://www.tafsir.net/vb/tafsir25015/

Page 296: Fiqih dakwah

282

bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak. (HR.

Bukhari dan Muslim)

2. Targhib dan tarhib harus melihat keadaan mad’u dan

sesuai dengan tingkatan pemahaman mereka

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

“Berbicaralah kepada manusia dengan sesuatu yang

mereka ketahui (yang mudah difahami), apakah

engkau suka Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR.

Bukhari)

3. Targhib dan tarhib dilakukan dengan cara bertahap.

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam

Shahihnya,

Page 297: Fiqih dakwah

283

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam suatu saat mengutus

Mu’adz radhiyallahu’anhu menuju Yaman, maka

beliau berpesan, “Ajaklah mereka kepada syahadat

laa ilaaha illallaah dan bersaksi bahwa aku adalah

utusan Allah. Kemudian apabila mereka telah

menaatinya maka beritahukanlah kepada mereka

bahwa Allah mewajibkan kepada mereka

mengerjakan shalat lima waktu pada setiap sehari

semalam. Kemudian apabila mereka telah

menaatinya maka beritahukanlah kepada mereka

bahwa Allah juga mewajibkan kepada mereka

sedekah/zakat dalam harta mereka yang diambil dari

orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada

orang-orang miskin di antara mereka.” (HR. Bukhari

dalam Kitab az-Zakah bab wujub zakah)

4. Targhib dan tarhib harus dilakukan dengan cara

hikmah

Page 298: Fiqih dakwah

284

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan

hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah

dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih

mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (An-

Nahl: 125)

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta

huruf seorang Rasul di antara mereka, yang

membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,

mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka

Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya

Page 299: Fiqih dakwah

285

mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan

yang nyata.” (Al-Jum’at: 2)

“Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah

diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat

mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang

berakal.” (Al-Baqarah: 269)

Page 300: Fiqih dakwah

286

BAB V

MEDIA DAKWAH (Wasilah Dakwah)

A. Urgensi Media Dakwah

Keberhasilan dakwah tidak semata terletak pada

format dan isi, tetapi sangat tergantung pula pada

media. Hal itu karena media memiliki peran sangat

penting dalam penyebaran dakwah atau penyampaian

informasi tentang ajaran agama Islam. Dengan media

tersebut, kegiatan dakwah dapat berlangsung secara

efektif, dalam ruang yang amat luas, kapan saja dan di

mana saja, tanpa mengenal batas, tempat, dan waktu.

Selain itu juga mudah diterima dengan baik oleh semua

lapisan masyarakat, baik usia kanak-kanak, remaja,

dewasa hingga orang tua, dengan aneka ragam suku,

bangsa, bahasa, dan warna kulit.

Di dalam Al-Qur'an telah dijelaskan tentang urgensi

media dalam dakwah, yaitu pada surah Ibrahim (14)

ayat 4, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Page 301: Fiqih dakwah

287

“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan

dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi

penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah

menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi

petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah

Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

(Ibrahim:4)

Ayat tersebut di atas memberi isyarat tentang

pentingnya pendakwah menguasai bahasa, karena

bahasa adalah media komunikasi untuk menyampaikan

materi dakwah kepada mad'u (obyek dakwah), dan yang

paling penting adalah berdakwah yang sesuai dengan

bahasa masyarakat yang menjadi obyek dakwah.

Selain bahasa sebagai wasilah dakwah, dalam Al-

Qur’an juga telah disebutkan tentang penyebaran

dakwah melalui media surat menyurat. Hal itu

sebagaimana dilakukan oleh Nabi Sulaiman alaihi

wasallam kepada Ratu Bilqis, dengan mengirim surat

Page 302: Fiqih dakwah

288

dakwah, yang berisi ajakan dan seruan untuk beriman

kepada Allah dan utusan-Nya.

“Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu

jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari

mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.

Berkata ia (Balqis): "Hai pembesar-pembesar,

sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat

yang mulia. Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan

sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama Allah

Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa

janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku

dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang

berserah diri". (An-Naml:28-31)

Ayat di atas menjelaskan tentang salah satu wasilah

dakwah yang digunakan oleh para rasul, yaitu dengan

mengirimkan surat dakwah kepada mad’unya, yang

berisi ajakan kepada mereka agar beriman kepada Allah

Page 303: Fiqih dakwah

289

dan tidak menyekutukannya dengan sesembahan lain-

Nya.

Demikian juga, pada masa awal perjalanan dakwah

Islam, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

membangun komunikasi dakwah dengan para

pemimpin suku dan pemimpin negara lain melalui

pengiriman surat dakwah. Korespondensi melalui surat

ini ditujukan kepada Heraclius (kaisar Romawi), Raja

Najasi (penguasa Ethiopia), dan Khusrau (penguasa

Persia), Muqauqis(Mesir), Harits Al-Ghassani (Raja

Hira), Harits Al-Himyari (Raja Yaman).

Di bawah ini adalah salah satu contoh surat dakwah

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kepada Raja

najasi penguasa Abesinia (Ethiopia) yang berisi ajakan

untuk masuk Islam dan mentauhidkan Allah,

Page 304: Fiqih dakwah

290

Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi,

penguasa Abyssinia (Ethiopia). Salam bagimu,

sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak

ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha

Sejahtera, Yang Mengurniakan Keamanan, Yang Maha

Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam

adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat

Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang

terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian

diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana

diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya.

Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku

telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah

nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk.

Dari keterangan di atas, tampak jelas bahwa

dakwah dengan menggunakan media (wasilah) akan

membantu da’i dalam menyampaikan pesan dakwah,

sehingga dakwah akan lebih efektif dan tepat sasaran

Page 305: Fiqih dakwah

291

serta mudah diterima oleh komunikan (mad'u)nya.

Semakin tepat dan efektif wasilah yang dipakai maka

semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran Islam

pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.

B. Pengertian Media Dakwah

Istilah media berasal dari bahasa Latin yaitu

"median" yang berarti alat perantara. Secara semantik

media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan

sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan

tertentu.108

Dalam kamus Bahasa Indonesia kontemporer, media

diartikan sebagai sarana penghubung informasi, seperti

majalah, surat kabar, dan sebagaianya.109

Dalam bahasa arab, kata media diistilahkan

dengan kata wasilah (وسلة) yang berarti alat yang

108

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Da‟wah Islam, Cet. I;

Surabaya: al-Ikhlas, 1983, hlm.163 109

Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta:

Modern Engliash Press, hlm. 958

Page 306: Fiqih dakwah

292

digunakan sebagai perantara untuk mencapai suatu

tujuan.110

Dengan demikian yang dimaksud dengan media

dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan

sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah

ditentukan. Media dakwah tersebut bisa berupa barang

(material), orang,tempat, kondisi tertentu, dan

sebagainya. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh

Anwar Arifin dalam bukunya Strategi Komunikasi;

Sebuah Pengantar Ringkas, bahwa media sebagai alat

untuk mencapai tujuan mencakup tiga hal pokok yaitu,

1) The spoken word (yang berbentuk ucapan), 2) The

printed writing (yang berbentuk tulisan), 3) The

audiovisual media (yang berbentuk gambar hidup).111

C. Macam-Macam Media Dakwah

Seiring dengan arus perkembangan media informasi

yang nampak semakin pesat sebagai konsekwensi dari

kemajuan peradaban khususnya di bidang prestasi ilmu

110

Ibn Mandzur, Lisan Al-Arab, Maktabah Dar Al-Shadir, Vol.11, hlm.

724 111

Anwar Arifin, Strategi Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas,

Cet. III; Bandung: Armico, 1994, hlm. 24.

