final ppt lapkas

64
BAB 1 PENDAHULUAN Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir, 2003). Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. 1,2 Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/ meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009; Morris dkk, 2000). Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki- laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009). Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980 hingga 2005. Penurunan

Upload: xihuichin

Post on 28-Nov-2015

64 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

neurologi

TRANSCRIPT

Page 1: Final Ppt Lapkas

BAB 1

PENDAHULUAN

Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir, 2003).

Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di

jaringan otak. 1,2

Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan

meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang

diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/ meningkatnya harapan hidup. Terdapat

beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009;

Morris dkk, 2000). Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7%

dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke

adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia (Ali dkk, 2009;

carnethon dkk, 2009). Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-

rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1%

pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari

tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada

perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi

1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia ≥ 65 tahun pada laki-laki

dibandingkan perempuan. 3

Arachnoid cyst atau kista arachnoid merupakan kantung berisi cairan yang terjadi pada

membran arakhnoid yang menutupi otak (intrakranial) dan sumsum tulang belakang (spinal).

Lokasi yang paling umum untuk kista arachnoid intrakranial adalah fosa tengah (dekat lobus

temporal), wilayah suprasellar (dekat ventrikel ketiga) dan fossa posterior, yang berisi otak kecil,

pons, dan medulla oblongata. Arachnoid cyst biasanya muncul di daerah yang kaya arachnoid,

dan 50% berada di fisura Sylvian.

Page 2: Final Ppt Lapkas

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Anamnesis

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Nurlela

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 39 tahun

Agama : Islam

Alamat : Jln. Sunggal, No 55, Medan

Status : Sudah kawin

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Tanggal masuk : 24 Desember 2012

2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan utama : Lemah tungkai dan lengan sebelah kiri.

Telaah : Dialami pasien kira-kira 7 bulan ini, berlaku secara perlahan-lahan. Awalnya pasien

mengeluhkan nyeri kepala yang dengan intensitas sedang terutama pada pagi hari. Nyeri kepala

tidak disertai muntah, kejang(+) dialami dalam 4 bulan ini. Bersifat separuh badan. Kejang

diawali pada tubuh sebelah kanan, frekuensi 3 kali dalam sehari, lama 5 menit. Riwayat pingsan

(-)

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas

Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas

ANAMNESA TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Dalam batas normal

Traktus Respirotorius : Dalam batas normal

Traktus Digestivus : Dalam batas normal

Traktus Urogenitalis : Dalam batas normal

Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak jelas

Page 3: Final Ppt Lapkas

Intoksikasi dan obat-obatan : Tidak jelas

ANAMNESA KELUARGA

Faktor Herediter : Tidak jelas

Faktor Familier : Tidak jelas

Lain-lain : -

ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan pertumbuhan : Normal

Imunisasi : Tidak jelas

Pendidikan : Tamat SLTP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Perkawinan dan Anak : Sudah kawin

2.3. Pemeriksaan Jasmani

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 82 x/i

Frekuensi Nafas : 22 x/i

Temperatur : 37,0 °C

Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal

Kelenjar dan Getah Bening : Dalam batas normal

Persendian : Dalam batas normal

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan posisi : Bulat, medial

Pergerakan : Pergerakan normal

Kelainan Panca Indera : Tidak dijumpai

Rongga Mulut dan Gigi : Normal

Kelenjar Parotis : Normal

Desah : Tidak dijumpai

Page 4: Final Ppt Lapkas

RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga dada Rongga abdomen

Inspeksi : Simetris fusimormis Simetris

Perkusi : Sonor Timpani

Palpasi : SF ka=ki, normal Soepel, H/L/R : ttb

Auskultasi : Vesikuler Peristaltik (+) N

GENITALIA

Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.4. Pemeriksaan Neurologis

SENSORIUM : CM, GCS 15

KRANIUM

Bentuk : Bulat

Fontanella : Tertutup

Palpasi : Dalam batas normal

Perkusi : Dalam batas normal

Auskultasi : Tidak diperiksa

Transiluminasi : Tidak diperiksa

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku kuduk : -

Tanda kernig : Tidak dijumpai

Tanda Laseque : Tidak dijumpai

Tanda Brudzinski I : Tidak dijumpai

Tanda Brudzinski II : Tidak dijumpai

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : Tidak dijumpai

Sakit kepala : +

Kejang : +

Page 5: Final Ppt Lapkas

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia + +

Anosmia - -

Parosmia - -

Hiposmia - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Visus 2/300 2/300

Lapangan Pandang

Normal + +

Menyempit - -

Hemianopsia - -

Scotoma - -

Refleks Ancaman + +

Fundus okuli

Warna Tidak dilakukan pemeriksaan

Batas Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekskavasio Tidak dilakukan pemeriksaan

Arteri Tidak dilakukan pemeriksaan

Vena Tidak dilakukan pemeriksaan

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata Dalam batas normal Dalam batas normal

Nistagmus Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Pupil

Lebar diameter 3mm diameter 3mm

Bentuk isokor isokor

Refleks Cahaya Langsung (+) (+)

Refleks Cahaya Tidak Langsung (+) (+)

Page 6: Final Ppt Lapkas

Rima Palpebra 7mm 7mm

Deviasi Konjugate Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Fenomena Dolls Eye Tidak dilakukan pemeriksaan

Strabismus Tidak dijumpai Tidak dijumpai

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

Membuka dan menutup mulut Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Palpasi Otot Masseter dan Temporalis Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Kekuatan Gigitan Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Sensorik

Kulit Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Selaput Lendir Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Refleks Kornea

Langsung (+) (+)

Tidak Langsung (+) (+)

Refleks Masseter Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Refleks Bersin Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

Mimik Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Kerut kening Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Menutup mata Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Meniup Sekuatnya Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Memperlihatkan Gigi Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Tertawa Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Sensorik

Pengecapan 2/3 depan lidah Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Produksi kelenjar ludah Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Hiperakusis Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Page 7: Final Ppt Lapkas

Refleks stapedial Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

Pendengaran Dalam Batas Normal Gangguan Pendengaran

Test Rinne Tidak dilakukan pemeriksaan

Test Weber Tidak dilakukan pemeriksaan

Test schwabach Tidak dilakukan pemeriksaan

Vestibularis

Nistagmus Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Reaksi Kalori Tidak dilakukan pemeriksaan

Vertigo Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Tinnitus Tidak dijumpai Tidak dijumpai

