( moh agus salim )makalah fisika farmasi

29
MAKALAH FISIKA FARMASI DISTRIBUSI NAMA : MOH AGUS SALIM NIM : 2 1 1 7 4 2

Upload: rizky-maku

Post on 13-Jul-2016

55 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kodo

TRANSCRIPT

Page 1: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

MAKALAH

FISIKA FARMASI

DISTRIBUSI

NAMA : MOH AGUS SALIM

NIM : 2 1 1 7 4 2

AKADEMI FARMASI TADULAKO FARMA PALU

2014

Page 2: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

BAB I

PENDAHULUAN

1        Latar Belakang

Ahli Farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk

garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya

merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air.

Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan

bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi

timbal balik zat pelarut dan zat terlarut

  Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu

agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan

hidrofil dan hidrofob.

       Koefisien partisi merupakan bagian yang sangat penting dalam

pembuatan obat. Khusunya untuk membuat obat dalam. Obat yang kita ciptakan

harus tepat sasaran dan dengan mengetahui koefisien partisi dapat ditetapkan cara

obat masuk ke dalam liposom. Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat

non polar atau lipofilik. Koefisien partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam

pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar atau topikal, koefisien partisi

juga merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan.

Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara

mencampurkan dua zat yang tidak larut apabila di campurkan yaitu minyak dan

air serta penambahan zat yang akan di uji koefisien partisinya yaitu asam borat

dan asam benzoat

Page 3: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

2        Tujuan Praktikum

            Adapun tujuan dari praktikum fenomena distribusi ini yakni untuk

menentukan koefisien partisi suatu zat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1  Dasar Teori

    Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu

senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada

interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu

struktur molekul. (Anonim, 2013)

        Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh

sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa

senyawa yang larut baik dalam bentuk lamak terkonsentrasi dalam jaringan yang

mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak

diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel

(Ernest, 1999  ).

        Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat

terarah kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita

mengharapkan distribusi dapat diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja

lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun

demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal

kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau

infus sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang

terarah (Ernest, 1999)

Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau

hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan

interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik

dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1999)

Page 5: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

  Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam

pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut

lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi trans membran terjadi

lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan

air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal

tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989)

  Suatu pengukuran lipofilisitas obat dari suatu indikasi dari kemampuannya

untuk melewati membran sel adalah koefisien partisi minyak/air dalam sistem-

sistem seperti oktanol/air dan kloroform/air. Koefisien partisi didefinisikan

sebagai perbandingan obat yang tidak terion antar fase organik dan fase air pada

kesetimbangan. (Lachman,L.,1986)

  Koefisien partisi tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi

konsentrasi absolute zat atau volume kedua fase tersebut (Martin, 1990)

      Koefisien partisi dari obat juga tergantung pada polaritas dan ukuran dari

molekul. Obat dengan momen dipol yang tinggi, walaupun tidak terionisasi,

mempunyai kelarutan dalam lemak rendah, dan oleh karena itu sedikit

terpenetrasi. Ionisasi bukan saja mengurangi kelarutan dalam lemak sangat besar

tetapi juga menghalangi perlintasan melewati membran yang bermuatan 

Umumnya koefisien partisi lemak / air dari suatu molekul merupakan indeks yang

berguna dalam kecenderungan untuk absorpsi oleh difusi pasif (Gandjar, 2007).

  Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan

bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu gaya

yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya yang bekerja

pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai sejauh mana

tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan

dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik

untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik

untuk zat-zat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik

Page 6: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan

pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (Rifai, 1995).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan,

yaitu :

1. Temperatur, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap

kenaikan suhu 10oC.

2. Kekuatan Ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi

makin kecil.

3. Konstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju

reaksi ionik diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang

pengaruh kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya

bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif

dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.

4. Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju – laju distribusi (Katalis

negatif). Katalis dapat juga menurunkan energi aktivitas denganss

mengubah mekanisme reaksi sehingga kecepatan bertambah.

5. Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan

penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang

mengandung konsentrasi ion hidrogen atau hidroksi.

6. Cahaya Energi, cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang

diperlukan untuk terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai

dengan energi yang cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul –

molekul (Cammarata, 1995).

7. Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan

partisi air dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai

membrane biologis dna juga merupakan model yang baik pada

kromatografi fase terbalik. Beberapa obat mengandung gugus-gugus yang

mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen itu koefisien partisi obat-obat ini

pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari 1

gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, sering kali, salah

Page 7: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi

daripada gugus yang lain pada pH tertentu (Gholib, ibnu, 2007)

  Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat

tersebut dilarutkan dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang

terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih

mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil

atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar

terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah

(Sardjoko, 1987).