Page 307: Fiqih dakwah

293

dan teknologi, bentuk-bentuk penyampaian pesan di

mana kegiatan dakwah termasuk di dalamnya, juga amat

terasa untuk perlu dimodernisir sesuai dengan

perkembangan zaman dan kemajuan di bidang

peradaban. Jika tidak, maka sistem penyampaian pesan

dalam bentuk dakwah akan tertinggal dan dapat

berakibat tidak lagi mendapat tempat yang layak

ditengah kemajuan ilmu dan peradaban yang semakin

maju.112

Berkat kemajuan di bidang informasi dan segala

perangkat pendukungnya, informasi dan segala bentuk

berita yang disebar melalui berbagai media, baik yang

bersifat auditif (diserap melalui pendengaran), maupun

yang bersifat visual (diikuti malalui penglihatan),

bahkan yang bersifat audovisual (diserap melaui

pendengaran dan penglihatan dalam waktu yaang

bersamaan), terutama media elektronik yang berupa

radio, televisi, video, telefon, hand phone, internet,

faximilie, dan sebagainya, yang semuanya itu

memungkinkan konsumen informasi dan juga termasuk

112

Ria Warda, Majalah Sebagai Media Da‟wah, Palopo: Jurnal Al-

Tajdid STAIN Palopo

Page 308: Fiqih dakwah

294

di dalamnya obyek dakwah dapat menerima pesan-

pesan yang dibutuhkan tanpa berpayah-payah beranjak

dari tempat kegiatan sehari-hari mereka. 113

Dalam hal ini amat diperlukan kesiapan berbagai

sarana pendukung dalam upaya memperlancar

penyampaian pesan, termasuk pesan-pesan dakwah. Di

satu pihak dibutuhkan perangkat penyampaian pesan

secara memadai berupa pusat pengiriman informasi

dengan segala media pendukungnya, dan di pihak lain

diperlukan kelengkapan sarana penerimaan atau

penyerapan pesan secara memadai agar dapat terjalin

komunikasi yang dapat memenuhi maksud penyampaian

pesan-pesan yang diinginkan. Selain itu, amat diperlukan

juga kesiapan kemampuan manusia, baik yang berada

pada posisi pemberi pesan maupun yang berada pada

posisi penerima informasi. Dalam hal ini kemampuan

manusia untuk memanfaatkan media informasi dengan

segala jenisnya agar tidak terjadi fenomena

keterbelakangan teknologi yakni tidak mampu dalam

memanfaatkan peraangkat teknologi dalam upaya

113

Ibid

Page 309: Fiqih dakwah

295

memenuhi maksud penggunaan peralatan canggih

tersebut.114

Dalam kaitan ini amat diperlukan agar para pelaku

dakwah (da’i) berupaya semaksimal mungkin dapat

menguasai pemanfaatan alat-alat informasi canggih

dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah ke seluruh

lapisan sasaran dakwah. Sementara itu, dalam waktu

yang sama juga diperlukan kemampuan pihak penerima

pesan (obyek, atau sasaran dakwah) dalam menyerap

pesan-pesan dakwah melalui berbagai bentuk media

dakwah yang ada.115

Ada banyak macam media dakwah yang dapat

dimanfaatkan oleh para da’i dalam proses penyampaian

pesan dakwah yang dibawanya, agar mad’u dapat

menerima pesan dakwah dengan cepat dan mudah, di

antaranya adalah sebagai berikut:

1. Media lisan

114

Ibid 115

Ibid

Page 310: Fiqih dakwah

296

Media lisan merupakan wasilah dakwah yang paling

sederhana yang menggunakan lidah dan suara, yang

diaktualisasikan dalam bentuk khutbah, pidato,

ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan sebagainya.

Wasilah dakwah macam ini merupakan wasilah

dakwah yang sangat populer di tengah-tengah

kehidupan masyarakat.

a. Khutbah

Khutbah merupakan pidato yang memiliki sifat

khusus yang disampaikan oleh seorang khotib di

depan jamaah sebelum shalat Jum’at atau setelah

shalat Id, atau pada waktu-waktu tertentu, yang

berisi tentang nasihat-nasihat agama, untuk

memperkuat iman dan peningkatan taqwa kepada

Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Khutbah dalam Islam banyak macamnya, yaitu

khutbah Jum’at, khutbah idul fitri, khutbah idul adha,

khutbah solat gerhana, khutbah nikah dan khutbah

wukuf di Arafah. Khutbah Jum’at dilaksanakan

seminggu sekali, yaitu pada hari Jum’at sebelum

Page 311: Fiqih dakwah

297

shalat jum’at dilaksanakan. Khutbah idul fitri

dilaksanakan setahun sekali yaitu pada tanggal satu

syawal setelah umat Islam menunaikan ibadah puasa

sebulan penuh. Khutbah Idul Adha dilaksanakan

pada tanggal sepuluh Dzulhijah yang diiringi

setelahnya dengan penyembelihan hewan kurban.

khutbah gerhana dilaksanakan pada waktu

terjadinya gerhana, baik gerhana matahari maupun

gerhana bulan. Khutbah nikah dilaksanakan pada

saat terjadinya akad nikah. Khutbah arafah

dilaksanakan pada waktu terjadi wukuf di arafah

yaitu tanggal sembilan Dzulhijah.

Khutbah memiliki karakteristik khusus, yang

tidak dimiliki oleh ceramah ataupun pidato lainnya,

karena dalam khutbah memiliki rukun khusus yaitu,

1) Memuji Allah116, 2. Membaca Selawat 117, 3.

Wasiat taqwa118, 4. Membaca satu ayat Al-Quran

116

Misalnya seperti pujian berikut ini,

سئ فسب ز أ شس عذ ببهلل ستغفس ستع د ح د ىي اىح إ بىب أ ب

. بدي ى ضيو فال ضو ى د اهلل فال 117

Misalnya seperti shalawat berikut ini,

يى آه إبسا يى سدب إبسا ت بصي د م ح يى آه د ح يى صو ببزك اىي

ف اىعبى إل يى آه إبسا يى إبسا ب ببزمت د م ح يى آه د ح د يى ج د ح118

Misalnya seperti wasiat taqwa berikut ini,

سي أت إال ت ال ت ا اتقا اهلل حق تقبت ءا .ب أب اىر

Page 312: Fiqih dakwah

298

yang difahami, 5. Membaca doa berkenaan urusan

akhirat untuk orang Islam dalam khutbah kedua.

b. Ceramah

Ceramah merupakan bentuk penyajian dakwah

secara lisan baik formal maupun informal yang

disampaikan seseorang da’i di hadapan banyak

pendengar, mengenai suatu hal yang berkaitan

dengan masalah-masalah keislaman.

Agar ceramah dapat berlangsung dengan baik,

dan efektif, serta dapat menyentuh akal dan hati para

jamaah, maka seorang da’i harus membekali dirinya

dengan keahlian dibidang retorika. Dengan demikian,

disamping penguasaan konsepsi Islam dan

pengamalannya, keberhasilan dakwah juga sangat

ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara da’i

sebagai subyek dakwah dan mad’u yang menjadi

obyek Dakwahnya.

فس اىري خيقن ا زبن ب اىبس اتق ب زجبال ب أ بث ب ج ب ش خيق احدة

بب زق ن ي اهلل مب إ األزحب ب اتقا اهلل اىري تسآءى سآء سا .مث

ال سد ا ق ى ق ا اتقا اهلل ءا ب اىر ب أ بن ذ غفس ىن بىن أ دا. صيح ىن

ببعد؛ ب. أ ظ شا فقد فبش ف ى زس طع اهلل

Page 313: Fiqih dakwah

299

c. Kuliah

Kuliah merupakan media dakwah yang lazim

dipakai dalam dunia akademik. Media ini memiliki

peran penting dalam rangka Islamisasi ilmu dan

Islamisasi kehidupan kampus. Lebih-lebih

perkembangan ilmu pengetahuan modern yang

selama ini berkembang di dunia akademik telah

bebas nilai dan terlepas dari akar transendental,

akibat dari pengaruh pemikiran Barat yang sekuler.

Tentunya, metode penyampaikan kuliah tersebut

harus dengan sistem integrasi dan internalisasi nilai

pada setiap mata kuliah yang diajarkan, sehingga

tidak terjadi dualisme dalam memahami konsep

ilmu.

2. Media tulisan

yaitu wasilah dakwah yang dituangkan dalam bentuk

tulisan, seperti buku, majalah, surat kabar, kartu

dakwah, buletin, surat-menyurat, spanduk, dan lain

sebagainya.

Page 314: Fiqih dakwah

300

a. Surat kabar

Surat kabar merupakan alat penunjang untuk

mempercepat sampainya informasi (pesan) yang

disampaikan oleh komunikator (da’i) kepada

komunikan (mad’u). Kehadirannya dewasa ini

memiliki peranan yang penting dalam kaitannya

dengan perubahan sosial di tengah-tengah

masyarakat. Oleh karena itu, memanfaatkan surat

kabar sebagai media dakwah akan sangat membantu

pendakwah dalam mentransformasikan nilai-nilai

ajaran Islam dalam rangka melakukan perubahan

sosial kemasyarakatan menuju kearah yang lebih

baik.

Berdakwah melalui surat kabar dapat dilakukan

dalam bentuk tulisan maupun gambar-gambar yang

mendiskripsikan suatu ajaran dan aplikasinya bagi

kehidupan umat manusia. Dakwah dengan cara ini,

akan lebih tepat dan cepat tersebar ke seluruh

masyarakat, di samping itu masyarakat mudah

memahaminya, sebab surat kabar merupakan media

Page 315: Fiqih dakwah

301

yang telah mampu menjangkau keberadaan

masyarakat.119

Dakwah melalui surat kabar memiliki

karakteristik khusus, karena ia harus mengikuti

teori-teori persurat kabaran, yang mencakup tiga hal

berikut, pertama, komunikasi massa berlangsung

satu arah. Kedua, komunikasinya bersifat

melembaga. Ketiga, pesan-pesan yang disampaikan

bersifat umum. Keempat, pesan-pesan yang

disampaikan lewat media digunakan secara

serempak. Kelima, komunikasinya bersifat

heterogen. Selain itu, bahasa jurnalistik juga

memiliki sifat yang singkat, padat, sederhana, lancar,

jelas, lugas dan menarik. Oleh karena itu penDakwah

harus memperhatikan kaedah-kaedah tersebut

tanpa meninggalkan nilai-nilai ajaran agama, agar

pesan-pesan Dakwah dapat diterima dengan baik

oleh sasarannya.120

119

Bahri Gazali, Da‟wah Komunikatif, Cet. I, Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1997, hlm.43 120

Asep Saiful, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek Cet. 1.