NERVUS IX, X

Pallatum Mole : Dalam batas normal

Uvula : Medial

Disfagia : Tidak dijumpai

Disatria : Tidak dijumpai

Disfonia : Tidak dijumpai

Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Dalam batas normal

NERVUS XI Kanan Kiri

Mengangkat Bahu + +

Fungsi Otot sternocleidomastoideus Dalam batas normal Dalam batas normal

Page 8: Final Ppt Lapkas

NERVUS XII

Lidah

Tremor : Tidak dijumpai

Atrofi : Tidak dijumpai

Fasikulasi : Tidak dijumpai

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Medial

Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial

SISTEM MOTORIK

Trofi : Eutrofi

Tonus Otot : Dalam batas normal

Kekuatan Otot :

ESD : 55555 ESS : 00000

55555 00000

EID : 55555 EIS : 00000

55555 00000

Gerakan Spontan Abnormal

Tremor : Tidak dijumpai

Khorea : Tidak dijumpai

Ballismus : Tidak dijumpai

Mioklonus : Tidak dijumpai

Atetosis : Tidak dijumpai

Distonia : Tidak dijumpai

Spasme : Tidak dijumpai

Tic : Tidak dijumpai

Page 9: Final Ppt Lapkas

TEST SENSIBILITAS

Eksterosptif : Dalam batas normal

Proprioseptif : Dalam batas normal

Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas

Stereognosis : Dalam batas normal

Pengenalan Dua Titik : Dalam batas normal

Grafestesia : Dalam batas normal

REFLEKS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps (+) (+)

Triceps (+) (+)

Radioperiosit (+) (+)

APR (+/↓) (+/↓)

KPR (+) (+)

Strumple (+) (+)

Refleks Patologis

Babinski (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Chaddock (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Hoffman-Tromner (-) (-)

Klonus Lutut (-) (-)

Klonus Kaki (-) (-)

Refleks Primitif (-) (-)

KOORDINASI

Lenggang : Dalam batas normal

Bicara : Dalam batas normal

Menulis : Dalam batas normal

Page 10: Final Ppt Lapkas

Percobaan apraksia : Dalam batas normal

Mimik : Dalam batas normal

Test Telunjuk – Telunjuk : Dalam batas normal

Test Telunjuk – Hidung : Dalam batas normal

Diadokhokinesia : Dalam batas normal

Test tumit – Lutut : Dalam batas normal

Test Romberg : Dalam batas normal

VEGETATIF

Vasomotorik : Dalam batas normal

Sudomotorik : Dalam batas normal

Pilo-erektor : Dalam batas normal

Miksi : Dalam batas normal

Defekasi : Dalam batas normal

Potensi dan Libido : Dalam batas normal

VERTEBRATA

Bentuk

Normal : +

Scoliosis : Tidak dijumpai

Hiperlordosis : Tidak dijumpai

Pergerakan

Leher : Pergerakan terbatas

Pinggang : Dalam batas normal

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque : Tidak dijumpai

Cross Laseque : Tidak dijumpai

Test Lhermitte : Tidak dijumpai

Test Naffzinger : Tidak dijumpai

Page 11: Final Ppt Lapkas

GEJALA - GEJALA SEREBELAR

Ataksia : Tidak dijumpai

Disatria : Tidak dijumpai

Tremor : Tidak dijumpai

Nistagmus : Tidak dijumpai

Fenomena rebound : Tidak dijumpai

Vertigo : Tidak dijumpai

GEJALA - GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor : Tidak dijumpai

Rigiditas : Tidak dijumpai

Bradikinesia : Tidak dijumpai

FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kualitatif : Dalam batas normal

Ingatan Baru : Dalam batas normal

Ingatan Lama : Dalam batas normal

Orientasi

Diri : Dalam batas normal

Tempat : Dalam batas normal

Waktu : Dalam batas normal

Situasi : Dalam batas normal

Intelegensia : Dalam batas normal

Daya Pertimbangan : Dalam batas normal

Reaksi Emosi : Dalam batas normal

Afasia

Ekspresif : Tidak dijumpai

Represif : Tidak dijumpai

Apraksia : Tidak dijumpai

Agnosia

Page 12: Final Ppt Lapkas

Agnosia visual : Tidak dijumpai

Agnosia jari – jari : Tidak dijumpai

Akalkulia : Tidak dijumpai

Disorientasi kanan – kiri : Tidak dijumpai

2.5. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Keluhan utama : Lemah tungkai dan lengan sebelah kiri.

Telaah :Dialami pasien kira-kira 7 bulan ini, berlaku secara perlahan-lahan. Awalnya

pasien mengeluhkan nyeri kepala yang dengan intensitas sedang terutama pada pagi hari.

Nyeri kepala tidak disertai muntah, kejang(+) dialami dalam 4 bulan ini. Bersifat separuh

badan. Kejang diawali pada tubuh sebelah kanan, frekuensi 3 kali dalam sehari, lama 5

menit. Riwayat pingsan (-)

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak jelas

Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas

Status Presens

Sensorium : Compos mentis

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Frekuensi napas : 22 x/ menit

Temperatur : 37.0 °C

Status Neurologis

Sensorium : Compos mentis

Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+), kejang (+), muntah (-)

Page 13: Final Ppt Lapkas

Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-)

Nervus Kranialis

N I : Normosmia

N II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mm

N III, IV, VI : Gerak bola mata baik

N V : Buka tutup mulut baik

N VII : Sudut mulut simetris

N VIII : Gangguan pendengaran kiri

N IX, X : Uvula medial

N XI : Normal

N XII : Lidah dijulurkan medial

Refleks Fisiologis

B/T : (+/+) / (+/+)

APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)

Refleks Patologis

H/ T : ( - / - ) / ( - / - )

Babinski : - -

Kekuatan Motorik:

ESD : 55555 ESS : 00000

55555 00000

EID : 55555 EIS : 00000

Page 14: Final Ppt Lapkas

55555 00000

2.6. DIAGNOSA

Diagnosis Fungsional : Hemiparese Sinistra

Diagnosis Etiologik : Kista

Dianosis Anatomik : Arachnoid

Diagnosa Kerja: Space Occupied Lesion (SOL) intracranial dd Arachnoid Cyst (L)

temporoparietal

2.7. PENATALAKSANAAN

- Bed rest

- IVFD R-sol 20 gtt/i

- Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam

- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)

- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jam

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Darah Lengkap

- Magnetic Resonance Imaging (MRI)