2        Uraian Bahan

1. 1.        Air suling (Ditjen POM,1979)

Nama resmi              : Aqua destillata

Nama lain                 : Aquadest, air suling

Rumus molekul        : H2O

Berat molekul           : 18,02

Bobot jenis               : 1,00 gr/cm3

            Pemerian                  : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan 

tidak berasa      

              Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik

              Kegunaan                 : Sebagai pelarut, media distribusi

 

Page 8: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

1. 2.        Asam benzoat (Ditjen POM,1979)

Nama resmi              : Acidum bonzoicum

Nama lain                 : Asam benzoat

Rumus molekul        : C7H6O2

Berat molekul           : 122,12

            Pemerian                  :  Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak         

berbau

            Kelarutan                 : Larut dalam kurang lebih 350 bagian air, dalam

kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P. Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3

bagian eter P

            Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik

       Khasiat                     : Antiseptikum ekstern

       Kegunaan                 : Sebagai sampel

1. 3.        Asam borat (Ditjen POM 1979)

                Nama resmi             : Acidum boricum

Nama lain                 : Asam borat

Rumus molekul        : H3BO3

Berat molekul           : 61,83

Pemerian                  : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap, tidak

berwarna, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis

Page 9: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

            Kelarutan                 : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air

mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P dan dalam 3 bagian gliserol P

              Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup baik

              Khasiat                     : Antiseptikum ekstern

              Kegunaan                 : Sebagai sampel

            Penetapan kadar       : 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83 mg

H3BO3 

1. 4.        Fenolftalein (Ditjen POM 1979)

Nama resmi              : Phenolphtalein

Nama lain                 : Fenolftalein

Rumus molekul        : C20H14O4 /318,00

Pemerian                : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah, tidak

berbau, stabil di udara

Kelarutan                :  Praktis tidak larut dalam air, larut dalam, agak sukar larut

dalam eter

Perubahan warna   : tidak berwarna dalam suasana asam dan alkali lemah dan

memberikan warna merah dalam larutan alkali kuat

Range pH                  :       8,3 – 10,0        

Kegunaan                 :  Sebagai indicator

 

Page 10: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

1. 5.        Minyak kelapa (Ditjen POM 1979)

Nama resmi            : Oleum cocos

Nama lain               : Minyak kelapa

Pemerian                : Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat,

bau khas  tidak tengik.

Kelarutan               : Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P, sangat mudah larut

dalam kloroform P dan dalam eter

Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan               : Sebagai pelarut, media distribusi

1. 6.        Natrium hidroksida (Ditjen POM, 1979 )

Nama resmi : Natrii hydroxidum

Nama lain               : Natrium hidroksida

Rumus molekul       : NaOH

Berat molekul         :  40,00

Pemerian                : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,   kering,

keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera

menyerap CO2.

Kelarutan               : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95 %) P

Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan               : Sebagai larutan penitrasi

Page 11: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

 3   Prosedur Kerja (Anonim, 2013)

Menentukan koefisien partisi

Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml

Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume larutan hingga

100 ml dengan aquadest

Ambil 25 ml dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah,

tambahkan 25 ml minyak kelapa

Kocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah, diamkan

selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain

Buka tutup corong pisah, lalu pisahkan air dari minyak dengan

menampung dalam erlenmeyer

Tambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer

Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi

perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda

Ambil 25 ml larutan no. 2 di atas, kemdian

Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate

Hitung koefisien partisi

Titrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N samai terjadi

perubahan warna dari bening menjadi merah muda

Ambil 25 ml dari larutan no. 2 di atas, kemudian

Ulangi prosedur di atas untuk asam benzoate

Hitung koefisien partisi

 

 

 

 

Page 12: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

BAB III

METODE KERJA

 1   Alat

 Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan fenomena distribusi

antara lain batang pengaduk, buret 50 ml, corong, corong pisah 250 ml,

erlenmeyer 25 ml, erlenmeyer 50 ml, gelas kimia 250 ml, gelas ukur 25 ml, gelas

ukur 50 ml, klem, penyangga corong pisah, pipet tetes, statif dan timbangan

analitik.

2     Bahan

                 Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan fenomena

distribusi  ini antara  lain aquades, asam benzoat, asam borat, indikator

fenofltalein, kertas timbang, larutan baku NaOH 0,1 N, minyak kelapa,  dan tissu.