Jakarta: Logos, 1999, hlm.73

Page 316: Fiqih dakwah

302

b. Majalah

Majalah ialah salah satu jenis bahan bacaan yang

diterbitkan secara berkala dan memiliki karakteristik

tersendiri dan berbeda dengan surat kabar, brosur,

jurnal, maupun pamplet, dan sebagainya. Dari sekian

banyak jenis majalah, ada yang bersifat hiburan, ada

pula yang bersifat pengembangan ilmu-ilmu populer,

dan ada pula yang bersifat Dakwah. Ada yang

diterbitkan dalam periode mingguan, bulanan, dua

bulanan, tiga bulanan, dan seterusnya.121

Majalah sebagai salah alat saluran informasi

dapat dimanfaatkan sebagai wasilah dakwah yang

cukup efektif, yaitu dengan menampilkan isi atau

informasi yang bernuansa seruan dengan tujuan

untuk meluruskan aqidah masyarakat, mendidik

akhlak para pembacanya, memberikan wawasan

keislaman kontemporer, bimbingan keluarga

sakinah, konsultasi agama, bimbingan remaja,

pendidikan anak,dan lain sebagainya.

121

Ria Warda, Majalah Sebagai Media Da‟wah, Palopo: Jurnal Al-

Tajdid STAIN Palopo

Page 317: Fiqih dakwah

303

Sebagai sarana pembawa misi keislaman,

majalah dakwah memiliki segi-segi kelebihan

tersendiri, yaitu.

1) Memiliki jangkauan luas, seluas dengan lokasi

domisili pengguna bahasa yang menjadi

pelanggan dari majalah dakwah tersebut.

2) Memiliki aset pelanggan yang banyak, sebanyak

pembaca yang bersimpati terhadap majalah

dakwah yang bersangkutan. Terutama yang

memiliki kecenderungan ide yang sama dengan

ide yang dikembangkan oleh pengelola majalah

dakwah yang bersangkutan.

3) Memuat uraian dan analisis ilmiah yang

berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu dan

aneka pengetahuan. Semuanya itu menjadikan

majalah dakwah berada pada posisi yang setaraf

dengan sumber bacaan atau bahan literatur yang

tentu saja banyak menolong pencinta dan

peminat dalam pengembangan ilmu pengetahuan

misalnya para muballigh, pendidik di bidang

pembinaan moral keagamaan, mahasiswa (calon

sarjana) yang menekuni kegiatan dakwah, bahkan

Page 318: Fiqih dakwah

304

sampai pada kalangan sarjana dan kaum

cendekiawan sekalipun.

4) Bernilai up to date dalam jangka waktu tertentu

jika dibanding dengan sumber bacaan lain

semisal brosur, atau surat kabar.122

Ada beberapa nama majalah dakwah yang

mungkin dapat dijadikan rujukan yang beredar serta

dikenal baik di Indonesia, sebagai berikut:

Majalah UMMI, majalah bulanan yang

beralamatkan Jalan Mede No. 42 Utan Kayu

Jakarta Timur 13120. Keistimewaan majalah ini

adalah mengulas secara tuntas semua masalah

yang berkaitan dengan keluarga dalam perspektif

islam.

Suara Hidayatullah, majalah bulanan yang

diterbitkan oleh para pengelola pesantren

Hidayatullah dan diterbitkan di Surabaya.

Majalah ini banyak mengulas tentang wawasan

122

Ria Warda, Majalah Sebagai Media Da‟wah, Palopo: Jurnal Al-

Tajdid STAIN Palopo

Page 319: Fiqih dakwah

305

Islam, dan gerakan Dakwah yang membendung

arus paham Liberal yang mewabah di Indonesia.

Media Dakwah, juga majalah bulanan yang

diterbitkan oleh Dewan Dakwah Islamiyah

Indonesia dengan alamat redaksi: Jl. Kramat Raya

45 jakarta. Keistimewaan majalah banyak

mengulas tentang strategi Dakwah, pejuang

Islam, Dakwah masyarakat minoritas, pemberan-

tasan kristenisasi khususnya di pedalaman

Indonesia.

Majalah As-Sunnah, majalah bulanan yang

beralamatkan di Jl. Raya Solo - Purwodadi KM. 8

Solo Jawa Tengah 57773 Indonesia. Majalah ini

menyerukan untuk kembali kepada al-Qur'an

dan Sunnah yang shahih dengan pemahaman

Salafush Shalih, serta melakukan gerakan

tashfiyah, yaitu memurnikan ajaran Islam dari

segala noda syirik, bid'ah, khurafat, serta

gerakan-gerakan dan pemikiran-pemikiran yang

merusak ajaran Islam.

Majalah Qiblati, majalah bulanan yang diterbitkan

CV. Media Citra Qiblati Jl. Delima No. 4 Dermo

Page 320: Fiqih dakwah

306

Malang. Keistimewaan majalah ini adalah banyak

mengulas tentang pemurnian aqidah serta

memperkenalkan pada masyarakat luas tentang

manhaj aqidah ahlu sunah wal jama’ah.

c. Buletin

Buletin merupakan salah satu media publikasi

dakwah yang paling sederhana. Baik secara tampilan

atau cara pembuatannya. Tidak memerlukan banyak

halaman, tidak pula memerlukan banyak redaksi dan

cukup dengan menggunakan bahasa yang singkat,

padat, formal dan tepat sasaran, sesuai dengan

kondisi aktual kemasyarakatan. Pada umumnya,

buletin ditujukan kepada khalayak masyarakat lokal

atau pada komunitas tertentu, sehingga

jangkauannya lebih sempit daripada surat kabar atau

majalah.

d. Spanduk

Secara umum spanduk merupakan media atau

alat yang digunakan untuk mempromosikan sebuah

produk atau jasa. Biasanya media ini digunakan oleh

Page 321: Fiqih dakwah

307

perusahaan atau instansi tertentu untuk

mengenalkan pada masyarakat akan barang atau

jasa, agar mereka mengenal dan menggunakan

produk atau jasa yang dipublikasikan tersebut.

Dalam dunia dakwah, setiap da’i dapat

memanfaatkan media spanduk ini untuk

mempromosikan pesan dakwah yang di bawanya.

Media ini dianggap cukup efektif dan mudah dicerna

oleh masyarakat, karena sifat pesan yang

disampaikan dalam bentuk sepanduk biasanya

singkat dan padat, sehingga memudahkan para

pembaca pesan tersebut dalam memahaminya. Lebih

dari itu, spanduk biasanya memiliki daya tarik

tersendiri, khususnya bagi masyarakat awam, karena

tampilan dan bentuknya yang tampak unik dan

menarik, sehingga mengundang perhatian khalayak

ramai ikut serta membacanya.

Pesan dakwah yang ingin disampaikan melalui

media spanduk tersebut, harus disesuaikan dengan

tingkat pemahaman masyarakat setempat, sesuai

kondisi yang tepat, dan tidak provokatif. Misalnya

Page 322: Fiqih dakwah

308

dalam moment memasuki bulan suci Ramadhan, kita

dapat menuliskan pesan dakwah yang berisikan

ajakan untuk berpuasa dan peningkatan ketaqwaan.

Dalam moment Idul Fitri, kita serukan agar

masyarakat mempererat tali silaturahim dan

meningkatkan ukhuwah islamiyah. Dalam moment

idul adha, kita serukan agar masyarakat

meningkatkan kepedulian sosial melalui korban, dan

seterusnya.

3. Media visual

yaitu alat yang dapat dioperasikan untuk

kepentingan dakwah dengan melalui indera penglihatan

seperti film, slide, transparansi, overhead projektor,

gambar, photo, dan lain-lain.123

a. Film

Film merupakan media komunikasi yang efektif

dalam mengkomunikasikan nilai-nilai kepada

masyarakat luas, sehingga dapat mempengaruhi

123

Bahri Ghazali, Da‟wah Komunikatif, Jakarta: 1997, Pedoman Ilmu

Jaya, hlm. 34.

Page 323: Fiqih dakwah

309

perilaku dan perubahan sosial kemasyarakatan. Oleh

sebab itu, bagi da’i dapat memanfaatkan film sebagai

media dakwah yang membantunya dalam

menyampaikan pesan-pesan dakwah.