- Head CT Scan

- Foto Toraks

FOLLOW UP

Hasil Laboratorium Patologi Klinik 24 Desember 2012

Complete Blood Count Hasil Nilai normal

Hemoglobin (Hb) 9,70 g % 11.2 – 15.5g %

Erytrocyte (RBC) 4.00 x106/mm3 4.20 – 4.87 x106/mm3

Leukocyte (WBC) 8,59 x103/mm3 4.5 – 11 x103/mm3

Hematocrite 31,20 % 43 - 49 %

Page 15: Final Ppt Lapkas

Trombocyte (PLT) 370 x103/mm3 150 – 450 x103/mm3

MCV 78,00 fL 85 – 95 fL

MCH 24,30 pg 28 – 32 pg

MCHC 31,10 g % 33 – 35 g %

RDW 15,10 % 11,6 – 14,8 %

Neutrofil 55,40 % 37 – 80 %

Limfosit 32,60 % 20 – 40 %

Monosit 7,30 % 2 – 8 %

Eosinofil 4,50 % 1 – 6 %

Basofil 0,200 % 0 – 1 %

Metabolisme Karbohidrat Hasil Nilai Normal

Glukosa Darah (Sewaktu) 123,90 mg/dL <200

Ureum 12,80 mg/dL < 50 mg/dL

Kreatinin 0,54 mg/dL 0,50 – 0,90 mg/dL

Natrium 137 mEq/L 135 – 155 mEq/L

Kalium 3,4 mEq/L 3,6 – 5,5 mEq/L

Klorida 106 mEq/L 96 – 106 mEq/L

Waktu Prothrombin kontrol pasien

Detik13,2014,3

INR Detik 1,09

APTT kontrol pasien

Detik32,630,8

Waktu Trombin kontrol pasien

Detik18,215,7

Page 16: Final Ppt Lapkas

25 Desember 2012S: Lemah lengan dan tungkai sebelah kiriO: Status PresensSensorium : compos mentis (GCS 15)Tekanan Darah : 130/70 mmHgNadi : 82 x/menitFrekuensi napas : 24 x/ menitTemperatur : 37.0 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+)Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mmN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut simetrisN VIII : gangguan pendengaran N IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medial

Refleks FisiologisB/T : (+/+) / (+/+)APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)

Refleks PatologisH/ T : ( - / - ) / ( - / - )Babinski : - / -Kekuatan Motorik: ESD : 55555 ESS : 00000 55555 00000

EID : 55555 EIS : 00000 55555 00000A: SOL intracranial dd: Arachnoid Cyst (L) temporoparietalP: Penatalaksanaan:

- IVFD R-sol 20 gtt/i - Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jam

Page 17: Final Ppt Lapkas

26 Desember 2012S: Lemah lengan dan tungkai sebelah kiriO: Status PresensSensorium : compos mentis (GCS 15)Tekanan Darah : 130/70 mmHgNadi : 82 x/menitFrekuensi napas : 24 x/ menitTemperatur : 37.0 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+)Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mmN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut simetrisN VIII : gangguan pendengaran N IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medial

Refleks FisiologisB/T : (+/+) / (+/+)APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)

Refleks PatologisH/ T : ( - / - ) / ( - / - )Babinski : - / -Kekuatan Motorik: ESD : 55555 ESS : 00000 55555 00000

EID : 55555 EIS : 00000 55555 00000A: SOL intracranial dd: Arachnoid Cyst (L) temporoparietalP: Penatalaksanaan:

- IVFD R-sol 20 gtt/i - Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)

Page 18: Final Ppt Lapkas

- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jamR/ - Konsul ambil alih ke bagian neurologi

27 Desember 2012S: Lemah lengan dan tungkai sebelah kiriO: Status PresensSensorium : compos mentis (GCS 15)Tekanan Darah : 130/70 mmHgNadi : 82 x/menitFrekuensi napas : 24 x/ menitTemperatur : 37.0 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+)Tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mmN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut simetrisN VIII : gangguan pendengaran N IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medial

Refleks FisiologisB/T : (+/+) / (+/+)APR/ KPR : (+↓/+↓) / (+/+)

Refleks PatologisH/ T : ( - / - ) / ( - / - )Babinski : - / -Kekuatan Motorik: ESD : 55555 ESS : 00000 55555 00000

EID : 55555 EIS : 00000 55555 00000A: SOL intracranial dd: Arachnoid Cyst (L) temporoparietalP: Penatalaksanaan:

- Bed rest - IVFD R-sol 20 gtt/i - Injeksi Ranitidine 50 gr/12 jam

Page 19: Final Ppt Lapkas

- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam (skin test)- Injeksi Ketorolac 30mg/12 jam- R/ - Konsul ambil alih ke bagian hematologi

28 Desember 2012S: Nyeri kepalaO: Status PresensSensorium : compos mentis Tekanan Darah : 110/70 mmHgNadi : 78 x/menitFrekuensi napas : 20 x/ menitTemperatur : 36.8 °CStatus NeurologisSensorium : compos mentis Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala (+) menurunTanda perangsangan meningeal: kaku kuduk (-)Nervus KranialisN I : normosmia N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 3mm, visus menurunN III, IV, VI : gerak bola mata baikN V : buka tutup mulut baikN VII : sudut mulut tertarik ke kananN VIII : pendengaran baikN IX, X : uvula medial N XI : normalN XII : lidah dijulurkan medialRefleks FisiologisB/T : (+/+↑) / (+/+↑)APR/ KPR : (+/+↑) / (+/+↑)Refleks PatologisH/ T : ( + / + ) / ( + / + )Babinski : + / +Klonus Kaki : + / +

Kekuatan Motorik: ESD : 44444 ESS : 00000 44444 00000

EID : 44444 EIS : 00000 44444 00000A: Secondary Headache + Hemiplegi sinistra +Hemiparese kanan + P.N VII UMN sinistra ec Stroke Iskemik + Arachnoid Cyst o/t (L) fronto temporalP: Penatalaksanaan:

- Paracetamol 3x500mg- Phenitoin 3x100mg

Page 20: Final Ppt Lapkas

- B complex 3x1- R/ - Fisioterapi aktif

Interpretasi:

Foto Thoraks

Posisi asimetris

Jantung tidak membesar, Trakea dan mediastinum baik

Diafragma dan sudut kostofrenikus baik

Tulang-tulang baik

Kesimpulan Radiologi: Tidak tampak kelainan intraserebral yang signifikan.

Page 21: Final Ppt Lapkas

Interpretasi

NCCT

Infratentorial ventrikel IV, cerebellum dan pons normal.

Supratentorial tanpak lesi hypodens didaerah periventrikular kanan dan di lobus temporalis kiri.

Ventrikular system normal. Sulci dan gyrii corticalis normal. Tidak tampak midline shift.

CECT

Pada pemberian zat kontras, tidak tampak enhancement.

Page 22: Final Ppt Lapkas

Kesimpulan radiologis.

Lesi hypodens di paru periventrikular kanan.

