farmasi fisika

36
Dosen : Drs. Muztabadiharja, Apt. Tanggal : 21 & 28 November 2012 Ass. Dosen : Dian Nurhasanah Tangggal Menyerahkan Laporan : Fauziah Nurrahmah 5 Desember 2012 Nilai : KECEPATAN PELARUTAN Di susun Oleh : Kelompok 2 Evi Julianti Gani 0661 11 149 (Ketua) Putri Andari 0661 11 124 Wulan Rahayu 0661 11 135 Witdiastuti 0661 11 113 Vania Dainoya 0661 11 159 Ardelia Nurhaida 0661 11 158

Upload: evi-juliati-gani

Post on 06-Aug-2015

535 views

Category:

Documents


50 download

DESCRIPTION

Kecepatan pelarutan

TRANSCRIPT

Page 1: Farmasi Fisika

Dosen : Drs. Muztabadiharja, Apt. Tanggal : 21 & 28 November 2012

Ass. Dosen : Dian Nurhasanah Tangggal Menyerahkan Laporan :

Fauziah Nurrahmah 5 Desember 2012

Nilai :

KECEPATAN PELARUTAN

Di susun Oleh :

Kelompok 2

Evi Julianti Gani 0661 11 149 (Ketua)

Putri Andari 0661 11 124

Wulan Rahayu 0661 11 135

Witdiastuti 0661 11 113

Vania Dainoya 0661 11 159

Ardelia Nurhaida 0661 11 158

Septi anggraeni 0661 11 164

LABORATORIUM FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUANBOGOR

2012

Page 2: Farmasi Fisika

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Tujuan Praktikum

Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :

- Menentukan kecepatan pelarutan suatu zat.

- Menggunakan alat-alat untuk penentuan kecepatan plarutan suatu zat.

- Menerangkan faktir-faktor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan suatu zat.

I.2 Dasar Teori

Suatu produk obat dapat berbeda dari produk pabrik lain dalam halbahan baku,

komposisi/formula, serta fabrikasinya. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perbedaan dalam

pelepasan bahan obat dari sediaan yang akhirnya akan berpengaruh pada efikasi/kemanjuran produk

tersebut. (Abdou, 1989, Blanchard, Swachuck, Brodie, 1979). Pada umumnya produk obat mengalami

absorbsi sistemik melalui suatu rangkaian proses yang meliputi :

1. disintegrasi produk yang diikuti dengan pelepasan obat

2. pelarutan obat dalam media “aqueous”

3. absorbsi melalui membran sel menuju sirkulasi sstemik

Pada ketiga proses di atas ditentukan oleh tahap yang paling lambat di dalam suatu rangkaian

proses kinetic yang sering disebut tahap penentu kecepatan (Rate Limiting Step). Untuk obat yang

mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan tahap yang paling lambat di

dalam, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas

obat. Sebaliknya untuk obat yang mempunyai kelarutan besar dalm air, laju pelarutannya cepat

sedangkan laju lintas atau tembus obat melewati membran merupakan tahap penentu kecepatannya.

Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut

menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses dimana zat padat melarut. Secara

prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi

dari berbagai bentuk sediaan padat terlibat berbagai proses disolusi yang melibatkan zat murni.

Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam

Page 3: Farmasi Fisika

sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi, dan degradasi sediaan, merupakan sebagaian dari

faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan.

Kecepatan pelarutan adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut dalam

pelarut tertentu tiap satuan waktu. Suatu hubungan yang umum menggambarkan proses pelarutan

suatu zat padat dikembangkan oleh Noyes dan Whitney dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Dimana : kecepatan Pelarutan

K = konstanta kecepatan pelarutan

S = luas permukaan zat

Cs = kelarutan zat

C = konsentrasi zat dalam larutan dalam waktu t

Harga konstanta K tergantung kepada harga koefisien difusi dari zat terlarut dan tebal lapisan difusi.

K = D/h

D = koefisien difusi dalam cm2/detik

h = tebal lapisan difusi dalam cm

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan pelarutan

suaru zat yaitu :

1. Temperatur

Naiknya temperature umumnya memperbesar kelarutan (Cs) sat yang endotermis, serta

memperbesar harga koefisien difusi zat.

Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut

D =

Dimana : D = koefisien difusi

Page 4: Farmasi Fisika

k = konstanta Boltman

T = temperature absolute

r = jari-jari molekul

= viskositas pelarut

2. Viskosita

Turunnya viskosita pelarut akan memperbesar kecepatan pelarutan suatu zat sesuai dengan

persamaan Einstein. Naiknya temperature juga akan menurunkan viskosita sehingga perbesaran

kecepatan pelarutan.

3. pH pelarut

pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam lemah atau basa

lemah.

Untuk asam lemah :

( 1 + )

kalau (H+) kecil, atau pH besar maka akan meningkatkan kelarutan zat, sehingga kecepatan pelarutan

besar.

( 1 + )

kalau (H+) besar, atau pH kecil maka akan meningkatkan kelarutan zat, sehingga kecepatan pelarutan

besar.

4. Pengadukan

Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). Bila pengadukan cepat

maka tebal lapisan difusi berkurang sehingga menaikkan kecepatan pelarutan.

5. Ukuran partikel

Page 5: Farmasi Fisika

Bila partikel zat terlarut kecil maka luas permukaan efektif besar sehingga menaikkan

kecepatan pelarutan.

6. Polimorfis

Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh adanya polimorfisa, karena bentuk kristal yang berbeda

akan mempunyai kelarutan yang yang berbeda pula. Kelarutan bentuk kristal yang meta stabil lebih

besar dari pada bentuk stabil, sehingga kecepatan pelarutannya lebh besar.

7. Sifat permukaan zat

Pada umumnya zat-zat yang di gunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob. Dengan adanya

surfaktan di dalam pelarut akan menurunkan tegangan permukaan antar partikel zat dengan pelarut,

sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan pelarutan bertambah.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas kecepatan pelarutan suaru zat aktif dari

bentuk sediaannya dipengaruhi pula oleh factor formulasi dan teknik pembuatan sediaan tersebut.

Penentuan kecepatan pelarutan suatu zat dapat dilakukan dengan metode :

- Metode suspensi

Bubuk zat padat ditambahkan pada pelarut tanpa pengontrolan yang eksak terhadap luas permukaan

partikelnya. Sampel diambil pada waktu – waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan

cara yang sesuai.

- Metode permukaan konstan

Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya,sehingga variable perbedaan luas

permukaan efektif dapat dihilangkan. Biasanya zat dibuat tablet terlebih dahulu kemudian sampel

ditentukan seperti pada metode suspensi.

Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan pelarutan suatu zat perlu dilakukan karena kecepatan

pelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi absorpsi obat. Penentuan kecepatan

pelarutan suatu zat aktif dapat dilakukan pada beberapa tahap pembuatan suatu sediaan obat yaitu :

1) Tahap pre formulasi

Pada tahap ini penentuan kecepatan pelarutan dilakukan terhadap bahan baku obat dengan tujuan

untuk memilih sumber bahan baku dan memperoleh informasi tentang bahan baku tersebut.

Page 6: Farmasi Fisika

2) Tahap formulasi

Pada tahap ini penentuan kecepatan pelarutan dilakukan untuk memilih formula yang terbaik.

3) Tahap produksi

Pada tahap ini penentuan kecepatan pelarutan dilakukan untuk control kualitas sediaan obat yang

diproduksi.

Pada Farmakope Indonesia IV dijelaskan bahwa asam salisilat merupakan serbuk hablur halus

putih, biasanya berbentuk jarum halus, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis

warna putih dan tidak berbau. Asam salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut

dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform.

Penetapan kadar asam salisilat dapat dilakukan dengan titrasi asam basa dengan menggunakan natrium

hidroksida dan indikator fenolftalein. Pada penetapan kadar asam salisilat, reaksi yang terjadi:

Asam Salisilat + NaOH —> Natrium Salisilat + H2O

Page 7: Farmasi Fisika

BAB II

METODOLOGI

II . 1 Alat dan Bahan

Page 8: Farmasi Fisika

Alat:

Pipet

Buret

Erlenmeyer

Beaker glass

Dissolution tester

Temperatur

Pipet Gondok

Chamber (bejana)

Kompor Listrik

Gelas Ukur

Labu Ukur 500mL

Bahan :

Air 900 ml

Asam salisilat 2 gr

NaOH 0,05 N

PP

II.2 Cara Kerja

Pembuatan larutan standar NaOH 0,05 N

- Dihitung massa NaOH yang di butuhkan untuk membuat NaOH 0,05 N

- Dilarutkan sebanyak 1 gr NaOH dalam 500 mL air dalam labu ukur.