Film sebagai media dakwah memiliki banyak

kelebihan-kelebihan, yaitu bahwa film merupakan

media yang menyuguhkan pesan yang hidup yang

mudah diingat, dan dicerna oleh masyarakat luas,

sehingga dapat mengurangi keraguan dari apa yang

disuguhkan. Selain itu, secara Psikologis,

penyuguhan secara hidup dan nampak yang dapat

berlanjut dengan animation mempunyai

kecenderungan umum yang unik dalam keunggulan

daya efektifitasnya terhadap penonton. Banyak hal-

hal yang abstrak dan samar-samar serta sulit

diterangkan, dapat disuguhkan pada khalayak secara

lebih baik dan efisien oleh media film ini. Khusus bagi

khalayak anak-anak dan sementara kalangan orang

dewasa cenderung menerima secara bulat, tanpa

Page 324: Fiqih dakwah

310

lebih banyak mengajukan pertanyaan terhadap

seluruh kenyataan situasi yang disuguhkan film.124

b. Gambar foto

Bahasa gambar sangat dibutuhkan dalam dunia

modern saat ini, dalam era komunikasi-informasi ini,

peran gambar semakin besar peranannya dalam

mempengaruhi masyarakat. Gambar tidak saja

penting bagi desainer, tetapi juga penting bagi para

pendakwah, karena hal itu dapat membantu dalam

mempermudah pemahaman obyek dakwah (mad’u)

dalam menerima pesan dakwah.

Bahasa gambar jauh lebih komunikatif

dibandingkan dengan bahasa tulisan dan lisan. Hal

itu sebagaimana diungkapkan C. Leslie Martin (1968)

yang mengatakan “one picture is better than a

thousand words”. Bahasa lisan dan tulisan memiliki

keterbatasan disamping kelebihan-kelebihan yang

dimilikinya. Bahasa lisan dan tulisan mengundang

imajinasi dengan perbedaan-perbedaan interpretasi

124

Hasan Bisri WD, Ilmu Da‟wah, Surabaya: Biro Penerbitan dan

Pengembangan Ilmiah, 1998, hlm. 45

Page 325: Fiqih dakwah

311

visual. Rentang interpretasi sangat tergantung pada

intelegensia dan latar belakang, pendidikan

seseorang saat menerima informasi tersebut. Gambar

melengkapi bahasa lisan dan tulisan dalam kaitan

menjelaskan keberadaan suatu obyek. Gambar

memiliki kemampuan memaparkan lebih rinci dan

membatasi rentang interpretasi.125

Secara umum manfaat atau kelebihan dalam

gambar atau foto sebagai media dakwah adalah:

Memberikan tampilan yang sifatnya konkrit,

sehingga dapat meyakinkan mad’u pada

validitasan materi dakwah.

Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan

waktu.

Gambar atau foto dapat mengatasi keterbatasan

pengamatan mad’u.

Dapat memperjelas suatu masalah, dalam semua

bidang dan semua jenjang usia.

125

Freddy H. Istanto, Gambar Sebagai Alat Komunikasi Visual, Jurnal

NIRMANA Vol. 2, No. 1, Januari 2000, hlm.23

Page 326: Fiqih dakwah

312

Murah harganya dan mudah didapat serta

digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.

Gambar atau foto bisa menggerakkan mad’u

untuk berbuat sesuatu, sesuai dengan apa yang

dilihatnya.

Media gambar tersebut akan lebih efektif

apabila diterapkan dalam progam komputer dan

progam pendukung lainnya, sesuai dengan

kebutuhan pesan dakwah dan kondisi mad’u yang

menjadi sasaran dakwahnya.

4. Media auditif

yaitu alat-alat yang dapat dioperasikan sebagai

sarana penunjang dakwah yang dapat ditangkap melalui

indera pendengaran, seperti radio, tape recorder,

telepon, telegram dan lain-lain.

c. Radio

Salah satu media yang bisa digunakan dalam

kegiatan Berdakwah adalah radio. Dakwah melaui

radio dan dipandang cukup efektif, karena besarnya

Page 327: Fiqih dakwah

313

jumlah pendengar dan merupakan alat media yang

mudah dijangkau oleh lapisan masyarakat luas.

Selain itu, radio juga memiliki daya langsung, artinya

melalui sistem phone in program pendengar dapat

melakukan dialog interaktif dengan da’i yang sedang

menyampaikan pesan dakwah melalui gelombang

radio yang dipancarkan.

Dalam melakukan dakwah melalui radio, da’i

sebagai komunikator harus memperhatikan hal-hal

yang berkaitan dengan karakteristik radio yang

dipergunakan sebagai media untuk menyampaikan

pesanya, sehingga pesan dakwah yang ingin

disampaikan kepada masyarakat luas tercapai

dengan baik. Adapun karakteristik siaran radio dapat

disebutkan sebagai berikut:

Sifat siaran radio hanya untuk didengar (audial

hearable).

Bahasa yang dipergunakan haruslah bahasa tutur.

Para pendengar radio biasanya dalam keadaan

santai, bisa sambil mengemudi mobil, sambil

tiduran, bekerja dan lain sebagainya.

Page 328: Fiqih dakwah

314

Siaran radio hanya bersifat komunikasi satu arah.

d. Telepon/Handphone

Telepon atau handphone (Hp) merupakan

produk kemajuan teknologi komunikasi dan

informasi yang dapat dimanfaatkan oleh para

pendakwah sebagai media pendukung dalam

menyampaikan pesan-pesan dakwah. Yaitu dengan

cara memberdayakan silaturahim dakwah, baik

melaui SMS atau kontak langsung dengan mad’u.

Dalam silaturahim dakwah tersebut sang da’i

dapat menyampaikan pesan dakwah singkat yang

sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u. Cara ini

dianggap sangat efektif, karena secara psikologis

terdapat kedekatan secara personal antara da’i dan

mad’unya, sehingga kemungkinan untuk menerima

pesan dakwah tersebut akan lebih maksimal.

Selain itu, komunikasi dakwah melalui media ini

memiliki tingkat kecepatan yang tinggi dan

jangkauan terhadap khalayak yang luas, sehingga

Page 329: Fiqih dakwah

315

memudahkan sang da’i dalam menjalankan aktivitas

dakwahnya, tanpa harus menguras biaya dan tenaga.

5. Media audio visual

Yaitu alat-alat dakwah yang dapat didengar, dan

sekaligus dapat dilihat seperti televisi, internet, dan lain

sebagainya.

e. Televisi

Telivisi merupakan media yang membawakan

suara dan gambar sekaligus. Dengan demikian, media

ini melibatkan dua indera sekaligus, yakni indra

pendengaran dan penglihatan.

Keberadaan media ini banyak diminati oleh

masyarakat. Buktinysa hampir disetiap rumah dan

setiap kantor dijumpai televisi yang menjadi hiburan

mereka. Bahkan mereka mencetuskan suatu

ungkapan bahwa televisi adalah “kotak ajaib”, yang

dapat memberikan banyak hal seputar informasi dan

pengetahuan dalam kehidupan mereka. Efeknya,

Page 330: Fiqih dakwah

316

tidak jarang apa yang dalam televisi menjadi rujukan

yang dicontoh dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, pemanfaatan media televisi

sebagai media dakwah merupakan hal yang penting

bagi da’i, karena melalui media ini pesan dakwah

lebih mudah tersebar dalam ruang waktu yang tak

terbatas, dan dalam jangkauan yang amat luas,

sehingga akan membawa dampak yang signifikan

terhadap keberhasilan Dakwah yang diembannya.

Selain itu, media televisi juga mampu

menyentuh mad’u yang heterogen dan dalam jumlah

yang besar. Hal ini sesuai dengan salah satu

kharakter komunikasi massa yaitu komunikan yang

heterogen dan tersebar.

Media televisi juga mampu menampung berbagai

varian metode dakwah, sehingga membuka peluang

bagi para da’i memacu kreatifitas dalam

mengembangkan metode dakwah yang paling efektif.

f. Internet

Page 331: Fiqih dakwah

317

Internet merupakan media dakwah yang tidak

bisa dihindari karena sudah menjadi peradaban baru

dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat

global. Dengan adanya akses internet, maka sangat

banyak informasi yang dapat diakses oleh

masyarakat lokal maupun internasional, baik untuk

kepentingan pribadi, pendidikan, dakwah, bisnis dan

lain-lain.

Dakwah melalui jaringan internet dinilai sangat

efektif dan potensial, karena media internet mampu

menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap

dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau,

sehingga dakwah dengan media ini banyak

membawa kemudahan-kemudahan, baik bagi da’i

sebagai penyampai pesan, maupun mad’u yang

menerima pesan.

Dakwah melalui internet dapat dilakukan melalui

fasilitas-fasilitas yang disediakan di dalamnya,

diantaranya adalah sebagai berikut:

Page 332: Fiqih dakwah

318

Jejaring sosial baik melaui facebook maupun

witter. Melaui jejaring ini, kita dapat membuat

catatan berupa pesan-pesan dakwah, tautan,

memasang video dakwah, memperlihatkan

gambar yang mengajak pada kebaikan, bahkan

mengajak orang untuk datang di event dakwah

yang akan kita laksanakan. Lebih dari itu, kita

dapat membuat lembaga dakwah yang dapat

berisi jutaan anggota.