DD : cerebral infak

Low grade astrocytoma

Lesi hypodens di lobus temporalis kiri

DD : Arachnoid cyst

Sliocyst

Page 23: Final Ppt Lapkas
Page 24: Final Ppt Lapkas
Page 25: Final Ppt Lapkas
Page 26: Final Ppt Lapkas
Page 27: Final Ppt Lapkas
Page 28: Final Ppt Lapkas

MRI otak :

Dilakukan pemeriksaan mri kepala dengan potongan sagital T1, axial T1, T2, T2+Flair

dan coronal T2W, tanpa pemberian kontras i.v

Ventricle system normal, tidak tampak deviasi midline

Sulci dan gyri baik

Tampak lesi hypointens pada T1W, T2W+Flair, Hyperintens pada T2W di fronto

temporal kiri

Tampak lesi hypointens pada T1W, hyperintens pada T2W dan T2W+Flair di fronto

parietal kanan periventrikular, occipital kiri, crus posterior capsula internal kanan,

thalamus kiri

Tampak lesi hiperintesn pada T2W dan T2W+Flair di parietal kiri

Hipofise dan chiasma opticus baik

Sella,suprasellar dan parasella baik

Tidak tampak lesi hypo/hyperintens di daerah batang otak dan cerebellum

Tidak tampak formasi tumor pada kedua cerebellopontine angle

Mastoid air cells dan orbita kanan/kiri baik

Sinus paranasal dan nasopharinx baik

Kesimpulan :

Arachnoid cyst pada fronto- temporal kiri + infarct lama pada fronto-parietal kanan

perventrikular, occipital kiri, crus posterior capsula internal kanan, thalamus kiri +

ischemic pada parietal kiri.

Page 29: Final Ppt Lapkas

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Stroke Iskemik

3.1.1. Definisi

Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau

menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir, 2003).

Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di

jaringan otak. 1,2

3.1.2. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan

meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang

diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/ meningkatnya harapan hidup. Terdapat

beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009;

Morris dkk, 2000). Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7%

dan 2,5% pada perempuan dengan usia ≥18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke

adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia (Ali dkk, 2009;

carnethon dkk, 2009). Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-

rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1%

pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari

tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada

perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi

1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia ≥ 65 tahun pada laki-laki

dibandingkan perempuan. 3

3.1.3. Klasifikasi

Stroke iskemik (sekitar 80%-85% terjadi dalam kasus stroke), disebabkan oleh adanya

obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi bisa

disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh

atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di

Page 30: Final Ppt Lapkas

dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai

suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer, termasuk

aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung struktural. Sumbatan aliran

darah di A. carotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang

sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi

penyempitan atau stenosis.

Ada banyak subtipe stroke iskemik, antara lain stroke lakunar, stroke trombotik

pembuluh besar, stroke embolik, dan stroke kriptogenik. 4

1. Stroke lakunar, adanya infark lakunar yang terjadi karena penyakit pembuluh halus

hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau

kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi

aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang arteri penetrans Circulus

Arteriosus Willisi, A. cerebri media, atau A. vertebralis dan A. basilaris. 4

2. Stroke trombotik pembuluh besar, merupakan thrombosis pembuluh besar dengan aliran

lambat. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami

dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi

aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di A. carotis interna atau, yang

lebih jarang, di pangkal A. cerebri media atau di taut A. vertebralis dan A. basilaris.

Penderita dengan stroke ini tampak gagap, dengan gejala hilang timbul berganti-ganti secara

cepat. Para pasien ini mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar

sebelum akhirnya mengalami stroke. Pelannya aliran arteri yang mengalami trombosis

parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau

tekanan darah sistemik. 4

3. Stroke embolik, diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya, stroke A.

vertebralis) atau asal embolus. Sumber tersering terjadinya stroke ini adalah trombus mural

jantung (misalnya infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung

buatan, dan kardiomiopati iskemik). Penyebab tersering yang kedua adalah tromboemboli

yang berasal dari arteri, terutama plak ateromatosa di A. carotis. Stroke yang terjadi akibat

embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak

awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Biasanya stroke akibat

embolus ini berupa stroke kardioembolik. 4

Page 31: Final Ppt Lapkas

4. Stroke kriptogenik, merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi mendadak

pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas. Disebut kriptogenik karena

sumbernya tersembunyi, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi

klinik yang ekstensif. 4

3.1.4. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan

pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable)

dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) 5

1. Non modifiable risk factors:

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Berat badan lahir rendah

4. Ras/etnik

5. Genetik

2. Modifiable risk factors:

a. Well-documented and modifiable risk factor

1. Hipertensi

2. Terpapar asap rokok

3. Diabetes

4. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi penyakit jantung lainnya

5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri karotis

7. Terapi hormon postmenopouse

8. Poor diet

9. Physical inactivity

10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh

b. Less well-documented and modifiable risk factor

1. Sindroma metabolik

2. Alcohol abuse

3. Penggunaan kontrasepsi oral

Page 32: Final Ppt Lapkas

4. Sleep disordered-breathing

5. Nyeri kepala migren

6. Hiperhomosisteinemia

7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase

9. Hypercoagulability

10. Inflamasi

11. Infeksi

3.1.5. Patofisiologi

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100 gram. Berat

otak normal rata-rata dewasa adalah 1300-1400 gram. Pada keadaan demikian, kecepatan otak

untuk memetabolisme oksigen kurang lebih 3,5 ml/100gr. Bila aliran darah otak turun menjadi

20-25 ml/100 gr akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jarinagn otak

sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan. 6

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan patofisiologi

permeabilitas sawar darah otak, juga menyebabkan kerusakan neural yang mengakibatkan

akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar intraseluler akan meningkat melalui

transport glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus

membran. Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:

1. Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak

Adanya sumbatan pembuluh darah akan menyebabkan otak mengalami kekurangan

nutrisi penting seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat yang diperdarahi oleh

pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai infark. Pada otak yang mengalami

iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari “ischemic core” (inti iskemik) dan “penumbra”

(terletak di sekeliling iskemik core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai

akibat dari kegagalan energi yang merusak dinding beserta isinya sehingga sel akan mengalami

lisis. Sedangkan daerah di sekelilingnya, denagn adanya sirkulasi kolateral maka sel-sel belum

mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan

berkurang. Daerah ini disebut sebagai “penumbra iskemik:. Bila proses tersebut berlangsung

Page 33: Final Ppt Lapkas

terus menerus, maka sel tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi

kematian sel yang secara akut timbul melalui proses apoptosis. 6

Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat periode

yang dikenal sebagai “window therapy”, yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani dengan baik

dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas.