Percobaan 1 : Pengaruh temperatur terhadap kecepatan pelarutan zat

- Diisi bejana dengan 900 ml air.

- Dipasang termostat pada temperatur 37○C, 40○C dan 45○C.

- Bila temperatur air dalam bejana sudah mencapai 30○C masukkan 2 gr asam salisilat dan

jalankan motor penggerak pada kecepatan 20 RPM.

- Diambil sebanyak 20 ml air dalam bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20 menit

setelah pengocokan. Setiap selesai pengambilan sampel segera ganti dengan 20 ml air.

- Ditentukan kadar asam salisilat yang larut dalam masing – masing sampel dengan cara

titrasi asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator fenolftalein.

- Lakukan percobaan yang sama untuk temperatur 40○C dan 45○C.

- Ditabelkan hasil yang diperoleh.

- Dibuat grafik antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu untuk

masing – masing temperatur ( dalam satu grafik ).

Page 9: Farmasi Fisika

Percobaan 2 : Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan pelarutan zat.

- Diisi bejana dengan 900 ml air.

- Dipasang termostat pada temperatur 37○C.

- Bila temperatur air dalam bejana sudah mencapai 37○C masukkan 2 gr asam salisilat dan

jalankan motor penggerak pada kecepatan 40 RPM.

- Diambil sebanyak 20 ml air dalam bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20 menit

setelah pengocokan. Setiap selesai pengambilan sampel segera ganti dengan 20 ml air.

- Ditentukan kadar asam salisilat yang larut dalam masing – masing sampel dengan cara

titrasi asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dan indikator fenolftalein.

- Lakukan percobaan yang sama untuk kecepatan pengadukan 50 RPM, dan 60 RPM.

- Ditabelkan hasil yang diperoleh.

- Dibuat grafik antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu untuk

masing – masing kecepatan pengadukan ( dalam satu grafik).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil Percobaan

Page 10: Farmasi Fisika

A. Pengaruh Temperatur Terhadap Kecepatan Pelarutan Zat

Waktu370 C 400 C 450 C

V1 V2 Vt V1 V2 Vt V1 V2 Vt

1 0,4 0,5 0,45 1,1 1,4 1,25 0,3 0,3 0,3

5 1 1 1 1,5 1,7 1,6 0,8 0,9 0,85

10 1,6 1,5 1,55 1,8 1,8 1,8 1,6 1,5 1,55

15 1,7 1,8 1,75 2,1 2 2,05 1,8 1,8 1,8

20 2 1,9 1,95 2 2 2 2,3 2,3 2,3

B. Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Kecepatan Pelarutan Zat

Waktu40 RPM 50 RPM 60 RPM

V1 V2 Vt V1 V2 Vt V1 V2 Vt

1 0,35 0,25 0,3 0,4 0,5 0,45 0,8 0,7 0,75

5 0,75 0,6 0,675 1 1,1 1,05 1,3 1,75 1,535

10 1,05 1,5 1,275 1,5 1,75 1,625 2 2,3 2,15

15 1,75 1,55 1,65 1,9 2,15 2,025 2,95 2,65 2,8

20 2 2,1 2,05 2,3 2,6 2,45 2,7 3,15 2,9

Pembuatan NaOH 0,05 N menggunakan labu ukur 500 mL

BM NaOH = Ar Na + Ar O + Ar H

= 23 + 16 + 1 = 40 gr/mol

NaOH Na+ + OH- dengan valensi 1 : 1

Maka, Normalitas = Molaritas = dalam mol/L

Page 11: Farmasi Fisika

= (mol/mL)

[NaOH] =

0,05 =

Massa NaOH = = 1 gram

Perhitungan BM Asam Salisilat ( C6H4OHCOOH )

BM C6H4OHCOOH = ( 7 x Ar C ) + ( 6 x Ar H ) + ( 3 x Ar O )

= ( 7 x 12 ) + ( 6 x 1 ) + ( 3 x 16 )