Share video secara online melalui youtube.com.

Dengan fasilitas ini, kita dapat mengaplaod video-

video yang bertemakan dakwah dengan begitu

mudah dan tanpa batas.

Situs atau Blog yang disediakan di internet,

antara lain: wordpress.com, blogspot.com,

weblog.com, multiply.com, co,cc, dan lain-lain.

Dengan fasilitas ini, kita dapat menampilkan

tulisan-tulisan yang berisikan dakwah, baik

tulisan pribadi maupun tulisan orang lain.

Streaming yang disediakan internet, baik

berupa audio streaming dan video streaming.

Dengan fasilitas ini, kita dapat menampilkan

Page 333: Fiqih dakwah

319

banyak pesan dakwah, berupa ceramah-ceramah,

khutbah, seminar, kuliah, dan lain-lain.

Mailing-list, yaitu media pertukaran data

menggunakan email, atau gabungan email.

Dengan fasilitas ini kita dapat mengirim pesan

dakwah melalui email kepada mad’u baik yang

sifatnya personal maupun group.

Internet Messenger dengan fasilitas VOIP (voice

over internet protocol) yaitu penyampaian signal

audio melalui internet. Dengan fasilitas ini

dakwah menjadi lebih murah dibandingkan

memakai telepon konvensional. Selain itu, kita

juga bisa memanfaatkan audio visual dengan

catatan hardwarenya dilengkapi dengan kamera.

Dengan demikian teleconferrence bisa dilakukan

dengan banyak pihak diberbagai tempat yang

terpisah pada saat yang bersamaan.

6. Media akhlak

Yang dimaksud dengan media ini yaitu perbuatan-

perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang

dapat dinikmati serta didengarkan oleh sasaran dakwah.

Page 334: Fiqih dakwah

320

Dakwah bukanlah sekedar teori, dan bukan pula

retorika belaka, tetapi dakwah harus diwujudkan dalam

bentuk keteladan dan tindakan akhlak secara nyata (Al-

qudwah al-hasanah), sehingga mudah dicontoh oleh

masyarakat (mad’u) sebagai obyek dakwah.

Al-qudwah al-hasanah yang dibingkai dalam

aktualisasi sifat-sifat terpuji, akan mampu memberi

motivasi mad’u, bahwa untuk mencapai sifat-sifat yang

mulia ini merupakan hal yang dimungkinkan oleh

siapapun, dan bahwa amal (ketauladanan) ini masih

dalam kapasitas yang dapat dijangkau manusia

umumnya. Dan yang terpenting adalah bukti perilaku

jauh lebih menghujam daripada bukti ucapan.

Kalau kita perhatikan dalam sejarah dakwah Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, salah satu pilar penentu

keberhasilan dakwah kala itu adalah melalui media

keteladanan akhlak. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam

mencontohkan adanya integrasi antara ucapan dan

dengan perbuatan. Apa yang diucapkan oleh Nabi

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah apa yang dikerjakan,

Page 335: Fiqih dakwah

321

sehingga tidak dijumpai kesenjangan antara ucapan dan

perbuatan. Allah berfirman.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu

suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang

mengharap (rahnat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat,

dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)

Ayat di atas secara jelas memberikan rekomendasi

bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah

manusia yang patut untuk dicontoh dan diteladani,

karena akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Artinya apa yang

diucapkan, dan apa yang dikerjakan oleh Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pada hakikatnya adalah

aktualisasi dari nilai-nilai Al-Qur’an, sehingga beliau

dijuluki “Al-Qur’an yang berjalan”. Hal itu sebagaimana

riwayat dari Aisyah ketika ditanya tentang akhlak

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, maka Aisyah menjawab,

Page 336: Fiqih dakwah

322

“Akhlak beliau (Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam)

adalah Al-Qur’an”

Kemudian Aisyah radhiyallahu ‘anha membacakan

ayat,

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi

pekerti yang agung” (Al-Qalam: 4)

Tidak bisa di sembunyikan lagi dampak yang bisa di

ambil dari sosok teladan karena pada dasarnya da’i

merupakan sosok yang menjelaskan dalam bentuk

gambaran yang hidup bagi sebuah pemikiran, dan

penerapan ucapan dalam sebuah dakwah, serta penjelas

yang bisa menjelaskan sejelas-jelasnya bagi sebuah

hujjah (dalil). Tidak perlu diragukan lagi bahwa menjadi

sosok teladan termasuk sebab yang besar yang akan

menumbuhkan kecintaan seseorang dalam hati, dan

munculnya rasa percaya dan yakin dalam akal pikiran.

Page 337: Fiqih dakwah

323

Lebih dari itu, secara psikologis kebanyakan orang yang

didakwahi bisa mengambil manfaat dari para da'i

dengan kisah perjalanan hidupnya yang baik, apa lagi

orang-orang awam dan orang-orang yang ilmunya

sedikit, maka sesungguhnya mereka mengambil manfaat

dari perjalanan hidup seorang da'i dan akhaknya yang

indah serta amal sholehnya yang tidak mereka dapati

dari ucapan dan perkataanya yang mana terkadang

mereka bahkan tidak memahaminya.126

Sebaliknya, ketika seorang da’i yang tidak bisa

memberikan contoh keteladanan yang baik, maka

umpan baliknya adalah berpalingnya masyarakat dalam

merespon dakwah, bahkan tidak jarang dirinya menuai

celaan dan cercaan dari masyarakat yang didakwahinya.

Semua itu, berdampak pada kegagalan dakwah yang

diembannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam

Ibnu Qoyim di mana beliau mengatakan: "Sesungguhnya

manusia terkadang mereka telah mengucapkan (sebuah)

kalimat yang indah (bagus) maka siapa yang mencocoki

perkataanya dengan perbuatannya maka itulah yang

126

Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar Keberhasilan

Seorang Da‟i, Rabwah: Pustaka Islam House, 2012, hlm.43-51

Page 338: Fiqih dakwah

324

telah mendapat bagianya dan siapa yang menyelisihi

perkataanya dengan perbuatannya maka pada

kenyataanya sesunggguhnya ia sedang membuka aib

dirinya sendiri".127

Maka di sini, tampak jelas akan pentingnya

keteladanan (qudwah hasanah) dalam Berdakwah.

Tanpa itu, mustahil dakwah akan berhasil, bahkan yang

terjadi adalah sebaliknya, yaitu dakwah akan gagal dan

hanya sampai pada tataran teori semata. Sungguh indah

perkataan seorang penyair:

Janganlah engkau melarang sesuatu namun engkau

mengerjakannya, Aib bagi dirimu jika engkau tetap

melakukannya.128

Cukuplah bagi seorang muslim membaca firman

Allah Ta'ala berikut ini,

127

Ibnu Qayyim, Al-Fawaid, hlm. 192. 128

Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar Keberhasilan

Seorang Da‟i, Rabwah: Pustaka Islam House, 2012, hlm.43-51

Page 339: Fiqih dakwah

325

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu

mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat

besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan

apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Ash-Shaaf: 2-3)

Dalam rangka menjadikan akhlak sebagai media

Dakwah, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan

oleh setiap da’i agar tidak melanggar rambu-rambu

syari’at, sebagaimana berikut ini:

a. Hendaklah setiap da’i ikhlas dalam memberikan

keteladanan, dengan meniatkan seluruh tutur kata

dan tindakannya dalam rangka mendekatkan diri

kepada Allah Ta’ala dan untuk mengantarkannya

kepada surga-Nya. Dan ini merupakan faktor

pendorong yang besar dari sekian aspek pendorong

lahirnya ketauladanan yang baik. Setidaknya ia

merupakan pondasi dan esensi keteladanan. Dengan

demikian seluruh faktor pendorong lainnya dibangun

di atasnya.

Page 340: Fiqih dakwah

326

b. Hendaknya setiap da’i selalu beramal shaleh yang

selaras dengan prinsip al-ittiba’, karena tidak disebut

al-qudwah al-hasanah apabila amalannya menyelisihi

Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, demikian

juga, bukanlah al-qudwah al-hasanah apabila

amalannya bercampur bid’ah , dan kemaksiatan

serta amalan buruk lainnya.

c. Hendaknya apa yang diucapkan adalah apa yang

dikerjakan. Keselarasan sikap atas ucapan ini harus

selalu beriringan yang tidak boleh dipisah-pisahkan.

Bukanlah al-qudwah al-hasanah, apabila sikapnya

berlawanan dengan apa yang diucapkan.karena Allah

berfirman, Artinya, “Hai orang-orang yang beriman,

mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu

perbuat?” (Ash-Shaff: 2)

d. Menghiasi diri dengan akhlak-akhlak terpuji, dan

khususnya untuk pokok-pokok akhlak seperti

kesantunan, kesabaran, kejujuran, keberanian,

komitmen, kebijaksanaan, keadilan dan lain

sebagainya.

e. Semua prinsip tersebut harus didukung dengan

himmah aliyah yakni tekad yang kuat, maka dengan

Page 341: Fiqih dakwah

327

tekad ini akan menjdai instrumen pendorong dalam

menguatkan ketauladan yang baik pada jiwa setiap

da’i.