2. Perubahan Kimiawi yang Terjadi pada Sel Otak akibat Iskemik

Pengurangan terus menerus ATP yang diperlukan untuk metabolisme sel. Bila aliran

darah dan ATP tidak segera dipulihkan maka akan mengakibatkan kematian sel otak. Otak hanya

bertahan tanpa penambahan ATP baru selama beberapa menit saja.

Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 10-15cc/100gr akan mengakibatkan

kekurangan glukosa dan oksigen sehingga proses metabolisme oksidatif terganggu. Keadaaan ini

menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai hasil metabolisme anaerob, sehingga akan

mempercepat proses kerusakan otak.

Terganggunya keseimbangan asam basa dan rusaknya pompa ion karena kurang

tersedianya energi yang diperlukan untuk menjalankan pompa ion. Gagalnya pompa ion akan

menyebabakan depolarisasi anoksik disertai penimbunan glutamat dan aspartat. Akibat dari

depolarisasi anoksik ini adalah keluarnya kalium disertai masuknya natrium dan kalsium.

Masuknyaa natrium dan kalsium akan diikuti oleh air, sehingga menimbulkan edema dan

kerusakan sel. 6

3.1.6. Tanda dan Gejala

Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut. 7

Hemidefisit motorik

Hemidefisit sensorik

Penurunan kesadaran

Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang bersifat sentral

Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual

(demensia)

Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia)

Defisit batang otak

Page 34: Final Ppt Lapkas

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh

darah dan lokasinya. 7

A. Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis:

1. Gejala-gejala penyumbatan arteri karotis interna:

· buta mendadak (amaurosis fugaks)

· disfasia bial gangguan terletak pada sisi yang dominan

· hemiparesis kontra lateral

2. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior:

· hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan kedua tungkai lebih menonjol

· gangguan mental (bila lesi di frontal)

· gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh

· inkontinensia

· bisa kejang-kejang

3. Gejala-gejala penyumbatan ateri serebri media:

· bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak di pangkal,

maka lengan lebih menonjol.

· hemihipestesia

· gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang.

4. Gangguan pada kedua sisi:

· hemiplegi dupleks

· sukar menelan

· gangguan emosional, mudah menangis.

B. Gejala gangguan sistem vertebro-basiler:

1. Gangguan pada arteri serebri posterior:

· hemianopsia homonim kobntralateral dari sisi lesi

· hemiparesis kontralateral

· hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif kontralateral.

2. Gangguan pada arteri vertebralis:

Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg. Sumbatan pada

sisi yang tidak dominan seringkali tidak menimbulkan gejala.

3.1.7. Diagnosis dan Pemeriksaan

Page 35: Final Ppt Lapkas

Pada pemeriksaan umum: 8

1. Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau

penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur

anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formatio reticularis di garis tengah dan sebagian

besar terletak dalam fossa posterior karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada

stroke yang luas.

2. Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya stroke pada

lebih kurang 70% penderita.

3. Pemeriksaan neurovaskuler: langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada keadaan

pembuluh darah ekstrakranial yung mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu:

pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi nadi karotis pada leher kiri dan

kanan, a.temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurcatio karotis komunis dan

karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis intema pada orbita, dalam rangka

mencari kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial.

4. Pemeriksaan neurologi: 8

a. Pemeriksaan saraf otak:

Pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:

i. Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus: tampak paresis n.fasialis tipe sentral (mulut

mencong) dan paresis n.hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila

dikeluarkan dari mulut.

ii. Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio konjugat, gaze paresis

kekiri atau kekanan dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma Homer pada penyakit

pembuluh karotis.

iii. Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jaras perjalanan

visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor

prognostik yang kurang baik pada penderita stroke.

Page 36: Final Ppt Lapkas

b. Pemeriksaan motorik:

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai

sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan. tungkai

hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari hemisfer (kortikal) sedangkan

jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah

vertebro-basilar.

c. Pemeriksilaan sensorik:

Dapat terjadi hemisensorik tubuh karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan

motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai

dengan gangguan’ motorik ringan.

d. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis:

Pada fase akut refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah

beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.

e. Kelainan fungsi luhur:

Manifestasi gangguan lungsi luhur pada stroke hemisferik berupa disfungsi parietal baik

sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasi campuran

(mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu berbicara/ mengeluarkan kata-kata dengan baik

dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia,

apraxia dan sebagainya.

Gambaran Radiologi

1. CT Scan (Computed Tomography Scan)

CT scan dapat menunjukkan ; jaringan lunak, tulang, otak dan pembuluh darah.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan area otak yang abnormal, dan dapat menentukan penyebab

stroke , apakah karena insufisiensi aliran darah (stroke iskemik), rupture pembuluh darah

(hemoragik) atau penyebab lainnya. CT scan juga dapat memperlihatkan ukuran dan lokasi otak

yang abnormal akibat tumor, kelainan pembuluh darah, pembekuan darah, dan masalah lainnya. 8

Pada CT scan, gambaran infark terlihat normal pada 12 jam pertama. Manifestasi pertama

terlihat tidak jelas dan terlihat gambaran pembekuan putih pada salah satu pembuluh darah,

Page 37: Final Ppt Lapkas

seperti kehilangan gambaran abu-abu-putih, dan sulcus menjadi datar (effacement). Setelah itu,

gambaran yang timbul secara progresif menjadi gelap pada area yang terkena infark, dan area ini

akan menjalar ke ujung otak, yang melibatkan gray matter dan white matter. Kemungkinan

region yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan menggunkan CT scan atau karena bagian

dari otak (brainstem, cerebellum) dengan menggunakan CT scan tidak menunjukkan bayangan

yang jelas. 8

Perdarahan intracerebral akan mengalami kesalahan interpretasi sebagai stroke iskemik jika

computed tomography tidak dilakukan 10-14 hari setelah stroke. CT scan menunjukkan nilai

positif pada stroke iskemik pada beberapa pasien dengan serangan stroke sedang sampai dengan

berat setelah 2 sampai 7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda iskemik sulit didapatkan pada 3

sampai 6 jam kejadian. Tanda-tanda infark pada computed tomography yaitu gray matter

mengalami isodense dengan white matter, kehilangan basal ganglia dan hyperdense artery. Infark

timbul apabila otak tidak menerima suplai darah yang cukup maka otak akan mati. Infark dapat

berbentuk sangat kecil dan bulat. Infark lakunar biasa ditemukan pada bagian intrakranial seperti