= 84 + 6 + 48

= 138 gr/mol

A. Pengaruh Temperatur Terhadap Kecepatan Pelarutan Zat

Pada temperatur 350 C

Menit ke-1

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(x-0) + 0 + 0 = 0,45 ml x 0,05 mol/ml

x = 0,0225 mol

C0 = (x-y) x BM asam salisilat

= 0,0225 mol x 138

= 3,105 gram

Menit ke-5

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0225 mol) + y = 1 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,05 – 0,0225

= 0,0275 mol

Page 12: Farmasi Fisika

asam salisilat yang tersisa :

x – y = 0,0225 mol – 0,0275 mol

= - 0,005 mol

Ct = ( x – y ) x BM asam salisilat

= - 0,005 mol x 138

= - 0,69 gram

K5 = x log

= x log

= 0,46 x 0,65

= 0,299/menit

Menit ke-10

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0225 mol) + y = 1,55 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,0775 – 0,0225

y = 0,055 mol

asam salisilat yang tersisa :

x – y = 0,0225 mol – 0,055 mol

= - 0,0325 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= - 0,0325 mol x 138

= - 4,485 gram

K10 = x log

= x log

= 0,23 x 0,15

= 0,0345/menit

Menit ke-15

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0225 mol) + y = 1,75 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,0875 – 0,0225

y = 0,065 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,0225 mol – 0,065 mol

= - 0,0425 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= - 0,0425 mol x 138

= - 5,865 gram

Page 13: Farmasi Fisika

K15 = x log

= x log

= 0,154 x 0,276

= 0,00425/menit

Menit ke-20

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0225 mol) + y = 1,95 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,0975 mol/ml – 0,0225 mol

y = 0,075 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,0225 mol – 0,075 mol

= - 0,053 mol

Ct = ( x – y ) x Mr. asam salisilat

= - 0,053 mol x 138

= - 7,314 gram

K20 = x log

= x log

= 0,115 x 0,37

= 0,0426/menit

Pada temperatur 400 C

Menit ke-1

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(x-0) + 0 + 0 = 1,25 ml x 0,05 mol/ml

x = 0,0625 mol

C0 = (x-y) x BM = 0,0625 x 138

= 8,625 gram

Menit ke-5

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0625 mol) + y = 1,6 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,08 – 0,0625

Page 14: Farmasi Fisika

= 0,0175 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,0625 mol – 0,0175 mol

= 0,045 mol

Ct = ( x – y ) x BM = 0,045 x 138 = - 0,69 gram

K5 = x log

= x log

= 0,46 x 0,143

= 0,066/menit

Menit ke-10

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0625 mol) + y = 1,8 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,09 – 0,0625 y = 0,0275 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,0625 – 0,0275l

= 0,035 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= 0,035 x 138

= 4,83 gram

K10 = x log

= x log

= 0,23 x 0,25

= 0,0575/menit

Menit ke-15

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0625 mol) + y = 2,05 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,1025 – 0,0625 y = 0,04 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y ) = 0,0625 – 0,04

= 0,0225 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= 0,0225 mol x 138 = 3,105 gram

K15 = x log

= x log

Page 15: Farmasi Fisika

= 0,154 x 0,444

= 0,068/menit

Menit ke-20

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,0625 mol) + y = 2 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,1 – 0,0625 y = 0,0375 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,0625 mol – 0,0375 mol

= 0,025 mol

Ct = ( x – y ) x BM= 0,025 x 138 = 3,45 gram

K20 = x log

= x log

= 0,115 x 2,5

= 0,29/menit

Pada temperatur 450 C

Menit ke-1

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(x-0) + 0 + 0 = 0,3 ml x 0,05 mol/ml

= 0,015 mol

C0 = (x-y) x BM = 0,015 x 138

= 2,07 gram

Menit ke-5

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,015 mol) + y = 0,85 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,0425 – 0,015 = 0,0275 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,015 mol – 0,0275 mol

= 0,0125 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= 0,0125 x 138

= 1,725 gram

K5 = x log

= x log

= 0,46 x 0,08

= 0,037/menit

Page 16: Farmasi Fisika

Menit ke-10

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,015 mol) + y = 1,55 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,08 – 0,015

y = 0,0625 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,015 mol – 0,0625 mol

= 0,0475 mol

Ct = ( x – y ) x BM = 0,0475 x 138 = 0,65 gram

K10 = x log

= x log

= 0,23 x 0,5

= 0,115/menit

Menit ke-15

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,015 mol) + y = 1,8 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,09 – 0,015

y = 0,075 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,015 mol – 0,075 mol