3     Langkah Kerja

1. Menentukan koefisien partisi

ditimbang asam borat sebanyak 100 mg

dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml,

dilarutakan dengan aquadest sebanyak 100 ml,

diambil 25 ml dari larutan tersebut, kemudian dimasukkan dalam corong

pisah,

ditambahkan 25 ml minyak kelapa. kemudian, dikocok selama 5 menit

campuran di dalam corong pisah,

diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.

dipisahkan air dari minyak dan ditampung dalam erlenmeyer

ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam erlenmeyer,

dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna

dari bening menjadi merah muda.

Page 13: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

diambil 25 ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest,

kemudian ulangi prosedur kerja menggunakan asam benzoate,

dihitung koefisien partisinya.

      2. Menentukan koefisien tanpa partisi

Dalam percobaan menentukan koefisien tanpa partisi, percobaan dilakukan tanpa

menggunakan minyak kelapa dan corong pisah, tetapi hanya diberikan indikator

PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan erlemeyer. Cara kerjanya :

ditimbang asam borat sebanyak 100 mg,  

dimasukkan dalam erlenmeyer,

dilarutkan dengan aquadest kemudian dicukupkan volumenya hingga 100

ml,

diambil 25 ml dari larutan tersebut kemudian, dimasukkan ke dalam

erlenmeyer.

ditambahkan dengan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes

dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari bening

menjadi merah muda.

diambil larutan yang telah dicukupkan dengan aquadest sebanyak 25 ml,

lakukan pengerjaan dengan menggunakan asam benzoate

dihitung koefisien tanpa partisinya.

 

 

 

 

 

BAB IV

Page 14: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

1  Hasil dan Perhitungan

SampelVtitran Konsentrasi

Partisi Tanpa partisi CA CB

Asam borat 6,5ml 0,75 ml 183,84 1593,24

Asam benzoate 0,8 ml 2,1 ml 10,18 3,88

           

 

v Perhitungan

Asam Borat

Dik : N = 0,1 N

        Vtitran partisi = 6,5 ml

        Vtitran tanpa partisi = 0,75  ml

         Bst = 61,83 mg

         Bs = 100 mg

         Fp = 4

         Fk = 0,1

Dit : a. % kadar partisi (CB)

        b. % kadar tanpa partisi (CA)

        Penyelesaian

Page 15: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

1. CB= % kadar  =  

                                           =  

                                           = 1593,24 %

1.  CA = % kadar =  

                               =  

                                          =

                                           = 183,83 %

                                      K  =  

                              =  

                                          = 7,67

Asam benzoat

Dik  : N = 0,1 N

        Vtitran partisi = 0,8 ml

        Vtitran tanpa partisi = 2,1 ml

         Bst = 12,21 mg

         Bs = 100 mg

         Fp = 4

         Fk = 1

Dit : a. % kadar partisi (CB)

Page 16: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

        b. % kadar tanpa partisi (CA)

a. CB = % kadar =  

                                       =  

                                   =

                                   = 3,88 %

             CA= % kadar   =  

                                       =   

                                       =   

                                       =   10,18 %

                                 K  =  

                                   =

                                       = 0,62

 

 

2    Pembahasan

Page 17: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

       Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa

antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik

dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur

molekul. Sedangkan, Koefisien partisi adalah perbandingan konsentrasi

kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor

yang mempengaruhi koefisien partisi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut

1 dan pelarut 2, dirumuskan :

            K =

Dimana K adalah koefisien partisi, C1 adalah kadar zat dalam pelarut 1 dan C2

adalah kadar zat dalm pelarut 2.

Pada percobaan menentukan koefisien partisi. Pertama-tama timbang asam borat

sebanyak 100 mg, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, larutakan

dengan aquadest sebanyak 100 ml, kemudian ambil 25 ml dari larutan tersebut, 

masukkan larutan tersebut ke dalam corong pisah, dan tambahkan 25 ml minyak

kelapa. Setelah itu, dikocok selama 5 menit campuran di dalam corong pisah,

diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.

Selanjutnya buka tutup corong pisah, pisahkan air dari minyak dengan

menampung air dalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3

tetes ke dalam erlenmeyer, titrasi larutan dengan larutan baku NaOH 0,1 N sampai

terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda, kemudian diambil 25

ml larutan asam borat yang telah dicukupkan dengan aquadest, kemudian ulangi

prosedur kerja menggunakan asam benzoate, lalu dihitung koefisien partisinya,

dengan menggunakan rumus :

              =

            Alasan penggunaan air dan minyak kelapa dalam percobaan dengan

menggunakan partisi, karena, kedua pelarut ini tak dapat larut satu sama lain

tetapi sampel asam borat dapat larut dalam minyak dan air . Hal ini disebabkan

karena air merupakan pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut

Page 18: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

non polar dan karena pada minyak terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk

streokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol.