(ganglia basalis, thalamus, kapsula interna dan batang otak). 8

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi canggih yang menggunakan medan

magnet, frekuensi radio tertentu dan seperangkat computer untuk menghasilkan gambar irisan

penampang otak. MRI mendeteksi kelainan neurology lebih baik dari CT scan misalnya stroke,

abnormalitas batang otak dan cerebellum, dan multiple sclerosis. MRI dapat mengidentifikasi zat

kimia yang terdapat pada area otak yang membedakan tumor otak dan abses otak. Perfusi MRI

dapat digunakan untuk mengestimasi aliran darah pada sebagian area. Diffusi MRI dapat

digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema) secara tiba-tiba. MRI menggunakan

medan magnet untuk mendeteksi perubahan isi jaringan otak. Stroke dapat mengakibatkan

penumpukan cairan pada sel jaringan otak segera 30 menit setelah terjadi serangan. Dengan efek

visualisasi (MRI angiogram) dapat pula memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas. 8

3.1.8. Penatalaksanaan

Page 38: Final Ppt Lapkas

Tujuan utama untuk serangan iskemik akut adalah: menyelamatkan area penumbra atau

area hipovolemi pada stroke akut, dengan neuro protektan menurunkan durasi iskemik/

memperbaiki aliran darah. 9

1. Penatalaksanaan umum 9

-          Perbaikan nutrisi

-          Posisi kepala 30o

-          Hidrasi intravena, koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik

-          Hiperglikemi, koreksi dengan insulin

-          Neurorehabilitasi dini, dengan fisioterapi

-          Perawatan saluran kemih, pasang kateter

2. Penatalaksanaan khusus 9

- Trombolisis rt-PA intravena/ intraarterial pada ≤ 3 jam setelah awitan stroke dengan dosis

0,9/kg ( maksimal 90 mg), 10% dosis awal diberikan bolus dan sisanya dilanjutkan

melalui infus dalam waktu satu jam.

Pemberian rt-PA ditujukan pada pasien dengan stroke berat (misalnya hemiplegic total

dengan koma). Resiko dan manfaat potensial dari rt-PA harus didiskusikan dengan pasien

atau keluarganya sebelum dimulai pengobatan

- Antiplatelet: asam salisilat 160 – 325 mg/ hari 48 jam setelah awitan stroke atau

clopidogrel 75 mg/ hari

- Obat neuroprotektif

-      Hipertensi, pada stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan apabila tekanan sistolik >

220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg dengan penurunan maksimal 20 % dari

tekanan arteri rata-rata.

Labetalol, nikardipin, diltiazem, nimodipin, ACE inhibitor atau antagonis Ca

-      Thrombosis vena dalam :

Heparin 5000 unit/12 jam selama 5 - 10 hari

Low Molecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2 x 0,3-0,4 IU SC abdomen

- Pneumatic boots, stoking elastic, fisioterapi, dan mobilisasi

3.1.9. Komplikasi

Page 39: Final Ppt Lapkas

Komplikasi akut bisa berupa gangguan neurologis atau nonneurologis. 10

A. Gangguan neurologis misalnya edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial

yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak, kejang, dan transformasi

hemoragik.

B. Gangguan nonneurologis, misalnya adalah infeksi (contoh: pneumonia), gangguan

jantung, gangguan keseimbangan elektrolit, edema paru, hiperglikemia reaktif.

3.1.10. Prognosis

Prognosis stroke iskemik dipengaruhi oleh beberapa faktor: 10

1. Tingkat kesadaran: sadar 16 % meninggal, somnolen 39 % meninggal, sopor 71 %

meninggal, dan bila koma 100 % meninggal.

2. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka – angka kematian meningkat tajam.

3. Jenis kelamin: laki – laki lebih banyak yang meninggal dari pada perempuan.

4. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.

5. Lain – lain: cepat dan tepatnya pertolongan

3.2 Arachnoid cyst

Page 40: Final Ppt Lapkas

3.2.1 Definisi

Arachnoid cyst atau kista arachnoid merupakan kantung berisi cairan yang terjadi di

membran arakhnoid yang menutupi otak (intrakranial) dan sumsum tulang belakang (spinal).

Lokasi yang paling umum dan sering untuk kista arachnoid intrakranial adalah fosa tengah

(dekat lobus temporal), wilayah suprasellar (dekat ventrikel ketiga) dan fossa posterior, yang

berisi otak kecil, pons, dan medulla oblongata. Arachnoid cyst biasanya muncul di daerah yang

kaya arachnoid, dan 50% berada di fisura Sylvian

Arachnoid cyst biasanya berisi cairan yang jernih, tidak berwarna yang paling mungkin

merupakan cairan serebrospinal; jarang, mereka berisi cairan xanthochromic. Koleksi cairan

tersebut diselubungi oleh sel arachnoidal dan kolagen. Arachnoid cyst bisa memiliki asal bawaan

atau diperoleh.11,12,13,14

3.2.3 Klasifikasi

Kista arachnoid primer yang hadir pada saat lahir dan merupakan hasil dari kelainan

perkembangan pada otak dan sumsum tulang belakang yang muncul selama minggu-minggu

awal kehamilan. Kista arachnoid sekunder jarang berbanding kista primer dan berkembang

sebagai akibat dari cedera kepala, meningitis, atau tumor, atau sebagai komplikasi dari operasi

otak.15

3.2.4 Gejala Klinis

Kebanyakan kasus kista arachnoid tidak dijumpai gejala (asimptomatik). Dalam kasus di

mana gejala-gejala timbul, gejala umum yang dijumpakan kista arachnoid adalah sakit kepala,

kejang dan akumulasi abnormal cairan cerebrospinal berlebihan di otak (hidrosefalus). Gejala

kista arachnoid juga tergantung pada ukuran dan lokasi kista. Kejang dan sakit kepala yang

dikatakan sebagai gejala yang paling umum dari kista menengah fosa cranial. 13,14