= - 0,06 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= - 0,06 x 138

= - 11,04 gram

K15 = x log

= x log

= 0,154 x 0,727

= 0,112/menit

Menit ke-20

(x-y) + y + y = ml NaOH x [NaOH]

(0,015 mol) + y = 2,3 ml x 0,05 mol/ml

y = 0,115 – 0,015 y = 0,1 mol

asam salisilat yang tersisa :

(x – y) = 0,015 mol – 0,1 mol

= - 0,085 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= 0,085 x 138

= - 11,73 gram

Page 17: Farmasi Fisika

K20 = x log

= x log

= 0,1152 x 0,753

= 0,087/menit

A. Pengaruh Kecepatan Pengadukan

Terhadap Kecepatan Pelarutan Zat

Pada kecepatan 40 RPM

Menit 1, pada menit awal y = 0 ; BM = 138

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

( x – 0 ) + 0 + 0 = 0,3 mL x 0,05 mol/mL

x = 1,5 x 10-3 mol

Co = ( x – y ) BM

= (1,5 x 10-3 – 0 ) 138 = 0,207 gram

Menit 5

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 0,675 mL x 0,05 mol/mL

1,5 x 10-3 + y = 0,03375 mol

y = 0,03375 – 0,0015

y = 0,03225 mol

( x – y ) = 0,0015 – 0,03225

= - 0,03075 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= (-0,03075) x 138

= - 4, 2435 gram

K5 =

=

= 0,4606 x [- log ( 0,0488 ) ]

= 0,4606 x [ - ( -1,31 ) ]

= 0,6 menit-1

Menit 10

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 1,275 mL x 0,05 mol/mL

1,5 x 10-3 + y = 0,06375 mol

y = 0,06375 – 0,0015

y = 0,06225 mol

( x – y ) = 0,0015 – 0,06225

= - 0,06075 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= ( - 0,06075 ) x 138

= - 8,3835 gram

K10 =

Page 18: Farmasi Fisika

=

= 0,2303 x [- log ( 0,0247 ) ]

= 0,2303 x [ - ( -1,607 ) ]

= 0,37 menit-1

Menit 15

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 1,65 mL x 0,05 mol/mL

1,5 x 10-3 + y = 0,0825 mol

y = 0,0825 – 0,0015

y = 0,081 mol

( x – y ) = 0,0015 – 0,081

= - 0,0795 mol

Ct = ( x – y ) BM

= (- 0,0795 ) x 138

= - 10,971 gram

K15 =

=

= 0,1535 x [ - ( log 0,019 ) ]

= 0,1535 x [ - ( -1,7212 ) ]

= 0,26 menit-1

Menit 20

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 2,05 mL x 0,05 mol/mL

1,5 x 10-3 + y = 0,1025 mol

y = 0,1025 – 0,0015

y = 0,101 mol

( x – y ) = 0,0015 – 0,101

= - 0,0995 mol

Ct = ( x – y ) BM

= (- 0,0995 ) x 138

= - 13,731 gram

K20 =

=

= 0,11515 x [ - ( log 0,015 ) ]

= 0,11515 x [ - ( -1,824 ) ]

= 0,21 menit-1

Pada kecepatan 50 RPM

Menit 1, pada menit awal y = 0 ; BM = 138

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

( x – 0 ) + 0 + 0 = 0,45 mL x 0,05 mol/mL

x = 0,0225 mol

Co = ( x – y ) BM

= (0,0225 – 0 ) x 138 = 3,105 gram

Page 19: Farmasi Fisika

Menit 5

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 1,05 mL x 0,05 mol/mL

0,0225 + y = 0,0525 mol

y = 0,0525 – 0,0225

y = 0,03 mol

( x – y ) = 0,0225 – 0,03

= - 0,0075 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= (-0,0075) x 138

= - 1,035 gram

K5 =

=

= 0,4606 x [- log ( 3 ) ]

= 0,4606 x [ - 0,477 ]

= - 0,22 menit-1

Menit 10

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 1,625 mL x 0,05 mol/mL

0,0225 + y = 0,08125 mol

y = 0,08125 – 0,0225

y = 0,05875 mol

( x – y ) = 0,0225 – 0,05875

= - 0,03625 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= ( - 0,03625 ) x 138