            Alasan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkanke dalam

minyak kelapa dan air kemudian  dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian

seterlah itu di lakukan  pengocokan, kareana agar zat dapat mengadakan

keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak kelapa.

Pada percobaan ini dilakukan pengocokan selama 5 menit agar gugus polar dan

non polar dari asam borat maupun dari asam benzoat dapat bereaksi dengan air

dan minyak sehingga dapat dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar.

             Tujuan dari campuran dalam corong pisah didiamkan selama 10-15 menit,

karena agar pemisahan antara minyak dan air bisa sempurna. Alasan mengapa

yang dilakukan titrasi hanya pada fase air saja. dikarenakan bila lapisan minyak

yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).

Metode titrasi yang digunakan dalam percobaan ini  adalah alkalimetri yang

dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan

titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh

titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi

merah muda.

          Dalam percobaan menentukan koefisien tanpa partisi tidak menggunakan

minyak kelapa dan corong pisah, tetapi hanya menggunakan air yang diberikan

indikator fenoftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Hal yang di lakukan

Pertama-tama adalah timbang asam borat sebanyak 100 mg, masukkan kedalam

erlenmeyer, larutkan dengan aquadest  hingga 100 ml, ambil 25 ml dari larutan

tersebut , masukkan kedalam erlenmeyer, tambahkan indikator fenolftalein  3 tetes

dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna larutan berubah dari bening

menjadi merah muda.ambil larutan yang telah dicukupkan dengan aquadest

sebanyak 25 ml, lakukan pengerjaan dengan menggunakan asam benzoate,

kemudian hitung koefisien tanpa partisinya, dengan menggunakan rumus:

Page 19: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

            =

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut, volume titran

asam borat sebelum partisi 0,75 dan sesudah partisi 6,5 sedangkan volume titran

asam benzoate yakni, sebelum partisi 2,1 dan sesudah partisi 0,8, konsentrasi(%)

asam borat yakni CA 183,84 dan CB 1593,24 dan konsentrasi(%) dari asam

benzoate yakni CA 10,18 dan CB 3,88, koofisien partisi asam borat yakni 7,67

dan asam benzoate  0,62

        Pada percobaan ini terdapat kesalahan dalam penentuan koefisien partisi dari

asam borat dimana hasilnya yakni 7,67 yang diperoleh tidak sesuai dengan

literatur yang menyatakan K dar asam borat harus kurang dari 1. Hal ini mungkin

disebabkan karena

Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.

Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan

air untuk titrasi.

Kesalahan dalam menitrasi.

Sampel yang tidak larut sempurna.

 

 

 

 

 

 

Page 20: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

BAB V

PENUTUP

1     Kesimpulan

Dari percobaan dapat disimpulkan

Koefisien partisi dari asam borat yakni 7,67 hal ini tidak sesuai dengan

literature yang menyatakan koefisien partisi harusnya K<1, hal ini

dikarenakan beberapa faktor kesalahan yakni, Sampel tidak terdispersi

dengan baik dalam kedua pelarut, Larutan dalan corong pisah belum

berpisah dengan baik saat pengambilan air untuk titrasi, Kesalahan dalam

menitrasi, Sampel yang tidak larut sempurna.

Koefisien partisi dari asam benzoate yakni 0,62

2     Saran

                        Sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti agar hasil

yang diperoleh sesuai yang diharapkan.  

 

 

 

 

 

Page 21: ( Moh Agus Salim )Makalah Fisika Farmasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika  I. Universitas Muslim

Indonesia: Makassar

Ditjen POM, (1979), “Farmakope Indonesia”, edisi III, Depkes RI, Jakarta

Lachman, L., dkk., (1994), ”Teori dan Praktek Farmasi Industri II”, Edisi

III, diterjemahkan  oleh Siti suyatmi, UI Press, Jakarta, 78

Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika 1. Universitas Indonesia Press;    

Jakarta.

Ernest. 1999 . Dinamika Obat. ITB. Bandung.

Golib, Ibnu, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Cammarata, s., 1995, Farmasi FisIka, UI-Press, Jakarta.

Rivai, H., 1995, Azas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta.

Gandjar, I., G. & Abdul, R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta

Ansel, H., C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas

Indonesia Press.

Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU

Bioteknologi Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.