Gejala yang umum dijumpakan dari suatu kista arakhnoid sekitar otak termasuk sakit

kepala, mual dan muntah, kejang, gangguan pendengaran dan penglihatan, vertigo, dan kesulitan

dengan keseimbangan dan berjalan.15

Page 41: Final Ppt Lapkas

Arachnoid kista sekitar saraf tulang belakang menekan sumsum tulang belakang atau akar saraf

dan menyebabkan gejala seperti nyeri kaki dan tulang belakang yang progresif dan kesemutan

atau mati rasa di kaki atau lengan.15

3.2.5 Patogenesis

Kista araknoid disebabkan oleh adanya perubahan pada lapisan meningeal tulang

belakang dan trabekula araknoid yang menyelaputi tulang belakang. Ini boleh disebabkan oleh

malformasi kongenital ataupun karena faktor penyebab seperti riwayat trauma, inflamasi,

operasi, perdarahan subaraknoid atau idiopatik. Kista araknoid kongenital berlaku disebabkan

adanya gangguan perkembagan dari leptomeninges dan adanya gangguan komunikasi dari

subarachnoid space. Adanya assosiasi lesi dengan kelainan neural tube menyokong etiologi

kongenital. Perret et al. menyatakan lesi ini terbentuk dari septum posticum daripada Schwalbe,

yaitu membran araknoid yang membagi midline postenior cervical dan thoracic subarachnoid

space. Tetapi masalah dengan teori ini adalah terdapat kista araknoid primer pada bagian anterior

tulang belakang. Fortuna et al menyatakan adanya penahanan dari granulasi araknoid yang

menyebabkan terperangkap cairan sereberospinal dalam divertikula araknoid. Ini mengakibatkan

aliran CSF terganggu dan berupaya dalam ekspansi serta berkembang menjadi kista. Penemuan

melanosit dalam kista araknoid oleh Morioka et al membawa pendapat baru, yaitu migrasi

melanosit dari neural crest secara selektif ke jaringan asal membran araknoid, yang

berproliferasi anomalous dalam divertikula araknoid atau septum posticum yang membentuk

kista araknoid. Teori ini berdasarkan adanya sel saraf dalam congenital melanocytic nevi di

dermis secara congenital, yang beremigrasi dari neural crest ke dermis pada 10 minggu usia

gestasi. Spiegelmann et al. menyatakan dari hasil pemeriksaan histologi kista araknoid intradura

ditemukan makrofag yang mengandung hemosiderin terperangkap dalam dinding kista. Ini

menyebabkan timbulnya pertimbangan bahawa kista araknoid adalah konsekuensi tertunda dari

trauma sebelumya. Mengikut teori hemodinamik pulsasi CSF yang normal akan melebarkan

daerah lemah dari araknoid dan membesar secara progresif membentuk kista dan ini berkaitan

dengan akibat ball valve pada leher dari divertikulum.16,17

Page 42: Final Ppt Lapkas

3.2.6 Patofisiologi

Kista araknoid primer timbul akibat aberasi dari cairan sereberospila pada tahap awal

perkembangan embryo. Walaupun perkembangan kista araknoid tidak begitu jelas, ia timbul

akibat proses yang perlahan dan dibuktikan dengan onset progresif dari gejala klinis pada dewasa

dan orang tua. Faktor seperti trauma dapat menstimulasi pembesaran dari kista yang

menyebabkan timbulnya gejala klinis. Kista araknoid dapat compress cortical gyri, kompartemen

CSF, atau midline shift yang menyebabkan timbulya gejala klinis.18

3.2.7 Diagnosis

CT scan adan MRI menjadi pilihan untuk mendiagnosis kista arakoid. Ditemukan massa

homogeny isodense dan isointense dengan CSF, dan dipisahkan dari dinding ventrikel lateral

yang berdekatan secara tidak rata. Kista araknoid tidak menunjukan contrast enhancement dan

edema perifokal. Apabila disuspek sub- atau supratentorial suprasellar kista araknoid atau kista

yang berlokasi di cerebellopontine angle atau incisura tentorii, perlu dilakuan CT

ventriculography (CTVG) untuk membedakan kista dari system ventrikel yang terdilatasi.19

3.2.8 Diagnosa Banding

Diagnose banding untuk kista araknoid adalah:20

Karakteristik Kista araknoid Subdural

hygroma

epidermoid Dilatasi ruang CSF

akibat dari atropi

Intensitas Isointense

kepada CSF

dalam semua

urutan

Hipertense

kepada CSF

pada T1Wl

Hipertense pada

FLAIR,

hipertense

sedikit kepada

CSF pada T1

Isointense kepada CSF

dalam semua urutan

Lokasi vena Didorong ke

dalam

Didorong ke

dalam

Tidak didorong,

epidermoid

menyelaputi

struktur

vascular

Mengalir melalu CSF

Page 43: Final Ppt Lapkas

Mass effect Positip Positip Positip Negatip

Remodeling

tulang

(+) (-) Epidermoid

intradura

menyebabkan

remodeling

tulang secara

perlahan,

epidermoid

intradiploic

mempunyai

beveled edges

(-)

Sulci Rata(flattened) Rata(flattened) Bertumbuh

kedalam sulcal

spcace

membesar

Kontras

intratekal

Delayed

opacification

Tidak ada

opasifikasi

Outline mass Opasifikasi secara

cepat

DWI Gelap Bervariasi Cerah Gelap

Ca2+/lemak (-/-) (+/-) ) (-/-)

3.2.9 Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan arachnoid cyst adalah untuk drainase cairan yang berada di

dalam kista, mencegah pengumpulan semula cairan dan membolehkan reekspansi jaringan saraf

disekitar yang tertekan.21

Pengobatan arachnoid cyst dapat melibatkan beberapa metode yang berbeda. Metode

pengobatan dipilih berdasarkan lokasi kista dan pilihan pengobatan oleh dokter dan pasien.

Setiap pengobatan telah menunjukkan hasil yang baik, meskipun beberapa pengobatan mungkin

tidak dapat mengurangi ukuran kista. pengobatan dapat digunakan baik secara individu atau

bersamaan dengan pengobatan lain, sekali lagi tergantung pada lokasi dan ukuran kista dan

pilihan pasien.21, 22

Page 44: Final Ppt Lapkas

Pengobatan yang sering dipakai saat ini adalah cystoperitoneal shunt (CP),

ventriculoperitoneal shunt (VP), endoscopic fenestration, CP dan VP shunt digabung dengan

endoscopic fenestration, open cyst fenestration dengan cystocisternostomy, marsupialization dan

Burr hole drainage.22

Semua prosedur shunt melibatkan pompa mekanikal yang bersambung dengan pipa yang

bertujuan untuk drainase cairan keluar dari kista ke bagian tubuh yang lain. Prosedur yang paling

sering digunakan adalah CP shunt. CP shunt berasal dari kista sendiri dan cairan dikeluarkan dari

kista ke rongga peritoneal. Perbedaan dari CP shunt dan VP shunt adalah VP shunt berasal dari

ventikel di otak manakala CP shunt berasal dari kista. VP shunt digunakan untuk mengeluarkan

cairan yang berkumpul di ventrikel untuk kompensasi ruang yang ditempati kista selagi kista

tidak membesar.22

Untuk kista yang berada di region suprasellar dan quadrigeminal, endoscopic

ventriculostomy merupakan pengobatan yang biasa digunakan. Prosedur ini melibatkan

pembuangan seluruh kista secara permanen. Bagaimanapun untuk beberapa kasus, VP shunt atau