= - 5,0025 gram

K10 =

=

= 0,2303 x [- log ( 0,62 ) ]

= 0,2303 x [ - ( -0,208 ) ]

= 0,048 menit-1

Menit 15

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 2,025 mL x 0,05 mol/mL

0,0225 + y = 0,10125 mol

y = 0,10125 – 0,0225

y = 0,07875 mol

( x – y ) = 0,0225 – 0,07875

= - 0,05625 mol

Ct = ( x – y ) BM

= (- 0,05625 ) x 138

= - 7,7625 gram

Page 20: Farmasi Fisika

K15 =

=

= 0,1535 x [ - ( log 0,4 ) ]

= 0,1535 x [ - ( -0,398 ) ]

= 0,061 menit-1

Menit 20

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 2,45 mL x 0,05 mol/mL

0,0225 + y = 0,1125 mol

y = 0,1125 – 0,0225

y = 0,09 mol

( x – y ) = 0,0225 – 0,09

= - 0,0675 mol

Ct = ( x – y ) BM

= (- 0,0675 ) x 138

= - 9,315 gram

K20 =

=

= 0,11515 x [ - ( log 0,33 ) ]

= 0,11515 x [ - ( - 0,48 ) ]

= 0,06 menit-1

Pada kecepatan 60 RPM

Menit 1, pada menit awal y = 0 ; BM = 138

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

( x – 0 ) + 0 + 0 = 0,75 mL x 0,05 mol/mL

x = 0,0375 mol

Co = ( x – y ) BM

= (0,0375 – 0 ) x 138 = 5,175 gram

Menit 5

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 1,535 mL x 0,05 mol/mL

0,0375 + y = 0,07675 mol

y = 0,07675 – 0,0375

y = 0,03925 mol

( x – y ) = 0,0375 – 0,03925

= - 0,00175 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= (-0,00175) x 138

= - 0,2415 gram

K5 =

=

Page 21: Farmasi Fisika

= 0,4606 x [- log ( 21,43 ) ]

= 0,4606 x [ - 1,33 ]

= - 0,61 menit-1

Menit 10

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 2,15 mL x 0,05 mol/mL

0,0375 + y = 0,1075 mol

y = 0,1075 – 0,0375

y = 0,07 mol

( x – y ) = 0,0375 – 0,07

= - 0,0325 mol

Ct = ( x – y ) x BM

= ( - 0,0325 ) x 138

= - 4,485 gram

K10 =

=

= 0,2303 x [- log ( 1,15 ) ]

= 0,2303 x [ - ( ) ]

= 0,06 menit-1

Menit 15

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 2,8 mL x 0,05 mol/mL

0,0375 + y = 0,14 mol

y = 0,14 – 0,0375

y = 0,1025 mol

( x – y ) = 0,0375 – 0,1025

= - 0,065 mol

Ct = ( x – y ) BM

= (- 0,065 ) x 138

= - 8,97 gram

K15 =

=

= 0,1535 x [ - ( log 0,58 ) ]

= 0,1535 x [ - ( -0,236 ) ]

= 0,036 menit-1

Menit 20

( x – y ) + y + y = V NaOH x [NaOH]

x + y = 2,9 mL x 0,05 mol/mL

0,0375 + y = 0,145 mol

y = 0,145 – 0,0375

y = 0,1075 mol

( x – y ) = 0,0375 – 0,1075

= - 0,07 mol

Ct = ( x – y ) BM

= (- 0,07 ) x 138

= - 9,66 gram

Page 22: Farmasi Fisika

K20 =

=

= 0,11515 x [ - (- log 0,536 ) ]

= 0,11515 x [ - ( - 0,271 ) ]

= 0,031 menit-1

Page 23: Farmasi Fisika

III.2 Pembahasan

A. Pengaruh Temperatur Terhadap Kecepatan Pelarutan Zat

Sesuai dengan tujuan percobaan kecepatan larutan ini yakni faktor yang mempengaruhi

disolusi zat. Yang pertama dengan mengamati perbedaan temperature dan yang kedua

menggunakan perbedaan kecepatan pengadukan.