7. Media harta

a. Keutamaan harta sebagai media Dakwah

Harta dalam Islam merupakan media ibadah dan

Dakwah. Dengan harta yang dimiliki, seorang muslim

menjadikannya sebagai wasilah untuk menggapai ridha

Allah, dan sekaligus untuk menegakkan agama Allah di

muka bumi ini.Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu

aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat

Page 342: Fiqih dakwah

328

menyelamatkanmu dari azab yang pedih?. (yaitu)

kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan

berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.

Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan

memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di

bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu)

ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn.

Itulah keberuntungan yang besar. dan (ada lagi)

karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu)

pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat

(waktunya). dan sampaikanlah berita gembira

kepada orang-orang yang beriman.” (Ash-Shaf: 10-

13)

Ayat tersebut secara tegas menawarkan kepada

setiap muslim agar menjadikan harta yang

dimilikinya sebagai perniagaan di jalan Allah, yang

berbuahkan syurga. Bahkan di ayat yang lain, secara

tegas Allah menawarkan pinjaman dengan bunga

pahala yang berlipat,

Page 343: Fiqih dakwah

329

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada

Allah dengan pinjaman yang baik?, maka Allah akan

melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya dan

dia akan memperoleh pahala yang banyak” (Al

Hadid: 11)

Merespon ayat ini, Abud Dahdaa Al Anshori ( أبو

mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah (الدحداح األنصاري

Allah menginginkan pinjaman dari kami?” Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab, “Betul, wahai

Abud Dahdaa.” Kemudian Abud Dahdaa pun berkata,

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah tanganmu.” Rasulullah

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pun menyodorkan

tangannya. Abud Dahdaa pun mengatakan, “Aku telah

memberi pinjaman pada Rabbku kebunku ini. Kebun

tersebut memiliki 600 pohon kurma.”Ummud Dahda,

istri dari Abud Dahdaa bersama keluarganya ketika itu

berada di kebun tersebut, lalu Abud Dahdaa datang dan

berkata, “Wahai Ummud Dahdaa!” “Iya,” jawab istrinya.

Abud Dahdaa mengatakan, “Keluarlah dari kebun ini.

Aku baru saja memberi pinjaman kebun ini pada

Rabbku.”Dalam riwayat lain, Ummud Dahdaa menjawab,

“Engkau telah beruntung dengan penjualanmu, wahai

Page 344: Fiqih dakwah

330

Abud Dahdaa.” Ummu Dahda pun pergi dari kebun tadi,

begitu pula anak-anaknya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi

wa Sallam pun terkagum dengan Abud Dahdaa. Beliau

Shalallahu 'Alaihi wa Sallam lantas mengatakan, “Begitu

banyak tandan anggur dan harum-haruman untuk Abud

Dahdaa di surga.” Dalam lafazh yang lain disebutkan,

“Begitu banyak pohon kurma untuk Abu Dahdaa di

surga. Akar dari tanaman tersebut adalah mutiara dan

yaqut (sejenis batu mulia)".129

Banyak sekali keutamaan bagi orang yang

menjadikan hartanya sebagai wasilah Dakwah,

diantaranya adalah sebagaimana berikut ini,

1) Berdakwah dengan harta merupakan bukti

kesungguhan iman seseorang. Allah berfirman.

129

Ibn Kastir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, Dar Al-Thaibah, 2002,

Vol.9, hlm.15

Page 345: Fiqih dakwah

331

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu

hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)

kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka

tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad)

dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.

mereka Itulah orang-orang yang benar”. (Al-

Hujurat: 15)

“Memberikan harta yang dicintainya kepada

kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,

musafir (yang memerlukan pertolongan) dan

orang-orang yang meminta-minta; dan

(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan

shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang

yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan

orang-orang yang sabar dalam kesempitan,

Page 346: Fiqih dakwah

332

penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah

orang-orang yang benar (imannya); dan mereka

Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-

Baqarah:177)

2) Berdakwah dengan harta akan mendatangkan

ketenangan dan kebahagiaan hidup. Allah

berfirman.

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di

malam dan di siang hari secara tersembunyi dan

terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala

di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap

mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

(Al-Baqarah: 274)

3) Berdakwah dengan harta akan dilipatgandakan

pahalanya sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan

sampai tak terhingga. Allah berfirman,

Page 347: Fiqih dakwah

333

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)

orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan

Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang

menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir

seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)

bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha

Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-

Baqarah: 261)

Rasulullah saw bersabda,

“Tidaklah seorang bershadaqah dari sesuatu yang

baik –Allah tidak menerima kecuali yang baik-

kecuali Allah akan mengambilnya dengan tangan

kananNya. Apabila berbentuk korma maka akan

Page 348: Fiqih dakwah

334

berlipat ganda di tangan Allah hingga lebih besar

dari gunung.” (HR. Muslim)

Rasulullah saw bersabda,

“Datang seorang membawa onta yang sudah ada

tali kekangnya, lalu berkata: Ini untuk

dipergunakan dijalan Allah. Maka Rasulullah

menjawab: Kamu mendapatkannya di hari kiamat

berupa tujuh ratus onta semuanya ada tali

kekangnya.” (HR. Muslim)

4) Berdakwah dengan harta akan dibalas dengan

syurga. Allah berfirman,

Page 349: Fiqih dakwah

335

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari

keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan

menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan

kepada mereka, secara sembunyi atau terang-

terangan serta menolak kejahatan dengan

kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat

tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) syurga ‘Adn

yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama

dengan orang-orang yang saleh dari bapak-

bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya,

sedang malaikAt-malaikat masuk ke tempAt-

tempat mereka dari semua pintu; (sambil

mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima

shabartum.” Maka Alangkah baiknya tempat

kesudahan itu.” (Ar-Ra’d: 22-24)

5) Berdakwah dengan harta akan mendatangkan

keberkahan dari Allah, sebagaimana terdapat

dalam firman-Nya,

Page 350: Fiqih dakwah

336

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan,

maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah

Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Saba’: 39)

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah

radhiyallahu ‘anhu juga disebutkan,

“Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba

melewati paginya kecuali akan turun (datang)

dua malaikat kepadanya lalu salah satunya

berkata; "Ya Allah berikanlah pengganti bagi

siapa yang menafkahkan hartanya", sedangkan

yang satunya lagi berkata; "Ya Allah berikanlah

kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang

menahan hartanya (bakhil)." (HR. Bukhari)

Page 351: Fiqih dakwah

337

“Berinfaklah wahai Bilal! Janganlah takut

hartamu itu berkurang karena ada Allah yang

memiliki ‘Arsy (Yang Maha Mencukupi).” (HR. Al-

Bazzar)

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR.

Muslim)

b. Alakosi harta dalam dakwah

Harta yang diinfaqkan dalam kegiatan dakwah,

memiliki andil yang besar dalam menentukan

keberlangsungan proses dakwah. Hal itu karena harta

berfungsi sebagai bahan bakar yang akan mendorong

dan menggerakkan mesin dakwah agar tetap berjalan.

Agar harta sebagai media dakwah berperan efektif,

maka harus dialokasikan dalam hal-hal berikut ini:

1) Kegiatan bimbingan masyarakat, yaitu dengan

mengalokasikan dana untuk pembinaan keagamaan

masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan melaui:

Page 352: Fiqih dakwah

338

g) Pembiayaan dauroh ilmiyah (bimbingan

membaca Al-Qur’an, kajian fikih, kajian hadist,

kajian tafsir dan kajian lainnya)

h) Pembiayaan website dakwah

i) Kafalah duat (pembiayaan untuk pengiriman

para da’i ke daerah-daerah yang keislamannya

minoritas, atau daerah-daerah yang rawan

pemurtadan)

j) Pembiayaan rihlah da’wiyah (wisata ruhani)

2) Kegiatan sosial, yaitu dengan mengalokasikan dana

dakwah untuk kepentingan hal-hal berikut ini:

k) Ifthor jama’i pada bulan ramadhan

l) Beasiswa pendidikan kaum dhuafa

m) Santunan fakir miskin

n) Progam haji dan umrah kaum dhuafa

o) Pengobatan gratis untuk kaum dhuafa

p) Pemberdayaan ekonomi rakyat kecil

q) Hadiah lebaran idul fitri untuk dhuafa

r) Kurban idul adha untuk faqir miskin

s) Fasilitas ibadah

t) Pembangunan masjid

u) Pembangunan ma’had

Page 353: Fiqih dakwah

339

v) Pembangunan madrasah

w) Pembangunan rumah sakit

x) Pembagian mushaf Al-Qur’an secara gratis

y) Pembagian seperangkat alat shalat secara gratis

z) Pembagian bacaan dakwah, seperti kartu

dakwah, buku saku dakwah, buletin, majalah, dll

DAFTAR PUSTAKA

1. ‘Abd al-Rahman bin Nashir as-Sa’di, Taysir Al-

Karim Al-Rahmân fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Al-

Qahirah: Dar al-Hadits, 2002.