CP shunt digunakan dan dilakukan endoscopic fenestration. Endoscopic fenestration dilakukan

dengan memasukkan kamera melalui insisi kecil, diikuti dengan membuat lubang pada kista dan

memungkinkan cairan untuk dikeluarkan. Fenestration dapat dilakukan secara terpisah atau

boleh digabung dengan shunt.22, 23

Pilihan pengobatan lain untuk arachnoid cyst adalah marsupialization. Marsupialization

adalah proses membuat pemotongan ke dalam kista dan menjahit setiap tepi potongan menjauhi

dari sayatan untuk memungkinkan kista tetap terbuka dan didrainase secara berterusan. Prosedur

ini dilakukan apabila kista tidak dapat dibuang sepenuhnya dan merupakan alternative kepada

shunt dan fenestration.22

Burr hole drainage merupakan salah satu pilihan dalam pengobatan arachnoid cyst

walaupun prosedur ini jarang sekali dilakukan dan biasanya Cuma dilakukan untuk kista yang

berada di sylvian fissure. Prosedur ini melibatkan pembukaan lubang kecil pada kista dan

mengeluarkan sedikit cairan yang berlebihan sebelum menutup insisi kembali. Burr hole

drainage adalah solusi sementara terhadap peningkatan tekanan intrakranial dan cuma dilakukan

sekitar 5% dari keseluruhan kasus arachnoid cyst.22

Page 45: Final Ppt Lapkas

3.2.10 Prognosis

Arachnoid cyst yang tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen apabila

terjadi pembesaran kista secara progresif atau dapat terjadi perdarahan pada otak atau medulla

spinalis.24

Page 46: Final Ppt Lapkas

BAB 4

DISKUSI KASUS

Dari teori, arachnoid cyst merupakan satu kantong yang berisi cairan CSF di bagian

arachnoid yang pada CT-Scan bisa ditemukan lesi isodense berbanding cairan CSF atau pada

MRI dapat ditemukan lesi isointense berbanding cairan CSF. Dari kasus, pada CT-Scan

ditemukan lesi hipodense berbanding jaringan otak sekitar atau isodense dengan cairan CSF.

Dari MRI pula dapat ditemukan lesi isointense berbanding cairan CSF atau lesi hipointense

berbanding jaringan otak.

Menurut teori gejala umum dari suatu kista adalah termasuk sakit kepala, mual muntah ,

kejang, gangguan pendengaran dan penglihatan, vertigo, dan kesulitan berjalan dan

keseimbangan. Dari kasus ditemukan sakit kepala, kejang, gangguan pendengaran dan

penglihatan.

Page 47: Final Ppt Lapkas

DAFTAR PUSTAKA

1. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after stroke

onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGraw-Hill. 2000. pp. 53-87.

2. Emma Lloyd. What is a cerebral infacrtion [online] [cited 2011 Aug 5] [1screen].

Available from:URL: http://wisegeek.comwhat-is-a-cerebral-infarction.htm

3. Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute

hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke

1997;28: 1142-6.

4. Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007.

PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2.

Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1063-1104.

5. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospitals in Indonesia. Med J

Indonesia 2000; 9: 29-34.

6. Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S. L.

Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 903-948.

7. De Freitas GR, Christoph DDH, Bogousslavsky J. Topographic classification of ischemic

stroke, in Fisher M. (ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol. 93 (3rd series). Elsevier

BV, 2009.

8. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging

(MRI) Pada Sistem Neurologis. [online] [cited 2010 Apr 01]. Available from:URL:

http://www.docstoc.comdocs18556421Computed- Tomography-Scan-%28CT-Scan%29-

dan-Magnetic-Resonance-Imaging.

9. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (PERDOSSI), 2007.

10. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2007.

Page 48: Final Ppt Lapkas

11. Ariai S, et al. Cerebellopontine angle arachnoid cyst harbouring ectopic neuroglia.

Pediatr Neurosurg. 2005 Jul-Aug;41(4):220-3. Accessed on

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/16088260/

12. Ali Nawaz Khan et al. Arachnoid Cyst Imaging. Updated: May 25, 2011 . Accessed on,

http://emedicine.medscape.com/article/336489-overview#a01

13. http://www.m.webmd.com/a-to-z-guides/arachnoid-cysts

14. Gelabert-González M. Rev Neurol. 2004 Dec 16-31;39(12):1161-6. Accessed on,

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/15625636/

15. Arachnoid cysts. Updated February 2007.

(http://www.ninds.nih.gov/disorders/arachnoid_cysts/arachnoid_cysts.htm)

16. Dahlgren R.M, Baron E.M, Vaccaro A.R., 2007. Pathophysiology, diagnosis and

treatment of spinal meningoceles dan arachnoid cysts. Thomas Jeffereson University,

Philadelphia: 5-7.

17. Nyberg D.A, McGahan J.P, Pretorius D.H., 2003. Diagnostic Imaging of Fetal

Anomalies. Cerebral Malformations. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia: 257-

260.

18. Noggle C.H, Dean R.S, Horton M.A, 2011, The Encyclopedia of Neuropsychological

Disorders. Arachnoid cysts. Springer Publishing Company, New York: 105-107

19. Kronienko V.N., Pronin I.N, 2009. Diagnostic Neuroradiology. Congenital

Malformations of the Brain and Skull. Spring-Verlag Berlin Heidelberg, Germany, 69-

71.

20. Yousem D.M, Grossman R.I, 2010, The Requisites Neuroradiology.congeital Disorders

of the Brain and Spine. Mosby Elsevier, Philadelphia: 3rd ed:280-282.

21. Zain A. B.. 1997. Intracranial Arachnoid Cyst: Treatment Alternatives and Outcome in a

Series of 25 Patients. Annals of Saudi Medicine, Vol 17, No 3, 288-292

22. Shim K. W., Lee Y. H., Park E. K., Park Y. S., Choi J. U., Kim D. S. (2009). Treatment

option for arachnoid cysts. Child's Nervous System, 25(11), 1459-1466.

Page 49: Final Ppt Lapkas

23. Dagain A., Lepeintre J., Scarone P., Costache C., Dupuy M., Gaillard S. (2010).

Endoscopic removal of a suprasellar arachnoid cyst: an anatomical study with special

reference to skull base. Surgical Radiology Anatomy, Vol 32, 389-392

24. NINDS. Arachnoid cysts. Updated February 2007.

(http://www.ninds.nih.gov/disorders/arachnoid_cysts/arachnoid_cysts.htm)