Pada percobaan pertama dengan menggunakan temperature yang berbeda. Dari data yang

kami dapat pada suhu 37°C dan suhu 40°C sesuai dengan literatur, yakni semakin tinggi

temperature maka semakin cepat pula proses kelarutannya. Ini disebabkan karena tingginya

temperature akan memperbesar koefisiensi difusi zat sehingga saat titrasi dibutuhkan titrat

(NaOH 0,05 N) dalam jumlah banyak untuk mencapai ekuivalen dan begitupun sebaliknya.

Sedangkan pada percobaan disolusi dengan suhu 45°C mengalami penyimpangan yang tidak

sesuai dengan literatur, hal ini mungkin disebabkan karena penghitungan waktu yang kurang

akurat saat pengambilan sampel ( asam salisilat ) dari dissolution tester jadi pada waktu yang

belum sesuai, sudah dilakukan pengambilan sampel dan faktor lainnya seperti serbuk asam

salisilatnya menggumpal di atas permukaaan air dalam chamber dissolution tester sehingga

difusi zat kurang sempurna juga ada dalam pengerjaan percobaan ini yang dilakukan lebih

dahulu langsung pada suhu 40°C lalu 45°C kemudian 37°C karena kesalahan informasi yang

diterima dari asisten kepada kami.

Penjelasan di atas digambarkan dalam grafik berikut :

Pada Suhu 37°C

Page 24: Farmasi Fisika

Pada Suhu 40°C

Pada Suhu 45°C

Page 25: Farmasi Fisika

B. Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Kecepatan Pelarutan Zat

Sedangkan pada percobaan kecepatan kelarutan dengan menggunakan kecepatan

pengadukan yang sesuai literatur yakni semakin cepat pengadukan maka semakin cepat pula

proses kecepatan kelarutan. Itu disebabkan semakin cepat nya proses pengadukan, maka akan

semakin cepat pula berkurangnya ketebalan lapisan zat yang dilarutkan (asam salisilat) yang

menyebabkan semakin cepat kecepatan larutan.

Hasil yang kami peroleh dalam percobaan berbanding lurus dengan literatur. Kecepatan

pengadukan yang digunakan yakni 40 RPM, 50 RPM, dan 60 RPM. Semakin cepat dalam

pengadukan semakin besar pula difusi zat terlarutnya sehingga saat pengambilan sampel pada

waktu-waktu tertentu mendapatkan volume NaOH 0,05 N dari hasil titrasi sampel (asam

salisilat) yang berbeda-beda. Semakin lama waktu dan kecepatan pengadukan semakin banyak

pula volume NaOH yang dibutuhkan dalam mentitrasi asam salisilat untuk mencapai ekuivalen.

Penjelasan tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut:

Pada Kecepatan Pengadukan 40 RPM

Page 26: Farmasi Fisika

Pada Kecepatan Pengadukan 50 RPM

Pada Kecepatan Pengadukan 60 RPM

Hasil Konsentrasi pada waktu-waktu tertentu terkadang di dapatkan minus sehingga di dapatkan

kecepatan pelarutan tiap menitnya pun minus itu di karenakan kurang tepatnya pada perhitungan

waktu antara dimulainya motor penggerak dengan keadaan suhu yang mungkin kurang sesuai

pada keadaan di dalam bejana.

Page 27: Farmasi Fisika

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Kecepatan pelarutan adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut dalam

pelarut tertentu tiap satuan waktu.Kecepatan pelarutan dipengaruhi oleh temperature, viskositas,

pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfis dan sifat permukaan zat. Semakin tinggi

tempetatur, semakin cepat proses kelarutan, begitupun sebaliknya. Semakin cepat proses

pengadukan, semakin cepat proses kelarutan, begotupun sebaliknya. Hasil perhitungan

dipengaruhi ketelitian titrasi .

IV.2 Saran

Untuk mendapatkan data yang sesuai haruslah menjaga ketelitian baik dari segi

pengadukan, suhu maupun titrasi. Apabila hal tersebut dilakukan dengan baik maka data yang

didapat pun akan sesuai dengan literatur.

Page 28: Farmasi Fisika

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Martin, A.N., J. Swarbrick, A. Cammarata. 2006. Physical Pharmacy, 5th ed. Philadelphia : Lea

& Febiger.

Muztabadihardja.,dkk.2012.Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Laboratorium Farmasi

Universitas Pakuan – Bogor.