Page 354: Fiqih dakwah

340

2. Abd al-Rahman bin Nashir as-Sa’di, Taysir Al-

Karim Al-Rahmân fi Tafsir Kalam Al-Mannan, Al-

Qahirah: Dar al-Hadits, 2002.

3. Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Nawaqidl Al-

Iman, Penerjemah Abu Azka Faridy, Maktab

Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2010.

4. Abdul Karim Zaidan, Ushul Al-Dakwah, Baghdad :

Maktabah Alukah,1975.

5. Abdul Karim Zaidan, Ushul Al-Dakwah, Beirut :

Muassasah Al-Risalah,1993.

6. Abdul Malik Al-Qasim, Amar Ma'ruf dan Nahi

Munkar, Rabwah : Pustaka Islamhouse, 2009.

7. Abdul Rahman An-Nahlawi, Usul al Tarbiyah al

Islamiyah wa Asalibuha fi al bayt wa al madrasah

wa al mujtama, Beirut : Daar al Fikr,, 2001.

8. Abdul Rahman An-Nahlawi, Usul al Tarbiyah al

Islamiyah wa Asalibuha fi al bayt wa al madrasah

wa al mujtama, Beirut : Daar al Fikr,, 2001.

9. Abdul Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam ,

Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

10. AbdulLathif, Al-Ikhlash Wa Al-Syirk Al-Ashghar,

Darul Wathan,1412 H.

Page 355: Fiqih dakwah

341

11. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr, Asyr al-

Qawa’id fii Al-Istiqamah, Rabwah : Islam House.

12. Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari

al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an, cet ke-1,

Beirut: Dar al-Fikr, 1999.

13. Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari

al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an, cet ke-1,

Beirut: Dar al-Fikr, 1999.

14. Ahmad Alim, Pendidikan Jiwa Ibn Jauzi dan

Relevansinya dengan Pendidikan Spiritual

Manusia Modern, Bogor : Univ. Ibn Khaldun, 2011.

15. Aisha B. Lemu, Laxity, Moderation and Extremism,

Herndon USA: IIIT, 1993.

16. Alain Danielou, Gods of India: Hindu Polytheism,

(New York: Inner Traditions International, 1985).

17. Al-Fakhr al-Razi, Al-Tafsir al-Kabir, cet. ke-1,

Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-‘Arabi, 1995.

18. Al-Fayruz Abadi, al-Qamus al-Muhith; atau Ibn

Manzhur, Lisan al-‟Arab; Al-Raghib al-Ashfihani,

Mufradat Alfazh al-Qur‟an; Al-Tahanawi, Kasysyaf

Ishthilahat al-Funun wa al-‟Ulum.

Page 356: Fiqih dakwah

342

19. Al-Ghazali, Ihya’ Ulum Al-Din, Beirut: Al-

Maktabah Al-Ashriyah, 1420 H.

20. Al-Ghazali, Ihya’ Ulum Al-Din, Beirut : Maktabah

Al-Ashriyah, 2003, vol. III, hlm. 79, lihat juga Al-

Ghazali, Ma’arij Al-quds, hlm.92).

21. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar

Keberhasilan Seorang Da'i, Rabwah : Pustaka

Islamhouse,2012.

22. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar

Keberhasilan Seorang Da'i, Rabwah : Pustaka

Islam House, 2012 .

23. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar

Keberhasilan Seorang Da'i, Rabwah : Pustaka

Islam House, 2012.

24. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar

Keberhasilan Seorang Da'i, Rabwah : Pustaka

Islam House, 2012.

25. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar

Keberhasilan Seorang Da'i, Rabwah : Pustaka

Islam House,2012.

Page 357: Fiqih dakwah

343

26. Ali bin Umar bin Ahmad Ba Dahdah, Pilar-Pilar

Keberhasilan Seorang Da'i, Rabwah : Pustaka

Islam House,2012.

27. Al-Jurjani, Al-Ta’rifat, term (القن)

28. Al-Marwazi, Ta’dzim Al-Shalat, Madinah

Munawarah : Maktabah Al-Dar, 1406 H.

29. Al-Nawawi, Riyâdh al-Shâlihîn, Jeddah: Dar al-

Qiblah lil-Tsaqafah al-Islamiyah, 1990.

30. Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Kairo :

Dar Al-Hadist, 1414 H.

31. Anis Malik Thoha, Konsep Wahyu Dan Nabi Dalam

Islam, Bogor : Univ. Ibn Khaldun,2011.

32. Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, Jakarta :

Ghalia Indonesia, 1984.

33. Anwar Arifin, Strategi Komunikasi Sebuah

Pengantar Ringkas, Cet. III; Bandung: Armico,

1994.

34. Aristotle Metaphysics (translated by Richard

Hope), (New York: Columbia University Press,

1952).

35. Asep Saiful, Jurnalistik Pendekatan Teori dan

Praktek, Cet. 1. Jakarta: Logos, 1999.

Page 358: Fiqih dakwah

344

36. Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah

Islam, Cet. I; Surabaya: al-Ikhlas, 1983.

37. As-Syaukani, Fath Al-Qadir, Kairo : Dar Al-

Ma’rifah, 2004.

38. At-Tuwaijri, Muhammad bin Ibrahim Ringkasan

Fiqih Islam : Dakwah Kepada Allah, Rabwah :

Pustaka Islamhouse,2009.

39. Bahri Gazali, Dakwah Komunikatif, Cet. I, Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 1997.

40. Bambang Noorsena, The History of Allah, (Yogya:

PBMR Andi, 2005).

41. Bambang Noorsena, The History of Allah,

(Yogyakarta: Andi, 205).

42. Bambang Noorsena, The History of Allah.

43. C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi:

Perkembangan Pemikiran tentang Yesus Kristus

pada Umat Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 1988).

44. Dr. D.L. Baker et.al .Pengantar Bahasa Ibrani

Jakarta: BPK, 2004).

45. Dr. Harun Hadiwijono Inilah Sahadatku( Jakarta:

BPK 2001).

Page 359: Fiqih dakwah

345

46. Drs. Azhari Akmal Tarigan M.Ag, (Ciputat:

Kultura, 2007).

47. E.A. Livingstone, Oxford Concise Dictionary of

Christian Church, (Oxford: Oxford University

Press, 1996).

48. Emile Durkheim, The Elementary Forms of

Religious Life, trld. into English by Carol Cosman

(Oxford: Oxford University Press, c2001).

49. Frans Magnis Suseno, Menalar Tuhan,

(Yogyakarta: Kanisius, 2006).

50. Freddy H. Istanto, Gambar Sebagai Alat

Komunikasi Visual, Jurnal NIRMANA 1, Januari

2000.

51. Harold Bloom, Jesus and Yahweh, (New York:

Riverhead Books, 2005).

52. Hasan Bisri WD, Ilmu Dakwah, Surabaya: Biro

Penerbitan dan Pengembangan Ilmiah, 1998.

53. Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma Dalam

Pendidikan Islam Dan Sains Sosial, Jakarta : Gaya

Media Pratama, 2002.

54. Herlianto, Siapakah Yang Bernama Allah Itu?

(Jakarta: BPK, 2005, cetakan ke-3).

Page 360: Fiqih dakwah

346

55. Huston Smith, The World’s Religion, (New York:

Harper CollinsPubliser, 1991).

56. I.J. Setyabudi, Kontroversi Nama Allah, (Jakarta:

Wacana Press, 2004).

57. IB Suparta Ardhana, Sejarah Perkembangan

Agama Hindu, (Denpasar: Paramita, 2002).

58. Ibdalsyah, Problematika Dakwah Islam, Makalah

disampaikan pada Training Pelatihan Khatib

Majelis Ta’mir Masjid Al-Hijri II Universitas Ibn

Khaldun Bogor, 22-23 Rajab 1426 H/27-28

Agustus 2005 M.

59. Ibn A’syur, Al-Tahrir wa Al-Tanwir, Maktabah Dar

Al-Sahnun.

60. Ibn Atsir, An Nihayah Fi Gharib al Hadits wa al

Atsar, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, Beirut : Daar al

Ma’rifah, 2001.

61. Ibn Faris, Mu’jam maqayis Al-Lughah, Libanon :

Dar Al-Fikr, 1415 H.

62. Ibn Faris, Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Beirut Dar

Al-Fikr, 1994.

63. Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh : Dar

Al-Salam, 1418 H.

Page 361: Fiqih dakwah

347

64. Ibn Hajar Al-Ashqalani, Fath Al-Bari, Riyadh : Dar

Al-Salam, 1418 H.

65. Ibn Jauzi, Al-Thib Al-Ruhani, Kairo : Maktabah Al-

Tsaqafah, 1986.

66. Ibn Jauzi, Al-Thibb Al-Ruhi, tahqiq Abdul Aziz

Izzuddin Al-Sairawani, Damaskus : Dar Al-Anwar,

1993,hlm. 35-36.

67. Ibn Jauzi, Al-Thibb Al-Ruhi, tahqiq Abdul Aziz

Izzuddin Al-Sairawani, Damaskus : Dar Al-Anwar,

1993.

68. ibn Kastir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Dar Al-

Thaibah,2002.

69. Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adhim, (Riyadh:

Maktabah Darus Salam, 1994.

70. Ibn Khalid Al-Qahthani, Al-Hikmah Fii Al-Dakwah

Ilallah, Riyadh : Jam’ah Al-Imam Ibn Sa’ud, 1992.

71. Ibn Mandzur, Lisan Al-Arab, Beirut : Dar Al-

Shadir, 2005, term (قن)

72. Ibn Miskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq, Beirut : Dar

Maktabah Al-Hayat, 1398.

73. Ibn Miskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq, Beirut : Dar

Maktabah Al-Hayat, 1398 H.

Page 362: Fiqih dakwah

348

74. Ibn Miskawih, Tahdzib Al-Akhlaq, terj. Menuju

Kesempurnaan Akhlak, Bandung : Mizan, 1994.

75. Ibn Qayyim Al-Jauziyah, Madarij Al-Salikin, Dar

Al-Kutub Al-Arabi, 1996, Bab Al-Manazil

76. Ibn Qayyim, Madarij Al-Salikin, Kairo : Dar Al-

Shofa, 2004.

77. Ibn Taymiyyah, Al-Jawab al-Shahih li-man

Baddala Din al-Masih, diedit oleh Dr. „Ali ibn

hasan et al. (Riyadh: Dar al-‟Ashimah: 1414H.).

78. Imad al-Dîn Abu al-Fida` Ismail bin Katsir al-

Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur`an Al-‘Azhim,

Beirut: Dar al-Fikr, 198.

79. Isma‟il R. Al-Faruqi, „Huquq Ghair al-Muslimin fi

al-Dawlah al-Islamiyyah: Al-Awjuh al-Ijtima‟iyyah

wa al-ThaqAfiyyah,‟ dalam Al-Muslim al-Mu‟ashir,

264, 1981.

80. Isma‟il R. Al-Faruqi, Islam and Other Faiths, diedit

oleh Ataullah Siddiqui (Leicester: The Islamic

Foundation, 1998M./1419H).

81. J.M. Rodwell (terbitan J.M. Dent Orion Publishing

Group, London, 2002.

Page 363: Fiqih dakwah

349

82. Jo Priastana, Be Buddhist Be Happy, (Jakarta:

Yasodhara Puteri Jakarta, 2005).

83. John W. Harvey (Harmondsworth, Middlesex,

Victoria: Penguin Books, [1917] 1959).

84. Karen Armstrong, Sejarah Tuhan (Terj),

(Bandung: Mizan, 2001).

85. M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif

Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi

Dakwah, Cet. I; Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997.

86. Maj'mu Fatawa Ibnu Taimiyyah 15/157.

87. Marvin Perry, Western Civilization The

Encyclopedia Britannica, (London: The

Encyclopaedia Britannica Company Ltd., 1926).

88. Marvin Perry, Western Civilization: A Brief History,

(New-York: Houghton Mifflin Company, 1997).

89. Max L. Margolis dan Alexander Marx, A History of

the Jewish People.

90. Michael Baigent, Richard Leigh, Henry Lincoln,

The Messianic Legacy, (New York: Dell Publishing,

1986).

91. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Ed. I, Jakarta:

Kencana, 2004

Page 364: Fiqih dakwah

350

92. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Ed. I, Jakarta:

Kencana, 2004.

93. Muhammad Ali al-Hasyimi, Amar Ma'ruf Nahi

Munkar dalam Masyarakat Muslim, Rabwah :

Pustaka Islamhouse, 2009.

94. Muhammad Ali as-Shabuni, at-Tibyan fi Ulumil

Quran, (Beirut: Darul Irsyad, 1970).

95. Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan

Fiqih Islam : Dakwah Kepada Allah, Rabwah :

Pustaka Islamhouse,2009.

96. Muhammad Fu’ad Abd Baqi, Mu’jam Al-Mufahras

Lii Al-Fadz Al-Qur’an, Beirut : Dar Fikr, 1987.

97. Muhammad Ibn Abdillah Al-Andalusi, Ahkam AL-

Qur’an, Dar Al-Kutub AL-Ilmiyah.

98. Muhammad Ibn Abi Bakar Al-Razi, Mukhtar Al-

Shihah, Madinah Munawarah : Dar Al-thaibah,

1987.

99. Muhammad Ibn Ahmad Ibn Salim As-Safarayini,

Ghada’ Al-Albab Fii Syarh Mandzumah Al-Adab,

Cordova : Muassasah Qurtubah.

Page 365: Fiqih dakwah

351

100. Muhammad Ibn Muflih Al-Maqdisi, Al-Adab Al-

Syar’iyyah wa Al-Minah Al-Mar’iyyah, Maktabah

Alam Al-Kutub.

101. Muhammad Jamil Zainu, Aqidah Setiap

Mukmin, Pustaka Abu Salma,2007.

102. Muhammad Nasir, Fiqh ad-Dakwah,

International Islamic Federation of Student

Organization, Salimiyah Kuwait, 1981.

103. Nashville: Abingdon Press, 1989; Douglas C.

Hall, The Trinity, (Leiden: EJ Brill, 1992).

104. Pdt. A.H. Parhusip, Wasapadalah terhadap

Sekte Baru, Sekte Pengagung Yahweh, (2003).

105. Prof. Dr. Nurcholish Madjid untuk buku Islam

Mazhab HMI.

106. Prof. Dr. Paul Letink, guru besar filsafat Yunani,

bahasa Yunani dan bahasa Latin, di ISTAC-IIUM

Kuala Lumpur.

107. Ramli Abdul Wahid, Urgensi Jaringan Dakwah

Di Era Global, www.dewandakwah.com

108. Rasyid Ridha, al-Wahy al-Muhammadi (Beirut:

Dar al-Kutub al-‟Ilmiyyah: 2005).

Page 366: Fiqih dakwah

352

109. Rasyid Ridha, dan Muhammad Sa‟id Ramadhan

Al-Buthi, Kubra al-Yaqiniyyat al-Kawniyyah

(Dimasyq: Dar al-Fikr, [1982] 1985).

110. Sa’id Ibn Khalid Al-Qahthani, Al-Hikmah Fii Al-

Dakwah Ilallah, Riyadh : Jam’ah Al-Imam Ibn

Sa’ud, 1992.

111. Sa‟d al-Din al-Taftazani, Syarh al-Aqa‟id al-

Nasafiyyah (Karachi: Maktabah Khair Katsir).

112. Salim bin ‘Id al Hilali , Bahjatun Nazhirin

Syarhu Riyadh ash Shalihin, Dammam, Daar Ibn al

Jauzi, 1422 H.

113. Shalih bin Fauzan al-Fauzan , Muhadhoroot fil

Aqidah wad Dakwah oleh Fadhilatusy Syaikh,

Kairo : Shalih bin Fauzan al-Fauzan ,2003.

114. Sigmund Freud, The Future of An Illusion, trld.

into English and edited by James Stracey, with a

biographical introduction by Peter Gay. (New York :

Norton, c1989).

115. Simon Price and Emily Kearns The Oxford

Dictionary of Classical Myth and Religion,

(Oxford:Oxford University Press, 2004).

Page 367: Fiqih dakwah

353

116. Sulaiman Al-Anazi, Ushlub Al-Targhib Wa

Tarhi Fi Al-Qur’an Wa Atsaruhu Fi Al-Dakwah,

http://www.tafsir.net/vb/tafsir25015/

117. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena

to the Metaphysic of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC,

1995).

118. Syekh Ali Mahfudz, Hidayah Mursyidin ila

Turuqi al-Nash wa al-Khatabah, Beirut: Dar al-

Ma’arif.

119. Tafsir ath-Thabari 11/53.

120. Taufiq Yusuf Al-Wa’iy, Fiqih Dakwah Ilallah,

Jakarta : Penerbit Al-I’Tishom, 2011.

121. Taufiq Yusuf Al-Wa’iy, Fiqih Dakwah Ilallah,

Jakarta : Penerbit Al-I’Tishom, 2011.

122. Th.C.Vriezen Agama Israel Kuno, (Jakarta:

Badan Penerbit Kristen, 2001).

123. Totem and Taboo, trld. into English by James

Stracey (London: Ark Paperbacks, 1960).

124. Wilfred C. Smith, The Meaning and End of

Religion (London: SPCK, [1962] 1978).

125. Yusuf al-Qardhawi, Islam Ekstrim, terj.

Bandung: Mizan, 1991.

Page 368: Fiqih dakwah

354